Background: Vein access is frequent procedures in hospital care. Repeated attempts to cannulate small veins can cause considerable distress for patients and took considerable amount of staff's time. Peripherally inserted central catheter recommended replacing a long term peripheral catheter. The responsibility for the insertion of peripheral catheters has shifted from specially trained nurses to skilled nurses. A peripherally inserted central venous catheter is recommended to replace long term peripherally catheters.Objective: This literature study goals to give a view in cost effectiveness venous access practices using ultrasound-guided practices and traditional cannulate practices nurse-based.Method: The method used in this paper is literature review related topics.Result: There are several studies that demonstrate the cost effectiveness of venous access practices using nursing-based ultrasound guidelines.Conclusion: Result shows by implementation of nursing based on ultrasound-guided peripheral venous access gave more effective approach than traditional practices. ABSTRAKLatar belakang: Akses vena sering dilakukan dalam perawatan di rumah sakit. Upaya berulang untuk memasang kateter vena kecil dapat menyebabkan tekanan mental yang besar bagi pasien dan membutuhkan waktu staf cukup banyak. Tanggung jawab pemasangan kateter perifer telah bergeser dari perawat sangat terampil ke perawat terampil. Pemasangan akses vena sentral melalui perifer direkomendasikan untuk mengganti kateter perifer jangka panjang. Tujuan: Tinjauan studi literatur ini diharapkan dapat memberi gambaran tentang efektivitas biaya praktik akses vena dengan menggunakan panduan ultrasonografi berbasis keperawatan. Metode: Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah literature review terkait topik.Hasil: Terdapat beberapa penelitian yang membuktikan efektivitas biaya praktik akses vena dengan menggunakan panduan ultrasonografi berbasis keperawatan.Kesimpulan: Hasil menunjukkan bahwa penerapan akses vena perifer dengan panduan ultrasonografi berbasis keperawatan, mampu menjadi pendekatan yang lebih efektif dibandingkan praktik tradisional.
背景:静脉通路是医院护理中常见的程序。反复尝试给小静脉插管会给病人带来相当大的痛苦,也会占用工作人员相当多的时间。外周中心导管推荐替换长期外周导管。外周置管的责任已经从受过专门训练的护士转移到熟练的护士身上。建议采用外周中心静脉导管替代长期外周导管。目的:本文献研究的目的是对超声引导下的静脉通路实践和传统的以护士为基础的静脉通路实践的成本效益进行探讨。方法:本文采用的方法是文献综述相关课题。结果:有几项研究证明了使用基于护理的超声指南的静脉通路实践的成本效益。结论:超声引导下外周静脉通路护理实施效果优于传统护理方法。【摘要】【摘要】【摘要】:Akses vena sering dilakukan dalam perawatan di rumah sakit】。我的女儿是我的女儿,我的女儿是我的女儿,我的女儿是我的女儿,我的女儿是我的女儿,我的女儿是我的女儿。唐贡爪哇,佩玛桑加,卡蒂特,佩玛桑加,佩玛桑加,佩玛桑加,佩玛桑加,佩玛桑加。Pemasangan akses vena central melalui perifer direkomendasikan untuk mengganti kateter perifer jangka panjang。图隽:天津天津研究文献,迪哈拉坎研究小组成员,甘巴兰研究小组成员,甘巴兰研究小组成员,甘巴兰研究小组成员,甘巴兰研究小组成员,甘巴兰研究小组成员,甘巴兰研究小组成员,甘巴兰研究小组成员,甘巴兰研究小组成员,甘巴兰研究小组成员,甘巴兰研究小组成员,甘巴兰研究小组成员,甘巴兰研究小组成员。方法:方法:文献综述。哈西尔:Terdapat beberapa penelitian yang mebuktikan efektivitas biaya praktik akes vena dengan menggunakan panduan超声检查基础。kespulan: Hasil menunjukkan bahwa penerapan panpanan超声检查依据keperawatan, mampu menjadi pendekatan yang lebih efektif dibandingkan praktik传统。
{"title":"Efektivitas Biaya Program Berbasis Keperawatan: Pemasangan Akses Vena Sentral Melalui Perifer Yang Dipandu Ultrasonografi","authors":"A. Kusumawati","doi":"10.22146/jkkk.34310","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jkkk.34310","url":null,"abstract":"Background: Vein access is frequent procedures in hospital care. Repeated attempts to cannulate small veins can cause considerable distress for patients and took considerable amount of staff's time. Peripherally inserted central catheter recommended replacing a long term peripheral catheter. The responsibility for the insertion of peripheral catheters has shifted from specially trained nurses to skilled nurses. A peripherally inserted central venous catheter is recommended to replace long term peripherally catheters.Objective: This literature study goals to give a view in cost effectiveness venous access practices using ultrasound-guided practices and traditional cannulate practices nurse-based.Method: The method used in this paper is literature review related topics.Result: There are several studies that demonstrate the cost effectiveness of venous access practices using nursing-based ultrasound guidelines.Conclusion: Result shows by implementation of nursing based on ultrasound-guided peripheral venous access gave more effective approach than traditional practices. ABSTRAKLatar belakang: Akses vena sering dilakukan dalam perawatan di rumah sakit. Upaya berulang untuk memasang kateter vena kecil dapat menyebabkan tekanan mental yang besar bagi pasien dan membutuhkan waktu staf cukup banyak. Tanggung jawab pemasangan kateter perifer telah bergeser dari perawat sangat terampil ke perawat terampil. Pemasangan akses vena sentral melalui perifer direkomendasikan untuk mengganti kateter perifer jangka panjang. Tujuan: Tinjauan studi literatur ini diharapkan dapat memberi gambaran tentang efektivitas biaya praktik akses vena dengan menggunakan panduan ultrasonografi berbasis keperawatan. Metode: Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah literature review terkait topik.Hasil: Terdapat beberapa penelitian yang membuktikan efektivitas biaya praktik akses vena dengan menggunakan panduan ultrasonografi berbasis keperawatan.Kesimpulan: Hasil menunjukkan bahwa penerapan akses vena perifer dengan panduan ultrasonografi berbasis keperawatan, mampu menjadi pendekatan yang lebih efektif dibandingkan praktik tradisional.","PeriodicalId":287362,"journal":{"name":"Jurnal Keperawatan Klinis dan Komunitas","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128400945","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Background: Pre hospital patient management is a significant part to decrease early and late death. Head injury in traffic accident victims may increase intracranial pressure which leads to decrease victim’s consciousness. Police officers are the first special responder who may arrive in crashed area. They have responsibility to help the victim.Purpose: The purpose of this study is to know traffic police officer’s knowledge levels about early management of traffic accident victims with head injury at Sleman district in Yogyakarta.Methods: This is descriptive categorical non-experimental study with 97 traffic police officers in Sleman district as subject. We used accidental sampling method of every police station. They filled questionnaire that had been prepared. Univariate analysis with descriptive statistic technique was used to analyse the data.Result: Seventy two of 97 subject (74,23%) had an enough knowledge level of traffic accident victims early management. Fourteen subjects (14,43%) had a good knowledge level, and the others (11,34%) subject have less knowledge level. Conclusion: The traffic police officers had enough knowledge level in early management of traffic accident victims with head injury. ABSTRAKLatar Belakang: Penanganan korban kecelakaan pada area pra rumah sakit dapat menurunkan tingkat kematian pada early dan late death. Pada korban dengan cedera kepala memiliki resiko peningkatan tekanan intra kranial sehingga korban tidak sadarkan diri. Polisi merupakan orang awam khusus yang memiliki kewajiban untuk menolong korban.Tujuan Penelitian: Mengetahui tingkat pengetahuan polisi lalu lintas di Kabupaten Sleman mengenai penanganan korban kecelakaan dengan cedera kepala.Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif non-eksperimental dengan subjekpolisi lalu lintas di Kabupaten Slemanyang berjumlah 97 orang. Subjek diambil dengan accidental sampling di area polsek untuk mengisi lembar kuisioner. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan analisis univariat dengan teknik statistik deskriptif.Hasil: Sebanyak 72 dari 97(74,23%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang penanganan korban cedera kepala. Sebanyak 14 responden (14,43%) berpengetahuan baik, dan 11 (11,34%) lainnya memiliki pengetahuan yang kurang.Kesimpulan: Tingkat pengetahuan polisi lalu lintas mengenai penanganan korban kecelakaan dengan cedera kepala di Kabupaten Sleman pada tahun 2015 adalah cukup.
