Windra Pahlevi, H. Taris, Agung Satrio Permadi, Nur Fauzan, Siti Asri Heriyani Pertiwi, F. Savitri
Degradasi lahan merupakan pendorong perubahan iklim melalui emisi gas rumah kaca (GRK) dan penurunan laju serapan karbon. Perubahan penggunaan lahan dan pengelolaan lahan yang tidak berkelanjutan adalah penyebab langsung degradasi lahan oleh manusia. Penelitian ini akan menguraikan data dan fakta bahwa Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional memiliki peran dan telah berkontribusi nyata dalam mengurangi dampak dari perubahan iklim dalam mengurangi efek gas rumah kaca melalui salah satu kegiatan prioritas nasional yaitu kegiatan Redistribusi Tanah. Wilayah kajian dalam penelitian ini adalah Kalimantan Barat. Pengumpulan data menggunakan pemetaan citra satelit Landsat-8 dan data spasial redistribusi tanah tahun 2017-2020. Pendekatan pada penelitian ini adalah kuantitatif dengan analisis super impose dan analisis cadangan karbon. Hasil penelitian menjabarkan bahwa redistribusi tanah meliputi 1,47% dari total luas lahan di Provinsi Kalimantan Barat. Adapun jumlah karbon yang tercadangkan dari 1,47% tanah hasil kegiatan redistribusi tanah dengan beragam jenis penggunaan lahan adalah sebesar 13,818,873.35 ton atau 0,12% dari total karbon yang tercadangkan di Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini menunjukkan bahwa program redistribusi tanah dapat mengurangi konsentrasi karbon di atmosfer dengan pemanfaatan lahan yang sebagian besar digunakan untuk areal persawahan produktif sehingga mengurangi dampak perubahan iklim.
{"title":"PERAN REFORMA AGRARIA DALAM MENYIMPAN CADANGAN KARBON UNTUK MENGURANGI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT","authors":"Windra Pahlevi, H. Taris, Agung Satrio Permadi, Nur Fauzan, Siti Asri Heriyani Pertiwi, F. Savitri","doi":"10.53686/jp.v10i2.19","DOIUrl":"https://doi.org/10.53686/jp.v10i2.19","url":null,"abstract":"Degradasi lahan merupakan pendorong perubahan iklim melalui emisi gas rumah kaca (GRK) dan penurunan laju serapan karbon. Perubahan penggunaan lahan dan pengelolaan lahan yang tidak berkelanjutan adalah penyebab langsung degradasi lahan oleh manusia. Penelitian ini akan menguraikan data dan fakta bahwa Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional memiliki peran dan telah berkontribusi nyata dalam mengurangi dampak dari perubahan iklim dalam mengurangi efek gas rumah kaca melalui salah satu kegiatan prioritas nasional yaitu kegiatan Redistribusi Tanah. Wilayah kajian dalam penelitian ini adalah Kalimantan Barat. Pengumpulan data menggunakan pemetaan citra satelit Landsat-8 dan data spasial redistribusi tanah tahun 2017-2020. Pendekatan pada penelitian ini adalah kuantitatif dengan analisis super impose dan analisis cadangan karbon. Hasil penelitian menjabarkan bahwa redistribusi tanah meliputi 1,47% dari total luas lahan di Provinsi Kalimantan Barat. Adapun jumlah karbon yang tercadangkan dari 1,47% tanah hasil kegiatan redistribusi tanah dengan beragam jenis penggunaan lahan adalah sebesar 13,818,873.35 ton atau 0,12% dari total karbon yang tercadangkan di Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini menunjukkan bahwa program redistribusi tanah dapat mengurangi konsentrasi karbon di atmosfer dengan pemanfaatan lahan yang sebagian besar digunakan untuk areal persawahan produktif sehingga mengurangi dampak perubahan iklim.","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":"136 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-05-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76438989","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Indonesia tersusun di atas empat lempeng tektonik besar yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Australia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Filipina. Lempeng-lempeng tektonik tersebut saling bergerak secara aktif dan dinamis sehingga mengakibatkan terjadinya deformasi pada kerak bumi. Deformasi menyebabkan terjadinya perubahan bentuk, posisi, maupun dimensi pada objek-objek di atas permukaan tanah, termasuk objek-objek pengukuran dan pemetaan yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perubahan yang terjadi pada objek-objek pengukuran dan pemetaan (data administrasi pertanahan) akibat adanya deformasi pada kerak bumi. Data pertanahan yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk data grid dan data hasil pengukuran di lapangan. Data pertanahan tersebut kemudian dimodelkan perubahannya akibat adanya deformasi. Model deformasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model deformasi yang dibuat oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Selain itu, digunakan pula model potensi gempa bumi di selatan jawa untuk menghitung pergeseran teoritis akibat deformasi koseismik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa deformasi yang terjadi selama 14 tahun mengakibatkan pergerakan sejauh 40 cm. Selain model linear yang diakomodasi oleh model deformasi yang dibuat oleh BIG, pergerakan tiba-tiba akibat gempa bumi juga berpotensi mengakibatkan pergerakan yang bersifat lokal maupun regional. Tentunya pergerakan ini secara eksplisit berdampak kepada perubahan posisi data pertanahan. Perubahan posisi tersebut berpotensi mengakibatkan terjadinya perubahan luas maupun terjadinya overlap dan gap yang akan menjadi permasalahan tersendiri pada kegiatan pemetaan di BPN.
