Pub Date : 2022-12-31DOI: 10.32423/jmi.2022.v44.75-81
Hendik Wijayanto, Sri Windi, Angga Tegar Setiawan
Salah satu sistem mekanisme yang mengontrol dan mendistribusikan oli pelumas ke komponen mesin yang berputar adalah sistem pelumasan. Bagian-bagian mesin yang bergesekan satu sama lain rentan terhadap keausan, yang dapat dihindari atau dikurangi dengan pelumasan. Operasi dasar sistem pelumasan adalah menyemprotkan pelumas pada bagian-bagian mesin yang bergerak yang bersentuhan satu sama lain selama penyalaan.Mesin frais merupakan salah satu mesin yang memiliki sistem pelumasan. Pada mesin frais, sistem pelumasan berada pada meja mesin yang bisa bergerak dalam sumbu X, Y dan Z. Pelumasan meja mesin frais perlu dilakukan setiap hari saat mesin akan digunakan. Menurut standar umum mesin frais, pelumasan dilakukan dengan cara menarik tuas pompa pelumas sebanyak empat kali. Namun, karena sistem pelumasan dilakukan secara manual oleh operator, hal tersebut terkadang terlupakan oleh operator. Melihat hal tersebut, peneliti melakukan modifikasi sistem pelumasan yang bertujuan supaya bagian-bagian mesin yang mengalami contact sliding dapat beroperasi dengan otomatis. Metode penelitian ini dengan cara memodifikasi sistem pelumasan manual yang telah ada pada mesin menjadi otomatis yang dikontrol melalui arduino uno dan digerakkan oleh motor stepper. Pada saat pompa pelumas terhubung arus listrik, secara otomatis pompa akan memompa sebanyak empat kali.Motor akan berhenti berputar setelah selesai memompa. Sehingga prototype yang dibuat mampu bekerja pada mekanisme sistem pelumasan mesin frais konvensional secara otomatis menyemprotkan 10ml oli.
{"title":"Modifikasi Mekanisme Pelumasan Pada Mesin Frais Berbasis Mikrokontroler","authors":"Hendik Wijayanto, Sri Windi, Angga Tegar Setiawan","doi":"10.32423/jmi.2022.v44.75-81","DOIUrl":"https://doi.org/10.32423/jmi.2022.v44.75-81","url":null,"abstract":"Salah satu sistem mekanisme yang mengontrol dan mendistribusikan oli pelumas ke komponen mesin yang berputar adalah sistem pelumasan. Bagian-bagian mesin yang bergesekan satu sama lain rentan terhadap keausan, yang dapat dihindari atau dikurangi dengan pelumasan. Operasi dasar sistem pelumasan adalah menyemprotkan pelumas pada bagian-bagian mesin yang bergerak yang bersentuhan satu sama lain selama penyalaan.Mesin frais merupakan salah satu mesin yang memiliki sistem pelumasan. Pada mesin frais, sistem pelumasan berada pada meja mesin yang bisa bergerak dalam sumbu X, Y dan Z. Pelumasan meja mesin frais perlu dilakukan setiap hari saat mesin akan digunakan. Menurut standar umum mesin frais, pelumasan dilakukan dengan cara menarik tuas pompa pelumas sebanyak empat kali. Namun, karena sistem pelumasan dilakukan secara manual oleh operator, hal tersebut terkadang terlupakan oleh operator. Melihat hal tersebut, peneliti melakukan modifikasi sistem pelumasan yang bertujuan supaya bagian-bagian mesin yang mengalami contact sliding dapat beroperasi dengan otomatis. Metode penelitian ini dengan cara memodifikasi sistem pelumasan manual yang telah ada pada mesin menjadi otomatis yang dikontrol melalui arduino uno dan digerakkan oleh motor stepper. Pada saat pompa pelumas terhubung arus listrik, secara otomatis pompa akan memompa sebanyak empat kali.Motor akan berhenti berputar setelah selesai memompa. Sehingga prototype yang dibuat mampu bekerja pada mekanisme sistem pelumasan mesin frais konvensional secara otomatis menyemprotkan 10ml oli.","PeriodicalId":239927,"journal":{"name":"Metal Indonesia","volume":"23 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127311925","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-31DOI: 10.32423/jmi.2022.v44.42-50
Himawan Tri Bayu Murti Petrus, Sutijan Sutijan, Vincent Sutresno Hadi Sujoto, I. W. C. W. H. Tangkas, S. Sumardi, Widi Astuti
Salah satu sumber daya mineral yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat di dunia adalah timah. Sumber daya timah dapat diolah menjadi timah sulfat yang memiliki nilai jual dan manfaat yang lebih tinggi. Timah(II) sulfat digunakan dalam aplikasi industri dan manufaktur sebagai agen elektroplating dan produk perawatan permukaan logam. Permintaan timah sulfat di pasar global mengalami peningkatan yang signifikan. Beberapa metode produksi timah sulfat telah dikembangkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya timah. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengolah sumber daya timah dengan metode yang efektif dan ramah lingkungan yang terkait sintesis timah(II) sulfat dengan metode elektrolisis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa konsentrasi larutan elektrolit dan tegangan operasi sangat mempengaruhi sintesis timah(II) sulfat. Namun, variabel ini dibatasi oleh luas permukaan yang terbatas. Kondisi terbaik penelitian terjadi pada tegangan operasi 0,6V dan larutan elektrolit dengan konsentrasi 0,05 M.
