Pub Date : 2021-07-30DOI: 10.24843/mu.2021.v10.i7.p13
Siti Fatima, A. A. Mas, Putrawati Triningrat, I. Made, Agus Kusumadjaja, I. P. Budhiastra
ABSTRAK Optic neuritis (ON) adalah peradangan yang terjadi pada saraf optik, akibatnya terjadi demielinasi karena peradangan saraf. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan studi crossectional. Data dikumpulkan secara retrospektif berdasarkan catatan rekam medis pasien ON RSUP Sanglah dari 1 Januari hingga 31 Desember 2018. Data mengenai karakteristik subyek dianalisis secara deskriptif, ditampilkan sebagai distribusi frekuensi, persentase, rerata, dan standar deviasi. Dalam periode 1 Januari-31 Desember 2018 terdapat 35 pasien yang terdiagnosis ON di Polimata RSUP Sanglah, dan ada 50 mata yang terlibat. Umur pasien terbanyak ada pada rentang 20-49 tahun (62,9%), dengan jenis kelamin terbanyak perempuan (71,4%). Pasien kebanyakan mengalami ON unilateral (57,1%). Pekerjaan terbanyak pasien ON adalah pegawai swasta (22,9%) dan domisili pasien terbanyak di Denpasar (40%). Visus terbanyak pasien ketika pertama kali datang ke RSUP Sanglah ada pada rentang <6/60-1/60 (26%), dan saat terakhir kontrol visus terbanyak ada pada rentang 6/6-6/18 (36%) dengan rerata onset dari pertama datang hingga terakhir kontrol adalah 14,6±18,07 minggu. Lapang pandangan terbanyak yang diukur dengan konfrontasi adalah normal (40%). Terdapat 8 sampel yang telah melakukan pemeriksaan VEP, dan hasil terbanyak adalah terdapat lesi nervus optikus bilateral (11,4%). Pemeriksaan MRI dilakukan oleh 14 sampel, hasil terbanyak adalah tampak penebalan nervus optikus (14,3%). Penyebab ON di RSUP Sanglah bervariasi, namun yang terbanyak adalah idiophatic optic neuritis (iON) (48,5%). Mayoritas pasien diberikan pengobatan berupa optic neuritis treatment trial (ONTT) (65,7%) dan ada beberapa yang hanya diberikan mecobalamin (31,4%). Beberapa pasien mendapatkan pengobatan ONTT dan disertai dengan obat lain yang berhubungan dengan kausa ON pasien. Kata kunci: Optic, Neuritis, mata, saraf, karakteristik
{"title":"KARAKTERISTIK PASIEN OPTIC NEURITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH PERIODE 1 JANUARI-31 DESEMBER 2018","authors":"Siti Fatima, A. A. Mas, Putrawati Triningrat, I. Made, Agus Kusumadjaja, I. P. Budhiastra","doi":"10.24843/mu.2021.v10.i7.p13","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/mu.2021.v10.i7.p13","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Optic neuritis (ON) adalah peradangan yang terjadi pada saraf optik, akibatnya terjadi demielinasi karena peradangan saraf. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan studi crossectional. Data dikumpulkan secara retrospektif berdasarkan catatan rekam medis pasien ON RSUP Sanglah dari 1 Januari hingga 31 Desember 2018. Data mengenai karakteristik subyek dianalisis secara deskriptif, ditampilkan sebagai distribusi frekuensi, persentase, rerata, dan standar deviasi. Dalam periode 1 Januari-31 Desember 2018 terdapat 35 pasien yang terdiagnosis ON di Polimata RSUP Sanglah, dan ada 50 mata yang terlibat. Umur pasien terbanyak ada pada rentang 20-49 tahun (62,9%), dengan jenis kelamin terbanyak perempuan (71,4%). Pasien kebanyakan mengalami ON unilateral (57,1%). Pekerjaan terbanyak pasien ON adalah pegawai swasta (22,9%) dan domisili pasien terbanyak di Denpasar (40%). Visus terbanyak pasien ketika pertama kali datang ke RSUP Sanglah ada pada rentang <6/60-1/60 (26%), dan saat terakhir kontrol visus terbanyak ada pada rentang 6/6-6/18 (36%) dengan rerata onset dari pertama datang hingga terakhir kontrol adalah 14,6±18,07 minggu. Lapang pandangan terbanyak yang diukur dengan konfrontasi adalah normal (40%). Terdapat 8 sampel yang telah melakukan pemeriksaan VEP, dan hasil terbanyak adalah terdapat lesi nervus optikus bilateral (11,4%). Pemeriksaan MRI dilakukan oleh 14 sampel, hasil terbanyak adalah tampak penebalan nervus optikus (14,3%). Penyebab ON di RSUP Sanglah bervariasi, namun yang terbanyak adalah idiophatic optic neuritis (iON) (48,5%). Mayoritas pasien diberikan pengobatan berupa optic neuritis treatment trial (ONTT) (65,7%) dan ada beberapa yang hanya diberikan mecobalamin (31,4%). Beberapa pasien mendapatkan pengobatan ONTT dan disertai dengan obat lain yang berhubungan dengan kausa ON pasien. \u0000Kata kunci: Optic, Neuritis, mata, saraf, karakteristik","PeriodicalId":30767,"journal":{"name":"eJurnal Medika Udayana","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45884830","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-30DOI: 10.24843/mu.2021.v10.i7.p14
Stacia Manggala, I. Jayanegara, Anak Agung Mas Putrawati T2
