Dian Mardhiyah, Dini Widiyanti, Siti Maulidya Sari, K. Ernawati, R. Susilowati
Infectious disease is one of the direct causes of nutritional status problems in children age 0-59 months. Stunting is a chronic malnutrition problem that has received attention recently. The Koroncong village area had a total of 63 children age 0-24 months, with the incidence of stunting as many as 19 children (32%) in September 2019. Koroncong village was one of 10 locus stunting villages in Pandeglang. The purpose of this study was to increase the knowledge of mothers with children age 0-24 months about infectious diseases that contribute to disrupt child development and prevention, training cadres on how to anthropometric measurement children age 0-24 months to detect stunting. The method used One Groups Pretest-Posttest Design with counseling for mothers with children age 0-24 months and training of cadres and using total sampling for 63 mothers with children aged 0-24 months and 14 cadres. The results of research before and after counseling showed an increase in the knowledge of 50 respondents who attended, seen from the pretest and posttest mean value of 24.50 and also found p-value = 0.000 with the Wilcoxon test. There was an increase in the cadres' ability to use early detection stunting mats (p-value = 0,000) with the paired T test. The activities carried out are expected to increase knowledge and change the attitudes of mothers with children aged 0-24 months against infectious diseases related to stunting and their prevention, as well as improve cadres' skills in detecting stunting in children so that a healthy generation is created.
{"title":"Counseling of Infectious Diseases Related to Stunting and Its Prevention in Koroncong Village, Keroncong District, Pandeglang Regency, Banten Province","authors":"Dian Mardhiyah, Dini Widiyanti, Siti Maulidya Sari, K. Ernawati, R. Susilowati","doi":"10.33476/ms.v8i2.2097","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/ms.v8i2.2097","url":null,"abstract":"Infectious disease is one of the direct causes of nutritional status problems in children age 0-59 months. Stunting is a chronic malnutrition problem that has received attention recently. The Koroncong village area had a total of 63 children age 0-24 months, with the incidence of stunting as many as 19 children (32%) in September 2019. Koroncong village was one of 10 locus stunting villages in Pandeglang. The purpose of this study was to increase the knowledge of mothers with children age 0-24 months about infectious diseases that contribute to disrupt child development and prevention, training cadres on how to anthropometric measurement children age 0-24 months to detect stunting. The method used One Groups Pretest-Posttest Design with counseling for mothers with children age 0-24 months and training of cadres and using total sampling for 63 mothers with children aged 0-24 months and 14 cadres. The results of research before and after counseling showed an increase in the knowledge of 50 respondents who attended, seen from the pretest and posttest mean value of 24.50 and also found p-value = 0.000 with the Wilcoxon test. There was an increase in the cadres' ability to use early detection stunting mats (p-value = 0,000) with the paired T test. The activities carried out are expected to increase knowledge and change the attitudes of mothers with children aged 0-24 months against infectious diseases related to stunting and their prevention, as well as improve cadres' skills in detecting stunting in children so that a healthy generation is created.","PeriodicalId":306850,"journal":{"name":"Majalah Sainstekes","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121213491","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar Belakang: Leptospirosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang sering terjadi pada negara-negara beriklim tropis atau subtropis yang memiliki curah hujan yang tinggi maupun sanitasi yang tidak memadai. Diagnosis dapat dilakukan menggunakan PCR gen FlaB yang dapat menjelaskan gen flagella yang terdapat pada spesies Leptospira patogen. Islam merupakan agama yang mengatur semua aspek kehidupan, termasuk bagaimana cara menjaga kebersihan yang berkaitan erat dalam pencegahan penyakit. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perspektif Islam dalam mendiagnosis suatu penyakit menggunakan deteksi gen pada mikroorganisme. Metode: Penelitian ini menggunakan metode studi literatur analitik. Hasil: Dalam penelitian ini pemeriksaan gen FlaB menggunakan PCR pada urin pekerja PPSU dapat dilakukan dengan tujuan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat.