{"title":"Pengaruh Tegangan Operasi dan Konsentrasi Larutan Elektrolit terhadap Sintesis Timah(II) Sulfat dengan Metode Elektrolisis","authors":"Himawan Tri Bayu Murti Petrus, Sutijan Sutijan, Vincent Sutresno Hadi Sujoto, I. W. C. W. H. Tangkas, S. Sumardi, Widi Astuti","doi":"10.32423/jmi.2022.v44.42-50","DOIUrl":"https://doi.org/10.32423/jmi.2022.v44.42-50","url":null,"abstract":"Salah satu sumber daya mineral yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat di dunia adalah timah. Sumber daya timah dapat diolah menjadi timah sulfat yang memiliki nilai jual dan manfaat yang lebih tinggi. Timah(II) sulfat digunakan dalam aplikasi industri dan manufaktur sebagai agen elektroplating dan produk perawatan permukaan logam. Permintaan timah sulfat di pasar global mengalami peningkatan yang signifikan. Beberapa metode produksi timah sulfat telah dikembangkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya timah. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengolah sumber daya timah dengan metode yang efektif dan ramah lingkungan yang terkait sintesis timah(II) sulfat dengan metode elektrolisis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa konsentrasi larutan elektrolit dan tegangan operasi sangat mempengaruhi sintesis timah(II) sulfat. Namun, variabel ini dibatasi oleh luas permukaan yang terbatas. Kondisi terbaik penelitian terjadi pada tegangan operasi 0,6V dan larutan elektrolit dengan konsentrasi 0,05 M.","PeriodicalId":239927,"journal":{"name":"Metal Indonesia","volume":"52 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114894091","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-31DOI: 10.32423/jmi.2022.v44.82-90
D. Prajitno, Pradoto Ambardi, Misdarlila Misdarlila
Intermetallic alloy is a combination that consists of two metal compounds or more. One of intermetallic alloy that can be used is nickel. Nickel is a corrosion resistant metal and withstands high temperature. Intermetallic alloy can be used for application on aircraft components such as turbin gas engine that operate in high temperature and extreme environment. This study is conducted to find out the changes of micro structure and hardness in NiAlTi material with addition of 1.5% germanium as a doping. In this study, heat treatment process was carried out with variation of temperature and aging time. The heat treatment included solution treatment and aging process. Solution treatment process was carried out at 1000 o C using tube furnace with holding temperature time for 2 hours. Aging process was carried out at 700 o C, 800 o C, 870 o C for 1, 2 and 3 hours for each temperature. Based on the hardness result, solution treatment heat treatment increase the grain size and also hardness of NiAlTi+1,5%Ge due to intermetallic compound formed in the alloy. Aging treatment increase the grain size and also hardness value. Maximum hardness take place at 870 o C for 3 hours with hardness of 45 HRc. Characterization by optical microscope and SEM showed that the alloy contain dendritic and interdendritic microstructure. Examination by XRD and EDS shows that intermetallic compound formed in all NiAlTi+1,5%Ge specimens are dominated by intermetallic of Ni 3 Al (Ɣ’).
