Pub Date : 2019-06-21DOI: 10.23955/RKL.V14I1.13547
Nur Ihda Farihatin Nisa, A. Altway, S. Susianto
Emisi karbondioksida ke atmosfer dianggap sebagai penyebab utama perubahan iklim, termasuk pemanasan global dan permasalahan pertanian. Berbagai teknologi pemisahan CO2 banyak dikembangkan. Absorpsi kimia adalah teknologi pemisahan yang paling efektif dan banyak digunakan dalam industri kimia maupun petrokimia. Dimana pelarut yang telah digunakan dapat di regenerasi kembali di kolom stripper. Stripping adalah proses regenerasi termal pelarut dimana larutan tersebut dikontakkan dengan pelarut gas yang tidak larut terhadap cairan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan simulasi unit stripping CO2 dalam packed column skala industri dengan mengestimasi kinerja unit stripping CO2 yang dinyatakan dengan % efisiensi kolom stripping dan komposisi gas yang keluar dari stripper. Simulasi dilakukan secara teoritis dengan mengembangkan model matematis untuk proses stripping CO2 dalam packed column skala industri. Selanjutnya hasil simulasi divalidasi dengan data riil pada salah satu industri pupuk di Indonesia. Variabel-variabel yang digunakan adalah tekanan operasi kolom, temperatur rich solution dan laju steam. Hasil simulasi untuk tekanan stripper 2,56 atm dengan laju rich solution 2943316 kg/jam dan temperatur rich solution 390 K menunjukkan CO2 (% mol) 99,038%, sedangkan data pabrik menunjukkan 97,5862%.
{"title":"Simulasi Unit Stripping CO2 Dalam Packed Column Skala Industri Dengan Kondisi Non-Isothermal","authors":"Nur Ihda Farihatin Nisa, A. Altway, S. Susianto","doi":"10.23955/RKL.V14I1.13547","DOIUrl":"https://doi.org/10.23955/RKL.V14I1.13547","url":null,"abstract":"Emisi karbondioksida ke atmosfer dianggap sebagai penyebab utama perubahan iklim, termasuk pemanasan global dan permasalahan pertanian. Berbagai teknologi pemisahan CO2 banyak dikembangkan. Absorpsi kimia adalah teknologi pemisahan yang paling efektif dan banyak digunakan dalam industri kimia maupun petrokimia. Dimana pelarut yang telah digunakan dapat di regenerasi kembali di kolom stripper. Stripping adalah proses regenerasi termal pelarut dimana larutan tersebut dikontakkan dengan pelarut gas yang tidak larut terhadap cairan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan simulasi unit stripping CO2 dalam packed column skala industri dengan mengestimasi kinerja unit stripping CO2 yang dinyatakan dengan % efisiensi kolom stripping dan komposisi gas yang keluar dari stripper. Simulasi dilakukan secara teoritis dengan mengembangkan model matematis untuk proses stripping CO2 dalam packed column skala industri. Selanjutnya hasil simulasi divalidasi dengan data riil pada salah satu industri pupuk di Indonesia. Variabel-variabel yang digunakan adalah tekanan operasi kolom, temperatur rich solution dan laju steam. Hasil simulasi untuk tekanan stripper 2,56 atm dengan laju rich solution 2943316 kg/jam dan temperatur rich solution 390 K menunjukkan CO2 (% mol) 99,038%, sedangkan data pabrik menunjukkan 97,5862%. ","PeriodicalId":17979,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41973713","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
AbstrakPermukiman adalah kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna. Lokasi permukiman penduduk dapat bermacam-macam termasuk diantaranya di sekitar daerah aliran sungai (DAS). Salah satu permasalahan dalam daerah permukiman di sekitar DAS terlebih permukiman padat penduduk adalah air limbah domestik. Dalam air limbah domestik terdapat bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya termasuk di dalamnya logam berat. Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Pengukuran logam berat dalam air sungai di sekitar daerah permukiman merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat pencemaran dalam sungai tersebut. Pengukuran kadar logam berat dalam sampel air sungai dilaksanakan dengan menggunakan alat Flame Atomic Absorption Spectrometry –FAAS (AAS) dengan menggunakan sistem atomisasi nyala. Pengukuran dengan AAS membutuhkan lampu katoda dan panjang gelombang yang spesifik untuk masing-masing logam berat. Kualitas air sungai DAS Cisadane daerah permukiman dengan lokasi sampling Jembatan Pancasan Kabupaten Bogor dilihat dari kadar logam berat Pb, Cd, Cr, Cu, Co, Fe, Ni dan Mn, masih cukup baik karena kadar logam-logam berat tersebut masih dibawah ambang batas kadar maksimum berdasarkan mutu air kelas II sesuai Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kata kunci : limbah, kualitas air sungai, permukiman, logam berat