{"title":"Deteksi Gen FlaB Leptospira pada Urin Pekerja PPSU Menurut Pandangan Islam","authors":"Ramdesima Kasmir, Karimulloh Karimulloh","doi":"10.33476/MS.V8I1.1774","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/MS.V8I1.1774","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Leptospirosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang sering terjadi pada negara-negara beriklim tropis atau subtropis yang memiliki curah hujan yang tinggi maupun sanitasi yang tidak memadai. Diagnosis dapat dilakukan menggunakan PCR gen FlaB yang dapat menjelaskan gen flagella yang terdapat pada spesies Leptospira patogen. Islam merupakan agama yang mengatur semua aspek kehidupan, termasuk bagaimana cara menjaga kebersihan yang berkaitan erat dalam pencegahan penyakit. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perspektif Islam dalam mendiagnosis suatu penyakit menggunakan deteksi gen pada mikroorganisme. Metode: Penelitian ini menggunakan metode studi literatur analitik. Hasil: Dalam penelitian ini pemeriksaan gen FlaB menggunakan PCR pada urin pekerja PPSU dapat dilakukan dengan tujuan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat.","PeriodicalId":306850,"journal":{"name":"Majalah Sainstekes","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122490276","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tinggi badan merupakan suatu ciri utama yang digunakan sebagai proses identifikasi untuk berbagai kepentingan. Pengukuran tinggi badan dapat digunakan untuk pendataan dan penyelidikan. Tinggi badan mempunyai beberapa pengukuran alternatif seperti pengukuran panjang rentang tangan yang berguna untuk lansia dan individu yang mempunyai kecacatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tinggi badan dan rentang tangan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Angkatan 2016 2017. Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif korelasional dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi yang digunakan adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI tahun 2016 2017. Menentukan nilai tinggi badan dengan nilai rentang tangan dengan melakukan pengukuran antropometri. Data dianalisa dengan uji analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara tinggi badan dengan rentang tangan. Hasil uji analisa bivariat ini menunjukan P value 0,537 (P0.05) yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara tinggi badan dengan rentang tangan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Angkatan 2016 2017.
身高是一种主要的特征,用于各种利益的识别过程。身高测量可以用于调查和调查。身高为老年人和有残疾的人提供了一些替代的测量,比如手的长度。本研究的目的是确定2016年亚西大学医学院学生的身高和手伸关系。所使用的研究设计是与分段法相对应的定量相关。原人口是2016年亚西大学医学院的学生。通过测量人体测量来确定手的跨度值。用双变量分析分析数据,以确定身高和手展之间的关系。bivariat的分析结果显示,P值0.537 (p0.05),这意味着2016年亚西大学医学院(YARSI university of medical school of YARSI class)的学生中,身高和手的范围之间存在着有意义的联系。
{"title":"Korelasi Tinggi Badan dan Rentang Tangan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Angkatan 2016 dan 2017","authors":"Abyan Fajri Ramadhan, Etty Widayanti, Yenni Zulhamidah","doi":"10.33476/MS.V8I1.1668","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/MS.V8I1.1668","url":null,"abstract":"Tinggi badan merupakan suatu ciri utama yang digunakan sebagai proses identifikasi untuk berbagai kepentingan. Pengukuran tinggi badan dapat digunakan untuk pendataan dan penyelidikan. Tinggi badan mempunyai beberapa pengukuran alternatif seperti pengukuran panjang rentang tangan yang berguna untuk lansia dan individu yang mempunyai kecacatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tinggi badan dan rentang tangan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Angkatan 2016 2017. Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif korelasional dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi yang digunakan adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI tahun 2016 2017. Menentukan nilai tinggi badan dengan nilai rentang tangan dengan melakukan pengukuran antropometri. Data dianalisa dengan uji analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara tinggi badan dengan rentang tangan. Hasil uji analisa bivariat ini menunjukan P value 0,537 (P0.05) yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara tinggi badan dengan rentang tangan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Angkatan 2016 2017.","PeriodicalId":306850,"journal":{"name":"Majalah Sainstekes","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122493515","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal pada penyakit ginjal kronik. Terdapat data statistik yang berbeda untuk prevalensi gangguan kognitif di Indonesia pada pasien yang menjalani hemodialisis mulai dari 20% - 47%. Penelitian ini menggunakan analitik korelatif dengan desain cross sectional yang dilakukan pada bulan Agustus 2018 di RS Anna Medika Bekasi dengan jumlah sampel sebanyak 102 responden yang diambil dengan cara consecutive sampling. Peneliti melakukan wawancara dengan menggunakan kuisioner Mini Mental State Examination (MMSE). Analisis data dengan menggunakan uji spearman. Fungsi kognitif pasien hemodialisis berdasarkan MMSE didapatkan penurunan fungsi kognitif ringan sebanyak 56 (54,9%), penurunan fungsi kognitif sedang sebanyak 13 (12,7%) dan tidak mengalami penurunan fungsi kognitif sebanyak 33 (32,4%). Hubungan antara lama hemodialisis dengan fungsi kognitif didapatkan p=0,002. Terdapat hubungan signifikan antara lama hemodialisis dengan fungsi kognitif pada pasien hemodialisis di RS Anna Medika
{"title":"Hubungan Lama Hemodialisis dengan Fungsi Kognitif pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis Menggunakan Metode Mini Mental State Examination Ditinjau dari Kedokteran dan Islam","authors":"Suci Purnama, Linda Armelia","doi":"10.33476/MS.V8I1.1606","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/MS.V8I1.1606","url":null,"abstract":"Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal pada penyakit ginjal kronik. Terdapat data statistik yang berbeda untuk prevalensi gangguan kognitif di Indonesia pada pasien yang menjalani hemodialisis mulai dari 20% - 47%. Penelitian ini menggunakan analitik korelatif dengan desain cross sectional yang dilakukan pada bulan Agustus 2018 di RS Anna Medika Bekasi dengan jumlah sampel sebanyak 102 responden yang diambil dengan cara consecutive sampling. Peneliti melakukan wawancara dengan menggunakan kuisioner Mini Mental State Examination (MMSE). Analisis data dengan menggunakan uji spearman. Fungsi kognitif pasien hemodialisis berdasarkan MMSE didapatkan penurunan fungsi kognitif ringan sebanyak 56 (54,9%), penurunan fungsi kognitif sedang sebanyak 13 (12,7%) dan tidak mengalami penurunan fungsi kognitif sebanyak 33 (32,4%). Hubungan antara lama hemodialisis dengan fungsi kognitif didapatkan p=0,002. Terdapat hubungan signifikan antara lama hemodialisis dengan fungsi kognitif pada pasien hemodialisis di RS Anna Medika","PeriodicalId":306850,"journal":{"name":"Majalah Sainstekes","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128488169","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Anita Rosa Delima, Dharma Satya Aprianto, Chaerita Maulani
Pendahuluan: Intervensi minimal (IM) kedokteran gigi merupakan konsep modern dan berdasarkan bukti (evidence-based) yang bertujuan untuk memastikan bahwa gigi dapat tetap berfungsi baik selama hidup. Dalam penatalaksanaan karies, IM menekankan pada penilaian faktor risiko, perawatan invasif minimal, serta identifikasi dan remineralisasi lesi karies dini. Kurikulum pendidikan dokter gigi Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas YARSI telah menyertakan materi penatalaksanaan karies dengan menerapkan konsep IM pada masa pendidikan tahap akademik. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan penerapan IM mahasiswa program profesi FKG Universitas YARSI. Metode:. Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program profesi pada tahun ajaran 2017-2018, yaitu sebanyak 76 mahasiswa. Metode pengambilan sampel ialah secara total sampling Data diperoleh melalui kuesioner yang diambil secara cross sectional. Kuesioner berisi pertanyaan mengenai data responden, pengetahuan, sikap, dan penerapan IM dalam penatalaksanaan karies. Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa pengetahuan baik sebanyak 31,6%, sikap positif 68,4% dan penerapan konsep IM yang baik sebanyak 60,5%. Simpulan: Pengetahuan, sikap, dan penerapan IM dalam keputusan klinis mahasiswa masih perlu ditingkatkan. Kurikulum pendidikan dokter gigi baik program akademik dan profesi yang komprehesif serta menerapakan prinsip-prinsip IM harus dirancang dan diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan keberhasilan penatalaksanaan karies