ABSTRAK Katarak adalah suatu penyakit dimana terdapat suatu bagian keruh yang berkembang pada lensa. Katarak bersifat progresif hingga mencapai suatu tahap yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui distribusi proporsi penderita katarak senilis berdasarkan jenis kelamin, usia, bilateralitas, tajam pengelihatan (visus), stadium, penatalaksanaan, jumlah kunjungan, serta periode di Rumah Sakit Daerah Mangusada Badung selama tahun 2018. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang menggunakan metode cross-sectional. Sampel diambil menggunakan teknik consecutive sampling, kemudian data-data yang termasuk di kriteria inklusi akan dianalisis. Jumlah data yang memenuhi kriteria inklusi ada 609 data. Terdapat 52,1% penderita laki-laki dan 47,9% perempuan, dengan 18,4% berada pada kelompok usia 50-59 tahun, 44% pada 60-69 tahun, 32,3% usia 70-79 tahun dan 5,3% di atas 80 tahun. Sebanyak 16,4% penderita mengalami katarak di mata kanan, 13,5% di mata kiri dan 70,1% di kedua mata. Sebanyak 16,4% penderita mengalami katarak di mata kanan, 13,5% di mata kiri dan 70,1% di kedua mata. Terdapat 22,5% penderita dengan visus awal ? 6/18, 25,5% dengan visus <6/18 dan ? 6/60, 17,6% dengan visus <6/60 dan ? 3/60, serta 34,5% dengan visus <3/60. Berdasarkan stadiumnya 7% pada stadium insipien, 80,9% stadium imatur, 11,3% stadium matur dan 0,8% stadium hipermatur. Terdapat 69,8% dilakukan penatalaksanaan operatif, 29,6% observasi dan 0,7% dirujuk. Pasien Katarak Senilis melakukan beberapa kali kunjungan dalam satu tahun, antara satu kali hingga 15 kali yang terbanyak dengan kunjungan terbanyak pada bulan April (11,8%) dan pasien yang baru pertama kali datang terbanyak di bulan Januari (16,3%) Kata Kunci: katarak senilis, karakteristik, stadium, bilateralitas, visus.
{"title":"GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA KATARAK SENILIS DI RUMAH SAKIT DAERAH MANGUSADA BADUNG PERIODE 2018","authors":"Stacia Manggala, I. Jayanegara, Anak Agung Mas Putrawati T2","doi":"10.24843/mu.2021.v10.i7.p14","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/mu.2021.v10.i7.p14","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000 \u0000Katarak adalah suatu penyakit dimana terdapat suatu bagian keruh yang berkembang pada lensa. Katarak bersifat progresif hingga mencapai suatu tahap yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui distribusi proporsi penderita katarak senilis berdasarkan jenis kelamin, usia, bilateralitas, tajam pengelihatan (visus), stadium, penatalaksanaan, jumlah kunjungan, serta periode di Rumah Sakit Daerah Mangusada Badung selama tahun 2018. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang menggunakan metode cross-sectional. Sampel diambil menggunakan teknik consecutive sampling, kemudian data-data yang termasuk di kriteria inklusi akan dianalisis. Jumlah data yang memenuhi kriteria inklusi ada 609 data. Terdapat 52,1% penderita laki-laki dan 47,9% perempuan, dengan 18,4% berada pada kelompok usia 50-59 tahun, 44% pada 60-69 tahun, 32,3% usia 70-79 tahun dan 5,3% di atas 80 tahun. Sebanyak 16,4% penderita mengalami katarak di mata kanan, 13,5% di mata kiri dan 70,1% di kedua mata. Sebanyak 16,4% penderita mengalami katarak di mata kanan, 13,5% di mata kiri dan 70,1% di kedua mata. Terdapat 22,5% penderita dengan visus awal ? 6/18, 25,5% dengan visus <6/18 dan ? 6/60, 17,6% dengan visus <6/60 dan ? 3/60, serta 34,5% dengan visus <3/60. Berdasarkan stadiumnya 7% pada stadium insipien, 80,9% stadium imatur, 11,3% stadium matur dan 0,8% stadium hipermatur. Terdapat 69,8% dilakukan penatalaksanaan operatif, 29,6% observasi dan 0,7% dirujuk. Pasien Katarak Senilis melakukan beberapa kali kunjungan dalam satu tahun, antara satu kali hingga 15 kali yang terbanyak dengan kunjungan terbanyak pada bulan April (11,8%) dan pasien yang baru pertama kali datang terbanyak di bulan Januari (16,3%) \u0000Kata Kunci: katarak senilis, karakteristik, stadium, bilateralitas, visus.","PeriodicalId":30767,"journal":{"name":"eJurnal Medika Udayana","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47799921","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-30DOI: 10.24843/mu.2021.v10.i7.p17
Arlis Saputra, Ketut Mariadi, Gde Somayana
