Infeksi COVID-19 ditandai dengan masuknya virus SARS-CoV-2 yang berikatan dengan reseptor ACE-2. Selama proses ini, virus akan menghindari sistem imun tubuh, kemudian diikuti oleh badai sitokin pada beberapa pasien. Selain berperan untuk homeostasis kalsium dan metabolisme tulang, vitamin D juga berperan pada pengurangan proses inflammasi dan imunoregulasi yang dikenal sebagai efek imunomodulasi. Vitamin D berperan melawan patogen pada imunitas adaptif dan bawaan. Vitamin D memodulasi respon sel T-helper (Th) untuk menginduksi perpindahan respon dari Th1 ke Th2, meningkatkan perkembangan sel T regulatori (Treg) dan menyeimbangkan respon sel T-helper untuk melawan patogen dan menurunkan produksi sitokin proinflamasi. Vitamin D dapat menurunkan produksi sitokin proinflammasi seperti TNF-a, IL-6, IL-1b, IL-12, dan IFN-g, disebabkan oleh terhambatnya aktivasi faktor nuklear kB (NF-kB). Vitamin D juga dapat menginduksi vasorelaksan ACE2 yang merubah Angiotensin II menjadi Angiotensin VII yang bersifat vasodilator sehingga dapat mencegah terjadinya Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Beberapa data penelitian menunjukkan adanya kekurangan vitamin D pada penderita terinfeksi COVID-19. Satu penelitian meta-analisis mencakup 360.972 penderita COVID-19 mendapatkan defisiensi vitamin D 37,7% dan insufisiensi vitamin D 32,2%. Defisiensi vitamin D ini berkaitan dengan tingkat keparahan dan kematian penderita COVID-19. Data dari 42 penderita dengan gagal napas akut karena infeksi COVID-19 di Bari Italia menunjukkan penderita dengan kadar vitamin D < 10 ng/ml angka kematiannya 50% setelah 10 hari perawatan. Pemeriksaan kadar vitamin D sangat dianjurkan pada penderita COVID-19. Suplementasi Vitamin D dianjurkan menggunakan vitamin D3 dengan dosis pemberian 4000 IU/hari selama 7 hari selanjutnya dosis pemeliharaan 800-1000 IU/hari pada penderita dengan kekurangan vitamin D.
{"title":"PERAN EFEK IMUNOMODULASI VITAMIN D PADA TATALAKSANA COVID-19","authors":"Kadek Anggiswari Pradnya Angela, I Nyoman Sutarka","doi":"10.29303/jku.v11i2.712","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i2.712","url":null,"abstract":"Infeksi COVID-19 ditandai dengan masuknya virus SARS-CoV-2 yang berikatan dengan reseptor ACE-2. Selama proses ini, virus akan menghindari sistem imun tubuh, kemudian diikuti oleh badai sitokin pada beberapa pasien. Selain berperan untuk homeostasis kalsium dan metabolisme tulang, vitamin D juga berperan pada pengurangan proses inflammasi dan imunoregulasi yang dikenal sebagai efek imunomodulasi. Vitamin D berperan melawan patogen pada imunitas adaptif dan bawaan. Vitamin D memodulasi respon sel T-helper (Th) untuk menginduksi perpindahan respon dari Th1 ke Th2, meningkatkan perkembangan sel T regulatori (Treg) dan menyeimbangkan respon sel T-helper untuk melawan patogen dan menurunkan produksi sitokin proinflamasi. Vitamin D dapat menurunkan produksi sitokin proinflammasi seperti TNF-a, IL-6, IL-1b, IL-12, dan IFN-g, disebabkan oleh terhambatnya aktivasi faktor nuklear kB (NF-kB). Vitamin D juga dapat menginduksi vasorelaksan ACE2 yang merubah Angiotensin II menjadi Angiotensin VII yang bersifat vasodilator sehingga dapat mencegah terjadinya Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Beberapa data penelitian menunjukkan adanya kekurangan vitamin D pada penderita terinfeksi COVID-19. Satu penelitian meta-analisis mencakup 360.972 penderita COVID-19 mendapatkan defisiensi vitamin D 37,7% dan insufisiensi vitamin D 32,2%. Defisiensi vitamin D ini berkaitan dengan tingkat keparahan dan kematian penderita COVID-19. Data dari 42 penderita dengan gagal napas akut karena infeksi COVID-19 di Bari Italia menunjukkan penderita dengan kadar vitamin D < 10 ng/ml angka kematiannya 50% setelah 10 hari perawatan. Pemeriksaan kadar vitamin D sangat dianjurkan pada penderita COVID-19. Suplementasi Vitamin D dianjurkan menggunakan vitamin D3 dengan dosis pemberian 4000 IU/hari selama 7 hari selanjutnya dosis pemeliharaan 800-1000 IU/hari pada penderita dengan kekurangan vitamin D.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"1999 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128805573","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Herpan Syafii Harahap, Ilsa Hunaifi, Ghalvan sahidu, Stephanie Elizabeth Gunawan, Setyawati Asih Putri, Ni Nyoman Ayu Susilawati, Baiq Hilya Kholida
