Pub Date : 2024-02-05DOI: 10.24002/biota.v9i1.6857
Wahyu Prihatini, Cecep Sudrajat
Lahan basah merupakan ekosistem perairan darat yang berperan penting memsok air bagi kebutuhan manusia. Penurunan kualitas perairan sungai akan berdampak terhadap keragaman jenis fauna avertebrata di ekosistem tersebut. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane merupakan aliran sungai besar, dengan daerah tangkapan air seluas 1.100 km2. Salah satu cara menilai kualitas air sungai secara biologi adalah melalui analisis makroavertebrata, karena kepekaannya terhadap bahan pencemar. Penelitian ini ditujukan untuk konservasi DAS Cisadane melalui analisis keragaman dan kelimpahan makroavertebrata. Pengambilan data dilakukan pada empat stasiun pengamatan, yaitu area Maseng (stasiun I), Pamoyanan Sari (stasiun II), Cibalagung (stasiun III), dan Bubulak (stasiun IV). Penelitian ini berhasil mengidentifikasi 21 spesies avertebrata, dengan tiga spesies paling melimpah, yaitu Pantala flavescenes (capung ciwet), Parathelphusa convexa (ketam/yuyu sawah), dan Lumbricina (cacing tanah). Tingkat keragaman spesies avertebrata secara keseluruhan termasuk dalam kategori keragaman sedang (indeks H’= 1,93). Tingkat keragaman spesies, dan kelimpahan spesies avertebrata ke arah hilir DAS Cisadane semakin menurun, berdasarkan kriteria indeks keragaman Shannon-Wienner, dan kelimpahan relatif spesies. Kualitas air sungai Cisadane terindikasi tercemar ringan-sedang di stasiun I, II, III, dan tercemar sedang-berat di stasiun IV.
{"title":"Evaluasi Kcragaman Fauna Avertebrata DAS Cisadane untuk Konservasi Lahan Basah Kota Bogor","authors":"Wahyu Prihatini, Cecep Sudrajat","doi":"10.24002/biota.v9i1.6857","DOIUrl":"https://doi.org/10.24002/biota.v9i1.6857","url":null,"abstract":"Lahan basah merupakan ekosistem perairan darat yang berperan penting memsok air bagi kebutuhan manusia. Penurunan kualitas perairan sungai akan berdampak terhadap keragaman jenis fauna avertebrata di ekosistem tersebut. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane merupakan aliran sungai besar, dengan daerah tangkapan air seluas 1.100 km2. Salah satu cara menilai kualitas air sungai secara biologi adalah melalui analisis makroavertebrata, karena kepekaannya terhadap bahan pencemar. Penelitian ini ditujukan untuk konservasi DAS Cisadane melalui analisis keragaman dan kelimpahan makroavertebrata. Pengambilan data dilakukan pada empat stasiun pengamatan, yaitu area Maseng (stasiun I), Pamoyanan Sari (stasiun II), Cibalagung (stasiun III), dan Bubulak (stasiun IV). Penelitian ini berhasil mengidentifikasi 21 spesies avertebrata, dengan tiga spesies paling melimpah, yaitu Pantala flavescenes (capung ciwet), Parathelphusa convexa (ketam/yuyu sawah), dan Lumbricina (cacing tanah). Tingkat keragaman spesies avertebrata secara keseluruhan termasuk dalam kategori keragaman sedang (indeks H’= 1,93). Tingkat keragaman spesies, dan kelimpahan spesies avertebrata ke arah hilir DAS Cisadane semakin menurun, berdasarkan kriteria indeks keragaman Shannon-Wienner, dan kelimpahan relatif spesies. Kualitas air sungai Cisadane terindikasi tercemar ringan-sedang di stasiun I, II, III, dan tercemar sedang-berat di stasiun IV.","PeriodicalId":8967,"journal":{"name":"Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati","volume":"5 8","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-02-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139806105","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2024-02-05DOI: 10.24002/biota.v9i1.7346
Mohammad Fadhil Arif, Suyitno Aloysius
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon kedelai varietas Deja 2 pada kondisi cekaman kekeringan dengan parameter akumulasi malondialdehid (MDA), kandungan katalase (CAT) dan struktur anatomi akar. Penelitian ini dilakukan dengan eksperimen melalui kultur in vitro biji menggunakan media ½ MS (Murashige & Skoog) yang diberi PEG (Polyethylene Glycol) 6000. Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi PEG meliputi 0%; 2,5%; 5%; dan 7,5%. Variabel terikatnya adalah kuantitas akumulasi MDA, kandungan CAT dan karakter anatomis akar kedelai Deja 2. Variabel terkendali meliputi jenis dan cara penggunaan PEG, kondisi lingkungan, dan karakteristik benih yang digunakan. Pengujian MDA menggunakan metode dari Gechev dengan pembacaan spektrofotometer 532 nm dan 600 nm. Pengujian kandungan katalase dilakukan dengan metode Aebi dan Lester dengan pembacaan spektrofotometer 240 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akumulasi MDA meningkat seiring meningkatnya konsentrasi PEG sampai konsentrasi 5%, dan menurun pada konsentrasi 7,5%. Kandungan CAT juga meningkat bahkan sampai pada PEG 7,5%. Perlakuan PEG tidak memberikan pengaruh signifikan pada luas akar, panjang stele dan tebal korteks melainkan pada tebal struktur epidermisnya.
