Pub Date : 2021-07-15DOI: 10.37035/ALQISTHAS.V12I1.4848
Fahyudi Fahyudi, Ahmad Marjuki
Penghayat kepercayaan masih mengalami diskriminasi terkait Pencantuman kolom agama di E-KTP. Dalam hal administrasi kependudukan, posisi sebagai penghayat kepercayaan, penganut agama leluhur dan pelaksanaan ritual adat membuat mereka dipersulit untuk mendapat dokumen-dokumen pribadi seperti kartu tanda penduduk (KTP) elektronik, kartu keluarga (KK), akte nikah, dan akte kelahiran. Berdasarkan pasal Undang-undang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa agama yang kolom agamanya di kartu keluarga (KK) maupun kartu tanda penduduk (KTP) elektronik bagi penganut kepercayaan tidak di isi. Secara fundamental hal ini disebabkan aliran kepercayaan belum diakui sebagaimana halnya agama-agama yang lain, sehingga dalam kartu tanda penduduk (KTP) elektronik tidak ada catatan bahwa seseorang adalah penghayat kepercayaan. Bahwa dengan demikian Undang-undang Administrasi Kependudukan secara faktual atau setidak-setidaknya pontesial merugikan hak-hak konstitusional. Di sisi yang lain, perlakuan diskriminasi dapat dilakukan siapa saja yang belum mempunyai kesadaran tentang hak asasi manusia. Kasus-kasus diskriminasi terhadap penganut agama tertentu, bahkan dilakukan birokrasi negara walaupun UUD 1945 telah menjamin kebebasan warga negara untuk menganut serta menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing. Perlakuan diskriminasi juga dapat dilakukan oleh elit agama dan kelompok masyarakat tertentu.
{"title":"IMPLIKASI UNDANG-UNDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN TENTANG PENGHAYAT KEPERCAYAAN MENURUT PUTUSAN MK NO. 97/PUU-XIV/2016 (KOLOM AGAMA DI E-KTP)","authors":"Fahyudi Fahyudi, Ahmad Marjuki","doi":"10.37035/ALQISTHAS.V12I1.4848","DOIUrl":"https://doi.org/10.37035/ALQISTHAS.V12I1.4848","url":null,"abstract":"Penghayat kepercayaan masih mengalami diskriminasi terkait Pencantuman kolom agama di E-KTP. Dalam hal administrasi kependudukan, posisi sebagai penghayat kepercayaan, penganut agama leluhur dan pelaksanaan ritual adat membuat mereka dipersulit untuk mendapat dokumen-dokumen pribadi seperti kartu tanda penduduk (KTP) elektronik, kartu keluarga (KK), akte nikah, dan akte kelahiran. Berdasarkan pasal Undang-undang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa agama yang kolom agamanya di kartu keluarga (KK) maupun kartu tanda penduduk (KTP) elektronik bagi penganut kepercayaan tidak di isi. Secara fundamental hal ini disebabkan aliran kepercayaan belum diakui sebagaimana halnya agama-agama yang lain, sehingga dalam kartu tanda penduduk (KTP) elektronik tidak ada catatan bahwa seseorang adalah penghayat kepercayaan. Bahwa dengan demikian Undang-undang Administrasi Kependudukan secara faktual atau setidak-setidaknya pontesial merugikan hak-hak konstitusional. Di sisi yang lain, perlakuan diskriminasi dapat dilakukan siapa saja yang belum mempunyai kesadaran tentang hak asasi manusia. Kasus-kasus diskriminasi terhadap penganut agama tertentu, bahkan dilakukan birokrasi negara walaupun UUD 1945 telah menjamin kebebasan warga negara untuk menganut serta menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing. Perlakuan diskriminasi juga dapat dilakukan oleh elit agama dan kelompok masyarakat tertentu.","PeriodicalId":292649,"journal":{"name":"Al Qisthas Jurnal Hukum dan Politik","volume":"42 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122799307","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-15DOI: 10.37035/alqisthas.v12i1.4543
Ade Sinta, Devi Siti Hamzah Marpaung
