Visakha Vidyadevi Wiguna, A. Haq, Luh ade dita Rahayu
Abstrak Latar belakang: Diabetes mellitus tipe 1 (T1DM) merupakan penyakit autoimun kronis yang ditandai dengan peningkatan akdar glukosa darah yang persisten (hiperglikemia). Utamanya diderita oleh anak berusia <15 tahun, T1DM membuat penderitanya menjadi bergantung kepada terapi insulin eksogen sepanjang hidupnya. Kemampuan antibodi monoklonal anti-CD3 untuk menurunkan aktivasi sel T namun masih menjaga kemampuan immunomodulatorisnya membuat modalitas terapi ini menjadi modalitas yang menjanjikan. Meta-analisis ini bertujuan untuk menginvestigasi efek pemberian antibodi monoklonal anti-CD3 pada pasien diabetes mellitus tipe 1. Metode: Kajian sistematik dilakukan dengan mengikuti kaidah PRISMA dengan menggunakan pusat data daring yaitu PubMed, ScienceDirect, dan Cochrane. Studi yang menilai efek dari terapi antibodi monoklonal anti-CD3 pada pasien diabetes mellitus tipe 1 serta sesuai dengan kriteria inklusi dilibatkan dalam kajian sistemaik ini. Risiko bias setiap studi inklusi dinilai menggunakan kriteria CONSORT. Meta-analisis dengan metode random-effects selanjutnya dilakukan untuk mendapatkan Mean Difference (MD) gabungan dari seluruh studi inklusi beserta dengan 95% Confidence Interval (CI). Hasil: 10 studi yang melibatkan 1458 dilibatkan dalam kajian sistematik ini,. Ditemukan bahwa terapi anitbodi monoklonal anti-CD3 mampu menurunkan dosis kebutuhan insulin (MD -0.18 [95% CI: -0.22, -0.13],I2=59%, p<0,0001) dan kadar HbA1c (MD -0.71[95% CI: -1.18, -0.24], I2=78%, p=0.003). Selain itu, ditemukan juga bahwa terapi ini mampu meningkatkan respon peptida C Kesimpulan: Terapi antibodi monoklonal anti-CD3 menunjukkan efek positif terhadap kebutuhan insulin, kadar HbA1c, dan respon peptida C pada pasien diabetes mellitus tipe 1
{"title":"Antibodi Monoklonal Anti-CD3 Sebagai Terapi Diabetes Mellitus Tipe 1: Sebuah Kajian Sistematis dan Meta-analisis","authors":"Visakha Vidyadevi Wiguna, A. Haq, Luh ade dita Rahayu","doi":"10.29303/jku.v10i3.580","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i3.580","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Latar belakang: Diabetes mellitus tipe 1 (T1DM) merupakan penyakit autoimun kronis yang ditandai dengan peningkatan akdar glukosa darah yang persisten (hiperglikemia). Utamanya diderita oleh anak berusia <15 tahun, T1DM membuat penderitanya menjadi bergantung kepada terapi insulin eksogen sepanjang hidupnya. Kemampuan antibodi monoklonal anti-CD3 untuk menurunkan aktivasi sel T namun masih menjaga kemampuan immunomodulatorisnya membuat modalitas terapi ini menjadi modalitas yang menjanjikan. Meta-analisis ini bertujuan untuk menginvestigasi efek pemberian antibodi monoklonal anti-CD3 pada pasien diabetes mellitus tipe 1. \u0000Metode: Kajian sistematik dilakukan dengan mengikuti kaidah PRISMA dengan menggunakan pusat data daring yaitu PubMed, ScienceDirect, dan Cochrane. Studi yang menilai efek dari terapi antibodi monoklonal anti-CD3 pada pasien diabetes mellitus tipe 1 serta sesuai dengan kriteria inklusi dilibatkan dalam kajian sistemaik ini. Risiko bias setiap studi inklusi dinilai menggunakan kriteria CONSORT. Meta-analisis dengan metode random-effects selanjutnya dilakukan untuk mendapatkan Mean Difference (MD) gabungan dari seluruh studi inklusi beserta dengan 95% Confidence Interval (CI). \u0000Hasil: 10 studi yang melibatkan 1458 dilibatkan dalam kajian sistematik ini,. Ditemukan bahwa terapi anitbodi monoklonal anti-CD3 mampu menurunkan dosis kebutuhan insulin (MD -0.18 [95% CI: -0.22, -0.13],I2=59%, p<0,0001) dan kadar HbA1c (MD -0.71[95% CI: -1.18, -0.24], I2=78%, p=0.003). Selain itu, ditemukan juga bahwa terapi ini mampu meningkatkan respon peptida C \u0000Kesimpulan: Terapi antibodi monoklonal anti-CD3 menunjukkan efek positif terhadap kebutuhan insulin, kadar HbA1c, dan respon peptida C pada pasien diabetes mellitus tipe 1","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"86 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121258172","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar belakang: Anak dengan leukemia menjalani berbagai rangkaian prosedur medis selama menjalani perawatan. Hal tersebut dapat memicu respon fisik dan psikologis pada anak. Respon fisik yang mungkin muncul adalah perubahan hemodinamik. Terapi musik merupakan salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk mengatasi respon fisik dan psikologis tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh terapi musik terhadap hemodinamik pada anak dengan leukemia. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian pra-eksperimental dengan rancangan one group pre-test and post-test. Semua anak dengan leukemia yang memenuhi kriteria, menjalani perawatan di ruang ODC RSUP dr. Sardjito Yogyakarta menjadi responden. Dilakukan pengukuran hemodinamik sebelum dan setelah satu sesi terapi musik. Data dianalisis dengan paired t-test. Hasil: Didapatkan 30 anak dengan leukemia yang memenuhi kriteria. Rata-rata tekanan darah sistolik sebelum dan setelah terapi musik adalah 104 ±12,60 dan 100 ± 14,06 (p= 0,02). Rata-rata tekanan darah diastolik sebelum dan setelah terapi musik adalah 67 ± 10,65 dan 65 ± 10,83 (p=0,30). Rata-rata denyut nadi sebelum dan setelah terapi musik adalah 92 ±16,19 dan 87 ±16,75 (p=0,10). Kesimpulan: Terapi musik dapat menurunkan tekanan darah sistolik secara bermakna pada pasien anak dengan leukemia yang sedang menjalani perawatan, namun tidak berpengaruh terhadap tekanan darah diastolik dan nadi. Kata Kunci: Terapi Musik, Hemodinamik, Anak, Leukemia.
{"title":"PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP HEMODINAMIK ANAK DENGAN LEUKEMIA","authors":"Idyatul Hasanah","doi":"10.29303/jku.v10i3.571","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i3.571","url":null,"abstract":"Latar belakang: Anak dengan leukemia menjalani berbagai rangkaian prosedur medis selama menjalani perawatan. Hal tersebut dapat memicu respon fisik dan psikologis pada anak. Respon fisik yang mungkin muncul adalah perubahan hemodinamik. Terapi musik merupakan salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk mengatasi respon fisik dan psikologis tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh terapi musik terhadap hemodinamik pada anak dengan leukemia. \u0000Metode: Penelitian ini merupakan penelitian pra-eksperimental dengan rancangan one group pre-test and post-test. Semua anak dengan leukemia yang memenuhi kriteria, menjalani perawatan di ruang ODC RSUP dr. Sardjito Yogyakarta menjadi responden. Dilakukan pengukuran hemodinamik sebelum dan setelah satu sesi terapi musik. Data dianalisis dengan paired t-test. \u0000Hasil: Didapatkan 30 anak dengan leukemia yang memenuhi kriteria. Rata-rata tekanan darah sistolik sebelum dan setelah terapi musik adalah 104 ±12,60 dan 100 ± 14,06 (p= 0,02). Rata-rata tekanan darah diastolik sebelum dan setelah terapi musik adalah 67 ± 10,65 dan 65 ± 10,83 (p=0,30). Rata-rata denyut nadi sebelum dan setelah terapi musik adalah 92 ±16,19 dan 87 ±16,75 (p=0,10). \u0000Kesimpulan: Terapi musik dapat menurunkan tekanan darah sistolik secara bermakna pada pasien anak dengan leukemia yang sedang menjalani perawatan, namun tidak berpengaruh terhadap tekanan darah diastolik dan nadi. \u0000 \u0000Kata Kunci: Terapi Musik, Hemodinamik, Anak, Leukemia. \u0000 ","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"82 6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116532942","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman MTB (Mycobacterium Tuberculosis). TBC dapat mengenai semua organ terutama paru-paru sebagai tempat infeksi primer, dan organ luar paru (TB ekstra paru) seperti kulit, kelenjar limfe, tulang, saluran kencing (ginjal, ureter, dan kandung kemih), testis, dan selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. TBC ginjal biasanya berasal dari penyebaran hematogen dari paru, meskipun terkadang bisa berasal dari saluran cerna atau tulang. TBC ureter dan buli-buli terjadi secara sekunder melalui aliran urine dari ginjal. TBC bisa juga terjadi di uretra, meskipun jarang terjadi. Manifestasi klinis TB traktus urinarius bisa demam, hematuria, nyeri pinggang atau pyuria. Komplikasi TB traktus urinarius bisa terjadi obstruksi traktus urinarius akibat striktur, urosepsis, dan gagal ginjal, baik akut maupun kronik. Penanganan TBC traktus urinarius adalah dengan medikamentosa, sama seperti pada TBC paru. Namun bila terjadi obstruksi traktus urinarius, maka diperlukan tindakan operasi, baik endoskopi maupun pembedahan.