{"title":"STUDI PENGARUH DEFORMASI TERHADAP DATA ADMINISTRASI PERTANAHAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI","authors":"Rudi Herlianto Hapsoro, Putra Maulida","doi":"10.53686/jp.v10i2.17","DOIUrl":"https://doi.org/10.53686/jp.v10i2.17","url":null,"abstract":"Indonesia tersusun di atas empat lempeng tektonik besar yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Australia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Filipina. Lempeng-lempeng tektonik tersebut saling bergerak secara aktif dan dinamis sehingga mengakibatkan terjadinya deformasi pada kerak bumi. Deformasi menyebabkan terjadinya perubahan bentuk, posisi, maupun dimensi pada objek-objek di atas permukaan tanah, termasuk objek-objek pengukuran dan pemetaan yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perubahan yang terjadi pada objek-objek pengukuran dan pemetaan (data administrasi pertanahan) akibat adanya deformasi pada kerak bumi. Data pertanahan yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk data grid dan data hasil pengukuran di lapangan. Data pertanahan tersebut kemudian dimodelkan perubahannya akibat adanya deformasi. Model deformasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model deformasi yang dibuat oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Selain itu, digunakan pula model potensi gempa bumi di selatan jawa untuk menghitung pergeseran teoritis akibat deformasi koseismik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa deformasi yang terjadi selama 14 tahun mengakibatkan pergerakan sejauh 40 cm. Selain model linear yang diakomodasi oleh model deformasi yang dibuat oleh BIG, pergerakan tiba-tiba akibat gempa bumi juga berpotensi mengakibatkan pergerakan yang bersifat lokal maupun regional. Tentunya pergerakan ini secara eksplisit berdampak kepada perubahan posisi data pertanahan. Perubahan posisi tersebut berpotensi mengakibatkan terjadinya perubahan luas maupun terjadinya overlap dan gap yang akan menjadi permasalahan tersendiri pada kegiatan pemetaan di BPN.","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-05-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89818998","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abtract: The global food regime has failed and led to a food crisis. However, food regime can transform from time to time in order to dominatethe food system globally. The current food regime is also known as the corporate food regime. In this period, capital accumulation reorganization is no longer centered in the state, but in multinational corporations. Therefore, there needs to be a framework to address the transformation in order to provide an effective alternative food system, especially for the Global South. This study elaborates on how land sovereignty initiated by La Via Campesina can be a counter-hegemony against the corporate food regime to get out of the crisis of capital accumulation through massive land investments, especially in the Global South. Moreover, this paper refers to Friedmann and McMichael’s (1989) concept about the food regime and examines such conditions by using Gramsci’s (1971) ideas on hegemony. In conclusion, the land sovereignty concept can be considered to be an effective alternative framework to deal with the hegemony of neoliberal globalism for five reasons, namely: 1) the possibility of using various property rights systems; 2) the possibility to be implemented through land reform redistribution policy with several adjustments; 3) the probability to be a common platform because the concept recognizes land not only as a resource but also as culture and as a landscape; 4) the probability to be connected with other campaigns; and 5) the probability to be connected with political work of the broader working community globally.Intisari: Rezim Korporasi Pangan telah gagal dan memicu terjadinya krisis pangan. Meskipun demikian, rezim pangan dapat bertransformasi dari waktu ke waktu untuk menghegemoni sistem pangan secara global. Rezim pangan saat ini juga juga dikenal sebagai rezim korporasi pangan. Dalam periode ini, reorganisasi akumulasi kapital tidak lagi berpusat pada negara, tetapi pada korporasi-korporasi multinasional. Oleh karena itu perlu adanya sebuah kerangka untuk menjawab transformasi tersebut sehingga mampu menawarkan sebuah sistem pangan alternatif yang efektif, khususnya bagi negara-negara Global Selatan. Kajian ini mengelaborasi bagaimana kedaulatan tanah yang diinisiasi oleh La Via Campesina dapat menjadi kontra hegemoni melawan rezim korporasi pangan untuk bisa keluar dari krisis akumulasi kapital akibat investasi-investasi tanah yang masif terutama di Global Selatan. Tulisan ini merujuk pada konsep dari Friedmann dan McMichaels (1989) mengenai rezim pangan dan mengkaji beberapa situasi dengan menggunakan ide Gramsci mengenai hegemoni. Kesimpulannya, konsep kedaulatan tanah dapat dipertimbangkan sebagai sebuah alternatif kerangka yang efektif untuk menghadapi hegemoni globalisme neoliberal untuk 5 alasan, yaitu: dimungkinkannya menggunakan berbagai sistem hak kepemilikan, kemungkinan untuk diimplementasikan melalui kebijakan land reform redistributif dengan sejumlah penyesuaian, peluang untuk men
阿布特拉克:全球粮食制度已经失败,并导致了粮食危机。然而,为了在全球范围内主导粮食系统,粮食制度可能会不时发生变化。目前的食品制度也被称为企业食品制度。在这一时期,资本积累重组不再以国家为中心,而是以跨国公司为中心。因此,需要有一个应对转型的框架,以便提供一个有效的替代粮食系统,特别是为全球南方提供替代粮食系统。本研究阐述了La Via Campesina发起的土地主权如何成为对抗企业粮食制度的反霸权,以通过大规模土地投资摆脱资本积累危机,特别是在全球南方。此外,本文引用了Friedmann和McMichael(1989)关于食物制度的概念,并利用葛兰西(1971)关于霸权的思想来考察这种情况。总之,土地主权概念可以被认为是应对新自由主义全球主义霸权的有效替代框架,原因有五个,即:1)使用各种产权制度的可能性2) 通过土地改革再分配政策进行若干调整的可能性;[UNK]3)成为一个共同平台的可能性,因为这一概念不仅将土地视为一种资源,而且将其视为文化和景观;4) 与其他活动相关的可能性;以及5)与全球更广泛的工作群体的政治工作联系在一起的可能性。Intisari:Pangan公司政权失败并引发了粮食危机。然而,粮食制度可能会不时发生变化,以在全球范围内疏散粮食系统。目前的食品制度也被称为食品公司制度。在这一时期,资本积累的重组不再集中在国家,而是集中在跨国公司。因此,需要有一个框架来应对这一转变,以便它能够提供一个有效的替代粮食系统,特别是对南半球国家来说。本研究分析了La Via Campesina发起的土地财富如何对抗粮食公司政权的霸权,以摆脱由于大规模土地投资而导致的资本积累危机,特别是在南方全球。它引用了Friedmann和McMichaels(1989)关于食物制度的概念,并利用葛兰西的霸权思想研究了一些情况。总之,土地剥夺的概念可以被视为应对新自由主义全球主义霸权的一个有效的替代框架,原因有五个,即:允许它使用各种产权制度,通过经过一些调整的再分配土地改革政策来实施的可能性,成为一个公共平台的机会,因为土地的概念不再仅仅被理解为一种资源,而是一种文化和景观,一个将其与全球社区工作层面的其他运动和政治工作联系起来的机会。
{"title":"Land Sovereignty as A Counter-Hegemony Against The Corporate Food Regime","authors":"Taufiqul Mujib","doi":"10.31292/jb.v6i1.427","DOIUrl":"https://doi.org/10.31292/jb.v6i1.427","url":null,"abstract":"Abtract: The global food regime has failed and led to a food crisis. However, food regime can transform from time to time in order to dominatethe food system globally. The current food regime is also known as the corporate food regime. In this period, capital accumulation reorganization is no longer centered in the state, but in multinational corporations. Therefore, there needs to be a framework to address the transformation in order to provide an effective alternative food system, especially for the Global South. This study elaborates on how land sovereignty initiated by La Via Campesina can be a counter-hegemony against the corporate food regime to get out of the crisis of capital accumulation through massive land investments, especially in the Global South. Moreover, this paper refers to Friedmann and McMichael’s (1989) concept about the food regime and examines such conditions by using Gramsci’s (1971) ideas on hegemony. In conclusion, the land sovereignty concept can be considered to be an