{"title":"KONSENTRASI LOGAM BERAT DARI DAERAH PERMUKIMAN DI SUNGAI CISADANE","authors":"Susi Sulistia","doi":"10.29122/jrl.v11i2.3440","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jrl.v11i2.3440","url":null,"abstract":"AbstrakPermukiman adalah kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna. Lokasi permukiman penduduk dapat bermacam-macam termasuk diantaranya di sekitar daerah aliran sungai (DAS). Salah satu permasalahan dalam daerah permukiman di sekitar DAS terlebih permukiman padat penduduk adalah air limbah domestik. Dalam air limbah domestik terdapat bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya termasuk di dalamnya logam berat. Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Pengukuran logam berat dalam air sungai di sekitar daerah permukiman merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat pencemaran dalam sungai tersebut. Pengukuran kadar logam berat dalam sampel air sungai dilaksanakan dengan menggunakan alat Flame Atomic Absorption Spectrometry –FAAS (AAS) dengan menggunakan sistem atomisasi nyala. Pengukuran dengan AAS membutuhkan lampu katoda dan panjang gelombang yang spesifik untuk masing-masing logam berat. Kualitas air sungai DAS Cisadane daerah permukiman dengan lokasi sampling Jembatan Pancasan Kabupaten Bogor dilihat dari kadar logam berat Pb, Cd, Cr, Cu, Co, Fe, Ni dan Mn, masih cukup baik karena kadar logam-logam berat tersebut masih dibawah ambang batas kadar maksimum berdasarkan mutu air kelas II sesuai Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kata kunci : limbah, kualitas air sungai, permukiman, logam berat","PeriodicalId":17979,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan","volume":"21 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83201330","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Pembangunan rel kereta api memberi dampak positif dalam peningkatan transportasi tetapi disisi lain ada dampak negatif pada waktu proses pembangunannya yaitu pada waktu pembersihan lahan. Dampak ini berupapencemaran udara yang diakibatkan adanya kegiatan pembersihan lahandan transportasi material untuk melaksanakan pembersihan lahan maupunhasil dari kegiatan ini. Gangguan kesehatan misalnya ISPA (Infeksi SaluranPernafasan Atas), kanker pada paru-paru atau organ tubuh lainnya, penyakitpada saluran tenggorokan yang bersifat akut maupun kronis. Survei kuesioner dan wawancara tentang kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan yang terdiri atas pola penyakit, tempat berobat responden, sumber air bersih, kepemilikan MCK (Mandi Cuci Kakus) dan kebiasaan membuang sampah telah dilakukan terhadap 420 responden masyarakat yang bertempat tinggal disepanjang jalur rel koridor Jakarta-Surabaya. Berdasarkan hasil survai tersebut dan konsentrasi pencemar di udara maka telah dihitung penambahan jumlah penderita ISPA akibat pencemaran udara dari kegiatan pembersihan lahan dalam pembangunan rel kereta api.Kata kunci : pencemaran udara, ISPA (infeksi saluran pernafasan atas),MCK (mandi cuci kakus)
{"title":"PENAMBAHAN PENDERITA ISPA AKIBAT PENCEMARAN UDARA DARI KEGIATAN PEMBERSIHAN LAHAN DALAM PEMBANGUNAN REL KERETA API","authors":"Taty Heraningsih, Arie Heralambang","doi":"10.29122/jrl.v11i2.3441","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jrl.v11i2.3441","url":null,"abstract":"Abstrak Pembangunan rel kereta api memberi dampak positif dalam peningkatan transportasi tetapi disisi lain ada dampak negatif pada waktu proses pembangunannya yaitu pada waktu pembersihan lahan. Dampak ini berupapencemaran udara yang diakibatkan adanya kegiatan pembersihan lahandan transportasi material untuk melaksanakan pembersihan lahan maupunhasil dari kegiatan ini. Gangguan kesehatan misalnya ISPA (Infeksi SaluranPernafasan Atas), kanker pada paru-paru atau organ tubuh lainnya, penyakitpada saluran tenggorokan yang bersifat akut maupun