ABSTRAK Gastroenteritis Akut adalah peradangan pada lambung dan usus yang menimbulkan gejala berupa diare, mual dan muntah yang berlangsung kurang dari 14 hari. Penyakit ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit untuk ditanggulangi baik pada negara berkembang maupun negara maju, dengan prevalensi yang masih cukup tinggi di Indonesia khususnya di Provinsi Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penyakit gastroenteritis akut pada pasien di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2018 dengan karakteristik berdasarkan usia, jenis kelamin, etiologi dan status gizi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian potong-lintang deskriptif, dengan melakukan pengambilan data melalui rekam medis, data tersebut akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS ver.25. Berdasarkan jumlah keseluruhan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu sebanyak 71 kasus dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif sehingga diperoleh karakteristik penyakit gastroenteritis akut paling banyak ditemukan pada kelompok umur dewasa (41-60 tahun) (36,6%), secara umum distribusi paling banyak juga ditemukan pada jenis kelamin perempuan (54,9%), etiologi infeksi bakteri (71,8%) dan status gizi overweight (39,4%). Jika dilakukan tabulasi silang antara etiologi dengan distribusi paling banyak, maka diperoleh kelompok umur dewasa yang infeksi bakteri (76,9%), perempuan yang infeksi bakteri (76,9%) dan status gizi overweight yang infeksi bakteri (71,4%). Kata Kunci : Gastroenteritis akut, karakteristik gastroenteritis akut, dewasa
{"title":"KARAKTERISTIK PENYAKIT GASTROENTERITIS AKUT PADA PASIEN DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2018","authors":"Arlis Saputra, Ketut Mariadi, Gde Somayana","doi":"10.24843/mu.2021.v10.i7.p17","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/mu.2021.v10.i7.p17","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Gastroenteritis Akut adalah peradangan pada lambung dan usus yang menimbulkan gejala berupa diare, mual dan muntah yang berlangsung kurang dari 14 hari. Penyakit ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit untuk ditanggulangi baik pada negara berkembang maupun negara maju, dengan prevalensi yang masih cukup tinggi di Indonesia khususnya di Provinsi Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penyakit gastroenteritis akut pada pasien di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2018 dengan karakteristik berdasarkan usia, jenis kelamin, etiologi dan status gizi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian potong-lintang deskriptif, dengan melakukan pengambilan data melalui rekam medis, data tersebut akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS ver.25. Berdasarkan jumlah keseluruhan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu sebanyak 71 kasus dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif sehingga diperoleh karakteristik penyakit gastroenteritis akut paling banyak ditemukan pada kelompok umur dewasa (41-60 tahun) (36,6%), secara umum distribusi paling banyak juga ditemukan pada jenis kelamin perempuan (54,9%), etiologi infeksi bakteri (71,8%) dan status gizi overweight (39,4%). Jika dilakukan tabulasi silang antara etiologi dengan distribusi paling banyak, maka diperoleh kelompok umur dewasa yang infeksi bakteri (76,9%), perempuan yang infeksi bakteri (76,9%) dan status gizi overweight yang infeksi bakteri (71,4%). \u0000Kata Kunci : Gastroenteritis akut, karakteristik gastroenteritis akut, dewasa","PeriodicalId":30767,"journal":{"name":"eJurnal Medika Udayana","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49667724","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-29DOI: 10.24843/mu.2021.v10.i7.p04
Aldie Handoko, .. Muliani, I. N. Gede Wardana, .. Yuliana
Semua orang pasti menggunakan Visual Display Terminal (VDT) seperti laptop, komputer, tablet, dan smartphone dalam kegiatan sehari-harinya. Penggunaan VDT dalam jangka waktu lama akan menyebabkan sekumpulan gejala yang disebut Digital Eye Strain (DES). Penelitian tentang DES yang ada di Indonesia masih tergolong kurang. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap DES dianalisis dalam penelitian ini. Penelitian ini bersifat analitik cross-sectional dengan menggunakan kuesioner online. Sampel yang digunakan adalah 209 mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018-2019. Sampel diperoleh dengan metode purposive sampling. Data yang diambil berupa usia, jenis kelamin, jenis VDT, durasi istirahat, dan gejala yang dialami. Dilakukan analisis univariat dan bivariat dengan uji chi-square yang ditampilkan dalam bentuk narasi dan tabel. Sebanyak 78 mahasiswa laki-laki (37,3%) dan 131 mahasiswa perempuan (62,7%) mengisi kuesioner online penelitian ini. Sebanyak 120 mahasiswa (57,4%) mengalami gejala DES, 170 mahasiswa (81,3%) menggunakan VDT genggaman, dan 112 mahasiswa (53,6%) beristirahat kurang dari 10 menit. Hasil analisis menunjukkan jenis kelamin perempuan (p = 0,024; 95% CI : 1,022 – 1,745) dan durasi istirahat kurang dari 10 menit (p < 0,001; 95% CI : 1,424 – 2,453) memiliki hubungan yang signifikan dengan DES. Dapat disimpulkan bahwa perempuan lebih berisiko terkena DES dan istirahat dengan durasi setidaknya 10 menit setelah penggunaan VDT menurunkan risiko DES.