Hipertensi merupakan determinan utama untuk terjadinya stroke pada populasi penduduk di daerah pesisir. Hal ini terutama terkait dengan pola diet tinggi garam sodium sehari-hari yang dimiliki oleh populasi penduduk di daerah tersebut. Konsumsi garam sodium > 5 gram/hari secara kronik akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi. Mengingat ikan laut secara alami memiliki kadar sodium yang cukup tinggi dan dapat mengalami peningkatan kadar sodium selama proses pengolahan, maka konsumsi ikan laut secara kronik dapat dipertimbangkan sebagai faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dan stroke. Secara patofisiologik, kadar sodium yang tinggi dalam waktu yang lama menyebabkan terjadinya disfungsi pressure natriuresis, suatu kondisi yang mendasari terjadinya hipertensi. Kondisi hipertensi tersebut selanjutnya akan menginduksi terjadinya perubahan struktur dinding pembuluh darah otak yang menunjang untuk terjadinya stroke. Mengingat secara ekonomi, penggunaan garam sodium untuk proses pengawetan, modifikasi rasa, dan modifikasi warna dan tekstur makanan produk hasil laut, termasuk ikan laut, sangat murah, sedangkan ketersediaan bahan-bahan pengganti garam sodium untuk tujuan tersebut relatif mahal dan tidak selalu tersedia, maka upaya edukasi pada masyarakat daerah pesisir terkait kontrol konsumsi garam sodium harian sebagai upaya pencegahan stroke menjadi tantangan tersendiri bagi pemegang kebijakan kesehatan setempat.
{"title":"Hipertensi Sebagai Determinan Utama untuk Peningkatan Risiko Stroke pada Populasi Penduduk di Daerah Pesisir","authors":"Herpan Syafii Harahap, Ilsa Hunaifi, Ghalvan sahidu, Stephanie Elizabeth Gunawan, Setyawati Asih Putri, Ni Nyoman Ayu Susilawati, Baiq Hilya Kholida","doi":"10.29303/jku.v11i1.641","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i1.641","url":null,"abstract":"Hipertensi merupakan determinan utama untuk terjadinya stroke pada populasi penduduk di daerah pesisir. Hal ini terutama terkait dengan pola diet tinggi garam sodium sehari-hari yang dimiliki oleh populasi penduduk di daerah tersebut. Konsumsi garam sodium > 5 gram/hari secara kronik akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi. Mengingat ikan laut secara alami memiliki kadar sodium yang cukup tinggi dan dapat mengalami peningkatan kadar sodium selama proses pengolahan, maka konsumsi ikan laut secara kronik dapat dipertimbangkan sebagai faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dan stroke. Secara patofisiologik, kadar sodium yang tinggi dalam waktu yang lama menyebabkan terjadinya disfungsi pressure natriuresis, suatu kondisi yang mendasari terjadinya hipertensi. Kondisi hipertensi tersebut selanjutnya akan menginduksi terjadinya perubahan struktur dinding pembuluh darah otak yang menunjang untuk terjadinya stroke. Mengingat secara ekonomi, penggunaan garam sodium untuk proses pengawetan, modifikasi rasa, dan modifikasi warna dan tekstur makanan produk hasil laut, termasuk ikan laut, sangat murah, sedangkan ketersediaan bahan-bahan pengganti garam sodium untuk tujuan tersebut relatif mahal dan tidak selalu tersedia, maka upaya edukasi pada masyarakat daerah pesisir terkait kontrol konsumsi garam sodium harian sebagai upaya pencegahan stroke menjadi tantangan tersendiri bagi pemegang kebijakan kesehatan setempat.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"35 4","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120995327","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ayu Niti Wedayani Anak Agung, Novia Andansari Putri Restuningdyah, Rabsanjani
Latar Belakang : Kanker kepala dan leher mencakup berbagai kelompok tumor biasa yang seringkali agresif dalam perilaku biologis mereka. Selain itu pasien dengan kanker kepala dan leher sering berkembang menjadi tumor primer kedua. Tumor ini terjadi pada tingkat tahunan sebesar 3%-7% dan 50%-75% dari kanker baru seperti terjadi di saluran aerodigestive atas atau paru-paru.4 Massa leher dapat menjadi situasi yang membingungkan dan menantang, terutama pada pelayanan primer. Teknik MRI biasanya digunakan untuk evaluasi pengobatan, Ringkasan Kasus : Seorang laki-laki berusia 66 tahun datang ke poliklinik onkologi dengan keluhan utama leher membesar terus-menerus sejak 6 bulan. Pasien tidak memiliki riwayat keganasan sebelumnya. Pada MRI didapatkan Lesi pertama masih mungkin suatu STT colli dengan perluasan pada submandibular kiri, pterygoideus muscle kiri, sinus maxilaris kiri, infiltrasi optic chiasm kiri, CPA kiri, retroorbital kiri. Lesi kedua masih mungkin swat sphenoid wing meningioma kiri.
