AbstrakJakarta Timur adalah kota administrasi terluas di provinsi DKI Jakarta. Laju pembangunan kota yang semakin meningkat menyebabkan daya tampung dan daya dukung lingkungan kota semakin menurun sehingga memicu timbulnya permasalahan sosial, ekosistem lingkungan daratan maupun akuatik. Lanskap sempadan Sungai merupakan aspek penting dari konstruksi lanskap perkotaan. Lanskap sempadan Sungai Cipinang memiliki fungsi ekologis, estetika dan sosial. Masyarakat merupakan kunci bagi terciptanya kehidupan sosial yang berkelanjutan dalam sebuah taman lingkungan. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di taman lingkungan perlu adanya keterlibatan masyarakat sekitar dengan mempelajari preferensi masyarakat sekitar terhadap taman. Oleh karena itu, dibutuhkan desain taman lingkungan berdasarkan preferensi masyarakat sekitar untuk menciptakan sebuah taman lingkungan yang fungsional, estetis, ekologis, dan berkelanjutan. Proses desain lanskap sempadan Sungai Cipinang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap pengumpulan data, tahap analisis dan sintesiskonsep, dan desain. Konsep yang digunakan dalam taman lingkungan ini adalah Taman Olahraga dan Olah jiwa dengan memilih tanaman kangkung air sebagai konsep desain. Konsep ini dipilih untuk menjaga dan memelihara lingkungan sempadan sungai serta memberikan ruang olahraga, area rekreasi dan meningkatkan interaksi antar masyarakat sekitar. Setelah dilakukan proses desain, dihasilkan 3 model pilihan desain dan satu diantaranya menjadi sebuah siteplan yang digunakan sebagai gambar acuan dalam proses pembuatan gambar kerja. Siteplan dilengkapi dengan gambar tampak potongan, perspektif, detail desain, dan rencana penanaman.AbstractEast Jakarta is the largest administrative city in the province of DKI Jakarta. The increasing space of urban development causes the capacity and the carrying capacity of the urban environment to decrease, thus triggering the emergence of social problems, ecosystems of the land, and aquatic environment. The riparian landscape is an important aspect of the urban landscape. The riparian landscape of Cipinang River has ecological, aesthetic, and social functions. Community is the key to create sustainable social life in the community park. To know the needs of people in a community park is important as well as in a park design process, it could be grasped through the study of people preferences. Therefore, it is important too to study the community park design based on user preference to create a community park that is functional, aesthetic, ecological, and sustainable. The design process will be carried out through several stages, namely: stage of data collection, analysis and synthesis phase, concepts, and design. The concept is “Olah Raga dan Olah Jiwa” which Water Spinach’s form as a design concept. It was chosen in addition to preserving and maintaining the riparian landscape environment, also to provide sports spaces, recreation areas. After the design process is carried out, there wi
{"title":"DESAIN LANSKAP SEMPADAN SUNGAI BERBASIS PREFERENSI MASYARAKAT DI SEGMEN JALAN RADAR AURI, JAKARTA TIMUR (Preferenced-based Riparian Landscape Design of Cipinang River in The Radar Auri Street Segment, East Jakarta)","authors":"Urfa Adzkia, I. S. Fatimah","doi":"10.22146/jml.52711","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jml.52711","url":null,"abstract":"AbstrakJakarta Timur adalah kota administrasi terluas di provinsi DKI Jakarta. Laju pembangunan kota yang semakin meningkat menyebabkan daya tampung dan daya dukung lingkungan kota semakin menurun sehingga memicu timbulnya permasalahan sosial, ekosistem lingkungan daratan maupun akuatik. Lanskap sempadan Sungai merupakan aspek penting dari konstruksi lanskap perkotaan. Lanskap sempadan Sungai Cipinang memiliki fungsi ekologis, estetika dan sosial. Masyarakat merupakan kunci bagi terciptanya kehidupan sosial yang berkelanjutan dalam sebuah taman lingkungan. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di taman lingkungan perlu adanya keterlibatan masyarakat sekitar dengan mempelajari preferensi masyarakat sekitar terhadap taman. Oleh karena itu, dibutuhkan desain taman lingkungan berdasarkan preferensi masyarakat sekitar untuk menciptakan sebuah taman lingkungan yang fungsional, estetis, ekologis, dan berkelanjutan. Proses desain lanskap sempadan Sungai Cipinang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap pengumpulan data, tahap analisis dan sintesiskonsep, dan desain. Konsep yang digunakan dalam taman lingkungan ini adalah Taman Olahraga dan Olah jiwa dengan memilih tanaman kangkung air sebagai konsep desain. Konsep ini dipilih untuk menjaga dan memelihara lingkungan sempadan sungai serta memberikan ruang olahraga, area rekreasi dan meningkatkan interaksi antar masyarakat sekitar. Setelah dilakukan proses desain, dihasilkan 3 model pilihan desain dan satu diantaranya menjadi sebuah siteplan yang digunakan sebagai gambar acuan dalam proses pembuatan gambar kerja. Siteplan dilengkapi dengan gambar tampak potongan, perspektif, detail desain, dan rencana penanaman.AbstractEast Jakarta is the largest administrative city in the province of DKI Jakarta. The increasing space of urban development causes the capacity and the carrying capacity of the urban environment to decrease, thus triggering the emergence of social problems, ecosystems of the land, and aquatic environment. The riparian landscape is an important aspect of the urban landscape. The riparian landscape of Cipinang River has ecological, aesthetic, and social functions. Community is the key to create sustainable social life in the community park. To know the needs of people in a community park is important as well as in a park design process, it could be grasped through the study of people preferences. Therefore, it is important too to study the community park design based on user preference to create a community park that is functional, aesthetic, ecological, and sustainable. The design process will be carried out through several stages, namely: stage of data collection, analysis and synthesis phase, concepts, and design. The concept is “Olah Raga dan Olah Jiwa” which Water Spinach’s form as a design concept. It was chosen in addition to preserving and maintaining the riparian landscape environment, also to provide sports spaces, recreation areas. After the design process is carried out, there wi","PeriodicalId":31593,"journal":{"name":"Jurnal Manusia dan Lingkungan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-10-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44808517","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ayu Kurnia Aissiyah, L. R. Faida, Much. Taufik Tri Hermawan
ABSTRAKPemanfaatan rumput dan kayu bakar oleh masyarakat sekitar pada Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) tidak sejalan dengan zonasi taman nasional. Pada penelitian ini telah dilakukan berupa kajian intensitas pemanfaatan rumput dan kayu bakar dari kawasan TNGMb melalui identifikasi pengaruh antar faktor pada aktivitas pemanfaatan rumput dan kayu bakar oleh masyarakat serta identifikasi unsur pembentuk akses masyarakat dalam pemanfaatan rumput dan kayu bakar yang berasal dari kawasan TNGMb. Penelitian dilakukan di wilayah TNGMb dengan mengambil lokasi sampel di Dusun Godang, Guwolelo, Batur, dan Sembungan. Tipe penelitian yang digunakan adalah metode kombinasi. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan, kuesioner, wawancara, dan penelusuran dokumen. Metode kuantitatif disajikan dalam bentuk statistik diskriptif (peta, distribusi frekuensi) dan analisis jalur. Metode kualitatif menggunakan analisis akses. