Paulus Jimmytheja Ng, Jemmy Rumengan, Fadlan Fadlan, Idham Idham
Tujuan penelitian ini adalah bagaimana penyelesaian kewajiban PT. Asuransi Jiwa Bakrie kepada pemegang polis produk asuransi diamond investa dan eksistensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang polis produk asuransi diamond investa. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dan empiris Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga independen dalam pengawasan dan pengaturan usaha perasuransian di Indonesia yang memiliki kewenangan sangat besar, namun dalam penyelesaian kasus gagal bayar perusahaan asuransi terkendala karena tidak adanya itikad baik dari PT. Asuransi Jiwa Bakrie dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada para pemegang polis produk asuransi diamond investa. Masih berlarutnya penyelesaainan nasabah polis asuransi Bakri Life terutama produk asuransi diamond fiesta karena OJK tidak dapat bertindak secara tegas. OJK tidak menjalankan fungsi, tugas, tanggung jawab dan kewenangannya dalam memberikan perlindungan hukum kepada pemegang polis sebagaimana mestinya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
{"title":"EKSISTENSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA PEMEGANG POLIS ASURANSI","authors":"Paulus Jimmytheja Ng, Jemmy Rumengan, Fadlan Fadlan, Idham Idham","doi":"10.26623/JIC.V5I2.2308","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/JIC.V5I2.2308","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian ini adalah bagaimana penyelesaian kewajiban PT. Asuransi Jiwa Bakrie kepada pemegang polis produk asuransi diamond investa dan eksistensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang polis produk asuransi diamond investa. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dan empiris Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga independen dalam pengawasan dan pengaturan usaha perasuransian di Indonesia yang memiliki kewenangan sangat besar, namun dalam penyelesaian kasus gagal bayar perusahaan asuransi terkendala karena tidak adanya itikad baik dari PT. Asuransi Jiwa Bakrie dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada para pemegang polis produk asuransi diamond investa. Masih berlarutnya penyelesaainan nasabah polis asuransi Bakri Life terutama produk asuransi diamond fiesta karena OJK tidak dapat bertindak secara tegas. OJK tidak menjalankan fungsi, tugas, tanggung jawab dan kewenangannya dalam memberikan perlindungan hukum kepada pemegang polis sebagaimana mestinya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. ","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-10-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"69039900","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Mochamad Ramdhan Pratama, Mas Putra Zenno Januarsyah
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara jelas mengenai upaya non-penal dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Korupsi di Indonesia bukan sekedar persoalan normatif, akan tetapi sudah menjadi penyakit kolosal. Urgensi penelitian ini berkofus pada upaya non-penal dengan strategi perubahan sosial dengan mengubah cara berpikir masyarakat di lingkungan sekitar. Metode penelitian bersifat deskriptif (descriptive research), jenis penelitian kriminologis dengan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil dari penelitian ini dapat dikonklusikan bahwa sarana non-penal memiliki nurani intelektual yang berfokus pada perbaikan kondisi sosial yang mempunyai pengaruh previntif terhadap kejahatan melalui perwujudan pendidikan anti korupsi sebagai kunci utama.