kronis. Survei kuesioner dan wawancara tentang kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan yang terdiri atas pola penyakit, tempat berobat responden, sumber air bersih, kepemilikan MCK (Mandi Cuci Kakus) dan kebiasaan membuang sampah telah dilakukan terhadap 420 responden masyarakat yang bertempat tinggal disepanjang jalur rel koridor Jakarta-Surabaya. Berdasarkan hasil survai tersebut dan konsentrasi pencemar di udara maka telah dihitung penambahan jumlah penderita ISPA akibat pencemaran udara dari kegiatan pembersihan lahan dalam pembangunan rel kereta api.Kata kunci : pencemaran udara, ISPA (infeksi saluran pernafasan atas),MCK (mandi cuci kakus)","PeriodicalId":17979,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan","volume":"71 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89519537","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Kebutuhan penduduk akan air bersih terutama untuk minum dan masak sangat tinggi, ini sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan. Permasalahan yang ada saat ini adalah kondisi kualitas dan kuantitas air bersih sangatlah terbatas. Salah satu pemenuhan kebutuhan akan air minum penduduk perkotaan adalah dengan mengkonsumsi air minum dalam kemasan dan air minum isi ulang. Untuk membantu masyarakat Sumbawa dalam pemenuhan sebagian kebutuhan air minum, PTL, BPPT telah membangun instalasi pengolahan air siap minum (ARSINUM) di SMK Al-Kahfi, Sumbawa. Peralatan pengolah air siap minum yang dibangun mempunyai kapasitas 10.000 liter per hari dan selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum asrama siswa juga untuk memenuhi kebutuhan air minum masyarakat sekitarnya. Untuk keberlangsungan unit ARSINUM tersebut, dibutuhkan pengelola yang dapat merawat dan mengoperasikan unit dengan baik dan memasarkan air minum hasil produksi kemasyarakat luas. Metodologi yang digunakan pada implementasi teknologi pengolahan ARSINUM adalah pengumpulan informasi, survei dan interview, observasi serta analisis SWOT. Evaluasi hasil implementasi alat pengolah ARSINUM menunjukkan bahwa diperlukan strategi pemasaran yang baik yang didukung oleh keunggulan-keunggulan unit ARSINUM, dan diperlukan sistem transportasi yang baik pula untuk mendistribusikan galon isi ARSINUM ke masyarakat. Kalau transportasi tidak direncanakan dengan baik, maka hal ini akan meningkatkan harga jual air minum. Kata kunci: teknologi pengolahan air siap minum, usaha galon air minum, engelola arsinum.
{"title":"IMPLEMENTASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR SIAP MINUM DAN PENGEMBANGAN USAHA GALON AIR SIAP MINUM Studi Kasus : Penerapan Teknologi Pengolahan Air Siap Minum Di SMK Al-Kahfi, Sumbawa","authors":"Satmoko Yudo, Amita Indah Sitomurni","doi":"10.29122/jrl.v11i2.3439","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jrl.v11i2.3439","url":null,"abstract":"Abstrak Kebutuhan penduduk akan air bersih terutama untuk minum dan masak sangat tinggi, ini sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan. Permasalahan yang ada saat ini adalah kondisi kualitas dan kuantitas air bersih sangatlah terbatas. Salah satu pemenuhan kebutuhan akan air minum penduduk perkotaan adalah dengan mengkonsumsi air minum dalam kemasan dan air minum isi ulang. Untuk membantu masyarakat Sumbawa dalam pemenuhan sebagian kebutuhan air minum, PTL, BPPT telah membangun instalasi pengolahan air siap minum (ARSINUM) di SMK Al-Kahfi, Sumbawa. Peralatan pengolah air siap minum yang dibangun mempunyai kapasitas 10.000 liter per hari dan selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum asrama siswa juga untuk memenuhi kebutuhan air minum masyarakat sekitarnya. Untuk keberlangsungan unit ARSINUM tersebut, dibutuhkan pengelola yang dapat merawat dan mengoperasikan unit dengan baik dan memasarkan air minum hasil produksi kemasyarakat luas. Metodologi yang digunakan pada implementasi teknologi pengolahan ARSINUM adalah pengumpulan informasi, survei dan interview, observasi serta analisis SWOT. Evaluasi hasil implementasi alat pengolah ARSINUM menunjukkan bahwa diperlukan strategi pemasaran yang baik yang didukung oleh keunggulan-keunggulan unit ARSINUM, dan diperlukan sistem transportasi yang baik pula untuk