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas pemanfaatan rumput dan kayu bakar di TNGMb di lokasi sampel tergolong sedang cenderung tinggi (63 kali per hari untuk rumput dan 41 kali per minggu untuk kayu bakar). Dalam kaitannya terhadap faktor pengelolaan lahan maka faktor budaya berpengaruh sebesar 91%, faktor ekonomi berpengaruh sebesar 17,8 %. Faktor ekonomi menjadi faktor mediasi antara faktor budaya dan faktor pengelolaan lahan, serta terukur secara bersama-sama berpengaruh terhadap faktor pengelolaan lahan sebesar 49,2%. Unsur pembentuk akses masyarakat sekitar kawasan dalam pemanfaatan rumput dan kayu bakar bersifat sederhana atau konvensional.ABSTRACTGrass and fuel wood utilization by community around Gunung Merbabu National Park (GMNP) was inconsistent with national park zoning. This research have been done by evaluating of the intensity of grass and fuel wood derived from GMNP, according to identify the effect between factors at grass and fuel wood utilization by community and determining of the community access pattern in grass and fuel wood utilization. The research study was implemented in GMNP area, which sample locations were Gondang, Guwolelo, Batur, and Sembungan villages. The method used for the research was a combined research method. Data collection was conducted by field observation, interview, questionnaires and document analysis. Quantitative method was presented in descriptive statistic (map, frequency distribution) and path analysis results. Qualitative method was conducted by access analysis. The results showed that intensity grass and fuel wood utilization in GMNP in sample location was in the middle to high trend categories (63 times per day for grass and 41 times per week for fuel wood). Affect to the land management factor, it has been known that the contribution of the cultural factor was in 91% and the economic factor in 17.8 %. Economic factor become intervening factor between cultural factor and land management factor and it was evaluated in 49.2%. Community access structure in grass and fuel wood
{"title":"PEMANFAATAN RUMPUT DAN KAYU BAKAR UNTUK KEBUTUHAN SUBSISTEN MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU (Utilization of Grass and Fuel Wood for Community Subsistence Needs in Gunung Merbabu National Park)","authors":"Ayu Kurnia Aissiyah, L. R. Faida, Much. Taufik Tri Hermawan","doi":"10.22146/JML.23635","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JML.23635","url":null,"abstract":"ABSTRAKPemanfaatan rumput dan kayu bakar oleh masyarakat sekitar pada Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) tidak sejalan dengan zonasi taman nasional. Pada penelitian ini telah dilakukan berupa kajian intensitas pemanfaatan rumput dan kayu bakar dari kawasan TNGMb melalui identifikasi pengaruh antar faktor pada aktivitas pemanfaatan rumput dan kayu bakar oleh masyarakat serta identifikasi unsur pembentuk akses masyarakat dalam pemanfaatan rumput dan kayu bakar yang berasal dari kawasan TNGMb. Penelitian dilakukan di wilayah TNGMb dengan mengambil lokasi sampel di Dusun Godang, Guwolelo, Batur, dan Sembungan. Tipe penelitian yang digunakan adalah metode kombinasi. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan, kuesioner, wawancara, dan penelusuran dokumen. Metode kuantitatif disajikan dalam bentuk statistik diskriptif (peta, distribusi frekuensi) dan analisis jalur. Metode kualitatif menggunakan analisis akses. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas pemanfaatan rumput dan kayu bakar di TNGMb di lokasi sampel tergolong sedang cenderung tinggi (63 kali per hari untuk rumput dan 41 kali per minggu untuk kayu bakar). Dalam kaitannya terhadap faktor pengelolaan lahan maka faktor budaya berpengaruh sebesar 91%, faktor ekonomi berpengaruh sebesar 17,8 %. Faktor ekonomi menjadi faktor mediasi antara faktor budaya dan faktor pengelolaan lahan, serta terukur secara bersama-sama berpengaruh terhadap faktor pengelolaan lahan sebesar 49,2%. Unsur pembentuk akses masyarakat sekitar kawasan dalam pemanfaatan rumput dan kayu bakar bersifat sederhana atau konvensional.ABSTRACTGrass and fuel wood utilization by community around Gunung Merbabu National Park (GMNP) was inconsistent with national park zoning. This research have been done by evaluating of the intensity of grass and fuel wood derived from GMNP, according to identify the effect between factors at grass and fuel wood utilization by community and determining of the community access pattern in grass and fuel wood utilization. The research study was implemented in GMNP area, which sample locations were Gondang, Guwolelo, Batur, and Sembungan villages. The method used for the research was a combined research method. Data collection was conducted by field observation, interview, questionnaires and document analysis. Quantitative method was presented in descriptive statistic (map, frequency distribution) and path analysis results. Qualitative method was conducted by access analysis. The results showed that intensity grass and fuel wood utilization in GMNP in sample location was in the middle to high trend categories (63 times per day for grass and 41 times per week for fuel wood). Affect to the land management factor, it has been known that the contribution of the cultural factor was in 91% and the economic factor in 17.8 %. Economic factor become intervening factor between cultural factor and land management factor and it was evaluated in 49.2%. Community access structure in grass and fuel wood","PeriodicalId":31593,"journal":{"name":"Jurnal Manusia dan Lingkungan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42656231","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
AbstrakTaman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh merupakan kawasan konservasi yang dikelola oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Banda Aceh. TWA Laut Pulau Weh terletak di Desa Iboih dan masuk ke dalam Wilayah Hukom Adat Panglima Laot Lhok Iboih. Keberadaan Hukom Adat Laot memberikan dampak secara ekologi, sosial ekonomi, dan tata kelola TWA Laut Pulau Weh. Selain itu, sistem pengelolaan berdasarkan hukum adat dapat dijadikan rujukan dalam menyusun kebijakan atau strategi pengeloaan TWA Laut Pulau Weh ke depan. Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung dan mengestimasi tingkat keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh berdasarkan Hukom Adat Laot Lhok Iboih. Metode yang digunakan adalah multi dimensional scalling (MDS) berdasarkan tiga dimensi yaitu ekologi, sosial ekonomi dan tata kelola. Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensi tata kelola dan sosial ekonomi berada pada kategori cukup keberlanjutan dengan indeks 59,98 dan 56,75, sedangkan dimensi ekologi berada pada kategori kurang berkelanjutan dengan indeks 46,94. Indeks dan status keberlanjutan menunjukkan bahwa, sistem pengelolaan berdasarkan Hukom Adat Laot Lhok Iboih pada dimensi tata kelola dan sosial ekonomi cukup memberikan dampak terhadap keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh.AbstractMarine Recreational Park (MRP) Weh Island is a conservation area managed by Natural Resources Conservation Agency Banda Aceh. The MRP is located at Iboih village and it is also inside the area of local customary Law of the Sea Lhok Iboih. The existence of customary Law of the Sea affects the management of MRP in terms of ecology and social economy. Apart from that, the local customary management system could be used as a reference in finalizing the policy and strategy of the management of MRP Weh Island in the future. The purpose of this research is to calculate and to estimate the sustainability level of the MRP Weh Island management based on customary Law of the Sea Lhok Iboih. The method used is multi dimensional scaling (MDS) that is based on 3 dimensions i.e. ecology, social economy, and management. The analysis result indicates that the dimension of management and social economy are arguably sustainable with index 59.98 and 56.75, while the dimension of ecology falls into less sustainable level with index 46.94. The index and sustainability status indicate that the management system based on customary Law of the Sea Lhok Iboih specifically on the dimension of management and social economy influence the sustainability of MRP Weh Island management.