{"title":"UPAYA NON-PENAL DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI","authors":"Mochamad Ramdhan Pratama, Mas Putra Zenno Januarsyah","doi":"10.26623/JIC.V5I2.2195","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/JIC.V5I2.2195","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara jelas mengenai upaya non-penal dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Korupsi di Indonesia bukan sekedar persoalan normatif, akan tetapi sudah menjadi penyakit kolosal. Urgensi penelitian ini berkofus pada upaya non-penal dengan strategi perubahan sosial dengan mengubah cara berpikir masyarakat di lingkungan sekitar. Metode penelitian bersifat deskriptif (descriptive research), jenis penelitian kriminologis dengan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil dari penelitian ini dapat dikonklusikan bahwa sarana non-penal memiliki nurani intelektual yang berfokus pada perbaikan kondisi sosial yang mempunyai pengaruh previntif terhadap kejahatan melalui perwujudan pendidikan anti korupsi sebagai kunci utama.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-10-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47524118","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan penelitian ini adalah kedudukan serta problematika komposisi kepemilikan saham tanpa batas dapat berpengaruh terhadap munculnya posisi dominan. Peran swasta yang tidak terlepas dari keinginan kepentingan pribadi atau kelompok tidak bisa terhindarkan, saat ini berkembang dalam dunia usaha yang beralih kepada pembentukan badan hukum yaitu Perseroan Terbatas sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban layaknya manusia (recht person) sehingga memberikan perindungan bagi pemilik perseroan dalam menjalankan usaha tanpa khawatir kekayaan pribadinya ikut disertakan (strict limited liability). Kekayaan pribadi ini juga berlaku bagi perseroan yang turut juga mendirikan atau menanamkan modalnya pada perseroan lain, sehingga konsepsi perusahaan grup dalam bentuk perseroan muncul yang menciptakan perlindungan ganda bagi pemegang harta sesungguhnya sekaligus pengendali utama dibalik kinerja suatu Perseroan Terbatas. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan ilmiah ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian ini memberikan jawaban bahwa komposisi kepemilikan saham tanpa batas dapat berpengaruh terhadap munculnya posisi dominan dikarenakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang merupakan satu-satunya peraturan untuk mengakomodir badan hukum perseroan dianggap tidak mampu lagi untuk memberikan batasan bagi pelaku usaha yang tergabung dalam suatu grup perusahaan untuk menciptkan posisi dominan dalam pangsa pasar bersangkutan. Tidak dilarangnya posisi dominan oleh pelaku usaha sebenarnya telah diakomodir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, namun hal ini merupakan pemikiran lampau yang tidak lagi dapat melindungi kepentingan pelaku usaha secara khusus. Sehingga kencenderungan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya merupakan pemikiran dasar mengapa perlu diantisipasi bentuk perusahaan grup oleh perseroan yang dilindungi oleh undang-undang itu sendiri.
{"title":"KEPEMILIKAN SAHAM TANPA BATAS PADA GRUP PERUSAHAAN YANG BERAKIBAT MUNCULNYA POSISI DOMINAN","authors":"Lina Maulidiana, Rendy Renaldy","doi":"10.26623/JIC.V5I2.2380","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/JIC.V5I2.2380","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian ini adalah kedudukan serta problematika komposisi kepemilikan saham tanpa batas dapat berpengaruh terhadap munculnya posisi dominan. Peran swasta yang tidak terlepas dari keinginan kepentingan pribadi atau kelompok tidak bisa terhindarkan, saat ini berkembang dalam dunia usaha yang beralih kepada pembentukan badan hukum yaitu Perseroan Terbatas sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban layaknya manusia (recht person) sehingga memberikan perindungan bagi pemilik perseroan dalam menjalankan usaha tanpa khawatir kekayaan pribadinya ikut disertakan (strict limited liability). Kekayaan pribadi ini juga berlaku bagi perseroan yang turut juga mendirikan atau menanamkan modalnya pada perseroan lain, sehingga konsepsi perusahaan grup dalam bentuk perseroan muncul yang menciptakan perlindungan ganda bagi pemegang harta sesungguhnya sekaligus pengendali utama dibalik kinerja suatu Perseroan Terbatas. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan ilmiah ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian ini memberikan jawaban bahwa komposisi kepemilikan saham tanpa batas dapat berpengaruh terhadap munculnya posisi dominan dikarenakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang merupakan satu-satunya peraturan untuk mengakomodir badan hukum perseroan dianggap tidak mampu lagi untuk memberikan batasan bagi pelaku usaha yang tergabung dalam suatu grup perusahaan untuk menciptkan posisi dominan dalam pangsa pasar bersangkutan. Tidak dilarangnya posisi dominan oleh pelaku usaha sebenarnya telah diakomodir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, namun hal ini merupakan pemikiran lampau yang tidak lagi dapat melindungi kepentingan pelaku usaha secara khusus. Sehingga kencenderungan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya merupakan pemikiran dasar mengapa perlu diantisipasi bentuk perusahaan grup oleh perseroan yang dilindungi oleh undang-undang itu sendiri.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-10-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41419040","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Subaidah Ratna Juita, A. P. Sihotang, S. Supriyadi