{"title":"Laporan Kasus : Modalitas Radiologi Pada Tumor Colli Sinisitra","authors":"Ayu Niti Wedayani Anak Agung, Novia Andansari Putri Restuningdyah, Rabsanjani","doi":"10.29303/jku.v11i1.669","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i1.669","url":null,"abstract":"Latar Belakang : Kanker kepala dan leher mencakup berbagai kelompok tumor biasa yang seringkali agresif dalam perilaku biologis mereka. Selain itu pasien dengan kanker kepala dan leher sering berkembang menjadi tumor primer kedua. Tumor ini terjadi pada tingkat tahunan sebesar 3%-7% dan 50%-75% dari kanker baru seperti terjadi di saluran aerodigestive atas atau paru-paru.4 Massa leher dapat menjadi situasi yang membingungkan dan menantang, terutama pada pelayanan primer. Teknik MRI biasanya digunakan untuk evaluasi pengobatan, \u0000Ringkasan Kasus : Seorang laki-laki berusia 66 tahun datang ke poliklinik onkologi dengan keluhan utama leher membesar terus-menerus sejak 6 bulan. Pasien tidak memiliki riwayat keganasan sebelumnya. Pada MRI didapatkan Lesi pertama masih mungkin suatu STT colli dengan perluasan pada submandibular kiri, pterygoideus muscle kiri, sinus maxilaris kiri, infiltrasi optic chiasm kiri, CPA kiri, retroorbital kiri. Lesi kedua masih mungkin swat sphenoid wing meningioma kiri.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122145574","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Faris Rizki Ardhan, Catarina Budyono, Rifana Cholidah
Pendahuluan: Berdasarkan penelitian dari Arab Saudi prevalensi GERD 23,5 - 45,4%. Prevalensi GERD mahasiswa umum di Arab Saudi didapatkan 23,8%. Adapun data prevalensi pada mahasiswa kesehatan di Arab Saudi yaitu 28,6% dan GERD pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala sebesar 17,9%. Di Indonesia belum ada data mengenai prevalensi GERD, namun studi yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menyatakan bahwa adanya peningkatan prevalensi pasien GERD. Salah satu faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian GERD adalah pola makan makan yang buruk. Metode: Penelitian dengan metode age and sex match case control. Sampel penelitian adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Teknik pengambilan sampel consecutive sampling. Analisis data dilakukan dengan uji Chi Square. Hasil: Dari 118 mahasiswa didapatkan 43 orang dengan pola makan baik dan 16 orang dengan pola makan buruk pada kelompok kasus sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan 52 orang dengan pola makan baik dan 7 orang dengan pola makan buruk. Analisis yang digunakan yaitu uji Chi Square menunjukan terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian Gastroesophageal Reflux Disease (p=0,036) dan didapatkan odds ratio pola makan terhadap GERD (OR 2,764 CI 95% 1,042 – 7,334) Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian Gastroesophageal Reflux Disease pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Kata Kunci: GERD, Pola Makan, Mahasiswa Kedokteran
{"title":"Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastroesophageal Reflux Disease pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mataram","authors":"Faris Rizki Ardhan, Catarina Budyono, Rifana Cholidah","doi":"10.29303/jku.v11i1.647","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i1.647","url":null,"abstract":"Pendahuluan: Berdasarkan penelitian dari Arab Saudi prevalensi GERD 23,5 - 45,4%. Prevalensi GERD mahasiswa umum di Arab Saudi didapatkan 23,8%. Adapun data prevalensi pada mahasiswa kesehatan di Arab Saudi yaitu 28,6% dan GERD pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala sebesar 17,9%. Di Indonesia belum ada data mengenai prevalensi GERD, namun studi yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menyatakan bahwa adanya peningkatan prevalensi pasien GERD. Salah satu faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian GERD adalah pola makan makan yang buruk. \u0000Metode: Penelitian dengan metode age and sex match case control. Sampel penelitian adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Teknik pengambilan sampel consecutive sampling. Analisis data dilakukan dengan uji Chi Square. \u0000Hasil: Dari 118 mahasiswa didapatkan 43 orang dengan pola makan baik dan 16 orang dengan pola makan buruk pada kelompok kasus sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan 52 orang dengan pola makan baik dan 7 orang dengan pola makan buruk. Analisis yang digunakan yaitu uji Chi Square menunjukan terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian Gastroesophageal Reflux Disease (p=0,036) dan didapatkan odds ratio pola makan terhadap GERD (OR 2,764 CI 95% 1,042 – 7,334) \u0000Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian Gastroesophageal Reflux Disease pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. \u0000Kata Kunci: GERD, Pola Makan, Mahasiswa Kedokteran","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130651903","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Prasenohadi, Muhamad Iman Nugraha, Aisyah Ayu Syafitri