{"title":"ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAM LAUT (TWAL) PULAU WEH BERDASARKAN HUKOM ADAT LAOT (Sustainability Analysis of the Marine Recreational Park (MRP) Management in Weh Island Based on Local Customary Law of the Sea (Hukom Adat Laot)","authors":"M. Aris, A. Fahrudin, E. Riani, E. Muttaqin","doi":"10.22146/jml.23065","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jml.23065","url":null,"abstract":"AbstrakTaman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh merupakan kawasan konservasi yang dikelola oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Banda Aceh. TWA Laut Pulau Weh terletak di Desa Iboih dan masuk ke dalam Wilayah Hukom Adat Panglima Laot Lhok Iboih. Keberadaan Hukom Adat Laot memberikan dampak secara ekologi, sosial ekonomi, dan tata kelola TWA Laut Pulau Weh. Selain itu, sistem pengelolaan berdasarkan hukum adat dapat dijadikan rujukan dalam menyusun kebijakan atau strategi pengeloaan TWA Laut Pulau Weh ke depan. Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung dan mengestimasi tingkat keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh berdasarkan Hukom Adat Laot Lhok Iboih. Metode yang digunakan adalah multi dimensional scalling (MDS) berdasarkan tiga dimensi yaitu ekologi, sosial ekonomi dan tata kelola. Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensi tata kelola dan sosial ekonomi berada pada kategori cukup keberlanjutan dengan indeks 59,98 dan 56,75, sedangkan dimensi ekologi berada pada kategori kurang berkelanjutan dengan indeks 46,94. Indeks dan status keberlanjutan menunjukkan bahwa, sistem pengelolaan berdasarkan Hukom Adat Laot Lhok Iboih pada dimensi tata kelola dan sosial ekonomi cukup memberikan dampak terhadap keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh.AbstractMarine Recreational Park (MRP) Weh Island is a conservation area managed by Natural Resources Conservation Agency Banda Aceh. The MRP is located at Iboih village and it is also inside the area of local customary Law of the Sea Lhok Iboih. The existence of customary Law of the Sea affects the management of MRP in terms of ecology and social economy. Apart from that, the local customary management system could be used as a reference in finalizing the policy and strategy of the management of MRP Weh Island in the future. The purpose of this research is to calculate and to estimate the sustainability level of the MRP Weh Island management based on customary Law of the Sea Lhok Iboih. The method used is multi dimensional scaling (MDS) that is based on 3 dimensions i.e. ecology, social economy, and management. The analysis result indicates that the dimension of management and social economy are arguably sustainable with index 59.98 and 56.75, while the dimension of ecology falls into less sustainable level with index 46.94. The index and sustainability status indicate that the management system based on customary Law of the Sea Lhok Iboih specifically on the dimension of management and social economy influence the sustainability of MRP Weh Island management.","PeriodicalId":31593,"journal":{"name":"Jurnal Manusia dan Lingkungan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47398519","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
AbstrakBird strike merupakan peristiwa tabrakan antara burung baik secara berkelompok maupun tunggal dengan pesawat terbang pada proses penerbangan. Kejadian bird strike dapat menyebabkan kecelakaan ringan hingga serius yang sangat merugikan secara ekonomi Sekalipun telah dilakukan bird control secara maksimal berdasarkan panduan yang tersedia, namun bird strike juga terkadang masih terjadi di Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta (JOG) dengan tingkat kerusakan pesawat dari berat sampai ringan. Salah satu jenis burung penyebab kejadian bird strike di kawasan ini adalah cangak abu. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui besaran dan prilaku koloni burung cangak abu (Ardea cinerea) pengunjung area. Pengambilan data besaran koloni burung pengunjung dilakukan dengan penghitungan langsung (sensus); perilaku selama di lokasi antara lain waktu dan arah datang dan pergi serta aktivitas yang dilakukan burung cangak abu selama di area bandara diamati dan dicatat secara langsung. Semua data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif-kualitatif dan diperbandingkan burung lain dan hasil penelitian lain sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang mengapa koloni cangak abu tersebut menjadi pengunjung area bandara. Hasil penelitian menunjukkan. Keberadaan burung cangak abu di Bandara Adisutjipto berpotensi relatif terbesar menimbulkan kejadian bird strike dibanding burung jenis lainnya karena jumlah individu harian yang datang terbanyak, frekuensi kedatangannya tertinggi kedua setelah burung wallet, ukuran tubuhnya yang relatif terbesar, terbang rendah, terbang pelan dan manuvernya juga lamban serta terbang menyilang landasan. Kondisi lingkungan area runway bandara yang luas, lapang terbuka, ditutupi hijauan rerumputan, berangin, aman dari predator, sepi jauh dari kegiatan manusia dan lokasinya yang strategis diantara zona roosting/nesting dan zona foraging/feeding menjadi lokasi yang ideal bagi koloni cangak abu untuk melakukan kegiatan harian loafing. Pengelola bandara JOG perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan peningkatan kehadiran burung cangak abu, dan perlu memperluas jangkauan pengelolaan populasi cangak abu di luar wilayah bandara.AbstractBird strike is a bird collision event both in groups and singly with an aircraft in the flight process. Bird strike events can cause minor to serious accidents which are very detrimental to the economy. Although maximum bird control has been carried out based on the available guidelines, bird strikes also sometimes occur at Yogyakarta Adisutjipto International Airport (YAIA) with the level of aircraft damage from heavy to light. One type of bird that causes the bird strike incident at YAIA is grey heron. The purpose of this study was to determine the dayly individual number and behavior of the grey heron (Ardea cinerea), visitors to the YAIA area. Data collection on visitor bird colony size is carried out by direct count (census); behavior while in YAIA, including the time and directi
{"title":"KOLONI BURUNG CANGAK ABU (Ardea cinerea LINNAEUS) DI AREA BANDAR UDARA INTERNASIONAL ADISUTJIPTO YOGYAKARTA (Grey Heron Colony (Ardea cinerea Linnaeus) in Yogyakarta Adisutjipto International Airport Area)","authors":"B. Suripto, Kukuh Oktarinaria","doi":"10.22146/jml.44378","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jml.44378","url":null,"abstract":"AbstrakBird strike merupakan peristiwa tabrakan antara burung baik secara berkelompok maupun tunggal dengan pesawat terbang pada proses penerbangan. Kejadian bird strike dapat menyebabkan kecelakaan ringan hingga serius yang sangat merugikan secara ekonomi Sekalipun telah dilakukan bird control secara maksimal berdasarkan panduan yang tersedia, namun bird strike juga terkadang masih terjadi di Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta (JOG) dengan tingkat kerusakan pesawat dari berat sampai ringan. Salah satu jenis burung penyebab kejadian bird strike di kawasan ini adalah cangak abu. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui besaran dan prilaku koloni burung cangak abu (Ardea cinerea) pengunjung area. Pengambilan data besaran koloni burung pengunjung dilakukan dengan penghitungan langsung (sensus); perilaku selama di lokasi antara lain waktu dan arah datang dan pergi serta aktivitas yang dilakukan burung cangak abu selama di area bandara diamati dan dicatat secara langsung. Semua data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif-kualitatif dan diperbandingkan burung lain dan hasil penelitian lain sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang mengapa koloni cangak abu tersebut menjadi pengunjung area bandara. Hasil penelitian menunjukkan. Keberadaan burung cangak abu di Bandara Adisutjipto berpotensi relatif terbesar menimbulkan kejadian bird strike dibanding burung jenis lainnya karena jumlah individu harian yang datang terbanyak, frekuensi kedatangannya tertinggi kedua setelah burung wallet, ukuran tubuhnya yang relatif terbesar, terbang rendah, terbang pelan dan manuvernya juga lamban serta terbang menyilang landasan. Kondisi lingkungan area runway bandara yang luas, lapang terbuka, ditutupi hijauan rerumputan, berangin, aman dari predator, sepi jauh dari kegiatan manusia dan lokasinya yang strategis diantara zona roosting/nesting dan zona foraging/feeding menjadi lokasi yang ideal bagi koloni cangak abu untuk melakukan kegiatan harian loafing. Pengelola bandara JOG perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan peningkatan kehadiran burung cangak abu, dan perlu memperluas jangkauan pengelolaan populasi cangak abu di luar wilayah bandara.AbstractBird strike is a bird collision event both in groups and singly with an aircraft in the flight process. Bird strike events can cause minor to serious accidents which are very detrimental to the economy. Although maximum bird control has been carried out based on the available guidelines, bird strikes also sometimes occur at Yogyakarta Adisutjipto International Airport (YAIA) with the level of aircraft damage from heavy to light. One type of bird that causes the bird strike incident at YAIA is grey heron. The purpose of this study was to determine the dayly individual number and behavior of the grey heron (Ardea cinerea), visitors to the YAIA area. Data collection on visitor bird colony size is carried out by direct count (census); behavior while in YAIA, including the time and directi","PeriodicalId":31593,"journal":{"name":"Jurnal Manusia dan Lingkungan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-08-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42910091","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Moch Chaerul, Elprida Agustina, I. M. W. Widyarsana
AbstrakBerbagai macam upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan lingkungan suatu kota yang bersih, diantaranya melalui penyediaan fasilitas sistem pemrosesan sampah sebagai tahapan akhir dalam pengelolaan sampah. Saat ini, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali memiliki 3 alternatif sistem pemrosesan sampah yang dapat diaplikasikan, yaitu: menggunakan tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) eksisting Regional Bangli, membangun TPA baru tersendiri untuk Klungkung, dan pemrosesan akhir di Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS). Penelitian ini bertujuan untuk memilih sistem pemrosesan sampah yang paling optimal dengan mempertimbangkan 4 kriteria, yaitu lingkungan, ekonomi, sosial dan teknis (analisis multikriteria) dengan menggunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). Setiap kriteria memiliki beberapa sub kriteria yang dimintakan kepada 35 orang responden yang mewakili 5 institusi pemerintahan daerah terkait untuk dilakukan penilaian perbandingan berpasangan. Penilaian juga dilakukan untuk mengevaluasi setiap alternatif terhadap semua sub kriteria dan kriteria. Secara global, responden lebih memilih pencegahan pencemaran lingkungan (nilai bobot 0,16) sebagai sub kriteria terpenting dari total 13 sub kriteria yang tersedia. Urutan kriteria yang dianggap lebih penting adalah lingkungan (nilai bobot 0,543), sosial (0,181), ekonomi (0,146) dan teknis (0,130). Untuk alternatif pengolahan sampah di fasilitas TOSS dianggap yang paling optimal (total nilai 0,47) disusul TPA Regional Bangli (0,28), terakhir TPA baru (0,25). Suatu alternatif sistem pemrosesan sampah dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing harus dipilih yang paling dapat diterima oleh berbagai stakeholder terkait sehingga diharapkan dapat menjadi bagian dari suatu sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan dari suatu kota.AbstractIn order to create a city clean, efforts are taken by government including provision of waste processing system facility as part of waste management system. Recently, Klungkung Regency, Bali Province has 3 alternatives of waste processing system to be applied, namely: utilizing the existing regional final disposal site (TPA) of Bangli, building a new TPA facility dedicated for Klungkung area only, and on-site waste processing facility (TOSS). The study aims to determine the most optimal of waste processing system by considering 4 criteria, namely environment, economic, social and technical (multicriteria analysis) with the help of Analytical Hierarchy Process (AHP). Each criterion having several sub criterions were assessed by 35 respondents representing 5 local government’s institutions by applying pair wise comparison. The asessement were also performed to evaluate the alternatives to the given criteria and sub criterion. In global, respondents preferred to put environmental pollution prevention (weight of 0.16) as the most important among total 13 sub criterions available. Among the criteria, environment (weight of 0.543) was more prioritized than
{"title":"ANALISIS MULTIKRITERIA DALAM PEMILIHAN SISTEM PEMROSESAN SAMPAH DI KABUPATEN KLUNGKUNG, PROVINSI BALI (Multicriteria Analysis for Selecting Waste Processing System in Klungkung Regency, Bali Province)","authors":"Moch Chaerul, Elprida Agustina, I. M. W. Widyarsana","doi":"10.29122/jtl.v21i2.4142","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jtl.v21i2.4142","url":null,"abstract":"AbstrakBerbagai macam upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan lingkungan suatu kota yang bersih, diantaranya melalui penyediaan fasilitas sistem pemrosesan sampah sebagai tahapan akhir dalam pengelolaan sampah. Saat ini, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali memiliki 3 alternatif sistem pemrosesan sampah yang dapat diaplikasikan, yaitu: menggunakan tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) eksisting Regional Bangli, membangun TPA baru tersendiri untuk Klungkung, dan pemrosesan akhir di Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS). Penelitian ini bertujuan untuk memilih sistem pemrosesan sampah yang paling optimal dengan mempertimbangkan 4 kriteria, yaitu lingkungan, ekonomi, sosial dan teknis (analisis multikriteria) dengan menggunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). Setiap kriteria memiliki beberapa sub kriteria yang dimintakan kepada 35 orang responden yang mewakili 5 institusi pemerintahan daerah terkait untuk dilakukan penilaian perbandingan berpasangan. Penilaian juga dilakukan untuk mengevaluasi setiap alternatif terhadap semua sub kriteria dan kriteria. Secara global, responden lebih memilih pencegahan pencemaran lingkungan (nilai bobot 0,16) sebagai sub kriteria terpenting dari total 13 sub kriteria yang tersedia. Urutan kriteria yang dianggap lebih penting adalah lingkungan (nilai bobot 0,543), sosial (0,181), ekonomi (0,146) dan teknis (0,130). Untuk alternatif pengolahan sampah di fasilitas TOSS dianggap yang paling optimal (total nilai 0,47) disusul TPA Regional Bangli (0,28), terakhir TPA baru (0,25). Suatu alternatif sistem pemrosesan sampah dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing harus dipilih yang paling dapat