mendistribusikan galon isi ARSINUM ke masyarakat. Kalau transportasi tidak direncanakan dengan baik, maka hal ini akan meningkatkan harga jual air minum. Kata kunci: teknologi pengolahan air siap minum, usaha galon air minum, engelola arsinum.","PeriodicalId":17979,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan","volume":"106 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"75870661","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap air minum yangberkualitas dan kesadaran mengkonsumsi air minum yang sehat, banyak pulateknologi penyediaan air minum yang ditawarkan produsen kepada masyarakat.Mulai dari yang konvensional sampai dengan teknologi modern semuaditawarkan kepada masyarakat. Dari penyaringan biasa sampai denganpenyaringan membrane dengan disain sederhana ataupun dengan disain yangkomplek. Semua menjadi pilihan yang harus disesuaikan dengan kebutuhanmasyarakat. Penyediaan teknologi penyediaan air minum agar dapat beroperasidengan baik harus ada kontrol yang baik sehingga unit mesin penyedia air itudapat bekerja maksimal dan berkesinambungan. Kontrol pengaman aliran airumpan adalah salah satu contoh sistem kontrol pengaman yang dapat diterapkansecara mudah pada unit-unit tersebut dengan jaminan ketersediaan sukucadangnya yang bisa dibeli di kota-kota kecil. Sistem kontrol ini menggunakanpressure switch yang dikombinasikan dengan selenoid valve. Kombinasi inidengan melakukan pengaturan tekanan air akan mengamankan unit pengolahanair minum jadi unit ini tidak akan bekerja apabila tidak ada pasokan air.Kata kunci : air minum, kontrol, pressure swich, solenoid valve
{"title":"PENGAMAN LAJU AIR UMPAN UNTUK ARSINUM KAPASITAS 5M3/HARI MENGGUNAKAN PRESSURE SWITCH DAN SELENOID VALVE","authors":"I. Setiadi","doi":"10.29122/jrl.v11i2.3442","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jrl.v11i2.3442","url":null,"abstract":"Abstrak Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap air minum yangberkualitas dan kesadaran mengkonsumsi air minum yang sehat, banyak pulateknologi penyediaan air minum yang ditawarkan produsen kepada masyarakat.Mulai dari yang konvensional sampai dengan teknologi modern semuaditawarkan kepada masyarakat. Dari penyaringan biasa sampai denganpenyaringan membrane dengan disain sederhana ataupun dengan disain yangkomplek. Semua menjadi pilihan yang harus disesuaikan dengan kebutuhanmasyarakat. Penyediaan teknologi penyediaan air minum agar dapat beroperasidengan baik harus ada kontrol yang baik sehingga unit mesin penyedia air itudapat bekerja maksimal dan berkesinambungan. Kontrol pengaman aliran airumpan adalah salah satu contoh sistem kontrol pengaman yang dapat diterapkansecara mudah pada unit-unit tersebut dengan jaminan ketersediaan sukucadangnya yang bisa dibeli di kota-kota kecil. Sistem kontrol ini menggunakanpressure switch yang dikombinasikan dengan selenoid valve. Kombinasi inidengan melakukan pengaturan tekanan air akan mengamankan unit pengolahanair minum jadi unit ini tidak akan bekerja apabila tidak ada pasokan air.Kata kunci : air minum, kontrol, pressure swich, solenoid valve","PeriodicalId":17979,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan","volume":"40 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89203975","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Proses pembakaran sampah kota melalui insinerator akan menghasilkan uap panas yang bisa dimanfaatkan untuk membangkitkan energi listrik, akan tetapi pada proses ini juga menghasilkan output berupa flue gas yang didominasi oleh partikel (fly ash) dan gas beracun seperti: HCl, SO2, NOx, HF, Hg, Cd dan Dioxin. Sebelum dibuang ke udara bebas, flue gas tersebut harus diolah agar memenuhi baku mutu lingkungan. Teknologi penanganan partikel dan gas polutan tersedia dan dapat dibuat dengan berbagai kapasitas. Untuk menangani flue gas dari insinerator sampah digunakan Quencher untuk menekan laju pembentukan kembali dioksin dan furan setelah proses pembakaran, Spray Drying Absorption (SDA) untuk mengikat gas asam dan logam berat serta bag filter untuk menangkap partikel. Selain itu digunakan ID Fan dan Cerobong Asap untuk pengatasi pressure drop yang terjadi akibat pengoperasian peralatan APC dan melepas ke udara.