Settlement of Land Disputes through Mediation (Studies on Karawang Regency Land). The Karawang Regency Land Office can resolve several cases of land disputes through mediation, but cases are rarely resolved. In this thesis, several issues are raised, namely the role of the Karawang Regency Land Office in resolving land disputes through mediation, the procedure for resolving land disputes through mediation at the Karawang Regency Land Office and what is the success rate of mediation and obstacles in the mediation process at the Karawang Regency Land Office. The research method used in this research is a combination of a normative juridical approach with an empirical juridical approach. The normative juridical approach is to collect the necessary literature in the form of books, research journals, internet sites and laws and regulations on mediation, the National Land Agency, then an empirical juridical approach, namely by collecting data which is then taken from the results of interviews with the Head of Dispute Handling Subsection. , Conflicts and Land Cases. Settlement of land disputes at the Karawang Regency Land Office through mediation, which acts as a mediator. Settlement of land disputes through several procedures that have been implemented at the Karawang Regency Land Office. The success rate of resolving land disputes through mediation is rarely resolved, this is influenced by several obstacles. After conducting the research, it was concluded that the role of the Karawang Regency Land Office in resolving land disputes through mediation as a mediator was not optimal. Dispute resolution carried out at the Karawang Regency Land Office is carried out in accordance with Technical Guidelines No..05 / Juknis / D.V / 2007 concerning Mediation Implementation Mechanisms and Regulation of the Minister of Agrarian Affairs Number 11 of 2016 concerning Settlement of Land Cases. The success rate of mediation at the Karawang Regency Land Office is very low. This level of success is influenced by obstacles in the mediation process from the disputing parties which brings more emotional feelings, if the disputing parties use the services of a legal attorney, then there are some attorneys who prefer to win cases in court, and the absence of one of the parties in the mediation process.
{"title":"PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN MELALUI JALUR MEDIASI (STUDI PADA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN KARAWANG)","authors":"Ade Sinta, Devi Siti Hamzah Marpaung","doi":"10.37035/alqisthas.v12i1.4543","DOIUrl":"https://doi.org/10.37035/alqisthas.v12i1.4543","url":null,"abstract":"Settlement of Land Disputes through Mediation (Studies on Karawang Regency Land). The Karawang Regency Land Office can resolve several cases of land disputes through mediation, but cases are rarely resolved. In this thesis, several issues are raised, namely the role of the Karawang Regency Land Office in resolving land disputes through mediation, the procedure for resolving land disputes through mediation at the Karawang Regency Land Office and what is the success rate of mediation and obstacles in the mediation process at the Karawang Regency Land Office. \u0000The research method used in this research is a combination of a normative juridical approach with an empirical juridical approach. The normative juridical approach is to collect the necessary literature in the form of books, research journals, internet sites and laws and regulations on mediation, the National Land Agency, then an empirical juridical approach, namely by collecting data which is then taken from the results of interviews with the Head of Dispute Handling Subsection. , Conflicts and Land Cases. \u0000Settlement of land disputes at the Karawang Regency Land Office through mediation, which acts as a mediator. Settlement of land disputes through several procedures that have been implemented at the Karawang Regency Land Office. The success rate of resolving land disputes through mediation is rarely resolved, this is influenced by several obstacles. After conducting the research, it was concluded that the role of the Karawang Regency Land Office in resolving land disputes through mediation as a mediator was not optimal. Dispute resolution carried out at the Karawang Regency Land Office is carried out in accordance with Technical Guidelines No..05 / Juknis / D.V / 2007 concerning Mediation Implementation Mechanisms and Regulation of the Minister of Agrarian Affairs Number 11 of 2016 concerning Settlement of Land Cases. The success rate of mediation at the Karawang Regency Land Office is very low. This level of success is influenced by obstacles in the mediation process from the disputing parties which brings more emotional feelings, if the disputing parties use the services of a legal attorney, then there are some attorneys who prefer to win cases in court, and the absence of one of the parties in the mediation process.","PeriodicalId":292649,"journal":{"name":"Al Qisthas Jurnal Hukum dan Politik","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134029736","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-15DOI: 10.37035/ALQISTHAS.V12I1.4621
