Latar belakang: Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit menular yang menjadi penyebab utama kematian di dunia yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Keberhasilan dalam melaksanakan upaya pencegahan penularan TB paru pada keluarga bergantung pada aspek kognitif yaitu tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan perilaku penderita TB paru terhadap upaya pencegahan penularan TB paru pada keluarga di wilayah kerja Puskesmas Kuripan, Lombok Barat. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan metode cross-sectional pada pasien TB paru yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara terpimpin menggunakan media bantu kuesioner. Analisis statistik yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan bivariat dengan uji korelasi spearman. Hasil: Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 48 orang. Mayoritas sampel memiliki tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku dengan kategori baik yaitu masing-masing sebesar 75,0%, 70,8%, dan 72,9%. Untuk upaya pencegahan penularan TB paru pada keluarga dari sampel penelitian ini sebagian besar masuk kategori baik yaitu sebesar 77,1%. Dari hasil uji Spearman didapatkan korelasi positif kuat antara pengetahuan dengan upaya pencegahan penularan TB paru (r = 0,670), korelasi positif kuat antara sikap dengan upaya pencegahan penularan TB paru (r = 0,659), dan korelasi positif kuat antara perilaku dengan upaya pencegahan penularan TB paru (r = 0,679). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap upaya pencegahan penularan TB paru pada keluarga di wilayah kerja Puskesmas Kuripan Lombok Barat. Kata kunci : TB Paru, Pengetahuan, Sikap, Perilaku, dan Upaya Pencegahan Penularan TB Paru pada Keluarga
{"title":"HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU PENDERITA TB PARU TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU PADA KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KURIPAN LOMBOK BARAT","authors":"Eva Hikmatul Damayanti","doi":"10.29303/jku.v11i3.728","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i3.728","url":null,"abstract":"Latar belakang: Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit menular yang menjadi penyebab utama kematian di dunia yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Keberhasilan dalam melaksanakan upaya pencegahan penularan TB paru pada keluarga bergantung pada aspek kognitif yaitu tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan perilaku penderita TB paru terhadap upaya pencegahan penularan TB paru pada keluarga di wilayah kerja Puskesmas Kuripan, Lombok Barat. \u0000Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan metode cross-sectional pada pasien TB paru yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara terpimpin menggunakan media bantu kuesioner. Analisis statistik yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan bivariat dengan uji korelasi spearman. \u0000Hasil: Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 48 orang. Mayoritas sampel memiliki tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku dengan kategori baik yaitu masing-masing sebesar 75,0%, 70,8%, dan 72,9%. Untuk upaya pencegahan penularan TB paru pada keluarga dari sampel penelitian ini sebagian besar masuk kategori baik yaitu sebesar 77,1%. Dari hasil uji Spearman didapatkan korelasi positif kuat antara pengetahuan dengan upaya pencegahan penularan TB paru (r = 0,670), korelasi positif kuat antara sikap dengan upaya pencegahan penularan TB paru (r = 0,659), dan korelasi positif kuat antara perilaku dengan upaya pencegahan penularan TB paru (r = 0,679). \u0000Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap upaya pencegahan penularan TB paru pada keluarga di wilayah kerja Puskesmas Kuripan Lombok Barat. \u0000Kata kunci : TB Paru, Pengetahuan, Sikap, Perilaku, dan Upaya Pencegahan Penularan TB Paru pada Keluarga","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134463199","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kista arachnoid spinalis adalah suatu lesi yang dapat berekspansi di dalam kanalis spinalis, dan merupakan kasus tumor spinalis yang jarang ditemukan. Kista arachnoid secara umum dapat berlokasi pada ekstradural, intradural, dan intramedular. Kista ini lebih sering ditemukan pada wanita terutama pada dekade kedua. Predileksi posisi pada posterior korda spinalis terutama pada level thorakal. Penyebab dari kista arachnoid masih belum diketahui secara pasti. Banyak yang terjadi secara idiopatik, adapula yang terjadi karena adanya defek dura kongenital, maupun yang muncul akibat trauma, infeksi, dan inflamasi. Manifestasi klinis pasien sangat bergantung dengan lokasi dan ukuran kista. Biasanya pasien mengeluhkan gejala myelopati, radikulopati, nyeri lokal, maupun kombinasi gejala tersebut. Penentuan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan MRI maupun myelografi yang akan menunjukkan gambaran kista secara menyeluruh. Tatalaksana kista adalah tindakan operasi untung mengangkat atau mengecilkan kista. Prognosis kondisi ini baik dengan tingkat rekurensi kecil setelah dilakukan perbaikan dura. Kata kunci: Kista Arachnoid Ekstradural Spinalis, Kista Spinalis, Tumor Spinalis, Intradural, Ekstradural, Intramedular.