背景:院前患者管理是降低早、晚死亡的重要环节。交通事故中颅脑损伤患者颅内压升高,导致患者意识下降。警察是可能到达坠机地区的第一批特别响应者。他们有责任帮助受害者。目的:本研究的目的是了解日惹Sleman区交通警察对交通事故头部受伤受害者早期管理的知识水平。方法:采用描述性、分类、非实验研究方法,以Sleman区97名交警为研究对象。采用随机抽样的方法对各派出所进行抽样。他们填写了事先准备好的调查问卷。采用单因素分析和描述性统计技术对数据进行分析。结果:97名被试中有72人(74.23%)对交通事故受害人早期管理有足够的知识水平。14名被试(14.43%)知识水平较好,其余11名(11.34%)知识水平较差。结论:交警对交通事故头部损伤患者的早期管理具有足够的知识水平。ABSTRAKLatar Belakang: Penanganan korban kecelakaan篇区域pra名叫sakit dapat menurunkan tingkat kematian篇早期丹晚期死亡。颅内出血,颅内出血,颅内出血,颅内出血,颅内出血,颅内出血,颅内出血,颅内出血。Polisi merupakan orang awam khusus yang memiliki kewajiban untuk menolong korban。Tujuan Penelitian: Mengetahui tingkat pengetahuan polisi lalu lintas di Kabupaten Sleman mengenai penanganan korban kecelakaan dengan cedera kepala。方法:Penelitian ini merupakan jenis Penelitian deskrif .定量的非实验性的dengan subject - jekpolisi lalu lintas di Kabupaten Slemanyang berjumlah 97[橘红]。题目:双双双双双双双双双双双双双双双双双双双双。Kemudian数据分析,登干,孟古纳干分析,单变量登干技术统计文件。Hasil: Sebanyak 72 dari 97(74,23%)答复memoriliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang penanganan korban cedera kepala。Sebanyak 14应答(14,43%)berpengetahuan baik, dan 11应答(11,34%)lainnya memiliki pengetahuan yang kurang。2015 adalah cuup: Tingkat pengetahuan polisi lalu lintas mengenai penanganan korban kecelakaan dengan cedera kepala di Kabupaten Sleman pada tahun 2015 adalah cuup
{"title":"Tingkat Pengetahuan Polisi Lalu Lintas Tentang Penanganan Korban Kecelakaan Dengan Cedera Kepala Di Kabupaten Sleman Yogyakarta","authors":"Yuninda Kurniawati, S. Sutono","doi":"10.22146/jkkk.44320","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jkkk.44320","url":null,"abstract":"Background: Pre hospital patient management is a significant part to decrease early and late death. Head injury in traffic accident victims may increase intracranial pressure which leads to decrease victim’s consciousness. Police officers are the first special responder who may arrive in crashed area. They have responsibility to help the victim.Purpose: The purpose of this study is to know traffic police officer’s knowledge levels about early management of traffic accident victims with head injury at Sleman district in Yogyakarta.Methods: This is descriptive categorical non-experimental study with 97 traffic police officers in Sleman district as subject. We used accidental sampling method of every police station. They filled questionnaire that had been prepared. Univariate analysis with descriptive statistic technique was used to analyse the data.Result: Seventy two of 97 subject (74,23%) had an enough knowledge level of traffic accident victims early management. Fourteen subjects (14,43%) had a good knowledge level, and the others (11,34%) subject have less knowledge level. Conclusion: The traffic police officers had enough knowledge level in early management of traffic accident victims with head injury. ABSTRAKLatar Belakang: Penanganan korban kecelakaan pada area pra rumah sakit dapat menurunkan tingkat kematian pada early dan late death. Pada korban dengan cedera kepala memiliki resiko peningkatan tekanan intra kranial sehingga korban tidak sadarkan diri. Polisi merupakan orang awam khusus yang memiliki kewajiban untuk menolong korban.Tujuan Penelitian: Mengetahui tingkat pengetahuan polisi lalu lintas di Kabupaten Sleman mengenai penanganan korban kecelakaan dengan cedera kepala.Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif non-eksperimental dengan subjekpolisi lalu lintas di Kabupaten Slemanyang berjumlah 97 orang. Subjek diambil dengan accidental sampling di area polsek untuk mengisi lembar kuisioner. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan analisis univariat dengan teknik statistik deskriptif.Hasil: Sebanyak 72 dari 97(74,23%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang penanganan korban cedera kepala. Sebanyak 14 responden (14,43%) berpengetahuan baik, dan 11 (11,34%) lainnya memiliki pengetahuan yang kurang.Kesimpulan: Tingkat pengetahuan polisi lalu lintas mengenai penanganan korban kecelakaan dengan cedera kepala di Kabupaten Sleman pada tahun 2015 adalah cukup.","PeriodicalId":287362,"journal":{"name":"Jurnal Keperawatan Klinis dan Komunitas","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116068307","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Background: Increased risk of aspiration often occurs in patients with dysphagia stroke due to cranial nerve damage. The existing method for lowering aspiration risk has weaknesses so that a new therapy is needed that is swallowing therapy. Objective: This study aims to determine the effect of swallowing therapy and to identify differences in the effectiveness of swallowing therapy based on the demographical characteristics of patients with dysphagia stroke. Methods: The design of this study was quasi-experimental pretest-posttest single group design with the number of samples were 16 respondents which obtained through consecutive sampling technique. The data were collected from February-March 2016 at Stroke Unit of RSUD Dr. Harjono Ponorogo through observation using Gugging Swallowing Screen (GUSS) instrument. The data analyses used in this study were Wilcoxon test, Kruskal Wallis and Mann Whitney tests.Results: The results showed that there was a difference of effect of swallow therapy between pretest and posttest (p=0,002). Swallowing therapy had no significant effectiveness difference when applied to various demographic characteristics of respondents including age (p=0,596), gender (p=0,243), and type of stroke (p=0,524).Conclusion: Swallowing therapy has a positive effect to decrease the risk of aspiration in dysphagia stroke patients and has equally good effect if applied to a variety of patient characteristics according to the demographics of the study respondents. ABSTRAKLatar Belakang: Peningkatan risiko aspirasi pada pasien disfagia stroke disebabkan karena kerusakan saraf kranial terutama saraf kranial V, VII, IX, X, dan XII. Metode yang digunakan untuk menurunkan risiko aspirasi adalah strategi kompensasi dan penggunaan nutrisi semisolid, akan tetapi masing-masing metode tersebut masih memiliki kelemahan sehingga dibutuhkan terapi baru yaitu terapi menelan yang mengkombinasikan kelebihan dan mengurangi kelemahan dari masing-masing terapi tersebut. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi menelan dan mengidentifikasi perbedaan efektivitas terapi menelan berdasarkan karakteristik demografi pasien disfagia stroke. Metode: Desain penelitian ini adalah quasi experimental pretest-posttest single group design dengan jumlah sampel sebanyak 16 responden yang didapatkan melalui teknik consecutive sampling. Pengambilan data dilakukan dari Bulan Februari - Maret 2016 di Unit Stroke RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Data dikumpulkan menggunakan instrumen Gugging Swallowing Screen (GUSS). Analisis data menggunakan Wilcoxon, Kruskal wallis dan Mann whitney.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pengaruh terapi menelan antara pretest dan posttest (p=0,002). Tidak terdapat perbedaan efektifitas terapi menelan yang signifikan saat diterapkan pada berbagai karakteristik demografi responden yang meliputi usia (p=0,596), jenis kelamin (p=0,243), dan jenis stroke (p=0,524). Kesimpulan: Terapi menelan berpengaruh terhadap
背景:颅神经损伤导致吞咽困难卒中患者误吸风险增加。现有的降低误吸风险的方法存在不足,因此需要一种新的治疗方法,即吞咽治疗。目的:本研究旨在确定吞咽治疗的效果,并根据吞咽困难卒中患者的人口学特征确定吞咽治疗效果的差异。方法:本研究采用准实验前测后测单组设计,样本数为16人,采用连续抽样技术获得。数据收集于2016年2 - 3月在RSUD卒中单元Harjono Ponorogo博士,通过guggo吞咽屏幕(GUSS)仪器进行观察。本研究的数据分析采用Wilcoxon检验、Kruskal Wallis检验和Mann Whitney检验。结果:咽药治疗前测与后测效果差异有统计学意义(p= 0.002)。吞咽治疗在不同人口统计学特征(包括年龄(p= 0.596)、性别(p= 0.243)和卒中类型(p= 0.524))的应用上没有显著的疗效差异。结论:吞咽疗法对降低吞咽困难脑卒中患者误吸风险有积极作用,如果根据研究对象的人口统计学特征,适用于各种患者特征,效果同样良好。【摘要】【latar Belakang】:Peningkatan risiko aspirasaspada pasen disfagia卒中,disebabkan karena kerusakan sarat颅畸形,terutama sarat颅V, VII, IX, X,和XII。Metode yang digunakan untuk menurunkan visiko aspirasi adalah strategi kompensasi dan penggunaan nutrisi半固体,akan tetapi masing-masing方法tersei masiki kelemahan seingga dibutuhkan terapi menelan yang mengkombinaskan kelelebihan dan mengurangi kelemahan dari masing-masing terapi tersebut。图胡安:Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi menelan dan mengidentifikasi perbedaan efektivitas terapi menelan berdasarkan karakteristk demograpen disfagia stroke。方法:Desain penelitian ini adalah准实验前测后测单组设计登甘jumlah样品16个响应杨didapatkan melalui技术连续抽样。Pengambilan数据dilakukan dari Bulan二月-市场2016,单位卒中RSUD Harjono Ponorogo博士。资料:双昆普坎蒙古纳坎仪器咽咽屏(GUSS)。分析数据menggunakan Wilcoxon, Kruskal wallis dan Mann whitney。Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pengaruh terapi menelan antara前测和后测(p= 0.002)。人口统计学分析结果显示,老年痴呆(p= 0.596)、老年痴呆(p= 0.243)、老年痴呆(p= 0.524)、老年痴呆(p= 0.524)、老年痴呆(p= 0.596)、老年痴呆(p= 0.524)、老年痴呆(p= 0.524)。[footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com]。]