{"title":"Hubungan Jenis Kelamin, Jenis Visual Display Terminal , dan Durasi Istirahat dengan Digital Eye Strain pada Mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Universitas Udayana Angkatan 2018-2019","authors":"Aldie Handoko, .. Muliani, I. N. Gede Wardana, .. Yuliana","doi":"10.24843/mu.2021.v10.i7.p04","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/mu.2021.v10.i7.p04","url":null,"abstract":"Semua orang pasti menggunakan Visual Display Terminal (VDT) seperti laptop, komputer, tablet, dan smartphone dalam kegiatan sehari-harinya. Penggunaan VDT dalam jangka waktu lama akan menyebabkan sekumpulan gejala yang disebut Digital Eye Strain (DES). Penelitian tentang DES yang ada di Indonesia masih tergolong kurang. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap DES dianalisis dalam penelitian ini. Penelitian ini bersifat analitik cross-sectional dengan menggunakan kuesioner online. Sampel yang digunakan adalah 209 mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018-2019. Sampel diperoleh dengan metode purposive sampling. Data yang diambil berupa usia, jenis kelamin, jenis VDT, durasi istirahat, dan gejala yang dialami. Dilakukan analisis univariat dan bivariat dengan uji chi-square yang ditampilkan dalam bentuk narasi dan tabel. Sebanyak 78 mahasiswa laki-laki (37,3%) dan 131 mahasiswa perempuan (62,7%) mengisi kuesioner online penelitian ini. Sebanyak 120 mahasiswa (57,4%) mengalami gejala DES, 170 mahasiswa (81,3%) menggunakan VDT genggaman, dan 112 mahasiswa (53,6%) beristirahat kurang dari 10 menit. Hasil analisis menunjukkan jenis kelamin perempuan (p = 0,024; 95% CI : 1,022 – 1,745) dan durasi istirahat kurang dari 10 menit (p < 0,001; 95% CI : 1,424 – 2,453) memiliki hubungan yang signifikan dengan DES. Dapat disimpulkan bahwa perempuan lebih berisiko terkena DES dan istirahat dengan durasi setidaknya 10 menit setelah penggunaan VDT menurunkan risiko DES.","PeriodicalId":30767,"journal":{"name":"eJurnal Medika Udayana","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43355672","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-29DOI: 10.24843/mu.2021.v10.i7.p03
Putu Nadira Widyakania
Lesi prakanker serviks atau cervical intraepithelial neoplasia (CIN) adalah kondisi awal terjadinya perubahan yang mengarah ke kanker serviks. Pada pelayanan primer dapat dilakukan deteksi dini lesi prakanker serviks menggunakan tes Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Dalam pemeriksaan ini, apabila ditemukan IVA positif maka akan dilakukan pengobatan dengan krioterapi. Krioterapi merupakan metode menghancurkan jaringan dan membekukan sel abnormal menggunakan gas CO2 atau N2O. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik ibu yang menjalani krioterapi di tiga puskesmas Kota Denpasar selama tahun 2017-2019. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif observasional dengan metode potong lintang. Sampel diambil dari populasi berdasarkan kriteria inklusi yaitu ibu dengan IVA positif dan kriteria eksklusi meliputi puskesmas dengan data rekam medis yang tidak lengkap. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 24 untuk mendapatkan karakteristik ibu yang menjalani krioterapi berdasarkan usia, usia pertama kali menikah, jumlah pasangan, paritas, alat kontrasepsi dan merokok. Hasil penelitian menunjukan mayoritas karakteristik ibu yang menjalani krioterapi di tiga puskesmas Kota Denpasar selama tahun 2017-2019 memiliki usia ? 30 tahun (69,0%), usia pertama kali melakukan hubungan seksual ? 20 tahun (58,6%), memiliki 1 pasangan seksual (100%), memiliki paritas sebanyak ? 2 anak (72,4%), menggunakan alat kontrasepsi hormonal (51,7%), dan tidak merokok (86,2%). Kata kunci : Lesi Prankanker, IVA, Krioterapi
{"title":"KARAKTERISTIK IBU YANG MENJALANI KRIOTERAPI DI TIGA PUSKESMAS KOTA DENPASAR SELAMA TAHUN 2017-2019","authors":"Putu Nadira Widyakania","doi":"10.24843/mu.2021.v10.i7.p03","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/mu.2021.v10.i7.p03","url":null,"abstract":"Lesi prakanker serviks atau cervical intraepithelial neoplasia (CIN) adalah kondisi awal terjadinya perubahan yang mengarah ke kanker serviks. Pada pelayanan primer dapat dilakukan deteksi dini lesi prakanker serviks menggunakan tes Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Dalam pemeriksaan ini, apabila ditemukan IVA positif maka akan dilakukan pengobatan dengan krioterapi. Krioterapi merupakan metode menghancurkan jaringan dan membekukan sel abnormal menggunakan gas CO2 atau N2O. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik ibu yang menjalani krioterapi di tiga puskesmas Kota Denpasar selama tahun 2017-2019. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif observasional dengan metode potong lintang. Sampel diambil dari populasi berdasarkan kriteria inklusi yaitu ibu dengan IVA positif dan kriteria eksklusi meliputi puskesmas dengan data rekam medis yang tidak lengkap. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 24 untuk mendapatkan karakteristik ibu yang menjalani krioterapi berdasarkan usia, usia pertama kali menikah, jumlah pasangan, paritas, alat kontrasepsi dan merokok. Hasil penelitian menunjukan mayoritas karakteristik ibu yang menjalani krioterapi di tiga puskesmas Kota Denpasar selama tahun 2017-2019 memiliki usia ? 30 tahun (69,0%), usia pertama kali melakukan hubungan seksual ? 20 tahun (58,6%), memiliki 1 pasangan seksual (100%), memiliki paritas sebanyak ? 2 anak (72,4%), menggunakan alat kontrasepsi hormonal (51,7%), dan tidak merokok (86,2%). \u0000Kata kunci : Lesi Prankanker, IVA, Krioterapi","PeriodicalId":30767,"journal":{"name":"eJurnal Medika Udayana","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45171626","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-29DOI: 10.24843/mu.2021.v10.i7.p10
Rona Nisrina Ananda, K. Yulianti, Henky, Dudut Rustyadi
ABSTRAK Prinsip identifikasi pada korban bencana adalah dengan membandingkan data antemortem dan postmortem. Proses identifikasi dapat dilakukan melalui pemeriksaan data primer dan sekunder. Pengukuran indeks sefalik dan tinggi badan merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam identifikasi forensik sekunder untuk menentukan ras dan jenis kelamin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan indeks sefalik dan tinggi badan antara etnis Bali dan etnis Nusa Tenggara Timur (NTT). Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik dengan desain cross-sectional. Sampel pada penelitian ini adalah 100 orang responden berusia 21–49 tahun yang merupakan etnis Bali dan etnis NTT, bersedia menjadi subjek dalam penelitian, tidak memiliki riwayat penyakit hormonal dan tidak mengalami trauma kepala (untuk pengukuran indeks sefalik), dan dapat berdiri tegak saat pengukuran tinggi badan dilakukan. Analisis data dilakukan dengan uji Kolmogorov-smirnov untuk menilai normalitas data dan uji dua kelompok t-tidak berpasangan untuk menentukan perbedaan rerata pada dua kelompok. Dari hasil penelitian didapatkan rerata tinggi badan pada etnis Bali adalah 166,140 ± 8,49 dan rerata pada etnis NTT adalah 161,060 ± 9,17 dengan nilai signifikansi p=0,005. Hasil rerata indeks sefalik pada etnis Bali didapatkan sebesar 0,85 ± 0,049 dan rerata pada etnis NTT didapatkan sebesar 0,81 ± 0,056 dengan nilai signifikasi p=0,001. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tinggi badan dan indeks sefalik antara etnis Bali dan etnis NTT. Kata kunci: Indeks sefalik, tinggi badan, identifikasi forensik, antropometri
灾难受害者的抽象身份原则是比较步调和死后数据。识别过程可以通过对主要和次要数据进行筛选。粪便指数和身高测量是确定种族和性别的次要法医鉴定中使用的参数之一。本研究旨在确定巴厘岛和努萨东南部部落格(NTT)之间系系和身高的差异。本研究采用分段设计的分析方法进行。该研究的样本包括100名巴厘岛人和NTT人,他们都是21 - 49岁的受访者,愿意成为研究对象,没有荷尔蒙病史,也没有头部外伤(对头孢索引进行了测量),在进行身高测量时能够直立行走。数据分析是通过kolmogorov smirnov测试来评估数据的正常性,并对两组t- non对对进行测试,以确定两组组的reata差异。巴厘岛的少数民族的研究结果得到的平均身高是166.140±8,49和种族上的平均大本营是161.060±9,17 p = 0.005意义的价值。平均指数结果sefalik在巴厘岛的少数民族获得高达0,85±0.049和种族上的平均大小的大本营,得到0,81±0,056 signifikasi p = 0.001的价值。结果表明,巴厘人和NTT人之间的身高和头领差别很大。关键词:头套索引,身高,法医鉴定,人体测量学
{"title":"PERBEDAAN RERATA INDEKS SEFALIK DAN TINGGI BADAN ANTARA ETNIS BALI DAN ETNIS NUSA TENGGARA TIMUR (NTT) DI DENPASAR","authors":"Rona Nisrina Ananda, K. Yulianti, Henky, Dudut Rustyadi","doi":"10.24843/mu.2021.v10.i7.p10","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/mu.2021.v10.i7.p10","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Prinsip identifikasi pada korban bencana adalah dengan membandingkan data antemortem dan postmortem. Proses identifikasi dapat dilakukan melalui pemeriksaan data primer dan sekunder. Pengukuran indeks sefalik dan tinggi badan merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam identifikasi forensik sekunder untuk menentukan ras dan jenis kelamin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan indeks sefalik dan tinggi badan antara etnis Bali dan etnis Nusa Tenggara Timur (NTT). Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik dengan desain cross-sectional. Sampel pada penelitian ini adalah 100 orang responden berusia 21–49 tahun yang merupakan etnis Bali dan etnis NTT, bersedia menjadi subjek dalam penelitian, tidak memiliki riwayat penyakit hormonal dan tidak mengalami trauma kepala (untuk pengukuran indeks sefalik), dan dapat berdiri tegak saat pengukuran tinggi badan dilakukan. Analisis data dilakukan dengan uji Kolmogorov-smirnov untuk menilai normalitas data dan uji dua kelompok t-tidak berpasangan untuk menentukan perbedaan rerata pada dua kelompok. Dari hasil penelitian didapatkan rerata tinggi badan pada etnis Bali adalah 166,140 ± 8,49 dan rerata pada etnis NTT adalah 161,060 ± 9,17 dengan nilai signifikansi p=0,005. Hasil rerata indeks sefalik pada etnis Bali didapatkan sebesar 0,85 ± 0,049 dan rerata pada etnis NTT didapatkan sebesar 0,81 ± 0,056 dengan nilai signifikasi p=0,001. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tinggi badan dan indeks sefalik antara etnis Bali dan etnis NTT. \u0000Kata kunci: Indeks sefalik, tinggi badan, identifikasi forensik, antropometri","PeriodicalId":30767,"journal":{"name":"eJurnal Medika Udayana","volume":"60 3-4","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41297597","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-24DOI: 10.24843/mu.2021.v10.i4.p17