{"title":"TUBERKULOSIS TRAKTUS URINARIUS","authors":"Lalu Shaktisila Fatrahady","doi":"10.29303/jku.v10i3.551","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i3.551","url":null,"abstract":"Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman MTB (Mycobacterium Tuberculosis). TBC dapat mengenai semua organ terutama paru-paru sebagai tempat infeksi primer, dan organ luar paru (TB ekstra paru) seperti kulit, kelenjar limfe, tulang, saluran kencing (ginjal, ureter, dan kandung kemih), testis, dan selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. TBC ginjal biasanya berasal dari penyebaran hematogen dari paru, meskipun terkadang bisa berasal dari saluran cerna atau tulang. TBC ureter dan buli-buli terjadi secara sekunder melalui aliran urine dari ginjal. TBC bisa juga terjadi di uretra, meskipun jarang terjadi. Manifestasi klinis TB traktus urinarius bisa demam, hematuria, nyeri pinggang atau pyuria. Komplikasi TB traktus urinarius bisa terjadi obstruksi traktus urinarius akibat striktur, urosepsis, dan gagal ginjal, baik akut maupun kronik. Penanganan TBC traktus urinarius adalah dengan medikamentosa, sama seperti pada TBC paru. Namun bila terjadi obstruksi traktus urinarius, maka diperlukan tindakan operasi, baik endoskopi maupun pembedahan.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"55 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116526745","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Cedera otak merupakan kerusakan jaringan otak mendadak yang disebabkan oleh proses traumatik dan tidak terdapat proses degeneratif maupun kongenital. Gangguan memori sering terjadi pasca cedera otak akibat adanya kerusakan struktur otak. Pada kondisi akut, pasien cedera otak sering mengalami amnesia pasca trauma. Amnesia pasca trauma merupakan kesulitan dalam mempelajari atau mengingat informasi baru maupun mengingat kejadian masa lalu yang terjadi setelah adanya cedera. Studi dilakukan dengan metode telaah literatur ilmiah dari berbagai situs seperti NCBI, Google Scholar, Google Search, Sciencedirect, dan researchgate dengan menggunakan kata kunci yang relevan seperti “post-traumatic amnesia”, “management of post-traumatic amnesia”, “therapy of post-traumatic amnesia”, “treatment of post-traumatic amnesia”. Setelah membaca judul dan abstrak, terdapat sebanyak 7 artikel penelitian yang sesuai dengan tujuan studi review ini. Berdasarkan 7 penelitian yang dianalisis, terdapat 4 terapi yang dapat diberikan kepada pasien cedera otak yang sedang dalam fase amnesia pasca trauma. Sebanyak 2 penelitian membahas tentang terapi latihan berdasarkan aktivitas sehari-hari, 2 penelitian membahas tentang terapi okupasi, terapi kognitif perilaku 1 penelitian, dan 2 penelitian membahas tentang pemberian terapi musik. Pada tahap akut perawatan terfokus pada kondisi vital pasien dan pencegahan terjadinya cedera sekunder. Perawatan pasien cedera otak yang mengalami amnesia pasca trauma diantaranya yaitu terapi okupasi dengan metode Activities of Daily Living (ADL), terapi okupasi dengan metode Perceive, Recall, Plan, and Perform (PRPP), terapi kognitif perilaku, dan terapi musik. Metode perawatan dapat dipilih berdasarkan kondisi pasien saat terapi, memungkinkan untuk diterapkan kepada pasien, dan terdapat sumber daya yang sesuai.