{"title":"Perbedaan Efektivitas Terapi Menelan Berdasarkan Karakteristik Demografi Pasien Disfagia Stroke","authors":"Bayu Fandhi Achmad","doi":"10.22146/jkkk.35295","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jkkk.35295","url":null,"abstract":"Background: Increased risk of aspiration often occurs in patients with dysphagia stroke due to cranial nerve damage. The existing method for lowering aspiration risk has weaknesses so that a new therapy is needed that is swallowing therapy. Objective: This study aims to determine the effect of swallowing therapy and to identify differences in the effectiveness of swallowing therapy based on the demographical characteristics of patients with dysphagia stroke. Methods: The design of this study was quasi-experimental pretest-posttest single group design with the number of samples were 16 respondents which obtained through consecutive sampling technique. The data were collected from February-March 2016 at Stroke Unit of RSUD Dr. Harjono Ponorogo through observation using Gugging Swallowing Screen (GUSS) instrument. The data analyses used in this study were Wilcoxon test, Kruskal Wallis and Mann Whitney tests.Results: The results showed that there was a difference of effect of swallow therapy between pretest and posttest (p=0,002). Swallowing therapy had no significant effectiveness difference when applied to various demographic characteristics of respondents including age (p=0,596), gender (p=0,243), and type of stroke (p=0,524).Conclusion: Swallowing therapy has a positive effect to decrease the risk of aspiration in dysphagia stroke patients and has equally good effect if applied to a variety of patient characteristics according to the demographics of the study respondents. ABSTRAKLatar Belakang: Peningkatan risiko aspirasi pada pasien disfagia stroke disebabkan karena kerusakan saraf kranial terutama saraf kranial V, VII, IX, X, dan XII. Metode yang digunakan untuk menurunkan risiko aspirasi adalah strategi kompensasi dan penggunaan nutrisi semisolid, akan tetapi masing-masing metode tersebut masih memiliki kelemahan sehingga dibutuhkan terapi baru yaitu terapi menelan yang mengkombinasikan kelebihan dan mengurangi kelemahan dari masing-masing terapi tersebut. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi menelan dan mengidentifikasi perbedaan efektivitas terapi menelan berdasarkan karakteristik demografi pasien disfagia stroke. Metode: Desain penelitian ini adalah quasi experimental pretest-posttest single group design dengan jumlah sampel sebanyak 16 responden yang didapatkan melalui teknik consecutive sampling. Pengambilan data dilakukan dari Bulan Februari - Maret 2016 di Unit Stroke RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Data dikumpulkan menggunakan instrumen Gugging Swallowing Screen (GUSS). Analisis data menggunakan Wilcoxon, Kruskal wallis dan Mann whitney.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pengaruh terapi menelan antara pretest dan posttest (p=0,002). Tidak terdapat perbedaan efektifitas terapi menelan yang signifikan saat diterapkan pada berbagai karakteristik demografi responden yang meliputi usia (p=0,596), jenis kelamin (p=0,243), dan jenis stroke (p=0,524). Kesimpulan: Terapi menelan berpengaruh terhadap ","PeriodicalId":287362,"journal":{"name":"Jurnal Keperawatan Klinis dan Komunitas","volume":"319 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123097021","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Arif Annurrahman, Retno Koeswandari, Wiwin Lismidiati
Background: Fear of of post caesarean section (CS) pain and complication can be the sources of fear and anxiety for the mother during the puerperium period. Moreover, the relatively short length of stay for post-CS mothers cannot cover the entire length of care until the mother is cured. Discharge planning can improve patients and their families confidence in performing proper treatment independently after home arrival.Objective: To identify the correlation between discharge planning, anxiety level, and readiness for discharge among post-CS patients in Yogyakarta hospital.Methods: This quantitative research was a descriptive correlational study with cross sectional design. Respondents of this research were both, post elective and emergency CS patients who were hospitalized in a postpartum ward in a hospital in Yogyakarta. Thirty patients participated in this study. Readiness for Hospital Discharge Scale (RHDS), Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), and discharge planning overview questionnaire were used as research instruments in this research. Data were analyzed by Spearman Rank non-parametric correlation test.Results: More than half (70%) of total respondents had low discharge planning quality. Furthermore, most of the respondents (90%) had normal anxiety, and half of total respondents (53,3%) had moderate readiness for discharge. The correlation test showed there was no correlation between discharge planning and anxiety level (r=-0,008; p value = 0,967). However, there was a statistically significant correlation between discharge planning and readiness for discharge (r=0,434; p value = 0,017).Conclusion: There was a statistically significant correlation between discharge planning and readiness for discharge. In contrast, there was not any correlation between discharge planning and anxiety level of post CS patients. ABSTRAKLatar Belakang: Selama periode nifas, rasa takut akan nyeri dan komplikasi post-SC dapat menjadi sumber ketakutan dan kecemasan bagi ibu. Lama rawat inap ibu post SC yang relatif singkat tidak mampu mencakup keseluruhan perawatan sampai ibu sembuh. Pemberian discharge planning dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien dan keluarga dalam perawatan mandiri setelah pulang ke rumah.Tujuan penelitian: Mengetahui hubungan gambaran discharge planning pada pasien post SC dengan tingkat kecemasan dan kesiapan pulang pasien di salah satu rumah sakit di Yogyakarta.Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian adalah semua pasien post SC baik elektif maupun emergensi yang dirawat inap di ruang post partum di salah satu rumah sakit di Yogyakarta. Jumlah responden penelitian adalah 30 orang dengan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan antara lain Readiness for Hospital Discharge Scale (RHDS), Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), dan kuesioner gambaran discharge planning. Data dianalisis menggunakan uji korelasi non-parametrik Spearman Rank. Hasil: Lebih dari
背景:对剖宫产后疼痛和并发症的恐惧可能是产妇在产褥期恐惧和焦虑的来源。此外,cs后母亲的住院时间相对较短,无法覆盖母亲治愈前的全部护理时间。出院计划可以提高患者及其家属在回家后独立进行适当治疗的信心。目的:确定日惹医院cs后患者出院计划、焦虑水平和出院准备之间的相关性。方法:采用横断面设计的描述性相关研究。本研究的调查对象是在日惹一家医院的产后病房住院的选后和急诊CS患者。30例患者参与了这项研究。本研究采用出院准备程度量表(RHDS)、汉密尔顿焦虑评定量表(HARS)和出院计划概述问卷作为研究工具。数据分析采用Spearman Rank非参数相关检验。结果:半数以上(70%)的受访患者出院计划质量较低。此外,大多数受访者(90%)有正常的焦虑,一半的受访者(53.3%)有中等程度的出院准备。相关检验显示出院计划与焦虑水平无相关性(r=-0,008;P值= 0,967)。然而,出院计划和出院准备之间存在统计学上显著的相关性(r=0,434;P值= 0.017)。结论:出院计划与出院准备有显著的统计学相关性。相比之下,出院计划与CS后患者的焦虑水平无相关性。摘要/ abstract摘要:拉拉康(latar Belakang): Selama period nifas, rasa takut akan nyeri dan komplikasi后sc dapat menjadi sumber ketakutan and keecmasan bagi ibu。喇嘛拉瓦塔·伊布·桑布·桑布·桑布·桑布·桑布·桑布。Pemberian排放计划dapat meningkatkan keperayaan diri pasien dan keluarga dalam perawatan mandiri setelah pulang ke rumah。Tujuan penelitian: Mengetahui hubungan gambaran排放规划padpadpasen post SC dengan tingkat keecemasan dan kesiapan pulang pasen di salah satu rumah sakit di Yogyakarta。方法:采用三维三维三维三维关系图,绘制三维三维关系图。日惹市:日惹市:日惹市:日惹市:日惹市:日惹市:日惹市。Jumlah回应了penelitian adalah 30例有目的的抽样。采用出院准备程度量表(RHDS)、汉密尔顿焦虑评定量表(HARS)、出院计划量表(kuesioner gambaran)。非参数Spearman秩的数据分析。哈西尔:Lebih dari setengah应答(70%)、memoriliki kualitas discharge planning kurang应答(90%)、memoriliki keecemasan normal应答(53.3%)、memoriliki kesiapan pulang sedang应答(53.3%)。Uji korelasi menunjukkan tidak ada hubungan antara排放计划(r=-0,008;P = 0.967), namun Ada hubungan排放计划dengan tingkat kesiapan pulang (r= 0.434;p = 0017)。kesppulan: Terdapat hubungan antara排放计划,dengan tingkat kesiapan pulang namun tdapat hubungan antara排放计划,dengan tingkat keecemasan pasien post SC。
{"title":"Hubungan Pelaksanaan Discharge Planning dengan Tingkat Kecemasan dan Kesiapan Pulang pada Pasien Post Sectio Caesarea","authors":"Arif Annurrahman, Retno Koeswandari, Wiwin Lismidiati","doi":"10.22146/jkkk.44271","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jkkk.44271","url":null,"abstract":"Background: Fear of of post caesarean section (CS) pain and complication can be the sources of fear and anxiety for the mother during the puerperium period. Moreover, the relatively short length of stay for post-CS mothers cannot cover the entire length of care until the mother is cured. Discharge planning can improve patients and their families confidence in performing proper treatment independently after home arrival.Objective: To identify the correlation between discharge planning, anxiety level, and readiness for discharge among post-CS patients in Yogyakarta hospital.Methods: This quantitative research was a descriptive correlational study with cross sectional design. Respondents of this research were both, post elective and emergency CS patients who were hospitalized in a postpartum ward in a hospital in Yogyakarta. Thirty patients participated in this study. Readiness for Hospital Discharge Scale (RHDS), Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), and discharge planning overview questionnaire were used as research instruments in this research. Data were analyzed by Spearman Rank non-parametric correlation test.Results: More than half (70%) of total respondents had low discharge planning quality. Furthermore, most of the respondents (90%) had normal anxiety, and half of total respondents (53,3%) had moderate readiness for discharge. The correlation test showed there was no correlation between discharge planning and anxiety level (r=-0,008; p value = 0,967). However, there was a statistically significant correlation between discharge planning and readiness for discharge (r=0,434; p value = 0,017).Conclusion: There was a statistically significant correlation between discharge planning and readiness for discharge. In contrast, there was not any correlation between discharge planning and anxiety level of post CS patients. ABSTRAKLatar Belakang: Selama periode nifas, rasa takut akan nyeri dan komplikasi post-SC dapat menjadi sumber ketakutan dan kecemasan bagi ibu. Lama rawat inap ibu post SC yang relatif singkat tidak mampu mencakup keseluruhan perawatan sampai ibu sembuh. Pemberian discharge planning dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien dan keluarga dalam perawatan mandiri setelah pulang ke rumah.Tujuan penelitian: Mengetahui hubungan gambaran discharge planning pada pasien post SC dengan tingkat kecemasan dan kesiapan pulang pasien di salah satu rumah sakit di Yogyakarta.Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian adalah semua pasien post SC baik elektif maupun emergensi yang dirawat inap di ruang post partum di salah satu rumah sakit di Yogyakarta. Jumlah responden penelitian adalah 30 orang dengan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan antara lain Readiness for Hospital Discharge Scale (RHDS), Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), dan kuesioner gambaran discharge planning. Data dianalisis menggunakan uji korelasi non-parametrik Spearman Rank. Hasil: Lebih dari ","PeriodicalId":287362,"journal":{"name":"Jurnal Keperawatan Klinis dan Komunitas","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125870537","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Background: If smoking problem is not immediately controlled, it is estimated will increase the mortality rates in Indonesia. Smoke-free zone policy is one of the interventions to control non-communicable diseases caused by smoking, but the practice is not worked as it was planned. There was a decrease in the number of smoke-free households (Rumah Tangga Bebas Asap Rokok/RBAR) in 2012 compared to 2011.Objective: To determine the correlation between knowledge and attitude toward smoking and the RBAR regulation against the public compliance toward the RBAR Program in Yogyakarta.Methods: This study was a correlational analytic study with a cross-sectional study design. The subject of this research was 103 respondents who were adult smokers who lived in several hamlets (Rukun Warga/RW) in Yogyakarta, which had been declared as RBAR areas in 2015. A cluster random sampling technique was applied in this research. A questionnaire which measured knowledge and attitude toward smoking, RBAR regulation, and compliance was distributed among respondents. Gamma Correlation Test was used as data analysis technique.Results: As many as 53,4% of respondents had good knowledge level but disobedient. Some respondents (41,7%) had good or adequate attitude and obedient. There was no statistically significant correlation between knowledge and attitude toward smoking with RBAR regulation (p= 0,113, r= 0,381), knowledge against compliance with RBAR regulation (r=0,366, p=0,150). While attitudes toward smoking and RBAR regulation against compliance with RBAR regulation showed a significant positive correlation (p= 0,008, r= 0,448).Conclusion: There was no statistically significant correlation between knowledge toward smoking and RBAR regulation against compliance with RBAR regulation. There was a statistically significant correlation with moderate strength between attitudes toward smoking and RBAR regulation against compliance with RBAR regulation. ABSTRAKLatar Belakang: Apabila masalah merokok tidak segera dikendalikan, diperkirakan dapat meningkatkan angka kematian di Indonesia. Kebijakan zona bebas rokok merupakan salah satu intervensi dalam pengendalian penyakit tidak menular yang disebabkan oleh rokok, namun praktiknya tidak berjalan sesuai rencana. Bahkan, terjadi penurunan jumlah Rumah Tangga Bebas Asap Rokok (RBAR) pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011.Tujuan: Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang rokok serta aturan RBAR dengan kepatuhan masyarakat pada Program RBAR di Kota Yogyakarta.Hasil: Sebanyak 53,4% responden berpengetahuan baik namun tidak patuh. Sebagian responden (41,7%) bersikap baik/cukup baik dan patuh. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara pengetahuan dan sikap tentang rokok terhadap regulasi RBAR (r=0,381, p=0,113) dan pengetahuan terhadap kepatuhan regulasi RBAR (r=0,366, p=0,150). Sementara sikap tentang rokok dan regulasi RBAR terhadap kepatuhan aturan RBAR menunjukkan adanya hubungan posi
背景:如果不立即控制吸烟问题,估计会增加印度尼西亚的死亡率。无烟区政策是控制吸烟引起的非传染性疾病的干预措施之一,但这一做法没有按照计划发挥作用。与2011年相比,2012年无烟家庭(Rumah Tangga Bebas Asap Rokok/RBAR)的数量有所减少。目的:了解日惹市吸烟知识和态度与RBAR法规对公众遵守RBAR计划的影响。方法:本研究采用横断面研究设计的相关分析研究。本研究的对象是居住在日惹几个小村庄(Rukun Warga/RW)的103名成年吸烟者,这些小村庄于2015年被宣布为RBAR地区。本研究采用整群随机抽样技术。通过问卷调查,了解受访者对吸烟的认知和态度、RBAR法规的遵守情况。采用Gamma相关检验作为数据分析技术。结果:53.4%的被调查者知识水平良好但不听话。部分受访者(41.7%)态度良好或足够,服从。吸烟知识和态度与RBAR法规(p= 0,113, r= 0,381)、不遵守RBAR法规的知识(r=0,366, p=0,150)之间无统计学意义的相关。而对吸烟的态度与RBAR法规是否遵守RBAR法规呈显著正相关(p= 0,008, r= 0,448)。结论:吸烟知识与RBAR法规与RBAR法规遵守之间无统计学意义的相关性。吸烟态度与RBAR法规与RBAR法规遵守之间存在中等强度的统计学显著相关。【摘要】印尼:Apabila masalah merokok tidak segera dikendalikan, diperkirakan dapat meningkatkan angka kematian di Indonesia。Kebijakan zona bebeas rokok merupakan salah satu intervensi dalam pengendalian penyakit tidak menular yang disebabkan oleh rokok, namun praktiknya tiak berjalan sesuai rencana。Bahkan, terjadi penurunan jumlah Rumah Tangga Bebas Asap Rokok (RBAR) pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011。日惹:Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang rokok serta aturan RBAR dengan kepatuhan masyarakat pada Program RBAR di Kota日惹。哈西尔:塞巴尼亚克53,4%的受访者表示:“我不知道该怎么做。”塞尔维亚人(41.7%)回答说:“我喜欢喝啤酒,我喜欢喝啤酒,我喜欢喝啤酒。”Hasil分析menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang的统计学意义(r= 0.381, p= 0.113)和pengetahuan terhadap kepatuhan regulasi RBAR (r= 0.366, p= 0.150)。Sementara sikap tentang rokok dan regulasi RBAR terhadap kepatuhan aturan RBAR menunjukkan adanya hubungan阳性阳显著性(r =0,448, p =0,008)。方法:Penelitian ini merupakan Penelitian analitik - relationship dengan ranancan研究横断面。Sampel penelitian yakni sejumlah 103答复perokok dewasa, berdomisili di beberberapa RW di Kota日惹yang telah ditetapkan sebagai Kawasan RBAR pada tahun 2015。Penelitian ini mongunakan技术集群随机抽样。kuescioner yang mengukur tingkat pengetahuan, sikap tentang rokok, RBAR常规成员dan kepatuhan RBAR dibagikan kepatada回应。Teknik分析数据yang digunakan adalah Uji Korelasi Gamma。[footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com] [footnoter.com]Terdapat hubungan yang signfikan dengan kekuatan korelasi seang antara sikaptantandanregulasi RBAR dengan kepatuhan terhadap regulasi RBAR。
{"title":"Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Rokok dengan Kepatuhan Masyarakat pada Program Rumah Bebas Asap Rokok di Kota Yogyakarta","authors":"Qonita Miftahul Jannah, P. Purwanta","doi":"10.22146/jkkk.44293","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jkkk.44293","url":null,"abstract":"Background: If smoking problem is not immediately controlled, it is estimated will increase the mortality rates in Indonesia. Smoke-free zone policy is one of the interventions to control non-communicable diseases caused by smoking, but the practice is not worked as it was planned. There was a decrease in the number of smoke-free households (Rumah Tangga Bebas Asap Rokok/RBAR) in 2012 compared to 2011.Objective: To determine the correlation between knowledge and attitude toward smoking and the RBAR regulation against the public compliance toward the RBAR Program in Yogyakarta.Methods: This study was a correlational analytic study with a cross-sectional study design. The subject of this research was 103 respondents who were adult smokers who lived in several hamlets (Rukun Warga/RW) in Yogyakarta, which had been declared as RBAR areas in 2015. A cluster random sampling technique was applied in this research. A questionnaire which measured knowledge and attitude toward smoking, RBAR regulation, and compliance was distributed among respondents. Gamma Correlation Test was used as data analysis technique.Results: As many as 53,4% of respondents had good knowledge level but disobedient. Some respondents (41,7%) had good or adequate attitude and obedient. There was no statistically significant correlation between knowledge and attitude toward smoking with RBAR regulation (p= 0,113, r= 0,381), knowledge against compliance with RBAR regulation (r=0,366, p=0,150). While attitudes toward smoking and RBAR regulation against compliance with RBAR regulation showed a significant positive correlation (p= 0,008, r= 0,448).Conclusion: There was no statistically significant correlation between knowledge toward smoking and RBAR regulation against compliance with RBAR regulation. There was a statistically significant correlation with moderate strength between attitudes toward smoking and RBAR regulation against compliance with RBAR regulation. ABSTRAKLatar Belakang: Apabila masalah merokok tidak segera dikendalikan, diperkirakan dapat meningkatkan angka kematian di Indonesia. Kebijakan zona bebas rokok merupakan salah satu intervensi dalam pengendalian penyakit tidak menular yang disebabkan oleh rokok, namun praktiknya tidak berjalan sesuai rencana. Bahkan, terjadi penurunan jumlah Rumah Tangga Bebas Asap Rokok (RBAR) pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011.Tujuan: Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang rokok serta aturan RBAR dengan kepatuhan masyarakat pada Program RBAR di Kota Yogyakarta.Hasil: Sebanyak 53,4% responden berpengetahuan baik namun tidak patuh. Sebagian responden (41,7%) bersikap baik/cukup baik dan patuh. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara pengetahuan dan sikap tentang rokok terhadap regulasi RBAR (r=0,381, p=0,113) dan pengetahuan terhadap kepatuhan regulasi RBAR (r=0,366, p=0,150). Sementara sikap tentang rokok dan regulasi RBAR terhadap kepatuhan aturan RBAR menunjukkan adanya hubungan posi","PeriodicalId":287362,"journal":{"name":"Jurnal Keperawatan Klinis dan Komunitas","volume":"55 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134300698","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Vania Elysia Septiani, Anggit Wicaksana, Eri Yanuar Akhmad Budi Sunaryo