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan penerapan prinsip individualisasi pidana melalui pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perpajakan dalam putusan hakim. Jenis Penelitian ini adalah yuridis normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif yang dikaji berdasarkan obyek kajian hukum pidana tentang penerapan sanksi pidana dalam putusan hakim yang dikaitkan dengan prinsip individualisasi pidana. Analisis mendalam terhadap Putusan MA No. 938 K/Pid.Sus/2015 yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) difokuskan pada penerapan prinsip individualisasi pidana melalui pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perpajakan. Hasil penelitian ini adalah penerapan ide individualisasi pidana yang dituangkan melalui pemidanaan terhadap Pelaku Tindak Pidana Perpajakan dalam Putusan MA No. 938 K/Pid.Sus/2015 didasarkan pada adanya kesalahan pelaku, dan elastisitas pemidanaan yang didasarkan pada perubahan/perkembangan/perbaikan pada diri pelaku sendiri. Penerapan prinsip individualisasi pidana melalui pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perpajakan dalam putusan hakim perlu dilakukan melalui pendekatan humanistik pada pelaku tindak pidana perpajakan, dan tidak hanya harus sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang beradab, tetapi juga harus dapat membangkitkan kesadaran pelaku akan nilai-nilai kemanusian dan nilai-nilai pergaulan hidup bermasyarakat.
{"title":"PENERAPAN PRINSIP INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PERPAJAKAN","authors":"Subaidah Ratna Juita, A. P. Sihotang, S. Supriyadi","doi":"10.26623/JIC.V5I2.1938","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/JIC.V5I2.1938","url":null,"abstract":"Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan penerapan prinsip individualisasi pidana melalui pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perpajakan dalam putusan hakim. Jenis Penelitian ini adalah yuridis normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif yang dikaji berdasarkan obyek kajian hukum pidana tentang penerapan sanksi pidana dalam putusan hakim yang dikaitkan dengan prinsip individualisasi pidana. Analisis mendalam terhadap Putusan MA No. 938 K/Pid.Sus/2015 yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) difokuskan pada penerapan prinsip individualisasi pidana melalui pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perpajakan. Hasil penelitian ini adalah penerapan ide individualisasi pidana yang dituangkan melalui pemidanaan terhadap Pelaku Tindak Pidana Perpajakan dalam Putusan MA No. 938 K/Pid.Sus/2015 didasarkan pada adanya kesalahan pelaku, dan elastisitas pemidanaan yang didasarkan pada perubahan/perkembangan/perbaikan pada diri pelaku sendiri. Penerapan prinsip individualisasi pidana melalui pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perpajakan dalam putusan hakim perlu dilakukan melalui pendekatan humanistik pada pelaku tindak pidana perpajakan, dan tidak hanya harus sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang beradab, tetapi juga harus dapat membangkitkan kesadaran pelaku akan nilai-nilai kemanusian dan nilai-nilai pergaulan hidup bermasyarakat.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-10-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44381172","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan tentang tanggung jawab pengemudi becak sebagai angkutan lingkungan atas kecelakaan akibat kelalaiannya dalam mengemudikan becak terhadap penumpang, karena seringkali terjadi kecelakaan ketika menggunakan alat angkut ini yang diakibatkan oleh kelalaian Pengemudi dan tidak ada pelaksanaan tanggung jawabnya. Apakah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur tentang keberadaan kendaraan becak? dan bagaimana tanggung jawab pengemudi becak terhadap korban akibat kecelakaan?. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan data sekunder yaitu buku dan jurnal serta peraturan dan didukung oleh data primer, kemudian dianalisis secara deskriptif. Temuan dari penelitian ini adalah tidak ada pengaturan tentang pengoperasian angkutan tradisional becak dan masing-masing daerah mempunyai aturan di daerahnya masing-masing untuk mengatur tentang pengoperasian becak sebagai angkutan lingkungan. Pengemudi becak bertanggung jawab atas kelalaiannya yang menyebabkan penumpangnya menderita kerugian materiil maupun immaterial bagi penumpang.