diterima oleh berbagai stakeholder terkait sehingga diharapkan dapat menjadi bagian dari suatu sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan dari suatu kota.AbstractIn order to create a city clean, efforts are taken by government including provision of waste processing system facility as part of waste management system. Recently, Klungkung Regency, Bali Province has 3 alternatives of waste processing system to be applied, namely: utilizing the existing regional final disposal site (TPA) of Bangli, building a new TPA facility dedicated for Klungkung area only, and on-site waste processing facility (TOSS). The study aims to determine the most optimal of waste processing system by considering 4 criteria, namely environment, economic, social and technical (multicriteria analysis) with the help of Analytical Hierarchy Process (AHP). Each criterion having several sub criterions were assessed by 35 respondents representing 5 local government’s institutions by applying pair wise comparison. The asessement were also performed to evaluate the alternatives to the given criteria and sub criterion. In global, respondents preferred to put environmental pollution prevention (weight of 0.16) as the most important among total 13 sub criterions available. Among the criteria, environment (weight of 0.543) was more prioritized than ","PeriodicalId":31593,"journal":{"name":"Jurnal Manusia dan Lingkungan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-07-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45888203","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
AbstrakTaman Nasional Kutai (TNK) memiliki ± 5.227 ha hutan mangrove di sepanjang pesisir pantainya. Hampir 23% luas hutan mangrove ini mengalami degradasi akibat konversi lahan dan pemanfaatan yang merusak. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu sumberdaya yang terdapat dalam ekosistem mangrove, yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya sylvofishery. Pemanfaatan ini merupakan mata pencaharian alternatif bagi penduduk lokal dalam kawasan TNK agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merusak hutan mangrove. Model pemanfaatan sylvofishery kepiting bakau disusun dari 5 submodel, yaitu habitat mangrove, penangkapan kepiting, budidaya pembesaran kepiting, pasar, dan sosial. Hasil simulasi terhadap model dinamik, menunjukkan bahwa skenario optimistik memberikan kinerja model yang lebih berkelanjutan untuk pengelolaan hutan mangrove di TNK, bila dilakukan dengan pendekatan optimasi pemanfaatan sumberdaya S. serrata. Dengan sylvofishery diharapkan akan terjadi keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian lingkungan hutan mangrove.AbstractThe National Park Kutai (TNK) has ± 5,227 ha mangrove forest in along coastal beach. Therefore, almost 23% of mangrove forest was degraded caused by land conversion and utilization of damaged. Mud crab (Scylla serrata) is one of the resources in mangrove ecosystem, and it can be utilized for the cultivation sylvofishery. The utilization of sylvofishery was an alternative livelihood for the local resident in TNK areas that was not damaged their forest necessity. The model of sylvofishery utilization mud crab prepared were 5 sub-models, such as mangrove habitat sub-model, catching mud crab sub-model, enlargement cultivation of mud crab sub-model, market sub-model and social sub-model. The simulation results showed that an optimistic scenario performance model to sustainable for management of mangrove forest in TNK if it was conducted with optimization approached resources in utilization of S. serrata. With silvofishery, it is expected to give a balance between utilization and conservation of mangrove ecosystems.
{"title":"MODEL PENGELOLAAN KEPITING BAKAU UNTUK KELESTARIAN HABITAT MANGROVE DI TAMAN NASIONAL KUTAI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (The Model of Mud Crab (Scylla serrata) Management for Habitat Preservations of Mangrove in Kutai National Park, East Kalimantan Province)","authors":"Nirmalasari Idha Wijaya, F. Yulianda","doi":"10.22146/JML.23079","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JML.23079","url":null,"abstract":"AbstrakTaman Nasional Kutai (TNK) memiliki ± 5.227 ha hutan mangrove di sepanjang pesisir pantainya. Hampir 23% luas hutan mangrove ini mengalami degradasi akibat konversi lahan dan pemanfaatan yang merusak. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu sumberdaya yang terdapat dalam ekosistem mangrove, yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya sylvofishery. Pemanfaatan ini merupakan mata pencaharian alternatif bagi penduduk lokal dalam kawasan TNK agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merusak hutan mangrove. Model pemanfaatan sylvofishery kepiting bakau disusun dari 5 submodel, yaitu habitat mangrove, penangkapan kepiting, budidaya pembesaran kepiting, pasar, dan sosial. Hasil simulasi terhadap model dinamik, menunjukkan bahwa skenario optimistik memberikan kinerja model yang lebih berkelanjutan untuk pengelolaan hutan mangrove di TNK, bila dilakukan dengan pendekatan optimasi pemanfaatan sumberdaya S. serrata. Dengan sylvofishery diharapkan akan terjadi keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian lingkungan hutan mangrove.AbstractThe National Park Kutai (TNK) has ± 5,227 ha mangrove forest in along coastal beach. Therefore, almost 23% of mangrove forest was degraded caused by land conversion and utilization of damaged. Mud crab (Scylla serrata) is one of the resources in mangrove ecosystem, and it can be utilized for the cultivation sylvofishery. The utilization of sylvofishery was an alternative livelihood for the local resident in TNK areas that was not damaged their forest necessity. The model of sylvofishery utilization mud crab prepared were 5 sub-models, such as mangrove habitat sub-model, catching mud crab sub-model, enlargement cultivation of mud crab sub-model, market sub-model and social sub-model. The simulation results showed that an optimistic scenario performance model to sustainable for management of mangrove forest in TNK if it was conducted with optimization approached resources in utilization of S. serrata. With silvofishery, it is expected to give a balance between utilization and conservation of mangrove ecosystems.","PeriodicalId":31593,"journal":{"name":"Jurnal Manusia dan Lingkungan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47791903","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRAKSebagian besar kawasan pesisir di Indonesia merupakan kawasan alami yang memiliki potensi wisata dan belum dikembangkan secara optimal, salah satunya ialah kawasan pesisir Desa Sawarna yang berada di Kecamatan Bayah. Kegiatan wisata di daerah ini telah lama berlangsung, dan Desa Sawarna memiliki kawasan pantai yang luas dan indah dengan batu-batu karang yang menjadi salah satu daya tarik wisata. Tempat ini juga menjadi tempat wisata selancar oleh turis-turis mancanegara namun dalam pengelolaan masih sebatas oleh masyarakat lokal dan aparat desa. Tujuan dari penelitian ini yaitu menilai kesesuaian wisata pantai dan wisata selancar di Desa Sawarna, menilai daya dukung kawasan Desa Sawarna untuk menunjang kegiatan pengembangan wisata pantai dan selancar, kemudian menghasilkan arahan lokasi wisata pantai dan wisata selancar di Desa Sawarna. Metode yang digunakan adalah analisis kesesuaian wisata pantai dan wisata selancar guna menentukan kawasan wisata, analisis daya dukung kawasan guna mengestimasi daya tampung wisatawan dalam suatu kawasan. Berdasarkan analisis kesesuaian potensi sumberdaya alam yang dapat digunakan menjadi