{"title":"TEKNOLOGI PENANGANAN EMISI GAS DARI INSINERATOR SAMPAH KOTA","authors":"Prasetiyadi Prasetiyadi, Wiharja Wiharja, S.Bayu Wahyono","doi":"10.29122/jrl.v11i2.3465","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jrl.v11i2.3465","url":null,"abstract":"Proses pembakaran sampah kota melalui insinerator akan menghasilkan uap panas yang bisa dimanfaatkan untuk membangkitkan energi listrik, akan tetapi pada proses ini juga menghasilkan output berupa flue gas yang didominasi oleh partikel (fly ash) dan gas beracun seperti: HCl, SO2, NOx, HF, Hg, Cd dan Dioxin. Sebelum dibuang ke udara bebas, flue gas tersebut harus diolah agar memenuhi baku mutu lingkungan. Teknologi penanganan partikel dan gas polutan tersedia dan dapat dibuat dengan berbagai kapasitas. Untuk menangani flue gas dari insinerator sampah digunakan Quencher untuk menekan laju pembentukan kembali dioksin dan furan setelah proses pembakaran, Spray Drying Absorption (SDA) untuk mengikat gas asam dan logam berat serta bag filter untuk menangkap partikel. Selain itu digunakan ID Fan dan Cerobong Asap untuk pengatasi pressure drop yang terjadi akibat pengoperasian peralatan APC dan melepas ke udara.","PeriodicalId":17979,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90055860","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-12-07DOI: 10.23955/RKL.V13I2.12157
D. H. Wardhani, B. Jos, A. Abdullah, S. Suherman, H. Cahyono
Cheese is one of the popular dairy products with high nutrient content. Coagulation as an important process in making cheese, wherein, the curd will be separated from the milk whey. This coagulation can use the enzyme rennet, acid, or a combination of both. This study aims to study the effect of coagulant agents on yield, protease enzyme activity, and curd texture on cheese making. Coagulant agents used are acetic acid, citric acid, lime and lemon combined with the enzyme rennet. The process begins with pasteurized milk and analyzed, the milk is pasteurized and analyzed first to obtain moisture content, density and pH. The coagulant added is 25-45% with a base of 50 ml of milk and 5 mL of the enzyme rennet. The curd formed is then separated from the whey using a filter cloth and analyzed for its water content and pH. The coagulant of acetic acid and citric acid produced a higher yield curd of 94.66% (4% acetic acid) and 93.9% (5% citric acid) compared to the highest yield of curd that can be produced by lime and lemon coagulant which is 68 72% (lemon orange 45%) and 61.84% (lime 45%). The texture of the curd formed by lime and lemon juice is more fragile than the curd texture with coagulant of acetic acid and citric acid. Each coagulant provides a diverse response to protease enzyme activity.