M. Ridho, A. Zaini, Rizal Pahlefi
Penundaan tahapan pelaksanaan pilkada serentak tahun 2020 telah memiliki sandaran legalitas dan formalitas yang terdiri dari: 1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota; 2) Keputusan KPU Nomor 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau WaliKota dan Wakil WaliKota Tahun 2020; 3) PERPPU Nomor 2 Tahun 2020; dan 4) Keputusan Presiden (KEPRES) Nomor 11 Tahun 2020 tentang penetapan Kedaruratan Kesehatan. Secara substansi, Perppu Nomor 2 Tahun 2020 menjelaskan bahwa apabila sebagian wilayah pemilihan atau seluruh wilayah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lain yang mengakibatkan sebagian tahapan pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, sebagai gantinya dilakukan setelah penetapan penundaan dengan Keputusan KPU. Melihat urgensi regulasi penundaan pilkada serentak pada tahun 2020 dengan lahirnya Perppu Nomor 2 tahun 2020, maka secara hirarki perundang-undangan dapat dilihat dari sudut pembentukan peraturan perundang-undangan menurut UU No. 12 Tahun 2011 (UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan) jo. UU No. 15 Tahun 2019 (UU Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2011) yaitu Pasal 201A ayat (1) dan ayat (2) dalam Perpu No. 2 Tahun 2020. Kedua, Perppu No. 2 Tahun 2020 telah memiliki landasan yuridis normatif UU No. 1 Tahun 2015 RUU tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 1 Tahun 2015 (UU tentang Pilkada). Kondisi kegentingan dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a UU No. 15 Tahun 2019 salah satunya adalah untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam. Ketiga, Perppu No. 2 Tahun 2020 seharusnya dapat dipahami sebagai penegasan terhadap UU Nomor 10 tahun 2015 dan UU Nomor 1 tahun 2016 tentang pilkada. Yakni menjalankan amanat putusan MK juga sesuai dengan dasar hukum dalam Pasal 10 ayat (1) huruf d UU No. 12 Tahun 2011. Keempat, Perppu No. 2 Tahun 2020 seharusnya dapat menjadi solusi terhadap perubahan arah politik pembentukan undang-undang kepemiluan. Hadirnya Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019, secara normatif telah memberikan implikasi regulasi baru atas alternatif keserentakan Pemilu yang menggabungkan Pilkada ke dalam keserentakan Pemilu. Kelima, Perppu merupakan sebuah aturan yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah di mana menjadi subjektivitas dari Presiden dalam mengatasi suatu kondisi dan/atau situasi memaksa dan/atau genting sesuai Pasal 22 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, yang mana Perppu pun memiliki materi muatan yang sama dengan UU. KeyWords: Legalitas; Perppu; Covid-19; Pilkada
{"title":"LEGALITAS PERPPU PILKADA SERENTAK DI MASA PANDEMI COVID-19 (Studi atas PERPPU No. 2 Tahun 2020","authors":"M. Ridho, A. Zaini, Rizal Pahlefi","doi":"10.37035/ALQISTHAS.V12I1.4621","DOIUrl":"https://doi.org/10.37035/ALQISTHAS.V12I1.4621","url":null,"abstract":"Penundaan tahapan pelaksanaan pilkada serentak tahun 2020 telah memiliki sandaran legalitas dan formalitas yang terdiri dari: 1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota; 2) Keputusan KPU Nomor 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau WaliKota dan Wakil WaliKota Tahun 2020; 3) PERPPU Nomor 2 Tahun 2020; dan 4) Keputusan Presiden (KEPRES) Nomor 11 Tahun 2020 tentang penetapan Kedaruratan Kesehatan. \u0000Secara substansi, Perppu Nomor 2 Tahun 2020 menjelaskan bahwa apabila sebagian wilayah pemilihan atau seluruh wilayah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lain yang mengakibatkan sebagian tahapan pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, sebagai gantinya dilakukan setelah penetapan penundaan dengan Keputusan KPU. Melihat urgensi regulasi penundaan pilkada serentak pada tahun 2020 