{"title":"Pengaruh Perlakuan PEG (Polyethylene Glycol) Pada Media Kultur In Vitro Terhadap Anatomi Akar, Kandungan Katalase dan Akumulasi Malondialdehid Kedelai Varietas Deja 2 (Glycine max cv. “deja 2”)","authors":"Mohammad Fadhil Arif, Suyitno Aloysius","doi":"10.24002/biota.v9i1.7346","DOIUrl":"https://doi.org/10.24002/biota.v9i1.7346","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon kedelai varietas Deja 2 pada kondisi cekaman kekeringan dengan parameter akumulasi malondialdehid (MDA), kandungan katalase (CAT) dan struktur anatomi akar. Penelitian ini dilakukan dengan eksperimen melalui kultur in vitro biji menggunakan media ½ MS (Murashige & Skoog) yang diberi PEG (Polyethylene Glycol) 6000. Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi PEG meliputi 0%; 2,5%; 5%; dan 7,5%. Variabel terikatnya adalah kuantitas akumulasi MDA, kandungan CAT dan karakter anatomis akar kedelai Deja 2. Variabel terkendali meliputi jenis dan cara penggunaan PEG, kondisi lingkungan, dan karakteristik benih yang digunakan. Pengujian MDA menggunakan metode dari Gechev dengan pembacaan spektrofotometer 532 nm dan 600 nm. Pengujian kandungan katalase dilakukan dengan metode Aebi dan Lester dengan pembacaan spektrofotometer 240 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akumulasi MDA meningkat seiring meningkatnya konsentrasi PEG sampai konsentrasi 5%, dan menurun pada konsentrasi 7,5%. Kandungan CAT juga meningkat bahkan sampai pada PEG 7,5%. Perlakuan PEG tidak memberikan pengaruh signifikan pada luas akar, panjang stele dan tebal korteks melainkan pada tebal struktur epidermisnya.","PeriodicalId":8967,"journal":{"name":"Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati","volume":"5 5","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-02-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139806107","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Jerawat merupakan gangguan pada permukaan tubuh yang umumnya sering muncul pada wajah. Bakteri Propionibacterium acnes merupakan salah satu bakteri penyebab jerawat. Penggunaan antibiotik memiliki efek samping pada resiko hipersensitivitas atau alergi, sehingga penggunaan bahan alami sebagai obat herbal menjadi alternatif pengobatan yang baik. Salah satu bahan alami dengan potensi antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri P. acnes adalah daun tanaman jamblang dengan kandungan antibakteri. Metode pengujian daun jamblang berupa pembuatan ekstrak daun jamblang, skrining fitokimia ekstrak, formulasi salep, uji zona hambat dan uji stabilitas produk salep. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan salep ekstrak daun jamblang dalam menghambat bakteri penyebab jerawat P. acnes, serta sifat fisik dan stabilitasnya selama penyimpanan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak daun jamblang memiliki kandungan flavonoid, triterpenoid, tannin, saponin, dan alkaloid. Hasil terbaik pada uji zona hambat ekstrak dan salep tampak pada konsentrasi 10% yang memiliki aktivitas antibakteri paling baik terhadap P. acnes dengan diameter zona hambat 9,17 mm, sedangkan hasil uji stabilitas terbaik pada salep konsentrasi 15% dengan pH 6,5 ± 0,5, daya sebar 3,17 ± 0,26, daya lekat >2 menit.
