Generasi muda merupakan generasi penerus bangsa. Sehingga, tidak heran jika harapan bangsa untuk pemuda sangatlah besar. Akan tetapi, yang menjadi problem adalah para generasi muda tidak memiliki bekal pengetahuan agama dan moral yang cukup. Ditambah lagi, generasi muda harus dihadapkan dengan era digital yang justru memberikan dampak pengaruh moral lebih besar. Fenomena kenakalan remaja yang meningkat tiap tahunnya menjadi satu indikasi bahwa adanya degradasi moral bangsa. Oleh sebab demikian, pemerintah berupaya keras untuk menekankan kurikulum berbasis pembentukan karakter. Tujuan dari penelitian ini adalah mempertegas landasan pendidikan moral bangsa melalui peran agama dan filsafat pada beberapa aspek; Pertama, aspek privat yaitu dari ruang keluarga. Kedua, aspek publik yaitu ruang pendidikan baik formal maupun non formal. Ketiga, aspek sosial yaitu lingkungan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan agama dan filsafat menjadi objek formal dan pendidikan karakter sebagai objek material. Selain itu, peneliti menggunakan unsur metodis sebagai pendukung penelitian; Analisis abstraksi sebagai alat meneliti perubahan sosial dan pengaruh sosial, induksi digunakan untuk melihat fenomena yang terjadi, dan heuristik sebagai metode dalam melihat secara keseluruhan faktor pendukung dan faktor penghambat pada generasi muda saat ini. Hasil dari penelitian ini adalah menegaskan kembali landasan pendidikan moral bangsa melalui peran agama dan filsafat.
{"title":"PERAN AGAMA DAN FILSAFAT SEBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN MORAL BANGSA","authors":"Dita Kafaabillah, Fuad Noorzeha","doi":"10.53977/sd.v5i2.730","DOIUrl":"https://doi.org/10.53977/sd.v5i2.730","url":null,"abstract":"Generasi muda merupakan generasi penerus bangsa. Sehingga, tidak heran jika harapan bangsa untuk pemuda sangatlah besar. Akan tetapi, yang menjadi problem adalah para generasi muda tidak memiliki bekal pengetahuan agama dan moral yang cukup. Ditambah lagi, generasi muda harus dihadapkan dengan era digital yang justru memberikan dampak pengaruh moral lebih besar. Fenomena kenakalan remaja yang meningkat tiap tahunnya menjadi satu indikasi bahwa adanya degradasi moral bangsa. Oleh sebab demikian, pemerintah berupaya keras untuk menekankan kurikulum berbasis pembentukan karakter. Tujuan dari penelitian ini adalah mempertegas landasan pendidikan moral bangsa melalui peran agama dan filsafat pada beberapa aspek; Pertama, aspek privat yaitu dari ruang keluarga. Kedua, aspek publik yaitu ruang pendidikan baik formal maupun non formal. Ketiga, aspek sosial yaitu lingkungan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan agama dan filsafat menjadi objek formal dan pendidikan karakter sebagai objek material. Selain itu, peneliti menggunakan unsur metodis sebagai pendukung penelitian; Analisis abstraksi sebagai alat meneliti perubahan sosial dan pengaruh sosial, induksi digunakan untuk melihat fenomena yang terjadi, dan heuristik sebagai metode dalam melihat secara keseluruhan faktor pendukung dan faktor penghambat pada generasi muda saat ini. Hasil dari penelitian ini adalah menegaskan kembali landasan pendidikan moral bangsa melalui peran agama dan filsafat.","PeriodicalId":333513,"journal":{"name":"Sophia Dharma: Jurnal Filsafat, Agama Hindu, dan Masyarakat","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131253136","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tulisan ini akan membahas tentang apa atau siapa manusia Pancasilais di tengah konteks dewasa ini. Pusat perhatian dalam tulisan berikut adalah pada pertanyaan apa hakikat manusia Pancasilais dan bagaimana eksistensi manusia Pancasilais. Di era globalisasi dan disrupsi teknologi saat ini yang semakin dipercepat dengan pandemi COVID-19 penting untuk memikirkan ulang jati diri ke Indonesiaan. Karena tentu Indonesia tidak kedap dari pengaruh dinamika perkembangan global. Penulis mencoba menelaah Kembali siapa manusia Pancasila dan bagaimana eksistensinya. Metode yang akan penulis gunakan adalah menggunakan pisau analisis konsep manusia dalam aliran Personalisme. Tulisan ini bisa menjadi tawaran tafsir dan perspektif baru atas Pancasila dan seperti apa manusia Pancasilais jika dilihat dari perspektif pemikiran Personalisme.
