Pub Date : 2019-02-01DOI: 10.24198/responsive.v1i2.20678
M. Alexandri, N. Kostini, E. Maulina
Some of the problems faced by lecturers in higher education are the lack of time for research because of teaching. Another problem is: a career as a lecturer is an endpoint or basis for a career elsewhere? The question is that the position of lecturer or being a Professor is still something interesting, prestigious, or not? Padjadjaran University is the number 6 Best University in Indonesia in QS World version in 2018. The number of lectuJrers is 1780 Lecturers. The purpose of this research is to find out Employee Empowerment, Psychological Contract and Employee Engagement at Padjadjaran University. The unit of analysis is 65 Permanent Lecturers at Padjadjaran University. The results of this study found that the effect of Employee Empowerment, Psycological Contract on Employee Engagement was only 15%. This indicates that the Padjadjaran University Lecturer does not yet have a strong Empowerment and Psychological Contract to produce a strong attachment to the University.
{"title":"Employee Empowerment, Psycological Contract, Employee Engagement di Universitas di Indonesia","authors":"M. Alexandri, N. Kostini, E. Maulina","doi":"10.24198/responsive.v1i2.20678","DOIUrl":"https://doi.org/10.24198/responsive.v1i2.20678","url":null,"abstract":"Some of the problems faced by lecturers in higher education are the lack of time for research because of teaching. Another problem is: a career as a lecturer is an endpoint or basis for a career elsewhere? The question is that the position of lecturer or being a Professor is still something interesting, prestigious, or not? Padjadjaran University is the number 6 Best University in Indonesia in QS World version in 2018. The number of lectuJrers is 1780 Lecturers. The purpose of this research is to find out Employee Empowerment, Psychological Contract and Employee Engagement at Padjadjaran University. The unit of analysis is 65 Permanent Lecturers at Padjadjaran University. The results of this study found that the effect of Employee Empowerment, Psycological Contract on Employee Engagement was only 15%. This indicates that the Padjadjaran University Lecturer does not yet have a strong Empowerment and Psychological Contract to produce a strong attachment to the University.","PeriodicalId":83248,"journal":{"name":"The Responsive community : rights and responsibilities","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"82365322","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Terdapat tiga permasalahan transportasi di Indonesia. Pertama, Kecelakaan Lalu Lintas. Kedua, Kemacetan dan ketiga adalah kurangnya Fasilitas Transportasi. Ketiga permasalahan transportasi ini direspon oleh generasi muda milenial dengan menghadirkan layanan jasa tranportasi online. Hal ini menjadikan masyarakat memiliki banyak pilihan dan memberikan kenyamanan dan kepastian tarif pada masyarakat. Namun disisi lain, hal itu juga menimbulkan gesekan di masyarakat antara penyedia jasa transportasi onlie dan konvensional. Metode yang akan digunakan adalah metode kualitatif dengan metode lapangan berupa observasi dan studi kepustakaan. Keempat, data yang dikumpulkannya berupa kata-kata dan literatur baik dari media online ataupun elektronik. Sesuai dengan fokus penelitian, maka jenis paper adalah deskriptif – analitif kebijakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara teoritis Permen No. 108 tahun 2017 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek. Menurut teori E.F Harison “The managerial decision-making process” proses pengambilan kebijakan terdapat lima tahapan yaitu : (1) Menetapkan tujuan organisasi/manajemen; (2) Mencari alternatif-alternatif; (3) Membandingkan dan mengevaluasi alternatif; (4) Memilih alternatif; (5) Mengimplementasikan keputusan; (5) Tindak lanjut dan pengawasan. Oleh sebab itu penerbitan Permen no 108 tahun 2017 harus dikaji dan evaluasi mulai dari tahap perencanaan sampai pelaksanaan. Pada dasarnya, aturan angkutan sewa online dalam PM 108 Tahun 2017 sama sekali tidak mempermasalahkan penggunaan teknologi. Sebaliknya, dengan peraturan ini, angkutan sewa online yang menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi telah diakomodir agar dapat beroperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang transportasi.
