ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan, tugas dan fungsi Badan Bank Tanah sebagai badan khusus (sui generis) yang mengelola tanah dimana kekayaannya dipisahkan dari kekayaan negara yang memiliki fungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan dan pendistribusian tanah. Metodologi penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan analisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa Badan Bank Tanah dibentuk untuk melengkapi kelembagaan pertanahan di Indonesia, sebab selama ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional hanya berkedudukan sebagai land regulator. Padahal disisi lain negara memerlukan Badan Bank Tanah yang juga berfungsi sebagai land manager yang dapat menata dan mengelola keseluruhan aset yang dimilikinya untuk kepentingan masyarakat dengan tetap menerapkan konsep ekonomi berkeadilan dalam wujud kegiatan pendistribusian tanah. Dimana kegiatan tersebut harus bersifat proposional yang memiliki keberpihakan kepada kelompok yang lemah posisinya, baik secara ekonomi, politik dan sosial yang dalam hal ini subjek sasaran dari kegiatan tersebut lebih mengedepankan pemerataan kepada petani miskin dan petani penggarap yang tidak memiliki tanah sehingga tujuan pemerintah dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan melalui Badan Bank Tanah dapat tercapai. Kata Kunci : Dikotomi, Bank Tanah, Sui Generis. ABSTRACT This study aims to determine the position, duties and functions of the Land Banking Agency as a special agency (sui generis) that manages land where its wealth is separated from state assets which has the function of carrying out planning, acquisition, procurement, management, utilization and distribution of land. The legal research methodology used in this research is the statutory regulation approach and the analytical approach. The results showed that the Land Banking Agency was formed to complement land institutions in Indonesia, because so far the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency only served as a land regulator. Whereas on the other side, the state needs a Land Banking Agency which also functions as a land manager who can organize and manage all of its assets for the benefit of the community while still applying the concept of an equitable economy as in the land distribution activities. Where these activities must be proportional and take sides with groups whose positions are weak, both economically, politically and socially, in this case the target subject of these activities prioritizes equality for poor farmers and sharecroppers who do not own land so that the government's goal in sustainable economics development through the Land Banking Agency can be achieved. Keywords: Dichotomy, Land Banking Agency, Sui Generis.
本研究旨在确定银行作为一个特殊机构(sui generis)管理其土地的地位、职责和职能,该机构的财富将其与国家的财富分开,这些国家的财富具有管理计划、收购、采购、管理、利用和分配土地的功能。本研究采用的法律研究方法是法律法规和分析方法。研究结果表明,这些土地银行机构是为了补充印尼的土地管理制度而成立的,因为在这些日子里,国家农业和布局/土地监管机构只担任土地调制者。但在国家的另一方面,它需要一个土地银行机构,它也是一个土地管理机构,能够通过不断地将公平经济的概念应用于土地分配,来组织和管理其为人民利益所拥有的全部资产。活动比例应该具有的立场对弱者的地位,无论是在经济上,小组在这方面的政治和社会活动的目标对象更把分配给贫穷的农民和没有土地的佃农,以至于政府可持续的经济发展的目的是通过银行机构可以实现的土地。关键词:二分法,土地银行,隋Generis。将这项研究与确定其位置、土地银行机构(独特机构)的职责进行对比,即其财富与国家资产分离的地方,其功能包括筹资、资产分配、管理、公用事业和土地分配。这项研究中使用的法律研究方法是法律法规批准和分析批准。支持者表示,土地银行机构被要求在印度尼西亚建立一个完整的土地机构,因为在如此遥远的国家土地规划部门中,国家土地机构只提供作为一个土地调控者。在美国的另一边,国家需要一个土地银行机构,作为一个可以组织并管理其社区资产的土地经理,而仍然应用其在陆地分配活动中的平衡经济的概念。这些活动一定proportional和带sides去哪里集团一个阵地是软弱的,两者economically,政治和socially目标科目》在这个案例,这些活动为可怜的农民prioritizes平等权利和sharecroppers那个《政府不要自己的土地,所以谁进球在可持续经济发展情报机构可以成为achieved穿过土地银行。chochotomy, Land Banking Agency,隋Generis。
{"title":"Analisis Terhadap Kritik Atas Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Badan Bank Tanah sebagai Lembaga Sui Generis","authors":"Danang Adi Nugraha, Afden Mahyeda","doi":"10.53686/jp.v12i1.137","DOIUrl":"https://doi.org/10.53686/jp.v12i1.137","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan, tugas dan fungsi Badan Bank Tanah sebagai badan khusus (sui generis) yang mengelola tanah dimana kekayaannya dipisahkan dari kekayaan negara yang memiliki fungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan dan pendistribusian tanah. Metodologi penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan analisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa Badan Bank Tanah dibentuk untuk melengkapi kelembagaan pertanahan di Indonesia, sebab selama ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional hanya berkedudukan sebagai land regulator. Padahal disisi lain negara memerlukan Badan Bank Tanah yang juga berfungsi sebagai land manager yang dapat menata dan mengelola keseluruhan aset yang dimilikinya untuk kepentingan masyarakat dengan tetap menerapkan konsep ekonomi berkeadilan dalam wujud kegiatan pendistribusian tanah. Dimana kegiatan tersebut harus bersifat proposional yang memiliki keberpihakan kepada kelompok yang lemah posisinya, baik secara ekonomi, politik dan sosial yang dalam hal ini subjek sasaran dari kegiatan tersebut lebih mengedepankan pemerataan kepada petani miskin dan petani penggarap yang tidak memiliki tanah sehingga tujuan pemerintah dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan melalui Badan Bank Tanah dapat tercapai. \u0000Kata Kunci : Dikotomi, Bank Tanah, Sui Generis. \u0000ABSTRACT \u0000This study aims to determine the position, duties and functions of the Land Banking Agency as a special agency (sui generis) that manages land where its wealth is separated from state assets which has the function of carrying out planning, acquisition, procurement, management, utilization and distribution of land. The legal research methodology used in this research is the statutory regulation approach and the analytical approach. The results showed that the Land Banking Agency was formed to complement land institutions in Indonesia, because so far the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency only served as a land regulator. Whereas on the other side, the state needs a Land Banking Agency which also functions as a land manager who can organize and manage all of its assets for the benefit of the community while still applying the concept of an equitable economy as in the land distribution activities. Where these activities must be proportional and take sides with groups whose positions are weak, both economically, politically and socially, in this case the target subject of these activities prioritizes equality for poor farmers and sharecroppers who do not own land so that the government's goal in sustainable economics development through the Land Banking Agency can be achieved. \u0000Keywords: Dichotomy, Land Banking Agency, Sui Generis.","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":"10 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84027633","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRAKPelaksanaan pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) diinisiasikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mempercepat pelaksanaan pendaftaran tanah demi mewujudkan target 126 (seratus dua puluh enam) juta tanah bersertipikat di Indonesia. Kabupaten Bantul sebagai salah satu daerah yang melaksanakan kegiatan PTSL memiliki problematika permasalahan yang unik dibandingkan daerah lainnya. Permasalahan tersebut adalah adanya tumpang tindih bidang lahan antara masyarakat dengan Kasultanan Yogyakarta. Permasalahan tersebut timbul karena adanya pluralisme hukum pertanahan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pola