{"title":"The Effect of Temperature and Aging Time on The Micro Structure and Hardness of Ni-Al-Ti-Ge Alloy","authors":"D. Prajitno, Pradoto Ambardi, Misdarlila Misdarlila","doi":"10.32423/jmi.2022.v44.82-90","DOIUrl":"https://doi.org/10.32423/jmi.2022.v44.82-90","url":null,"abstract":"Intermetallic alloy is a combination that consists of two metal compounds or more. One of intermetallic alloy that can be used is nickel. Nickel is a corrosion resistant metal and withstands high temperature. Intermetallic alloy can be used for application on aircraft components such as turbin gas engine that operate in high temperature and extreme environment. This study is conducted to find out the changes of micro structure and hardness in NiAlTi material with addition of 1.5% germanium as a doping. In this study, heat treatment process was carried out with variation of temperature and aging time. The heat treatment included solution treatment and aging process. Solution treatment process was carried out at 1000 o C using tube furnace with holding temperature time for 2 hours. Aging process was carried out at 700 o C, 800 o C, 870 o C for 1, 2 and 3 hours for each temperature. Based on the hardness result, solution treatment heat treatment increase the grain size and also hardness of NiAlTi+1,5%Ge due to intermetallic compound formed in the alloy. Aging treatment increase the grain size and also hardness value. Maximum hardness take place at 870 o C for 3 hours with hardness of 45 HRc. Characterization by optical microscope and SEM showed that the alloy contain dendritic and interdendritic microstructure. Examination by XRD and EDS shows that intermetallic compound formed in all NiAlTi+1,5%Ge specimens are dominated by intermetallic of Ni 3 Al (Ɣ’).","PeriodicalId":239927,"journal":{"name":"Metal Indonesia","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125350181","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-31DOI: 10.32423/jmi.2022.v44.67-74
Eko Pujiyulianto, Fajar Paundra, Jukepri Brain Meliala, Hadi Teguh Yudistira, Amelia Oktavia, M. Sidik, M. Kurniawan, Fuad Mulkan Al Machzumy
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa struktur mikro dan ketahanan aus material rel R54 yang telah digunakan di divre IV tanjung karang. Beberapa pengujian yang dilakukan adalah pengujian komposisi kimia pada bagian kepala dan bagian badan dengan menggunakan spektrometri, pengujian struktur mikro dengan menggunakan mikroskop optik, dan pengujian keausan dengan metode Ogoshi. Hasil penelitian menunjukan bahwa bagian kepala dan bagian badan memiliki komposisi kimia yang sama dimana unsur paduan utamanya adalah C, Si, Mn. Unsur Cr ditemukan pada material R54 yang dianalisis. Hasil pengujian struktur mikro menunjukan bahwa fasa yang terbentuk adalah perlit dimana pada bagian kepala berbentuk perlit halus dan pada bagian badan dan kaki berbentuk perlit kasar. Retakan ditemukan pada permukaan rel. hasil pengujian aus menunjukan bahwa nilai keausan spesifik material rel R54 adalah 1,606 x 10-8 mm2/kg.
{"title":"Analisis Struktur Mikro dan Kekuatan Aus Rel Kereta Api Tipe R54 Divre IV Tanjung Karang","authors":"Eko Pujiyulianto, Fajar Paundra, Jukepri Brain Meliala, Hadi Teguh Yudistira, Amelia Oktavia, M. Sidik, M. Kurniawan, Fuad Mulkan Al Machzumy","doi":"10.32423/jmi.2022.v44.67-74","DOIUrl":"https://doi.org/10.32423/jmi.2022.v44.67-74","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa struktur mikro dan ketahanan aus material rel R54 yang telah digunakan di divre IV tanjung karang. Beberapa pengujian yang dilakukan adalah pengujian komposisi kimia pada bagian kepala dan bagian badan dengan menggunakan spektrometri, pengujian struktur mikro dengan menggunakan mikroskop optik, dan pengujian keausan dengan metode Ogoshi. Hasil penelitian menunjukan bahwa bagian kepala dan bagian badan memiliki komposisi kimia yang sama dimana unsur paduan utamanya adalah C, Si, Mn. Unsur Cr ditemukan pada material R54 yang dianalisis. Hasil pengujian struktur mikro menunjukan bahwa fasa yang terbentuk adalah perlit dimana pada bagian kepala berbentuk perlit halus dan pada bagian badan dan kaki berbentuk perlit kasar. Retakan ditemukan pada permukaan rel. hasil pengujian aus menunjukan bahwa nilai keausan spesifik material rel R54 adalah 1,606 x 10-8 mm2/kg.","PeriodicalId":239927,"journal":{"name":"Metal Indonesia","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124721181","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-31DOI: 10.32423/jmi.2022.v44.60-66
Apang Djafar Shieddieque, C. Anwar, Eki M Yunus, Fherdy Febriyana
Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis serbuk magnet barium heksaferit (BaFe12O19) dari senyawa klorida menggunakan metode sol-gel dengan variasi waktu aging selama 0 jam, 2 jam, 4 jam dan 6 jam. Karakterisasi yang dilakukan pada serbuk meliputi pengujian X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui fasa yang terbentuk, pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui ukuran butir yang dihasilkan dan pengujian Vibrating Sample Magnetometer (VSM) untuk mengetahui nilai magnetik yang didapatkan pada serbuk yang telah disintesis. Berdasarkan pengujian XRD pada sampel dengan variasi waktu aging 0 jam ditemukan fasa pengotor Hematite (α-Fe2O3) sebanyak 88,4% dan fasa Barioferrite (BaFe12O19) sebanyak 11,6%, sedangkan pada sampel dengan variasi waktu aging 6 jam ditemukan fasa pengotor Hematite (α-Fe2O3) sebanyak 86,2% namun tidak terdapat fasa Barioferrite (BaFe12O19) melainkan hanya terbentuk fasa Magnetite (Ba2Fe3O8) sebanyak 13,8%, hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh reaksi yang belum sempurna pada proses sintesis ini. Untuk pengujian SEMsudah membentuk partikel Hexagonal, ukuran rata-rata ketebalan partikel serbuk barium heksaferit (BaFe12O19) yang terbentuk pada sampel dengan variasi waktu aging 0 jam sebesar 0,79 µm dan pada sampel dengan variasi waktu aging 6 jam sebesar 1,12 µm. Pada pengujian VSM diperlihatkan grafik kurva hysteresis loop, masing-masing sampel mendapatkan nilai kemagnetan sebesar 0,055 emu/g, 0,35 emu/g,0,024 emu/g dan 0,33 emu/g, nilai magnetik terbesar diperoleh pada sampel dengan variasi waktu aging 0 jam sebesar 0,055 emu/g dan nilai magnetik terkecil diperoleh pada sampel dengan variasi waktu aging 4 jam sebesar0,024 emu/g.
{"title":"Sintesis dan Karakterisasi Serbuk Magnet Barium Heksaferit (BaFe12O19) dari Senyawa Klorida dengan Metode Sol-Gel untuk Bahan Magnet Permanen","authors":"Apang Djafar Shieddieque, C. Anwar, Eki M Yunus, Fherdy Febriyana","doi":"10.32423/jmi.2022.v44.60-66","DOIUrl":"https://doi.org/10.32423/jmi.2022.v44.60-66","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis serbuk magnet barium heksaferit (BaFe12O19) dari senyawa klorida menggunakan metode sol-gel dengan variasi waktu aging selama 0 jam, 2 jam, 4 jam dan 6 jam. Karakterisasi yang dilakukan pada serbuk meliputi pengujian X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui fasa yang terbentuk, pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui ukuran butir yang dihasilkan dan pengujian Vibrating Sample Magnetometer (VSM) untuk mengetahui nilai magnetik yang didapatkan pada serbuk yang telah disintesis. Berdasarkan pengujian XRD pada sampel dengan variasi waktu aging 0 jam ditemukan fasa pengotor Hematite (α-Fe2O3) sebanyak 88,4% dan fasa Barioferrite (BaFe12O19) sebanyak 11,6%, sedangkan pada sampel dengan variasi waktu aging 6 jam ditemukan fasa pengotor Hematite (α-Fe2O3) sebanyak 86,2% namun tidak terdapat fasa Barioferrite (BaFe12O19) melainkan hanya terbentuk fasa Magnetite (Ba2Fe3O8) sebanyak 13,8%, hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh reaksi yang belum sempurna pada proses sintesis ini. Untuk pengujian SEMsudah membentuk partikel Hexagonal, ukuran rata-rata ketebalan partikel serbuk barium heksaferit (BaFe12O19) yang terbentuk pada sampel dengan variasi waktu aging 0 jam sebesar 0,79 µm dan pada sampel dengan variasi waktu aging 6 jam sebesar 1,12 µm. Pada pengujian VSM diperlihatkan grafik kurva hysteresis loop, masing-masing sampel mendapatkan nilai kemagnetan sebesar 0,055 emu/g, 0,35 emu/g,0,024 emu/g dan 0,33 emu/g, nilai magnetik terbesar diperoleh pada sampel dengan variasi waktu aging 0 jam sebesar 0,055 emu/g dan nilai magnetik terkecil diperoleh pada sampel dengan variasi waktu aging 4 jam sebesar0,024 emu/g.","PeriodicalId":239927,"journal":{"name":"Metal Indonesia","volume":"46 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114465167","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-31DOI: 10.32423/jmi.2022.v44.51-59
Herry Oktadinata, Hilal Abdurrahman Misbah
Eksperimen ini bertujuan untuk menginvestigasi perubahan sifat mekanik dan struktur mikro besi cor nodular setelah dilakukan tempering pada temperatur 350 °C dan 450 °C dengan waktu penahanan selama satu jam dan dilanjutkan pendinginan udara. Sebelum dilakukan tempering terlebih dahulu dilakukan perlakuan panas hardening pada temperatur 850 °C dengan waktu penahanan selama satu jam dan quenching dengan media oli. Besi cor nodular yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan 3,45% C, 2,6% Si, 0,635% Mn, 1,58% Ni, 0,275% Cr, dan 0,1% Mg. Kekerasan dan kekuatan tarik besi cor nodular sebelum perlakuan panas (as-cast) adalah 41,5 HRC dan 532,88 MPa. Hasil eksperimen menunjukkan besi cor nodular yang mengalami tempering pada temperatur 350 °C memiliki kekerasan sebesar 50,5 HRC dan kekuatan tarik sebesar 724,04 MPa. Sedangkan hasil tempering pada temperatur 450 °C memiliki kekerasan sebesar 47 HRC dan kekuatan tarik sebesar 722,97 MPa. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa besi cor nodular yang mengalami tempering pada temperatur 350 °C memiliki kekuatan lebih tinggi daripada hasil tempering pada temperatur 450 °C. Hal ini dapat disebabkan karena struktur mikro besi cor nodular hasil tempering pada temperatur 350 °C memiliki nodularity lebih tinggi dan persentase area karbida yang lebih besar dibandingkan hasil tempering pada temperatur 450 °C.