{"title":"Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Penerapan Konsep Intervensi Minimal Kedokteran Gigi pada Mahasiswa Program Profesi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut YARSI","authors":"Anita Rosa Delima, Dharma Satya Aprianto, Chaerita Maulani","doi":"10.33476/MS.V8I1.1906","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/MS.V8I1.1906","url":null,"abstract":"Pendahuluan: Intervensi minimal (IM) kedokteran gigi merupakan konsep modern dan berdasarkan bukti (evidence-based) yang bertujuan untuk memastikan bahwa gigi dapat tetap berfungsi baik selama hidup. Dalam penatalaksanaan karies, IM menekankan pada penilaian faktor risiko, perawatan invasif minimal, serta identifikasi dan remineralisasi lesi karies dini. Kurikulum pendidikan dokter gigi Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas YARSI telah menyertakan materi penatalaksanaan karies dengan menerapkan konsep IM pada masa pendidikan tahap akademik. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan penerapan IM mahasiswa program profesi FKG Universitas YARSI. Metode:. Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program profesi pada tahun ajaran 2017-2018, yaitu sebanyak 76 mahasiswa. Metode pengambilan sampel ialah secara total sampling Data diperoleh melalui kuesioner yang diambil secara cross sectional. Kuesioner berisi pertanyaan mengenai data responden, pengetahuan, sikap, dan penerapan IM dalam penatalaksanaan karies. Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa pengetahuan baik sebanyak 31,6%, sikap positif 68,4% dan penerapan konsep IM yang baik sebanyak 60,5%. Simpulan: Pengetahuan, sikap, dan penerapan IM dalam keputusan klinis mahasiswa masih perlu ditingkatkan. Kurikulum pendidikan dokter gigi baik program akademik dan profesi yang komprehesif serta menerapakan prinsip-prinsip IM harus dirancang dan diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan keberhasilan penatalaksanaan karies","PeriodicalId":306850,"journal":{"name":"Majalah Sainstekes","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128825912","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pengukuran sudut lumbosacral merupakan salah satu parameter dalam mengevaluasi kemungkinan etiologi dari nyeri punggung bawah yang disebabkan oleh degenerative disc disease. Oswestry Disability Index (ODI) Score digunakan untuk mengukur disabilitas pada nyeri punggung bawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara sudut lumbosakral berdasarkan MRI Lumbosakral dengan Oswestry Disability Index (ODI) Score pada degenerative disk disease. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilaksanakan di Departemen Radiologi RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar mulai bulan Mei sampai September 2020, didapatkan sampel sebanyak 67 pasien dengan keluhan nyeri punggung bawah dan telah mengisi kuisioner Oswestry Disability Index (ODI) Score serta menjalani pemeriksaan MRI lumbosacral. Pengukuran sudut lumbosacral dilakukan pada irisan mid sagital di work station MRI, derajat degenerative disc disease dinilai berdasarkan klasifikasi Pfirrmann. Metode yang digunakan adalah uji korelasi Spearman dan Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara sudut lumbal lordosis (p=0,014), sudut sacral inclination (p=0,002), sudut sacral horizontal (p=0,034), umur (p=0,0001) dengan degenerative disk disease. Tidak terdapat korelasi antara sudut lumbosacral disc (p=0,250), jenis kelamin (p=0,796), index massa tubuh (p=0,707) dengan degenerative disk disease. Adanya korelasi antara sudut lumbal lordosis (p=0,046), umur (p=0,0001), index massa tubuh (p0,0001) dengan ODI score. Tidak terdapat korelasi antara sudut lumbosacral disc (p=0,072), sudut sacral inclination (p=0,090), sudut sacral horizontal (p=0,143), jenis kelamin (p=0,337) dengan ODI score. Adanya korelasi antara derajat degenerative disk disease dengan derajat ODI score (p=0,0001)