dengan lahirnya Perppu Nomor 2 tahun 2020, maka secara hirarki perundang-undangan dapat dilihat dari sudut pembentukan peraturan perundang-undangan menurut UU No. 12 Tahun 2011 (UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan) jo. UU No. 15 Tahun 2019 (UU Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2011) yaitu Pasal 201A ayat (1) dan ayat (2) dalam Perpu No. 2 Tahun 2020. \u0000Kedua, Perppu No. 2 Tahun 2020 telah memiliki landasan yuridis normatif UU No. 1 Tahun 2015 RUU tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 1 Tahun 2015 (UU tentang Pilkada). Kondisi kegentingan dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a UU No. 15 Tahun 2019 salah satunya adalah untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam. Ketiga, Perppu No. 2 Tahun 2020 seharusnya dapat dipahami sebagai penegasan terhadap UU Nomor 10 tahun 2015 dan UU Nomor 1 tahun 2016 tentang pilkada. Yakni menjalankan amanat putusan MK juga sesuai dengan dasar hukum dalam Pasal 10 ayat (1) huruf d UU No. 12 Tahun 2011. Keempat, Perppu No. 2 Tahun 2020 seharusnya dapat menjadi solusi terhadap perubahan arah politik pembentukan undang-undang kepemiluan. Hadirnya Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019, secara normatif telah memberikan implikasi regulasi baru atas alternatif keserentakan Pemilu yang menggabungkan Pilkada ke dalam keserentakan Pemilu. Kelima, Perppu merupakan sebuah aturan yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah di mana menjadi subjektivitas dari Presiden dalam mengatasi suatu kondisi dan/atau situasi memaksa dan/atau genting sesuai Pasal 22 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, yang mana Perppu pun memiliki materi muatan yang sama dengan UU. \u0000KeyWords: Legalitas; Perppu; Covid-19; Pilkada","PeriodicalId":292649,"journal":{"name":"Al Qisthas Jurnal Hukum dan Politik","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122197033","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-15DOI: 10.37035/alqisthas.v12i1.4262
Mhd Alfahjri Sukri
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan peran kepemimpinan Recep Tayyib Erdogan dalam kemenangan AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi) pada pemilu 2002 di Turki dengan peran kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendongkrak Partai Demokrat pada pemilu 2004 di Indonesia serta menang dalam pilpres di tahun tersebut. Metode kualitatif digunakan untuk menjelaskan hasil analisis perbandingan. Hasil dari penelitian menunjukkan, kepemimpinan Erdogan berperan dalam mengajak para pemilih Islam maupun sekuler untuk memilih AKP dengan meraup 34,2 persen suara nasional, dan peran Susilo Bambang Yudhoyono dapat dilihat dari melonjaknya suara Partai Demokrat dengan memperoleh 7,45 persen. Persamaan peran Erdogan dan Susilo Bambang Yudhoyono yaitu sama-sama mampu mengangkat suara partai masing-masing yang merupakan partai baru, serta dianggap sebagai pemimpin kharismatik. Perbedaannya adalah kepemimpinan Erdogan lebih kompleks dibandingkan Susilo Bambang Yudhoyono, karena Erdogan tidak hanya sosok pemimpin kharismatik tetapi juga pemimpin yang memiliki hasil kerja nyata selama ia menjabat sebagai walikota Istanbul. Dengan begitu, ia mampu menarik pemilih Islam dan sekuler.
{"title":"PERBANDINGAN PERAN ERDOGAN DALAM PEMENANGAN AKP (ADALET VE KALKINMA PARTISI) DENGAN SUSILO BAMBANG YUDOYONO PADA PARTAI DEMOKRAT","authors":"Mhd Alfahjri Sukri","doi":"10.37035/alqisthas.v12i1.4262","DOIUrl":"https://doi.org/10.37035/alqisthas.v12i1.4262","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan peran kepemimpinan Recep Tayyib Erdogan dalam kemenangan AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi) pada pemilu 2002 di Turki dengan peran kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendongkrak Partai Demokrat pada pemilu 2004 di Indonesia serta menang dalam pilpres di tahun tersebut. Metode kualitatif digunakan untuk menjelaskan hasil analisis perbandingan. Hasil dari penelitian menunjukkan, kepemimpinan Erdogan berperan dalam mengajak para pemilih Islam maupun sekuler untuk memilih AKP dengan meraup 34,2 persen suara nasional, dan peran Susilo Bambang Yudhoyono