penyelesaian terbaik dari permasalahan tumpang tindih bidang lahan antara masyarakat dengan Kasultanan Yogyakarta. Tulisan ini menggunakan metode penelitian normatif-empiris dengan pendekatan perundang-undangan, historis, dan sosiologis. Kesimpulan dari tulisan ini adalah terdapat alternatif-alternatif pola penyelesaian berkaitan dengan permasalahan tumpang tindih bidang lahan antara masyarakat dengan Kasultanan Yogyakarta. Pertama, terhadap bidang tanah dimana masyarakat dapat membuktikan secara kuat kepemilikan bidang tanah tersebut, pelaksanaan PTSL dapat dilanjutkan kepada masyarakat. Kedua, terhadap bidang tanah dimana masyarakat tidak dapat membuktikan kepemilikan bidang tanah tersebut, bidang tanah tersebut menjadi milik Kasultanan dan didaftarkan menjadi sultan ground. Ketiga, masyarakat masih dapat melakukan pengelolaan dan pemanfaatan tanah yang telah didaftarkan menjadi sultan ground dengan melakukan permohononan pengelolaan dan pemanfaatan sultan ground (serat kekancingan). kata kunci: pendaftaran tanah, sultan ground, hukum agraria ABSTRACTThe Implementation of Complete Systematic Land Registration (PTSL) was initiated by the government to accelerate land registration in order to realize the target of 126 (one hundred and twenty six) million certified lands in Indonesia. Compared to other regions that implement PTSL, Bantul Regency has a unique problem. The problem is the overlapping of land parcels between the Bantul Regency’s residents and the Yogyakarta Sultanate. This problem arises because of the pluralism of land law in the Special Region of Yogyakarta (DIY). This paper aims to find out the best pattern for solving the problem of overlapping land parcels between the residents and the Yogyakarta Sultanate. This paper uses a normative-empirical research method with a statutory, historical, and sociological approach. The conclusion of this paper is that there are alternative settlement patterns to cope with this problem. First, for parcels of land where the resident can strongly prove ownership of the land parcels, the implementation of PTSL can be continued to the resident. Second, for plots of land where the resident cannot prove ownership of the plots of land, the land parcels become the property of the Sultanate and then registered as sultan grounds. Third, the residents can still
{"title":"Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih Bidang Tanah Masyarakat dengan Tanah Kasultanan di Kabupaten Bantul","authors":"Rizqullah Abimanyu","doi":"10.53686/jp.v12i1.155","DOIUrl":"https://doi.org/10.53686/jp.v12i1.155","url":null,"abstract":"ABSTRAKPelaksanaan pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) diinisiasikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mempercepat pelaksanaan pendaftaran tanah demi mewujudkan target 126 (seratus dua puluh enam) juta tanah bersertipikat di Indonesia. Kabupaten Bantul sebagai salah satu daerah yang melaksanakan kegiatan PTSL memiliki problematika permasalahan yang unik dibandingkan daerah lainnya. Permasalahan tersebut adalah adanya tumpang tindih bidang lahan antara masyarakat dengan Kasultanan Yogyakarta. Permasalahan tersebut timbul karena adanya pluralisme hukum pertanahan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pola penyelesaian terbaik dari permasalahan tumpang tindih bidang lahan antara masyarakat dengan Kasultanan Yogyakarta. Tulisan ini menggunakan metode penelitian normatif-empiris dengan pendekatan perundang-undangan, historis, dan sosiologis. Kesimpulan dari tulisan ini adalah terdapat alternatif-alternatif pola penyelesaian berkaitan dengan permasalahan tumpang tindih bidang lahan antara masyarakat dengan Kasultanan Yogyakarta. Pertama, terhadap bidang tanah dimana masyarakat dapat membuktikan secara kuat kepemilikan bidang tanah tersebut, pelaksanaan PTSL dapat dilanjutkan kepada masyarakat. Kedua, terhadap bidang tanah dimana masyarakat tidak dapat membuktikan kepemilikan bidang tanah tersebut, bidang tanah tersebut menjadi milik Kasultanan dan didaftarkan menjadi sultan ground. Ketiga, masyarakat masih dapat melakukan pengelolaan dan pemanfaatan tanah yang telah didaftarkan menjadi sultan ground dengan melakukan permohononan pengelolaan dan pemanfaatan sultan ground (serat kekancingan). kata kunci: pendaftaran tanah, sultan ground, hukum agraria\u0000ABSTRACTThe Implementation of Complete Systematic Land Registration (PTSL) was initiated by the government to accelerate land registration in order to realize the target of 126 (one hundred and twenty six) million certified lands in Indonesia. Compared to other regions that implement PTSL, Bantul Regency has a unique problem. The problem is the overlapping of land parcels between the Bantul Regency’s residents and the Yogyakarta Sultanate. This problem arises because of the pluralism of land law in the Special Region of Yogyakarta (DIY). This paper aims to find out the best pattern for solving the problem of overlapping land parcels between the residents and the Yogyakarta Sultanate. This paper uses a normative-empirical research method with a statutory, historical, and sociological approach. The conclusion of this paper is that there are alternative settlement patterns to cope with this problem. First, for parcels of land where the resident can strongly prove ownership of the land parcels, the implementation of PTSL can be continued to the resident. Second, for plots of land where the resident cannot prove ownership of the plots of land, the land parcels become the property of the Sultanate and then registered as sultan grounds. Third, the residents can still","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":"17 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"88329485","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Margaretha Elya Lim Putraningtyas, L. Heliani, N. Widjajanti
Abstrak Representasi sistem kadaster 3D membutuhkan kerangka teknis dalam hal ketelitian posisi dan syarat-syarat teknis. Sistem tinggi yang mempunyai georeferensi pada sistem koordinat horizontal dan vertikal tertentu dapat menentukan lokasi properti dan hubungan geometrik model kadaster 3D. Salah satu solusi alternatif penentuan sistem koordinat vertikal adalah menggunakan tinggi ortometrik yang diikatkan pada sistem tinggi nasional. Seiring dengan perkembangan kadaster 3D dalam beberapa dekade terakhir, berkembang juga teknologi termasuk akuisisi data kadaster 3D, validasi data, dan visualisasi data untuk memenuhi kebutuhan dasar kadaster 3D. Pengukuran objek kadaster 3D secara teliti, baik secara horizontal dan vertikal didukung oleh teknologi pengukuran yang berkembang sangat pesat, seperti GNSS CORS dan laser scanner. Tujuan penyusunan makalah ini adalah menyediakan data kadaster 3D dalam membangun sistem kadaster digital, validasi, dan pemodelan kadaster 3D. Kadaster 3D direpresentasikan menggunakan sistem tinggi ortometrik yang dihasilkan oleh teknologi GNSS CORS dalam tinggi elipsoid. Objek kadaster penelitian adalah Rusunawa Gemawang 2 dan Apartemen Student Park yang mewakili objek rumah susun. Proses georeferensi Rusunawa Gemawang 2 menghasilkan RMSE georeferensi minimum 0,008 m dan maksimum 0,017 m, sementara Apartement Student Park menghasilkan RMSE minimum 0,007 m dan maksimum 0,020 m. Model kadaster 3D divisualisasikan dalam bentuk ruang di tiap-tiap level dan memberikan gambaran geometrik 3D. Konversi tinggi dari tinggi elipsoid menjadi ortometrik