{"title":"EKSISTENSI MANUSIA PANCASILAIS DEWASA INI DARI PERSPEKTIF KONSEP MANUSIA PERSONALIS","authors":"Kristoforus Sri Ratulayn Kino Nara","doi":"10.53977/sd.v5i2.728","DOIUrl":"https://doi.org/10.53977/sd.v5i2.728","url":null,"abstract":"Tulisan ini akan membahas tentang apa atau siapa manusia Pancasilais di tengah konteks dewasa ini. Pusat perhatian dalam tulisan berikut adalah pada pertanyaan apa hakikat manusia Pancasilais dan bagaimana eksistensi manusia Pancasilais. Di era globalisasi dan disrupsi teknologi saat ini yang semakin dipercepat dengan pandemi COVID-19 penting untuk memikirkan ulang jati diri ke Indonesiaan. Karena tentu Indonesia tidak kedap dari pengaruh dinamika perkembangan global. Penulis mencoba menelaah Kembali siapa manusia Pancasila dan bagaimana eksistensinya. Metode yang akan penulis gunakan adalah menggunakan pisau analisis konsep manusia dalam aliran Personalisme. Tulisan ini bisa menjadi tawaran tafsir dan perspektif baru atas Pancasila dan seperti apa manusia Pancasilais jika dilihat dari perspektif pemikiran Personalisme.","PeriodicalId":333513,"journal":{"name":"Sophia Dharma: Jurnal Filsafat, Agama Hindu, dan Masyarakat","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116902414","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tulisan tentang eksistensi pementasan Tari Barong dan Rangda ini didasari oleh dalam kehidupan bermasyarakat, masyarakat Dusun Tanah Embet memiliki rasa persaudaraan yang tinggi, saling hormat menghormati antar warga yang satu dengan yang lainnya. Sehingga jarang sekali terjadi perselisihan antar warga karena diantara warga masih ada hubungan saudara. Oleh karena itu penelitian tentang pemehntasan Tari Barong dan Rangda dipandang perlu dilakukan guna mengetahui sejarah, prosesi, serta persepsi masyarakat tentang pementasan Tari Barong dan Rangda. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa Pementasan Tari Barong dan Rangda adalah warisan leluhur, dimana sebelum dipentaskannya Tari Barong dan Rangda, dusun Tanah Embet dahulunya dilanda wabah penyakit dan kemarau kepanjangan. Prosesi pementasan Tari Barong dan Rangda, terlebih dahulu dilakukan kegiatan persiapan sarana dan upakara, persembahyangan bersama di pura Patokan, melaksanakan upacara pecaruan, dan dilanjutkan dengan pementasan Tari Barong dan Rangda. Setelah selesai dilakukan upacara penyimpanan di pura Pemaksan. Masyarakat Tanah Embet memiliki persepsi yang sama terhadap pementasan Tari Barong dan Rangda, namun yang terpenting dari tujuan pementasan Tari Barong dan Rangda adalah untuk menolak bala (penyakit), memohon kesejahteraan, dan kemakmuran.