{"title":"TINJAUAN PUSTAKA: KISTA ARACHNOID SPINALIS","authors":"Made Ratna Dewi","doi":"10.29303/jku.v11i3.744","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i3.744","url":null,"abstract":"Kista arachnoid spinalis adalah suatu lesi yang dapat berekspansi di dalam kanalis spinalis, dan merupakan kasus tumor spinalis yang jarang ditemukan. Kista arachnoid secara umum dapat berlokasi pada ekstradural, intradural, dan intramedular. Kista ini lebih sering ditemukan pada wanita terutama pada dekade kedua. Predileksi posisi pada posterior korda spinalis terutama pada level thorakal. Penyebab dari kista arachnoid masih belum diketahui secara pasti. Banyak yang terjadi secara idiopatik, adapula yang terjadi karena adanya defek dura kongenital, maupun yang muncul akibat trauma, infeksi, dan inflamasi. Manifestasi klinis pasien sangat bergantung dengan lokasi dan ukuran kista. Biasanya pasien mengeluhkan gejala myelopati, radikulopati, nyeri lokal, maupun kombinasi gejala tersebut. Penentuan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan MRI maupun myelografi yang akan menunjukkan gambaran kista secara menyeluruh. Tatalaksana kista adalah tindakan operasi untung mengangkat atau mengecilkan kista. Prognosis kondisi ini baik dengan tingkat rekurensi kecil setelah dilakukan perbaikan dura. \u0000Kata kunci: Kista Arachnoid Ekstradural Spinalis, Kista Spinalis, Tumor Spinalis, Intradural, Ekstradural, Intramedular.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"192 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133810852","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
A baby was born at a primary healthcare with multiple congenital anomalies, which included ruptured omphalocele, cloacal exstrophy, and congenital talipes equinovarus. IV line was obtained, and the baby was stabilized. The baby was referred to a tertiary health care and underwent surgery to close the defect, ileostomy, and mucous fistula. He survived the surgery but is currently in intensive care.
{"title":"A Case Report Baby Born with Multiple Congenital Anomalies Including Ruptured Omphalocele at a Primary Healthcare","authors":"Ruth Christina Wibowo","doi":"10.29303/jku.v11i3.710","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i3.710","url":null,"abstract":"A baby was born at a primary healthcare with multiple congenital anomalies, which included ruptured omphalocele, cloacal exstrophy, and congenital talipes equinovarus. IV line was obtained, and the baby was stabilized. The baby was referred to a tertiary health care and underwent surgery to close the defect, ileostomy, and mucous fistula. He survived the surgery but is currently in intensive care. \u0000 ","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"60 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134313822","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar belakang: Pembuatan nanopartikel untuk mengatasi masalah stabilitas dan bioavailabilitas mengalami kendala dalam memperoleh karakteristik nanopartikel yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecepatan pengadukan terhadap karateristik nanopartikel sari buah juwet. Metode: Nanopartikel sari buah juwet diformulasikan dengan polimer kitosan, ekstrak dan Na-TPP kemudian diaduk dengan variasi kecepatan pengadukan 500 rpm, 1000 rpm dan 1500 rpm. Parameter yang diamati adalah transmitan, efisiensi penjerapan, ukuran partikel dan indeks polidispersitas, dan zeta potensial. Hasil: Nilai transmitan tertinggi sebesar 84,700±0,430 % diperoleh pada kecepatan pengadukan 500 rpm (p-value=0,108), nilai efisiensi penjerapan tertinggi yaitu 74,014±1,404 % pada 1000 rpm (p-value=0,501), ukuran partikel terkecil diperoleh pada kecepatan pengadukan 1500 rpm sebesar 56,9±0,9 nm (p-value=0,000), dan zeta potensial tertinggi pada kecepatan pengadukan 1000 rpm yaitu sebesar 37,7±2,8 mV (p-value=0,054). Kesimpulan: Kecepatan pengadukan tidak berpengaruh terhadap transmitan, entrapment efisiensi, dan zeta potensial namun berpengaruh terhadap ukuran partikel nanopartikel sari buah juwet yang dihasilkan.