Background: Cardiovascular disease is the cause of global death. A cardiovascular-diseases diagnosed person has a risk for non-lethal and lethal incidents, ranging from heart attack, stroke, and even death.Objective: This research was aimed to obtain an overview of the risk level of cardiovascular-disease in the working area of Mlati Community Health Center Sleman, Yogyakarta.Methods: A cross-sectional research was conducted in the working area of Mlati Community Health Center Sleman, Yogyakarta from September until October 2017. Samples were taken using a multistage cluster sampling technique with the overall subjects of 107 patients. Respondents were patients diagnosed with cardiovascular disease and aged from 40 to 79 years. The research employed WHO/ISH risk prediction chart for Indonesia (South-East Asia Region B). The prediction of cardiovascular risk level was obtained through interview concerning on demographic data, blood pressure, and cholesterol level. The results were analyzed and presented in descriptive and central tendency.Result: Respondents were mostly female patients with an average age of 59,15 (±9,73) years. The level variances of cardiovascular risk in the next ten years were i.e. low-risk 50,47%; moderate risk 13,08%; high risk 14,02%; and very high risk 22,43%.Conclusion: Most respondents have a low risk to experience non-lethal and lethal incidents of cardiovascular events in the next ten years. ABSTRAKLatar Belakang: Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian global. Individu yang terdiagnosa penyakit kardiovaskular memiliki risiko mengalami kejadian non-fatal maupun fatal, mulai dari serangan jantung, strok, dan bahkan kematian.Tujuan: Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran tingkat risiko penyakit kardiovaskular di wilayah kerja Puskesmas Mlati, Sleman, Yogyakarta.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mlati Sleman Yogyakarta pada bulan September hingga Oktober 2017. Sampel penelitian diperoleh melalui teknik multistage cluster sampling dengan total subjek penelitian sejumlah 107 orang. Responden penelitian ini yaitu pasien yang terdiagnosis penyakit kardiovaskular dan berusia 40-79 tahun. Tingkat risiko kardiovaskular diukur menggunakan diagram WHO/ISH risk prediction chart wilayah Indonesia (South-East Asia Region B). Data yang diperlukan untuk mengisi diagram prediksi risiko kardiovaskular diperoleh melalui wawancara karakteristik responden, pengukuran tekanan darah dan kolesterol. Hasil penelitian dianalisis dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.Hasil: Responden penelitian didominasi oleh perempuan dengan rata-rata usia responden yaitu 59,15 tahun (±9,73). Tingkat risiko kardiovaskular dalam kurun waktu sepuluh tahun yang akan datang yaitu risiko rendah 50,47%; risiko sedang 13,08%; risiko tinggi 14,02%; dan risiko sangat tinggi 22,43%.Kesimpulan: Mayoritas responden memiliki risiko rendah mengalami kejadian non-fatal dan fat
背景:心血管疾病是全球死亡的主要原因。被诊断为心血管疾病的人有发生非致命性和致命性事件的风险,包括心脏病发作、中风,甚至死亡。目的:本研究旨在了解日惹市Sleman Mlati社区卫生中心工作区域心血管疾病的风险水平。方法:于2017年9 - 10月在日惹市Sleman Mlati社区卫生中心工作区域进行横断面研究。样本采用多阶段整群抽样技术,共107例患者。受访者为年龄在40岁至79岁之间的心血管疾病患者。研究采用WHO/ISH印度尼西亚(东南亚B区)风险预测图,通过人口统计数据、血压、胆固醇水平访谈,预测心血管风险水平。对结果进行了分析,并提出了描述性和集中趋势。结果:受访患者多为女性,平均年龄59,15(±9,73)岁。未来10年心血管风险水平方差为:低危50,47%;中度风险13.08%;高危人群14.02%;非常高的风险22,43%结论:大多数受访者在未来10年内发生非致死性和致死性心血管事件的风险较低。【摘要】latar Belakang: Penyakit cardiovasular merupakan penyebab kematian global。个别杨的诊断为:心血管疾病、非致死性、非致死性、非致死性、非致死性、中风、非致死性、非致死性。图胡安:图胡安penelitian adalah untuk mengetahui gambaran tingkat risiko penyakit kardiovaskular di wilayah kerja Puskesmas Mlati, Sleman,日惹。方法:Penelitian ini merupakan Penelitian横截面yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mlati Sleman日惹帕布兰2017年9月至10月。样本分阶段聚类抽样登干,总样本为107只猩猩。对心血管病的诊断有应答者40-79例。WHO/ISH风险预测图,印度尼西亚(东南亚B区)。数据:diperlukan untuk mengisi图prediksi risko cardiovasdiperoleh melalui wawancara karakteristik responden,企鹅tekanan darah dan胆固醇。Hasil penelitian的数据分析,但disajikan的数据表分布频率。Hasil: Responden penelitian didominasi oleh perempupudengan rata-rata - usia respondengan 59,15 tahun(±9,73)。Tingkat risiko心血管dalam kurun waktu sepuluh tahun yang akan datang yitu risiko rendah 50,47%;Risiko sedang 13,08%;Risiko tinggi 14.02%;Dan risiko sangat tinggi 22,43%。kespulan: Mayoritas respondenmemiliki risiko rendah mengalami kejadian非致命但致命的penyakit心血管dalam kurun waktu sepuluh tahun yang akan datang。
{"title":"Gambaran Tingkat Risiko Penyakit Kardiovaskular di Wilayah Kerja Puskesmas Mlati Sleman Yogyakarta","authors":"Vania Elysia Septiani, Anggit Wicaksana, Eri Yanuar Akhmad Budi Sunaryo","doi":"10.22146/jkkk.44259","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jkkk.44259","url":null,"abstract":"Background: Cardiovascular disease is the cause of global death. A cardiovascular-diseases diagnosed person has a risk for non-lethal and lethal incidents, ranging from heart attack, stroke, and even death.Objective: This research was aimed to obtain an overview of the risk level of cardiovascular-disease in the working area of Mlati Community Health Center Sleman, Yogyakarta.Methods: A cross-sectional research was conducted in the working area of Mlati Community Health Center Sleman, Yogyakarta from September until October 2017. Samples were taken using a multistage cluster sampling technique with the overall subjects of 107 patients. Respondents were patients diagnosed with cardiovascular disease and aged from 40 to 79 years. The research employed WHO/ISH risk prediction chart for Indonesia (South-East Asia Region B). The prediction of cardiovascular risk level was obtained through interview concerning on demographic data, blood pressure, and cholesterol level. The results were analyzed and presented in descriptive and central tendency.Result: Respondents were mostly female patients with an average age of 59,15 (±9,73) years. The level variances of cardiovascular risk in the next ten years were i.e. low-risk 50,47%; moderate risk 13,08%; high risk 14,02%; and very high risk 22,43%.Conclusion: Most respondents have a low risk to experience non-lethal and lethal incidents of cardiovascular events in the next ten years. ABSTRAKLatar Belakang: Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian global. Individu yang terdiagnosa penyakit kardiovaskular memiliki risiko mengalami kejadian non-fatal maupun fatal, mulai dari serangan jantung, strok, dan bahkan kematian.Tujuan: Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran tingkat risiko penyakit kardiovaskular di wilayah kerja Puskesmas Mlati, Sleman, Yogyakarta.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mlati Sleman Yogyakarta pada bulan September hingga Oktober 2017. Sampel penelitian diperoleh melalui teknik multistage cluster sampling dengan total subjek penelitian sejumlah 107 orang. Responden penelitian ini yaitu pasien yang terdiagnosis penyakit kardiovaskular dan berusia 40-79 tahun. Tingkat risiko kardiovaskular diukur menggunakan diagram WHO/ISH risk prediction chart wilayah Indonesia (South-East Asia Region B). Data yang diperlukan untuk mengisi diagram prediksi risiko kardiovaskular diperoleh melalui wawancara karakteristik responden, pengukuran tekanan darah dan kolesterol. Hasil penelitian dianalisis dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.Hasil: Responden penelitian didominasi oleh perempuan dengan rata-rata usia responden yaitu 59,15 tahun (±9,73). Tingkat risiko kardiovaskular dalam kurun waktu sepuluh tahun yang akan datang yaitu risiko rendah 50,47%; risiko sedang 13,08%; risiko tinggi 14,02%; dan risiko sangat tinggi 22,43%.Kesimpulan: Mayoritas responden memiliki risiko rendah mengalami kejadian non-fatal dan fat","PeriodicalId":287362,"journal":{"name":"Jurnal Keperawatan Klinis dan Komunitas","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116935571","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dewa Ayu Made Dewi Widhayanti, Sri Warsini, S. Sutono
Background: Indonesia is one of the countries that is prone to flood disaster. The flash flood that occurred in Magelang on April 29th 2017 had caused a major physical loss, such as houses damage, dead casualties, injured victims, and displacement. In addition to the physical loss, flood disaster may impact mental health of the victims e.g. stress, anxiety, depression and post-trauma stress disorder.Objective: This research was aimed to identify the anxiety level of the victim of flood at Sambungrejo and Citrosono villages and the difference of anxiety level of flood victim based on the characteristics of the respondents.Methods: This research was a descriptive research with a cross sectional design. A cluster sampling was performed to get 100 respondents who were victim of flood in Sambungrejo and Citrosono villages, which met the inclusion and exclusion criteria of this study. The instruments used in this study were Zung Self Anxiety Scale (ZSAS) and socio-demographic questionnaire. The data were analyzed using Fisher test.Results: The research found that 91% of respondents did not suffer anxiety, while the rest of the respondents (9%) suffered mild - moderate anxiety, thus no respondents suffered severe anxiety. The variation of respondent anxiety level occured based on evacuation record at p value = 0,026.Conclusion: Overall, the flood victims in Sambungrejo and Citrosono villages did not suffer anxiety. Among all factors, evacuation record correlated with the anxiety level of respondents. ABSTRAKLatar Belakang: Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana banjir. Banjir bandang yang terjadi di Magelang pada 29 April 2017 menimbulkan kerugian berupa kerusakan rumah, korban meninggal, korban luka–luka dan mengungsi. Selain dampak secara fisik, banjir dapat memberikan dampak bagi kesehatan mental berupa stres, kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan korban di Desa Sambungrejo dan Citrosono setelah banjir bandang dan mengetahui perbedaan tingkat kecemasan berdasarkan karakteristik responden.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah korban banjir bandang di Desa Sambungrejo dan Citrosono yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sejumlah 100 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah cluster sampling. Instrumen yang digunakan adalah Zung Self-Rating Anxiety Scale (ZSAS) dan kuesioner karakteristik responden. Analisis data menggunakan uji Fisher.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 91% responden tidak mengalami kecemasan, sisanya sebanyak 9% responden mengalami kecemasan ringan hingga sedang, dan tidak ada responden yang mengalami kecemasan parah. Tingkat kecemasan responden hanya berbeda berdasarkan riwayat mengungsi dengan nilai p = 0,026.Kesimpulan: Secara keseluruhan korban banjir bandang di Desa Sambungrejo dan Citrosono tidak mengalami kecemasan. Dari semua fak