merupakan salah satu tantangan dalam representasi kadaster 3D di Indonesia. ABSTRACT The representation of the 3D cadastral system requires a technical framework in terms of positional precision and technical requirements. Height systems that have georeference in certain horizontal and vertical coordinate systems can determine the location of properties and geometric relationships cadastre model. One alternative solution for determining the vertical coordinate system is to use an orthometric height tied to the national height system. Along with the development of the 3D cadastre in the last few decades, technology has also evolved including 3D cadastral data acquisition, data validation, and data visualization to meet the basic needs of the 3D cadastre. The meticulous measurement of 3D cadastral objects, both horizontally and vertically, is supported by rapidly developing measurement technologies, such as GNSS CORS and laser scanners. The purpose of this paper is to provide 3D cadastral data in building a digital cadastral system, validation, and 3D cadastral modeling. The 3D cadastre is represented using the orthometric height system generated by GNSS CORS technology using the elipsoid height. The object of the research cadastre is Rusunawa Gemawang 2 and Student Park Apartment which represent the apartment object. The georeferenced process of Rusunawa Gemawang 2 produces a minimum
{"title":"Implementasi Data Tinggi Global Navigation Satellite System (GNSS) Continuously Operating Reference Stations (CORS) dalam Pengembangan Kadaster 3 Dimensi (3D) di Indonesia","authors":"Margaretha Elya Lim Putraningtyas, L. Heliani, N. Widjajanti","doi":"10.53686/jp.v12i1.128","DOIUrl":"https://doi.org/10.53686/jp.v12i1.128","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Representasi sistem kadaster 3D membutuhkan kerangka teknis dalam hal ketelitian posisi dan syarat-syarat teknis. Sistem tinggi yang mempunyai georeferensi pada sistem koordinat horizontal dan vertikal tertentu dapat menentukan lokasi properti dan hubungan geometrik model kadaster 3D. Salah satu solusi alternatif penentuan sistem koordinat vertikal adalah menggunakan tinggi ortometrik yang diikatkan pada sistem tinggi nasional. Seiring dengan perkembangan kadaster 3D dalam beberapa dekade terakhir, berkembang juga teknologi termasuk akuisisi data kadaster 3D, validasi data, dan visualisasi data untuk memenuhi kebutuhan dasar kadaster 3D. Pengukuran objek kadaster 3D secara teliti, baik secara horizontal dan vertikal didukung oleh teknologi pengukuran yang berkembang sangat pesat, seperti GNSS CORS dan laser scanner. Tujuan penyusunan makalah ini adalah menyediakan data kadaster 3D dalam membangun sistem kadaster digital, validasi, dan pemodelan kadaster 3D. Kadaster 3D direpresentasikan menggunakan sistem tinggi ortometrik yang dihasilkan oleh teknologi GNSS CORS dalam tinggi elipsoid. Objek kadaster penelitian adalah Rusunawa Gemawang 2 dan Apartemen Student Park yang mewakili objek rumah susun. Proses georeferensi Rusunawa Gemawang 2 menghasilkan RMSE georeferensi minimum 0,008 m dan maksimum 0,017 m, sementara Apartement Student Park menghasilkan RMSE minimum 0,007 m dan maksimum 0,020 m. Model kadaster 3D divisualisasikan dalam bentuk ruang di tiap-tiap level dan memberikan gambaran geometrik 3D. Konversi tinggi dari tinggi elipsoid menjadi ortometrik merupakan salah satu tantangan dalam representasi kadaster 3D di Indonesia. \u0000ABSTRACT \u0000 The representation of the 3D cadastral system requires a technical framework in terms of positional precision and technical requirements. Height systems that have georeference in certain horizontal and vertical coordinate systems can determine the location of properties and geometric relationships cadastre model. One alternative solution for determining the vertical coordinate system is to use an orthometric height tied to the national height system. Along with the development of the 3D cadastre in the last few decades, technology has also evolved including 3D cadastral data acquisition, data validation, and data visualization to meet the basic needs of the 3D cadastre. The meticulous measurement of 3D cadastral objects, both horizontally and vertically, is supported by rapidly developing measurement technologies, such as GNSS CORS and laser scanners. The purpose of this paper is to provide 3D cadastral data in building a digital cadastral system, validation, and 3D cadastral modeling. The 3D cadastre is represented using the orthometric height system generated by GNSS CORS technology using the elipsoid height. The object of the research cadastre is Rusunawa Gemawang 2 and Student Park Apartment which represent the apartment object. The georeferenced process of Rusunawa Gemawang 2 produces a minimum","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":"11 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73556814","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRAK Ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan atribusi kepada Pemerintah untuk melakukan penguasaan terhadap hak atas tanah, khususnya dalam pembangunan untuk kepentingan umum. Pengaturan ini diejawantahkan pula dalam ikhwal pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum di Ibu Kota Nusantara (IKN) melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU3 /2022). Permasalahan hukum kemudian timbul ketika frasa kepentingan umum yang diatur di dalamnya tidak dijabarkan secara komprehensif dan berimplikasi pada tidak terunifikasinya penafsiran hukum pertanahan dalam pelaksanaannya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan usulan langkah penjaminan kepastian hukum atas frasa kepentingan umum dalam tahapan perolehan tanah di IKN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini pada dasarnya menghasilkan dua kesimpulan yakni (1) pengaturan norma hukum dari frasa kepentingan umum dalam tahapan perolehan tanah oleh Otorita IKN yang mengacu pada ketentuan di luar UU 3/2022 memiliki kecenderungan subjektif (2) diperlukan langkah teknis dan langkah substantif untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas frasa kepentingan umum dalam tahapan perolehan tanah oleh Otorita IKN. ABSTRACT One of the goals of the state contained in the fourth paragraph of the Preamble to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is to promote public welfare and one of them is through the act of controlling the state as referred to in Article 33 paragraph (3) of the Constitution of the Republic of Indonesia. Indonesia in 1945 which was later revealed in the land sector, namely through state control of land rights in carrying out development activities for the public interest. This is also applied in the construction of various infrastructures for the public interest in the Nusantara Capital City Authority (IKN). The method used in this research is a normative research method with a statutory approach and a conceptual approach. This research basically produces two conclusions, namely the regulation of legal norms from the phrase public interest in the stage of land acquisition by the IKN Authority which also refers to various provisions of laws and regulations in the land sector that have been in force previously and it is necessary to take technical steps and substantive steps to be able to provide guarantee of legal certainty over the phrase of public interest in the stage of land acquisition by the IKN Authority.