Ventilasi mekanis adalah suatu alat bantu pernapasan yang digunakan untuk memberikan oksigen dengan tekanan positif. Ventilasi mekanis diindikasikan pada pasien dengan gagal napas akut berat ataupun pada pasien yang mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Penggunaan ventilasi mekanis jangka panjang merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada pasien yang di rawat di Respiratory Intensive Care Unit (RICU). Penyapihan ventilasi mekanis merupakan tujuan akhir penggunaan ventilasi mekanis. Proses penyapihan dengan menggunakan kanul hidung arus tinggi dapat mengurangi risiko terjadinya kejadian kegagalan penyapihan dan mengurangi risiko terjadinya reintubasi pasien. Kami melaporkan kasus seseorang dengan diagnosis sindrom obstruksi pasca infeksi tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik dengan gagal napas hiperkapnia disertai dengan penurunan kesadaran akibat keracunan CO2 dan digunakan ventilasi mekanis sebagai tatalaksana. Kanula hidung arus tinggi digunakan pada pasien sebagai bagian dari proses penyapihan ventilasi mekanis. Penggunan kanula hidung arus tinggi (KHAT) diperuntukkan untuk mempercepat proses penyapihan dan mengurangi risiko terjadinya reintubasi pada pasien.
{"title":"Penggunaan Penggunaan Kanula Hidung Arus Tinggi (KHAT) Untuk Proses Penyapihan Ventilasi Mekanis pada Pasien Penyakit Paru Kronik (Laporan Kasus)","authors":"Prasenohadi, Muhamad Iman Nugraha, Aisyah Ayu Syafitri","doi":"10.29303/jku.v11i1.643","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i1.643","url":null,"abstract":"Ventilasi mekanis adalah suatu alat bantu pernapasan yang digunakan untuk memberikan oksigen dengan tekanan positif. Ventilasi mekanis diindikasikan pada pasien dengan gagal napas akut berat ataupun pada pasien yang mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Penggunaan ventilasi mekanis jangka panjang merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada pasien yang di rawat di Respiratory Intensive Care Unit (RICU). Penyapihan ventilasi mekanis merupakan tujuan akhir penggunaan ventilasi mekanis. Proses penyapihan dengan menggunakan kanul hidung arus tinggi dapat mengurangi risiko terjadinya kejadian kegagalan penyapihan dan mengurangi risiko terjadinya reintubasi pasien. Kami melaporkan kasus seseorang dengan diagnosis sindrom obstruksi pasca infeksi tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik dengan gagal napas hiperkapnia disertai dengan penurunan kesadaran akibat keracunan CO2 dan digunakan ventilasi mekanis sebagai tatalaksana. Kanula hidung arus tinggi digunakan pada pasien sebagai bagian dari proses penyapihan ventilasi mekanis. Penggunan kanula hidung arus tinggi (KHAT) diperuntukkan untuk mempercepat proses penyapihan dan mengurangi risiko terjadinya reintubasi pada pasien.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132743867","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
I. Primayanti, Ario Danianto, Rizkinov Jumsa, NN Geriputri, Marie Yuni Andari
Preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian utama kematian ibu disamping perdarahan dan infeksi. Meningkatnya angka kejadian preeklamsia tentu saja menjadi permasalahan ditengah meningkatnya upaya pelayanan kesehatan maternal yang dilakukan. Faktor risiko kejadian preeklamsia dapat ditemukan melalui pengkajian riwayat dan pemeriksaan khusus pada kunjungan antenatal care. Melalui deteksi dini tentang faktor risiko kejadian preeklamsia diharapkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal dapat dicegah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi guna mendapatkan gambaran epidemiologis faktor risiko kejadian preeklamsia pada ibu hamil. Desain penelitian adalah deskriptif observasional dengan pendekatan potong lintang. Selama periode Juli - November 2021dengan subjek penelitian adalah ibu hamil trimester kedua dengan cara wawancara terpimpin disertai dengan pemeriksaan tekanan darah dan pemeriksaan proteinuri melalui tes celup sederhana. Besar sampel pada penelitian ini sebanyak 52 responden dengan teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Hasil penelitian didapatkan faktor risiko sedang preeklamsia terbanyak adalah Mean Arterial Pressure (MAP) >90mmHg yaitu 17 responden (32,7%), sedangkan pada faktor risiko tinggi preeklamsia didapatkan faktor terbanyak adalah riwayat hipertensi kronik yaitu 2 responden (3,8%).