{"title":"Salep Ektrak Daun Jamblang (Syzygium cumini) sebagai Penghambat Bakteri Propionibacterium acnes Penyebab Jerawat","authors":"Pamela Felita Setiawan, Devi Alvina, Jessica Rieko Subandriyo, Meisy, Prizka Kezia Paramitha, Stefani Santi Widhiastuti","doi":"10.24002/biota.v9i1.6552","DOIUrl":"https://doi.org/10.24002/biota.v9i1.6552","url":null,"abstract":"Jerawat merupakan gangguan pada permukaan tubuh yang umumnya sering muncul pada wajah. Bakteri Propionibacterium acnes merupakan salah satu bakteri penyebab jerawat. Penggunaan antibiotik memiliki efek samping pada resiko hipersensitivitas atau alergi, sehingga penggunaan bahan alami sebagai obat herbal menjadi alternatif pengobatan yang baik. Salah satu bahan alami dengan potensi antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri P. acnes adalah daun tanaman jamblang dengan kandungan antibakteri. Metode pengujian daun jamblang berupa pembuatan ekstrak daun jamblang, skrining fitokimia ekstrak, formulasi salep, uji zona hambat dan uji stabilitas produk salep. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan salep ekstrak daun jamblang dalam menghambat bakteri penyebab jerawat P. acnes, serta sifat fisik dan stabilitasnya selama penyimpanan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak daun jamblang memiliki kandungan flavonoid, triterpenoid, tannin, saponin, dan alkaloid. Hasil terbaik pada uji zona hambat ekstrak dan salep tampak pada konsentrasi 10% yang memiliki aktivitas antibakteri paling baik terhadap P. acnes dengan diameter zona hambat 9,17 mm, sedangkan hasil uji stabilitas terbaik pada salep konsentrasi 15% dengan pH 6,5 ± 0,5, daya sebar 3,17 ± 0,26, daya lekat >2 menit. ","PeriodicalId":8967,"journal":{"name":"Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati","volume":"59 4","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-02-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139863698","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-10-21DOI: 10.24002/biota.v8i3.6509
Ratumas Nova Aulia, None Retni Sulistiyoning Budiarti, None Harlis
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun pedada (S. caseolaris) terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dan mengetahui konsentrasi optimal ekstrak daun pedada dalam sediaan spray hand sanitizer dalam menghambat pertumbuhan S. aureus. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan menggunakan 5 perlakuan yaitu kontrol hand sanitizer komersial (Antic) (P0), 25% (P1), 50% (P2), 75% (P3), dan 100% (P4) dengan pengulangan sebanyak 5 kali. Parameter yang diamati yaitu diameter zona hambat, uji organoleptik, pemeriksaan pH, uji iritasi, dan uji kecepatan mengering. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji DMRT pada selang kepercayaan 95%. Sedangkan untuk uji organoleptik dan uji iritasi dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi hand sanitizer ekstrak daun pedada memberikan pengaruh terhadap luas zona hambat yang terbentuk yang ditunjukkan dengan Fhitung (16,93) > Ftabel (2,87). Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu terdapat pengaruh antibakteri spray hand sanitizer dari ekstrak daun pedada terhadap pertumbuhan S. aureus dan konsentrasi optimal sebagai antibakteri hand sanitizer yaitu 25%.
