Laila Najmi, Damayanti Buchori, Hermanu Triwidodo, W. A. Noerdjito, Akhmad Rizali
Famili Curculionidae termasuk kelompok kumbang (Ordo Coleoptera) yang memiliki peranan penting dalam berbagai ekosistem baik hutan, perkebunan, dan pertanian lainnya. Perubahan tipe penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian dapat menyebabkan penurunan keanekaragaman kumbang curculionid. Penelitian ini bertujuan untuk memelajari kekayaan spesies dan kelimpahan kumbang curculionid berdasarkan musim dan tipe penggunaan lahan di kawasan Hutan Harapan, Jambi. Koleksi kumbang curculionid dilakukan dengan metode pengasapan (fogging) kanopi. Penelitian dilakukan pada empat tipe penggunaan lahan, yaitu hutan, hutan karet, perkebunan karet, dan perkebunan kelapa sawit pada musim kemarau (bulan Mei hingga September 2013) dan musim hujan (bulan November 2013 hingga Februari 2014). Total jumlah serangga curculionid yang ditemukan 1762 individu, 12 subfamili, dan 118 spesies kumbang curculionid. Spesies kumbang curculionid tertinggi ditemukan di hutan (81 spesies) dan terendah di perkebunan karet (20 spesies). Kumbang curculionid dominan yang ditemukan di setiap tipe penggunaan lahan, yaitu Curculioninae sp.21 (hutan), Entiminae sp.06 (hutan karet), Scolytinae sp.09 (perkebunan karet), dan Elaeidobius kamerunicus Faust (perkebunan kelapa sawit). Jumlah individu curculionid tertinggi ditemukan di perkebunan kelapa sawit (853 individu) dan terendah di perkebunan karet (33 individu). Tipe penggunaan lahan dan keanekaragaman vegetasi tumbuhan memengaruhi kekayaan spesies curculionid, tetapi tidak memengaruhi kelimpahan kumbang curculionid. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan musim memengaruhi komposisi spesies kumbang curculionid pada tipe penggunaan lahan hutan, sedangkan pada tipe penggunaan lahan hutan karet, perkebunan karet, dan perkebunan kelapa sawit tidak menunjukkan perbedaan.
{"title":"Keanekaragaman kumbang curculionid pada berbagai tipe penggunaan lahan di kawasan Hutan Harapan, Jambi","authors":"Laila Najmi, Damayanti Buchori, Hermanu Triwidodo, W. A. Noerdjito, Akhmad Rizali","doi":"10.5994/JEI.15.2.59","DOIUrl":"https://doi.org/10.5994/JEI.15.2.59","url":null,"abstract":"Famili Curculionidae termasuk kelompok kumbang (Ordo Coleoptera) yang memiliki peranan penting dalam berbagai ekosistem baik hutan, perkebunan, dan pertanian lainnya. Perubahan tipe penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian dapat menyebabkan penurunan keanekaragaman kumbang curculionid. Penelitian ini bertujuan untuk memelajari kekayaan spesies dan kelimpahan kumbang curculionid berdasarkan musim dan tipe penggunaan lahan di kawasan Hutan Harapan, Jambi. Koleksi kumbang curculionid dilakukan dengan metode pengasapan (fogging) kanopi. Penelitian dilakukan pada empat tipe penggunaan lahan, yaitu hutan, hutan karet, perkebunan karet, dan perkebunan kelapa sawit pada musim kemarau (bulan Mei hingga September 2013) dan musim hujan (bulan November 2013 hingga Februari 2014). Total jumlah serangga curculionid yang ditemukan 1762 individu, 12 subfamili, dan 118 spesies kumbang curculionid. Spesies kumbang curculionid tertinggi ditemukan di hutan (81 spesies) dan terendah di perkebunan karet (20 spesies). Kumbang curculionid dominan yang ditemukan di setiap tipe penggunaan lahan, yaitu Curculioninae sp.21 (hutan), Entiminae sp.06 (hutan karet), Scolytinae sp.09 (perkebunan karet), dan Elaeidobius kamerunicus Faust (perkebunan kelapa sawit). Jumlah individu curculionid tertinggi ditemukan di perkebunan kelapa sawit (853 individu) dan terendah di perkebunan karet (33 individu). Tipe penggunaan lahan dan keanekaragaman vegetasi tumbuhan memengaruhi kekayaan spesies curculionid, tetapi tidak memengaruhi kelimpahan kumbang curculionid. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan musim memengaruhi komposisi spesies kumbang curculionid pada tipe penggunaan lahan hutan, sedangkan pada tipe penggunaan lahan hutan karet, perkebunan karet, dan perkebunan kelapa sawit tidak menunjukkan perbedaan.","PeriodicalId":31609,"journal":{"name":"Jurnal Entomologi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42728526","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Chili peppers (Capsicum annuum), in their many varieties, constitute a culturally and economically important horticultural crop in a number of countries. The Indonesian cayenne large red chili (Capsicum annuum var. annuum) is used widely in Indonesia mainly in cooking. There have been reports of increased infestation of large red chili by insect pests, particularly fruit flies. The aim of this study was to investigate the effectiveness of five edible vegetable oils (palm oil, coconut oil, soybean oil, corn oil, and candlenut oil) and one non-edible vegetable oil (neem oil) in reducing landings, oviposition, and infestation by the Oriental fruit fly (Bactrocera dorsalis Hendel) in large red chili fruits. This lab-based experiment entailed exposure of large red chili fruits to 20 mature B. dorsalis females (14–21 days old) inside a 15-l plastic container. Six separate containers each held 10 large red chili fruits with a single oil treatment in each. Prior to exposure, each of the treated and control large red chili fruits was punctured once with a needle in order to create an opening for oviposition. Results indicate that the coconut oil formulation was most effective in preventing damage from B. dorsalis females, and reducing fruit fly landings, oviposition, and infestation.