{"title":"Korelasi Sudut Lumbosakral Berdasarkan MRI Lumbosakral dengan Oswestry Disability Index (ODI Score) pada Degenerative Disk Disease","authors":"Yuliawati Yuliawati, Muhammad Ilyas, Bachtiar Murtala, Andi Alfian Zainuddin, Cahyono Kaelan, Mirna Muis","doi":"10.33476/MS.V8I1.1910","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/MS.V8I1.1910","url":null,"abstract":"Pengukuran sudut lumbosacral merupakan salah satu parameter dalam mengevaluasi kemungkinan etiologi dari nyeri punggung bawah yang disebabkan oleh degenerative disc disease. Oswestry Disability Index (ODI) Score digunakan untuk mengukur disabilitas pada nyeri punggung bawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara sudut lumbosakral berdasarkan MRI Lumbosakral dengan Oswestry Disability Index (ODI) Score pada degenerative disk disease. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilaksanakan di Departemen Radiologi RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar mulai bulan Mei sampai September 2020, didapatkan sampel sebanyak 67 pasien dengan keluhan nyeri punggung bawah dan telah mengisi kuisioner Oswestry Disability Index (ODI) Score serta menjalani pemeriksaan MRI lumbosacral. Pengukuran sudut lumbosacral dilakukan pada irisan mid sagital di work station MRI, derajat degenerative disc disease dinilai berdasarkan klasifikasi Pfirrmann. Metode yang digunakan adalah uji korelasi Spearman dan Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara sudut lumbal lordosis (p=0,014), sudut sacral inclination (p=0,002), sudut sacral horizontal (p=0,034), umur (p=0,0001) dengan degenerative disk disease. Tidak terdapat korelasi antara sudut lumbosacral disc (p=0,250), jenis kelamin (p=0,796), index massa tubuh (p=0,707) dengan degenerative disk disease. Adanya korelasi antara sudut lumbal lordosis (p=0,046), umur (p=0,0001), index massa tubuh (p0,0001) dengan ODI score. Tidak terdapat korelasi antara sudut lumbosacral disc (p=0,072), sudut sacral inclination (p=0,090), sudut sacral horizontal (p=0,143), jenis kelamin (p=0,337) dengan ODI score. Adanya korelasi antara derajat degenerative disk disease dengan derajat ODI score (p=0,0001)","PeriodicalId":306850,"journal":{"name":"Majalah Sainstekes","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126075166","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dharma Satya Aprianto, N. Riyadi, Jaya Ls, Chaerita Maulani
Kehilangan gigi dapat mempengaruhi fungsi pengunyahan, fonetik dan kadar imunoglobulin A mengetahui perubahan kadar sistem imun yakni imunoglobulin A (IgA) yang terjadi akibat perawatan gigi tiruan berbasis resin akrilik. Penelitian ini merupakan penelitian kroseksional dan desain penelitiannya analitik komparatif numerik yaitu melakukan pengukuran dan observasi. Rancangan penelitian ini menggunakan observative analitik crossectional. Kadar imunoglobulin A diukur menggunakan IgA Human SimpleStep Elisa Kit kemudian di baca oleh Elisa Reader dan sampel adalah kelompok sebelum memakai gigi tiruan sebagian lepasan Resin Akrilik dan sesudah memakai gigi tiruan sebagian lepasan Resin Akrilik yang berjumlah 15. Hasil uji Paired T-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara sebelum memakai gigi tiruan sebagian lepasan resin akrilik dengan sesudah memakai gigi tiruan sebagian lepasan resin akrilik (p= 0,000 ? 0,05). Peningkatan kadar Imunoglobulin A (IgA) dalam saliva pada kelompok sebelum memakai gigi tiruan dan sesudah memakai gigi tiruan memberikan perbedaan yang signifikan dalam meningkatkan kadar Imunoglobulin A saliva sehingga dapat meningkatkan sistem imunitas dalam rongga mulut dan sistem perlindungan atau proteksi terhadap serangan bakteri dalam rongga mulut juga meningkat.