kawasan wisata pantai adalah Pantai Legon Pari, Pantai Karang Bereum, Pantai Tanjung Layar, Pantai Ciantir, Pantai Goa Langir dan Pantai Pulo Manuk. Sedangkan kawasan yang berpotensi dikembangkan sebagai lokasi wisata selancar antara lain Pantai Legon Pari, Pantai Ciantir dan Pantai Pulo Manuk. Pantai ciantir memiliki estimasi daya dukung ekologis yang paling tinggi yaitu sebanyak 567 orang/hari. ABSTRACTMost coastal areas in Indonesia are natural areas that have tourism potential and not yet developed, one of which is the village Sawarna Coast region in Sub Bayah. Tourist activities in this area has long been underway, and the Village Sawarna have extensive coastal areas and beautiful with rocks that became one of the tourist attraction. The place is also a place of surfing by foreign tourists, but the management is still limited by the local community and village officials. The purpose of this study is assessing the suitability of coastal tourism and surfing in the village Sawarna, assessing the carrying capacity Sawarna Village area to support the development of coastal tourism and surfing, then generating leads beaches and tourist sites in the village Sawarna surfing. The method used is the analysis of the suitability of coastal tourism and surfing to determine the tourist area, the analysis of the carrying capacity of the region to estimate the capacity of tourists in an area. Based on the analysis of the suitability of potential natural resources can be used as coastal resorts are Legon Pari Beach, Karang Bereum Beach, Tanjung Layar Beach, Ciantir Beach, Goa Langir Beach and Pulo Manuk Beach. While the region has the potential to be developed as a tourist destination among others Coast surfing are Legon Pari Beach, Ciantir Beach, m Pulo Manuk Beach. Ciantir Beach has estimated the ecological carrying capacity of the
{"title":"PERENCANAAN PENGEMBANGAN WISATA PANTAI BERBASIS POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN DAYA DUKUNG KAWASAN DI DESA SAWARNA, BANTEN (Coastal Tourism Development Based on Natural Resources and Carrying Capacity in Sawarna Village, Banten)","authors":"Kaulina Silvitiani, F. Yulianda, V. Siregar","doi":"10.22146/JML.23076","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JML.23076","url":null,"abstract":"ABSTRAKSebagian besar kawasan pesisir di Indonesia merupakan kawasan alami yang memiliki potensi wisata dan belum dikembangkan secara optimal, salah satunya ialah kawasan pesisir Desa Sawarna yang berada di Kecamatan Bayah. Kegiatan wisata di daerah ini telah lama berlangsung, dan Desa Sawarna memiliki kawasan pantai yang luas dan indah dengan batu-batu karang yang menjadi salah satu daya tarik wisata. Tempat ini juga menjadi tempat wisata selancar oleh turis-turis mancanegara namun dalam pengelolaan masih sebatas oleh masyarakat lokal dan aparat desa. Tujuan dari penelitian ini yaitu menilai kesesuaian wisata pantai dan wisata selancar di Desa Sawarna, menilai daya dukung kawasan Desa Sawarna untuk menunjang kegiatan pengembangan wisata pantai dan selancar, kemudian menghasilkan arahan lokasi wisata pantai dan wisata selancar di Desa Sawarna. Metode yang digunakan adalah analisis kesesuaian wisata pantai dan wisata selancar guna menentukan kawasan wisata, analisis daya dukung kawasan guna mengestimasi daya tampung wisatawan dalam suatu kawasan. Berdasarkan analisis kesesuaian potensi sumberdaya alam yang dapat digunakan menjadi kawasan wisata pantai adalah Pantai Legon Pari, Pantai Karang Bereum, Pantai Tanjung Layar, Pantai Ciantir, Pantai Goa Langir dan Pantai Pulo Manuk. Sedangkan kawasan yang berpotensi dikembangkan sebagai lokasi wisata selancar antara lain Pantai Legon Pari, Pantai Ciantir dan Pantai Pulo Manuk. Pantai ciantir memiliki estimasi daya dukung ekologis yang paling tinggi yaitu sebanyak 567 orang/hari. ABSTRACTMost coastal areas in Indonesia are natural areas that have tourism potential and not yet developed, one of which is the village Sawarna Coast region in Sub Bayah. Tourist activities in this area has long been underway, and the Village Sawarna have extensive coastal areas and beautiful with rocks that became one of the tourist attraction. The place is also a place of surfing by foreign tourists, but the management is still limited by the local community and village officials. The purpose of this study is assessing the suitability of coastal tourism and surfing in the village Sawarna, assessing the carrying capacity Sawarna Village area to support the development of coastal tourism and surfing, then generating leads beaches and tourist sites in the village Sawarna surfing. The method used is the analysis of the suitability of coastal tourism and surfing to determine the tourist area, the analysis of the carrying capacity of the region to estimate the capacity of tourists in an area. Based on the analysis of the suitability of potential natural resources can be used as coastal resorts are Legon Pari Beach, Karang Bereum Beach, Tanjung Layar Beach, Ciantir Beach, Goa Langir Beach and Pulo Manuk Beach. While the region has the potential to be developed as a tourist destination among others Coast surfing are Legon Pari Beach, Ciantir Beach, m Pulo Manuk Beach. Ciantir Beach has estimated the ecological carrying capacity of the","PeriodicalId":31593,"journal":{"name":"Jurnal Manusia dan Lingkungan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43773199","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
AbstrakMalaria merupakan salah satu penyakit menular endemis yang masih menjadi perhatian khusus pada kesehatan masyarakat di Indonesia, salah satunya di Kabupaten Purworejo. Tahun 2013, terdapat 615 kasus kejadian penyakit malaria pada semua rentang umur di kabupaten ini. Penanganan penyakit ini dilakukan dengan beberapa cara, contohnya adalah dengan surveilans malaria. Kegiatan surveilans bermaksud untuk melaksanakan tindakan penanggulangan yang cepat dan akurat disesuaikan dengan kondisi setempat. Salah satu tujuan kegiatan ini untuk mendapatkan gambaran distribusi penyakit malaria yang dapat dilakukan dengan pembuatan peta kerawanan penyakit malaria. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kerawanan wilayah terhadap penyakit malaria dengan metode Spatial Multicriteria Analysis (SMCA). Penelitian ini memanfaatkan data Citra Landsat 8 dan beberapa data sekunder yang diolah dengan menggunakan software ILWIS. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa metode SMCA dapat memetakan kerawanan penyakit malaria dan terdapat enam kecamatan di Kabupaten Purworejo yang rawan, yaitu Kecamatan – kecamatan Bruno, Bener, Gebang, Loano, Kaligesing, dan Bagelen.AbstractMalaria is one of endemic infectious disease that has been special concern in Indonesian public health, especially in Purworejo Regency. In 2013, there were 615 incident cases of malaria disease in all age ranges. There are several kinds of handling malaria disease, one of which is malaria surveillances. Surveillances activity intends to implement handling fast and accurate actions. One of this activity aims to obtain overview distribution of malaria disease which can be done with vulnerable mapping. This study aims to determine vulnerability of area with malaria disease using Spatial Multicriteria Analysis (SMCA). It has been done by utilizing Landsat 8 Imagery data and some of secondary data processing with ILWIS software. The result of this study showed that SMCA methods can be used to vulnerability mapping of malaria disease and found that there are six vulnerable districts, Bruno, Bener, Gebang, Loano, Kaligesing, and Bagelen District.