1945年《印度尼西亚共和国宪法》(3)第33条规定,规定政府对土地权利进行占有,特别是在公共利益建设方面。根据《国家首都第三号法》(UU3 /2022),这项安排还在首都努桑塔拉(IKN)的公共基础设施建设中得到了修订。后来,当其中所列的公共利益短语没有得到全面的阐述,并暗示对其执行土地法律的不受约束的解释时,法律问题就出现了。本研究的目的是在IKN获得土地的过程中,对共同利益短语提供一种法律保证措施。本研究采用的方法是规范研究方法,采用法律法规和概念方法。这项研究基本上产生两个结论,即(1)公共利益的法律规范设置短语IKN部门获得土地的阶段,指的是3/2022安全法外面有主观的倾向(2)必要的技术性和实质性一步一步来保障公共利益法律上的确定性短语IKN部门获得土地的阶段。ABSTRACTOne of state university有趣》和《目标》第四Preamble另起》《1945年宪法》是印尼共和国to promote公共福利和他们的一号法案》是通过33条控制美国州立referred to》文章的第(3)段印尼共和国宪法》。1945年,印度尼西亚于稍后在陆地地区公布,通过国家人权控制的国家人权为公众利益促进发展。它还应用于Nusantara资本城市管理局(IKN)中各种基础设施的建设。在这项研究中使用的方法是一种标准研究方法,有制裁和不合理的同意。这个研究基本上produces regulation)》两个conclusions, namely合法诺米从《短语公共利益》和《IKN舞台的土地收购由管理局也无关紧要refers to不同provisions of理论;and regulations) in the land那已被原in previously区是有必要去带技术台阶和substantive steps to be able to。保证合法certainty完毕的短语of public利益》《IKN舞台的土地收购由管理局。
{"title":"Kepastian Hukum Atas Konsep Kepentingan Umum dalam Tahapan Perolehan Tanah oleh Otorita Ibu Kota Nusantara","authors":"K. Pratama","doi":"10.53686/jp.v12i1.174","DOIUrl":"https://doi.org/10.53686/jp.v12i1.174","url":null,"abstract":"ABSTRAK\u0000Ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan atribusi kepada Pemerintah untuk melakukan penguasaan terhadap hak atas tanah, khususnya dalam pembangunan untuk kepentingan umum. Pengaturan ini diejawantahkan pula dalam ikhwal pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum di Ibu Kota Nusantara (IKN) melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU3 /2022). Permasalahan hukum kemudian timbul ketika frasa kepentingan umum yang diatur di dalamnya tidak dijabarkan secara komprehensif dan berimplikasi pada tidak terunifikasinya penafsiran hukum pertanahan dalam pelaksanaannya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan usulan langkah penjaminan kepastian hukum atas frasa kepentingan umum dalam tahapan perolehan tanah di IKN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini pada dasarnya menghasilkan dua kesimpulan yakni (1) pengaturan norma hukum dari frasa kepentingan umum dalam tahapan perolehan tanah oleh Otorita IKN yang mengacu pada ketentuan di luar UU 3/2022 memiliki kecenderungan subjektif (2) diperlukan langkah teknis dan langkah substantif untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas frasa kepentingan umum dalam tahapan perolehan tanah oleh Otorita IKN.\u0000ABSTRACT\u0000One of the goals of the state contained in the fourth paragraph of the Preamble to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is to promote public welfare and one of them is through the act of controlling the state as referred to in Article 33 paragraph (3) of the Constitution of the Republic of Indonesia. Indonesia in 1945 which was later revealed in the land sector, namely through state control of land rights in carrying out development activities for the public interest. This is also applied in the construction of various infrastructures for the public interest in the Nusantara Capital City Authority (IKN). The method used in this research is a normative research method with a statutory approach and a conceptual approach. This research basically produces two conclusions, namely the regulation of legal norms from the phrase public interest in the stage of land acquisition by the IKN Authority which also refers to various provisions of laws and regulations in the land sector that have been in force previously and it is necessary to take technical steps and substantive steps to be able to provide guarantee of legal certainty over the phrase of public interest in the stage of land acquisition by the IKN Authority.","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":"19 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85270472","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRAK Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah salah satu kewajiban negara guna menjamin pemberian tempat tinggal yang layak bagi masyarakat, serta penyediaan lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menyediakan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, baik itu rumah tapak maupun rumah susun. Tidak hanya untuk Warga Negara Indonesia (“WNI”), Pemerintah juga harus menjamin aspek keamanan dan kenyamanan orang asing yang berkedudukan di Indonesia, salah satunya pada aspek properti sebagai hunian bagi orang asing. Untuk maksud di atas, Pemerintah perlu dan penting memerhatikan aspek lainnya, yakni asas, norma dan ketentuan yang membatasi atau bahkan mendasari aspek kepemilikan properti di Indonesia. Dalam karya ilmiah ini, yang hendak Penulis capai adalah apakah pelonggaran kepemilikan properti bagi orang asing di Indonesia telah mengganggu keseimbangan kepentingan antara pemangku kepentingan yang ada, yakni orang asing sebagai target yang dituju maupun dengan WNI itu sendiri. Pelonggaran kepemilikan properti bagi orang asing di Indonesia, menurut hemat Penulis, menimbulkan pro dan kontra bukan hanya dari praktisi dan akademisi, tetapi juga oleh pejabat instansi yang berwenang memberikan hak dimaksud. Oleh karena itu, karya ilmiah ini menggunakan metode yuridis normatif dengan mengambil suatu kesimpulan khusus dari suatu keadaan tertentu (deduksi), untuk mengetahui dengan terang mengenai masalah yang dihadapi oleh pengembang dalam melaksanakan usaha penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat. Kata Kunci: properti, tempat tinggal, orang asing ABSTRACT The implementation of housing and settlement areas is one of the obligations of the state to ensure the provision of adequate residence for the community, as well as the provision of a healthy, safe, harmonious and sustainable environment. Therefore, the state is responsible to provide easy access to housing for the community through the implementation of housing and settlement areas, both landed house and condominium. Not only for Indonesian citizens, the Government must also ensure the security and comfort aspects for foreigners domiciled in Indonesia, one of which is in the aspect of residence for foreigners. For the above purposes, it is necessary and important for the Government to pay attention to other aspects, namely the principles, norms and provisions that limit or even underlie aspects of property ownership in Indonesia. In this scientific paper, what the Author wants to achieve is whether the loosening of property ownership for foreigners in Indonesia has disrupted the balance of interests between existing stakeholders, namely foreigners as the intended target and with Indonesian citizens themselves. The loosening of property ownership for foreigners in Indonesia, in Author’s view, has been raised pros and cons not only from pract