辣椒(Capsicum annuum)品种繁多,在许多国家构成了重要的文化和经济园艺作物。印度尼西亚大红辣椒(Capsicum annuum var. annuum)在印度尼西亚广泛使用,主要用于烹饪。有报道称,大型红辣椒受到害虫,尤其是果蝇的侵害。本研究的目的是调查五种可食用植物油(棕榈油、椰子油、大豆油、玉米油和核桃油)和一种非食用植物油(印楝油)在减少大型红辣椒果实中东方果蝇(Bactrocera dorsalis Hendel)的降落、产卵和侵扰的有效性。这项实验室实验将大型红辣椒果实暴露在一个15升的塑料容器内的20只成熟的背芽孢杆菌雌性(14-21天)中。6个独立的容器,每个容器装10个大的红辣椒水果,每个容器装一种油。在暴露之前,每个处理和对照的大红辣椒果实都被针刺一次,以便为产卵创造一个开口。结果表明,椰子油配方在防治桔粉螟危害、减少果蝇着陆、产卵和侵染等方面效果最好。
{"title":"The effectiveness of vegetable oil formulations in reducing oviposition of Bactrocera dorsalis Hendel (Diptera: Tephritidae) in large red chili fruits","authors":"Y. Hidayat, M. R. Fauziaty, D. Dono","doi":"10.5994/jei.15.2.87","DOIUrl":"https://doi.org/10.5994/jei.15.2.87","url":null,"abstract":"Chili peppers (Capsicum annuum), in their many varieties, constitute a culturally and economically important horticultural crop in a number of countries. The Indonesian cayenne large red chili (Capsicum annuum var. annuum) is used widely in Indonesia mainly in cooking. There have been reports of increased infestation of large red chili by insect pests, particularly fruit flies. The aim of this study was to investigate the effectiveness of five edible vegetable oils (palm oil, coconut oil, soybean oil, corn oil, and candlenut oil) and one non-edible vegetable oil (neem oil) in reducing landings, oviposition, and infestation by the Oriental fruit fly (Bactrocera dorsalis Hendel) in large red chili fruits. This lab-based experiment entailed exposure of large red chili fruits to 20 mature B. dorsalis females (14–21 days old) inside a 15-l plastic container. Six separate containers each held 10 large red chili fruits with a single oil treatment in each. Prior to exposure, each of the treated and control large red chili fruits was punctured once with a needle in order to create an opening for oviposition. Results indicate that the coconut oil formulation was most effective in preventing damage from B. dorsalis females, and reducing fruit fly landings, oviposition, and infestation.","PeriodicalId":31609,"journal":{"name":"Jurnal Entomologi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48819838","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stål.) populasi Klaten dan Yogyakarta menunjukkan kemampuan adaptasi pada varietas padi tahan lebih cepat daripada populasi asal wilayah sekitarnya, namun kajian aspek genetik terkait hal ini masih terbatas. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kemiripan genetik wereng coklat populasi Klaten dan Yogyakarta dengan populasi asal lokasi sekitarnya sebagai pembanding, berdasarkan penanda RAPD-PCR. Pengambilan sampel wereng coklat dilakukan di pertanaman padi di Klaten, Yogyakarta, Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar, Sragen, dan Ngawi. Identifikasi kemiripan genetik dilakukan dengan teknik RAPD-PCR, menggunakan lima random primer, yakni OPB 01, OPB 07, OPC 04, OPC 08, dan OPN 15. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kelima primer mampu mengamplifikasi DNA wereng coklat dengan baik, namun tidak ada primer yang mampu membedakan secara jelas populasi Klaten dan Yogyakarta dengan populasi asal wilayah sekitarnya. Populasi wereng coklat asal Klaten dan Yogyakarta juga menunjukkan kemiripan genetik dengan populasi asal wilayah sekitarnya, yakni Boyolali, Sukoharjo, dan Sragen, kecuali dengan Karanganyar dan Ngawi. Kajian genetik antar populasi, termasuk populasi asal Klaten dan Yogyakarta diperlukan untuk mengungkap perbedaan genetiknya.