{"title":"GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FAKTOR RISIKO PREEKLAMSIA PADA IBU HAMIL","authors":"I. Primayanti, Ario Danianto, Rizkinov Jumsa, NN Geriputri, Marie Yuni Andari","doi":"10.29303/jku.v11i1.624","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i1.624","url":null,"abstract":"Preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian utama kematian ibu disamping perdarahan dan infeksi. Meningkatnya angka kejadian preeklamsia tentu saja menjadi permasalahan ditengah meningkatnya upaya pelayanan kesehatan maternal yang dilakukan. Faktor risiko kejadian preeklamsia dapat ditemukan melalui pengkajian riwayat dan pemeriksaan khusus pada kunjungan antenatal care. Melalui deteksi dini tentang faktor risiko kejadian preeklamsia diharapkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal dapat dicegah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi guna mendapatkan gambaran epidemiologis faktor risiko kejadian preeklamsia pada ibu hamil. Desain penelitian adalah deskriptif observasional dengan pendekatan potong lintang. Selama periode Juli - November 2021dengan subjek penelitian adalah ibu hamil trimester kedua dengan cara wawancara terpimpin disertai dengan pemeriksaan tekanan darah dan pemeriksaan proteinuri melalui tes celup sederhana. Besar sampel pada penelitian ini sebanyak 52 responden dengan teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Hasil penelitian didapatkan faktor risiko sedang preeklamsia terbanyak adalah Mean Arterial Pressure (MAP) >90mmHg yaitu 17 responden (32,7%), sedangkan pada faktor risiko tinggi preeklamsia didapatkan faktor terbanyak adalah riwayat hipertensi kronik yaitu 2 responden (3,8%).","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"61 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126221011","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Dermatitis seboroik adalah inflamasi kronis kulit berulang yang bermanifestasi sebagai makula atau plak eritematosa berbatas tegas dengan skuama berwarna kuning-putih berminyak yang disertai dengan pruritus. Kondisi ini biasanya terjadi sebagai respons inflamasi terhadap spesies Malassezia dan cenderung terjadi pada area dengan banyak glandula sebasea. Dermatitis seboroik pada anak sering terjadi pada area kulit kepala, alis, kulit di belakang telinga, diaper area, lipatan kulit di leher dan di bawah lengan. Berbagai faktor intrinsik dan lingkungan, seperti sekresi glandula sebasea, kolonisasi jamur kulit dan kerentanan individu semuanya berkontribusi pada patogenesis dermatitis seboroik. Kami membahas sebuah kasus mengenai seorang anak berusia 5 tahun dengan klinis hidrosefalus dan gizi buruk disertai dengan keluhan tampak ketombe dengan warna kekuningan yang sifatnya hilang timbul. Awalnya terlihat bercak kemerahan pada tengkuk pasien bagian kiri yang semakin lama menyebar ke kedua sisi. Selang 1-2 hari kemerahan tersebut menjadi ketombe yang kekuningan dan rapuh. Keluhan tersebut mulai timbul ketika kepala pasien semakin membesar sehingga pasien tampak sulit untuk menggerakan kepalanya. Deskripsi lesi pada area kulit kepala bagian belakang sampai lipatan leher berupa lesi makula eritema berjumlah soliter, berbentuk plakat, berbatas tegas, ireguler, tersebar regional di regio servikalis posterior, disertai dengan skuama tipis kekuning-kuningan dan berminyak. Pasien didiagnosa kerja dengan dermatitis seboroik. Penting untuk mengetahui faktor risiko dan tatalaksana pada kasus dermatitis seboroik untuk mencegah kekambuhan. Kata kunci : dermatitis seboroik, gizi buruk, imunokompromais