{"title":"ANALISIS PERATURAN MENTERI NO 108 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK MENURUT TEORI THE MANAGERIAL DECISION-MAKING PROCESS E. F. HARRISON","authors":"Mochammad Galuh Fauzi, Elisa Susanti, Budiman Rusli","doi":"10.24198/RESPONSIVE.V1I2.20675","DOIUrl":"https://doi.org/10.24198/RESPONSIVE.V1I2.20675","url":null,"abstract":"Terdapat tiga permasalahan transportasi di Indonesia. Pertama, Kecelakaan Lalu Lintas. Kedua, Kemacetan dan ketiga adalah kurangnya Fasilitas Transportasi. Ketiga permasalahan transportasi ini direspon oleh generasi muda milenial dengan menghadirkan layanan jasa tranportasi online. Hal ini menjadikan masyarakat memiliki banyak pilihan dan memberikan kenyamanan dan kepastian tarif pada masyarakat. Namun disisi lain, hal itu juga menimbulkan gesekan di masyarakat antara penyedia jasa transportasi onlie dan konvensional. Metode yang akan digunakan adalah metode kualitatif dengan metode lapangan berupa observasi dan studi kepustakaan. Keempat, data yang dikumpulkannya berupa kata-kata dan literatur baik dari media online ataupun elektronik. Sesuai dengan fokus penelitian, maka jenis paper adalah deskriptif – analitif kebijakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara teoritis Permen No. 108 tahun 2017 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek. Menurut teori E.F Harison “The managerial decision-making process” proses pengambilan kebijakan terdapat lima tahapan yaitu : (1) Menetapkan tujuan organisasi/manajemen; (2) Mencari alternatif-alternatif; (3) Membandingkan dan mengevaluasi alternatif; (4) Memilih alternatif; (5) Mengimplementasikan keputusan; (5) Tindak lanjut dan pengawasan. Oleh sebab itu penerbitan Permen no 108 tahun 2017 harus dikaji dan evaluasi mulai dari tahap perencanaan sampai pelaksanaan. Pada dasarnya, aturan angkutan sewa online dalam PM 108 Tahun 2017 sama sekali tidak mempermasalahkan penggunaan teknologi. Sebaliknya, dengan peraturan ini, angkutan sewa online yang menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi telah diakomodir agar dapat beroperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang transportasi. ","PeriodicalId":83248,"journal":{"name":"The Responsive community : rights and responsibilities","volume":"8 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74024679","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-01DOI: 10.24198/RESPONSIVE.V1I2.20674
Lia Melanie Ginting, Elisa Susanti, Asep Sumaryana
Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai salah satu wujud dari keinginan pemerintah untuk merubah kinerja pelayanan yang selama ini tidak memberikan layanan yang prima. Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Unit Layanan Terpadu Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan merupakan pelayanan terpadu satu pintu yang memberikan layanan non-perizinan. Penelitian ini menggunakan metode SMS (System Mapping Study) dan SLR (System Literatur Review) untuk mengetahui Kepuasan Masyarakat dengan menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat berdasarkan pada Peraturan Kemenpan R&B No 25 Tahun 2004, tentang Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). One Stop Integrated Service as a form of the government's desire to change the service performance that has not provided excellent service. One Stop Integrated Service in the Integrated Service Unit of the Ministry of Education and Culture is a one-stop integrated service that provides non-licensing services. This research uses the method of SMS (System Mapping Study) and SLR (System Literature Review) to know Satisfaction of Society by using Satisfaction Index of Community based on Regulation of Kemenpan R & B No. 25 Year 2004, about Satisfaction Index (IKM).
{"title":"IMPLEMENTASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU NON-PERIZINAN DI UKUR DARI KEPUASAN MASYARAKAT DENGAN MENGGUNAKAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT","authors":"Lia Melanie Ginting, Elisa Susanti, Asep Sumaryana","doi":"10.24198/RESPONSIVE.V1I2.20674","DOIUrl":"https://doi.org/10.24198/RESPONSIVE.V1I2.20674","url":null,"abstract":"Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai salah satu wujud dari keinginan pemerintah untuk merubah kinerja pelayanan yang selama ini tidak memberikan layanan yang prima. Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Unit Layanan Terpadu Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan merupakan pelayanan terpadu satu pintu yang memberikan layanan non-perizinan. Penelitian ini menggunakan metode SMS (System Mapping Study) dan SLR (System Literatur Review) untuk mengetahui Kepuasan Masyarakat dengan menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat berdasarkan pada Peraturan Kemenpan R&B No 25 Tahun 2004, tentang Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). One Stop Integrated Service as a form of the government's desire to change the service performance that has not provided excellent service. One Stop Integrated Service in the Integrated Service Unit of the Ministry of Education and Culture is a one-stop integrated service that provides non-licensing services. This research uses the method of SMS (System Mapping Study) and SLR (System Literature Review) to know Satisfaction of Society by using Satisfaction Index of Community based on Regulation of Kemenpan R & B No. 25 Year 2004, about Satisfaction Index (IKM).","PeriodicalId":83248,"journal":{"name":"The Responsive community : rights and responsibilities","volume":"36 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"91292009","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-01DOI: 10.24198/RESPONSIVE.V1I2.20673
Hasan Namudat, N. Karlina, Budiman Rusli