{"title":"TANGGUNG JAWAB PENGEMUDI BECAK SEBAGAI ANGKUTAN LINGKUNGAN TERHADAP PENUMPANG AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS","authors":"E. Gultom","doi":"10.26623/jic.v5i1.2091","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v5i1.2091","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan tentang tanggung jawab pengemudi becak sebagai angkutan lingkungan atas kecelakaan akibat kelalaiannya dalam mengemudikan becak terhadap penumpang, karena seringkali terjadi kecelakaan ketika menggunakan alat angkut ini yang diakibatkan oleh kelalaian Pengemudi dan tidak ada pelaksanaan tanggung jawabnya. Apakah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur tentang keberadaan kendaraan becak? dan bagaimana tanggung jawab pengemudi becak terhadap korban akibat kecelakaan?. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan data sekunder yaitu buku dan jurnal serta peraturan dan didukung oleh data primer, kemudian dianalisis secara deskriptif. Temuan dari penelitian ini adalah tidak ada pengaturan tentang pengoperasian angkutan tradisional becak dan masing-masing daerah mempunyai aturan di daerahnya masing-masing untuk mengatur tentang pengoperasian becak sebagai angkutan lingkungan. Pengemudi becak bertanggung jawab atas kelalaiannya yang menyebabkan penumpangnya menderita kerugian materiil maupun immaterial bagi penumpang.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48996370","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan tentang tanggung jawab pengemudi becak sebagai angkutan lingkungan atas kecelakaan akibat kelalaiannya dalam mengemudikan becak terhadap penumpang, karena seringkali terjadi kecelakaan ketika menggunakan alat angkut ini yang diakibatkan oleh kelalaian Pengemudi dan tidak ada pelaksanaan tanggung jawabnya. Apakah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur tentang keberadaan kendaraan becak? dan bagaimana tanggung jawab pengemudi becak terhadap korban akibat kecelakaan?. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan data sekunder yaitu buku dan jurnal serta peraturan dan didukung oleh data primer, kemudian dianalisis secara deskriptif. Temuan dari penelitian ini adalah tidak ada pengaturan tentang pengoperasian angkutan tradisional becak dan masing-masing daerah mempunyai aturan di daerahnya masing-masing untuk mengatur tentang pengoperasian becak sebagai angkutan lingkungan. Pengemudi becak bertanggung jawab atas kelalaiannya yang menyebabkan penumpangnya menderita kerugian materiil maupun immaterial bagi penumpang.
{"title":"Tanggung Jawab Pengemudi Becak Sebagai Angkutan Lingkungan terhadap Penumpang Akibat Kecelakaan Lalu Lintas","authors":"Elfrida Ratnawati","doi":"10.26623/jic.v5i1.2201","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v5i1.2201","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan tentang tanggung jawab pengemudi becak sebagai angkutan lingkungan atas kecelakaan akibat kelalaiannya dalam mengemudikan becak terhadap penumpang, karena seringkali terjadi kecelakaan ketika menggunakan alat angkut ini yang diakibatkan oleh kelalaian Pengemudi dan tidak ada pelaksanaan tanggung jawabnya. Apakah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur tentang keberadaan kendaraan becak? dan bagaimana tanggung jawab pengemudi becak terhadap korban akibat kecelakaan?. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan data sekunder yaitu buku dan jurnal serta peraturan dan didukung oleh data primer, kemudian dianalisis secara deskriptif. Temuan dari penelitian ini adalah tidak ada pengaturan tentang pengoperasian angkutan tradisional becak dan masing-masing daerah mempunyai aturan di daerahnya masing-masing untuk mengatur tentang pengoperasian becak sebagai angkutan lingkungan. Pengemudi becak bertanggung jawab atas kelalaiannya yang menyebabkan penumpangnya menderita kerugian materiil maupun immaterial bagi penumpang.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47468104","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Otih Handayani, Juliana S. Ndolu, A. J. Pamungkas, D. Napitupulu
This research aims to reconstruct the effectiveness of law enforcement by the Commission in a cartel case Honda and Yamaha justice based on Pancasila. The first reaserch discuss about the effectiveness of the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) in law enforcement justice cartel cases Pancasila. Both reconstruct the article in Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Competition for law enforcement effectiveness. This research is a doctrinal approach of legislation and research . Study shows the first enforcement by the Commission is not operating effectively. The imposition of administrative sanctions from the Commission do not have permanent legal force, where they opened a space for parties reported to object to the level of the Supreme Court (MA). The process to obtain permanent legal force very long whereas 73% of MA won the Commission's decision. Both to achieve effective enforcement, it is necessary to expand the authority of the Commission, which sanctions the administration carried out by the Commission are final or not opened space object. Agae ensure the Commission's decision is fair, then there needs to be a power-sharing within the Commission to establish the field of internal controls.