effective alternative framework to deal with the hegemony of neoliberal globalism for five reasons, namely: 1) the possibility of using various property rights systems; 2) the possibility to be implemented through land reform redistribution policy with several adjustments; 3) the probability to be a common platform because the concept recognizes land not only as a resource but also as culture and as a landscape; 4) the probability to be connected with other campaigns; and 5) the probability to be connected with political work of the broader working community globally.Intisari: Rezim Korporasi Pangan telah gagal dan memicu terjadinya krisis pangan. Meskipun demikian, rezim pangan dapat bertransformasi dari waktu ke waktu untuk menghegemoni sistem pangan secara global. Rezim pangan saat ini juga juga dikenal sebagai rezim korporasi pangan. Dalam periode ini, reorganisasi akumulasi kapital tidak lagi berpusat pada negara, tetapi pada korporasi-korporasi multinasional. Oleh karena itu perlu adanya sebuah kerangka untuk menjawab transformasi tersebut sehingga mampu menawarkan sebuah sistem pangan alternatif yang efektif, khususnya bagi negara-negara Global Selatan. Kajian ini mengelaborasi bagaimana kedaulatan tanah yang diinisiasi oleh La Via Campesina dapat menjadi kontra hegemoni melawan rezim korporasi pangan untuk bisa keluar dari krisis akumulasi kapital akibat investasi-investasi tanah yang masif terutama di Global Selatan. Tulisan ini merujuk pada konsep dari Friedmann dan McMichaels (1989) mengenai rezim pangan dan mengkaji beberapa situasi dengan menggunakan ide Gramsci mengenai hegemoni. Kesimpulannya, konsep kedaulatan tanah dapat dipertimbangkan sebagai sebuah alternatif kerangka yang efektif untuk menghadapi hegemoni globalisme neoliberal untuk 5 alasan, yaitu: dimungkinkannya menggunakan berbagai sistem hak kepemilikan, kemungkinan untuk diimplementasikan melalui kebijakan land reform redistributif dengan sejumlah penyesuaian, peluang untuk men","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46931299","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract: This research is aimed to explain the reactualization of Nahdlatul Ulama (NU) struggle over agrarian resources related to the emergence of Front Nahdliyyin for the Sovereignty of Natural Resources (FNKSDA) in 2013. The theoretical perspective of radical democracy movement proposed by Ernesto Laclau and Chantal Mouffe this article analyzed phenomenon of NU struggle over agrarian resources. This research uses qualitative method of specific case study variation type single case study. Results of this research showed many cases of living space deprivation, inequality of natural resources ownership, and other which fall on nahdliyyin in several regions. The young members of NU which have been experiencing development did not merely criticize the government at the time, however, in a further way, they have initiated the formation of movement in post-reformation era by radicalizing political space which should be more democratic. FNKSDA does not move structurally but it moves inside of NU culturally. Nevertheless, the ‘new political and cultural identity’ represent the progressive characteristic of NU.Keywords: FNKSDA, Radical Democracy Movement, Progressive Young NahdliyyinIntisari: Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan terjadinya reaktualisasi perjuangan Nahdlatul Ulama (NU) atas isu sumber daya agraria melalui kemunculan Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) pada 2013. Paper ini menggunakan perspektif teori gerakan demokrasi radikal dari Ernesto Laclau dan Chantal Moufffe dengan mengkaji fenomena perjuangan NU atas sumber daya agraria. Kajian ini menggunakan metode kualitatif dengan variasi studi kasus spesifik tipe single case study. Hasil penelitian ini menunjukkan banyaknya kasus perampasan ruang hidup, ketimpangan kepemilikan sumber daya alam, dan berbagai kondisi agraria lainnya yang menimpa nahdliyyin di berbagai daerah. Berbagai kondisi tersebut disikapi dalam bentuk artikulasi oleh para kaum muda NU yang ternyata telah mengalami perkembangan, yakni tidak sekadar melayangkan kritik terhadap pemerintah, khususnya Orde Baru saat itu. Namun, telah menginisiasi terbangunnya gerakan di masa pasca reformasi dengan meradikalisasi ruang politik selayaknya menuju situasi yang lebih demokratis. FNKSDA bergerak non-struktural dalam tubuh NU. Meski demikian ‘budaya dan identitas baru politiknya’ justru tampil mewakili watak progresif NU.Kata Kunci: FNKSDA, Gerakan Demokrasi Radikal, Kaum Muda NU Progresif
{"title":"Reaktualisasi Perjuangan Nahdlatul Ulama dalam Mewujudkan Kedaulatan Sumber Daya Agraria (Studi Gerakan Demokrasi Radikal pada FNKSDA)","authors":"Asri Widayati, Suparjan","doi":"10.31292/JB.V5I1.321","DOIUrl":"https://doi.org/10.31292/JB.V5I1.321","url":null,"abstract":"Abstract: This research is aimed to explain the reactualization of Nahdlatul Ulama (NU) struggle over agrarian resources related to the emergence of Front Nahdliyyin for the Sovereignty of Natural Resources (FNKSDA) in 2013. The theoretical perspective of radical democracy movement proposed by Ernesto Laclau and Chantal Mouffe this article analyzed phenomenon of NU struggle over agrarian resources. This research uses qualitative method of specific case study variation type single case study. Results of this research showed many cases of living space deprivation, inequality of natural resources ownership, and other which fall on nahdliyyin in several regions. The young members of NU which have been experiencing development did not merely criticize the government at the time, however, in a further way, they have initiated the formation of movement in post-reformation era by radicalizing political space which should be more democratic. FNKSDA does not move structurally but it moves inside of NU culturally. Nevertheless, the ‘new political and cultural identity’ represent the progressive characteristic of NU.Keywords: FNKSDA, Radical Democracy Movement, Progressive Young NahdliyyinIntisari: Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan terjadinya reaktualisasi perjuangan Nahdlatul Ulama (NU) atas isu sumber daya agraria melalui kemunculan Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) pada 2013. Paper ini menggunakan perspektif teori gerakan demokrasi radikal dari Ernesto Laclau dan Chantal Moufffe dengan mengkaji fenomena perjuangan NU atas sumber daya agraria. Kajian ini menggunakan metode kualitatif dengan variasi studi kasus spesifik tipe single case study. Hasil penelitian ini menunjukkan banyaknya kasus perampasan ruang hidup, ketimpangan kepemilikan sumber daya alam, dan berbagai kondisi agraria lainnya yang menimpa nahdliyyin di berbagai daerah. Berbagai kondisi tersebut disikapi dalam bentuk artikulasi oleh para kaum muda NU yang ternyata telah mengalami perkembangan, yakni tidak sekadar melayangkan kritik terhadap pemerintah, khususnya Orde Baru saat itu. Namun, telah menginisiasi terbangunnya gerakan di masa pasca reformasi dengan meradikalisasi ruang politik selayaknya menuju situasi yang lebih demokratis. FNKSDA bergerak non-struktural dalam tubuh NU. Meski demikian ‘budaya dan identitas baru politiknya’ justru tampil mewakili watak progresif NU.Kata Kunci: FNKSDA, Gerakan Demokrasi Radikal, Kaum Muda NU