Dewasa ini masalah keamanan dan ketertiban semakin strategis, hal ini terlihat dari dimensi ancaman dan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban dari waktu ke waktu kian berkembang dengan beragam risiko dan dampaknya. Menyadari dampak gangguan keamanan obyek vital nasional bersifat nasional maka pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 yang memberi kewenangan Kepolisian Republik Indonesia untuk melaksanakan pengamanan objek vital nasional dan melakukan audit sistem pengamanan objek vital nasional secara periodik. Namun hingga saat ini penanggulangan gangguan keamanan objek vital nasional, belum dikembangkan sebuah sistem koordinasi yang mencakup peran dan tugas masing-masing stakeholders. Padahal sistem koordinasi tersebut dibutuhkan agar penanggulangan gangguan keamanan objek vital nasional dapat dilakukan secara cepat dan efektif sehingga mampu memperkecil dampak keamanan yang ditimbulkannya. Today the issue of security and order is increasingly strategic, this can be seen from the dimensions of threats and disruptions to security and order from time to time increasingly developing with a variety of risks and impacts. Recognizing the impact of national vital object security disturbances on the national nature, the government issued Presidential Decree No. 63 of 2004 which authorized the Republic of Indonesia Police to carry out safeguards on national vital objects and periodically audited the security system of national vital objects. However, until now the response to the security of national vital objects has not yet been developed, a system of coordination that includes the roles and duties of each stakeholder. Even though the coordination system is needed so that the handling of security disturbances of national vital objects can be done quickly and effectively so as to minimize the security impacts that they cause. Keywords
{"title":"ANALISIS KEBIJAKAN PENGAMANAN OBJEK VITAL DI PT FREEPORT INDONESIA","authors":"Hasan Namudat, N. Karlina, Budiman Rusli","doi":"10.24198/RESPONSIVE.V1I2.20673","DOIUrl":"https://doi.org/10.24198/RESPONSIVE.V1I2.20673","url":null,"abstract":"Dewasa ini masalah keamanan dan ketertiban semakin strategis, hal ini terlihat dari dimensi ancaman dan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban dari waktu ke waktu kian berkembang dengan beragam risiko dan dampaknya. Menyadari dampak gangguan keamanan obyek vital nasional bersifat nasional maka pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 yang memberi kewenangan Kepolisian Republik Indonesia untuk melaksanakan pengamanan objek vital nasional dan melakukan audit sistem pengamanan objek vital nasional secara periodik. Namun hingga saat ini penanggulangan gangguan keamanan objek vital nasional, belum dikembangkan sebuah sistem koordinasi yang mencakup peran dan tugas masing-masing stakeholders. Padahal sistem koordinasi tersebut dibutuhkan agar penanggulangan gangguan keamanan objek vital nasional dapat dilakukan secara cepat dan efektif sehingga mampu memperkecil dampak keamanan yang ditimbulkannya. Today the issue of security and order is increasingly strategic, this can be seen from the dimensions of threats and disruptions to security and order from time to time increasingly developing with a variety of risks and impacts. Recognizing the impact of national vital object security disturbances on the national nature, the government issued Presidential Decree No. 63 of 2004 which authorized the Republic of Indonesia Police to carry out safeguards on national vital objects and periodically audited the security system of national vital objects. However, until now the response to the security of national vital objects has not yet been developed, a system of coordination that includes the roles and duties of each stakeholder. Even though the coordination system is needed so that the handling of security disturbances of national vital objects can be done quickly and effectively so as to minimize the security impacts that they cause. Keywords ","PeriodicalId":83248,"journal":{"name":"The Responsive community : rights and responsibilities","volume":"20 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85063540","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-01DOI: 10.24198/responsive.v1i2.20676
Nelwan Ronsumbre, Mohammad Benny
UU Otonomi khusus Papua yang diatur melalui UU No.21 Tahun 2001 telah memberikan kekhususan bagi Provinsi Papua untuk membentuk Dewan Perwakilan Wilayah Adat (DPWA) dalam kelembagaan legislatif daerah. Unsur keanggotaan DPWA adalah perwakilan masyarakat adat di wilayah Provinsi Papua yang terdiri atas 5 (lima) wilayah adat yang ditentukan berdasarkan kedekatan geografis dan kesamaan rumpun suku bangsa. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan fenomena keberadaan anggota perwakilan wilayah adat (DPWA) di Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dalam perspektif kontrak sosial menurut Thomas Hobes, John Locke dan J.J. Rousseau dan dalam perspektif representasi menurut Stuart Hall (2009). Artikel ini dikaji dan dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif dimana data diperoleh melalui wawancara, dari dokumen, jurnal, literature maupun sumber online yang relevan dengan objek yang diteliti. Temuan dari kajian ini adalah dijelaskan bahwa antara dewan adat, dewan perwakilan wilayah adat dan masyarakat adat sebagai tiga elemen yang melakuan perjanjian kontrak sosial. Kontrak sosial yang dilakukan sifatnya tidak tertulis (unwritten contract) sehingga legitimasi dan eksistensinya tidak kuat. Representasi keanggotaan dewan adat sudah memenuhi kriteria secara teoritik yaitu berasal dari masyarakat adat, berbicara atas masyarakat adat dan berdiri di depan masyarakat adat. Penelitian ini selanjutnya merekomendasikan perlunya membuat kontrak secara tertulis (written contract) sehingga dokumen itu mengikat setiap elemen yang melakukan perjanjian. Pada sisi lain, perlu menyesuaikan waktu seleksi anggota dewan dengan periode jabatan lembaga legislatif daerah (DPRP). .The special autonomous right of Papua as regulated in the Law No. 21/2011 has given particular rights to the region for establishing the Cultural Region Representative (DPWA) in the local legislative body. The composition of DPWA consists of the cultural community consisting of five cultural regions which are based on the proximity of geographical area and groups of tribes. The purpose of this article is to explain the phenomenon of the existence of the Dewan Adat (representative of local indigenous tribe) within the in the Papuan People's Representative Council (DPRP) in the perspective of social contracts according to Thomas Hobes, John Locke and J.J. Rousseau as well as in the perspective of representation proposed by Stuart Hall (2009). The purpose of this article is to explain the phenomenon of the existence of the Dewan Adat within the DPRP in the perspective of social contracts according to Thomas Hobes, John Locke and J.J. Rousseau and in the perspective of representation according to Stuart Hall (2009). This article is reviewed and analyzed by using qualitative methods where data is obtained through interviews, documents, journals, literature and online sources those are relevant to the object of the study. The findings of this study are explained that among the adat council, the rep