{"title":"SEBOROIC DERMATITIS IN CHILDREN WITH HYDROCEPHALUS AND MALNUTRITION: HOW IS THE CORRELATION ?","authors":"Sintya Dwi Cahyani, Dedianto Hidajat","doi":"10.29303/jku.v11i1.646","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i1.646","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Dermatitis seboroik adalah inflamasi kronis kulit berulang yang bermanifestasi sebagai makula atau plak eritematosa berbatas tegas dengan skuama berwarna kuning-putih berminyak yang disertai dengan pruritus. Kondisi ini biasanya terjadi sebagai respons inflamasi terhadap spesies Malassezia dan cenderung terjadi pada area dengan banyak glandula sebasea. Dermatitis seboroik pada anak sering terjadi pada area kulit kepala, alis, kulit di belakang telinga, diaper area, lipatan kulit di leher dan di bawah lengan. Berbagai faktor intrinsik dan lingkungan, seperti sekresi glandula sebasea, kolonisasi jamur kulit dan kerentanan individu semuanya berkontribusi pada patogenesis dermatitis seboroik. Kami membahas sebuah kasus mengenai seorang anak berusia 5 tahun dengan klinis hidrosefalus dan gizi buruk disertai dengan keluhan tampak ketombe dengan warna kekuningan yang sifatnya hilang timbul. Awalnya terlihat bercak kemerahan pada tengkuk pasien bagian kiri yang semakin lama menyebar ke kedua sisi. Selang 1-2 hari kemerahan tersebut menjadi ketombe yang kekuningan dan rapuh. Keluhan tersebut mulai timbul ketika kepala pasien semakin membesar sehingga pasien tampak sulit untuk menggerakan kepalanya. Deskripsi lesi pada area kulit kepala bagian belakang sampai lipatan leher berupa lesi makula eritema berjumlah soliter, berbentuk plakat, berbatas tegas, ireguler, tersebar regional di regio servikalis posterior, disertai dengan skuama tipis kekuning-kuningan dan berminyak. Pasien didiagnosa kerja dengan dermatitis seboroik. Penting untuk mengetahui faktor risiko dan tatalaksana pada kasus dermatitis seboroik untuk mencegah kekambuhan. \u0000 \u0000Kata kunci : dermatitis seboroik, gizi buruk, imunokompromais","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"47 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132830644","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Behçet’s disease adalah kelainan langka dan menyebabkan vaskulitis sistemik dengan manifestasi klinis yang melibatkan multiorgan. Kelainan ini umumnya ditemukan pada negara-negara di sepanjang jalur sutra terutama negara di Timur Tengah. Turki merupakan salah satu negara dengan prevalensi yang tinggi. Penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti, namun kombinasi faktor genetik berupa keterlibatan gen HLA-B51 dan faktor lingkungan berupa infeksi virus herpes simpleks atau bakteri spesies Streptococcus turut berperan dalam mencetus penyakit ini. Manifestasi klinis multiorgan yang paling sering ditunjukkan pada penyakit ini meliputi ulserasi oral, ulkus genital, uveitis, tromboflebitis superfisial dan lain sebagainya. Diagnosis kasus dilakukan berdasarkan kriteria klinis dengan instrumen yang digunakan saat ini merujuk pada International Criteria for Behcet’s Disease . Tatalaksana yang diberikan pada penyakit ini bergantung pada manifestasi klinis yang muncul dengan tujuan terapi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Beberapa komplikasi dari penyakit ini seperti kebutaan akibat uveitis yang tidak segera mendapat pengobatan bahkan kematian akibat aneurisma arteri pulmonalis. Prognosis yang buruk ditemukan pada pasien dengan manifestasi klinis tertentu.