本研究旨在确定胸叶提取物对aureus细菌的生长有什么影响,并确定na - pen - hand sanitizer中胸叶提取物的最佳浓度,以抑制aureus。这项研究使用的是一种随机设计,使用5种治疗方法,即控制手臂卫生组织(P0)、25% (P1)、50% (P2)、75% (P3)和100% (P4),重复5次。观察到的参数包括管结区直径、有机物试验、pH检验、刺激试验和干燥速度测试。所获得的数据将使用ANOVA进行分析,并在95%的信仰范围内进行DMRT测试。以及描述性的有机试验和刺激试验。研究结果表明,手浸乳提取物的含量对f计数器(16.93)>所表示的形成的消化带产生影响Ftabel(2.87)。这项研究的结论是,从胸叶提取物中提取的抗菌发胶对奥雷留斯的生长和作为洗手液抗菌的最佳浓度的影响为25%。
{"title":"Uji Antibakteri Spray Hand Sanitizer Ekstrak Daun Pedada (Sonneratia caseolaris (L.) Engl.) terhadap Staphylococcus aureus","authors":"Ratumas Nova Aulia, None Retni Sulistiyoning Budiarti, None Harlis","doi":"10.24002/biota.v8i3.6509","DOIUrl":"https://doi.org/10.24002/biota.v8i3.6509","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun pedada (S. caseolaris) terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dan mengetahui konsentrasi optimal ekstrak daun pedada dalam sediaan spray hand sanitizer dalam menghambat pertumbuhan S. aureus. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan menggunakan 5 perlakuan yaitu kontrol hand sanitizer komersial (Antic) (P0), 25% (P1), 50% (P2), 75% (P3), dan 100% (P4) dengan pengulangan sebanyak 5 kali. Parameter yang diamati yaitu diameter zona hambat, uji organoleptik, pemeriksaan pH, uji iritasi, dan uji kecepatan mengering. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji DMRT pada selang kepercayaan 95%. Sedangkan untuk uji organoleptik dan uji iritasi dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi hand sanitizer ekstrak daun pedada memberikan pengaruh terhadap luas zona hambat yang terbentuk yang ditunjukkan dengan Fhitung (16,93) > Ftabel (2,87). Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu terdapat pengaruh antibakteri spray hand sanitizer dari ekstrak daun pedada terhadap pertumbuhan S. aureus dan konsentrasi optimal sebagai antibakteri hand sanitizer yaitu 25%.","PeriodicalId":8967,"journal":{"name":"Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati","volume":"35 2","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"135513720","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-10-10DOI: 10.24002/biota.v8i3.6701
Nur Aisyah Pradekso, Dyah Perwitasari-Farajallah, Entang Iskandar
Owa jawa merupakan primata endemik Pulau Jawa dengan status konservasi genting (endangered). Perilaku afiliatif merupakan perilaku sosial yang bersifat positif berupa bersentuhan, duduk berdekatan, saling menelisik, berpelukan, dan perilaku seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku afiliatif serta kecenderungan perilaku kawin yang dilakukan pasangan owa Jawa dewasa di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ) Patuha, Ciwidey, Jawa Barat. Data perilaku afiliatif diambil dengan menggunakan metode focal-animal sampling selama 104 jam. Perilaku afiliatif yang teramati pada pasangan owa jawa Acoy (♀) – Iwan (♂) dan Kimba (♀) – Douglas (♂), yaitu mendekati, duduk berdekatan, bergelantungan berdekatan, dan saling menelisik. Perilaku duduk berdekatan paling banyak dilakukan oleh kedua pasangan, sedangkan perilaku saling menelisik hanya dilakukan oleh pasangan Kimba (♀) – Douglas (♂). Perilaku duduk berdekatan dilakukan dalam durasi yang paling tinggi dibandingkan perilaku afiliatif lainnya. Kedua pasangan tidak memiliki kecenderungan melakukan perilaku kawin selama pengamatan dilakukan.