{"title":"The EFFECT OF STIRRING SPEED ON THE CHARACTERISTICS OF Syzygium cumini JUICE NANOPARTICLES","authors":"Wahida","doi":"10.29303/jku.v11i3.732","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i3.732","url":null,"abstract":"Latar belakang: Pembuatan nanopartikel untuk mengatasi masalah stabilitas dan bioavailabilitas mengalami kendala dalam memperoleh karakteristik nanopartikel yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecepatan pengadukan terhadap karateristik nanopartikel sari buah juwet. \u0000Metode: Nanopartikel sari buah juwet diformulasikan dengan polimer kitosan, ekstrak dan Na-TPP kemudian diaduk dengan variasi kecepatan pengadukan 500 rpm, 1000 rpm dan 1500 rpm. Parameter yang diamati adalah transmitan, efisiensi penjerapan, ukuran partikel dan indeks polidispersitas, dan zeta potensial. \u0000Hasil: Nilai transmitan tertinggi sebesar 84,700±0,430 % diperoleh pada kecepatan pengadukan 500 rpm (p-value=0,108), nilai efisiensi penjerapan tertinggi yaitu 74,014±1,404 % pada 1000 rpm (p-value=0,501), ukuran partikel terkecil diperoleh pada kecepatan pengadukan 1500 rpm sebesar 56,9±0,9 nm (p-value=0,000), dan zeta potensial tertinggi pada kecepatan pengadukan 1000 rpm yaitu sebesar 37,7±2,8 mV (p-value=0,054). \u0000Kesimpulan: Kecepatan pengadukan tidak berpengaruh terhadap transmitan, entrapment efisiensi, dan zeta potensial namun berpengaruh terhadap ukuran partikel nanopartikel sari buah juwet yang dihasilkan.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"65 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128447163","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Laryngopharyngeal reflux (LPR) merupakan suatu variasi dari gangguan reflux cairan lambung yang mengalir secara retrograde hingga segmen laringofaringeal yang bersifat extra-esofageal. LPR tidak memiliki gejala khas dan gejala yang ditunjukkan sangat bervariasi, sehingga sering disalah artikan dengan keluhan gejala laryngeal lainnya. Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap dapat meningkatkan kemungkinan LPR seperti pola hidup yang tidak baik, jenis makanan serta riwayat penyakit komorbid tertentu seperti Diabetes Melitus tipe 2 dan Hipertensi. Walaupun sulit untuk di diagnosis secara pasti, namun penyakit ini cukup sering dikeluhkan terutama pada pasien yang datang ke poli THT yakni sebesar 10%. Selain itu penyakit ini juga dapat meningkatkan risiko penyakit sekunder lainnya, antara lain penyakit pada saluran pernafasan bawah, keganasan, dan laryngitis posterior. Sebagai tatalaksana dari kasus LPR, selain terapi farmakologis sangatlah penting untuk memperhatikan pola hidup dan jenis makanan di konsumsi. Kata kunci : Laryngopharyngeal reflux, GERD, laryngitis, review
{"title":"Laryngopharyngeal Reflux Disease","authors":"Ni Made Puspasari Mahadewi -","doi":"10.29303/jku.v11i3.724","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i3.724","url":null,"abstract":"Laryngopharyngeal reflux (LPR) merupakan suatu variasi dari gangguan reflux cairan lambung yang mengalir secara retrograde hingga segmen laringofaringeal yang bersifat extra-esofageal. LPR tidak memiliki gejala khas dan gejala yang ditunjukkan sangat bervariasi, sehingga sering disalah artikan dengan keluhan gejala laryngeal lainnya. Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap dapat meningkatkan kemungkinan LPR seperti pola hidup yang tidak baik, jenis makanan serta riwayat penyakit komorbid tertentu seperti Diabetes Melitus tipe 2 dan Hipertensi. Walaupun sulit untuk di diagnosis secara pasti, namun penyakit ini cukup sering dikeluhkan terutama pada pasien yang datang ke poli THT yakni sebesar 10%. Selain itu penyakit ini juga dapat meningkatkan risiko penyakit sekunder lainnya, antara lain penyakit pada saluran pernafasan bawah, keganasan, dan laryngitis posterior. Sebagai tatalaksana dari kasus LPR, selain terapi farmakologis sangatlah penting untuk memperhatikan pola hidup dan jenis makanan di konsumsi. \u0000Kata kunci : Laryngopharyngeal reflux, GERD, laryngitis, review","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"38 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133314046","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Buta warna merupakan ketidakmampuan atau berkurangnya kemampuan untuk membedakan warna secara jelas dalam pencahayaan normal. Insidensi buta warna bervariasi di berbagai wilayah geografis. Buta warna berkaitan dengan struktur retina yang berperan mengubah energi cahaya menjadi sinyal listrik untuk ditransmisikan ke sistem saraf pusat dalam proses persepsi warna. Terdapat dua teori penglihatan warna yang paling terkenal yaitu teori Young-Helmholtz dan teori proses oponen. Buta warna berdasarkan etiologinya diklasifikasikan menjadi tipe kongenital (berkaitan dengan gen tertaut kromosom X resesif) dan didapat (berkaitan dengan kondisi medis lain). Diagnosis buta warna ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang. Terdapat beragam tes yang dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang dalam penegakkan diagnosis buta warna.
{"title":"Colour Vision Deficiency: Difference Between Congenital and Acquired Colour Blindness","authors":"Ayu Trisnayanti Yasa","doi":"10.29303/jku.v11i3.735","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i3.735","url":null,"abstract":"Buta warna merupakan ketidakmampuan atau berkurangnya kemampuan untuk membedakan warna secara jelas dalam pencahayaan normal. Insidensi buta warna bervariasi di berbagai wilayah geografis. Buta warna berkaitan dengan struktur retina yang berperan mengubah energi cahaya menjadi sinyal listrik untuk ditransmisikan ke sistem saraf pusat dalam proses persepsi warna. Terdapat dua teori penglihatan warna yang paling terkenal yaitu teori Young-Helmholtz dan teori proses oponen. Buta warna berdasarkan etiologinya diklasifikasikan menjadi tipe kongenital (berkaitan dengan gen tertaut kromosom X resesif) dan didapat (berkaitan dengan kondisi medis lain). Diagnosis buta warna ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang. Terdapat beragam tes yang dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang dalam penegakkan diagnosis buta warna.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"24 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117016446","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penyakit neoplasma myeloid merupakan suatu keadaan dimana sel myeloid dapat mengalami proliferasi klonal secara berlebihan. Salah satu klasifikasi dari penyakit tersebut adalah trombositosis esensial. Tombositosis Esensial (TE) adalah penyakit mieloproliferatif dengan ciri proliferasi berlebih pada megakariosit sehingga jumlah trombosit di dalam darah melebihi batas normal. TE dapat timbul akibat adanya mutasi dari beberapa gen yaitu gen JAK2, CALR atau MPL. Diagnosis penyakit TE ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium. Penyakit TE dapat ditangani dengan beberapa terapi diantaranya mielosupresi, antiplatelet, platelet-pheresis/thrombocytopheresis, dan inhibitor JAK. Ditinjau dari perjalanan penyakitnya, TE biasanya bersifat stabil selama 10-20 tahun atau lebih. Setelah bertahun-tahun penyakit ini dapat bertransformasi menjadi myelofibrosis maupun penyakit berbahaya lainnya jika tidak ditangani dengan baik.