Progresif","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42478449","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract: This article analyses the emergence of Sajogyo's thinking about poverty, and poverty in a critical agrarian perspective under the dominances of poverty knowledge officially and agricultural development. The study carried out through combination of textual and contextual data analysis. The results of the study shows that based on his sensitivity to agrarian background and framework, Sajogyo argues that poverty is formed by social relations inequality in the process of socio-historical and geographical area construction. The concepts/terms that used by Sajogyo regarding poverty and agrarian are not neutral but partially or entirely contains an analysis of critical agrarian perspective formation in accordance with the context. The poverty line and livelihood diversification are two simple concepts to exemplify poverty as a consequence of chronic agrarian problems in agricultural developmentKeyword: Sajogyo, critical agrarian perspectives of poverty, inequality of social relationIntisari: Tulisan ini mengkaji munculnya pemikiran Sajogyo tentang kemiskinan, dan kemiskinan dalam perspektif agraria kritis di tengah dominasi pengetahuan kemiskinan secara resmi dan pembangunan pertanian. Kajian ini mengkombinasikan analisis data secara tekstual dan kontekstual. Hasil kajian menunjukkan bahwa dengan sensitivitas pada latar dan kerangka keagrariaan, Sajogyo berargumen bahwa kemiskinan dibentuk oleh ketimpangan relasi sosial dalam proses konstruksi sosio-historis dan wilayah geografis. Konsep/istilah yang digunakan oleh Sajogyo terkait kemiskinan dan agraria tidak bersifat netral tapi sebagian atau keseluruhan memuat analisis formasi perspektif agraria kritis sesuai dengan konteksnya. Garis kemiskinan dan nafkah ganda merupakan dua konsep sederhana untuk menunjukkan kemiskinan sebagai konsekuensi dari persoalan agraria yang kronis dalam pembangunan pertanian.Kata kunci: Sajogyo, kemiskinan perspektif agraria kritis, relasi sosial yang timpang
{"title":"Rekonstruksi Pemikiran Sajogyo Tentang Kemiskinan dalam Perspektif Agraria Kritis","authors":"A. Mahmud","doi":"10.31292/JB.V5I1.322","DOIUrl":"https://doi.org/10.31292/JB.V5I1.322","url":null,"abstract":"Abstract: This article analyses the emergence of Sajogyo's thinking about poverty, and poverty in a critical agrarian perspective under the dominances of poverty knowledge officially and agricultural development. The study carried out through combination of textual and contextual data analysis. The results of the study shows that based on his sensitivity to agrarian background and framework, Sajogyo argues that poverty is formed by social relations inequality in the process of socio-historical and geographical area construction. The concepts/terms that used by Sajogyo regarding poverty and agrarian are not neutral but partially or entirely contains an analysis of critical agrarian perspective formation in accordance with the context. The poverty line and livelihood diversification are two simple concepts to exemplify poverty as a consequence of chronic agrarian problems in agricultural developmentKeyword: Sajogyo, critical agrarian perspectives of poverty, inequality of social relationIntisari: Tulisan ini mengkaji munculnya pemikiran Sajogyo tentang kemiskinan, dan kemiskinan dalam perspektif agraria kritis di tengah dominasi pengetahuan kemiskinan secara resmi dan pembangunan pertanian. Kajian ini mengkombinasikan analisis data secara tekstual dan kontekstual. Hasil kajian menunjukkan bahwa dengan sensitivitas pada latar dan kerangka keagrariaan, Sajogyo berargumen bahwa kemiskinan dibentuk oleh ketimpangan relasi sosial dalam proses konstruksi sosio-historis dan wilayah geografis. Konsep/istilah yang digunakan oleh Sajogyo terkait kemiskinan dan agraria tidak bersifat netral tapi sebagian atau keseluruhan memuat analisis formasi perspektif agraria kritis sesuai dengan konteksnya. Garis kemiskinan dan nafkah ganda merupakan dua konsep sederhana untuk menunjukkan kemiskinan sebagai konsekuensi dari persoalan agraria yang kronis dalam pembangunan pertanian.Kata kunci: Sajogyo, kemiskinan perspektif agraria kritis, relasi sosial yang timpang","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46694403","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract: This article offers two contribution to literature on agrarian inequality in Indonesia, namely a conceptual approach for understanding this phenomenon and its implication on policy formulation. The first contribution includes a synthesis of some literature on various aspects of agrarian inequality. In addition, two types of agrarian inequality are distinguished according to its locus of existence, i.e. inequality of distribution which refers to unequal land tenure among different classes within smallholding agricultural sector, and inequality of allocation which refers to unequal allocation of land and other natural resources between small (family) farms and large (corporate) enterprises. The second contribution is formulation of a policy framework to resolve these two types of agrarian inequality. First of all, the politics of agrarian resources allocation should be based on the principle of positive discrimination which favors smallholders’ interests. Furthermore, to ensure this principle comes into reality, five schemes of tenure reform have to be fully integrated, namely: (re)distribution, registration, recognition, devolution and restitution. This article divided into two parts. Part 1 will focus on the first contribution (conceptual approach); meanwhile, the second contribution (policy formulation) will be further elaborated in Part 2.Keywords: agrarian inequality, land reform, politics of agrarian resources allocation, Indonesia.Intisari: Dua kontribusi diajukan artikel ini pada kepustakaan mengenai ketimpangan agraria di Indonesia, yaitu pendekatan konseptual untuk memahami gejala ketimpangan agraria ini dan implikasinya pada penyusunan kebijakan. Kontribusi pertama mencakup sintesis atas sejumlah literatur mengenai berbagai aspek ketimpangan agraria. Selain itu, dua jenis ketimpangan agraria juga dibedakan berdasarkan locus keberadaanya, yaitu ketimpangan distribusi yang berarti kesenjangan penguasaan tanah di antara berbagai kelas dalam sektor pertanian rakyat, dan ketimpangan alokasi yang berarti kesenjangan peruntukan tanah dan sumber daya alam lain antara usaha tani skala kecil (keluarga) dengan usaha skala besar (korporasi). Kontribusi yang kedua adalah formulasi suatu kerangka kebijakan untuk menanggulangi dua jenis ketimpangan agraria di atas. Pertama-tama, politik alokasi sumber-sumber agraria harus didasarkan pada prinsip diskriminasi positif yang memihak kepentingan produsen kecil. Lalu, agar prinsip ini bisa terwujud di dunia nyata, lima skema pembaruan tenurial berikut ini mesti diintegrasikan secara menyeluruh, yaitu: (re)distribusi, registrasi, rekognisi, devolusi dan restitusi. Artikel ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian 1 akan membahas kontribusi yang pertama (pendekatan konseptual), sementara kontribusi yang kedua (formulasi kebijakan) akan dielaborasi lebih lanjut pada Bagian 2.Kata Kunci: ketimpangan agraria, land reform, politik alokasi sumber-sumber agraria, Indonesia.