dapat dilihat dari melonjaknya suara Partai Demokrat dengan memperoleh 7,45 persen. Persamaan peran Erdogan dan Susilo Bambang Yudhoyono yaitu sama-sama mampu mengangkat suara partai masing-masing yang merupakan partai baru, serta dianggap sebagai pemimpin kharismatik. Perbedaannya adalah kepemimpinan Erdogan lebih kompleks dibandingkan Susilo Bambang Yudhoyono, karena Erdogan tidak hanya sosok pemimpin kharismatik tetapi juga pemimpin yang memiliki hasil kerja nyata selama ia menjabat sebagai walikota Istanbul. Dengan begitu, ia mampu menarik pemilih Islam dan sekuler.","PeriodicalId":292649,"journal":{"name":"Al Qisthas Jurnal Hukum dan Politik","volume":"40 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129817993","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-02-14DOI: 10.37035/alqisthas.v11i2.4208
David Saputra
Prostitusi merupakan peristiwa penjualan diri atau tubuh atau kehormatan yang mana dijadikan sebagai profesi atau mata pencaharian sehari-hari dengan cara melakukan hubungan seksual dengan orang lain tanpa adanya ikatan perkawinan yang menurut undang-undang. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap orang-orang yang terlibat di dalam praktis bisnis prostitusi online yang melibatkan anak di bawah umur sebagai pekerja seks komersial. Dengan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif, maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa ketentuan perundang-undangan yang dapat menjerat para pelaku yang terlibat prostitusi online anak di bawah umur diantaranya pasal 296 dan 506 KUHP, Pasal 2 UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Pasal Undang-Undang No.17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
{"title":"TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSTITUSI ANAK DI BAWAH UMUR PADA MASA PANDEMI COVID-19","authors":"David Saputra","doi":"10.37035/alqisthas.v11i2.4208","DOIUrl":"https://doi.org/10.37035/alqisthas.v11i2.4208","url":null,"abstract":"Prostitusi merupakan peristiwa penjualan diri atau tubuh atau kehormatan yang mana dijadikan sebagai profesi atau mata pencaharian sehari-hari dengan cara melakukan hubungan seksual dengan orang lain tanpa adanya ikatan perkawinan yang menurut undang-undang. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap orang-orang yang terlibat di dalam praktis bisnis prostitusi online yang melibatkan anak di bawah umur sebagai pekerja seks komersial. Dengan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif, maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa ketentuan perundang-undangan yang dapat menjerat para pelaku yang terlibat prostitusi online anak di bawah umur diantaranya pasal 296 dan 506 KUHP, Pasal 2 UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Pasal Undang-Undang No.17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.","PeriodicalId":292649,"journal":{"name":"Al Qisthas Jurnal Hukum dan Politik","volume":"56 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124141441","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-01-19DOI: 10.37035/alqisthas.v11i2.3827
Iin Ratna Sumirat
Hukum dan moral ibarat dua sisi mata uang dimana yang satu dapat menjustifikasi yang lain. Moral dapat menjadi basis bagi huku untuk menetapkan dan menjalankan kaidah – kaidahnya, meskipun terdapat juga disana sini kaidah – kaidah hokum yang tidak berkaitan atau kaitannya sangat kecil dengan sector moral Dalam penegakan hukum juga terjadi kecenderungan pengabaian terhadap hukum, ketidakhormatan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum. Sebagai contoh, sejumlah persepsi ketidakpercayaan masyarakat pada hukum adalah (1) adanya perangkat hukum, baik produk legislatif maupun eksekutif yang dianggap belum mencerminkan keadilan sosial (social justice); (2) lembaga peradilan yang belum independen dan imparsial; (3) penegakan hukum yang masih inkonsisten dan diskriminatif; (4) perlindungan hukum pada masyarakat yang belum mencapai titik satisfactory.Keadilan hanya merupakan salah satu segmen dari moral yakni segmen dari moral yang banyak berbincang bukan terhadap sikap tindak manusia individu melainkan berbincang terhadap sikap tindak individu dalam kelompok masyarakat.