2001年通过第21号法案定出的巴布亚特别自治法规定,巴布亚省必须在地方立法机构中成立部落议会。DPWA成员元素是巴布亚省一个由5(5)组成的土著地区的土著社区代表,这些地区是根据地理距离和民族部落的相似之处决定的。本文的目的是从托马斯·霍布斯(Thomas Hobes)、约翰·洛克(John Locke)和J·J·卢梭(J.J。通过采访、文档、期刊、文学作品以及与研究对象相关的在线资源,对本文进行分析和分析。这项研究的结果是,在土著委员会、土著利害关系代表委员会和土著社区之间,构成社会契约的三个要素。所做的社会契约是不成文的,因此其合法性和存在是不牢固的。土著委员会的成员身份在理论上符合土著人民的标准,对土著人民讲话,站在土著人民面前。本研究进一步建议签订书面合同的必要性(书面合同),使这些文件结合签订协议的每一个要素。另一方面,需要调整市议员的遴选时间与地方议会第21号宪法规定的特别自治权利……基于地理区域和群落部落的协议。这文章之目的是为了解释现象《存在》当地习俗委员会(代表of indigenous部落)在《巴布亚人民的代表在委员会内视角》(DPRP)在社交contracts弥足托马斯Hobes,约翰·洛克和卢梭j.j.视角中的as well as of representation proposed by斯图亚特·霍尔(2009年)。这篇文章的目的是解释《典型社会契约》中存在的现象,即托马斯·霍贝斯、约翰·洛克和J·J·卢梭以及《典型代表》对斯图尔特·霍尔的印象。这篇文章是通过测试、文档、期刊、文学和在线资源对研究对象进行审查和分析的。最后的研究表明,在传统委员会中,代表着作为构成社会契约契约契约的三种元素的独立存在的人民委员会。社会契约正在起草一份不成文的合同,所以它的合法性和存在不是那么强大。海关理事会成员的代表遇到了来自冲突社区的critmen,他们在代表人民之前就站在了独立的人的中间。然后,这项研究提醒我们,有必要提出一项书面合同,以便证明证明构成同意的文件的各个要素。另一方面,必须限制董事会的选举时间
{"title":"KEBERADAAN PERWAKILAN WILAYAH ADAT DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PAPUA (DPRP) DALAM PERSPEKTIF KONTRAK SOSIAL DAN DALAM PERSPEKTIF REPRESENTASI DI PROVINSI PAPUA","authors":"Nelwan Ronsumbre, Mohammad Benny","doi":"10.24198/responsive.v1i2.20676","DOIUrl":"https://doi.org/10.24198/responsive.v1i2.20676","url":null,"abstract":"UU Otonomi khusus Papua yang diatur melalui UU No.21 Tahun 2001 telah memberikan kekhususan bagi Provinsi Papua untuk membentuk Dewan Perwakilan Wilayah Adat (DPWA) dalam kelembagaan legislatif daerah. Unsur keanggotaan DPWA adalah perwakilan masyarakat adat di wilayah Provinsi Papua yang terdiri atas 5 (lima) wilayah adat yang ditentukan berdasarkan kedekatan geografis dan kesamaan rumpun suku bangsa. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan fenomena keberadaan anggota perwakilan wilayah adat (DPWA) di Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dalam perspektif kontrak sosial menurut Thomas Hobes, John Locke dan J.J. Rousseau dan dalam perspektif representasi menurut Stuart Hall (2009). Artikel ini dikaji dan dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif dimana data diperoleh melalui wawancara, dari dokumen, jurnal, literature maupun sumber online yang relevan dengan objek yang diteliti. Temuan dari kajian ini adalah dijelaskan bahwa antara dewan adat, dewan perwakilan wilayah adat dan masyarakat adat sebagai tiga elemen yang melakuan perjanjian kontrak sosial. Kontrak sosial yang dilakukan sifatnya tidak tertulis (unwritten contract) sehingga legitimasi dan eksistensinya tidak kuat. Representasi keanggotaan dewan adat sudah memenuhi kriteria secara teoritik yaitu berasal dari masyarakat adat, berbicara atas masyarakat adat dan berdiri di depan masyarakat adat. Penelitian ini selanjutnya merekomendasikan perlunya membuat kontrak secara tertulis (written contract) sehingga dokumen itu mengikat setiap elemen yang melakukan perjanjian. Pada sisi lain, perlu menyesuaikan waktu seleksi anggota dewan dengan periode jabatan lembaga legislatif daerah (DPRP). .The special autonomous right of Papua as regulated in the Law No. 21/2011 has given particular rights to the region for establishing the Cultural Region Representative (DPWA) in the local legislative body. The composition of DPWA consists of the cultural community consisting of five cultural regions which are based on the proximity of geographical area and groups of tribes. The purpose of this article is to explain the phenomenon of the existence of the Dewan Adat (representative of local indigenous tribe) within the in the Papuan People's Representative Council (DPRP) in the perspective of social contracts according to Thomas Hobes, John Locke and J.J. Rousseau as well as in the perspective of representation proposed by Stuart Hall (2009). The purpose of this article is to explain the phenomenon of the existence of the Dewan Adat within the DPRP in the perspective of social contracts according to Thomas Hobes, John Locke and J.J. Rousseau and in the perspective of representation according to Stuart Hall (2009). This article is reviewed and analyzed by using qualitative methods where data is obtained through interviews, documents, journals, literature and online sources those are relevant to the object of the study. The findings of this study are explained that among the adat council, the rep","PeriodicalId":83248,"journal":{"name":"The Responsive community : rights and responsibilities","volume":"41 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"79306407","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-10-24DOI: 10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19094
Ningrum Fauziah Yusuf, S. Ningrum, Sawitri Budi Utami
ABSTRAKSalah satu faktor rendahnya mutu pendidikan Madrasah Ibtidaiyah di Kabupaten Bandung disebabkan karena kapasitas organisasi Kementerian Agama Kabupaten Bandung dalam melaksanakan tugasnya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan agama belum maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kapasitas organisasi Kementerian Agama dalam meningkatkan mutu pendidikan Madrasah Ibtidaiyah di Kabupaten Bandung. Aspek yang digunakan dalam penelitian kualitatif deskriptif ini ialah (1) personnel (sumber daya manusia), (2) infrastucture, technology, and financial resources (infrastruktur, teknologi, dan sumber daya keuangan), (3) strategic leadership (kepemimpinan strategis), (4) program and process management (program dan manajemen proses), dan (5) networking and linkages (jejaring kerjasama dan hubungan dengan pihak lain). ABSTRACTOne of the factors of poor quality of Madrasah Ibtidaiyah education in Bandung Regency is due to the organizational capacity of the Ministry of Religion of Bandung Regency in performing its duties in order to improve the quality of religious education has not been maximized. This study aims to see what factors affect the organizational capacity of the Ministry of Religion in improving the quality of Madrasah Ibtidaiyah education in Bandung regency. The aspects used in this descriptive qualitative research are (1) personnel, (2) infrastructure, technology, and financial resources, (3) strategic leadership, (4) program and process management, and (5) networking and linkages.