摘要:本文对印尼土地不平等的文献研究有两方面的贡献,一是提供了理解这一现象的概念方法,二是提供了理解这一现象对政策制定的启示。第一个贡献包括对农业不平等各个方面的一些文献的综合。此外,根据其存在的地点区分了两种类型的土地不平等,即分配不平等,指的是小农农业部门内不同阶层之间的土地使用权不平等,以及分配不平等,指的是小(家庭)农场和大(公司)企业之间土地和其他自然资源的分配不平等。第二个贡献是制定了解决这两种土地不平等的政策框架。首先,土地资源配置政治应以有利于小农利益的积极歧视原则为基础。此外,为了确保这一原则成为现实,必须充分整合五项权属改革计划,即:(重新)分配、登记、承认、权力下放和归还。本文分为两部分。第1部分将侧重于第一个贡献(概念方法);同时,第二个贡献(政策制定)将在第2部分进一步阐述。关键词:土地不平等,土地改革,土地资源分配政治,印度尼西亚。印尼语:Dua kontribusi diajukan artikel ini pada kepusstakaan mengenai ketimpanan agraria di Indonesia, yitu pendekatan konseptuk memahami gejala ketimpanan agraria ini dan implikasinya pada penyusunan kebijakan。Kontribusi pertama menakup sintesas sejumlah文学menmenai berbagai asktimpanan agraria。Selain itu, dua jenis ketimpangan agraria juaria, dua jenis ketimpangan berdasarkan locus keberadaanya, yitu ketimpangan distribusi yang berarti kesenjangan beragai kelas dalam sector pertanian rakyat, dan ketimpangan alokasi yang berarti kesenjangan peruntukan tanah danber daya alam lain antara usaha tani skala kecil (keluarga) dengan usaha skala besar (korporasi)。研究结果表明,该方法可有效地提高农业生产效率,提高农业生产效率和农业生产效率。Pertama-tama,政治alokasi sumber-sumber agraria harus didasarkan篇prinsip diskriminasi伴唱键盘杨memihak kepentingan produsen kecil。Lalu, agar prinsip ini bisa terwujud di dunia nyata, lima skema pembaruan tenurial berikut ini mesti diintegrasikan secara menyeluruh, yitu:(1)distribusi, registrasi, rekognisi, devolusi and restituusi。Artikel ini terbagi menjadi dua bagian。Bagian 1 akan membahas kontribusi yang pertama (pendekatan konseptual), sementara kontribusi yang kedua (formulasi kebijakan) akan didepelasi lebih lanjut pada Bagian 2。Kata Kunci: ketimpangan agraria,土地改革,政治alokasi - sumnumber agraria,印度尼西亚。
{"title":"Memahami dan Menanggulangi Persoalan Ketimpangan Agraria (1)","authors":"M. Shohibuddin","doi":"10.31292/JB.V5I1.315","DOIUrl":"https://doi.org/10.31292/JB.V5I1.315","url":null,"abstract":"Abstract: This article offers two contribution to literature on agrarian inequality in Indonesia, namely a conceptual approach for understanding this phenomenon and its implication on policy formulation. The first contribution includes a synthesis of some literature on various aspects of agrarian inequality. In addition, two types of agrarian inequality are distinguished according to its locus of existence, i.e. inequality of distribution which refers to unequal land tenure among different classes within smallholding agricultural sector, and inequality of allocation which refers to unequal allocation of land and other natural resources between small (family) farms and large (corporate) enterprises. The second contribution is formulation of a policy framework to resolve these two types of agrarian inequality. First of all, the politics of agrarian resources allocation should be based on the principle of positive discrimination which favors smallholders’ interests. Furthermore, to ensure this principle comes into reality, five schemes of tenure reform have to be fully integrated, namely: (re)distribution, registration, recognition, devolution and restitution. This article divided into two parts. Part 1 will focus on the first contribution (conceptual approach); meanwhile, the second contribution (policy formulation) will be further elaborated in Part 2.Keywords: agrarian inequality, land reform, politics of agrarian resources allocation, Indonesia.Intisari: Dua kontribusi diajukan artikel ini pada kepustakaan mengenai ketimpangan agraria di Indonesia, yaitu pendekatan konseptual untuk memahami gejala ketimpangan agraria ini dan implikasinya pada penyusunan kebijakan. Kontribusi pertama mencakup sintesis atas sejumlah literatur mengenai berbagai aspek ketimpangan agraria. Selain itu, dua jenis ketimpangan agraria juga dibedakan berdasarkan locus keberadaanya, yaitu ketimpangan distribusi yang berarti kesenjangan penguasaan tanah di antara berbagai kelas dalam sektor pertanian rakyat, dan ketimpangan alokasi yang berarti kesenjangan peruntukan tanah dan sumber daya alam lain antara usaha tani skala kecil (keluarga) dengan usaha skala besar (korporasi). Kontribusi yang kedua adalah formulasi suatu kerangka kebijakan untuk menanggulangi dua jenis ketimpangan agraria di atas. Pertama-tama, politik alokasi sumber-sumber agraria harus didasarkan pada prinsip diskriminasi positif yang memihak kepentingan produsen kecil. Lalu, agar prinsip ini bisa terwujud di dunia nyata, lima skema pembaruan tenurial berikut ini mesti diintegrasikan secara menyeluruh, yaitu: (re)distribusi, registrasi, rekognisi, devolusi dan restitusi. Artikel ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian 1 akan membahas kontribusi yang pertama (pendekatan konseptual), sementara kontribusi yang kedua (formulasi kebijakan) akan dielaborasi lebih lanjut pada Bagian 2.Kata Kunci: ketimpangan agraria, land reform, politik alokasi sumber-sumber agraria, Indonesia.","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42542027","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract: Relocation is an alternative policy in post-disaster management, especially in disaster-prone area. This study was conducted to map alternative locations of relocation of affected people in 2018 Banten Strait tsunami in Mekarsari Village. The method used is an analysis of superimposed spatial data using aerial photograph, disaster hazard level map, spatial pattern map, road network, economic center map and Geo-KKP data. Analysis of vulnerability map and spatial pattern map was done through scoring. Accessibility analysis was conducted using road network map and economic center was carried out using buffer analysis. The results show that in Mekarsari Village, Banten, alternatives locations of relocation were obtained in 3 classes: class 1 for 173,013 Ha; class 2 for 115,180 Ha and class 3 for 269,806 Ha. This study is useful to determine suitable area for relocation quickly, appropriately, effectively and in accordance with Spatial Planning.Key Word: Victim population, Spatial Analysis, Post-Disaster Relocation, Tsunami.Intisari: Relokasi menjadi salah satu alternatif kebijakan yang dapat dilakukan pasca bencana, untuk daerah yang memiliki ancaman bencana tinggi. Kajian ini dilakukan untuk memetakan alternatif lokasi relokasi bagi masyarakat terdampak tsunami d Selat Banten tahun 2018 dengan lokasi di Desa Mekarsari. Metode yang dilakukan menggunakan analisis superimposed data spasial yakni foto udara, peta tingkat kerawanan bencana, peta pola ruang, peta jaringan jalan, peta pusat perekonomian dan data Geo-KKP. Analisis terhadap peta tingkat kerawanan bencana dan peta pola ruang dilakukan melalui skoring. Analisis terkait aksesibilitas dilakukan menggunakan peta jaringan jalan dan pusat perekonomian dilakukan melalui sistem buffer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Mekarsari, Banten diperoleh alternatif relokasi relokasi dengan 3 klasifikasi kelas yaitu relokasi kelas 1 seluas 173.013 Ha; lokasi relokasi kelas 2 seluas 115.180 Ha dan lokasi relokasi kelas 3 seluas 269.806 Ha. Kajian yang dilakukan menjadi salah satu metode untuk menetukan relokasi secara cepat dan tepat, dan efektif karena lokasi yang dipilih sesuai dengan RTRW.Kata Kunci: Masyarakat Terdampak, Analisis Spasial, Relokasi Pasca Bencana, Tsunami.