{"title":"Kadar Imunoglobulin A dalam Saliva pada Pemakai Gigi Tiruan sebagian Lepasan Basis Resin Akrilik","authors":"Dharma Satya Aprianto, N. Riyadi, Jaya Ls, Chaerita Maulani","doi":"10.33476/MS.V8I1.1905","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/MS.V8I1.1905","url":null,"abstract":"Kehilangan gigi dapat mempengaruhi fungsi pengunyahan, fonetik dan kadar imunoglobulin A mengetahui perubahan kadar sistem imun yakni imunoglobulin A (IgA) yang terjadi akibat perawatan gigi tiruan berbasis resin akrilik. Penelitian ini merupakan penelitian kroseksional dan desain penelitiannya analitik komparatif numerik yaitu melakukan pengukuran dan observasi. Rancangan penelitian ini menggunakan observative analitik crossectional. Kadar imunoglobulin A diukur menggunakan IgA Human SimpleStep Elisa Kit kemudian di baca oleh Elisa Reader dan sampel adalah kelompok sebelum memakai gigi tiruan sebagian lepasan Resin Akrilik dan sesudah memakai gigi tiruan sebagian lepasan Resin Akrilik yang berjumlah 15. Hasil uji Paired T-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara sebelum memakai gigi tiruan sebagian lepasan resin akrilik dengan sesudah memakai gigi tiruan sebagian lepasan resin akrilik (p= 0,000 ? 0,05). Peningkatan kadar Imunoglobulin A (IgA) dalam saliva pada kelompok sebelum memakai gigi tiruan dan sesudah memakai gigi tiruan memberikan perbedaan yang signifikan dalam meningkatkan kadar Imunoglobulin A saliva sehingga dapat meningkatkan sistem imunitas dalam rongga mulut dan sistem perlindungan atau proteksi terhadap serangan bakteri dalam rongga mulut juga meningkat.","PeriodicalId":306850,"journal":{"name":"Majalah Sainstekes","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132852471","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kemampuan mengecap PTC seseorang dapat berguna dan penting untuk mempelajari keragaman genetik pada populasi manusia. Sensitivitas rasa PTC penting dalam pemilihan makanan. Golongan darah ABO merupakan sistem darah yang penting dalam klinis, genetik, dan antropologi. Tujuan penelitian adalah mengetahui frekuensi tester dan genotipnya pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Tahun Akademik 2019 dihubungkan dengan golongan darah sistem ABO. Metode penelitian adalah eksperimental dengan rancangan cross sectional. Tes PTC dilakukan menggunakan kertas lakmus PTC. Data golongan darah diperoleh dari kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 213 mahasiswa didapatkan mahasiswa tester sebanyak 153 dan nontester sebanyak 60. Diantara mahasiswa tester sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Frekuensi gen t sebesar 0,5306 dan frekuensi gen T sebesar 0,4694. Mahasiswa bergolongan darah O paling tinggi dan golongan AB paling rendah. Berdasarkan kemampuan mengecap rasa pahit (tester/ non tester) dan jenis kelamin, frekuensi tertinggi adalah golongan darah O pada laki-laki tester dan perempuan non tester, sedangkan frekuensi terendah adalah golongan AB pada laki-laki non tester. Disimpulkan bahwa kemampuan mengecap PTC mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Angkatan 2019 memiliki insidensi testernya tinggi dan didominasi mahasiswa perempuan. Distribusi frekuensi golongan darah O paling tinggi dan golongan darah AB paling rendah pada laki-laki tester dan perempuan non tester.