{"title":"Kemiripan genetik wereng coklat, Nilaparvata lugens Stål. (Homoptera: Delphacidae) populasi Klaten dan Yogyakarta berdasarkan penanda RAPD-PCR","authors":"S. Supriyadi, Retno Wijayanti","doi":"10.5994/jei.15.2.79","DOIUrl":"https://doi.org/10.5994/jei.15.2.79","url":null,"abstract":"Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stål.) populasi Klaten dan Yogyakarta menunjukkan kemampuan adaptasi pada varietas padi tahan lebih cepat daripada populasi asal wilayah sekitarnya, namun kajian aspek genetik terkait hal ini masih terbatas. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kemiripan genetik wereng coklat populasi Klaten dan Yogyakarta dengan populasi asal lokasi sekitarnya sebagai pembanding, berdasarkan penanda RAPD-PCR. Pengambilan sampel wereng coklat dilakukan di pertanaman padi di Klaten, Yogyakarta, Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar, Sragen, dan Ngawi. Identifikasi kemiripan genetik dilakukan dengan teknik RAPD-PCR, menggunakan lima random primer, yakni OPB 01, OPB 07, OPC 04, OPC 08, dan OPN 15. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kelima primer mampu mengamplifikasi DNA wereng coklat dengan baik, namun tidak ada primer yang mampu membedakan secara jelas populasi Klaten dan Yogyakarta dengan populasi asal wilayah sekitarnya. Populasi wereng coklat asal Klaten dan Yogyakarta juga menunjukkan kemiripan genetik dengan populasi asal wilayah sekitarnya, yakni Boyolali, Sukoharjo, dan Sragen, kecuali dengan Karanganyar dan Ngawi. Kajian genetik antar populasi, termasuk populasi asal Klaten dan Yogyakarta diperlukan untuk mengungkap perbedaan genetiknya.","PeriodicalId":31609,"journal":{"name":"Jurnal Entomologi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43036530","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Okky Setyawati Dharmaputra, Sunjaya Sunjaya, Ina Retnowati, Nijma Nurfadila
Hama biji pala merupakan penyebab kerusakan utama biji pala baik di lapangan maupun di penyimpanan. Informasi mengenai keanekaragaman serangga hama di penyimpanan dan metode pemanenan biji pala yang baik perlu diketahui untuk mengurangi tingkat kerusakan biji pala. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman serangga hama dan persentase kerusakan biji pala akibat berbagai perlakuan pascapanen. Biji pala setiap perlakuan dikemas dalam karung goni dan disimpan selama empat bulan pada kondisi gudang. Setiap karung berisi biji pala dengan perlakuan berdasarkan asal buah pala (dipetik dari pohon atau dipungut di tanah), metode pengeringan (bantuan sinar matahari atau pengasapan), dan bercangkang atau tanpa cangkang sehingga terdapat delapan perlakuan dengan setiap perlakuan dibuat tiga ulangan. Setelah disimpan, dilakukan pengambilan sampel biji pala untuk menghitung jumlah setiap spesies serangga yang ditemukan, menentukan populasi serangga, dan penentuan persentase biji rusak. Empat spesies serangga ditemukan pada biji pala dari hampir semua perlakuan, yaitu Araecerus fasciculatus (Degeer) (Coleoptera: Anthribidae), Carpophilus dimidiatus (Fabricius) (Coleoptera: Nitidulidae), Oryzaephilus surinamensis (Linnaeus) (Coleoptera: Silvanidae), dan Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae). A. fasciculatus merupakan serangga yang paling dominan dibandingkan dengan spesies lain. Persentase biji rusak pada biji pala berasal dari buah pala yang dipungut di tanah, dikeringkan baik dengan bantuan sinar matahari maupun menggunakan pengasapan, bercangkang dan tanpa cangkang lebih tinggi daripada biji pala yang berasal dari buah pala yang dipetik dari pohon dengan berbagai perlakuan. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah buah pala yang telah masak sebaiknya dipetik dari pohon, kemudian biji pala bercangkang dikeringkan baik dengan bantuan sinar matahari maupun pengasapan dan disimpan beserta cangkangya.