{"title":"BEHCET DISEASE : MENGENALI VASKULITIS SISTEMIK LANGKA MULAI DARI AWITAN HINGGA TATALAKSANA","authors":"Nofiana Ayu Risqiana Sari, Diajeng Aesya Mutiara Firdausy, Ima Arum Lestarini","doi":"10.29303/jku.v11i1.581","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i1.581","url":null,"abstract":"Behçet’s disease adalah kelainan langka dan menyebabkan vaskulitis sistemik dengan manifestasi klinis yang melibatkan multiorgan. Kelainan ini umumnya ditemukan pada negara-negara di sepanjang jalur sutra terutama negara di Timur Tengah. Turki merupakan salah satu negara dengan prevalensi yang tinggi. Penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti, namun kombinasi faktor genetik berupa keterlibatan gen HLA-B51 dan faktor lingkungan berupa infeksi virus herpes simpleks atau bakteri spesies Streptococcus turut berperan dalam mencetus penyakit ini. Manifestasi klinis multiorgan yang paling sering ditunjukkan pada penyakit ini meliputi ulserasi oral, ulkus genital, uveitis, tromboflebitis superfisial dan lain sebagainya. Diagnosis kasus dilakukan berdasarkan kriteria klinis dengan instrumen yang digunakan saat ini merujuk pada International Criteria for Behcet’s Disease . Tatalaksana yang diberikan pada penyakit ini bergantung pada manifestasi klinis yang muncul dengan tujuan terapi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Beberapa komplikasi dari penyakit ini seperti kebutaan akibat uveitis yang tidak segera mendapat pengobatan bahkan kematian akibat aneurisma arteri pulmonalis. Prognosis yang buruk ditemukan pada pasien dengan manifestasi klinis tertentu.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"198 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116477764","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Latar belakang: Pemeriksaan ENMG (Elektroneuromiografi) adalah pemeriksaan yang sangat berguna untuk menegakkan diagnosis penyakit sistem saraf perifer. Pemeriksaan ini merupakan kombinasi antara pemeriksaan elektroneurografi (ENG) dan elektromiografi (EMG). Elektroneurografi (ENG) disebut juga sebagai pemeriksaan konduksi saraf, yang mencakup pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) motoris, sensoris dan respon lambat. Abnormalitas dari KHS dan cetus potensial (evoked potentials) dapat mengungkapkan patofisiologi yang mendasari gangguan saraf tepi. Dengan pemeriksaan klinis yang baik, pemeriksaan ENMG akan membantu mempersempit diagnosis banding yang ada. Pemeriksaan ini membantu menentukan diagnosis topis, patologis dan prognosis kelainan susunan saraf tepi. Metode: Jenis penelitian ini adalah Studi deskriptif observasional dari rekam medik pasien untuk mengetahui profil dan hasil pemeriksaan pasien yang menjalani pemeriksaan elektroneurografi di Poli rawat jalan Rumah Sakit Universitas Mataram. Pengambilan sampel berupa data rekam medis dari 1 Januari 2020 – 31 Desember 2020 dengan jumlah sampel 40 orang. Data hasil penelitian akan dimasukan dan disajikan dalam tabel dan gambar. Kemudian tabel dan gambar tersebut akan dianalisis. Hasil: Pasien sebagai subjek penelitian terbanyak adalah Laki-laki sebanyak 27 orang (67.5%). Pasien yang memiliki berat badan terbanyak dengan rentang berat badan 51-100 kg sebanyak 30 orang (75%). Untuk tinggi badan terbanyak dari sampel adalah di rentang 150-200 cm dengan jumlah 34 orang (85%). Pasien terbanyak adalah dengan keluhan non-trauma sebanyak 34 orang (85%). Jumlah pasien yang terbanyak adalah polineuropati dengan jumlah sebanyak 22 orang (55%). Kesimpulan: Dari penelitian ini didapatkan pasien yang melakukan pemeriksaan elektroneurografi pada Poli Saraf Universitas Mataram memiliki karakteristik dan hasil pemeriksaan yang sangat bervariasi.
{"title":"Karakteristik Pasien Pada Pemeriksaan Elektroneurografi di Rumah Sakit Universitas Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode Januari 2020 Hingga Desember 2020","authors":"Ghalvan Sahidu, Ilsa Hunaifi, Herpan Syafii Harahap, Decky Aditya Zulkarnaen","doi":"10.29303/jku.v11i1.603","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i1.603","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Latar belakang: Pemeriksaan ENMG (Elektroneuromiografi) adalah pemeriksaan yang sangat berguna untuk menegakkan diagnosis penyakit sistem saraf perifer. Pemeriksaan ini merupakan kombinasi antara pemeriksaan elektroneurografi (ENG) dan elektromiografi (EMG). Elektroneurografi (ENG) disebut juga sebagai pemeriksaan konduksi saraf, yang mencakup pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) motoris, sensoris dan respon lambat. Abnormalitas dari KHS dan cetus potensial (evoked potentials) dapat mengungkapkan patofisiologi yang mendasari gangguan saraf tepi. Dengan pemeriksaan klinis yang baik, pemeriksaan ENMG akan membantu mempersempit diagnosis banding yang ada. Pemeriksaan ini membantu menentukan diagnosis topis, patologis dan prognosis kelainan susunan saraf