摘要:搬迁是灾后管理的一种替代政策,特别是在易发灾害地区。本研究旨在绘制2018年万丹海峡海啸中Mekarsari村受灾人员的替代安置地点。采用航拍图、灾害等级图、空间格局图、路网图、经济中心图和Geo-KKP数据对叠加空间数据进行分析。通过评分对漏洞图和空间格局图进行分析。利用路网图进行可达性分析,利用缓冲区分析进行经济中心分析。结果表明:在万丹市Mekarsari村,可获得3类替代搬迁地点:1类为173,013 Ha;2级为115,180公顷,3级为269,806公顷。这项研究有助于根据《空间规划》,迅速、适当、有效地确定合适的迁移区域。关键词:受灾人口;空间分析;灾后安置;中文:Relokasi menjadi salah satu alternatif kebijakan yang dapat dilakukan pasca bencana, untuk daerah yang memiliki anaman bencana tinggi。Kajian ini dilakukan untuk memetakan alternatif lokasi relokasi bagi masyarakat terdampak tsunami和Selat Banten tahun 2018登甘lokasi di Desa Mekarsari。Metode yang dilakukan menggunakan分析叠加数据特殊yakni photo to udara, peta tingkat kerawanan bencana, peta pola ruang, peta jaringan jalan, peta pusat perekonomian dan data Geo-KKP。分析动物的生长发育和动物的生长发育。分析terkait aksesibilitas dilakukan menggunakan peta jaringan道路丹pusat perekonomian dilakukan melalui sistem缓冲区。Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Mekarsari, Banten diperoleh alternativelokasi relokasi dengan 3 klasifikasi kelas yyitu relokasi kelas 1 seluis 173.013 Ha;lokasi relokasi kelas 2 selas 115.180 Ha dan lokasi relokasi kelas 3 selas 269.806 Ha。卡建阳dilakukan menjadi salah satu方法untuk menetukan relokasi secara, danekektif karena lokasi yang dipilih sesukan dengan RTRW。Kata Kunci: Masyarakat Terdampak, analysis Spasial, Relokasi Pasca benana, Tsunami。
{"title":"Analisis Spasial untuk Lokasi Relokasi Masyarakat Terdampak Tsunami Selat Banten Tahun 2018","authors":"Westi Utami, Yuli Wibowo, M. Afiq","doi":"10.31292/JB.V5I1.323","DOIUrl":"https://doi.org/10.31292/JB.V5I1.323","url":null,"abstract":"Abstract: Relocation is an alternative policy in post-disaster management, especially in disaster-prone area. This study was conducted to map alternative locations of relocation of affected people in 2018 Banten Strait tsunami in Mekarsari Village. The method used is an analysis of superimposed spatial data using aerial photograph, disaster hazard level map, spatial pattern map, road network, economic center map and Geo-KKP data. Analysis of vulnerability map and spatial pattern map was done through scoring. Accessibility analysis was conducted using road network map and economic center was carried out using buffer analysis. The results show that in Mekarsari Village, Banten, alternatives locations of relocation were obtained in 3 classes: class 1 for 173,013 Ha; class 2 for 115,180 Ha and class 3 for 269,806 Ha. This study is useful to determine suitable area for relocation quickly, appropriately, effectively and in accordance with Spatial Planning.Key Word: Victim population, Spatial Analysis, Post-Disaster Relocation, Tsunami.Intisari: Relokasi menjadi salah satu alternatif kebijakan yang dapat dilakukan pasca bencana, untuk daerah yang memiliki ancaman bencana tinggi. Kajian ini dilakukan untuk memetakan alternatif lokasi relokasi bagi masyarakat terdampak tsunami d Selat Banten tahun 2018 dengan lokasi di Desa Mekarsari. Metode yang dilakukan menggunakan analisis superimposed data spasial yakni foto udara, peta tingkat kerawanan bencana, peta pola ruang, peta jaringan jalan, peta pusat perekonomian dan data Geo-KKP. Analisis terhadap peta tingkat kerawanan bencana dan peta pola ruang dilakukan melalui skoring. Analisis terkait aksesibilitas dilakukan menggunakan peta jaringan jalan dan pusat perekonomian dilakukan melalui sistem buffer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Mekarsari, Banten diperoleh alternatif relokasi relokasi dengan 3 klasifikasi kelas yaitu relokasi kelas 1 seluas 173.013 Ha; lokasi relokasi kelas 2 seluas 115.180 Ha dan lokasi relokasi kelas 3 seluas 269.806 Ha. Kajian yang dilakukan menjadi salah satu metode untuk menetukan relokasi secara cepat dan tepat, dan efektif karena lokasi yang dipilih sesuai dengan RTRW.Kata Kunci: Masyarakat Terdampak, Analisis Spasial, Relokasi Pasca Bencana, Tsunami.","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48039842","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Jurnal Bhumi (JB) Volume 5 Nomor 1 Mei 2019 mengangkat beberapa isu aktual persoalan agraria dan kebijakan dengan memberikan beberapa perspektif yang cukup luas dan menarik. Ada 10 artikel yang hadir dengan berbagai isu yang berbeda namun dibungkus dalam satu isu besar yakni kebijakan agraria Indonesia dalam semangat menemukan solusi atas berbagai hal yang terjadi di masyarakat. Beberapa artikel hadir sangat akseleratif atas berbagai persoalan di lapangan, dan solutif di dalam melihat persoalan agraria sebagai sebuah persoalan dan agenda bangsa. Kesepuluh artikel tersebut adalah: (1) Mohamad Shohibuddin, yang mengangkat persoalan ‘Menanggulangi Ketimpangan Agraria’; (2) Agus Suntoro, yang mengangkat persoalan ‘Ganti kerugian di dalam pengadaan tanah dalam perspektif HAM; (3) Agung Wibowo, menghadirkan isu ‘Pencadangan Hutan Adat di Indonesia’; (4) Dwi Wulan Pujiriyani dkk, menghadirkan persoalan ‘Ketersediaan Lahan pada Komunitas Petani’; (5) Grace Leksana, menghadirkan kajian ‘Ketimpangan dan Kontinuitas Patronase dalam Sejarah Perubahan Agraria’; (6) Sartika Intaning Pradhani mengulas ‘Diskursus Teori dan Peran perempuan dalam pusaran konflik agraria’; (7) Asri Widayati dan Suparjan, mengangkat ‘Perjuangan Nahdlatul Ulama dalam Mewujudkan Kedaulatan Sumber Daya Agraria’; (8) Amir Mahmud, menghadirkan ‘Pemikiran Sajogyo tentang Kemiskinan dalam Perspektif Agraria Kritis’; (9) Westi Utama dkk, menghadirkan artikel yang cukup menarik tentang ‘Analisis Spasial untuk Lokasi Relokasi Masyarakat Terdampak Bencana’;, dan terakhir (10) Anggiat Perdamean Parsaulian dan Sudjito menutup edisi ini dengan menghadirkan ‘Problem Tumpang Tindih Sertipikat Hak Milik atas Tanah’.