{"title":"KAPASITAS ORGANISASI DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN MADRASAH DI INDONESIA ORGANIZATIONAL CAPACITY IN IMPROVING THE QUALITY OF EDUCATION MADRASAH IN INDONESIA","authors":"Ningrum Fauziah Yusuf, S. Ningrum, Sawitri Budi Utami","doi":"10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19094","DOIUrl":"https://doi.org/10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19094","url":null,"abstract":"ABSTRAKSalah satu faktor rendahnya mutu pendidikan Madrasah Ibtidaiyah di Kabupaten Bandung disebabkan karena kapasitas organisasi Kementerian Agama Kabupaten Bandung dalam melaksanakan tugasnya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan agama belum maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kapasitas organisasi Kementerian Agama dalam meningkatkan mutu pendidikan Madrasah Ibtidaiyah di Kabupaten Bandung. Aspek yang digunakan dalam penelitian kualitatif deskriptif ini ialah (1) personnel (sumber daya manusia), (2) infrastucture, technology, and financial resources (infrastruktur, teknologi, dan sumber daya keuangan), (3) strategic leadership (kepemimpinan strategis), (4) program and process management (program dan manajemen proses), dan (5) networking and linkages (jejaring kerjasama dan hubungan dengan pihak lain). ABSTRACTOne of the factors of poor quality of Madrasah Ibtidaiyah education in Bandung Regency is due to the organizational capacity of the Ministry of Religion of Bandung Regency in performing its duties in order to improve the quality of religious education has not been maximized. This study aims to see what factors affect the organizational capacity of the Ministry of Religion in improving the quality of Madrasah Ibtidaiyah education in Bandung regency. The aspects used in this descriptive qualitative research are (1) personnel, (2) infrastructure, technology, and financial resources, (3) strategic leadership, (4) program and process management, and (5) networking and linkages. ","PeriodicalId":83248,"journal":{"name":"The Responsive community : rights and responsibilities","volume":"38 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85326832","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-10-24DOI: 10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19098
Riki Kurniawan, M. Alexandri, Heru Nurasa
Abstract The marine resources are waiting for the nation's explorer. Government support and past glory should be a giant step to develop real marine sector support programs. The nations assets supporting facilities and infrastructure of maritime science and technology sector is important to be considered for the efficiency of cost and expenditure of state and the progress of science and technology in the field of Marine.Pra feasibility that has been done, after the formation of Team Work and the support from central government collaboration across Ministries and Research Institutions, also supported by government readiness areas within the development of the Indonesia Marine Science and Technology Center (IMSTeP) should be a solid and well-maintained cooperation. The policy issued by the government is required to be able to cover every progress. However whether the policy can be implemented well operationally and substansinya or still need support derivative policies or other bureaucratic obstacles that need to be anticipated to accelerate the progress of this national program so that we soon become Master in his own country in the inner sector in particular ,,,, JalesvevaJayamahe. Abstrak Sumberdaya kelautan yang berlimpah menunggu para explorer anak bangsa untuk bergerak. Dukungan Pemerintah dan kejayaan masa lalu seharusnya menjadi cermin untuk mengembangkan program riil pendukung sektor kelautan khususnya. Aset pendukung sarana dan prasarana iptek sektor kelautan penting untuk diperhatikan demi efisiensi cost dan pengeluaran negara serta kemajuan Iptek di bidang Kelautan.Pra feasibility yang sudah dilakukan, setelah pembentukan Tim Pokja serta dukungan kolaborasi pemerintah pusat lintas Kementerian dan Lembaga Penelitian, di dukung oleh kesiapan pemerintah daerah didalam pengembangan Pusat Iptek Kelautan (IMSTeP) harus menjadi satu kerjasama yang solid dan terpelihara. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dituntut mampu memayungi setiap progress kemajuannya.Namun apakah kebijakan tersebut dapat terimplementasikan dengan baik secara operasional dan substansinya atau masih perlukah dukungan kebijakan turunannya atau kendala birokrasi lain yang perlu segera di antisipasi untuk mempercepat progress progam nasional ini sehingga dengan segera kita menjadi Tuan di Negeri Sendiri di sektor keluatan khususnya,,,, JalesvevaJayamahe.