tepi. \u0000Metode: Jenis penelitian ini adalah Studi deskriptif observasional dari rekam medik pasien untuk mengetahui profil dan hasil pemeriksaan pasien yang menjalani pemeriksaan elektroneurografi di Poli rawat jalan Rumah Sakit Universitas Mataram. Pengambilan sampel berupa data rekam medis dari 1 Januari 2020 – 31 Desember 2020 dengan jumlah sampel 40 orang. Data hasil penelitian akan dimasukan dan disajikan dalam tabel dan gambar. Kemudian tabel dan gambar tersebut akan dianalisis. \u0000Hasil: Pasien sebagai subjek penelitian terbanyak adalah Laki-laki sebanyak 27 orang (67.5%). Pasien yang memiliki berat badan terbanyak dengan rentang berat badan 51-100 kg sebanyak 30 orang (75%). Untuk tinggi badan terbanyak dari sampel adalah di rentang 150-200 cm dengan jumlah 34 orang (85%). Pasien terbanyak adalah dengan keluhan non-trauma sebanyak 34 orang (85%). Jumlah pasien yang terbanyak adalah polineuropati dengan jumlah sebanyak 22 orang (55%). \u0000Kesimpulan: Dari penelitian ini didapatkan pasien yang melakukan pemeriksaan elektroneurografi pada Poli Saraf Universitas Mataram memiliki karakteristik dan hasil pemeriksaan yang sangat bervariasi.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"222 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115648101","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
I Dewa Bagus Ketut Widya Pramana, Ario Danianto, Rifana Cholidah
Pendahuluan: Obesitas merupakan gangguan metabolisme lemak akibat penumpukan lemak berlebih pada jaringan adiposa. Penumpukan lemak berlebih pada jaringan adiposa mengakibatkan peningkatan sekresi sitokin inflamasi yang berdampak terhadap kesehatan ibu dan bayinya. Peningkatan sitokin inflamasi dapat mengganggu aksis hipotalamus pituitari, kontraktilitas miometrium dan pematangan serviks yang berhubungan dengan usia kehamilan saat persalinan. Selain itu, peningkatan sitokin inflamasi juga menyebabkan peningkatan sistem transpor asam amino plasenta dan penurunan faktor pertumbuhan plasenta yang berhubungan dengan berat lahir bayi. Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan mengambil data menggunakan kohort ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi di Puskesmas Cakranegara pada tahun 2019 hingga 2021. Metode pengambilan sampel adalah total sampling. Hasil: Pada penelitian ini, didapatkan 243 data ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi. Didapatkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara IMT ibu hamil pada trimester satu dengan usia kehamilan saat persalinan (p=0.032). Didapatkan juga hubungan yang signifikan secara statistik antara obesitas pada kehamilan dengan kejadian prematur (p=0.029) dan kejadian postmatur (p=0.047). Peneliti tidak mendapatkan hubungan secara statistik antara IMT ibu hamil yang diukur pada trimester pertama dengan berat bayi (p=0.066). Kata Kunci: obesitas, indeks massa tubuh, usia kehamilan, berat lahir
{"title":"HUBUNGAN OBESITAS PADA KEHAMILAN DENGAN BERAT BAYI DAN USIA KEHAMILAN SAAT PERSALINAN DI PUSKESMAS CAKRANEGARA","authors":"I Dewa Bagus Ketut Widya Pramana, Ario Danianto, Rifana Cholidah","doi":"10.29303/jku.v11i1.614","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v11i1.614","url":null,"abstract":"Pendahuluan: Obesitas merupakan gangguan metabolisme lemak akibat penumpukan lemak berlebih pada jaringan adiposa. Penumpukan lemak berlebih pada jaringan adiposa mengakibatkan peningkatan sekresi sitokin inflamasi yang berdampak terhadap kesehatan ibu dan bayinya. Peningkatan sitokin inflamasi dapat mengganggu aksis hipotalamus pituitari, kontraktilitas miometrium dan pematangan serviks yang berhubungan dengan usia kehamilan saat persalinan. Selain itu, peningkatan sitokin inflamasi juga menyebabkan peningkatan sistem transpor asam amino plasenta dan penurunan faktor pertumbuhan plasenta yang berhubungan dengan berat lahir bayi. \u0000Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan mengambil data menggunakan kohort ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi di Puskesmas Cakranegara pada tahun 2019 hingga 2021. Metode pengambilan sampel adalah total sampling. \u0000Hasil: Pada penelitian ini, didapatkan 243 data ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi. Didapatkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara IMT ibu hamil pada trimester satu dengan usia kehamilan saat persalinan (p=0.032). Didapatkan juga hubungan yang signifikan secara statistik antara obesitas pada kehamilan dengan kejadian prematur (p=0.029) dan kejadian postmatur (p=0.047). Peneliti tidak mendapatkan hubungan secara statistik antara IMT ibu hamil yang diukur pada trimester pertama dengan berat bayi (p=0.066). \u0000Kata Kunci: obesitas, indeks massa tubuh, usia kehamilan, berat lahir","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"52 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131781467","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}