{"title":"Pengantar Redaksi","authors":"M. Salim","doi":"10.31292/jb.v5i1.325","DOIUrl":"https://doi.org/10.31292/jb.v5i1.325","url":null,"abstract":"Jurnal Bhumi (JB) Volume 5 Nomor 1 Mei 2019 mengangkat beberapa isu aktual persoalan agraria dan kebijakan dengan memberikan beberapa perspektif yang cukup luas dan menarik. Ada 10 artikel yang hadir dengan berbagai isu yang berbeda namun dibungkus dalam satu isu besar yakni kebijakan agraria Indonesia dalam semangat menemukan solusi atas berbagai hal yang terjadi di masyarakat. Beberapa artikel hadir sangat akseleratif atas berbagai persoalan di lapangan, dan solutif di dalam melihat persoalan agraria sebagai sebuah persoalan dan agenda bangsa. Kesepuluh artikel tersebut adalah: (1) Mohamad Shohibuddin, yang mengangkat persoalan ‘Menanggulangi Ketimpangan Agraria’; (2) Agus Suntoro, yang mengangkat persoalan ‘Ganti kerugian di dalam pengadaan tanah dalam perspektif HAM; (3) Agung Wibowo, menghadirkan isu ‘Pencadangan Hutan Adat di Indonesia’; (4) Dwi Wulan Pujiriyani dkk, menghadirkan persoalan ‘Ketersediaan Lahan pada Komunitas Petani’; (5) Grace Leksana, menghadirkan kajian ‘Ketimpangan dan Kontinuitas Patronase dalam Sejarah Perubahan Agraria’; (6) Sartika Intaning Pradhani mengulas ‘Diskursus Teori dan Peran perempuan dalam pusaran konflik agraria’; (7) Asri Widayati dan Suparjan, mengangkat ‘Perjuangan Nahdlatul Ulama dalam Mewujudkan Kedaulatan Sumber Daya Agraria’; (8) Amir Mahmud, menghadirkan ‘Pemikiran Sajogyo tentang Kemiskinan dalam Perspektif Agraria Kritis’; (9) Westi Utama dkk, menghadirkan artikel yang cukup menarik tentang ‘Analisis Spasial untuk Lokasi Relokasi Masyarakat Terdampak Bencana’;, dan terakhir (10) Anggiat Perdamean Parsaulian dan Sudjito menutup edisi ini dengan menghadirkan ‘Problem Tumpang Tindih Sertipikat Hak Milik atas Tanah’.","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48260933","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract: This research aims to identify the factors causing overlapping of land certificates in Land Office of Banjarbaru and the strategy of the office to resolve it. This research is an empirical research. Data collection was conducted through literature study and field study through interviews. The data was analyzed using qualitative method. The results show that: (1) The causes of overlapping of certificate in Kota Banjarbaru are: Land office did not carried out the certification process based on the procedures written on laws and regulations, lack of registration map as a base map, the owner (the applicant) does not life in the same area with the location of the parcel, and lack of awareness of the applicant regarding to land boundaries. (2) The problems were tackled by: grievence mechanism, research, prevention of mutation, revoke the decree and submit lawsuit to the State Administrative Court. (3)The solution and recommendation giving by Land Office of Kota Banjarbaru are the implementation of computerized land registration and good land administration system at land office level and village level.Keyword: overlapping, certificate, freehold title.Intisari: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab tumpang tindih sertipikat hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Banjarbaru, serta strategi penyelesaian yang dilakukan Kantor Pertanahan. Penelitian ini merupakan penelitian empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur dan pengumpulan data di lapangan melalui wawancara. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Faktor penyebab terjadinya tumpang tindih sertipikat hak milik atas tanah pada Kantor Pertanahan Kota Banjarbaru yaitu: Kantor pertanahan tidak menjalankan tugas sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kantor pertanahan belum memiliki peta pendaftaran yang lengkap, pemohon berdomisili di luar kota dari tanah yang disengketakan, pemohon kurang memahami letak batas tanah miliknya.(2) Penyelesaian masalah dilakukan dengan cara: pengaduan, penelitian, pencegahan mutasi (status-quo), pencabutan Surat Keputusan di Bidang Pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kota Banjarbaru dan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Banjarmasin. (3) Solusi dan rekomendasi yang diberikan oleh kantor pertanahan adalah melalui program komputerisasi peta pendaftaran tanah, tertib administrasi pendaftaran tanah, tertib administrasi desa berkaitan dengan informasi tanah.Kata Kunci: tumpang tindih, sertipikat, hak milik.