{"title":"PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN DALAM BINGKAI MORALITAS HUKUM","authors":"Iin Ratna Sumirat","doi":"10.37035/alqisthas.v11i2.3827","DOIUrl":"https://doi.org/10.37035/alqisthas.v11i2.3827","url":null,"abstract":"Hukum dan moral ibarat dua sisi mata uang dimana yang satu dapat menjustifikasi yang lain. Moral dapat menjadi basis bagi huku untuk menetapkan dan menjalankan kaidah – kaidahnya, meskipun terdapat juga disana sini kaidah – kaidah hokum yang tidak berkaitan atau kaitannya sangat kecil dengan sector moral Dalam penegakan hukum juga terjadi kecenderungan pengabaian terhadap hukum, ketidakhormatan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum. Sebagai contoh, sejumlah persepsi ketidakpercayaan masyarakat pada hukum adalah (1) adanya perangkat hukum, baik produk legislatif maupun eksekutif yang dianggap belum mencerminkan keadilan sosial (social justice); (2) lembaga peradilan yang belum independen dan imparsial; (3) penegakan hukum yang masih inkonsisten dan diskriminatif; (4) perlindungan hukum pada masyarakat yang belum mencapai titik satisfactory.Keadilan hanya merupakan salah satu segmen dari moral yakni segmen dari moral yang banyak berbincang bukan terhadap sikap tindak manusia individu melainkan berbincang terhadap sikap tindak individu dalam kelompok masyarakat.","PeriodicalId":292649,"journal":{"name":"Al Qisthas Jurnal Hukum dan Politik","volume":"110 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125045890","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-01-14DOI: 10.37035/ALQISTHAS.V11I2.3797
Ahmad Zaini, M. Ridho, E. Z. Muttaqin
Human rights are fundamental rights, namely the basic rights possessed by humans that they carry since they are born that are related to their dignity and dignity as the creation of God Almighty, so that their existence is a necessity, cannot be contested, even must be balanced, respected and maintained from all kinds of threats, obstacles and disturbances from other humans. Because human rights are basic human rights or basic rights that have been born as a gift from God Almighty, this right is very basic in nature and human life which is very natural, that is, it cannot escape from and in human life. As a legal state, in the elaboration of human rights, the Indonesian state refers to the Pancasila and the 1945 Constitution. The Pancasila perspective and the 1945 Constitution on human rights must be carried out as a system which includes the movement of state life which is not only interdependent but also contribute to each other.
{"title":"THE EXSISTENCE OF HUMAN RIGHTS IN INDONESIA","authors":"Ahmad Zaini, M. Ridho, E. Z. Muttaqin","doi":"10.37035/ALQISTHAS.V11I2.3797","DOIUrl":"https://doi.org/10.37035/ALQISTHAS.V11I2.3797","url":null,"abstract":"Human rights are fundamental rights, namely the basic rights possessed by humans that they carry since they are born that are related to their dignity and dignity as the creation of God Almighty, so that their existence is a necessity, cannot be contested, even must be balanced, respected and maintained from all kinds of threats, obstacles and disturbances from other humans. Because human rights are basic human rights or basic rights that have been born as a gift from God Almighty, this right is very basic in nature and human life which is very natural, that is, it cannot escape from and in human life. As a legal state, in the elaboration of human rights, the Indonesian state refers to the Pancasila and the 1945 Constitution. The Pancasila perspective and the 1945 Constitution on human rights must be carried out as a system which includes the movement of state life which is not only interdependent but also contribute to each other.","PeriodicalId":292649,"journal":{"name":"Al Qisthas Jurnal Hukum dan Politik","volume":"73 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126404857","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-01-14DOI: 10.37035/ALQISTHAS.V11I2.3796
Alpiah Alpiah, Falikh al haq
Putusan Mahkamah Konstitusi berimplikasi terhadap kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Periode 2016-2021. Hasil Pengujian Undang-undang Pilkada di Mahkamah Konstitusi yaitu tidak adanya kepastian dalam norma yang terkadung dalam Pasal 40A ayat (3) UU Pilkada, dan Pasal 33 UU Partai Politik sehingga semestinya mewajibkan Menteri Hukum dan HAM mengesahkan kepengurusan menurut putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Tulisan ini menyoroti putusan MK tentang kepengurusan PPP yang tidak dilakukan langsung oleh Menteri hukum dan HAM.