{"title":"EFFECTIVENESS OF LAW ENFORCEMENT CASE BY THE CARTEL COMMISSION HONDA AND YAMAHA BASED ON JUSTICE PANCASILA","authors":"Otih Handayani, Juliana S. Ndolu, A. J. Pamungkas, D. Napitupulu","doi":"10.26623/jic.v5i1.2199","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v5i1.2199","url":null,"abstract":"This research aims to reconstruct the effectiveness of law enforcement by the Commission in a cartel case Honda and Yamaha justice based on Pancasila. The first reaserch discuss about the effectiveness of the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) in law enforcement justice cartel cases Pancasila. Both reconstruct the article in Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Competition for law enforcement effectiveness. This research is a doctrinal approach of legislation and research . Study shows the first enforcement by the Commission is not operating effectively. The imposition of administrative sanctions from the Commission do not have permanent legal force, where they opened a space for parties reported to object to the level of the Supreme Court (MA). The process to obtain permanent legal force very long whereas 73% of MA won the Commission's decision. Both to achieve effective enforcement, it is necessary to expand the authority of the Commission, which sanctions the administration carried out by the Commission are final or not opened space object. Agae ensure the Commission's decision is fair, then there needs to be a power-sharing within the Commission to establish the field of internal controls.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44714105","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dalam rangka melakukan ultimasi atas kinerja kelembagaan otoritas pajak di Indonesia, maka diperlukan sebuah studi hukum yang berlatar belakang sosial. Intisari dari pemberlakuan nilai atas hasil kajian ini akan bermuara pada urgensi untuk mewujudkan tindakan redivasi yang optimal dari Direktorat Jenderal Pajak menjadi Badan Penerimaan Pajak. Adapun unsur filosofis yang digunakan dalam artikel ini adalah kepentingan reinstitusionalisasi dan tujuan negara demi pemberlakuan sistem perpajakan yang progresif. Penulisan ini menggunakan metode penelitian normatif dan konseptual, menggunakan data sekunder berupa perundang-undangan dan buku-buku yang didukung oleh data primer kemudian dianalisis secara deskriptif dan diolah secara kualitatif. Kesimpulan dari artikel ini adalah jika ditilik lebih lanjut dari skala penerimaan pungutan pajak wajib dalam tugasnya sebagai backbone di pos penerimaan negara, Indonesia masih dianggap tertinggal jauh, namun pembaharuan dan perencanaan perbaikan konsep terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menjadi suatu badan yang lebih otonom seperti beberapa negara lain. Upaya redivasi dalam mewujudkan sistem perpajakan nasional yang progresif dapat diusahakan dengan memberlakukan teori dari Paul Bohannan, yang menjelaskan pentingnya pengaturan pelembagaan kembali dari norma-norma (reinstitutionalization of norms), hal ini sesuai dengan kondisi kelembagaan perpajakan Indonesia yang masih bercampur fungsi budgetair dan regulerendnya sehingga menghambat optimalisasi kinerja.