Kadek Ena Septiani Surya Puspita Sari
Abstract: Dermatophytosis is skin infection caused by dermatophytes colonization in keratinized tissue, such as stratum corneum of epidermis, nails and hair. The aims of study are to evaluate the characteristic of patients and species causing dermatophytosis in Mycology division Outpatient Clinic Sanglah General Hospital Bali in 2017 and 2018 periods. This descriptive retrospective study done by taking consecutive sampling in order to evaluate dermatophytosis characteristic according to diagnosis, age, sex, and organisms isolate from culture examination. Dermatophytosis new cases decreasing from 9,5% in 2017 to 7,9% in 2018. The most common diagnosis are tinea unguium (45,3%) and tinea cruris (25,7%) with Trichophyton rubrum (34,8%) and Trichophyton mentagrophytes (20,2%) species mostly isolated from culture examination. Male (59%) and 45-64 years old age group (35,8%) are the most common groups diagnose with dermatophytosis. Keywords: Dermatophytosis, tinea, descriptive retrospective study
{"title":"PROFIL DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE 2017 -2018","authors":"Kadek Ena Septiani Surya Puspita Sari","doi":"10.24843/mu.2021.v10.i4.p17","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/mu.2021.v10.i4.p17","url":null,"abstract":"Abstract: Dermatophytosis is skin infection caused by dermatophytes colonization in keratinized tissue, such as stratum corneum of epidermis, nails and hair. The aims of study are to evaluate the characteristic of patients and species causing dermatophytosis in Mycology division Outpatient Clinic Sanglah General Hospital Bali in 2017 and 2018 periods. This descriptive retrospective study done by taking consecutive sampling in order to evaluate dermatophytosis characteristic according to diagnosis, age, sex, and organisms isolate from culture examination. Dermatophytosis new cases decreasing from 9,5% in 2017 to 7,9% in 2018. The most common diagnosis are tinea unguium (45,3%) and tinea cruris (25,7%) with Trichophyton rubrum (34,8%) and Trichophyton mentagrophytes (20,2%) species mostly isolated from culture examination. Male (59%) and 45-64 years old age group (35,8%) are the most common groups diagnose with dermatophytosis. \u0000Keywords: Dermatophytosis, tinea, descriptive retrospective study","PeriodicalId":30767,"journal":{"name":"eJurnal Medika Udayana","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41502321","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-22DOI: 10.24843/mu.2021.v10.i7.p01
C. Gautama
Background: Sleep disturbance is a complication that is often found in cancer patients, especially advanced-stage cancer. Cancer patients may experience sleep disturbances due to the direct effects of the neoplasm, the consequences of surgery, chemotherapy and/or radiotherapy, pain, delirium, opioids, or other psychological/psychiatric conditions. Cancer patients need quality sleep to maintain their optimal condition and immune system. Aim: Determine the sleep quality in cancer patients undergoing radiotherapy. Method: This research is a descriptive study with a cross-sectional design. The study population was cancer patients who underwent radiotherapy at Sanglah General Hospital in Denpasar during August 2020 - September 2020. The total sample obtained was 45 samples. The sample selection was done by consecutive sampling. The measuring instrument used in assessing sleep quality is the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Result: The mean age in the sample of this study was 52 years old and 100% of samples were married. Most of the samples were female (74.6%). Based on the level of education, more samples have primary school education (46.7%). Most of the samples in this study did not work (40%). The finding of sleep quality in this study was more samples with poor sleep quality (84.4%) than those with good sleep quality (15.6%) based on the PSQI. Conclusion: The sleep quality of cancer patients undergoing radiotherapy at Sanglah General Hospital Denpasar is mostly poor, so it is necessary to carry out a holistic treatment starting from early detection to the management of poor sleep quality.