{"title":"Perilaku Afiliatif Pasangan Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa, Ciwidey, Jawa Barat","authors":"Nur Aisyah Pradekso, Dyah Perwitasari-Farajallah, Entang Iskandar","doi":"10.24002/biota.v8i3.6701","DOIUrl":"https://doi.org/10.24002/biota.v8i3.6701","url":null,"abstract":"Owa jawa merupakan primata endemik Pulau Jawa dengan status konservasi genting (endangered). Perilaku afiliatif merupakan perilaku sosial yang bersifat positif berupa bersentuhan, duduk berdekatan, saling menelisik, berpelukan, dan perilaku seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku afiliatif serta kecenderungan perilaku kawin yang dilakukan pasangan owa Jawa dewasa di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ) Patuha, Ciwidey, Jawa Barat. Data perilaku afiliatif diambil dengan menggunakan metode focal-animal sampling selama 104 jam. Perilaku afiliatif yang teramati pada pasangan owa jawa Acoy (♀) – Iwan (♂) dan Kimba (♀) – Douglas (♂), yaitu mendekati, duduk berdekatan, bergelantungan berdekatan, dan saling menelisik. Perilaku duduk berdekatan paling banyak dilakukan oleh kedua pasangan, sedangkan perilaku saling menelisik hanya dilakukan oleh pasangan Kimba (♀) – Douglas (♂). Perilaku duduk berdekatan dilakukan dalam durasi yang paling tinggi dibandingkan perilaku afiliatif lainnya. Kedua pasangan tidak memiliki kecenderungan melakukan perilaku kawin selama pengamatan dilakukan.","PeriodicalId":8967,"journal":{"name":"Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136360194","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tanaman tomat beef merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomis tinggi namun rentan terhadap penyakit. Selain itu diperlukan modal yang besar untuk menghasilkan buah dengan kuantitas dan kualitas yang baik. Penggunaan tomat beef varietas Red Beefsteak dan pemupukan dengan pupuk Fe mampu menghasilkan buah tomat beef yang berkualitas namun dengan modal yang terjangkau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan jenis dan konsentrasi pupuk Fe yang menghasilkan pertumbuhan tanaman tomat Red Beefsteak yang maksimal. Jenis pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah FeSO4, Fe-EDDHA, Fe-EDTA sedangkan konsentrasi masing-masing pupuk adalah 50 mg/L, 100 mg/L dan 150 mg/L. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 9 perlakuan dan kontrol, masing-masing 3 ulangan. Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, umur berbunga, umur panen, jumlah bunga, jumlah buah dan persentase fruit set dan indeks klorofil daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis pupuk Fe dan beberapa konsentrasinya mempengaruhi beberapa parameter pertumbuhan tanaman. Pupuk FeSO4 dengan konsentrasi 50 mg/L memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah bunga dan jumlah buah, sehingga dapat diaplikasikan untuk peningkatan produksi tomat.
{"title":"Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pupuk Fe Terhadap Pertumbuhan Tomat ‘Red Beefsteak’","authors":"Kiki Nuratni Sitompul, None Kusumiyati, Syariful Mubarok","doi":"10.24002/biota.v8i3.7044","DOIUrl":"https://doi.org/10.24002/biota.v8i3.7044","url":null,"abstract":"Tanaman tomat beef merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomis tinggi namun rentan terhadap penyakit. Selain itu diperlukan modal yang besar untuk menghasilkan buah dengan kuantitas dan kualitas yang baik. Penggunaan tomat beef varietas Red Beefsteak dan pemupukan dengan pupuk Fe mampu menghasilkan buah tomat beef yang berkualitas namun dengan modal yang terjangkau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan jenis dan konsentrasi pupuk Fe yang menghasilkan pertumbuhan tanaman tomat Red Beefsteak yang maksimal. Jenis pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah FeSO4, Fe-EDDHA, Fe-EDTA sedangkan konsentrasi masing-masing pupuk adalah 50 mg/L, 100 mg/L dan 150 mg/L. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 9 perlakuan dan kontrol, masing-masing 3 ulangan. Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, umur berbunga, umur panen, jumlah bunga, jumlah buah dan persentase fruit set dan indeks klorofil daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis pupuk Fe dan beberapa konsentrasinya mempengaruhi beberapa parameter pertumbuhan tanaman. Pupuk FeSO4 dengan konsentrasi 50 mg/L memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah bunga dan jumlah buah, sehingga dapat diaplikasikan untuk peningkatan produksi tomat.","PeriodicalId":8967,"journal":{"name":"Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati","volume":"88 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136360193","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Hutan Ndaer yang terletak di Kabupaten Tambrauw memiliki potensi berbagai spesies satwa liar yang unik dan menjadi daya tarik wisata tetapi juga pendidikan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi satwa liar yang berada di Hutan Ndaer dan analisis status konservasi berdasarkan P.106.Tahun 2018, IUCN dan CITES 2022, untuk menunjang upaya pelestarian dan larangan perdagangan satwa liar illegal, juga sebagai media edukasi bagi masyarakat lokal dan berbagai pihak untuk kepentingan pelestarian satwa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, eksplorasi, dan studi pustaka yang relevan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan satwa liar yang terdiri dari avifauna (29 spesies), mamal (6 spesies), amfibi (4 spesies) dan reptil (1 spesies). Status perlindungan berdasarkan PERMENLHK.No. 106/2018 terdapat 22% satwa liar dilindungi (D) dan 21% tidak dilindungi (TD). Merujuk pada daftar merah redlist IUCN 2022 terdapat 37% satwa liar dengan resiko terancam rendah (LC), 3% satwa liar sedang menghadapi resiko tinggi kepunahan (VU), 1% beresiko tinggi menuju kepunahan (CR). Seseuai dengan CITES 2022 terdapat 15% satwa liar yang terancam punah apabila perdagangan dibiarkan berlanjut dan 1% dilarang diperdagangkan di Tingkat Internasional.