{"title":"Kemampuan Mengecap Phenylthiocarbamide (PTC) dan Distribusi Golongan Darah Sistem ABO pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Angkatan 2019","authors":"Endang Purwaningsih, Etty Widayanti, Mirfat Mirfat","doi":"10.33476/MS.V7I2.1700","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/MS.V7I2.1700","url":null,"abstract":"Kemampuan mengecap PTC seseorang dapat berguna dan penting untuk mempelajari keragaman genetik pada populasi manusia. Sensitivitas rasa PTC penting dalam pemilihan makanan. Golongan darah ABO merupakan sistem darah yang penting dalam klinis, genetik, dan antropologi. Tujuan penelitian adalah mengetahui frekuensi tester dan genotipnya pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Tahun Akademik 2019 dihubungkan dengan golongan darah sistem ABO. Metode penelitian adalah eksperimental dengan rancangan cross sectional. Tes PTC dilakukan menggunakan kertas lakmus PTC. Data golongan darah diperoleh dari kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 213 mahasiswa didapatkan mahasiswa tester sebanyak 153 dan nontester sebanyak 60. Diantara mahasiswa tester sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Frekuensi gen t sebesar 0,5306 dan frekuensi gen T sebesar 0,4694. Mahasiswa bergolongan darah O paling tinggi dan golongan AB paling rendah. Berdasarkan kemampuan mengecap rasa pahit (tester/ non tester) dan jenis kelamin, frekuensi tertinggi adalah golongan darah O pada laki-laki tester dan perempuan non tester, sedangkan frekuensi terendah adalah golongan AB pada laki-laki non tester. Disimpulkan bahwa kemampuan mengecap PTC mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Angkatan 2019 memiliki insidensi testernya tinggi dan didominasi mahasiswa perempuan. Distribusi frekuensi golongan darah O paling tinggi dan golongan darah AB paling rendah pada laki-laki tester dan perempuan non tester.","PeriodicalId":306850,"journal":{"name":"Majalah Sainstekes","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128525734","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Introduction : Cases of oral candidiasis are commonly found, both in healthy individuals and immunecompromise patients, however publications of Candida carrier in the oral cavity of healthy population and risk factors for colonization in Indonesia are hardly available. Objective : This study was aimed to analyze the type and number of Candida colonies and identify risk factors in the oral cavity of apparenthly health FKG UI students. Material and methods : the specimens were taken from 195 subjects with oral rinse technique for identification using culture medium CHROMagar® and Sabaraoud dextrose agar. Results and discussion : Candida species were found in the 107 subjects oral cavity (54.87%), being Candida albicans was is the predominant species (52.33%). Some 88 subjects (82.24%) was dominant in the number of colonies 400 CFU/ml, while the rest had colony of 400 CFU/ml (17.76%). Candida colony grew dominantly in single colony (90.65%), and the others showed multi-species colonies (9.34%). Risk factors identified included age; gender; hormonal; blood type O; denture; orthodontic appliances; unstimulated salivary flow; pH of saliva; smoking, alcohol and oral cleaning habit; and oral health status. By using a statistical Pearson chi-square test, no significant relationship was found between risk factors and number of Candida colonies in the oral cavity p0.05. Conclusion : there was no one single risk factor for Candida colonization, but combination of various risk factors for demographis, local and systemic was observed