{"title":"Keanekaragaman serangga hama pala (Myristica fragrans) dan tingkat kerusakannya di penyimpanan","authors":"Okky Setyawati Dharmaputra, Sunjaya Sunjaya, Ina Retnowati, Nijma Nurfadila","doi":"10.5994/jei.15.2.51","DOIUrl":"https://doi.org/10.5994/jei.15.2.51","url":null,"abstract":"Hama biji pala merupakan penyebab kerusakan utama biji pala baik di lapangan maupun di penyimpanan. Informasi mengenai keanekaragaman serangga hama di penyimpanan dan metode pemanenan biji pala yang baik perlu diketahui untuk mengurangi tingkat kerusakan biji pala. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman serangga hama dan persentase kerusakan biji pala akibat berbagai perlakuan pascapanen. Biji pala setiap perlakuan dikemas dalam karung goni dan disimpan selama empat bulan pada kondisi gudang. Setiap karung berisi biji pala dengan perlakuan berdasarkan asal buah pala (dipetik dari pohon atau dipungut di tanah), metode pengeringan (bantuan sinar matahari atau pengasapan), dan bercangkang atau tanpa cangkang sehingga terdapat delapan perlakuan dengan setiap perlakuan dibuat tiga ulangan. Setelah disimpan, dilakukan pengambilan sampel biji pala untuk menghitung jumlah setiap spesies serangga yang ditemukan, menentukan populasi serangga, dan penentuan persentase biji rusak. Empat spesies serangga ditemukan pada biji pala dari hampir semua perlakuan, yaitu Araecerus fasciculatus (Degeer) (Coleoptera: Anthribidae), Carpophilus dimidiatus (Fabricius) (Coleoptera: Nitidulidae), Oryzaephilus surinamensis (Linnaeus) (Coleoptera: Silvanidae), dan Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae). A. fasciculatus merupakan serangga yang paling dominan dibandingkan dengan spesies lain. Persentase biji rusak pada biji pala berasal dari buah pala yang dipungut di tanah, dikeringkan baik dengan bantuan sinar matahari maupun menggunakan pengasapan, bercangkang dan tanpa cangkang lebih tinggi daripada biji pala yang berasal dari buah pala yang dipetik dari pohon dengan berbagai perlakuan. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah buah pala yang telah masak sebaiknya dipetik dari pohon, kemudian biji pala bercangkang dikeringkan baik dengan bantuan sinar matahari maupun pengasapan dan disimpan beserta cangkangya.","PeriodicalId":31609,"journal":{"name":"Jurnal Entomologi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47654729","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
M. Martini, Novi Astriana, S. Yuliawati, R. Hestiningsih, S. Purwantisari
Kecubung (Datura metel L.) merupakan jenis tanaman perdu yang mempunyai batang kayu, keras, dan tebal. Daun kecubung mengandung senyawa kimia alkaloid, saponin, flavonoida, dan fenol. Dilihat dari kandungan kimianya daun kecubung memiliki potensi sebagai insektisida nabati yang dapat menggantikan penggunaan insektisida sintetik. Penggunaan insektisida sintetik dalam mengendalikan populasi Aedes aegypti L. telah menimbulkan dampak negatif, diantaranya adalah polusi lingkungan, masalah kesehatan masyarakat, dan resistensi vektor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan ekstrak daun kecubung dalam menghambat penetasan telur dan siklus hidup Ae. aegypti. Jenis penelitian ini adalah true experiment dengan 4 kali pengulangan dan perlakuan 6 konsentrasi, yaitu 125, 250, 500, 750, 1.000, dan 1.250 ppm. Subyek penelitian adalah telur Ae. aegypti fertil. Setiap unit perlakuan ditempatkan 25 telur sehingga jumlah total telur yang dibutuhkan adalah 800 butir telur nyamuk. Metode yang digunakan untuk ekstraksi adalah maserasi. Hasil analisis probit menunjukkan aktivitas insektisida ekstrak daun kecubung dengan nilai LC50 sebesar 199,340 ppm dan nilai LC90 sebesar 749,080 ppm. Hasil uji ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata jumlah telur yang tidak menetas akibat paparan ekstrak daun kecubung (P = 0,001). Persentase kegagalan penetasan telur Ae. aegypti paling rendah pada konsentrasi 125 ppm, yaitu sebesar 41% dan yang paling tinggi pada konsentrasi 1250 ppm, yaitu sebesar 98%. Daya hidup larva, pupa, dan nyamuk paling tinggi pada konsentrasi 125 ppm, yaitu masing-masing sebesar 49,18%; 55,17%, dan 43,75%. Sebagai kesimpulan, ekstrak daun kecubung memiliki potensi sebagai insektisida nabati terhadap telur Ae. aegypti.
{"title":"Keefektifan ekstrak daun kecubung (Datura metel L.) dalam menghambat penetasan dan siklus hidup Aedes aegypti L.","authors":"M. Martini, Novi Astriana, S. Yuliawati, R. Hestiningsih, S. Purwantisari","doi":"10.5994/JEI.15.1.50","DOIUrl":"https://doi.org/10.5994/JEI.15.1.50","url":null,"abstract":"Kecubung (Datura metel L.) merupakan jenis tanaman perdu yang mempunyai batang kayu, keras, dan tebal. Daun kecubung mengandung senyawa kimia alkaloid, saponin, flavonoida, dan fenol. Dilihat dari kandungan kimianya daun kecubung memiliki potensi sebagai insektisida nabati yang dapat menggantikan penggunaan insektisida sintetik. Penggunaan insektisida sintetik dalam mengendalikan populasi Aedes aegypti L. telah menimbulkan dampak negatif, diantaranya adalah polusi lingkungan, masalah kesehatan masyarakat, dan resistensi vektor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan ekstrak daun kecubung dalam menghambat penetasan telur dan siklus hidup