{"title":"The THE FEATURE OF SLEEP QUALITY IN CANCER PATIENTS UNDERGONE RADIOTHERAPY IN SANGLAH HOSPITAL DENPASAR","authors":"C. Gautama","doi":"10.24843/mu.2021.v10.i7.p01","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/mu.2021.v10.i7.p01","url":null,"abstract":"Background: Sleep disturbance is a complication that is often found in cancer patients, especially advanced-stage cancer. Cancer patients may experience sleep disturbances due to the direct effects of the neoplasm, the consequences of surgery, chemotherapy and/or radiotherapy, pain, delirium, opioids, or other psychological/psychiatric conditions. Cancer patients need quality sleep to maintain their optimal condition and immune system. \u0000Aim: Determine the sleep quality in cancer patients undergoing radiotherapy. \u0000Method: This research is a descriptive study with a cross-sectional design. The study population was cancer patients who underwent radiotherapy at Sanglah General Hospital in Denpasar during August 2020 - September 2020. The total sample obtained was 45 samples. The sample selection was done by consecutive sampling. The measuring instrument used in assessing sleep quality is the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). \u0000Result: The mean age in the sample of this study was 52 years old and 100% of samples were married. Most of the samples were female (74.6%). Based on the level of education, more samples have primary school education (46.7%). Most of the samples in this study did not work (40%). The finding of sleep quality in this study was more samples with poor sleep quality (84.4%) than those with good sleep quality (15.6%) based on the PSQI. \u0000Conclusion: The sleep quality of cancer patients undergoing radiotherapy at Sanglah General Hospital Denpasar is mostly poor, so it is necessary to carry out a holistic treatment starting from early detection to the management of poor sleep quality.","PeriodicalId":30767,"journal":{"name":"eJurnal Medika Udayana","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43521031","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-22DOI: 10.24843/mu.2021.v10.i7.p02
M. Christopher
Propofol merupakan obat sedasi yang sering digunakan di prosedur di rumah sakit. Propofol memiliki efektivitas yang baik dalam menginduksi efek sedasi dan memiliki efek samping yang sangat minimal. Kekurangan dari penggunaan propofol ini adalah nyeri, dan nyeri ini memiliki insiden yang tinggi. Nyeri ini dapat dikurangi dengan berbagai faktor, salah satunya adalah menggunakan obat analgesia lokal lainnya seperti lidokain, fentanil dan ketamin. Telaah sistematis ini bertujuan merekam dari berbagai uji klinis acak yang terdapat di berbagai sumber literatur. Tahun penelitian dibatasi dari tahun 2016 hingga 2020. Penulis menggunakan kriteria kelayakan PICOS. Obat yang akan digunakan adalah lidokain, fentanil dan ketamin. Penulis juga menggunakan Jadad Scale untuk mengetahui risiko bias dari masing-masing penelitian yang sudah masuk kriteria inklusi. Penulis menggunakan Funnel Plot untuk mengetahui publikasi bias dari masing-masing studi. Telaah sistematis ini telah meneliti sebanyak 2130 sampel manusia yang didapat dari 25 penelitian. Penelitian-penelitian ini memiliki kelompok penelitian lagi untuk membandingkan hasil percobaan klinis oleh peneliti terkait. Hasilnya adalah induksi sedasi dengan kejadian nyeri paling rendah adalah penggunaan propofol 0,33% 6 ml dengan dosis 2,5 mg/kgBB dengan skor rata-rata nyeri 0,08. (p>0,05) Kata kunci : propofol, nyeri, skala nyeri
{"title":"Perbandingan Efektivitas Campuran Propofol dengan Ketamin, Fentanil dan Lidokain dalam Mengurangi Nyeri dari Injeksi Propofol: Telaah Sistematis","authors":"M. Christopher","doi":"10.24843/mu.2021.v10.i7.p02","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/mu.2021.v10.i7.p02","url":null,"abstract":"Propofol merupakan obat sedasi yang sering digunakan di prosedur di rumah sakit. Propofol memiliki efektivitas yang baik dalam menginduksi efek sedasi dan memiliki efek samping yang sangat minimal. Kekurangan dari penggunaan propofol ini adalah nyeri, dan nyeri ini memiliki insiden yang tinggi. Nyeri ini dapat dikurangi dengan berbagai faktor, salah satunya adalah menggunakan obat analgesia lokal lainnya seperti lidokain, fentanil dan ketamin. \u0000Telaah sistematis ini bertujuan merekam dari berbagai uji klinis acak yang terdapat di berbagai sumber literatur. Tahun penelitian dibatasi dari tahun 2016 hingga 2020. Penulis menggunakan kriteria kelayakan PICOS. Obat yang akan digunakan adalah lidokain, fentanil dan ketamin. Penulis juga menggunakan Jadad Scale untuk mengetahui risiko bias dari masing-masing penelitian yang sudah masuk kriteria inklusi. Penulis menggunakan Funnel Plot untuk mengetahui publikasi bias dari masing-masing studi. \u0000Telaah sistematis ini telah meneliti sebanyak 2130 sampel manusia yang didapat dari 25 penelitian. Penelitian-penelitian ini memiliki kelompok penelitian lagi untuk membandingkan hasil percobaan klinis oleh peneliti terkait. \u0000 Hasilnya adalah induksi sedasi dengan kejadian nyeri paling rendah adalah penggunaan propofol 0,33% 6 ml dengan dosis 2,5 mg/kgBB dengan skor rata-rata nyeri 0,08. (p>0,05) \u0000Kata kunci : propofol, nyeri, skala nyeri","PeriodicalId":30767,"journal":{"name":"eJurnal Medika Udayana","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43969275","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-06-25DOI: 10.24843/mu.2021.v10.i4.p08