{"title":"Pengaruh Temperatur Tempering terhadap Sifat Mekanik dan Struktur Mikro Besi Cor Nodular","authors":"Herry Oktadinata, Hilal Abdurrahman Misbah","doi":"10.32423/jmi.2022.v44.51-59","DOIUrl":"https://doi.org/10.32423/jmi.2022.v44.51-59","url":null,"abstract":"Eksperimen ini bertujuan untuk menginvestigasi perubahan sifat mekanik dan struktur mikro besi cor nodular setelah dilakukan tempering pada temperatur 350 °C dan 450 °C dengan waktu penahanan selama satu jam dan dilanjutkan pendinginan udara. Sebelum dilakukan tempering terlebih dahulu dilakukan perlakuan panas hardening pada temperatur 850 °C dengan waktu penahanan selama satu jam dan quenching dengan media oli. Besi cor nodular yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan 3,45% C, 2,6% Si, 0,635% Mn, 1,58% Ni, 0,275% Cr, dan 0,1% Mg. Kekerasan dan kekuatan tarik besi cor nodular sebelum perlakuan panas (as-cast) adalah 41,5 HRC dan 532,88 MPa. Hasil eksperimen menunjukkan besi cor nodular yang mengalami tempering pada temperatur 350 °C memiliki kekerasan sebesar 50,5 HRC dan kekuatan tarik sebesar 724,04 MPa. Sedangkan hasil tempering pada temperatur 450 °C memiliki kekerasan sebesar 47 HRC dan kekuatan tarik sebesar 722,97 MPa. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa besi cor nodular yang mengalami tempering pada temperatur 350 °C memiliki kekuatan lebih tinggi daripada hasil tempering pada temperatur 450 °C. Hal ini dapat disebabkan karena struktur mikro besi cor nodular hasil tempering pada temperatur 350 °C memiliki nodularity lebih tinggi dan persentase area karbida yang lebih besar dibandingkan hasil tempering pada temperatur 450 °C.","PeriodicalId":239927,"journal":{"name":"Metal Indonesia","volume":" 19","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133051261","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-30DOI: 10.32423/jmi.2022.v44.18-26
Fauzi Widyawati, S. Bahtiar, Syamsul Hidayat, Supianto Cibro
Air laut merupakan media korosi yang paling mudah mengkorosi material, terutama baja. Pada industri perkapalan, sebagian besar konstruksi kapal terbuat dari material baja yang akan kontak langsung dengan air laut dalam waktu yang lama. Seringkali korosi yang terbentuk di permukaan plat, namun pada area sambungan las bisa saja terjadi kecacatan yang selain dipengaruhi oleh media korosi, juga dipengaruhi dari proses pengelasan. Sehingga dilakukan penelitian untuk melihat perbandingan laju korosi antara plat baja yang diaplikasikan untuk lambung kapal, yaitu baja A36 tanpa pengelasan dan dengan pengelasan metode FCAW pada media korosi air laut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kehilangan berat. Hasil Penelitian menunjukkan laju korosi pada sampel baja A36 tanpa pengelasan dari hari ke 21 hingga hari ke 42 adalah 0,0705 mm/y dan 0,1560 mm/y. Kedua sampel mengalami kenaikan laju korosi, namun pada hari ke 63 dan hari ke 84 mengalami penurunan laju korosi yaitu 0,1824 mm/y dan 0,1804 mm/y. Begitupun dengan sampel baja A36 hasil pengelasan mengalami kenaikan laju korosi pada hari ke 21 dan hari 42 yaitu 0,1265 mm/y dan 0,2123 mm/y. Namun pada hari ke 63 dan hari ke 84 mengalami penurunan laju korosi yaitu 0,2066 dan 0,1977 mm/y. Sehingga, laju korosi yang didapat pada sampel baja A36 tanpa pengelasan lebih rendah dibandingkan sampel baja A36 hasil pengelasan. Hal ini terjadi karena kondisi media korosi sudah mencapai pada titik jenuh. Jenis korosi yang terjadi pada baja A36 tanpa dan dengan pengelasan menghasilkan jenis korosi merata dan korosi sumuran.