{"title":"ESSENTIAL THROMBOCYTOSIS","authors":"I. W. M. Maha Putra","doi":"10.29303/jku.v11i3.738","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i3.738","url":null,"abstract":"Penyakit neoplasma myeloid merupakan suatu keadaan dimana sel myeloid dapat mengalami proliferasi klonal secara berlebihan. Salah satu klasifikasi dari penyakit tersebut adalah trombositosis esensial. Tombositosis Esensial (TE) adalah penyakit mieloproliferatif dengan ciri proliferasi berlebih pada megakariosit sehingga jumlah trombosit di dalam darah melebihi batas normal. TE dapat timbul akibat adanya mutasi dari beberapa gen yaitu gen JAK2, CALR atau MPL. Diagnosis penyakit TE ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium. Penyakit TE dapat ditangani dengan beberapa terapi diantaranya mielosupresi, antiplatelet, platelet-pheresis/thrombocytopheresis, dan inhibitor JAK. Ditinjau dari perjalanan penyakitnya, TE biasanya bersifat stabil selama 10-20 tahun atau lebih. Setelah bertahun-tahun penyakit ini dapat bertransformasi menjadi myelofibrosis maupun penyakit berbahaya lainnya jika tidak ditangani dengan baik.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121815500","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar Belakang: Indonesia merupakan negara dengan kasus TB tertinggi nomor tiga di dunia dengan jumlah 420.994 kasus pada tahun 2017. Infeksi TB dapat ditemukan bermanifestasi diluar paru yang disebut Extra Pulmonary Tuberculosis (EPTB) dengan 35% diantaranya merupakan Limfadenits TB. Diagnosis EPTB dilakukan melalui pemeriksaan secara klinis dan histopatologi dari organ yang terkena. Gambaran histopatologis yang didapat menunjukkan suatu respon imun sebagai tanda adanya infeksi. Tanda adanya infeksi dapat dilihat juga melalui pemeriksaan laju endap darah (LED). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gambaran histopatologi dan kadar LED pada penderita LNTB di Nusa Tenggara Barat. Metode: Desain penelitian analitik observasional dengan metode pendekatan cross sectional yang diperoleh dari rekam medis pasien LNTB di Nusa Tenggara Barat. Besar sampel penelitian ini berjumlah 51 dengan analisis uji chi-square. Hasil: Berdasarkan analisis statistik uji chi-square didapatkan nilai Asymp. Sig. (2-sided) sebesar 0,300 (p >0,05). Simpulan : Tidak terdapat hubungan antara gambaran histopatologi dan kadar LED pada penderita LNTB di Nusa Tenggara Barat.
{"title":"Hubungan antara Gambaran Histopatologi dan Kadar LED pada Penderita Limfadenitis Tuberkulosis di Nusa Tenggara Barat","authors":"Nofiana Ayu Risqiana Sari, Fathul Djannah, Rika Hastuti Setyorini","doi":"10.29303/jku.v11i3.730","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i3.730","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Indonesia merupakan negara dengan kasus TB tertinggi nomor tiga di dunia dengan jumlah 420.994 kasus pada tahun 2017. Infeksi TB dapat ditemukan bermanifestasi diluar paru yang disebut Extra Pulmonary Tuberculosis (EPTB) dengan 35% diantaranya merupakan Limfadenits TB. Diagnosis EPTB dilakukan melalui pemeriksaan secara klinis dan histopatologi dari organ yang terkena. Gambaran histopatologis yang didapat menunjukkan suatu respon imun sebagai tanda adanya infeksi. Tanda adanya infeksi dapat dilihat juga melalui pemeriksaan laju endap darah (LED). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gambaran histopatologi dan kadar LED pada penderita LNTB di Nusa Tenggara Barat. \u0000Metode: Desain penelitian analitik observasional dengan metode pendekatan cross sectional yang diperoleh dari rekam medis pasien LNTB di Nusa Tenggara Barat. Besar sampel penelitian ini berjumlah 51 dengan analisis uji chi-square. \u0000Hasil: Berdasarkan analisis statistik uji chi-square didapatkan nilai Asymp. Sig. (2-sided) sebesar 0,300 (p >0,05). \u0000Simpulan : Tidak terdapat hubungan antara gambaran histopatologi dan kadar LED pada penderita LNTB di Nusa Tenggara Barat.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"287 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116565143","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Patients with chronic kidney disease (CKD) develop hemostatic disorders mainly in the form of bleeding diatheses. Platelet dysfunction is the main factor responsible for hemorrhagic tendencies in advanced kidney disease. Anemia, dialysis, the accumulation of medications due to poor clearance, and anticoagulation used during dialysis have some role in causing impaired hemostasis in CKD patients. Platelet dysfunction occurs both as a result of intrinsic platelet abnormalities and impaired platelet-vessel wall interaction. The normal platelet response to vessel wall injury with platelet activation, recruitment, adhesion, and aggregation is defective in advanced renal failure. Dialysis may partially correct these defects, but cannot totally eliminate them. The hemodialysis process itself may in fact contribute to bleeding. Hemodialysis is also associated with thrombosis as a result of chronic platelet activation due to contact with artificial surfaces during dialysis.