{"title":"IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO TERJADINYA KOLONISASI SPESIES CANDIDA DI RONGGA MULUT PADA INDIVIDU SEHAT (PENELITIAN PADA MAHASISWA & MAHASISWI FKG UI)","authors":"Audiawati Audiawati, Siti Aliyah Pradono, Febrina Rahmayanti","doi":"10.33476/MS.V2I1.1638","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/MS.V2I1.1638","url":null,"abstract":"Introduction : Cases of oral candidiasis are commonly found, both in healthy individuals and immunecompromise patients, however publications of Candida carrier in the oral cavity of healthy population and risk factors for colonization in Indonesia are hardly available. Objective : This study was aimed to analyze the type and number of Candida colonies and identify risk factors in the oral cavity of apparenthly health FKG UI students. Material and methods : the specimens were taken from 195 subjects with oral rinse technique for identification using culture medium CHROMagar® and Sabaraoud dextrose agar. Results and discussion : Candida species were found in the 107 subjects oral cavity (54.87%), being Candida albicans was is the predominant species (52.33%). Some 88 subjects (82.24%) was dominant in the number of colonies 400 CFU/ml, while the rest had colony of 400 CFU/ml (17.76%). Candida colony grew dominantly in single colony (90.65%), and the others showed multi-species colonies (9.34%). Risk factors identified included age; gender; hormonal; blood type O; denture; orthodontic appliances; unstimulated salivary flow; pH of saliva; smoking, alcohol and oral cleaning habit; and oral health status. By using a statistical Pearson chi-square test, no significant relationship was found between risk factors and number of Candida colonies in the oral cavity p0.05. Conclusion : there was no one single risk factor for Candida colonization, but combination of various risk factors for demographis, local and systemic was observed","PeriodicalId":306850,"journal":{"name":"Majalah Sainstekes","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117043372","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Among various ways to clean the denture based material is by its immersion in disinfectant solution, such as sodium hypochlorite. Heat polymerized acrylic is denture based material that is easily broken because of its low transverse strength. This study was aimed to observe the transverse strength of denture based material heat polymerized acrylic resin after immersion in sodium hypochlorite. This research used 24 samples of heat cured acrylic resin plates measuring 65 mm long, 10 mm wide and 2.5 mm thick. The samples being divided into 4 groups were immersed in sodium hypochlorite 1% and water for 8 hours and 24 hours in 7 days. The transverse strength of acrylic plate were then tested using universal testing machine. The measurement results were statistically analyzed employing “one way ANOVA”. The result showed no significant changes on transverse strength of heat-cured acrylic plate. It was concluded that sodium hypochlorite solution did not provide any significant changes in the transverse strength of heat cured acrylic resin.
{"title":"PENGARUH LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT TERHADAP KEKUATAN TRANSVERSAL PADA BAHAN BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS","authors":"Dharma Satya Aprianto, Zullia Taftyanti","doi":"10.33476/MS.V2I1.1636","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/MS.V2I1.1636","url":null,"abstract":"Among various ways to clean the denture based material is by its immersion in disinfectant solution, such as sodium hypochlorite. Heat polymerized acrylic is denture based material that is easily broken because of its low transverse strength. This study was aimed to observe the transverse strength of denture based material heat polymerized acrylic resin after immersion in sodium hypochlorite. This research used 24 samples of heat cured acrylic resin plates measuring 65 mm long, 10 mm wide and 2.5 mm thick. The samples being divided into 4 groups were immersed in sodium hypochlorite 1% and water for 8 hours and 24 hours in 7 days. The transverse strength of acrylic plate were then tested using universal testing machine. The measurement results were statistically analyzed employing “one way ANOVA”. The result showed no significant changes on transverse strength of heat-cured acrylic plate. It was concluded that sodium hypochlorite solution did not provide any significant changes in the transverse strength of heat cured acrylic resin.","PeriodicalId":306850,"journal":{"name":"Majalah Sainstekes","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121170862","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}