Elvina Veronica, I. Primayanti, I. Adiatmika
ABSTRACT The intensity of smartphone usage among students is high because the presence of smartphones that support our activities. Many negative effects caused by the intensity of excessive smartphone usage such as musculoskeletal disorders. De Quervain's syndrome is a painful condition of the stiloid processus due to synovial wrapper sheath trauma or inflammation that surrounds the abductor polllicis longus muscle and extensor pollicis brevis muscle in the hand due to excessive repetitive movements. This study was an analytic study with a cross-sectional method to determine the relationship of the intensity of smartphone usage with the risk of de Quervain's syndrome appearance in undergraduate female medical students of Udayana University. Conducted in February-March 2020 at the Faculty of Medicine, Udayana University with 100 undergraduate female medical student of Udayana University class of 2018 and 2019 as respondents who filled DQST (de Quervain Screening Tool) questionnaire on both hands and a questionnaire about intensity of smartphone usage. This research variable consists of independent variable intensity of smartphone usage, dependent variable de Quervain syndrome of both hands, and control variable age, gender, and medical study program. Somers’ D bivariate test results showed no relationship (p> 0.05) between intensity of smartphone usage and risk of de Quervain appearance on both hands. This condition was influenced by position when using a smartphone, type of smartphone, and other factors. Further research is needed related to other factors that influence the risk of de Quervain syndrome appearance and other musculoskeletal disorders. Keywords: de Quervain syndrome, intensity of smartphone usage, pain
{"title":"THE RELATIONSHIP BETWEEN INTENSITY OF SMARTPHONE USAGE AND THE RISK OF DE QUERVAIN SYNDROME IN UNDERGRADUATE FEMALE MEDICAL STUDENTS OF UDAYANA UNIVERSITY.","authors":"Elvina Veronica, I. Primayanti, I. Adiatmika","doi":"10.24843/mu.2021.v10.i4.p08","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/mu.2021.v10.i4.p08","url":null,"abstract":"ABSTRACT \u0000The intensity of smartphone usage among students is high because the presence of smartphones that support our activities. Many negative effects caused by the intensity of excessive smartphone usage such as musculoskeletal disorders. De Quervain's syndrome is a painful condition of the stiloid processus due to synovial wrapper sheath trauma or inflammation that surrounds the abductor polllicis longus muscle and extensor pollicis brevis muscle in the hand due to excessive repetitive movements. This study was an analytic study with a cross-sectional method to determine the relationship of the intensity of smartphone usage with the risk of de Quervain's syndrome appearance in undergraduate female medical students of Udayana University. Conducted in February-March 2020 at the Faculty of Medicine, Udayana University with 100 undergraduate female medical student of Udayana University class of 2018 and 2019 as respondents who filled DQST (de Quervain Screening Tool) questionnaire on both hands and a questionnaire about intensity of smartphone usage. This research variable consists of independent variable intensity of smartphone usage, dependent variable de Quervain syndrome of both hands, and control variable age, gender, and medical study program. Somers’ D bivariate test results showed no relationship (p> 0.05) between intensity of smartphone usage and risk of de Quervain appearance on both hands. This condition was influenced by position when using a smartphone, type of smartphone, and other factors. Further research is needed related to other factors that influence the risk of de Quervain syndrome appearance and other musculoskeletal disorders. \u0000Keywords: de Quervain syndrome, intensity of smartphone usage, pain","PeriodicalId":30767,"journal":{"name":"eJurnal Medika Udayana","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41478685","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}