{"title":"Kepemilikan Properti Bagi Orang Asing di Indonesia: Angin Segar Bagi Pengembang dan Konflik Keseimbangan Kepentingan","authors":"Adrian Fernando Simangunsong","doi":"10.53686/jp.v12i1.142","DOIUrl":"https://doi.org/10.53686/jp.v12i1.142","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah salah satu kewajiban negara guna menjamin pemberian tempat tinggal yang layak bagi masyarakat, serta penyediaan lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menyediakan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, baik itu rumah tapak maupun rumah susun. Tidak hanya untuk Warga Negara Indonesia (“WNI”), Pemerintah juga harus menjamin aspek keamanan dan kenyamanan orang asing yang berkedudukan di Indonesia, salah satunya pada aspek properti sebagai hunian bagi orang asing. Untuk maksud di atas, Pemerintah perlu dan penting memerhatikan aspek lainnya, yakni asas, norma dan ketentuan yang membatasi atau bahkan mendasari aspek kepemilikan properti di Indonesia. Dalam karya ilmiah ini, yang hendak Penulis capai adalah apakah pelonggaran kepemilikan properti bagi orang asing di Indonesia telah mengganggu keseimbangan kepentingan antara pemangku kepentingan yang ada, yakni orang asing sebagai target yang dituju maupun dengan WNI itu sendiri. Pelonggaran kepemilikan properti bagi orang asing di Indonesia, menurut hemat Penulis, menimbulkan pro dan kontra bukan hanya dari praktisi dan akademisi, tetapi juga oleh pejabat instansi yang berwenang memberikan hak dimaksud. Oleh karena itu, karya ilmiah ini menggunakan metode yuridis normatif dengan mengambil suatu kesimpulan khusus dari suatu keadaan tertentu (deduksi), untuk mengetahui dengan terang mengenai masalah yang dihadapi oleh pengembang dalam melaksanakan usaha penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat. \u0000Kata Kunci: properti, tempat tinggal, orang asing \u0000 \u0000ABSTRACT \u0000The implementation of housing and settlement areas is one of the obligations of the state to ensure the provision of adequate residence for the community, as well as the provision of a healthy, safe, harmonious and sustainable environment. Therefore, the state is responsible to provide easy access to housing for the community through the implementation of housing and settlement areas, both landed house and condominium. Not only for Indonesian citizens, the Government must also ensure the security and comfort aspects for foreigners domiciled in Indonesia, one of which is in the aspect of residence for foreigners. For the above purposes, it is necessary and important for the Government to pay attention to other aspects, namely the principles, norms and provisions that limit or even underlie aspects of property ownership in Indonesia. In this scientific paper, what the Author wants to achieve is whether the loosening of property ownership for foreigners in Indonesia has disrupted the balance of interests between existing stakeholders, namely foreigners as the intended target and with Indonesian citizens themselves. The loosening of property ownership for foreigners in Indonesia, in Author’s view, has been raised pros and cons not only from pract","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":"11 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90377278","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRACT Creating an understanding between the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency and related stakeholders to the community who will be the object of agrarian reform is the objectives of this research. The priorities among the SWOT components were carefully evaluated using a quantitative AHP-based SWOT analysis. SWOT aspects are used in this study, and a pairwise comparison technique and Focus Group Discussion (FGD). This study uses SWOT elements and Focus Group Discussion (FGD) pairwise comparison technique. The results of the comparison matrix show that the internal factor with the highest strength score is that agrarian reform can provide solutions to land problems, and the weakness is the absence or lack of assistance regarding agrarian reform activities. In contrast, the external factors with the highest opportunities and threats are the budget allocation for agrarian reform activities and the lack of public enthusiasm for implementing agrarian reform. So, that to overcome this, several strategies are carried out, namely conducting pre-surveys related to potential locations that are used as objects with approaches and counseling to the community to create public understanding of agrarian reform. In addition, carry out long-term planning and analyze potential data and problems faced during the program. Keywords: Agrarian Reform, Strategy, A’WOT (AHP and SWOT) ABSTRAK Memahami tujuan reforma agraria dalam mensukseskan kegiatan reforma agraria dan strategi pelaksanaan reforma agraria sehingga tercipta kesepahaman antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan stakeholders terkait dengan masyarakat yang akan menjadi objek reforma agrarian adalah tujuan dari penelitian ini. Analisis SWOT berbasis AHP kuantitatif digunakan dalam penelitian ini untuk mengevaluasi secara sistematis prioritas di antara komponen-komponen SWOT. Penelitian ini menggunakan metode Teknik perbandingan berpasangan dari elemen SWOT dan Focus Group Discussion (FGD). Hasil matriks perbandingan menunjukkan bahwa pada faktor internal dengan skor kekuatan tertinggi adalah reforma agraria mampu memberikan solusi permasalahan pertanahan dan kelemahannya adalah belum adanya atau minimnya pendampingan mengenai kegiatan reforma agraria. Sedangkan pada faktor eksternal pada peluang dan ancaman yang paling tinggi adalah adanya alokasi anggaran untuk kegiatan reforma agraria dan kurangnya antusiasme masyarakat dalam melaksanakan reforma agrarian sehingga untuk mengatasinya dengan beberapa strategi yaitu melakukan pra survei terkait potensi lokasi yang dijadikan objek dengan pendekatan dan penyuluhan kepada masyarakat sehingga tercipta pemahaman masyarakat mengenai reforma agraria. Selain itu melaksanakan perencanaan jangka panjang dan menganalisa potensi data dan permasalahan yang akan dihadapi selama program berlangsung. Kata kunci: Reforma Agraria, Strategi, A'WOT (AHP dan SWOT)