{"title":"Satwa Liar di Hutan Ndaer, Kampung Ayapokiar, Miyah Kabupaten Tambrauw, Papua Barat","authors":"Sepus Marten Fatem, Semuel Sander Erari, None Helena Trivona Tuririday, None Meliza Sartje Worabay, None Matheus Belja, None Alfredo Ottow Wanma, None Yubelince Runtuboi, None Antoni Ungirwalu, None Idola Dian Nebor","doi":"10.24002/biota.v8i3.6503","DOIUrl":"https://doi.org/10.24002/biota.v8i3.6503","url":null,"abstract":"Hutan Ndaer yang terletak di Kabupaten Tambrauw memiliki potensi berbagai spesies satwa liar yang unik dan menjadi daya tarik wisata tetapi juga pendidikan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi satwa liar yang berada di Hutan Ndaer dan analisis status konservasi berdasarkan P.106.Tahun 2018, IUCN dan CITES 2022, untuk menunjang upaya pelestarian dan larangan perdagangan satwa liar illegal, juga sebagai media edukasi bagi masyarakat lokal dan berbagai pihak untuk kepentingan pelestarian satwa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, eksplorasi, dan studi pustaka yang relevan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan satwa liar yang terdiri dari avifauna (29 spesies), mamal (6 spesies), amfibi (4 spesies) dan reptil (1 spesies). Status perlindungan berdasarkan PERMENLHK.No. 106/2018 terdapat 22% satwa liar dilindungi (D) dan 21% tidak dilindungi (TD). Merujuk pada daftar merah redlist IUCN 2022 terdapat 37% satwa liar dengan resiko terancam rendah (LC), 3% satwa liar sedang menghadapi resiko tinggi kepunahan (VU), 1% beresiko tinggi menuju kepunahan (CR). Seseuai dengan CITES 2022 terdapat 15% satwa liar yang terancam punah apabila perdagangan dibiarkan berlanjut dan 1% dilarang diperdagangkan di Tingkat Internasional.","PeriodicalId":8967,"journal":{"name":"Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati","volume":"86 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136361124","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-10-10DOI: 10.24002/biota.v8i3.6651
Anna Sonia, Jely Jeniver, Siti Ade Nur Milah, Riko Irwanto
Taman Wisata Alam Jering Menduyung memiliki potensi kenaekaragaman jenis burung yang tinggi dan dapat dikembangkan sebagai salah satu ekowisata birdwatching. Namun, data mengenai keanekaragaman dan sebaran jenis burung di kawasan ini masih sangat sedikit dan belum terdokumentasi dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan sebaran jenis burung, serta jalur yang potensial untuk dikembangkan sebagai ekowisata birdwatching. Penelitian dilaksanakan pada Agustus sampai Oktober 2022. Metode yang digunakan adalah metode eksplorasi pada jalur 1 (hutan dataran rendah) dan jalur 2 (mangrove), serta metode IPA (Index Point of Abundance) pada jalur 3 (pantai). Hasil menunjukkan terdapat 39 spesies burung dari 11 ordo dan 24 famili, dengan nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener 2,981. Jalur 1 (hutan dataran rendah) sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai lokasi birdwatching dengan jumlah spesies burung sebanyak 30 jenis, sedangkan jalur 2 (mangrove) dan jalur 3 (pantai) dengan jumlah spesies burung sebanyak 13 jenis termasuk jalur berpotensi untuk pengamatan burung.