{"title":"Manajemen Terkini Amnesia Pasca Cedera Otak","authors":"Lalu Wahyu Alfian Muharzami","doi":"10.29303/jku.v10i3.596","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i3.596","url":null,"abstract":"Cedera otak merupakan kerusakan jaringan otak mendadak yang disebabkan oleh proses traumatik dan tidak terdapat proses degeneratif maupun kongenital. Gangguan memori sering terjadi pasca cedera otak akibat adanya kerusakan struktur otak. Pada kondisi akut, pasien cedera otak sering mengalami amnesia pasca trauma. Amnesia pasca trauma merupakan kesulitan dalam mempelajari atau mengingat informasi baru maupun mengingat kejadian masa lalu yang terjadi setelah adanya cedera. Studi dilakukan dengan metode telaah literatur ilmiah dari berbagai situs seperti NCBI, Google Scholar, Google Search, Sciencedirect, dan researchgate dengan menggunakan kata kunci yang relevan seperti “post-traumatic amnesia”, “management of post-traumatic amnesia”, “therapy of post-traumatic amnesia”, “treatment of post-traumatic amnesia”. Setelah membaca judul dan abstrak, terdapat sebanyak 7 artikel penelitian yang sesuai dengan tujuan studi review ini. Berdasarkan 7 penelitian yang dianalisis, terdapat 4 terapi yang dapat diberikan kepada pasien cedera otak yang sedang dalam fase amnesia pasca trauma. Sebanyak 2 penelitian membahas tentang terapi latihan berdasarkan aktivitas sehari-hari, 2 penelitian membahas tentang terapi okupasi, terapi kognitif perilaku 1 penelitian, dan 2 penelitian membahas tentang pemberian terapi musik. Pada tahap akut perawatan terfokus pada kondisi vital pasien dan pencegahan terjadinya cedera sekunder. Perawatan pasien cedera otak yang mengalami amnesia pasca trauma diantaranya yaitu terapi okupasi dengan metode Activities of Daily Living (ADL), terapi okupasi dengan metode Perceive, Recall, Plan, and Perform (PRPP), terapi kognitif perilaku, dan terapi musik. Metode perawatan dapat dipilih berdasarkan kondisi pasien saat terapi, memungkinkan untuk diterapkan kepada pasien, dan terdapat sumber daya yang sesuai.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128463029","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar Belakang: Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan permasalahan kesehatan utama didunia. Di provinsi NTB telah tercatat 1.608 kasus DBD pada tahun 2017. Salah satu kabupaten yang memiliki angka kejadian DBD yang cukup tinggi di NTB yakni di Kabupaten Lombok Timur. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam menangani kasus DBD, salah satunya dengan mengintervensi anak SD. Dewasa ini, beberapa peneliti memiliki metode baru dalam memberikan penyuluhan kesehatan untuk anak-anak guna menanggulangi permasalahan DBD, yakni menggunakan boardgame. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektifitas penggunaan boardgame “Termosted” dalam meningkatkan pengetahuan terkait penyakit demam berdarah dengue pada anak sekolah dasar daerah 3T di Kecamatan Sukamulia, Lombok Timur. Metode: Penelitian ini memakai rancangan analitik komparatif tidak berpasangan dengan pendekatan eksperimental. Subjek pada penelitian ini adalah 64 siswa yang terdiri dari kelas 4 dan kelas 5 SDN 2 Dasan Lekong dan SDN 3 Dasan Lekong menjadi 2 kelompok yaitu kelompok boardgame “Termosted” dan kelompok penyuluhan. Pengambilan data dalam penelitian ini yakni menggunakan kuesioner yang diberikan sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi. Penelitian ini dilaksanakan dalam satu hari. Hasil: Pada nilai rata-rata pretest didapatkan hasil pa =0,005 yang artinya bahwa terdapat perbedaan bermakna nilai pengetahuan sebelum dilakukan intervensi sedangkan setelah dilakukan intervensi hasil pb =0,783 yang artinya tidak terdapat perbedaan signifikan antara nilai setelah dilakukannya intervensi pada kelompok boardgame dan kelompok penyuluhan. Berdasarkan selisih pre-post test pada kelompok boardgame dan kelompok penyuluhan didapatkan hasil pc =0,049 yang artinya bahwa terdapat perbedaan signifikan antara selisih pre-post test kelompok boardgame dan kelompok penyuluhan.
{"title":"UJI PENGGUNAAN PROTOTIPE BOARDGAME “TERMOSTED” DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN MENGENAI DEMAM BERDARAH DENGUE PADA PELAJAR SEKOLAH DASAR DAERAH 3T DI KECAMATAN SUKAMULIA, LOMBOK TIMUR","authors":"Putra Suartha","doi":"10.29303/jku.v10i3.594","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i3.594","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan permasalahan kesehatan utama didunia. Di provinsi NTB telah tercatat 1.608 kasus DBD pada tahun 2017. Salah satu kabupaten yang memiliki angka kejadian DBD yang cukup tinggi di NTB yakni di Kabupaten Lombok Timur. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam menangani kasus DBD, salah satunya dengan mengintervensi anak SD. Dewasa ini, beberapa peneliti memiliki metode baru dalam memberikan penyuluhan kesehatan untuk anak-anak guna menanggulangi permasalahan DBD, yakni menggunakan boardgame. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektifitas penggunaan boardgame “Termosted” dalam meningkatkan pengetahuan terkait penyakit demam berdarah dengue pada anak sekolah dasar daerah 3T di Kecamatan Sukamulia, Lombok Timur. \u0000 \u0000Metode: Penelitian ini memakai rancangan analitik komparatif tidak berpasangan dengan pendekatan eksperimental. Subjek pada penelitian ini adalah 64 siswa yang terdiri dari kelas 4 dan kelas 5 SDN 2 Dasan Lekong dan SDN 3 Dasan Lekong menjadi 2 kelompok yaitu kelompok boardgame “Termosted” dan kelompok penyuluhan. Pengambilan data dalam penelitian ini yakni menggunakan kuesioner yang diberikan sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi. Penelitian ini dilaksanakan dalam satu hari. \u0000 \u0000Hasil: Pada nilai rata-rata pretest didapatkan hasil pa =0,005 yang artinya bahwa terdapat perbedaan bermakna nilai pengetahuan sebelum dilakukan intervensi sedangkan setelah dilakukan intervensi hasil pb =0,783 yang artinya tidak terdapat perbedaan signifikan antara nilai setelah dilakukannya intervensi pada kelompok boardgame dan kelompok penyuluhan. Berdasarkan selisih pre-post test pada kelompok boardgame dan kelompok penyuluhan didapatkan hasil pc =0,049 yang artinya bahwa terdapat perbedaan signifikan antara selisih pre-post test kelompok boardgame dan kelompok penyuluhan.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"62 3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116813575","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kelainan refraksi merupakan kasus penyakit mata dengan level kompetensi 4 berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) 2012. Apabila secara fasilitas dan kompetensi telah siap, pelayanan kacamata dapat dilaksanakan, sehingga kasus-kasus kelainan refraksi tidak perlu lagi dirujuk ke dokter spesialis mata. Hingga saat ini, penerapan kompetensi tersebut dalam praktek dokter umum belum pernah terdata. Perlu kajian lebih dalam mengenai kesiapan dokter umum menghadapi penerapan pelayanan kacamata di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Kesiapan perlu dikaji dari sisi kompetensi maupun dari sarana prasarana pendukung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesiapan dokter umum di FKTP wilayah Kota Mataram, NTB. Metode yang digunakan adalah potong lintang diskriptif. Terdapat 28 dokter umum yang ikut berpartisipasi menjadi responden . Ditinjau dari kesiapan sarana dan prasarana, terdapat 7 (25%) dokter yang tidak memiliki ruang praktik dengan sisi panjang 6 atau 3 meter. Peralatan pemeriksaan yang paling banyak dimiliki adalah optotip Snellen (85,71%), sedangkan yang tidak dimiliki adalah lensa coba (14,29%) dan gagang coba (10,71%). Sebagian besar dokter umum merasa kompeten melakukan koreksi kelainan refraksi (57,1%) namun masih ragu-ragu untuk memberikan pelayanan koreksi kacamata di FKTP (53,6%). Seluruh dokter umum, menyatakan bahwa selama ini mereka merujuk pasien dengan kelainan refraksi. Meskipun demikian sebagian besar dokter (71,4%) menyatakan setuju bahwa pelayanan pemeriksaan kacamata seharusnya tersedia di FKTP. Kesimpulannya masih terdapat kekurangan sarana dan prasarana untuk pelayanan koreksi kacamata pada sebagian besar ruang praktik dokter umum di wilayah kota Mataram. Meskipun dokter umum di wilayah Mataram merasa sudah cukup kompeten untuk melakukan pemeriksaan dan koreksi kacamata.
{"title":"KESIAPAN DOKTER UMUM UNTUK PELAYANAN KACAMATA DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DI KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT","authors":"Isna Kusuma Nintyastuti","doi":"10.29303/jku.v10i3.546","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i3.546","url":null,"abstract":"Kelainan refraksi merupakan kasus penyakit mata dengan level kompetensi 4 berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) 2012. Apabila secara fasilitas dan kompetensi telah siap, pelayanan kacamata dapat dilaksanakan, sehingga kasus-kasus kelainan refraksi tidak perlu lagi dirujuk ke dokter spesialis mata. Hingga saat ini, penerapan kompetensi tersebut dalam praktek dokter umum belum pernah terdata. Perlu kajian lebih dalam mengenai kesiapan dokter umum menghadapi penerapan pelayanan kacamata di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Kesiapan perlu dikaji dari sisi kompetensi maupun dari sarana prasarana pendukung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesiapan dokter umum di FKTP wilayah Kota Mataram, NTB. Metode yang digunakan adalah potong lintang diskriptif. Terdapat 28 dokter umum yang ikut berpartisipasi menjadi responden . Ditinjau dari kesiapan sarana dan prasarana, terdapat 7 (25%) dokter yang tidak memiliki ruang praktik dengan sisi panjang 6 atau 3 meter. Peralatan pemeriksaan yang paling banyak dimiliki adalah optotip Snellen (85,71%), sedangkan yang tidak dimiliki adalah lensa coba (14,29%) dan gagang coba (10,71%). Sebagian besar dokter umum merasa kompeten melakukan koreksi kelainan refraksi (57,1%) namun masih ragu-ragu untuk memberikan pelayanan koreksi kacamata di FKTP (53,6%). Seluruh dokter umum, menyatakan bahwa selama ini mereka merujuk pasien dengan kelainan refraksi. Meskipun demikian sebagian besar dokter (71,4%) menyatakan setuju bahwa pelayanan pemeriksaan kacamata seharusnya tersedia di FKTP. Kesimpulannya masih terdapat kekurangan sarana dan prasarana untuk pelayanan koreksi kacamata pada sebagian besar ruang praktik dokter umum di wilayah kota Mataram. Meskipun dokter umum di wilayah Mataram merasa sudah cukup kompeten untuk melakukan pemeriksaan dan koreksi kacamata.