{"title":"GANGGUAN HEMOSTASIS PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK DERAJAT 5","authors":"Ketut Angga Aditya Putra Pramana","doi":"10.29303/jku.v11i3.716","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i3.716","url":null,"abstract":"Patients with chronic kidney disease (CKD) develop hemostatic disorders mainly in the form of bleeding diatheses. Platelet dysfunction is the main factor responsible for hemorrhagic tendencies in advanced kidney disease. Anemia, dialysis, the accumulation of medications due to poor clearance, and anticoagulation used during dialysis have some role in causing impaired hemostasis in CKD patients. Platelet dysfunction occurs both as a result of intrinsic platelet abnormalities and impaired platelet-vessel wall interaction. The normal platelet response to vessel wall injury with platelet activation, recruitment, adhesion, and aggregation is defective in advanced renal failure. Dialysis may partially correct these defects, but cannot totally eliminate them. The hemodialysis process itself may in fact contribute to bleeding. Hemodialysis is also associated with thrombosis as a result of chronic platelet activation due to contact with artificial surfaces during dialysis.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125324289","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pada Bulan Maret 2020, World Health Organization (WHO) mengumumkan Penyakit COVID-19 sebagaiPandemi. Vaksin adalah produk biologis yang dapat digunakan untuk menginduksi respon imun tubuh yang kemudian dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi dan/atau penyakit pada paparan patogen, oleh karena itu, vaksinasimenjadi salah satu kunci pencegahan dan pemutusan rantai penyebaran COVID-19. Berdasarkan hasil uji klinis, vaksinCOVID-19 menunjukkan kadar imunogenisitas yang cukup menjanjikan dengan berbagai persentase efektivitas dantingkat keamanan yang cukup baik. Dengan dilaksanakannya vaksinasi di seluruh dunia, mulai bermunculan laporanefek samping derajat sedang hingga berat. Efek samping mukokutaneus penting untuk diperhatikan karena dapatterlihat secara kasat mata dan memiliki potensi menimbulkan rasa takut pada individu dan lingkungan sekitar, serta mengakibatkan keengganan masyarakat untuk melakukan vaksinasi.
{"title":"EFEK SAMPING VAKSIN COVID-19 PADA KULIT","authors":"Betsy Yosia Nadeak, Keneyzia Carla Gliselda, Larasati Budiyarto, Fredric Zulkifly","doi":"10.29303/jku.v11i3.776","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i3.776","url":null,"abstract":"Pada Bulan Maret 2020, World Health Organization (WHO) mengumumkan Penyakit COVID-19 sebagaiPandemi. Vaksin adalah produk biologis yang dapat digunakan untuk menginduksi respon imun tubuh yang kemudian dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi dan/atau penyakit pada paparan patogen, oleh karena itu, vaksinasimenjadi salah satu kunci pencegahan dan pemutusan rantai penyebaran COVID-19. Berdasarkan hasil uji klinis, vaksinCOVID-19 menunjukkan kadar imunogenisitas yang cukup menjanjikan dengan berbagai persentase efektivitas dantingkat keamanan yang cukup baik. Dengan dilaksanakannya vaksinasi di seluruh dunia, mulai bermunculan laporanefek samping derajat sedang hingga berat. Efek samping mukokutaneus penting untuk diperhatikan karena dapatterlihat secara kasat mata dan memiliki potensi menimbulkan rasa takut pada individu dan lingkungan sekitar, serta mengakibatkan keengganan masyarakat untuk melakukan vaksinasi.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123817947","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}