{"title":"Identifikasi Keanekaragaman dan Sebaran Jenis Burung untuk Pengembangan Ekowisata Birdwatching di TWA Jering Menduyung","authors":"Anna Sonia, Jely Jeniver, Siti Ade Nur Milah, Riko Irwanto","doi":"10.24002/biota.v8i3.6651","DOIUrl":"https://doi.org/10.24002/biota.v8i3.6651","url":null,"abstract":"Taman Wisata Alam Jering Menduyung memiliki potensi kenaekaragaman jenis burung yang tinggi dan dapat dikembangkan sebagai salah satu ekowisata birdwatching. Namun, data mengenai keanekaragaman dan sebaran jenis burung di kawasan ini masih sangat sedikit dan belum terdokumentasi dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan sebaran jenis burung, serta jalur yang potensial untuk dikembangkan sebagai ekowisata birdwatching. Penelitian dilaksanakan pada Agustus sampai Oktober 2022. Metode yang digunakan adalah metode eksplorasi pada jalur 1 (hutan dataran rendah) dan jalur 2 (mangrove), serta metode IPA (Index Point of Abundance) pada jalur 3 (pantai). Hasil menunjukkan terdapat 39 spesies burung dari 11 ordo dan 24 famili, dengan nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener 2,981. Jalur 1 (hutan dataran rendah) sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai lokasi birdwatching dengan jumlah spesies burung sebanyak 30 jenis, sedangkan jalur 2 (mangrove) dan jalur 3 (pantai) dengan jumlah spesies burung sebanyak 13 jenis termasuk jalur berpotensi untuk pengamatan burung.","PeriodicalId":8967,"journal":{"name":"Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136361126","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kategori burung pemangsa atau raptors dibagi ke dalam 3 ordo utama, yaitu Accipitriformes, Falconiformes, dan Strigiformes. Klasifikasi antara ordo Accipitriformes dan Falconiformes sering menjadi perdebatan karena spesies-spesiesnya memiliki kesamaan morfologi, namun berbeda saat memakan mangsa. Klasifikasi burung pemangsa yang telah ada memisahkan kedua ordo tersebut berdasarkan perilakunya saat menyergap dan membunuh mangsa. Maka, tujuan penelitian adalah untuk membuktikan pemisahan kedua ordo dengan pendekatan molekuler berupa data DNA. Penelitian ini menggunakan data sekunder sekuens penanda genetik DNA parsial cytochrome oxidase subunit 1 (COI) dari 15 spesies masing-masing ordo dan 1 spesies Strigiformes sebagai outgroup. Data diolah dengan menggunakan software Clustal-X dan PAUP. Hasilnya menunjukkan bahwa semua spesies memiliki tingkat homologi yang tinggi berdasarkan sekuens DNA-nya. Rekonstruksi pohon filogenetik mengklasifikasi kedua ordo ke dalam kelompok monofiletik yang membentuk dua cluster berbeda. Penelitian ini telah membuktikan bahwa Accipitriformes dan Falconiformes tidak hanya berbeda berdasarkan perilaku makann saja, melainkan namun juga berdasarkan genetik dari kedua ordo. Meskipun begitu, studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk meningkatkan reliabilitas hubungan filogenetik kedua ordo dengan menambahkan jumlah sampel sekunder, jenis penanda genetik, dan data primer.