{"title":"PENGGUNAAN SPATIAL MULTICRITERIA ANALYSIS UNTUK MENENTUKAN DAERAH RAWAN MALARIA DI KABUPATEN PURWOREJO (Application of Spatial Multicriteria Analysis Determining Malaria Vulnarable Area in Purworejo Regerency)","authors":"Prima Widayani, Erika Yuliantari","doi":"10.22146/JML.24819","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JML.24819","url":null,"abstract":"AbstrakMalaria merupakan salah satu penyakit menular endemis yang masih menjadi perhatian khusus pada kesehatan masyarakat di Indonesia, salah satunya di Kabupaten Purworejo. Tahun 2013, terdapat 615 kasus kejadian penyakit malaria pada semua rentang umur di kabupaten ini. Penanganan penyakit ini dilakukan dengan beberapa cara, contohnya adalah dengan surveilans malaria. Kegiatan surveilans bermaksud untuk melaksanakan tindakan penanggulangan yang cepat dan akurat disesuaikan dengan kondisi setempat. Salah satu tujuan kegiatan ini untuk mendapatkan gambaran distribusi penyakit malaria yang dapat dilakukan dengan pembuatan peta kerawanan penyakit malaria. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kerawanan wilayah terhadap penyakit malaria dengan metode Spatial Multicriteria Analysis (SMCA). Penelitian ini memanfaatkan data Citra Landsat 8 dan beberapa data sekunder yang diolah dengan menggunakan software ILWIS. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa metode SMCA dapat memetakan kerawanan penyakit malaria dan terdapat enam kecamatan di Kabupaten Purworejo yang rawan, yaitu Kecamatan – kecamatan Bruno, Bener, Gebang, Loano, Kaligesing, dan Bagelen.AbstractMalaria is one of endemic infectious disease that has been special concern in Indonesian public health, especially in Purworejo Regency. In 2013, there were 615 incident cases of malaria disease in all age ranges. There are several kinds of handling malaria disease, one of which is malaria surveillances. Surveillances activity intends to implement handling fast and accurate actions. One of this activity aims to obtain overview distribution of malaria disease which can be done with vulnerable mapping. This study aims to determine vulnerability of area with malaria disease using Spatial Multicriteria Analysis (SMCA). It has been done by utilizing Landsat 8 Imagery data and some of secondary data processing with ILWIS software. The result of this study showed that SMCA methods can be used to vulnerability mapping of malaria disease and found that there are six vulnerable districts, Bruno, Bener, Gebang, Loano, Kaligesing, and Bagelen District.","PeriodicalId":31593,"journal":{"name":"Jurnal Manusia dan Lingkungan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42590524","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Indah Novita Dewi, S. Awang, Wahyu Andayani, Priyono Suryanto
AbstractPengembangan Hutan Kemasyarakatan (HKm) oleh pemerintah bertujuan untuk pemberdayaan dan peningkatan pendapatan masyarakat. HKm dapat dilaksanakan di area hutan produksi maupun hutan lindung. Petani HKm hutan lindung harus dapat mengembangkan potensi selain hasil kayu, salah satunya potensi wisata. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap peluang dan tantangan pengembangan ekowisata di kawasan HKm hutan lindung di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan tahun 2014 di kawasan HKm Kulon Progo maupun Gunungkidul. Data dikumpulkan melalui metode observasi dan wawancara. Data dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Peluang pengembangan ekowisata sangat besar karena areal HKm hutan lindung yang ada sudah memiliki potensi masing-masing. Di Gunungkidul, pengembangan ekowisata HKm dilakukan pada area Hutan Turunan/obyek wisata Watu Payung. Di Kulon Progo, pengembangan wisata di Kalibiru sudah menunjukkan hasil yang cukup baik dan ada beberapa embrio pengembangan ekowisata di lokasi Watu Gembel dan Puncak Dipowono. Seluruh obyek ekowisata tersebut mengandalkan potensi yang relatif hampir sama, yaitu pemandangan alam yang indah serta berbagai atraksi wisata lokal. Tantangan pada semua lokasi serupa, yaitu mencakup masalah finansial, infrastruktur dan kesiapan masyarakat setempat. AbstrakThe development of community forests (HKm) by the government aimed to empower and increase the income of forest communities. HKm can be undertaken in production forest or protect forest. The protect forest HKm farmer should have to improve forest’s potential besides wood potential. One of it was tourism potential. This article aims to reveal the opportunities and challenges of tourism development in the area of protected forest HKm in Yogyakarta. The research was done in 2014 at HKm area in Kulon Progo and Gunungkidul. Data were collected by observation and interview. Data were analysed by qualitative descriptive method. The results showed that ecotourism development opportunities are very large because each area HKm existing protected forest already has the potential of each. In Gunung Kidul, ecotourism development conducted in the area of Turunan Forest/Watu Payung. In Kulon Progo, tourism development in Kalibiru has shown good results and there are some new development of ecotourism in Watu Gembel and Peak Dipowono. The whole object was rely on beautiful natural landscape and numerous tourism local attraction. Challenges at all locations, include financial problems, infrastructure and readiness of local communities.