背景:印度尼西亚是洪水灾害多发的国家之一。2017年4月29日发生在马格朗的山洪造成了重大的物质损失,如房屋被毁、人员伤亡、人员受伤和流离失所。除了身体损失外,洪水灾害还可能影响受害者的心理健康,如压力、焦虑、抑郁和创伤后应激障碍。目的:根据调查对象的特征,了解三邦格列乔村和西罗索诺村洪水灾民的焦虑水平,以及洪水灾民焦虑水平的差异。方法:采用横断面设计的描述性研究。采用整群抽样的方法,在Sambungrejo村和Citrosono村抽取100名符合本研究纳入和排除标准的洪灾受害者。本研究使用的工具是Zung自我焦虑量表(ZSAS)和社会人口调查问卷。采用Fisher检验对数据进行分析。结果:研究发现91%的被调查者没有焦虑,其余9%的被调查者有轻度至中度的焦虑,因此没有被调查者有严重的焦虑。被调查者焦虑水平的变化基于疏散记录,p值= 0.026。结论:总体而言,Sambungrejo村和Citrosono村的洪水灾民没有焦虑。在所有因素中,疏散记录与受访者的焦虑水平相关。【摘要】拉塔贝拉康:印尼merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana banjir。Banjir bandang yang terjadi di Magelang pad2017年4月29日menimbulkan kerugian berupa kerusakan rumah, korban meninggal, korban luka-luka dan mengungsi。Selain dampak secara fisik, banjir dapat成员kan dampak bagi kesehatan精神崩溃压力,kecemasan,抑郁症,dan gangguan压力pascatrava。图胡安:Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan korban di Desa Sambungrejo dan Citrosono setelah banjir bandang dan mengetahui perbedaan tingkat kecemasan berdasarkan karakteristik response。方法:Penelitian ini merupakan Penelitian deskkripent dengan rangangan横截面。3 . Sampel pada penelitian ini adalah korban banjir bandang di Desa Sambungrejo dan Citrosono yang memenuuhi krusi daneksklusi sejumlah 100 orang。Teknik抽样杨迪库纳坎adalah聚类抽样。采用焦虑自评量表(ZSAS),观察患者的焦虑反应。分析数据孟古纳坎uji Fisher。哈西尔:哈西尔penelitian menunjukkan有91%的人回答tidak mengalami kecmasan, sisanya sebanyak有9%的人回答mengalami kecmasan, ringan hinga sedang, dan tidak ada有杨回答mengalami kecmasan parah。Tingkat kecmasan回应了mengungsi dengan nilai的hanya berbeda berdasarkan riwayi p = 0.026。kespulan: Secara keseluruhan korban banjir bandang di Desa Sambungrejo dan Citrosono tidak mengalami kecemasan。达里semua因素杨达达,汉雅河,孟光斯,杨伯虎,登根,廷卡特,克切马桑回应道。
{"title":"Gambaran Tingkat Kecemasan pada Korban Banjir Bandang di Kabupaten Magelang","authors":"Dewa Ayu Made Dewi Widhayanti, Sri Warsini, S. Sutono","doi":"10.22146/jkkk.44240","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jkkk.44240","url":null,"abstract":"Background: Indonesia is one of the countries that is prone to flood disaster. The flash flood that occurred in Magelang on April 29th 2017 had caused a major physical loss, such as houses damage, dead casualties, injured victims, and displacement. In addition to the physical loss, flood disaster may impact mental health of the victims e.g. stress, anxiety, depression and post-trauma stress disorder.Objective: This research was aimed to identify the anxiety level of the victim of flood at Sambungrejo and Citrosono villages and the difference of anxiety level of flood victim based on the characteristics of the respondents.Methods: This research was a descriptive research with a cross sectional design. A cluster sampling was performed to get 100 respondents who were victim of flood in Sambungrejo and Citrosono villages, which met the inclusion and exclusion criteria of this study. The instruments used in this study were Zung Self Anxiety Scale (ZSAS) and socio-demographic questionnaire. The data were analyzed using Fisher test.Results: The research found that 91% of respondents did not suffer anxiety, while the rest of the respondents (9%) suffered mild - moderate anxiety, thus no respondents suffered severe anxiety. The variation of respondent anxiety level occured based on evacuation record at p value = 0,026.Conclusion: Overall, the flood victims in Sambungrejo and Citrosono villages did not suffer anxiety. Among all factors, evacuation record correlated with the anxiety level of respondents. ABSTRAKLatar Belakang: Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana banjir. Banjir bandang yang terjadi di Magelang pada 29 April 2017 menimbulkan kerugian berupa kerusakan rumah, korban meninggal, korban luka–luka dan mengungsi. Selain dampak secara fisik, banjir dapat memberikan dampak bagi kesehatan mental berupa stres, kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan korban di Desa Sambungrejo dan Citrosono setelah banjir bandang dan mengetahui perbedaan tingkat kecemasan berdasarkan karakteristik responden.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah korban banjir bandang di Desa Sambungrejo dan Citrosono yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sejumlah 100 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah cluster sampling. Instrumen yang digunakan adalah Zung Self-Rating Anxiety Scale (ZSAS) dan kuesioner karakteristik responden. Analisis data menggunakan uji Fisher.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 91% responden tidak mengalami kecemasan, sisanya sebanyak 9% responden mengalami kecemasan ringan hingga sedang, dan tidak ada responden yang mengalami kecemasan parah. Tingkat kecemasan responden hanya berbeda berdasarkan riwayat mengungsi dengan nilai p = 0,026.Kesimpulan: Secara keseluruhan korban banjir bandang di Desa Sambungrejo dan Citrosono tidak mengalami kecemasan. Dari semua fak","PeriodicalId":287362,"journal":{"name":"Jurnal Keperawatan Klinis dan Komunitas","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127379533","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Nurul Hasanah, Sri Hartini, Anik Rustiyaningsih, C. Machira
Background: Traumatic event can affect victim’s psychological condition, such as adolescent which categorized as vulnerable population, in the form of depression. This hypothetically occurred as the impact of Mount Merapi eruption in 2010. Independent variables for such traumatic condition include gender, age, loss of nearest person, and social support.Objective: To identify the correlation between social support and depression tendency among adolescent after 2010 Merapi Eruption.Method: This quantitative study was conducted using descriptive analytic with cross sectional design. Respondents in this study were 50 adolescents who experienced Mount Merapi Eruption in 2010 and living in huntap (Wukirsari permanent residence village). The questionnaires were used in this research, i.e.: socio-demographic questionnaire, Child Depression Inventory (CDI), and Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). Independent t test was applied to analyze the data.Results: The prevalence of depression tendency was 24%. There were 54% of respondents who received high social support, while 46% received low social support. The depression tendency had a significant relationship with social support (p= 0,01; p <0,05). Gender, age, and loss of the closest person due to eruption did not have a significant relationship with the tendency of depression, respectively with p= 0,57, p= 0,80, p= 0,07 (p> 0,05).Conclusion: Social support was the only variable that had a significant relationship with the tendency of depression in adolescents in huntap (Wukirsari permanent residence village). ABSTRAKLatar Belakang: Kondisi traumatis dapat memengaruhi kondisi psikologis dalam bentuk depresi pada populasi yang rentan seperti anak usia sekolah. Hal ini yang diasumsikan terjadi sebagai dampak letusan Gunung Merapi tahun 2010. Variabel yang memengaruhi kondisi traumatis ini adalah jenis kelamin, umur, kehilangan orang terdekat, cedera fisik dan dukungan sosial.Tujuan: Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan kecenderungan depresi pasca-erupsi Merapi tahun 2010.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional dengan pendekatan kuantitatif. Responden dalam penelitian ini adalah remaja berjumlah 50 orang, yang mengalami erupsi Merapi tahun 2010, dan tinggal di salah satu hunian tetap (huntap). Penelitian ini menggunakan kuesioner karakteristik responden, kuesioner Child Depression Inventory (CDI) dan kuesioner Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). Analisis data menggunakan uji Independent Sample T Test.Hasil: Prevalensi kecenderungan depresi pada remaja di huntap adalah 24%. Berdasarkan jenis kelamin, responden lebih banyak perempuan daripada laki-laki yaitu 33 orang (66%) untuk perempuan dan 17 orang (34%) untuk laki-laki. Dukungan sosial yang diterima oleh remaja di huntap yaitu 54% untuk dukungan sosial tinggi dan 46% untuk dukungan sosial rendah. Kecenderungan depresi memiliki hubungan yang b
背景:创伤性事件可以影响受害者的心理状况,如青少年,作为弱势群体,以抑郁的形式出现。这可能是2010年默拉皮火山喷发的影响。这种创伤状况的独立变量包括性别、年龄、失去最亲近的人以及社会支持。目的:探讨2010年默拉皮火山爆发后青少年社会支持与抑郁倾向的关系。方法:采用横断面设计的描述性分析方法进行定量研究。本研究的调查对象是居住在huntap (Wukirsari常住村)的50名2010年经历默拉皮火山喷发的青少年。本研究采用社会人口学问卷、儿童抑郁量表(CDI)和多维感知社会支持量表(MSPSS)进行问卷调查。采用独立t检验对数据进行分析。结果:抑郁倾向患病率为24%。54%的受访者获得高社会支持,46%的受访者获得低社会支持。抑郁倾向与社会支持有显著相关(p= 0.01;p 0 05)。结论:社会支持是huntap (Wukirsari)常住村青少年抑郁倾向的唯一影响变量。ABSTRAKLatar Belakang: Kondisi traumatis dapat memengaruhi Kondisi psikologis dalam bentuk depresi篇populasi杨rentan seperti赶出亚衲族美国新闻署sekolah。2010年12月,中国日报网报道。变量yang memengaruhi kondisi创伤是ini adalah jenis kelamin, umur, kehilangan orange terdekat, cederfisik dan dukungan social。图juan: Untuk mengetahui hubungan dukungan social dengan kecenderungan pasca- erupi pasca- erupi Merapi, 2010。方法:横向分析,横向分析,横向分析,横向分析,横向分析。Responden dalam penelitian ini adalah remaja berjumlah 50 orangi, yang mengalami erupsi Merapi tahun 2010, dan tinggal di salah satu huunian tetap (huntap)。Penelitian ini menggunakan kuesioner karakteristitik量表,kuesioner儿童抑郁量表(CDI)和kuesioner感知社会支持多维量表(MSPSS)。分析数据采用独立样本T检验。Hasil: Prevalensi kecenderungan depresi pada remaja di huntap adalah 24%。Berdasarkan jenis kelamin,应答者lebih banyak perempuan daripada laki-laki yitu 33只(66%)untuk perempuan dan 17只(34%)untuk laki-laki。杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克杜克抑郁症患者有明显的抑郁症状(p= 0.01;p 0 05)。kespulan: Dukungan social merupakan satu-satunya variabel yang memoriliki hubungan bermakna dengan kecenderungan depresi padremaja di huntap。