{"title":"Klasifikasi Accipitriformes dan Falconiformes Berdasarkan Penanda DNA Parsial Cytochrome Oxidase 1 (CO1) secara In Silico","authors":"Renandy Kristianlie Ekajaya, Chayra Endlessa, Amalia Putri Salsabila, Siti Ratu Rahayu Ningrum, Topik Hidayat","doi":"10.24002/biota.v8i3.6761","DOIUrl":"https://doi.org/10.24002/biota.v8i3.6761","url":null,"abstract":"Kategori burung pemangsa atau raptors dibagi ke dalam 3 ordo utama, yaitu Accipitriformes, Falconiformes, dan Strigiformes. Klasifikasi antara ordo Accipitriformes dan Falconiformes sering menjadi perdebatan karena spesies-spesiesnya memiliki kesamaan morfologi, namun berbeda saat memakan mangsa. Klasifikasi burung pemangsa yang telah ada memisahkan kedua ordo tersebut berdasarkan perilakunya saat menyergap dan membunuh mangsa. Maka, tujuan penelitian adalah untuk membuktikan pemisahan kedua ordo dengan pendekatan molekuler berupa data DNA. Penelitian ini menggunakan data sekunder sekuens penanda genetik DNA parsial cytochrome oxidase subunit 1 (COI) dari 15 spesies masing-masing ordo dan 1 spesies Strigiformes sebagai outgroup. Data diolah dengan menggunakan software Clustal-X dan PAUP. Hasilnya menunjukkan bahwa semua spesies memiliki tingkat homologi yang tinggi berdasarkan sekuens DNA-nya. Rekonstruksi pohon filogenetik mengklasifikasi kedua ordo ke dalam kelompok monofiletik yang membentuk dua cluster berbeda. Penelitian ini telah membuktikan bahwa Accipitriformes dan Falconiformes tidak hanya berbeda berdasarkan perilaku makann saja, melainkan namun juga berdasarkan genetik dari kedua ordo. Meskipun begitu, studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk meningkatkan reliabilitas hubungan filogenetik kedua ordo dengan menambahkan jumlah sampel sekunder, jenis penanda genetik, dan data primer.","PeriodicalId":8967,"journal":{"name":"Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati","volume":"90 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136360183","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-10-10DOI: 10.24002/biota.v8i3.7166
Andre Dian Permana, None Yasmi Purnamasari Kuntana, None Desak Made Malini
A residential rat might harm human health because it acts as a disease reservoir. It has been many efforts to control this rate using synthetic rodenticide. Nevertheless, synthetic rodenticides broke the environment and made rats resistant. Yam (Dioscorea hispida) tube application on rat’s bite could solve the problem. This study evaluated the histology of male Wistar rats (Rattus norvegicus) fed with bite block supplemented with different yam tuber flour concertation to control residential rat populations. Five different treatments were applied with five replications. The treatments were negative control and brodifacoum 0.005% (positive control), 30%, 50%, and 70% of yam tuber flour. The results show that yam tuber supplementation caused damage to male Wistar rat stomachs, as indicated by mucosal erosion and the presence of inflammatory cells. The statistical test indicated that stomach damage significantly differed among treatments, with the severest damages caused by 50% yam tuber supplementation. It could be concluded that the rat’s bite containing yam tuber flour caused stomach damage, and the feed bite containing 70% yam tuber flour was the most effective. This result proved that yam tuber has good potential as a natural rodenticide to control residential rat populations.
{"title":"Histological Structure of Male Wistar Rats’ Stomach Fed with Yam Tuber Flour Supplementation","authors":"Andre Dian Permana, None Yasmi Purnamasari Kuntana, None Desak Made Malini","doi":"10.24002/biota.v8i3.7166","DOIUrl":"https://doi.org/10.24002/biota.v8i3.7166","url":null,"abstract":"A residential rat might harm human health because it acts as a disease reservoir. It has been many efforts to control this rate using synthetic rodenticide. Nevertheless, synthetic rodenticides broke the environment and made rats resistant. Yam (Dioscorea hispida) tube application on rat’s bite could solve the problem. This study evaluated the histology of male Wistar rats (Rattus norvegicus) fed with bite block supplemented with different yam tuber flour concertation to control residential rat populations. Five different treatments were applied with five replications. The treatments were negative control and brodifacoum 0.005% (positive control), 30%, 50%, and 70% of yam tuber flour. The results show that yam tuber supplementation caused damage to male Wistar rat stomachs, as indicated by mucosal erosion and the presence of inflammatory cells. The statistical test indicated that stomach damage significantly differed among treatments, with the severest damages caused by 50% yam tuber supplementation. It could be concluded that the rat’s bite containing yam tuber flour caused stomach damage, and the feed bite containing 70% yam tuber flour was the most effective. This result proved that yam tuber has good potential as a natural rodenticide to control residential rat populations.","PeriodicalId":8967,"journal":{"name":"Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati","volume":"263 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136360503","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}