海洋资源等待着国家的探索者。政府的支持和过去的辉煌应该是发展真正的海洋部门支持计划的一大步。海洋科技领域的国家资产支持设施和基础设施是国家成本支出效率和海洋科技进步的重要考虑因素。在形成团队工作和中央政府跨部委和研究机构合作的支持下,以及在印度尼西亚海洋科学技术中心(IMSTeP)发展的政府准备领域的支持下,Pra可行性已经完成,应该是一种坚实和良好的合作。政府出台的政策必须能够涵盖每一个进步。然而,该政策是否可以很好地实施和实质,或仍然需要支持,衍生政策或其他官僚障碍,需要预期,以加速这一国家计划的进展,使我们很快成为大师在自己的国家,特别是在内部部门,,,,JalesvevaJayamahe。[摘要]苏伯达亚·克劳坦,杨·柏林巴·孟孟古,para探险家,阿纳克·邦萨·乌图克·贝格拉克。Dukungan Pemerintah dan kejayaan masa lalu seharusnya menjadi cermin untuk mengembangkan计划ridudukung部门kelautan khususnya。当我在这里的时候,我要在这里学习,我要在这里学习,我要在这里学习,我要在这里学习,我要学习。我的意思是我的可行性yang sudah dilakukan, setelah pembentukan Tim Pokja serta dukungan kolaborasi pemerintah pusat lintas Lembaga Penelitian, di dukung oleh kesiapan pemerintah daerah penembang and pusat Iptek Kelautan (IMSTeP) harus menjadi satu kerjasama yang solid dan terpelihara。Kebijakan yang dikeluarkan peremintah dittunt mampu memayungi设置进展kemajuannya。Namun apakah kebijakan tereseveva ajayamahe执行亚洲地区的发展和发展,亚洲地区的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展,亚洲的发展和发展。
{"title":"IMSTeP : Indonesian Marine Science And Techno Park Implementasi Kebijakan Model Van Meter Dan Van Horn Di Indonesia","authors":"Riki Kurniawan, M. Alexandri, Heru Nurasa","doi":"10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19098","DOIUrl":"https://doi.org/10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19098","url":null,"abstract":"Abstract The marine resources are waiting for the nation's explorer. Government support and past glory should be a giant step to develop real marine sector support programs. The nations assets supporting facilities and infrastructure of maritime science and technology sector is important to be considered for the efficiency of cost and expenditure of state and the progress of science and technology in the field of Marine.Pra feasibility that has been done, after the formation of Team Work and the support from central government collaboration across Ministries and Research Institutions, also supported by government readiness areas within the development of the Indonesia Marine Science and Technology Center (IMSTeP) should be a solid and well-maintained cooperation. The policy issued by the government is required to be able to cover every progress. However whether the policy can be implemented well operationally and substansinya or still need support derivative policies or other bureaucratic obstacles that need to be anticipated to accelerate the progress of this national program so that we soon become Master in his own country in the inner sector in particular ,,,, JalesvevaJayamahe. Abstrak Sumberdaya kelautan yang berlimpah menunggu para explorer anak bangsa untuk bergerak. Dukungan Pemerintah dan kejayaan masa lalu seharusnya menjadi cermin untuk mengembangkan program riil pendukung sektor kelautan khususnya. Aset pendukung sarana dan prasarana iptek sektor kelautan penting untuk diperhatikan demi efisiensi cost dan pengeluaran negara serta kemajuan Iptek di bidang Kelautan.Pra feasibility yang sudah dilakukan, setelah pembentukan Tim Pokja serta dukungan kolaborasi pemerintah pusat lintas Kementerian dan Lembaga Penelitian, di dukung oleh kesiapan pemerintah daerah didalam pengembangan Pusat Iptek Kelautan (IMSTeP) harus menjadi satu kerjasama yang solid dan terpelihara. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dituntut mampu memayungi setiap progress kemajuannya.Namun apakah kebijakan tersebut dapat terimplementasikan dengan baik secara operasional dan substansinya atau masih perlukah dukungan kebijakan turunannya atau kendala birokrasi lain yang perlu segera di antisipasi untuk mempercepat progress progam nasional ini sehingga dengan segera kita menjadi Tuan di Negeri Sendiri di sektor keluatan khususnya,,,, JalesvevaJayamahe. ","PeriodicalId":83248,"journal":{"name":"The Responsive community : rights and responsibilities","volume":"83 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86512707","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-10-24DOI: 10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19096
R. Andari
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana (isi dan proses) dan mengapa perubahan kebijakan pendapatan desa yang bersumber dari alokasi APBN (Dana Desa) pada masa Reformasi (1999-2015) terjadi. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi dokumentasi dan wawancara semi terstuktur, teknik analisis data melalui teknik análisis isi dan teknik analisis interaktif, dan validitas data melalui strategi triangulasi dengan sumber data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan pendapatan desa yang bersumber dari alokasi APBN pada masa Reformasi (1999-2015) terjadi pada tingkat perubahan ketiga (perubahan paradigma kebijakan) dari rezim pemerintahan Presiden B.J Habibie dan Presiden Megawati Soekarno Putri melalui konsep bantuan pemerintah dari APBN dengan asas desentralisasi dan keanekaragaman ke rezim pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan konsep alokasi 10% dari APBN dengan asas rekognisi dan subsidiaritas. Alasan perubahan kebijakan tersebut antara lain karena adanya: (1) perubahan ide dan kepentingan dari rezim pemerintahan yang berkuasa, (2) peran lembaga pemerintah yaitu Kementrian Dalam Negeri dan DPR sebagai arena instrumen kebijakan, (3) peran individu yaitu Menteri Dalam Negeri, Ketua Panitia Khusus RUU Desa, Ketua Panitia Kerja RUU Desa, dan para staf ahli dari luar DPR sebagai agen utama perubahan kebijakan dan (4) waktu (periode) kejadian mulai dari masa awal reformasi (tahun 1999) hingga tahun 2014 sebagai elemen kunci proses perubahan kebijakan. ABSTRACT This study aims to examine how (contents and processes) and why to change the village income policy sourced from the APBN allocation (at the Reform Fund) during the Reformation (1999-2015). The research method used is qualitative approach and descriptive research type with data technique and semi structured study, data analysis technique through content analysis and interactive analysis, and data validity through triangulation strategy with data source. The result of the research indicates that the change of village income policy which comes from the allocation of APBN during the Reformation period (1999-2015) occurred at the third level of change (change of policy paradigm) from the government regime of President BJ Habibie and President Megawati Soekarno Putri through the concept of government assistance from APBN with the principle of decentralization and diversity to the government regime of President Susilo Bambang Yudhoyono with the concept of allocation of 10% of APBN with the principle of recognition and subsidiarity. The reasons for this policy change are: (1) change of ideas and interests of the ruling government regime, (2) the role of government institutions, namely the Ministry of Home Affairs and the House of Representatives as the policy instrument arena, (3) the individual roles of the Minister of Home Affairs, The Special Committee of the