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"12 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129394729","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pendahuluan: Penyakit kecacingan adalah penyakit karena masuknya parasit (berupa cacing) kedalam tubuh manusia. Jenis cacing yang sering ditemukan menimbulkan infeksi adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing tambang (Necator americanus) yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminthiasis). Diperkirakan lebih dari 1,3 milyar orang di dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminthiasis (STH). Walaupun STH dapat menginfeksi semua kelompok umur, tetapi kebanyakan terjadi pada usia anak sekolah, diperkirakan 400 juta anak sekolah (5 — 15 tahun) terinfeksi STH, dan hal ini sering dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan, aktifitas fisik, fungsi kognitif dan kemampuan belajar dimana semua itu menjadi tidak optimal. Tujuan: Identifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi kecacingan pada murid Sekolah Dasar Negeri I Bagik Polak. Metode: Analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Penilaian tentang faktor risiko kecacingan diukur dengan metode kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku buang air besar (BAB), perilaku cuci tangan, perilaku pemakaian alas kaki dan kondisi sanitasi. Untuk penegakkan diagnosa kecacingan dilakukan pemeriksaan telur cacing pada tinja sampel. Hasil positif apabila ditemukan telur cacing dalam sediaan yang dibuat. Analisis data dengan menggunakan Uji Kai Kuadrat dengan taraf signifikansi (p < 0,05). Hasil dan Kesimpulan: Angka kejadian kecacingan pada murid SD Negeri I Bagik Polak Barat mencapai 8,6%. Tingkat pengetahuan responden ibu tentang kecacingan terbagi menjadi baik (B) 87,7% dan buruk (K) 12,3 % namun tidak berpengaruh pada tingkat kecacingan. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat kebersihan murid (p=0,044) dan perilaku anggota keluarga (p=0,01) terkait pencegahan kecacingan pada murid SD Negeri I Bagik Polak Barat
{"title":"IDENTIFIKASI FAKTOR RESIKO TERJADINYA INFEKSI KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR NEGERI 1 BAGIK POLAK BARAT DI KECAMATAN LABUAPI KABUPATEN LOMBOK BARAT","authors":"Lale Maulin Prihatina","doi":"10.29303/jku.v10i3.451","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i3.451","url":null,"abstract":"Pendahuluan: Penyakit kecacingan adalah penyakit karena masuknya parasit (berupa cacing) kedalam tubuh manusia. Jenis cacing yang sering ditemukan menimbulkan infeksi adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing tambang (Necator americanus) yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminthiasis). Diperkirakan lebih dari 1,3 milyar orang di dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminthiasis (STH). Walaupun STH dapat menginfeksi semua kelompok umur, tetapi kebanyakan terjadi pada usia anak sekolah, diperkirakan 400 juta anak sekolah (5 — 15 tahun) terinfeksi STH, dan hal ini sering dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan, aktifitas fisik, fungsi kognitif dan kemampuan belajar dimana semua itu menjadi tidak optimal. \u0000Tujuan: Identifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi kecacingan pada murid Sekolah Dasar Negeri I Bagik Polak. \u0000Metode: Analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Penilaian tentang faktor risiko kecacingan diukur dengan metode kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku buang air besar (BAB), perilaku cuci tangan, perilaku pemakaian alas kaki dan kondisi sanitasi. Untuk penegakkan diagnosa kecacingan dilakukan pemeriksaan telur cacing pada tinja sampel. Hasil positif apabila ditemukan telur cacing dalam sediaan yang dibuat. Analisis data dengan menggunakan Uji Kai Kuadrat dengan taraf signifikansi (p < 0,05). \u0000Hasil dan Kesimpulan: Angka kejadian kecacingan pada murid SD Negeri I Bagik Polak Barat mencapai 8,6%. Tingkat pengetahuan responden ibu tentang kecacingan terbagi menjadi baik (B) 87,7% dan buruk (K) 12,3 % namun tidak berpengaruh pada tingkat kecacingan. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat kebersihan murid (p=0,044) dan perilaku anggota keluarga (p=0,01) terkait pencegahan kecacingan pada murid SD Negeri I Bagik Polak Barat \u0000 ","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"2003 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128797834","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Mola Hidatidosa merupakan salah satu kasus yang jaring terjadi. Penegakan diagnosis mola harus dilakukan segera dan tepat karena dapat menjadi ganas dan bisa menimbulkan kegawatan dikarenakan perdarahan yang banyak. Kami melaporkan seorang wanita usia 43 tahun hamil 11 minggu dengan keluhan perdarahan pervaginam. Kasus ini menarik karena pasien memiliki faktor resiko yaitu berusia 43 tahun. Pada pemeriksaan vagina ditemukan adanya darah, ostium uteri eksternum terbuka dan tinggi fundus uteri teraba seperti usia kehamilan 24 minggu. Pemeriksaan titer ?-hCG urin positif sampai 1/400 dan pemeriksaan ultrasonografi abdomen ditemukan gambaran “snowstorm appearance” tanpa janin. Diagnosis mola hidatidosa komplit dan kemudian dilakukan kuretase. Jaringan yang terkumpul diambil untuk di lakukan pemeriksaan histopatologi. Tidak ada komplikasi selama dan setelah tindakan kuretase. Pasien pulang dalam kondisi baik dan sehat.