{"title":"Hubungan Dukungan Sosial dengan Kecenderungan Depresi Remaja pada 7 Tahun Pasca-Erupsi Gunung Merapi","authors":"Nurul Hasanah, Sri Hartini, Anik Rustiyaningsih, C. Machira","doi":"10.22146/jkkk.44306","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jkkk.44306","url":null,"abstract":"Background: Traumatic event can affect victim’s psychological condition, such as adolescent which categorized as vulnerable population, in the form of depression. This hypothetically occurred as the impact of Mount Merapi eruption in 2010. Independent variables for such traumatic condition include gender, age, loss of nearest person, and social support.Objective: To identify the correlation between social support and depression tendency among adolescent after 2010 Merapi Eruption.Method: This quantitative study was conducted using descriptive analytic with cross sectional design. Respondents in this study were 50 adolescents who experienced Mount Merapi Eruption in 2010 and living in huntap (Wukirsari permanent residence village). The questionnaires were used in this research, i.e.: socio-demographic questionnaire, Child Depression Inventory (CDI), and Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). Independent t test was applied to analyze the data.Results: The prevalence of depression tendency was 24%. There were 54% of respondents who received high social support, while 46% received low social support. The depression tendency had a significant relationship with social support (p= 0,01; p <0,05). Gender, age, and loss of the closest person due to eruption did not have a significant relationship with the tendency of depression, respectively with p= 0,57, p= 0,80, p= 0,07 (p> 0,05).Conclusion: Social support was the only variable that had a significant relationship with the tendency of depression in adolescents in huntap (Wukirsari permanent residence village). ABSTRAKLatar Belakang: Kondisi traumatis dapat memengaruhi kondisi psikologis dalam bentuk depresi pada populasi yang rentan seperti anak usia sekolah. Hal ini yang diasumsikan terjadi sebagai dampak letusan Gunung Merapi tahun 2010. Variabel yang memengaruhi kondisi traumatis ini adalah jenis kelamin, umur, kehilangan orang terdekat, cedera fisik dan dukungan sosial.Tujuan: Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan kecenderungan depresi pasca-erupsi Merapi tahun 2010.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional dengan pendekatan kuantitatif. Responden dalam penelitian ini adalah remaja berjumlah 50 orang, yang mengalami erupsi Merapi tahun 2010, dan tinggal di salah satu hunian tetap (huntap). Penelitian ini menggunakan kuesioner karakteristik responden, kuesioner Child Depression Inventory (CDI) dan kuesioner Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). Analisis data menggunakan uji Independent Sample T Test.Hasil: Prevalensi kecenderungan depresi pada remaja di huntap adalah 24%. Berdasarkan jenis kelamin, responden lebih banyak perempuan daripada laki-laki yaitu 33 orang (66%) untuk perempuan dan 17 orang (34%) untuk laki-laki. Dukungan sosial yang diterima oleh remaja di huntap yaitu 54% untuk dukungan sosial tinggi dan 46% untuk dukungan sosial rendah. Kecenderungan depresi memiliki hubungan yang b","PeriodicalId":287362,"journal":{"name":"Jurnal Keperawatan Klinis dan Komunitas","volume":"22 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131996178","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Background: Changes in unhealthy lifestyle and behavior, such as changes in patterns of food consumption and lack of physical activity, may increase the risk of metabolic syndrome. In order to reduce metabolic syndrome risk , promotional efforts such as health education with audiovisual media, may promote a higher level of physical activity.Objective: To determine the effect of health education with audiovisual media toward physical activity level among the metabolic syndrome risk-population in the working area of Turi Community Health Center (Puskesmas), Sleman.Method: This research was a quasi-experiment with a nonequivalent pre-test and post-test design control group. Participants in this research were 80 people who lived in Turi, which 38 people allocated in the intervention group and 42 people in the control group. An intervention used in this study was audiovisual media while the control group received booklet. This questionnaire used in this study was a questionnaire of physical activity GPAQ. T-test was used to determine the effect of audiovisual to physical activity before and after health education which was measured two weeks after the intervention.Result: Health education with audiovisual media affected the level of physical activity in the treatment group (p= 0,001) and the provision of booklets did not affect the physical activity of the control group (p= 0,326). There were differences in physical activity after the intervention between the groups that were given health education using audiovisuals compared to the provision of booklets (p= 0,001).Conclusion: There is an effect of audiovisual health education toward the level of physical activity on the metabolic syndrome risk-population. ABSTRAKLatar Belakang: Perubahan gaya hidup dan perilaku tidak sehat, seperti perubahan pola makan dan berkurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko kejadian sindrom metabolik. Upaya promotif seperti pendidikan kesehatan dengan media audiovisual dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas fisik dalam rangka mengurangi risiko kejadian sindrom metabolik.Tujuan: Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan media audiovisual terhadap tingkat aktivitas fisik pada populasi risiko sindrom metabolik di wilayah kerja Puskesmas Turi Sleman.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan teknik non-equivalent pretest posttest design control group. Responden penelitian ini adalah masyarakat wilayah Turi yang berjumlah 80 orang yaitu 38 orang pada kelompok perlakuan dengan intervensi pendidikan kesehatan melalui media audiovisual dan 42 orang di kelompok kontrol dengan intervensi pendidikan melalui media booklet. Penelitian ini menggunakan kuesioner aktivitas fisik GPAQ. Analisis data menggunakan paired sample t-test untuk mengetahui pengaruh audiovisual terhadap aktivitas fisik sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan yang diberi jarak selama dua minggu.Hasil: Pendidikan kesehatan dengan media audiovisual berpengaruh (p=0,001) t
背景:不健康的生活方式和行为的改变,如食物消费模式的改变和缺乏身体活动,可能会增加代谢综合征的风险。为了减少代谢综合征的风险,通过视听媒体进行健康教育等宣传工作可以促进更高水平的身体活动。目的:探讨视听媒介健康教育对Sleman市Turi社区卫生中心工作区域代谢综合征高危人群身体活动水平的影响。方法:本研究为准实验,采用非等效前测和后测设计对照组。这项研究的参与者是住在图里的80人,其中38人被分配到干预组,42人被分配到对照组。本研究采用视听媒体作为干预手段,对照组接受小册子。本研究使用的问卷为体力活动GPAQ问卷。采用t检验确定健康教育前后视听对身体活动的影响,并于干预后2周测量。结果:视听媒介的健康教育对治疗组的身体活动水平有影响(p= 0.001),提供小册子对对照组的身体活动没有影响(p= 0.326)。与提供小册子的组相比,使用视听进行健康教育的组在干预后的身体活动有差异(p= 0.001)。结论:视听健康教育对代谢综合征高危人群体力活动水平有影响。【摘要】紫癜性肾炎:紫癜性肾炎,紫癜性肾炎,紫癜性肾炎,紫癜性肾炎,紫癜性肾炎。Upaya促进了个体的独立,个体的独立,个体的独立,个体的独立,个体的独立,个体的独立。图juan: Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dentan媒体视听terhadap, tingkat活动,fisik pada populasrisiko syndrome metabolik di wilayah kerja Puskesmas Turi Sleman。方法:Penelitian ini merupakan Penelitian准实验,非等效前测后测设计对照组。应答者penelitian ini adalah masyarakat wilayah Turi yang berjumlah 80 orang yaitu 38 orang paada kelompok perlakan dengan interveni pendidikan kesehatan melaluk media视听资料42 orang di kelompok control dengan interveni pendidikan melaluk media小册子。Penelitian ini menggunakan kuesioner活动在GPAQ。分析数据,配对样本t检验,内蒙古自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区。Hasil: Pendidikan kesehatan dengan media视听berpengaruh (p= 0.001)、hadap aktivitas fisik pada kelompok perlakuan与pemberian小册子tidak berpengaruh pada aktivitas fisik kelompok对照(p=0,326)。(p= 0.001) (p= 0.001) (p= 0.001) (p= 0.001) (p= 0.001) (p= 0.001) (p= 0.001)
{"title":"Pengaruh Pendidikan Kesehatan Audiovisual terhadap Tingkat Aktivitas Fisik pada Populasi Berisiko Sindrom Metabolik di Wilayah Kerja Puskesmas Turi","authors":"S. Rahayu, Sri Mulyani, M. Perdana","doi":"10.22146/jkkk.44262","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jkkk.44262","url":null,"abstract":"Background: Changes in unhealthy lifestyle and behavior, such as changes in patterns of food consumption and lack of physical activity, may increase the risk of metabolic syndrome. In order to reduce metabolic syndrome risk , promotional efforts such as health education with audiovisual media, may promote a higher level of physical activity.Objective: To determine the effect of health education with audiovisual media toward physical activity level among the metabolic syndrome risk-population in the working area of Turi Community Health Center (Puskesmas), Sleman.Method: This research was a quasi-experiment with a nonequivalent pre-test and post-test design control group. Participants in this research were 80 people who lived in Turi, which 38 people allocated in the intervention group and 42 people in the control group. An intervention used in this study was audiovisual media while the control group received booklet. This questionnaire used in this study was a questionnaire of physical activity GPAQ. T-test was used to determine the effect of audiovisual to physical activity before and after health education which was measured two weeks after the intervention.Result: Health education with audiovisual media affected the level of physical activity in the treatment group (p= 0,001) and the provision of booklets did not affect the physical activity of the control group (p= 0,326). There were differences in physical activity after the intervention between the groups that were given health education using audiovisuals compared to the provision of booklets (p= 0,001).Conclusion: There is an effect of audiovisual health education toward the level of physical activity on the metabolic syndrome risk-population. ABSTRAKLatar Belakang: Perubahan gaya hidup dan perilaku tidak sehat, seperti perubahan pola makan dan berkurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko kejadian sindrom metabolik. Upaya promotif seperti pendidikan kesehatan dengan media audiovisual dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas fisik dalam rangka mengurangi risiko kejadian sindrom metabolik.Tujuan: Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan media audiovisual terhadap tingkat aktivitas fisik pada populasi risiko sindrom metabolik di wilayah kerja Puskesmas Turi Sleman.