本研究的目的是在土地事务和空间规划部/国家土地局与将成为土地改革对象的社区相关利益相关者之间建立一种理解。使用基于定量ahp的SWOT分析仔细评估了SWOT组件之间的优先级。在本研究中使用SWOT方面,两两比较技术和焦点小组讨论(FGD)。本研究使用SWOT要素和焦点小组讨论(FGD)两两比较技术。比较矩阵的结果显示,强度得分最高的内部因素是土地改革能够解决土地问题,而弱点因素是缺乏或缺乏对土地改革活动的援助。相比之下,机会和威胁最大的外部因素是土地改革活动的预算分配和公众实施土地改革的热情不足。因此,为了克服这一点,实施了几种策略,即对潜在地点进行预先调查,并将其作为对象,向社区提供方法和咨询,以创造公众对土地改革的理解。此外,进行长期规划,分析项目过程中可能出现的数据和问题。[关键词]土地改革,战略,AHP和SWOT[关键词]土地改革,战略,土地改革,战略,土地改革,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策,政策基于AHP定量分析的SWOT分析,分析了企业的发展趋势,分析了企业的发展趋势,分析了企业的发展趋势,分析了企业的发展趋势。Penelitian ini menggunakan方法,技术管理方法和berpasangan和dari要素SWOT和焦点小组讨论(FGD)。Hasil matriks perbandingan menunjukkan bahwa paada因子:内部的dengan skor kekuatan tertinggi adalaah reforma agraria mampu成员:solusi permasalahan pertanahan kelemahannya adalah belum adanya atau minimnya pendampingan mengenai kegiatan reforma agraria。Sedangkan pakak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak ak akSelain itu melaksanakan perencananangka panjang danmenganalisa potential数据danpermasalahan yang akan dihadapi selama程序berlangsung。Kata kunci:农业改革,战略,SWOT (AHP和SWOT)
{"title":"Strengthening of Agrarian Reform Implementation","authors":"Anggia Indriyani, Ika Surya Agustina","doi":"10.53686/jp.v12i1.173","DOIUrl":"https://doi.org/10.53686/jp.v12i1.173","url":null,"abstract":"ABSTRACT \u0000Creating an understanding between the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency and related stakeholders to the community who will be the object of agrarian reform is the objectives of this research. The priorities among the SWOT components were carefully evaluated using a quantitative AHP-based SWOT analysis. SWOT aspects are used in this study, and a pairwise comparison technique and Focus Group Discussion (FGD). This study uses SWOT elements and Focus Group Discussion (FGD) pairwise comparison technique. The results of the comparison matrix show that the internal factor with the highest strength score is that agrarian reform can provide solutions to land problems, and the weakness is the absence or lack of assistance regarding agrarian reform activities. \u0000In contrast, the external factors with the highest opportunities and threats are the budget allocation for agrarian reform activities and the lack of public enthusiasm for implementing agrarian reform. So, that to overcome this, several strategies are carried out, namely conducting pre-surveys related to potential locations that are used as objects with approaches and counseling to the community to create public understanding of agrarian reform. In addition, carry out long-term planning and analyze potential data and problems faced during the program. \u0000Keywords: Agrarian Reform, Strategy, A’WOT (AHP and SWOT) \u0000 \u0000ABSTRAK \u0000Memahami tujuan reforma agraria dalam mensukseskan kegiatan reforma agraria dan strategi pelaksanaan reforma agraria sehingga tercipta kesepahaman antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan stakeholders terkait dengan masyarakat yang akan menjadi objek reforma agrarian adalah tujuan dari penelitian ini. Analisis SWOT berbasis AHP kuantitatif digunakan dalam penelitian ini untuk mengevaluasi secara sistematis prioritas di antara komponen-komponen SWOT. Penelitian ini menggunakan metode Teknik perbandingan berpasangan dari elemen SWOT dan Focus Group Discussion (FGD). Hasil matriks perbandingan menunjukkan bahwa pada faktor internal dengan skor kekuatan tertinggi adalah reforma agraria mampu memberikan solusi permasalahan pertanahan dan kelemahannya adalah belum adanya atau minimnya pendampingan mengenai kegiatan reforma agraria. Sedangkan pada faktor eksternal pada peluang dan ancaman yang paling tinggi adalah adanya alokasi anggaran untuk kegiatan reforma agraria dan kurangnya antusiasme masyarakat dalam melaksanakan reforma agrarian sehingga untuk mengatasinya dengan beberapa strategi yaitu melakukan pra survei terkait potensi lokasi yang dijadikan objek dengan pendekatan dan penyuluhan kepada masyarakat sehingga tercipta pemahaman masyarakat mengenai reforma agraria. Selain itu melaksanakan perencanaan jangka panjang dan menganalisa potensi data dan permasalahan yang akan dihadapi selama program berlangsung. \u0000Kata kunci: Reforma Agraria, Strategi, A'WOT (AHP dan SWOT)","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":"15 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"79688308","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRAKPembangunan infrastruktur jaringan drainase menjadi solusi untuk bencana banjir yang sering terjadi di Kota Bontang. Penyediaan ruang untuk pembangunan infrastruktur dilakukan melalui kegiatan konsolidasi tanah. Kegiatan konsolidasi tanah tidak lepas dari proses penilaian tanah pada objek konsolidasi tanah, sehingga informasi nilai tanah menjadi faktor penting yang harus diketahui sebelum pelaksanaan konsolidasi tanah. Ketersediaan informasi nilai tanah yang pada umumnya berbasis zona memiliki berbagai kekurangan dan tidak cocok digunakan dalam terminologi konsolidasi tanah. Oleh karena itu, diperlukan pembuatan model prediksi nilai tanah berbasis bidang di area potensi konsolidasi tanah. Pembuatan model prediksi nilai tanah berbasis bidang dilakukan menggunakan metode penilaian massal dengan pendekatan harga pasar untuk menentukan nilai tanah pada titik sample penilaian, metode network analysist untuk mencari jarak terdekat fasilitas umum ke lokasi bidang tanah, dan geographically weighted regression (GWR) untuk melakukan prediksi nilai di setiap bidang tanah. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kegiatan survei nilai tanah di Kota Bontang Tahun 2021 dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bontang Tahun 2019. Hasil pemodelan nilai tanah berbasis bidang menunjukkan bahwa pembuatan informasi nilai tanah berbasis bidang mampu menjawab kelemahan yang sering ditemukan pada informasi nilai tanah berbasis zona. Berdasarkan hasil permodelan, rata-rata koefisien determinasi (R2) sebesar 0,73 (mendekati nilai akurat). Berdasarkan model tersebut sumbangan tanah untuk pembangunan (STUP) paling ideal adalah sebesar 48 m2 atau iuran sebesar 48 dikalikan dengan nilai tanah pada masing-masing bidang.Kata kunci : konsolidasi tanah, nilai tanah berbasis bidang, geographically weighted regression (GWR). ABSTRACTThe construction of drainage network infrastructure is a solution for flood disasters that often occur in Bontang City. Provision of space for infrastructure development is carried out through land consolidation activities. Land consolidation activities cannot be separated from the land appraisal process on the land consolidation object, so that land value information is an important factor that must be known before the implementation of land consolidation. Availability of land value information which is generally based on zone, has various shortcomings and is not suitable for use in land consolidation terminology. Therefore, it is necessary to make a prediction model of land value based on parcel in the potential area of land consolidation. The land value based on parcel prediction model is made using the mass valuation method with a market price approach to determine land value at the sample point, the network analysis method to find the closest distance of public facilities to the parcel location and geographically weighted regression (GWR) to predict land value in each land parcel. The main data used in this research are from l