{"title":"Mola Hidatidosa wanita usia 43 tahun dengan kehamilan 11 minggu: Laporan kasus","authors":"Cipta Pramana","doi":"10.29303/jku.v10i3.436","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i3.436","url":null,"abstract":"Mola Hidatidosa merupakan salah satu kasus yang jaring terjadi. Penegakan diagnosis mola harus dilakukan segera dan tepat karena dapat menjadi ganas dan bisa menimbulkan kegawatan dikarenakan perdarahan yang banyak. Kami melaporkan seorang wanita usia 43 tahun hamil 11 minggu dengan keluhan perdarahan pervaginam. Kasus ini menarik karena pasien memiliki faktor resiko yaitu berusia 43 tahun. Pada pemeriksaan vagina ditemukan adanya darah, ostium uteri eksternum terbuka dan tinggi fundus uteri teraba seperti usia kehamilan 24 minggu. Pemeriksaan titer ?-hCG urin positif sampai 1/400 dan pemeriksaan ultrasonografi abdomen ditemukan gambaran “snowstorm appearance” tanpa janin. Diagnosis mola hidatidosa komplit dan kemudian dilakukan kuretase. Jaringan yang terkumpul diambil untuk di lakukan pemeriksaan histopatologi. Tidak ada komplikasi selama dan setelah tindakan kuretase. Pasien pulang dalam kondisi baik dan sehat.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127781228","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ajeng Sulistianing Utami, I. Asmara, Deasy Irawati
Latar Belakang: Kualitas Hemodialisis (HD) merupakan salah satu faktor prediktor mortalitas dan morbiditas pasien PGK stadium 5. Dengan meningkatkan adekuasi dari HD yang dapat dinilai dari kecukupan dan efektivitas dosis, maka akan mengurangi komplikasi dan efek samping pada organ tertentu. Salah satu komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah malnutrisi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara adekuasi HD dengan status gizi pasien yang menjalani HD pada pasien PGK stadium 5. Metode: Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2020 di Unit HD RSUD Kota Mataram. Desain penelitian yang digunakan adalah metode cross-sectional dengan consecutive sampling dan melibatkan 51 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan data rekam medis pasien yang menjalai HD di RSUD Kota Mataram. Adekuasi HD dinilai dengan melihat Kt/V pasien dan status gizi dinilai dengan menggunakan parameter IMT dan kadar albumin serum pasien. Uji korelatif yang digunakan adalah uji korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antar variabel. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan rata-rata usia responden adalah 55,1 tahun dan terdiri dari 51% pria dan 49% wanita. Pada hasil analisis korelatif dengan menggunakan uji korelasi spearman, didapatkan hubungan adekuasi HD dengan IMT pasien adalah p=0.967 dan r=0.006. Untuk hubungan adekuasi HD dengan kadar albumin serum adalah p=0.662 dan r=0.063. Simpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara adekuasi HD dengan status gizi pasien yang dinilai dengan parameter IMT dan kadar albumin serum pasien. Kata Kunci: Penyakit Ginjal Kronis, Adekuasi Hemodialisis, Status Gizi, Indeks Massa Tubuh, Kadar Albumin Serum.