本研究旨在探讨宗教改革时期(1999-2015年)基于APBN(农村资金)的农村收入政策为何发生变化。采用的研究方法是定性方法和描述性研究,通过文献研究和中期针灸采访收集数据的技术,通过内容分析和交互式分析技术分析数据分析的技术,以及通过策略与数据来源三角分析分析数据的有效性。研究结果表明,农村收入的政策变化都源于改革时期p 2014(1999-2015)拨款层面发生变化(第三)统治政权的政策范式b.j.哈比比总统和总统苏加诺megawatti公主与权力下放原则通过p 2014的政府援助的概念和多样性到Bambang穆尔蒂尤多约诺总统的统治政权拨款10%的p 2014 rekognisi原则和概念subsidiaritas。政策改变的原因包括:(1)改变政权的想法和利益的政府掌权以来,(2)政府机构,即内政部和国会的角色作为政策工具,竞技场(3)个体角色,即联邦内政部长特别法案委员会主席村,村里的工作法案委员会主席,众议院和外部专家工作人员作为主要政策变化和探员(4)时间(时期)从早期的事件(1999年)到2014年改革作为关键因素的政策变化的过程。将这项研究的条件限制为examine,以及为什么在改革期间从APBN发放资金中改变村庄的政策。可使用的研究方法是有资格的,可描述的研究方法有技术和半结构性研究,通过包容分析和互动分析数据分析,以及通过资源数据三角分析和验证验证数据。《change》研究indicates that论点村收入policy哪种allocation》来自p 2014期间的改革期杂志》(1999-2015)第三级》发生在改变(change of policy一种)从《政府regime of总统苏加诺总统哈比比BJ和megawatti公主一起经历政府协助从p 2014理念》《推开decentralization和多样性的政府regime of Bambang穆尔蒂尤多约诺总统》和《10%的APBN的可预测性和补贴原则。这种政策变化的原因是:(1)执政政府regime change of想法and interests)》之角色,(2)政府月报》institutions, namely家庭事务和《House of Representatives)美国政策工具,(3)个人roles》竞技场的家庭事务部长比尔,特别委员会》村,村比尔工作委员会之主席,《政策改变》(1999年)2014年政策改变的关键元素《时代》(the policy change)引发事件》(the time)的外部代表。
{"title":"KEBIJAKAN PENDAPATAN DESA YANG BERSUMBER DARI ALOKASI APBN (DANA DESA) DI INDONESIA MASA REFORMASI 1999-2015 (Studi tentang Perubahan Kebijakan Pendapatan Desa yang Bersumber dari Alokasi APBN/Dana Desa)","authors":"R. Andari","doi":"10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19096","DOIUrl":"https://doi.org/10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19096","url":null,"abstract":"ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana (isi dan proses) dan mengapa perubahan kebijakan pendapatan desa yang bersumber dari alokasi APBN (Dana Desa) pada masa Reformasi (1999-2015) terjadi. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi dokumentasi dan wawancara semi terstuktur, teknik analisis data melalui teknik análisis isi dan teknik analisis interaktif, dan validitas data melalui strategi triangulasi dengan sumber data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan pendapatan desa yang bersumber dari alokasi APBN pada masa Reformasi (1999-2015) terjadi pada tingkat perubahan ketiga (perubahan paradigma kebijakan) dari rezim pemerintahan Presiden B.J Habibie dan Presiden Megawati Soekarno Putri melalui konsep bantuan pemerintah dari APBN dengan asas desentralisasi dan keanekaragaman ke rezim pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan konsep alokasi 10% dari APBN dengan asas rekognisi dan subsidiaritas. Alasan perubahan kebijakan tersebut antara lain karena adanya: (1) perubahan ide dan kepentingan dari rezim pemerintahan yang berkuasa, (2) peran lembaga pemerintah yaitu Kementrian Dalam Negeri dan DPR sebagai arena instrumen kebijakan, (3) peran individu yaitu Menteri Dalam Negeri, Ketua Panitia Khusus RUU Desa, Ketua Panitia Kerja RUU Desa, dan para staf ahli dari luar DPR sebagai agen utama perubahan kebijakan dan (4) waktu (periode) kejadian mulai dari masa awal reformasi (tahun 1999) hingga tahun 2014 sebagai elemen kunci proses perubahan kebijakan. ABSTRACT This study aims to examine how (contents and processes) and why to change the village income policy sourced from the APBN allocation (at the Reform Fund) during the Reformation (1999-2015). The research method used is qualitative approach and descriptive research type with data technique and semi structured study, data analysis technique through content analysis and interactive analysis, and data validity through triangulation strategy with data source. The result of the research indicates that the change of village income policy which comes from the allocation of APBN during the Reformation period (1999-2015) occurred at the third level of change (change of policy paradigm) from the government regime of President BJ Habibie and President Megawati Soekarno Putri through the concept of government assistance from APBN with the principle of decentralization and diversity to the government regime of President Susilo Bambang Yudhoyono with the concept of allocation of 10% of APBN with the principle of recognition and subsidiarity. The reasons for this policy change are: (1) change of ideas and interests of the ruling government regime, (2) the role of government institutions, namely the Ministry of Home Affairs and the House of Representatives as the policy instrument arena, (3) the individual roles of the Minister of Home Affairs, The Special Committee of the","PeriodicalId":83248,"journal":{"name":"The Responsive community : rights and responsibilities","volume":"140 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"79953521","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-10-24DOI: 10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19097
N. A. Deliarnoor, R. Buchari, Liiklai K. Felfina
ABSTRACTThe issue of salt production in Indonesia and to fulfill the increasing demand of salt every year through salt import, is the basis of the study. To increase productivity and quality, and the welfare of salt formers, Indonesian government has intervened through enactment of People Salt Business Empowerment Program (PUGAR) in 2011. Even with implementation of the program, problems of national salt still continue, hence there is a need to evaluate the program. The title of the study is Evaluation of PUGAR Program in Pangenan Sub-district, Cirebon District, West Java.The methodology in this study used qualitative hybrid approach, with primary data collection from direct interviews, field observation and secondary data from documents and literature on PUGAR. Evaluation of PUGAR program used evaluation goal-based and logic model, and used William Dunn’s evaluation criteria of effectiveness, efficiency, responsiveness and appropriateness as evaluation tool. The study result shows that evaluation of PUGAR program in Pangenen Sub-district, Cirebon District has been implemented in accordance to the applied standard and guidelines, but it has not met the aspect of effectiveness in its organization and forming of people salt , efficiency of Community Direct Aid (BLM) policy to help salt farmers, responsiveness in the use of technology and appropriateness to the policies on Spatial Planning of Cirebon District and on salt import, Further in-depth study on the program is still needed.