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan teknik non-equivalent pretest posttest design control group. Responden penelitian ini adalah masyarakat wilayah Turi yang berjumlah 80 orang yaitu 38 orang pada kelompok perlakuan dengan intervensi pendidikan kesehatan melalui media audiovisual dan 42 orang di kelompok kontrol dengan intervensi pendidikan melalui media booklet. Penelitian ini menggunakan kuesioner aktivitas fisik GPAQ. Analisis data menggunakan paired sample t-test untuk mengetahui pengaruh audiovisual terhadap aktivitas fisik sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan yang diberi jarak selama dua minggu.Hasil: Pendidikan kesehatan dengan media audiovisual berpengaruh (p=0,001) t","PeriodicalId":287362,"journal":{"name":"Jurnal Keperawatan Klinis dan Komunitas","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132447412","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Background: End Stage Renal Disease is a condition of chronic kidney disease characterized by decreased renal function that requires hemodialysis therapy. Hemodialysis causes several effects, one of which is insomnia.Objective: To identify clinical indicator of nursing diagnosis for insomnia using Insomnia Severity Index (ISI) as the measuring instrument.Methods: This was descriptive research with cross-sectional design. Respondents in this study were patients undergoing hemodialysis which amounting in total to 72 patients. Two instruments, ISI and NANDA-I for Insomnia (an instrument developed from clinical indicators of nursing diagnosis), were used in this research. Then, the most appeared ISI’s clinical indicators at every level of insomnia were analyzed using univariate analysis.Results: The ISI’s clinical indicators which appear in all severe insomnia patients are: early awakening, difficulty in initiating sleep, difficulty in maintaining sleep, alteration in sleep pattern (sleep quantity and quality change), health status shifting, sleep disturbance with an impact on the next-day, exhausted, decreased quality of life, mood swing, and haggard. Only one ISI’s clinical indicator which appears in all moderate insomnia patients which is alteration in sleep pattern (sleep quality change). On the mild insomnia, there is not any clinical indicator which appear in every patient; however, patients are likely to experience alteration in sleep pattern (sleep quantity and quality change).Conclusions: Ten clinical indicators of insomnia nursing diagnosis found in patients with severe insomnia need to be considered as the main indicator in patients with insomniac nursing diagnosis. ABSTRAK Latar belakang: End Stage Renal Disease adalah penyakit ginjal kronis yang ditandai dengan menurunnya fungsi ginjal sehingga membutuhkan terapi hemodialisis. Hemodialisis menimbulkan beberapa dampak, salah satunya adalah insomnia.Tujuan: Mengetahui gambaran indikator klinis diagnosis keperawatan insomnia yang diukur menggunakan Insomnia Severity Index (ISI).Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross-sectional. Responden dalam penelitian ini adalah 72 pasien yang menjalani hemodialisis. Pengukuran insomnia pada responden dilakukan menggunakan dua instrumen yaitu ISI dan instrumen yang disusun dari indikator klinis diagnosis keperawatan insomnia berdasarkan NANDA-I. Peneliti menganalisis indikator klinis yang muncul pada setiap tingkatan insomnia berdasarkan ISI.Hasil: Indikator klinis yang terdapat pada insomnia berat sesuai ISI adalah: bangun terlalu dini, kesulitan memulai tidur, kesulitan mempertahankan tidur, gangguan pola tidur (perubahan kuantitas dan kualitas tidur), perubahan status kesehatan, gangguan tidur yang berdampak pada keesokan hari, tidak berenergi, penurunan kualitas hidup, perubahan suasana hati, dan tidur tidak memuaskan. Indikator klinis yang terdapat pada pasien dengan insomnia sedang sesuai ISI adalah gangguan po
背景:终末期肾病是一种以肾功能下降为特征的慢性肾脏疾病,需要血液透析治疗。血液透析会造成几种影响,其中之一就是失眠。目的:以失眠症严重程度指数(ISI)为测量工具,确定护理诊断失眠症的临床指标。方法:采用横断面设计的描述性研究。本研究的调查对象为接受血液透析治疗的患者,共计72例。本研究采用ISI和NANDA-I失眠量表(由护理诊断临床指标发展而来的量表)。然后,采用单变量分析方法对出现次数最多的ISI在各失眠水平的临床指标进行分析。结果:所有重度失眠症患者的ISI临床指标均为:早醒、难以入睡、难以维持睡眠、睡眠模式改变(睡眠数量和质量改变)、健康状态改变、睡眠障碍并影响次日、疲惫、生活质量下降、情绪波动、精神憔悴。只有一项ISI临床指标出现在所有中度失眠症患者中,即睡眠模式改变(睡眠质量改变)。对于轻度失眠,没有任何临床指标出现在每个患者身上;然而,患者可能会经历睡眠模式的改变(睡眠数量和质量的改变)。结论:在重度失眠患者中发现的10项失眠护理诊断临床指标,需要作为失眠患者护理诊断的主要指标。【摘要】晚期肾病阿达拉(adalah penyakit)、肾肾炎(genal kronis)、肾肾炎(genal sega)、肾肾炎(genal menurunnya)、肾肾炎(genal sega)、肾肾炎(terapi血液透析)。血液透析menimbulkan beberapa dampak, salah satunya adalah失眠。图娟:梦格塔辉甘巴兰指标klinis诊断keperawatan失眠阳diukur梦格纳坎失眠严重指数(ISI)。方法:用横切面进行横切面绘制。有反应的dalam penelitian, i adalah 72, pasen, menjalani,血液透析。企鹅失眠指数dilakukan menggunakan dua仪器yitu ISI dan仪器yang disusun dari指标klinis诊断keperawatan失眠berdasarkan NANDA-I。Peneliti睡眠分析指标klinis yang、moncul pa、tingkatan失眠、dasarkan ISI。Hasil:指标klinis yang terdapat pada insomnia beratak memuaskan ISI adalah: bangunn terlalu dini, kesulitan memulai tidur, kesulitan memulai tidur, gangguan pola tidur(秘鲁bahan kuantitas dan kualitas tidur),秘鲁bahan status kesehatan, gangguan tidur yang berdampak padakesokan hari, tidak berergi, penurunan kualitas hidup,秘鲁bahan suasana hati,丹tidur tidak memuaskan。指标:羊水、羊水、羊水、羊水、羊水、羊水、羊水、羊水。睡眠失眠、睡眠睡眠指标klinis yang muncul Pada, namun pusien cenderung mengalami gangguan polidur (perubahan kuantitas dan kualitas tidur)。kespulan: Sepuluh指标klinis诊断keperawatan失眠阳terdapat pasen dengan失眠perperu dipertimbangan sebagai指标utama pasen dengan诊断keperawatan失眠。
{"title":"Gambaran Indikator Klinis Diagnosis Keperawatan Insomnia Menggunakan Insomnia Severity Index pada Pasien Hemodialisis","authors":"Ayu Dwi Putri, T. Harjanto, Intan Nurjannah","doi":"10.22146/jkkk.56584","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jkkk.56584","url":null,"abstract":"Background: End Stage Renal Disease is a condition of chronic kidney disease characterized by decreased renal function that requires hemodialysis therapy. Hemodialysis causes several effects, one of which is insomnia.Objective: To identify clinical indicator of nursing diagnosis for insomnia using Insomnia Severity Index (ISI) as the measuring instrument.Methods: This was descriptive research with cross-sectional design. Respondents in this study were patients undergoing hemodialysis which amounting in total to 72 patients. Two instruments, ISI and NANDA-I for Insomnia (an instrument developed from clinical indicators of nursing diagnosis), were used in this research. Then, the most appeared ISI’s clinical indicators at every level of insomnia were analyzed using univariate analysis.Results: The ISI’s clinical indicators which appear in all severe insomnia patients are: early awakening, difficulty in initiating sleep, difficulty in maintaining sleep, alteration in sleep pattern (sleep quantity and quality change), health status shifting, sleep disturbance with an impact on the next-day, exhausted, decreased quality of life, mood swing, and haggard. Only one ISI’s clinical indicator which appears in all moderate insomnia patients which is alteration in sleep pattern (sleep quality change). On the mild insomnia, there is not any clinical indicator which appear in every patient; however, patients are likely to experience alteration in sleep pattern (sleep quantity and quality change).Conclusions: Ten clinical indicators of insomnia nursing diagnosis found in patients with severe insomnia need to be considered as the main indicator in patients with insomniac nursing diagnosis. ABSTRAK Latar belakang: End Stage Renal Disease adalah penyakit ginjal kronis yang ditandai dengan menurunnya fungsi ginjal sehingga membutuhkan terapi hemodialisis. Hemodialisis menimbulkan beberapa dampak, salah satunya adalah insomnia.Tujuan: Mengetahui gambaran indikator klinis diagnosis keperawatan insomnia yang diukur menggunakan Insomnia Severity Index (ISI).Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross-sectional. Responden dalam penelitian ini adalah 72 pasien yang menjalani hemodialisis. Pengukuran insomnia pada responden dilakukan menggunakan dua instrumen yaitu ISI dan instrumen yang disusun dari indikator klinis diagnosis keperawatan insomnia berdasarkan NANDA-I. Peneliti menganalisis indikator klinis yang muncul pada setiap tingkatan insomnia berdasarkan ISI.Hasil: Indikator klinis yang terdapat pada insomnia berat sesuai ISI adalah: bangun terlalu dini, kesulitan memulai tidur, kesulitan mempertahankan tidur, gangguan pola tidur (perubahan kuantitas dan kualitas tidur), perubahan status kesehatan, gangguan tidur yang berdampak pada keesokan hari, tidak berenergi, penurunan kualitas hidup, perubahan suasana hati, dan tidur tidak memuaskan. Indikator klinis yang terdapat pada pasien dengan insomnia sedang sesuai ISI adalah gangguan po","PeriodicalId":287362,"journal":{"name":"Jurnal Keperawatan Klinis dan Komunitas","volume":"74 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133405691","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}