摘要:本研究旨在找出造成班珠巴鲁土地局土地证书重叠的因素以及该局解决该问题的策略。本研究是一项实证研究。数据收集通过文献研究和访谈进行。数据采用定性方法进行分析。结果表明:(1)Kota Banjarbaru证书重叠的原因是:土地局没有按照法律法规规定的程序进行认证程序,没有登记图作为底图,业主(申请人)与地块所在地不在同一地区,-以及申请人对土地边界缺乏认识。(2) 解决这些问题的途径包括:欺诈机制、研究、防止突变、撤销法令和向国家行政法院提起诉讼。(3) Kota Banjarbaru土地办公室提出的解决方案和建议是在土地办公室和村级实施计算机化土地登记和良好的土地管理系统。关键词:重叠,证书,自由产权。Intisari:本研究旨在确定导致新班加诺市土地办公室土地所有权证书增加的因素,以及土地办公室采取的策略。本研究为实证研究。数据收集是通过文献研究和访谈进行的实地数据收集。使用定性方法对收集的数据进行分析。结果表明:(1)Banjarnew市土地办公室土地所有权证书增加的原因是:农场办公室没有按照程序和适用法律的规则执行任务,农场办公室没有完整的登记地图,申请人在城市以外的受污染的土地上,申请人不了解他们的土地限制。(2) 通过以下方式解决问题:结婚、研究、现状预防、新的班贾马辛市土地办公室在实地撤销决定书以及起诉班贾马辛州企业法院。(3) 农场办公室提出的解决方案和建议是通过土地登记地图电脑化计划、土地登记管理局、与土地信息相关的农村管理局。关键词:转让,证书,财产。
{"title":"Masalah Tumpang Tindih Sertipikat Hak Milik atas Tanah di Kota Banjarbaru (Putusan nomor: 24/G/2014/PTUN.BJM)","authors":"Anggiat Perdamean Parsaulian, Sudjito","doi":"10.31292/JB.V5I1.324","DOIUrl":"https://doi.org/10.31292/JB.V5I1.324","url":null,"abstract":"Abstract: This research aims to identify the factors causing overlapping of land certificates in Land Office of Banjarbaru and the strategy of the office to resolve it. This research is an empirical research. Data collection was conducted through literature study and field study through interviews. The data was analyzed using qualitative method. The results show that: (1) The causes of overlapping of certificate in Kota Banjarbaru are: Land office did not carried out the certification process based on the procedures written on laws and regulations, lack of registration map as a base map, the owner (the applicant) does not life in the same area with the location of the parcel, and lack of awareness of the applicant regarding to land boundaries. (2) The problems were tackled by: grievence mechanism, research, prevention of mutation, revoke the decree and submit lawsuit to the State Administrative Court. (3)The solution and recommendation giving by Land Office of Kota Banjarbaru are the implementation of computerized land registration and good land administration system at land office level and village level.Keyword: overlapping, certificate, freehold title.Intisari: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab tumpang tindih sertipikat hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Banjarbaru, serta strategi penyelesaian yang dilakukan Kantor Pertanahan. Penelitian ini merupakan penelitian empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur dan pengumpulan data di lapangan melalui wawancara. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Faktor penyebab terjadinya tumpang tindih sertipikat hak milik atas tanah pada Kantor Pertanahan Kota Banjarbaru yaitu: Kantor pertanahan tidak menjalankan tugas sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kantor pertanahan belum memiliki peta pendaftaran yang lengkap, pemohon berdomisili di luar kota dari tanah yang disengketakan, pemohon kurang memahami letak batas tanah miliknya.(2) Penyelesaian masalah dilakukan dengan cara: pengaduan, penelitian, pencegahan mutasi (status-quo), pencabutan Surat Keputusan di Bidang Pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kota Banjarbaru dan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Banjarmasin. (3) Solusi dan rekomendasi yang diberikan oleh kantor pertanahan adalah melalui program komputerisasi peta pendaftaran tanah, tertib administrasi pendaftaran tanah, tertib administrasi desa berkaitan dengan informasi tanah.Kata Kunci: tumpang tindih, sertipikat, hak milik.","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48336116","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract: The construction was the one of the realization of human rights, including the role of infrastructure development which was need the land. The implication was the land procurement for the public interest that have an impact on the improvement of agrarian conflicts, especially influenced by the damages assessed factors not yet viable and fair. This research was conducted to describe (1) how regulatory aspects in law number 2 of 2012 that govern the land procurement in formulating viable and fair criteria, and (2) how the assessment was conducted by the appraisal (The office of Public Assesor Agent), was given the authority to conduct an assessment of attributive replace losses seen in the perspective of human rights. This study uses qualitative methods. Primary data collection was done by interviews directed and secondary data was sourced from a variety of literature. The results of this research was the regulation of viable and equitable damages in law number 2, of 2012 was still unclear the message and in accordance with human rights norms. This was the case in the assessment aspect of damages has not been standard. This discrepancy has to do with the essence of viable and equitable reimbursement for items that have a restoration effort in school victims both material and immaterial, to rise up and to fulfill their right.Keywords: Land acquisition, infrastructure development, compensation, human rights, Indonesia.Intisari: Pembangunan merupakan perwujudan hak asasi manusia, termasuk pembangunan infrastruktur yang membutuhkan tanah. Implikasinya pengadaan tanah bagi kepentingan umum berdampak pada peningkatan konflik agraria, terutama dipengaruhi faktor ganti kerugian yang dinilai belum layak dan adil. Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan (1) bagaimana aspek regulasi dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 yang mengatur pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum terkait rumusan kriteria layak dan adil, dan (2) bagaimana penilaian dilakukan oleh appraisal Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang diberikan kewenangan atributif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara terarah dan data sekunder bersumber dari berbagai literatur. Hasil penelitian ini menunjukan regulasi ganti kerugian layak dan adil dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 belum jelas kriterianya dan sesuai dengan norma hak asasi manusia. Demikian halnya dalam aspek penilaian ganti kerugian belum ada standar dan instrumen baku. Ketidaksesuaian ini berkaitan dengan esensi layak dan adil yang memiliki unsur penggantian untuk upaya pemulihan korban terdampak baik, bersifat material dan imaterial agar mampu bangkit dan terpenuhi hak asasinya.Kata kunci: Pengadaan tanah, pembangunan infrastruktur, ganti kerugian, HAM, Indonesia.
{"title":"Penilaian Ganti Kerugian dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum: Perspektif HAM","authors":"Agus Suntoro","doi":"10.31292/JB.V5I1.316","DOIUrl":"https://doi.org/10.31292/JB.V5I1.316","url":null,"abstract":"Abstract: The construction was the one of the realization of human rights, including the role of infrastructure development which was need the land. The implication was the land procurement for the public interest that have an impact on the improvement of agrarian conflicts, especially influenced by the damages assessed factors not yet viable and fair. This research was conducted to describe (1) how regulatory aspects in law number 2 of 2012 that govern the land procurement in formulating viable and fair criteria, and (2) how the assessment was conducted by the appraisal (The office of Public Assesor Agent), was given the authority to conduct an assessment of attributive replace losses seen in the perspective of human rights. This study uses qualitative methods. Primary data collection was done by interviews directed and secondary data was sourced from a variety of literature. The results of this research was the regulation of viable and equitable damages in law number 2, of 2012 was still unclear the message and in accordance with human rights norms. This was the case in the assessment aspect of damages has not been standard. This discrepancy has to do with the essence of viable and equitable reimbursement for items that have a restoration effort in school victims both material and immaterial, to rise up and to fulfill their right.Keywords: Land acquisition, infrastructure development, compensation, human rights, Indonesia.Intisari: Pembangunan merupakan perwujudan hak asasi manusia, termasuk pembangunan infrastruktur yang membutuhkan tanah. Implikasinya pengadaan tanah bagi kepentingan umum berdampak pada peningkatan konflik agraria, terutama dipengaruhi faktor ganti kerugian yang dinilai belum layak dan adil. Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan (1) bagaimana aspek regulasi dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 yang mengatur pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum terkait rumusan kriteria layak dan adil, dan (2) bagaimana penilaian dilakukan oleh appraisal Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang diberikan kewenangan atributif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara terarah dan data sekunder bersumber dari berbagai literatur. Hasil penelitian ini menunjukan regulasi ganti kerugian layak dan adil dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 belum jelas kriterianya dan sesuai dengan norma hak asasi manusia. Demikian halnya dalam aspek penilaian ganti kerugian belum ada standar dan instrumen baku. Ketidaksesuaian ini berkaitan dengan esensi layak dan adil yang memiliki unsur penggantian untuk upaya pemulihan korban terdampak baik, bersifat material dan imaterial agar mampu bangkit dan terpenuhi hak asasinya.Kata kunci: Pengadaan tanah, pembangunan infrastruktur, ganti kerugian, HAM, Indonesia.","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46875229","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}