{"title":"Analisis Laju Korosi Baja A36 dalam Media Air Laut Hasil Proses Pengelasan Metode FCAW dengan Variasi Waktu Perendaman","authors":"Fauzi Widyawati, S. Bahtiar, Syamsul Hidayat, Supianto Cibro","doi":"10.32423/jmi.2022.v44.18-26","DOIUrl":"https://doi.org/10.32423/jmi.2022.v44.18-26","url":null,"abstract":"Air laut merupakan media korosi yang paling mudah mengkorosi material, terutama baja. Pada industri perkapalan, sebagian besar konstruksi kapal terbuat dari material baja yang akan kontak langsung dengan air laut dalam waktu yang lama. Seringkali korosi yang terbentuk di permukaan plat, namun pada area sambungan las bisa saja terjadi kecacatan yang selain dipengaruhi oleh media korosi, juga dipengaruhi dari proses pengelasan. Sehingga dilakukan penelitian untuk melihat perbandingan laju korosi antara plat baja yang diaplikasikan untuk lambung kapal, yaitu baja A36 tanpa pengelasan dan dengan pengelasan metode FCAW pada media korosi air laut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kehilangan berat. Hasil Penelitian menunjukkan laju korosi pada sampel baja A36 tanpa pengelasan dari hari ke 21 hingga hari ke 42 adalah 0,0705 mm/y dan 0,1560 mm/y. Kedua sampel mengalami kenaikan laju korosi, namun pada hari ke 63 dan hari ke 84 mengalami penurunan laju korosi yaitu 0,1824 mm/y dan 0,1804 mm/y. Begitupun dengan sampel baja A36 hasil pengelasan mengalami kenaikan laju korosi pada hari ke 21 dan hari 42 yaitu 0,1265 mm/y dan 0,2123 mm/y. Namun pada hari ke 63 dan hari ke 84 mengalami penurunan laju korosi yaitu 0,2066 dan 0,1977 mm/y. Sehingga, laju korosi yang didapat pada sampel baja A36 tanpa pengelasan lebih rendah dibandingkan sampel baja A36 hasil pengelasan. Hal ini terjadi karena kondisi media korosi sudah mencapai pada titik jenuh. Jenis korosi yang terjadi pada baja A36 tanpa dan dengan pengelasan menghasilkan jenis korosi merata dan korosi sumuran.","PeriodicalId":239927,"journal":{"name":"Metal Indonesia","volume":"43 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129156051","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sand casting merupakan salah satu metode pengecoran logam yang masih digunakan di industri hingga saat ini. Proses pengecoran dengan metode sand casting menggunakan dua jenis cetakan, yaitu cetakan pasir kering dan cetakan pasir basah. Pada proses pengecoran menggunakan cetakan pasir basah tidak semua produk hasil pengecoran dapat digunakan karena terdapat produk yang tidak memenuhi spesifikasi penggunaan produk, seperti kekasaran permukaan coran, intrusi logam cair ke dalam cetakan, gelembung udara, rongga, kegagalan cetakan, dan inklusi terak. Pembentukan cacat ini salah satunya dipengaruhi oleh permeabilitas atau campuran komposisi pasir dan bentonit yang kurang baik. Adapun peneliti melakukan pengamatan yaitu pengujian karakterisasi sifat fisik dan kimia bentonit Australia adalah difraksi sinar X, distribusi ukuran, swelling index, pH Value, methylene blue value dan kadar air. Nilai kadar senyawa Natrium Oksida (Na2O) yang diperoleh sebesar 4,7% dan Kalsium Oksida (CaO) sebesar 3,5%. Hal ini menunjukkan bahwa basis bentonit australia merupakan basis natrium, didukung oleh hasil pengujian swelling index, bentonit Australia mengalami mengembangkan hingga 15,5 kali lipat yaitu 33 ml/2gr dan nilai pH berada pada rentang 8,5-9,8. Distribusi ukuran bentonit Australia didapatkan nilai P80 sebesar 2,25 mm. Hasil pengujian Methylene Blue Value (MBV), dengan larutan H2SO4 diperoleh bentuk halo pada konsentrasi H2SO4 2% sebanyak 21 ml. Hasil ini menunjukkan bahwa bentonit Australia dapat digunakan sebagai pengikat yang baik pada cetakan pasir basah untuk pengecoran logam.