{"title":"Effect of Coagulants in Curd forming in Cheese Making","authors":"D. H. Wardhani, B. Jos, A. Abdullah, S. Suherman, H. Cahyono","doi":"10.23955/RKL.V13I2.12157","DOIUrl":"https://doi.org/10.23955/RKL.V13I2.12157","url":null,"abstract":"Cheese is one of the popular dairy products with high nutrient content. Coagulation as an important process in making cheese, wherein, the curd will be separated from the milk whey. This coagulation can use the enzyme rennet, acid, or a combination of both. This study aims to study the effect of coagulant agents on yield, protease enzyme activity, and curd texture on cheese making. Coagulant agents used are acetic acid, citric acid, lime and lemon combined with the enzyme rennet. The process begins with pasteurized milk and analyzed, the milk is pasteurized and analyzed first to obtain moisture content, density and pH. The coagulant added is 25-45% with a base of 50 ml of milk and 5 mL of the enzyme rennet. The curd formed is then separated from the whey using a filter cloth and analyzed for its water content and pH. The coagulant of acetic acid and citric acid produced a higher yield curd of 94.66% (4% acetic acid) and 93.9% (5% citric acid) compared to the highest yield of curd that can be produced by lime and lemon coagulant which is 68 72% (lemon orange 45%) and 61.84% (lime 45%). The texture of the curd formed by lime and lemon juice is more fragile than the curd texture with coagulant of acetic acid and citric acid. Each coagulant provides a diverse response to protease enzyme activity.","PeriodicalId":17979,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46574162","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-12-04DOI: 10.23955/RKL.V13I2.11145
T. Taharuddin, D. Iryani, Megananda Eka Wahyu
Mesocarp fiber palm oil industrial waste can be processed into pulp, but this fiber still contains oil with varying levels. The difference oil content in fiber affects the amount of cooking solution required to make mesocarp waste into pulp. This study consists of two stages, namely the pretreatment stage of oil extraction to obtain variations in oil content in the mesocarp fiber waste and the delignification stage using the NaOH-ethanol solution with the ratio of solids:solvent is varied to 1: 8, 1:10 and 1:12. Oil content of the fiber was analyzed, it is consist of 9,5% oil. To vary the oil content, the fibers are soaked in ethanol at room temperature and the levels drop to 7%. And soaking at 40°C can lower the oil content drop to 2%. The obtained pulp had the largest cellulose content 50.77% from delignified product from fiber with 7.6% oil content and solids:solvent ratio: 1:10. While the lowest lignin that was 7.39% obtained at 2.5% oil content. In the delignification process with ratio 1:12, pulp produced is decreased in cellulose content and from FTIR results it is known that it occurs because of the degraded cellulose during the delignification process.
{"title":"Influence of Oil Content on Solution Load Ethanol-Soda Delignification of Oil Palm Mesocarp Fiber","authors":"T. Taharuddin, D. Iryani, Megananda Eka Wahyu","doi":"10.23955/RKL.V13I2.11145","DOIUrl":"https://doi.org/10.23955/RKL.V13I2.11145","url":null,"abstract":"Mesocarp fiber palm oil industrial waste can be processed into pulp, but this fiber still contains oil with varying levels. The difference oil content in fiber affects the amount of cooking solution required to make mesocarp waste into pulp. This study consists of two stages, namely the pretreatment stage of oil extraction to obtain variations in oil content in the mesocarp fiber waste and the delignification stage using the NaOH-ethanol solution with the ratio of solids:solvent is varied to 1: 8, 1:10 and 1:12. Oil content of the fiber was analyzed, it is consist of 9,5% oil. To vary the oil content, the fibers are soaked in ethanol at room temperature and the levels drop to 7%. And soaking at 40°C can lower the oil content drop to 2%. The obtained pulp had the largest cellulose content 50.77% from delignified product from fiber with 7.6% oil content and solids:solvent ratio: 1:10. While the lowest lignin that was 7.39% obtained at 2.5% oil content. In the delignification process with ratio 1:12, pulp produced is decreased in cellulose content and from FTIR results it is known that it occurs because of the degraded cellulose during the delignification process.","PeriodicalId":17979,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42825336","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Synthesis of activated carbon from coconut shell waste with ZnCl2 activation using microwave heating have been carried out. Coconut shell consists of 36.51% lignin, 33.61% cellulose and 19.27% hemicellulose which causes it can be used as a precursor in the synthesis of activated carbon. The activated carbon was further characterized using Scanning Electron Microscope (SEM), Fourier Transform Infrared Spectrophotometer (FTIR) and NOVA Gas Sorption Analyzer-Quantachrome and used for the adsorption of methyl violet in aqueous solution with variation of pH, contact time and concentration of solution. The result showed that the pore of activated carbon was larger than that of the char. The optimum adsorption occurred at pH 3 and the equilibrium time was reached after 180 minutes. The Langmuir equilibrium model was more appropriate than the Freundlich equilibrium model. While the kinetics model analyzed using pseudo first order, pseudo second order, internal diffusion and external diffusion indicated that the pseudo second order was most suitable for the adsorption of methyl violet by coconut shell activated carbon.