{"title":"REDIVASI KELEMBAGAAN OTORITAS PENERIMAAN PAJAK INDONESIA DALAM PEMBAHARUAN SISTEM HUKUM PERPAJAKAN NASIONAL YANG PROGRESIF","authors":"Januardo Sulung Partogi Sihombing","doi":"10.26623/jic.v5i1.2221","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v5i1.2221","url":null,"abstract":"Dalam rangka melakukan ultimasi atas kinerja kelembagaan otoritas pajak di Indonesia, maka diperlukan sebuah studi hukum yang berlatar belakang sosial. Intisari dari pemberlakuan nilai atas hasil kajian ini akan bermuara pada urgensi untuk mewujudkan tindakan redivasi yang optimal dari Direktorat Jenderal Pajak menjadi Badan Penerimaan Pajak. Adapun unsur filosofis yang digunakan dalam artikel ini adalah kepentingan reinstitusionalisasi dan tujuan negara demi pemberlakuan sistem perpajakan yang progresif. Penulisan ini menggunakan metode penelitian normatif dan konseptual, menggunakan data sekunder berupa perundang-undangan dan buku-buku yang didukung oleh data primer kemudian dianalisis secara deskriptif dan diolah secara kualitatif. Kesimpulan dari artikel ini adalah jika ditilik lebih lanjut dari skala penerimaan pungutan pajak wajib dalam tugasnya sebagai backbone di pos penerimaan negara, Indonesia masih dianggap tertinggal jauh, namun pembaharuan dan perencanaan perbaikan konsep terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menjadi suatu badan yang lebih otonom seperti beberapa negara lain. Upaya redivasi dalam mewujudkan sistem perpajakan nasional yang progresif dapat diusahakan dengan memberlakukan teori dari Paul Bohannan, yang menjelaskan pentingnya pengaturan pelembagaan kembali dari norma-norma (reinstitutionalization of norms), hal ini sesuai dengan kondisi kelembagaan perpajakan Indonesia yang masih bercampur fungsi budgetair dan regulerendnya sehingga menghambat optimalisasi kinerja.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-04-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45288789","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan penelitian ini membahas mengenai deskripsi pokok-pokok pikiran mengenai pembangunan kemandirian industri pertahanan Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, tipe penelitiannya menggunakan kajian komprehensif analitis dan pendekatannya normatif analitis. Undang-undang industri pertahanan mengatur bahwa industri pertahanan terdiri atas industri alat utama, industri komponen utama dan penunjang, industri komponen dan pendukung (perbekalan), serta industri bahan baku. Dari awal, pemerintah sudah mengatur bahwa BUMN pertahanan menjadi industri alat utama sekaligus pemandu utama (lead integrator) yang menghasilkan alat utama sistem senjata dan/atau mengintegrasikan semua komponen utama, komponen, dan bahan baku menjadi alat utama. Pertahanan Indonesia memerlukan kebijakan yang lebih progresif untuk mengejar ketertinggalan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) bidang pertahanan, serta dalam rangka mewujudkan kemandirian Industri Pertahanan (Indhan). Kemandirian industri pertahanan sangat bergantung pada tiga pilar pelaku iptek, yaitu perguruan tinggi dan Lembaga Litbang, industri, dan user (TNI sebagai pengguna). Oleh sebab itu, pemerintah merumuskan kebijakan terpadu bidang iptek dan industri pertahanan yang diarahkan pada kebutuhan industri pertahanan. Pokok-pokok pikiran mengenai pembangunan kemandirian industri pertahanan Indonesia meliputi: pembentukan dan penguatan KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan), pembinaan industri utama dan pendukung, pendanaan industri pertahanan, mandiri dalam membuat/memproduksi, peningkatan kemampuan dan penguasaan teknologi industri pertahanan lewat sistem nasional, Research and development (R & D), kekuatan pertahanan minimum / Minimum Essential Force (MEF) dan Industri Pertahanan.