Ae. aegypti. Jenis penelitian ini adalah true experiment dengan 4 kali pengulangan dan perlakuan 6 konsentrasi, yaitu 125, 250, 500, 750, 1.000, dan 1.250 ppm. Subyek penelitian adalah telur Ae. aegypti fertil. Setiap unit perlakuan ditempatkan 25 telur sehingga jumlah total telur yang dibutuhkan adalah 800 butir telur nyamuk. Metode yang digunakan untuk ekstraksi adalah maserasi. Hasil analisis probit menunjukkan aktivitas insektisida ekstrak daun kecubung dengan nilai LC50 sebesar 199,340 ppm dan nilai LC90 sebesar 749,080 ppm. Hasil uji ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata jumlah telur yang tidak menetas akibat paparan ekstrak daun kecubung (P = 0,001). Persentase kegagalan penetasan telur Ae. aegypti paling rendah pada konsentrasi 125 ppm, yaitu sebesar 41% dan yang paling tinggi pada konsentrasi 1250 ppm, yaitu sebesar 98%. Daya hidup larva, pupa, dan nyamuk paling tinggi pada konsentrasi 125 ppm, yaitu masing-masing sebesar 49,18%; 55,17%, dan 43,75%. Sebagai kesimpulan, ekstrak daun kecubung memiliki potensi sebagai insektisida nabati terhadap telur Ae. aegypti.","PeriodicalId":31609,"journal":{"name":"Jurnal Entomologi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47819592","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
B. Rahardjo, Akhmad Rizali, Ika Putri Utami, Sri Karindah, Retno Dyah Puspitarini, Bandung Sahari
Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust merupakan serangga polinator kelapa sawit yang hidup pada bunga jantan dan mengunjungi bunga betina untuk melakukan penyerbukan karena ketertarikan terhadap senyawa volatil yang dikeluarkan. Kuantitas fruit set kelapa sawit yang dihasilkan berhubungan dengan populasi E. kamerunicus pada suatu lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh umur tanaman kelapa sawit terhadap populasi kumbang E. kamerunicus. Penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit yang terletak di Pangkalan Lada, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah berupa penghitungan populasi E. kamerunicus pada bunga jantan dan pemasangan sticky trap pada bunga betina. Plot pengamatan berukuran 7000 m2 (100 pohon) dengan variasi umur tanaman kelapa sawit, yaitu 6, 10, dan 16 tahun. Setiap plot dihitung jumlah bunga jantan dan betina yang mekar dan ditentukan beberapa bunga untuk pengukuran populasi E. kamerunicus yang dilakukan setiap bulan selama tiga bulan pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur tanaman kelapa sawit berpengaruh terhadap populasi E. kamerunicus pada bunga jantan tapi tidak pada bunga betina. Semakin tua umur kelapa sawit, populasi E. kamerunicus pada bunga jantan semakin meningkat. Rasio jenis kelamin E. kamerunicus yang ditemukan pada bunga jantan dan betina kelapa sawit cenderung bias betina. Berdasarkan perbandingan populasi E. kamerunicus pada bunga jantan dan betina pada setiap plot diperoleh bahwa nilai kunjungan E. kamerunicus paling tinggi ditemukan pada umur kelapa sawit muda. Sebagai kesimpulan, pertambahan umur kelapa sawit mempengaruhi peningkatan populasi E. kamerunicus pada bunga jantan tapi persentase kunjungan ke bunga betina menjadi semakin menurun.
{"title":"Populasi Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) pada beberapa umur tanaman kelapa sawit","authors":"B. Rahardjo, Akhmad Rizali, Ika Putri Utami, Sri Karindah, Retno Dyah Puspitarini, Bandung Sahari","doi":"10.5994/JEI.15.1.31","DOIUrl":"https://doi.org/10.5994/JEI.15.1.31","url":null,"abstract":"Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust merupakan serangga polinator kelapa sawit yang hidup pada bunga jantan dan mengunjungi bunga betina untuk melakukan penyerbukan karena ketertarikan terhadap senyawa volatil yang dikeluarkan. Kuantitas fruit set kelapa sawit yang dihasilkan berhubungan dengan populasi E. kamerunicus pada suatu lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh umur tanaman kelapa sawit terhadap populasi kumbang E. kamerunicus. Penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit yang terletak di Pangkalan Lada, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah berupa penghitungan populasi E. kamerunicus pada bunga jantan dan pemasangan sticky trap pada bunga betina. Plot pengamatan berukuran 7000 m2 (100 pohon) dengan variasi umur tanaman kelapa sawit, yaitu 6, 10, dan 16 tahun. Setiap plot dihitung jumlah bunga jantan dan betina yang mekar dan ditentukan beberapa bunga untuk pengukuran populasi E. kamerunicus yang dilakukan setiap bulan selama tiga bulan pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur tanaman kelapa sawit berpengaruh terhadap populasi E. kamerunicus pada bunga jantan tapi tidak pada bunga betina. Semakin tua umur kelapa sawit, populasi E. kamerunicus pada bunga jantan semakin meningkat. Rasio jenis kelamin E. kamerunicus yang ditemukan pada bunga jantan dan betina kelapa sawit cenderung bias betina. Berdasarkan perbandingan populasi E. kamerunicus pada bunga jantan dan betina pada setiap plot diperoleh bahwa nilai kunjungan E. kamerunicus paling tinggi ditemukan pada umur kelapa sawit muda. Sebagai kesimpulan, pertambahan umur kelapa sawit mempengaruhi peningkatan populasi E. kamerunicus pada bunga jantan tapi persentase kunjungan ke bunga betina menjadi semakin menurun.","PeriodicalId":31609,"journal":{"name":"Jurnal Entomologi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46407753","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sayekti Kurnia Rahayu, S. Supriyadi, S. Supriyono, R. Wijayanti, R. Putri