{"title":"HUBUNGAN ADEKUASI HEMODIALISIS DENGAN STATUS GIZI PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER","authors":"Ajeng Sulistianing Utami, I. Asmara, Deasy Irawati","doi":"10.29303/jku.v10i3.472","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i3.472","url":null,"abstract":"\u0000 \u0000 \u0000Latar Belakang: Kualitas Hemodialisis (HD) merupakan salah satu faktor prediktor mortalitas dan morbiditas pasien PGK stadium 5. Dengan meningkatkan adekuasi dari HD yang dapat dinilai dari kecukupan dan efektivitas dosis, maka akan mengurangi komplikasi dan efek samping pada organ tertentu. Salah satu komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah malnutrisi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara adekuasi HD dengan status gizi pasien yang menjalani HD pada pasien PGK stadium 5. \u0000Metode: Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2020 di Unit HD RSUD Kota Mataram. Desain penelitian yang digunakan adalah metode cross-sectional dengan consecutive sampling dan melibatkan 51 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan data rekam medis pasien yang menjalai HD di RSUD Kota Mataram. Adekuasi HD dinilai dengan melihat Kt/V pasien dan status gizi dinilai dengan menggunakan parameter IMT dan kadar albumin serum pasien. Uji korelatif yang digunakan adalah uji korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antar variabel. \u0000Hasil: Pada penelitian ini didapatkan rata-rata usia responden adalah 55,1 tahun dan terdiri dari 51% pria dan 49% wanita. Pada hasil analisis korelatif dengan menggunakan uji korelasi spearman, didapatkan hubungan adekuasi HD dengan IMT pasien adalah p=0.967 dan r=0.006. Untuk hubungan adekuasi HD dengan kadar albumin serum adalah p=0.662 dan r=0.063. \u0000Simpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara adekuasi HD dengan status gizi pasien yang dinilai dengan parameter IMT dan kadar albumin serum pasien. \u0000Kata Kunci: Penyakit Ginjal Kronis, Adekuasi Hemodialisis, Status Gizi, Indeks Massa Tubuh, Kadar Albumin Serum. \u0000 \u0000 \u0000","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"61 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115944540","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar Belakang: Katarak merupakan penyebab kebutaan terbanyak di dunia. WHO melaporkan bahwa katarak lebih banyak terjadi pada usia diatas 50 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik pasien katarak senilis yang terdapat di RSUD Provinsi NTB. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong-lintang menggunakan data rekam medis. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien katarak berusia 50 tahun atau lebih di RSUD Provinsi NTB pada periode penelitian dan tanpa adanya riwayat trauma mata yang diketahui. Hasil: Prevalensi katarak senilis yang terdapat di RSUD Provinsi NTB pada periode Januari – Juni 2019 berjumlah 192 pasien (70,6%). Berdasarkan karakteristik demografi, penderita katarak senilis terbanyak adalah berjenis kelamin laki – laki (54,7%), pada usia 56-65 tahun (45,3%), serta berdomisili di Kota Mataram (37,5%). Berdasarkan karakteristik klinis, pasien paling banyak mengalami katarak senilis pada kedua bola mata (60,4%), visus naturalis <3/60 (43,3% mata kanan dan 41,8% mata kiri), visus koreksi terbaik <3/60 (42% mata kanan dan 39,2% mata kiri) dan stadium imatur (66,7% mata kanan dan 66,5% mata kiri) serta dari 192 pasien terdapat 123 pasien dengan penyakit penyerta. Jika dikaitkan antara stadium katarak dengan visus, maka mata pasien paling banyak mengalami katarak stadium imatur dengan gangguan penglihatan sedang (visus <6/18-6/60). Kesimpulan: Berdasarkan penelitian ini, katarak senilis merupakan jenis katarak terbanyak dan sebagian besar pasien datang sudah dengan kebutaan.
{"title":"Prevalensi dan Karakteristik Pasien Katarak Senilis di RSUD Provinsi NTB Pada Periode Januari - Juni 2019","authors":"Cindra Indah Salsabila","doi":"10.29303/jku.v10i3.563","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i3.563","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Katarak merupakan penyebab kebutaan terbanyak di dunia. WHO melaporkan bahwa katarak lebih banyak terjadi pada usia diatas 50 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik pasien katarak senilis yang terdapat di RSUD Provinsi NTB. \u0000Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong-lintang menggunakan data rekam medis. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien katarak berusia 50 tahun atau lebih di RSUD Provinsi NTB pada periode penelitian dan tanpa adanya riwayat trauma mata yang diketahui. \u0000Hasil: Prevalensi katarak senilis yang terdapat di RSUD Provinsi NTB pada periode Januari – Juni 2019 berjumlah 192 pasien (70,6%). Berdasarkan karakteristik demografi, penderita katarak senilis terbanyak adalah berjenis kelamin laki – laki (54,7%), pada usia 56-65 tahun (45,3%), serta berdomisili di Kota Mataram (37,5%). Berdasarkan karakteristik klinis, pasien paling banyak mengalami katarak senilis pada kedua bola mata (60,4%), visus naturalis <3/60 (43,3% mata kanan dan 41,8% mata kiri), visus koreksi terbaik <3/60 (42% mata kanan dan 39,2% mata kiri) dan stadium imatur (66,7% mata kanan dan 66,5% mata kiri) serta dari 192 pasien terdapat 123 pasien dengan penyakit penyerta. Jika dikaitkan antara stadium katarak dengan visus, maka mata pasien paling banyak mengalami katarak stadium imatur dengan gangguan penglihatan sedang (visus <6/18-6/60). \u0000Kesimpulan: Berdasarkan penelitian ini, katarak senilis merupakan jenis katarak terbanyak dan sebagian besar pasien datang sudah dengan kebutaan.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"39 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131817952","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}