排水网络基础设施的不建设为邦唐市经常发生的水灾提供了解决方案。通过土地的巩固活动为基础设施建设提供空间。土地整合活动不应不受土地整合物体土地评估过程的影响,因此土地价值信息是在实现土地整合之前必须知道的重要因素。土地价值信息的可用性,这些信息通常以区域为基础,在土地整合术语中存在许多缺陷和不适当的使用。因此,需要创建一个基于土地整合潜力区域面积的土地价值预测模型。土地的价值基于领域做的预测模型制作与市场价格的方法使用大规模评估方法的土壤样本点价值评估方法,如果网络analysist寻找最近的公共设施到土地的位置,距离geographically weighted regression (GWR)土地价值在每一个领域进行预测。本研究的主要数据来自2021年邦塘市的土地价值调查活动和2019年邦塘市规划。基于字段的土地价值建模结果表明,基于字段的土地价值信息的生成能够解决以区域为基础的土地价值信息的常见弱点。根据建模结果,方差系数(R2)为0.73(接近准确值)。根据该模型,最理想的用于开发的土地捐赠是48平方英尺或48个会费乘以每个领域的土地价值。关键词:土地巩固,基于土地的土地价值,地质抑制回归(GWR)。拟人化网络基础设施是消除在波塘市发生10起水灾的办法。基础设施发展的空间证明正在通过陆地联合动力公司提出。陆地联合联合行动不能从陆地联合物体的授权流程中分离出来,所以在陆地联合联合之前必须知道的是一个重要因素。土地价值信息通常以区域为基础,有多种多样的游击手,不适合在陆地联合术语中使用。因此,有必要在陆地联合地区的一个具有代表性的土地模型。土地价值》改编自prediction包裹用的是制造团valuation模型方法和一个市场价格接近的地方来个重大土地价值在《网络分析方法对样本点,距离找到The closest of public facilities to The位置和包裹geographically weighted regression (GWR)每到预测土地价值在土地包裹。这项研究使用的主要数据来自2021年邦塘市的土地调查活动,2019年邦塘市空间计划。基于田野的建议的土地模型可以解释在区域面积价值中发现的10种信息的答案。模型显示的平均成绩为0.73分(接近准确值)。基于这种模式,最理想的发展土地贡献是48平方公里,或者48的贡献是由每个包裹中的土地价值所代替的。基石:陆地联合,土地报复。
{"title":"Pembuatan Model Prediksi Nilai Tanah Berbasis Bidang pada Daerah Potensi Konsolidasi Tanah untuk Penanggulangan Bencana Banjir","authors":"Duty Kendartiwastra","doi":"10.53686/jp.v12i1.157","DOIUrl":"https://doi.org/10.53686/jp.v12i1.157","url":null,"abstract":"ABSTRAKPembangunan infrastruktur jaringan drainase menjadi solusi untuk bencana banjir yang sering terjadi di Kota Bontang. Penyediaan ruang untuk pembangunan infrastruktur dilakukan melalui kegiatan konsolidasi tanah. Kegiatan konsolidasi tanah tidak lepas dari proses penilaian tanah pada objek konsolidasi tanah, sehingga informasi nilai tanah menjadi faktor penting yang harus diketahui sebelum pelaksanaan konsolidasi tanah. Ketersediaan informasi nilai tanah yang pada umumnya berbasis zona memiliki berbagai kekurangan dan tidak cocok digunakan dalam terminologi konsolidasi tanah. Oleh karena itu, diperlukan pembuatan model prediksi nilai tanah berbasis bidang di area potensi konsolidasi tanah. Pembuatan model prediksi nilai tanah berbasis bidang dilakukan menggunakan metode penilaian massal dengan pendekatan harga pasar untuk menentukan nilai tanah pada titik sample penilaian, metode network analysist untuk mencari jarak terdekat fasilitas umum ke lokasi bidang tanah, dan geographically weighted regression (GWR) untuk melakukan prediksi nilai di setiap bidang tanah. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kegiatan survei nilai tanah di Kota Bontang Tahun 2021 dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bontang Tahun 2019. Hasil pemodelan nilai tanah berbasis bidang menunjukkan bahwa pembuatan informasi nilai tanah berbasis bidang mampu menjawab kelemahan yang sering ditemukan pada informasi nilai tanah berbasis zona. Berdasarkan hasil permodelan, rata-rata koefisien determinasi (R2) sebesar 0,73 (mendekati nilai akurat). Berdasarkan model tersebut sumbangan tanah untuk pembangunan (STUP) paling ideal adalah sebesar 48 m2 atau iuran sebesar 48 dikalikan dengan nilai tanah pada masing-masing bidang.Kata kunci : konsolidasi tanah, nilai tanah berbasis bidang, geographically weighted regression (GWR).\u0000ABSTRACTThe construction of drainage network infrastructure is a solution for flood disasters that often occur in Bontang City. Provision of space for infrastructure development is carried out through land consolidation activities. Land consolidation activities cannot be separated from the land appraisal process on the land consolidation object, so that land value information is an important factor that must be known before the implementation of land consolidation. Availability of land value information which is generally based on zone, has various shortcomings and is not suitable for use in land consolidation terminology. Therefore, it is necessary to make a prediction model of land value based on parcel in the potential area of land consolidation. The land value based on parcel prediction model is made using the mass valuation method with a market price approach to determine land value at the sample point, the network analysis method to find the closest distance of public facilities to the parcel location and geographically weighted regression (GWR) to predict land value in each land parcel. The main data used in this research are from l","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86427543","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar belakang pembentukan Bank Tanah adalah untuk memberikan jaminan penyediaan tanah untuk kepentingan ekonomi berkeadilan, yang salah satunya adalah Reforma Agraria. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menelaah bentuk penyediaan tanah dari Bank Tanah untuk penyelenggaraan Reforma Agraria dan untuk menjelaskan konsep pengelolaan tanah oleh Bank Tanah yang akan didistribusikan untuk Reforma Agraria. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian kebijakan ini adalah metode kualitatif deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif berupa peraturan terkait tentang Badan Bank Tanah yang dikaitkan dengan berbagai peraturan yang melatarbelakangi lahirnya tanah negara. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara empiris berdasarkan ketentuan yang berlaku dan hasilnya dalam bentuk deskripsi. Hasil kajian kebijakan adalah tanah negara dapat diperoleh untuk aset Bank Tanah melalui penetapan pemerintah. Pendistribusian aset tanah untuk Reforma Agraria dapat dilakukan secara langsung untuk program redistribusi tanah berdasarkan kriteria dari Badan Pelaksana. Perolehan tanah negara yang diatasnya telah ada penguasaan masyarakat tidak perlu diadakan akuisisi (perolehan tanah) sehingga dapat langsung digunakan untuk Reforma Agraria. Pengelolaan aset tanah oleh Bank Tanah dilakukan dalam rangka menyiapkan tanah atau memberikan nilai tambah atas tanah yang akan didistribusikan atau dimanfaatkan melalui mekanisme kerjasama dengan pihak lain. Tanah yang dikelola kemudian didistribusikan untuk Reforma Agraria dalam format kerjasama. Aset tanah yang akan didistribusikan tersebut tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak lain dengan memberikan hak di atas tanah hak pengelolaan serta tidak boleh dalam jangka waktu lama. Keputusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Meskipun demikian Bank Tanah masih dapat dilaksanakan karena masih dalam penataan program.