Tumbuhan berbunga dapat meningkatkan populasi serangga polinator, yang sekaligus berperan penting dalam meningkatkan hasil tanaman. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh tumpang sari Crotalaria juncea dengan kedelai terhadap keanekaragaman serangga pengunjung bunga dan polinator alami terhadap hasil kedelai. Penelitian dirancang pada petak tunggal, dengan perlakuan: tanpa C. juncea (kontrol), penanaman C. juncea mengelilingi lahan kedelai, penanaman C. juncea setiap 5 baris kedelai, dan penanaman C. juncea setiap 10 baris kedelai. Pengaruh polinator alami terhadap hasil kedelai diamati melalui penyungkupan tanaman dengan jaring serangga. Hasil penelitian menunjukan, bahwa penanaman C. juncea dapat meningkatkan keanekaragaman serangga pengunjung bunga. Indeks keanekaragaman tertinggi 2,37 tercatat pada petak penanaman C. juncea setiap 10 baris kedelai. Keanekaragaman serangga pengunjung bunga terbanyak, yaitu 18 spesies ditemukan pada perlakuan penanaman C. juncea setiap 5 baris kedelai. Serangga pengunjung bunga yang dominan adalah Coccinella transversalis, Apis mellifera, Xylocopa virginica, Megachile parientina, Megachile relativa, Ropalidia fasciata, dan Vespa sp. Polinator alami (tanpa sungkup) dapat meningkatkan jumlah polong 30,11%, jumlah biji 44,63%, dan berat biji per tanaman 15,44% sehingga berperanan penting pada hasil kedelai.
{"title":"Keanekaragaman serangga pengunjung bunga pada tanaman tumpang sari kedelai dengan tanaman orok-orok (Crotalaria juncea)","authors":"Sayekti Kurnia Rahayu, S. Supriyadi, S. Supriyono, R. Wijayanti, R. Putri","doi":"10.5994/jei.15.1.23","DOIUrl":"https://doi.org/10.5994/jei.15.1.23","url":null,"abstract":"Tumbuhan berbunga dapat meningkatkan populasi serangga polinator, yang sekaligus berperan penting dalam meningkatkan hasil tanaman. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh tumpang sari Crotalaria juncea dengan kedelai terhadap keanekaragaman serangga pengunjung bunga dan polinator alami terhadap hasil kedelai. Penelitian dirancang pada petak tunggal, dengan perlakuan: tanpa C. juncea (kontrol), penanaman C. juncea mengelilingi lahan kedelai, penanaman C. juncea setiap 5 baris kedelai, dan penanaman C. juncea setiap 10 baris kedelai. Pengaruh polinator alami terhadap hasil kedelai diamati melalui penyungkupan tanaman dengan jaring serangga. Hasil penelitian menunjukan, bahwa penanaman C. juncea dapat meningkatkan keanekaragaman serangga pengunjung bunga. Indeks keanekaragaman tertinggi 2,37 tercatat pada petak penanaman C. juncea setiap 10 baris kedelai. Keanekaragaman serangga pengunjung bunga terbanyak, yaitu 18 spesies ditemukan pada perlakuan penanaman C. juncea setiap 5 baris kedelai. Serangga pengunjung bunga yang dominan adalah Coccinella transversalis, Apis mellifera, Xylocopa virginica, Megachile parientina, Megachile relativa, Ropalidia fasciata, dan Vespa sp. Polinator alami (tanpa sungkup) dapat meningkatkan jumlah polong 30,11%, jumlah biji 44,63%, dan berat biji per tanaman 15,44% sehingga berperanan penting pada hasil kedelai.","PeriodicalId":31609,"journal":{"name":"Jurnal Entomologi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45664830","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sri Utami, Hermanu Triwidodo, Pudjianto Pudjianto, Aunu Rauf, Noor Farikhah Haneda
Serangan hama merupakan masalah utama yang dihadapi dalam budi daya jabon (Neolamarckia cadamba [Roxb.] Bosser) di Indonesia khususnya di Sumatera Selatan. Arthroschista hilaralis Walk. (Lepidoptera: Pyralidae) merupakan salah satu hama penting yang menyerang tanaman jabon. Informasi mengenai tingkat serangan A. hilaralis pada tegakan jabon diperlukan sebagai bahan pertimbangan pengelolaan A. hilaralis. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji insidensi dan intensitas serangan A. hilaralis yang menyerang tegakan jabon umur 2 dan 4 tahun selama 2 musim pengamatan, serta mengkaji pengaruh faktor cuaca (suhu dan kelembaban udara) terhadap serangan A. hilaralis. Penelitian ini dilaksanakan pada 6 lokasi yang terletak pada beberapa daerah di Sumatera Selatan. Pada setiap lokasi penelitian ditentukan 3 plot masing-masing seluas 0,03 ha dan berisi 20 tanaman jabon. Pengamatan insidensi dan intensitas serangan A. hilaralis dilakukan sebulan sekali selama 16 bulan yang mewakili 2 kategori waktu pengamatan, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan A. hilaralis paling tinggi terjadi pada tegakan jabon umur 2 tahun dan pada musim hujan dengan insidensi dan intensitas serangan masing-masing sebesar 74,45% dan 55,21%. Faktor cuaca (suhu dan kelembaban udara) berpengaruh terhadap tingkat serangan A. hilaralis. Suhu udara berkorelasi negatif terhadap insidensi (r = -0,629; p = 0,009) dan intensitas serangan A. hilaralis (r = -0,546; p = 0,029), sedangkan kelembaban udara berkorelasi positif terhadap insidensi (r = 0,900; p < 0,0001) dan intensitas serangan A. hilaralis (r = 0,768; p = 0,0005).