{"title":"Karakterisasi Sifat Fisik Dan Kimia Bentonit Australia Untuk Aplikasi Green Sand Casting","authors":"Apang Djafar Shieddieque, Jatira Jatira, Moch Iqbal Zaelana Muttahar, M. Firdaus","doi":"10.32423/jmi.2022.v44.27-34","DOIUrl":"https://doi.org/10.32423/jmi.2022.v44.27-34","url":null,"abstract":"Sand casting merupakan salah satu metode pengecoran logam yang masih digunakan di industri hingga saat ini. Proses pengecoran dengan metode sand casting menggunakan dua jenis cetakan, yaitu cetakan pasir kering dan cetakan pasir basah. Pada proses pengecoran menggunakan cetakan pasir basah tidak semua produk hasil pengecoran dapat digunakan karena terdapat produk yang tidak memenuhi spesifikasi penggunaan produk, seperti kekasaran permukaan coran, intrusi logam cair ke dalam cetakan, gelembung udara, rongga, kegagalan cetakan, dan inklusi terak. Pembentukan cacat ini salah satunya dipengaruhi oleh permeabilitas atau campuran komposisi pasir dan bentonit yang kurang baik. Adapun peneliti melakukan pengamatan yaitu pengujian karakterisasi sifat fisik dan kimia bentonit Australia adalah difraksi sinar X, distribusi ukuran, swelling index, pH Value, methylene blue value dan kadar air. Nilai kadar senyawa Natrium Oksida (Na2O) yang diperoleh sebesar 4,7% dan Kalsium Oksida (CaO) sebesar 3,5%. Hal ini menunjukkan bahwa basis bentonit australia merupakan basis natrium, didukung oleh hasil pengujian swelling index, bentonit Australia mengalami mengembangkan hingga 15,5 kali lipat yaitu 33 ml/2gr dan nilai pH berada pada rentang 8,5-9,8. Distribusi ukuran bentonit Australia didapatkan nilai P80 sebesar 2,25 mm. Hasil pengujian Methylene Blue Value (MBV), dengan larutan H2SO4 diperoleh bentuk halo pada konsentrasi H2SO4 2% sebanyak 21 ml. Hasil ini menunjukkan bahwa bentonit Australia dapat digunakan sebagai pengikat yang baik pada cetakan pasir basah untuk pengecoran logam.","PeriodicalId":239927,"journal":{"name":"Metal Indonesia","volume":"27 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124595699","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-30DOI: 10.32423/jmi.2022.v44.1-10
Gunadi Katon, Yatna Yuwana Matawirya
Mesin drum dryer adalah salah satu jenis mesin pengering yang diaplikasikan untuk produk pangan siap saji. Mesin drum dryer menghasilkan adonan kering berupa lembaran dari cairan adonan yang memiliki viskositas tinggi (heavy pastes). Mesin drum dryer terdiri dari beberapa komponen pendukung salah satunya adalah komponen rotary joint yang berfungsi menyalurkan sumber panas berupa uap dari saluran statis kepada bagian yang berputar yaitu drum. Perancangan parametrik merupakan salah satu metode perancangan untuk membuat rancangan/objek baru berdasarkan rancangan/objek lama namun memiliki kebutuhan yang berbeda dengan mempertimbangkan beberapa parameter. Parameter tersebut seperti dimensi geometri, material bahan baku, dan lain-lain. Konsep desain parametrik dapat menghasilkan desain baru dengan dimensi yang berbeda namun tetap memenuhi kriteria yang diinginkan. Pada penelitian ini, dilakukan proses scale-up rotary joint jenis dual flow merk Pearl joint tipe AC-10A (rotary joint ½ inch) dengan mempertimbangkan dimensi sebagai acuan. Output yang didapatkan dari proses scale-up ini adalah rotary joint dengan ukuran (¾ Inch, 1 Inch, 1¼ Inch, dan 1½ Inch). Kemudian, dilakukan juga pembuatan prototipe rotary joint ¾ Inch dari hasil scale-up untuk diuji unjuk kerja dari prototipe rotary joint.