{"title":"Kajian Teoritis Pengelolaan Bank Tanah Dalam Rangka Perwujudan Reforma Agraria","authors":"Hadi Arnowo","doi":"10.53686/jp.v12i1.177","DOIUrl":"https://doi.org/10.53686/jp.v12i1.177","url":null,"abstract":"Latar belakang pembentukan Bank Tanah adalah untuk memberikan jaminan penyediaan tanah untuk kepentingan ekonomi berkeadilan, yang salah satunya adalah Reforma Agraria. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menelaah bentuk penyediaan tanah dari Bank Tanah untuk penyelenggaraan Reforma Agraria dan untuk menjelaskan konsep pengelolaan tanah oleh Bank Tanah yang akan didistribusikan untuk Reforma Agraria. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian kebijakan ini adalah metode kualitatif deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif berupa peraturan terkait tentang Badan Bank Tanah yang dikaitkan dengan berbagai peraturan yang melatarbelakangi lahirnya tanah negara. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara empiris berdasarkan ketentuan yang berlaku dan hasilnya dalam bentuk deskripsi. Hasil kajian kebijakan adalah tanah negara dapat diperoleh untuk aset Bank Tanah melalui penetapan pemerintah. Pendistribusian aset tanah untuk Reforma Agraria dapat dilakukan secara langsung untuk program redistribusi tanah berdasarkan kriteria dari Badan Pelaksana. Perolehan tanah negara yang diatasnya telah ada penguasaan masyarakat tidak perlu diadakan akuisisi (perolehan tanah) sehingga dapat langsung digunakan untuk Reforma Agraria. Pengelolaan aset tanah oleh Bank Tanah dilakukan dalam rangka menyiapkan tanah atau memberikan nilai tambah atas tanah yang akan didistribusikan atau dimanfaatkan melalui mekanisme kerjasama dengan pihak lain. Tanah yang dikelola kemudian didistribusikan untuk Reforma Agraria dalam format kerjasama. Aset tanah yang akan didistribusikan tersebut tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak lain dengan memberikan hak di atas tanah hak pengelolaan serta tidak boleh dalam jangka waktu lama. Keputusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Meskipun demikian Bank Tanah masih dapat dilaksanakan karena masih dalam penataan program.","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":"5 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86484002","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Since PT KRISRAMA's permit for Right to Cultivate expired in 2013, a number of Soge local residents, namely Tana Ai ethnic, have occupied the coconut plantation in Nangahale, Flores, East Nusa Tenggara. They claimed back the access to the customary land of Nangahale which, before the colonial era, was the residence of their ancestors. They put up a certain amount of resistance against the plantation company which, nota bene, is owned by the Catholic church, the Diocese of Maumere. This study elaborates the strategy of resistance of the Soge local residents. The methods used were participant observation and semi-structured interviews conducted from August to October 2021. The data collected were in the form of conversations and observation on the daily activities of the local residents as well as reviews on historical literature in newspapers, books, magazines, journals, and the internet. The conversation and observation data were analyzed according to the context that occurred in the field in order to reveal the forms of resistance. This study found that the resistance of Soge farmers to the Catholic church's company was part of a sparring movement in the form of regaining access and splitting land in response to the actions taken by the company that sought to expand their territory even without renewal of the contract permit. Keywords: Catholic church, coconut, land control, Nangahale, resistance
{"title":"Stubborn People Among the Coconut Trees: Soge Farmer Resistance in Nangahale Plantation, East Nusa Tenggara","authors":"Martin Elvanyus De Porres","doi":"10.31292/bhumi.v8i1.525","DOIUrl":"https://doi.org/10.31292/bhumi.v8i1.525","url":null,"abstract":"Since PT KRISRAMA's permit for Right to Cultivate expired in 2013, a number of Soge local residents, namely Tana Ai ethnic, have occupied the coconut plantation in Nangahale, Flores, East Nusa Tenggara. They claimed back the access to the customary land of Nangahale which, before the colonial era, was the residence of their ancestors. They put up a certain amount of resistance against the plantation company which, nota bene, is owned by the Catholic church, the Diocese of Maumere. This study elaborates the strategy of resistance of the Soge local residents. The methods used were participant observation and semi-structured interviews conducted from August to October 2021. The data collected were in the form of conversations and observation on the daily activities of the local residents as well as reviews on historical literature in newspapers, books, magazines, journals, and the internet. The conversation and observation data were analyzed according to the context that occurred in the field in order to reveal the forms of resistance. This study found that the resistance of Soge farmers to the Catholic church's company was part of a sparring movement in the form of regaining access and splitting land in response to the actions taken by the company that sought to expand their territory even without renewal of the contract permit.\u0000Keywords: Catholic church, coconut, land control, Nangahale, resistance","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45356498","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
This study investigates the factors that encourage grassroots innovation that contributes to addressing natural resource management problems in Warungbanten Village. This study was conducted using a qualitative approach with a from the theoretical perspective of grassroots innovation. The primary data were obtained from observation during one-month field study and in-depth interviews with a number of key informants, such as village heads, traditional stakeholders, farmers, representatives of women's groups, and youth involved in the grassroots innovation process. The results showed that the growth of grassroots innovation in natural resource management in Warungbanten Village cannot be separated from three main factors, namely innovator aspect attached to the role of the village head as the initiator; socio-cultural and environmental aspect that allows the spirit of mutual cooperation and involvement of the parties; and market or benefit aspect attached to commercial and non-commercial values of the innovation carried out. Grassroots innovation that took place in Warungbanten Village also contributed to efforts to overcome challenges and problems in natural resource management, namely supporting the village sovereignty over natural resources, developing the sustainable livelihoods in rural areas, and removing administrative constraints in natural resource management caused by village boundary conflicts. Keywords: grassroots innovation, village natural resource management, village development
{"title":"Grassroots Innovation in Village-Based Natural Resource Management in Lebak Regency","authors":"Rusman Nurjaman","doi":"10.31292/bhumi.v8i1.533","DOIUrl":"https://doi.org/10.31292/bhumi.v8i1.533","url":null,"abstract":"This study investigates the factors that encourage grassroots innovation that contributes to addressing natural resource management problems in Warungbanten Village. This study was conducted using a qualitative approach with a from the theoretical perspective of grassroots innovation. The primary data were obtained from observation during one-month field study and in-depth interviews with a number of key informants, such as village heads, traditional stakeholders, farmers, representatives of women's groups, and youth involved in the grassroots innovation process. The results showed that the growth of grassroots innovation in natural resource management in Warungbanten Village cannot be separated from three main factors, namely innovator aspect attached to the role of the village head as the initiator; socio-cultural and environmental aspect that allows the spirit of mutual cooperation and involvement of the parties; and market or benefit aspect attached to commercial and non-commercial values of the innovation carried out. Grassroots innovation that took place in Warungbanten Village also contributed to efforts to overcome challenges and problems in natural resource management, namely supporting the village sovereignty over natural resources, developing the sustainable livelihoods in rural areas, and removing administrative constraints in natural resource management caused by village boundary conflicts.\u0000Keywords: grassroots innovation, village natural resource management, village development","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42460779","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}