{"title":"Serangan Arthroschista hilaralis Walk. (Lepidoptera: Pyralidae) pada tegakan jabon (Neolamarckia cadamba [Roxb.] Bosser) di Sumatera Selatan","authors":"Sri Utami, Hermanu Triwidodo, Pudjianto Pudjianto, Aunu Rauf, Noor Farikhah Haneda","doi":"10.5994/JEI.15.1.1","DOIUrl":"https://doi.org/10.5994/JEI.15.1.1","url":null,"abstract":"Serangan hama merupakan masalah utama yang dihadapi dalam budi daya jabon (Neolamarckia cadamba [Roxb.] Bosser) di Indonesia khususnya di Sumatera Selatan. Arthroschista hilaralis Walk. (Lepidoptera: Pyralidae) merupakan salah satu hama penting yang menyerang tanaman jabon. Informasi mengenai tingkat serangan A. hilaralis pada tegakan jabon diperlukan sebagai bahan pertimbangan pengelolaan A. hilaralis. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji insidensi dan intensitas serangan A. hilaralis yang menyerang tegakan jabon umur 2 dan 4 tahun selama 2 musim pengamatan, serta mengkaji pengaruh faktor cuaca (suhu dan kelembaban udara) terhadap serangan A. hilaralis. Penelitian ini dilaksanakan pada 6 lokasi yang terletak pada beberapa daerah di Sumatera Selatan. Pada setiap lokasi penelitian ditentukan 3 plot masing-masing seluas 0,03 ha dan berisi 20 tanaman jabon. Pengamatan insidensi dan intensitas serangan A. hilaralis dilakukan sebulan sekali selama 16 bulan yang mewakili 2 kategori waktu pengamatan, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan A. hilaralis paling tinggi terjadi pada tegakan jabon umur 2 tahun dan pada musim hujan dengan insidensi dan intensitas serangan masing-masing sebesar 74,45% dan 55,21%. Faktor cuaca (suhu dan kelembaban udara) berpengaruh terhadap tingkat serangan A. hilaralis. Suhu udara berkorelasi negatif terhadap insidensi (r = -0,629; p = 0,009) dan intensitas serangan A. hilaralis (r = -0,546; p = 0,029), sedangkan kelembaban udara berkorelasi positif terhadap insidensi (r = 0,900; p < 0,0001) dan intensitas serangan A. hilaralis (r = 0,768; p = 0,0005).","PeriodicalId":31609,"journal":{"name":"Jurnal Entomologi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46601303","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pengendalian Plutella xylostella L. dapat dilakukan baik secara hayati maupun kimiawi. Pengendalian secara hayati umumnya banyak dilakukan dengan cara memanfaatkan ekstrak tanaman untuk membunuh serangga hama. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh ekstrak biji srikaya terhadap kematian dan perkembangan parasitoid Diadegma semiclausum Hellen serta inangnya, P. xylostella. Pengaruh ekstrak biji srikaya terhadap larva P. xylostella instar III awal diuji dengan metode residu pada daun dan metode residu pada permukaan gelas untuk menguji pengaruh kontak ekstrak biji srikaya terhadap kematian imago D. semiclausum. Pengaruh ekstrak biji srikaya terhadap parasitisasi dan perkembangan D. semiclausum pradewasa dilakukan dengan memaparkan larva P. xylostella yang telah terkontaminasi ekstrak biji srikaya pada konsentrasi subletal (LC5 dan LC10) pada imago D. semiclausum. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak biji srikaya pada konsentrasi 0,0632–0,1% pada kontaminasi 24 jam berpengaruh terhadap kematian larva P. xylostella dan imago parasitoid D. semiclausum. Imago parasitoid lebih peka terhadap peningkatan konsentrasi ekstrak biji srikaya dibandingkan dengan larva P. xylostella. Hambatan perkembangan P. xylostella oleh ekstrak biji srikaya pada konsentrasi yang digunakan umumnya tidak nyata. Demikian pula, hambatannya terhadap perkembangan parasitoid D. semiclausum dalam inang yang terkontaminasi konsentrasi subletal (LC5 dan LC10) ekstrak biji srikaya umumnya tidak berbeda nyata. Keberadaan ekstrak biji srikaya dalam inang juga tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat parasitisasi, panjang kokon, lebar kokon, dan bobot kokon. Oleh karena itu, terdapat peluang memadukan pengendalian P. xylostella secara kimiawi dan hayati.