{"title":"Adsorpsi Methyl Violet oleh Karbon Aktif dari Limbah Tempurung Kelapa dengan Aktivator ZnCl2 Menggunakan Pemanasan Gelombang Mikro","authors":"Widi Astuti, Anggelita Dwi Handayani, Diah Ayu Retnani Wulandari","doi":"10.23955/RKL.V13I2.11945","DOIUrl":"https://doi.org/10.23955/RKL.V13I2.11945","url":null,"abstract":"Synthesis of activated carbon from coconut shell waste with ZnCl2 activation using microwave heating have been carried out. Coconut shell consists of 36.51% lignin, 33.61% cellulose and 19.27% hemicellulose which causes it can be used as a precursor in the synthesis of activated carbon. The activated carbon was further characterized using Scanning Electron Microscope (SEM), Fourier Transform Infrared Spectrophotometer (FTIR) and NOVA Gas Sorption Analyzer-Quantachrome and used for the adsorption of methyl violet in aqueous solution with variation of pH, contact time and concentration of solution. The result showed that the pore of activated carbon was larger than that of the char. The optimum adsorption occurred at pH 3 and the equilibrium time was reached after 180 minutes. The Langmuir equilibrium model was more appropriate than the Freundlich equilibrium model. While the kinetics model analyzed using pseudo first order, pseudo second order, internal diffusion and external diffusion indicated that the pseudo second order was most suitable for the adsorption of methyl violet by coconut shell activated carbon.","PeriodicalId":17979,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48571697","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-11-25DOI: 10.23955/RKL.V13I2.12059
Teguh Kurniawan, Oki Muraza
Increasing demand on olefins, high energy consumption of thermal cracking and oil depletion are the driving force to find new process to produce olefins. Catalytic cracking of n-butane is promising route to produce olefins. In this paper, we synthesized nanoparticle from natural zeolites by ball milling-recrystallization method and studied the effect of acid dealumination over the nanozeolites on the catalytic properties. Particle size was evaluated visually by using scanning electron microscope. X-Ray Diffraction analysis was performed to study zeolites phase and its crystallinity. Acid dealumination effect over nanosized mordenite on the acidity were evaluated by ammonia TPD and pyridine FTIR. Textural properties of zeolites were characterized by nitrogen physisorption at -196 oC. The catalysts were tested in a fixed bed reactor for n-butane cracking to olefins product. Various temperature conditions were applied ranging from 350 oC to 650 oC for n-butane cracking in a fixed bed reactor. Conversions of n-butane were 15% and 90% at 350 oC and 650 oC, respectively. Selectivity to olefins was increase from 1% at 350 oC to 47% at 650 oC.
{"title":"Perengkahan n-Butana Menggunakan Katalis Nanopartikel Zeolit Alam Klaten","authors":"Teguh Kurniawan, Oki Muraza","doi":"10.23955/RKL.V13I2.12059","DOIUrl":"https://doi.org/10.23955/RKL.V13I2.12059","url":null,"abstract":" Increasing demand on olefins, high energy consumption of thermal cracking and oil depletion are the driving force to find new process to produce olefins. Catalytic cracking of n-butane is promising route to produce olefins. In this paper, we synthesized nanoparticle from natural zeolites by ball milling-recrystallization method and studied the effect of acid dealumination over the nanozeolites on the catalytic properties. Particle size was evaluated visually by using scanning electron microscope. X-Ray Diffraction analysis was performed to study zeolites phase and its crystallinity. Acid dealumination effect over nanosized mordenite on the acidity were evaluated by ammonia TPD and pyridine FTIR. Textural properties of zeolites were characterized by nitrogen physisorption at -196 oC. The catalysts were tested in a fixed bed reactor for n-butane cracking to olefins product. Various temperature conditions were applied ranging from 350 oC to 650 oC for n-butane cracking in a fixed bed reactor. Conversions of n-butane were 15% and 90% at 350 oC and 650 oC, respectively. Selectivity to olefins was increase from 1% at 350 oC to 47% at 650 oC. ","PeriodicalId":17979,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47509500","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}