{"title":"PENGEMBANGAN EKOWISATA KAWASAN HUTAN DENGAN SKEMA HUTAN KEMASYARAKATAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Development of Forest Area Ecotourism with Community Forest Scheme in Daerah Istimewa Yogyakarta)","authors":"Indah Novita Dewi, S. Awang, Wahyu Andayani, Priyono Suryanto","doi":"10.22146/JML.38566","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JML.38566","url":null,"abstract":"AbstractPengembangan Hutan Kemasyarakatan (HKm) oleh pemerintah bertujuan untuk pemberdayaan dan peningkatan pendapatan masyarakat. HKm dapat dilaksanakan di area hutan produksi maupun hutan lindung. Petani HKm hutan lindung harus dapat mengembangkan potensi selain hasil kayu, salah satunya potensi wisata. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap peluang dan tantangan pengembangan ekowisata di kawasan HKm hutan lindung di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan tahun 2014 di kawasan HKm Kulon Progo maupun Gunungkidul. Data dikumpulkan melalui metode observasi dan wawancara. Data dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Peluang pengembangan ekowisata sangat besar karena areal HKm hutan lindung yang ada sudah memiliki potensi masing-masing. Di Gunungkidul, pengembangan ekowisata HKm dilakukan pada area Hutan Turunan/obyek wisata Watu Payung. Di Kulon Progo, pengembangan wisata di Kalibiru sudah menunjukkan hasil yang cukup baik dan ada beberapa embrio pengembangan ekowisata di lokasi Watu Gembel dan Puncak Dipowono. Seluruh obyek ekowisata tersebut mengandalkan potensi yang relatif hampir sama, yaitu pemandangan alam yang indah serta berbagai atraksi wisata lokal. Tantangan pada semua lokasi serupa, yaitu mencakup masalah finansial, infrastruktur dan kesiapan masyarakat setempat. AbstrakThe development of community forests (HKm) by the government aimed to empower and increase the income of forest communities. HKm can be undertaken in production forest or protect forest. The protect forest HKm farmer should have to improve forest’s potential besides wood potential. One of it was tourism potential. This article aims to reveal the opportunities and challenges of tourism development in the area of protected forest HKm in Yogyakarta. The research was done in 2014 at HKm area in Kulon Progo and Gunungkidul. Data were collected by observation and interview. Data were analysed by qualitative descriptive method. The results showed that ecotourism development opportunities are very large because each area HKm existing protected forest already has the potential of each. In Gunung Kidul, ecotourism development conducted in the area of Turunan Forest/Watu Payung. In Kulon Progo, tourism development in Kalibiru has shown good results and there are some new development of ecotourism in Watu Gembel and Peak Dipowono. The whole object was rely on beautiful natural landscape and numerous tourism local attraction. Challenges at all locations, include financial problems, infrastructure and readiness of local communities.","PeriodicalId":31593,"journal":{"name":"Jurnal Manusia dan Lingkungan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49431063","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
F. Riswanto, M. Hariono, Gatot Nugroho Susanto, Ignatius Yulius Kristio Budiasmoro, E. Istyastono
ASBTRAKSungai Gajah Wong, salah satu sungai di kota Yogyakarta, dikhawatirkan terpapar pencemaran air akibat pembuangan limbah rumah tangga, industri, rumah sakit maupun hotel yang masuk ke dalam alirannya. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas air sungai dan menimbulkan dampak negatif bagi makhluk hidup yang memanfaatkannya. Pencemaran air sungai tersebut dapat diamati secara biokimiawi berdasarkan uji aktivitas penghambatan enzim asetilkolinesterase (AChE) oleh cemaran pestisida organofosfat dan karbamat. Uji biokimiawi dalam analisis kualitas air terhadap penghambatan AChE dapat dilakukan secara kolorimetrik menurut metode Ellman. Hasil reaksi ini dapat diamati secara melalui pembentukan senyawa berwarna dan serapannya dapat diukur pada panjang gelombang visibel. Penentuan lokasi sampling pada penelitian didasarkan pada pertimbangan sebaran muatan polusi/diffuse pollution loads consideration. Ditetapkan enam lokasi pengambilan sampel air sungai yaitu GW-1, GW-2, GW-3, GW-4, GW-5, dan GW-6 berturut-turut dari utara ke selatan. Dari keenam lokasi, GW-6 sebagai titik paling selatan dalam jalur pengambilan sampel menunjukkan penghambatan aktivitas AChE yang paling tinggi ditunjukkan dengan aktivitas AChE yang rendah. ASBTRACTGajah Wong River, one of the rivers in Yogyakarta city, was threatened by contamination of water pollutant due to the disposal waste of households, industrials, hospitals and hotels into its stream. The pollutions might cause the decreasing of water quality and raised the negative impact to living creatures that exploit it. River pollutions can be observed biochemically based on inhibition of acetylcholinesterase (AChE) enzyme activity by organophosphate and carbamate pesticide contamination. Biochemical assay in the analysis of water quality could be done according to the colorimetric of Ellman’s method. The results of this reaction can be observed by measuring the formation of colored compounds at visible wavelengths. Determination of the sampling location in this research was performed based on diffuse pollution loads consideration. Six sampling sites was defined and named as GW-1, GW 2, GW 3, GW 4, GW-5, and GW-6, respectively in a row from north to south. As the results, water from GW-6 as the southernmost site in the sampling sites showed the highest inhibition of AChE activity.
{"title":"KUALITAS AIR SUNGAI GAJAH WONG DITINJAU DARI PENGHAMBATAN ENZIM ASETILKOLINESTERASE (Water Quality Assessment of Gajah Wong River Based on Inhibition of Acetylcholinesterase Activity)","authors":"F. Riswanto, M. Hariono, Gatot Nugroho Susanto, Ignatius Yulius Kristio Budiasmoro, E. Istyastono","doi":"10.22146/JML.23046","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JML.23046","url":null,"abstract":"ASBTRAKSungai Gajah Wong, salah satu sungai di kota Yogyakarta, dikhawatirkan terpapar pencemaran air akibat pembuangan limbah rumah tangga, industri, rumah sakit maupun hotel yang masuk ke dalam alirannya. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas air sungai dan menimbulkan dampak negatif bagi makhluk hidup yang memanfaatkannya. Pencemaran air sungai tersebut dapat diamati secara biokimiawi berdasarkan uji aktivitas penghambatan enzim asetilkolinesterase (AChE) oleh cemaran pestisida organofosfat dan karbamat. Uji biokimiawi dalam analisis kualitas air terhadap penghambatan AChE dapat dilakukan secara kolorimetrik menurut metode Ellman. Hasil reaksi ini dapat diamati secara melalui pembentukan senyawa berwarna dan serapannya dapat diukur pada panjang gelombang visibel. Penentuan lokasi sampling pada penelitian didasarkan pada pertimbangan sebaran muatan polusi/diffuse pollution loads consideration. Ditetapkan enam lokasi pengambilan sampel air sungai yaitu GW-1, GW-2, GW-3, GW-4, GW-5, dan GW-6 berturut-turut dari utara ke selatan. Dari keenam lokasi, GW-6 sebagai titik paling selatan dalam jalur pengambilan sampel menunjukkan penghambatan aktivitas AChE yang paling tinggi ditunjukkan dengan aktivitas AChE yang rendah. ASBTRACTGajah Wong River, one of the rivers in Yogyakarta city, was threatened by contamination of water pollutant due to the disposal waste of households, industrials, hospitals and hotels into its stream. The pollutions might cause the decreasing of water quality and raised the negative impact to living creatures that exploit it. River pollutions can be observed biochemically based on inhibition of acetylcholinesterase (AChE) enzyme activity by organophosphate and carbamate pesticide contamination. Biochemical assay in the analysis of water quality could be done according to the colorimetric of Ellman’s method. The results of this reaction can be observed by measuring the formation of colored compounds at visible wavelengths. Determination of the sampling location in this research was performed based on diffuse pollution loads consideration. Six sampling sites was defined and named as GW-1, GW 2, GW 3, GW 4, GW-5, and GW-6, respectively in a row from north to south. As the results, water from GW-6 as the southernmost site in the sampling sites showed the highest inhibition of AChE activity. ","PeriodicalId":31593,"journal":{"name":"Jurnal Manusia dan Lingkungan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49280317","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}