{"title":"LEGAL OPINION PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENETAPAN KEPENGURUSAN PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (PPP) PERIODE 2016-2021","authors":"Alpiah Alpiah, Falikh al haq","doi":"10.37035/ALQISTHAS.V11I2.3796","DOIUrl":"https://doi.org/10.37035/ALQISTHAS.V11I2.3796","url":null,"abstract":"Putusan Mahkamah Konstitusi berimplikasi terhadap kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Periode 2016-2021. Hasil Pengujian Undang-undang Pilkada di Mahkamah Konstitusi yaitu tidak adanya kepastian dalam norma yang terkadung dalam Pasal 40A ayat (3) UU Pilkada, dan Pasal 33 UU Partai Politik sehingga semestinya mewajibkan Menteri Hukum dan HAM mengesahkan kepengurusan menurut putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Tulisan ini menyoroti putusan MK tentang kepengurusan PPP yang tidak dilakukan langsung oleh Menteri hukum dan HAM.","PeriodicalId":292649,"journal":{"name":"Al Qisthas Jurnal Hukum dan Politik","volume":"260 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133432164","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-01-14DOI: 10.37035/alqisthas.v11i2.3794
Nursanik Nursanik, Ida Mursidah
Thomas Hobbes dalam pendapatnya mengenai kekuasaan negara lebih cenderung menginginkan agar kekuasaan negara hanya dipegang oleh satu orang dalam bentuk monarki, kekuasaan tidak boleh terbagi ke dalam lembaga atau individu lain, yang di mana dalam hal ini yaitu raja sebagai penguasa monarki yang memegang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dengan kata lain kekuasaan pemimpin Negara menurut Thomas Hobbes harus bersifat mutlak. Pemikiran seperti ini perlu dikritisi supaya masyarakat tidak berpikir utopis tentang politik kekuasaan
{"title":"KRITIK NALAR PEMIKIRAN POLITIK THOMAS HOBBES","authors":"Nursanik Nursanik, Ida Mursidah","doi":"10.37035/alqisthas.v11i2.3794","DOIUrl":"https://doi.org/10.37035/alqisthas.v11i2.3794","url":null,"abstract":"Thomas Hobbes dalam pendapatnya mengenai kekuasaan negara lebih cenderung menginginkan agar kekuasaan negara hanya dipegang oleh satu orang dalam bentuk monarki, kekuasaan tidak boleh terbagi ke dalam lembaga atau individu lain, yang di mana dalam hal ini yaitu raja sebagai penguasa monarki yang memegang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dengan kata lain kekuasaan pemimpin Negara menurut Thomas Hobbes harus bersifat mutlak. Pemikiran seperti ini perlu dikritisi supaya masyarakat tidak berpikir utopis tentang politik kekuasaan","PeriodicalId":292649,"journal":{"name":"Al Qisthas Jurnal Hukum dan Politik","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132407561","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-01-14DOI: 10.37035/alqisthas.v11i2.3793
Mia Sumiati, Ahmad Mardjuki
Untuk dapat menikmati apa yang disebut sebagai hak asasi manusia yang universal, seorang individu harus menikmati hak atas kewarganegaraan terlebih dahulu, yaitu status kewarganegaraan yang formal dan komplit setidaknya di satu negara. Jika seseorang mempunyai kewarganegaraan di suatu negara, orang tersebut mempunyai hak untuk tinggal, bekerja, memilih dan melakukan perjalanan di negara tersebut. Namun di sisi lain, adalah merupakan hak suatu negara untuk menentukan siapa saja yang menjadi warga negaranya selama tidak melanggar prinsip-prinsip umum hukum internasional.
{"title":"KEWARGANEGARAAN GANDA PERSPEKTIF UU NO 12 TAHUN 2006 DAN HAK ASASI MANUSIA","authors":"Mia Sumiati, Ahmad Mardjuki","doi":"10.37035/alqisthas.v11i2.3793","DOIUrl":"https://doi.org/10.37035/alqisthas.v11i2.3793","url":null,"abstract":"Untuk dapat menikmati apa yang disebut sebagai hak asasi manusia yang universal, seorang individu harus menikmati hak atas kewarganegaraan terlebih dahulu, yaitu status kewarganegaraan yang formal dan komplit setidaknya di satu negara. Jika seseorang mempunyai kewarganegaraan di suatu negara, orang tersebut mempunyai hak untuk tinggal, bekerja, memilih dan melakukan perjalanan di negara tersebut. Namun di sisi lain, adalah merupakan hak suatu negara untuk menentukan siapa saja yang menjadi warga negaranya selama tidak melanggar prinsip-prinsip umum hukum internasional.","PeriodicalId":292649,"journal":{"name":"Al Qisthas Jurnal Hukum dan Politik","volume":"106 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132281252","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}