{"title":"EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT DI KECAMATAN PANGENAN, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT","authors":"N. A. Deliarnoor, R. Buchari, Liiklai K. Felfina","doi":"10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19097","DOIUrl":"https://doi.org/10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19097","url":null,"abstract":"ABSTRACTThe issue of salt production in Indonesia and to fulfill the increasing demand of salt every year through salt import, is the basis of the study. To increase productivity and quality, and the welfare of salt formers, Indonesian government has intervened through enactment of People Salt Business Empowerment Program (PUGAR) in 2011. Even with implementation of the program, problems of national salt still continue, hence there is a need to evaluate the program. The title of the study is Evaluation of PUGAR Program in Pangenan Sub-district, Cirebon District, West Java.The methodology in this study used qualitative hybrid approach, with primary data collection from direct interviews, field observation and secondary data from documents and literature on PUGAR. Evaluation of PUGAR program used evaluation goal-based and logic model, and used William Dunn’s evaluation criteria of effectiveness, efficiency, responsiveness and appropriateness as evaluation tool. The study result shows that evaluation of PUGAR program in Pangenen Sub-district, Cirebon District has been implemented in accordance to the applied standard and guidelines, but it has not met the aspect of effectiveness in its organization and forming of people salt , efficiency of Community Direct Aid (BLM) policy to help salt farmers, responsiveness in the use of technology and appropriateness to the policies on Spatial Planning of Cirebon District and on salt import, Further in-depth study on the program is still needed.","PeriodicalId":83248,"journal":{"name":"The Responsive community : rights and responsibilities","volume":"24 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84257280","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-10-24DOI: 10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19095
Maria Contesa, Sinta Ningrum, Mudiyati Rahmatunnisa
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan pembangunan Smelter di Indonesia dimana kebijakan yang sebelumnya mewajibkan perusahaan pertambangan untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan sebelum di jual ke pasar international. Namun dalam perjalanan kebijakan tersebut terjadi perubahan kebijakan selama kurun waktu 9 tahun ini dan perubahan tersebut telah memberikan dampak yang signifikan dalam pelaksanaannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan literature review yang berbagai dari surat kabar, peraturan-peraturan pemerintah, data-data kementerian serta data lainnya yang berhubungan dengan kegiatan smelter tersebut. berdasarkan hasil literature review. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kebijakan smelter tersebut memberikan dampak yang baik bagi tenaga kerja dan pendapatan negara serta ekonomi dikawasan sekitar. Namun di sisi lain kebijakan pembangunan smelter yang berubah-ubah membuat perusahaan pertambangan menjadi malas untuk membangun dan menyebabkan kerugian bagi perusahaan dengan dikeluarkannya peraturan pememerintah nomor 1 tahun 2017 serta Permen ESDM nomor 5 dan 6 Tahun 2017.
{"title":"Smelter : Inkonsistensi Kebijakan , Kendala dan Dampak di Indonesia","authors":"Maria Contesa, Sinta Ningrum, Mudiyati Rahmatunnisa","doi":"10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19095","DOIUrl":"https://doi.org/10.24198/RESPONSIVE.V1I1.19095","url":null,"abstract":"Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan pembangunan Smelter di Indonesia dimana kebijakan yang sebelumnya mewajibkan perusahaan pertambangan untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan sebelum di jual ke pasar international. Namun dalam perjalanan kebijakan tersebut terjadi perubahan kebijakan selama kurun waktu 9 tahun ini dan perubahan tersebut telah memberikan dampak yang signifikan dalam pelaksanaannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan literature review yang berbagai dari surat kabar, peraturan-peraturan pemerintah, data-data kementerian serta data lainnya yang berhubungan dengan kegiatan smelter tersebut. berdasarkan hasil literature review. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kebijakan smelter tersebut memberikan dampak yang baik bagi tenaga kerja dan pendapatan negara serta ekonomi dikawasan sekitar. Namun di sisi lain kebijakan pembangunan smelter yang berubah-ubah membuat perusahaan pertambangan menjadi malas untuk membangun dan menyebabkan kerugian bagi perusahaan dengan dikeluarkannya peraturan pememerintah nomor 1 tahun 2017 serta Permen ESDM nomor 5 dan 6 Tahun 2017.","PeriodicalId":83248,"journal":{"name":"The Responsive community : rights and responsibilities","volume":"20 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"81717417","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}