{"title":"Keberhasilan hidup parasitoid Diadegma semiclausum Hellen dan serangga inangnya Plutella xylostella (L.) terhadap aplikasi ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L.)","authors":"Bonjok Istiaji, Djoko Prijono, D. Buchori","doi":"10.5994/JEI.15.1.10","DOIUrl":"https://doi.org/10.5994/JEI.15.1.10","url":null,"abstract":"Pengendalian Plutella xylostella L. dapat dilakukan baik secara hayati maupun kimiawi. Pengendalian secara hayati umumnya banyak dilakukan dengan cara memanfaatkan ekstrak tanaman untuk membunuh serangga hama. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh ekstrak biji srikaya terhadap kematian dan perkembangan parasitoid Diadegma semiclausum Hellen serta inangnya, P. xylostella. Pengaruh ekstrak biji srikaya terhadap larva P. xylostella instar III awal diuji dengan metode residu pada daun dan metode residu pada permukaan gelas untuk menguji pengaruh kontak ekstrak biji srikaya terhadap kematian imago D. semiclausum. Pengaruh ekstrak biji srikaya terhadap parasitisasi dan perkembangan D. semiclausum pradewasa dilakukan dengan memaparkan larva P. xylostella yang telah terkontaminasi ekstrak biji srikaya pada konsentrasi subletal (LC5 dan LC10) pada imago D. semiclausum. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak biji srikaya pada konsentrasi 0,0632–0,1% pada kontaminasi 24 jam berpengaruh terhadap kematian larva P. xylostella dan imago parasitoid D. semiclausum. Imago parasitoid lebih peka terhadap peningkatan konsentrasi ekstrak biji srikaya dibandingkan dengan larva P. xylostella. Hambatan perkembangan P. xylostella oleh ekstrak biji srikaya pada konsentrasi yang digunakan umumnya tidak nyata. Demikian pula, hambatannya terhadap perkembangan parasitoid D. semiclausum dalam inang yang terkontaminasi konsentrasi subletal (LC5 dan LC10) ekstrak biji srikaya umumnya tidak berbeda nyata. Keberadaan ekstrak biji srikaya dalam inang juga tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat parasitisasi, panjang kokon, lebar kokon, dan bobot kokon. Oleh karena itu, terdapat peluang memadukan pengendalian P. xylostella secara kimiawi dan hayati.","PeriodicalId":31609,"journal":{"name":"Jurnal Entomologi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43382875","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
The incidence of dengue hemorrhagic fever (DHF) is still a public health problem in Indonesia. Observations over a period of 20 to 25 years since the beginning of the discovering of the disease, has show the increase of the diseases incidence every five years. The purpose of this study are 1) study the diversity of Aedes’s mosquitoes in Sukabumi City, 2) measure the Aedes population based on the number of eggs and ovitrap index, and 3) to know the correlation between ovitrap index and house condition. Aedes eggs were collected from 14 villages in Sukabumi City that has the highest incidence rate, started from May 2015 until August 2015. Collecting eggs is done by setting a trap eggs (ovitrap) as many as 230 pieces in 115 homes (indoor and outdoor). The results showed that Ae. aegypti were found inside houses and Ae. albopictus were outside houses. The number of eggs collected from ovitrap inside the houses were three times more than those collected from outside. Ovitrap index inside houses was 60%, or 1.6 times more than the ovitrap index outside the houses (37%) in 14 villages in Sukabumi. Houses with poor ventilation and sanitation increased the risk 3.09 times of number of ovitrap index. The results of this study could be use as basic information for the communities to improved environment hygiene through reduced mosquito breeding sites, thus degraded the incidence of dengue
{"title":"Pemanfaatan ovitrap dalam pengukuran populasi Aedes sp. dan penentuan kondisi rumah","authors":"Lisa Hidayati, U. K. Hadi, Susi Soviana","doi":"10.5994/JEI.14.3.126","DOIUrl":"https://doi.org/10.5994/JEI.14.3.126","url":null,"abstract":"The incidence of dengue hemorrhagic fever (DHF) is still a public health problem in Indonesia. Observations over a period of 20 to 25 years since the beginning of the discovering of the disease, has show the increase of the diseases incidence every five years. The purpose of this study are 1) study the diversity of Aedes’s mosquitoes in Sukabumi City, 2) measure the Aedes population based on the number of eggs and ovitrap index, and 3) to know the correlation between ovitrap index and house condition. Aedes eggs were collected from 14 villages in Sukabumi City that has the highest incidence rate, started from May 2015 until August 2015. Collecting eggs is done by setting a trap eggs (ovitrap) as many as 230 pieces in 115 homes (indoor and outdoor). The results showed that Ae. aegypti were found inside houses and Ae. albopictus were outside houses. The number of eggs collected from ovitrap inside the houses were three times more than those collected from outside. Ovitrap index inside houses was 60%, or 1.6 times more than the ovitrap index outside the houses (37%) in 14 villages in Sukabumi. Houses with poor ventilation and sanitation increased the risk 3.09 times of number of ovitrap index. The results of this study could be use as basic information for the communities to improved environment hygiene through reduced mosquito breeding sites, thus degraded the incidence of dengue","PeriodicalId":31609,"journal":{"name":"Jurnal Entomologi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-05-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47651833","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}