{"title":"POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PEMBANGUNAN KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN","authors":"Endro Tri Susdarwono","doi":"10.26623/jic.v5i1.2220","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v5i1.2220","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian ini membahas mengenai deskripsi pokok-pokok pikiran mengenai pembangunan kemandirian industri pertahanan Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, tipe penelitiannya menggunakan kajian komprehensif analitis dan pendekatannya normatif analitis. Undang-undang industri pertahanan mengatur bahwa industri pertahanan terdiri atas industri alat utama, industri komponen utama dan penunjang, industri komponen dan pendukung (perbekalan), serta industri bahan baku. Dari awal, pemerintah sudah mengatur bahwa BUMN pertahanan menjadi industri alat utama sekaligus pemandu utama (lead integrator) yang menghasilkan alat utama sistem senjata dan/atau mengintegrasikan semua komponen utama, komponen, dan bahan baku menjadi alat utama. Pertahanan Indonesia memerlukan kebijakan yang lebih progresif untuk mengejar ketertinggalan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) bidang pertahanan, serta dalam rangka mewujudkan kemandirian Industri Pertahanan (Indhan). Kemandirian industri pertahanan sangat bergantung pada tiga pilar pelaku iptek, yaitu perguruan tinggi dan Lembaga Litbang, industri, dan user (TNI sebagai pengguna). Oleh sebab itu, pemerintah merumuskan kebijakan terpadu bidang iptek dan industri pertahanan yang diarahkan pada kebutuhan industri pertahanan. Pokok-pokok pikiran mengenai pembangunan kemandirian industri pertahanan Indonesia meliputi: pembentukan dan penguatan KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan), pembinaan industri utama dan pendukung, pendanaan industri pertahanan, mandiri dalam membuat/memproduksi, peningkatan kemampuan dan penguasaan teknologi industri pertahanan lewat sistem nasional, Research and development (R & D), kekuatan pertahanan minimum / Minimum Essential Force (MEF) dan Industri Pertahanan.","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-04-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44743049","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa konsep ideal dalam penerapan iktikad baik dalam hukum perjanjian. Pengaturan itikad baik sebaiknya dirumuskan sebagai “sikap atau perilaku berpegang teguh pada perjanjian untuk memberikan kepada lawan janji apa yang menjadi haknya dan tidak mencari-cari celah untuk melepaskan diri dari apa yang telah diperjanjikan berdasarkan kepatutan dan kerasionalan. Standar yang digunakan dalam itikad baik objektif adalah standar yang objektif yang mengacu kepada suatu norma yang objektif. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Perilaku para pihak dalam perjanjian harus diuji atas dasar norma-norma objektif yang tidak tertulis yang berkembang di dalam masyarakat. Norma tersebut dikatakan objektif karena tingkah laku didasarkan pada anggapan para pihak sendiri, tetapi tingkah laku tersebut harus sesuai dengan anggapan umum tentang itikad baik tersebut. Fungsi itikad baik yang ketiga adalah fungsi membatasi dan meniadakan. Beberapa para pakar hukum sebelum perang berpendapat bahwa itikad baik juga memiliki fungsi ini. Mereka mengajarkan bahwa suatu perjanjian tertentu atau suatu ketentuan undang-undang mengenai kontrak itu dapat dikesampingkan, jika sejak dibuatnya kontrak itu keadaan telah berubah, sehingga pelaksanaan kontrak itu menimbulkan ketidakadilan.
{"title":"MEMBANGUN KONSEP IDEAL PENERAPAN ASAS IKTIKAD BAIK DALAM HUKUM PERJANJIAN","authors":"M. Arifin","doi":"10.26623/jic.v5i1.2218","DOIUrl":"https://doi.org/10.26623/jic.v5i1.2218","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa konsep ideal dalam penerapan iktikad baik dalam hukum perjanjian. Pengaturan itikad baik sebaiknya dirumuskan sebagai “sikap atau perilaku berpegang teguh pada perjanjian untuk memberikan kepada lawan janji apa yang menjadi haknya dan tidak mencari-cari celah untuk melepaskan diri dari apa yang telah diperjanjikan berdasarkan kepatutan dan kerasionalan. Standar yang digunakan dalam itikad baik objektif adalah standar yang objektif yang mengacu kepada suatu norma yang objektif. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Perilaku para pihak dalam perjanjian harus diuji atas dasar norma-norma objektif yang tidak tertulis yang berkembang di dalam masyarakat. Norma tersebut dikatakan objektif karena tingkah laku didasarkan pada anggapan para pihak sendiri, tetapi tingkah laku tersebut harus sesuai dengan anggapan umum tentang itikad baik tersebut. Fungsi itikad baik yang ketiga adalah fungsi membatasi dan meniadakan. Beberapa para pakar hukum sebelum perang berpendapat bahwa itikad baik juga memiliki fungsi ini. Mereka mengajarkan bahwa suatu perjanjian tertentu atau suatu ketentuan undang-undang mengenai kontrak itu dapat dikesampingkan, jika sejak dibuatnya kontrak itu keadaan telah berubah, sehingga pelaksanaan kontrak itu menimbulkan ketidakadilan. ","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-04-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45828897","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}