{"title":"Scale-Up Rotary Joint dengan Penerapan Metode Perancangan Parametrik","authors":"Gunadi Katon, Yatna Yuwana Matawirya","doi":"10.32423/jmi.2022.v44.1-10","DOIUrl":"https://doi.org/10.32423/jmi.2022.v44.1-10","url":null,"abstract":"Mesin drum dryer adalah salah satu jenis mesin pengering yang diaplikasikan untuk produk pangan siap saji. Mesin drum dryer menghasilkan adonan kering berupa lembaran dari cairan adonan yang memiliki viskositas tinggi (heavy pastes). Mesin drum dryer terdiri dari beberapa komponen pendukung salah satunya adalah komponen rotary joint yang berfungsi menyalurkan sumber panas berupa uap dari saluran statis kepada bagian yang berputar yaitu drum. Perancangan parametrik merupakan salah satu metode perancangan untuk membuat rancangan/objek baru berdasarkan rancangan/objek lama namun memiliki kebutuhan yang berbeda dengan mempertimbangkan beberapa parameter. Parameter tersebut seperti dimensi geometri, material bahan baku, dan lain-lain. Konsep desain parametrik dapat menghasilkan desain baru dengan dimensi yang berbeda namun tetap memenuhi kriteria yang diinginkan. Pada penelitian ini, dilakukan proses scale-up rotary joint jenis dual flow merk Pearl joint tipe AC-10A (rotary joint ½ inch) dengan mempertimbangkan dimensi sebagai acuan. Output yang didapatkan dari proses scale-up ini adalah rotary joint dengan ukuran (¾ Inch, 1 Inch, 1¼ Inch, dan 1½ Inch). Kemudian, dilakukan juga pembuatan prototipe rotary joint ¾ Inch dari hasil scale-up untuk diuji unjuk kerja dari prototipe rotary joint.","PeriodicalId":239927,"journal":{"name":"Metal Indonesia","volume":"71 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130133241","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-30DOI: 10.32423/jmi.2022.v44.35-41
Husen Taufiq, A. Ramelan, E. Prajatelistia, Susana Susana, Muhammad Fathurrohman
This paper presents the results of the analysis of surface casting defects and their countermeasures. To find out the root causes of defects, and their mechanisms. Product casting defects have been characterized by visual inspection and SEM/EDX, also collecting production data information. Studied relation between the composition of molding sand and the mechanical properties of compressive strength and surface stability index has been done. The visual inspection results, field data collection, and SEM/EDX analysis showed a rough product surface and the presence of SiO2 inclusions. The product has been made with an alkaline phenolic mold using reclaimed sand with a compressive strength of 18 kg/cm2. The study results show that with increasing binder levels, there is an increase in the mechanical properties of compressive strength and surface stability index. They were based on the experimental results of the test block product casting with improved mechanical properties above. Obtained a much better surface of the casting product, and relatively no surface inclusion defects were found. The above experiment shows that the surface stability index is an important parameter the critical value is 90%, and the necessary compressive strength is 20 kg/cm2. The effect of Loss on Ignition content on mechanical properties is also reviewed.
{"title":"Surfaces Casting Defect Analysis and its Countermeasures on Products Manufactured by Alkali-Phenolic Binder Sand Molding","authors":"Husen Taufiq, A. Ramelan, E. Prajatelistia, Susana Susana, Muhammad Fathurrohman","doi":"10.32423/jmi.2022.v44.35-41","DOIUrl":"https://doi.org/10.32423/jmi.2022.v44.35-41","url":null,"abstract":"This paper presents the results of the analysis of surface casting defects and their countermeasures. To find out the root causes of defects, and their mechanisms. Product casting defects have been characterized by visual inspection and SEM/EDX, also collecting production data information. Studied relation between the composition of molding sand and the mechanical properties of compressive strength and surface stability index has been done. The visual inspection results, field data collection, and SEM/EDX analysis showed a rough product surface and the presence of SiO2 inclusions. The product has been made with an alkaline phenolic mold using reclaimed sand with a compressive strength of 18 kg/cm2. The study results show that with increasing binder levels, there is an increase in the mechanical properties of compressive strength and surface stability index. They were based on the experimental results of the test block product casting with improved mechanical properties above. Obtained a much better surface of the casting product, and relatively no surface inclusion defects were found. The above experiment shows that the surface stability index is an important parameter the critical value is 90%, and the necessary compressive strength is 20 kg/cm2. The effect of Loss on Ignition content on mechanical properties is also reviewed.","PeriodicalId":239927,"journal":{"name":"Metal Indonesia","volume":"345 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116128998","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}