这些圆舞团和圆舞团的存在是基于社区生活的,Embet高地村民之间有着高度的兄弟情谊和相互尊重。很少有公民之间发生冲突,因为他们之间仍然有血缘关系。因此,对Barong dance编排和Rangda进行的研究被认为是必要的,以了解Barong and Rangda舞团的历史、游行以及公众对Barong and Rangda舞团的看法。研究表明,Barong和Rangda舞蹈团是祖先的遗产,在Barong和Rangda舞蹈被封存之前,Embet land的村庄曾遭受疾病和干旱的折磨。由Barong和Rangda舞蹈团组成的队伍,首先是工具和upakara的准备活动,在pura penara一起表演,举行pecaruan仪式,然后是Barong and Rangda舞蹈团。完成后,墓地举行了储存仪式。同一土地Embet拥有感知社会对resoro Rangda,然而最重要的舞蹈表演舞蹈演出resoro和Rangda目的是拒绝了巴拉(疾病)、祈求福祉和繁荣。
{"title":"EKSISTENSI PEMENTASAN TARI BARONG DAN RANGDA","authors":"I. N. W. Sumiartha","doi":"10.53977/sd.v5i2.731","DOIUrl":"https://doi.org/10.53977/sd.v5i2.731","url":null,"abstract":"Tulisan tentang eksistensi pementasan Tari Barong dan Rangda ini didasari oleh dalam kehidupan bermasyarakat, masyarakat Dusun Tanah Embet memiliki rasa persaudaraan yang tinggi, saling hormat menghormati antar warga yang satu dengan yang lainnya. Sehingga jarang sekali terjadi perselisihan antar warga karena diantara warga masih ada hubungan saudara. Oleh karena itu penelitian tentang pemehntasan Tari Barong dan Rangda dipandang perlu dilakukan guna mengetahui sejarah, prosesi, serta persepsi masyarakat tentang pementasan Tari Barong dan Rangda. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa Pementasan Tari Barong dan Rangda adalah warisan leluhur, dimana sebelum dipentaskannya Tari Barong dan Rangda, dusun Tanah Embet dahulunya dilanda wabah penyakit dan kemarau kepanjangan. Prosesi pementasan Tari Barong dan Rangda, terlebih dahulu dilakukan kegiatan persiapan sarana dan upakara, persembahyangan bersama di pura Patokan, melaksanakan upacara pecaruan, dan dilanjutkan dengan pementasan Tari Barong dan Rangda. Setelah selesai dilakukan upacara penyimpanan di pura Pemaksan. Masyarakat Tanah Embet memiliki persepsi yang sama terhadap pementasan Tari Barong dan Rangda, namun yang terpenting dari tujuan pementasan Tari Barong dan Rangda adalah untuk menolak bala (penyakit), memohon kesejahteraan, dan kemakmuran.","PeriodicalId":333513,"journal":{"name":"Sophia Dharma: Jurnal Filsafat, Agama Hindu, dan Masyarakat","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126514925","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Nyāya merupakan salah satu sistem filsafat India yang masuk dalam golongan Astika. Nyāya mengkhususkan diri pada eksposisi metodologi penalaran atau sebuah metode yang digunakan untuk validasi. Metode validasi dalam sistem filsafat nyāya disebut dengan pramana sehingga nyāya sangat identik dengan sistem logika. Kajian ini memfokuskan diri dengan menggunakan pendekatan penelitian studi kepustakaan. Adapun hasil dalam penelitian ini adalah terdapat empat prinsip yang perlu dilakukan dalam sebuah penalaran atau logika dalam menemukan sebuah kebenaran yakni, Pratyaksa Pramāna artinya sebuah kebenaran yang diperoleh melalui pengamatan secara langsung. Anumāna Pramāna artinya kebenaran yang diungkap melalui proses penyimpulan, selanjutnya Upamāna Pramāna yakni mengungkap kebenaran melalui perbandingan, dan terakhir adalah Śabda Pramāna yakni memperoleh suatu kebenaran melalui penyaksian. Ke empat metode itu dapat secara bersamaan digunakan untuk mendapatkan suatu kebenaran yang valid.
{"title":"LOGIKA DAN METODE PENALARAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT NYĀYA DARŚANA","authors":"Gede Agus Siswadi","doi":"10.53977/sd.v5i2.807","DOIUrl":"https://doi.org/10.53977/sd.v5i2.807","url":null,"abstract":"Nyāya merupakan salah satu sistem filsafat India yang masuk dalam golongan Astika. Nyāya mengkhususkan diri pada eksposisi metodologi penalaran atau sebuah metode yang digunakan untuk validasi. Metode validasi dalam sistem filsafat nyāya disebut dengan pramana sehingga nyāya sangat identik dengan sistem logika. Kajian ini memfokuskan diri dengan menggunakan pendekatan penelitian studi kepustakaan. Adapun hasil dalam penelitian ini adalah terdapat empat prinsip yang perlu dilakukan dalam sebuah penalaran atau logika dalam menemukan sebuah kebenaran yakni, Pratyaksa Pramāna artinya sebuah kebenaran yang diperoleh melalui pengamatan secara langsung. Anumāna Pramāna artinya kebenaran yang diungkap melalui proses penyimpulan, selanjutnya Upamāna Pramāna yakni mengungkap kebenaran melalui perbandingan, dan terakhir adalah Śabda Pramāna yakni memperoleh suatu kebenaran melalui penyaksian. Ke empat metode itu dapat secara bersamaan digunakan untuk mendapatkan suatu kebenaran yang valid.","PeriodicalId":333513,"journal":{"name":"Sophia Dharma: Jurnal Filsafat, Agama Hindu, dan Masyarakat","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114491311","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Indonesia yang telah masuk dalam fase perkembangan baik secara politik ataupun ekonomi saat ini sedang menghadapi permasalahan yang cukup serius yaitu permasalahan penjajahan model baru. Bukan penjajahan yang dilakukan oleh manusia atas nama negara tetapi dilakukan oleh sistem yang tidak bertuan. Sistem ini dikenal dengan sistem kapitalis. Sistem kapitalis memberikan dampak terhadap perilaku masyarakat Indonesia teutama yang kaitannya dengan barang-barang produksi. Fenomena tersebut dinamakan dengan perilaku konsumtif yaitu aktivitas penggunaan barang produksi ataupun jasa secara berlebihan. Pada gilirannya, perilaku konsumtif menjelma menjadi gaya hidup konsumtif. Dalam penelitian ini, perilaku konsumtif sebagai bias dari sistem kapitalisem atau patologi sosial disingkap melalui kaca mata Herbert Marcuse yang secara serius menganalisa masyarakt industri modern. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengungkapkan perbudakan model baru yang dilakukan oleh sistem kapitalis yang secara nyata memberikan dampak pada perilaku konsumtif masyarakat Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah gagap dalam menentukan kebutuhan asli dengan kebutuhan artifisial. Sehingga lahirlah masyarakat yang hanya memiliki pandangan satu dimensi. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode kualtatif yang bersumber dari data kepustakaan. Tujuan metode tersebut untuk menemukan landasan ontologis manusia satu dimensi yang selanjutnya dapat digunakan untuk menyingkap realitas sosial masyarakat Indonesia. Sehingga dapat memeberikan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi. Solusi yang ditawarkan oleh Herbert Marcuse adalah masyarakat baru yang dibangun oleh kaum intelektual muda yang berorientasi pada kemajuan yang memiliki pandangan yang multidimensi.
{"title":"PERILAKU KONSUMTIF MASYARAKAT INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HERBERT MARCUSE","authors":"A. Aziz","doi":"10.53977/sd.v5i2.725","DOIUrl":"https://doi.org/10.53977/sd.v5i2.725","url":null,"abstract":"Indonesia yang telah masuk dalam fase perkembangan baik secara politik ataupun ekonomi saat ini sedang menghadapi permasalahan yang cukup serius yaitu permasalahan penjajahan model baru. Bukan penjajahan yang dilakukan oleh manusia atas nama negara tetapi dilakukan oleh sistem yang tidak bertuan. Sistem ini dikenal dengan sistem kapitalis. Sistem kapitalis memberikan dampak terhadap perilaku masyarakat Indonesia teutama yang kaitannya dengan barang-barang produksi. Fenomena tersebut dinamakan dengan perilaku konsumtif yaitu aktivitas penggunaan barang produksi ataupun jasa secara berlebihan. Pada gilirannya, perilaku konsumtif menjelma menjadi gaya hidup konsumtif. Dalam penelitian ini, perilaku konsumtif sebagai bias dari sistem kapitalisem atau patologi sosial disingkap melalui kaca mata Herbert Marcuse yang secara serius menganalisa masyarakt industri modern. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengungkapkan perbudakan model baru yang dilakukan oleh sistem kapitalis yang secara nyata memberikan dampak pada perilaku konsumtif masyarakat Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah gagap dalam menentukan kebutuhan asli dengan kebutuhan artifisial. Sehingga lahirlah masyarakat yang hanya memiliki pandangan satu dimensi. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode kualtatif yang bersumber dari data kepustakaan. Tujuan metode tersebut untuk menemukan landasan ontologis manusia satu dimensi yang selanjutnya dapat digunakan untuk menyingkap realitas sosial masyarakat Indonesia. Sehingga dapat memeberikan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi. Solusi yang ditawarkan oleh Herbert Marcuse adalah masyarakat baru yang dibangun oleh kaum intelektual muda yang berorientasi pada kemajuan yang memiliki pandangan yang multidimensi.","PeriodicalId":333513,"journal":{"name":"Sophia Dharma: Jurnal Filsafat, Agama Hindu, dan Masyarakat","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115673905","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Citra kontrak baku yang mengedepankan penetapan syarat kontrak secara sepihak menjadi inti kajian mengenai esensi keadilan dalam kontrak baku, khususnya dari perspektif hukum Hindu. Adapun metode yang digunakan merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Untuk teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan dokumentasi dengan mengacu pada analisa penerapan teori keadilan Aristoteles terhadap pemberlakuan syarat sepihak kontrak baku. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa kontrak baku masuk dalam kategori sumber hukum Acara (Sadacara) dalam Hindu yang tidak boleh bertentangan terhadap Sruti dan Smerti sebagai lex superioirnya. Dalam konteks Smerti kontrak baku masuk dalam bagian Arthasastra, khususnya kelompok Manawa Dharmasastra, sehingga ketentuan dalam Manawa Dharmasastra berlaku juga terhadap kontrak baku seperti ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang memiliki kesamaan pengaturan dengan Buku VIII Sloka 46 Manawa Dharmasastra, sedangkan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata memiliki kesamaan esensi dengan Buku VIII Manawa Dharmasastra Sloka 143 (mengenai objek/prestasi/jaminan), Sloka 163 (mengenai kecakapan hukum), Sloka 164 (mengenai causa halal), dan Sloka 165 (mengenai kesepakatan). Lebih lanjut lagi, mengenai esensi keadilan kontrak baku dikategorikan sebagai keadilan sama rata (justitia commutativa) asalkan memenuhi aspek kepastian hukum yaitu tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan publik seperti pemenuhan ketentuan Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUH Perdata, serta Pasal 18 Ayat (1,2,3,4) Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
{"title":"ESENSI KEADILAN DALAM KONTRAK BAKU BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM HINDU","authors":"I. P. P. Bagiartha W, Pahrur Rizal","doi":"10.53977/sd.v5i1.632","DOIUrl":"https://doi.org/10.53977/sd.v5i1.632","url":null,"abstract":"Citra kontrak baku yang mengedepankan penetapan syarat kontrak secara sepihak menjadi inti kajian mengenai esensi keadilan dalam kontrak baku, khususnya dari perspektif hukum Hindu. Adapun metode yang digunakan merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Untuk teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan dokumentasi dengan mengacu pada analisa penerapan teori keadilan Aristoteles terhadap pemberlakuan syarat sepihak kontrak baku. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa kontrak baku masuk dalam kategori sumber hukum Acara (Sadacara) dalam Hindu yang tidak boleh bertentangan terhadap Sruti dan Smerti sebagai lex superioirnya. Dalam konteks Smerti kontrak baku masuk dalam bagian Arthasastra, khususnya kelompok Manawa Dharmasastra, sehingga ketentuan dalam Manawa Dharmasastra berlaku juga terhadap kontrak baku seperti ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang memiliki kesamaan pengaturan dengan Buku VIII Sloka 46 Manawa Dharmasastra, sedangkan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata memiliki kesamaan esensi dengan Buku VIII Manawa Dharmasastra Sloka 143 (mengenai objek/prestasi/jaminan), Sloka 163 (mengenai kecakapan hukum), Sloka 164 (mengenai causa halal), dan Sloka 165 (mengenai kesepakatan). Lebih lanjut lagi, mengenai esensi keadilan kontrak baku dikategorikan sebagai keadilan sama rata (justitia commutativa) asalkan memenuhi aspek kepastian hukum yaitu tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan publik seperti pemenuhan ketentuan Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUH Perdata, serta Pasal 18 Ayat (1,2,3,4) Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.","PeriodicalId":333513,"journal":{"name":"Sophia Dharma: Jurnal Filsafat, Agama Hindu, dan Masyarakat","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133727170","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan melakukan kajian terhadap adaptasi penerapan sengker dewasa di Desa Pakraman Taman Bali pada masa pandemi covid-19. Penelitian ini dirancang dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini menemukan tiga hasil untuk memberikan jawaban atas permasalahan penelitian. Pertama, adaptasi penerapan sengker dewasa dalam pelaksanaan upacara pitra yajña yang berdekatan dengan upacara piodalan di Pura Kahyangan Tiga pada masa pandemi covid-19 tetap dilestarikan keberadaannya dengan cara membatasi pelaksanaan upacara pitra yajna yang berdekatan dengan piodalan. Kedua, fungsi adaptasi penerapan sengker dewasa dalam pelaksanaan upacara pitra yajña yang berdekatan dengan upacara piodalan di Pura Kahyangan Tiga pada masa pandemi covid-19 sekurang-kurangnya ada empat, yaitu fungsi religius, fungsi social, fungsi budaya, dan fungsi kesehatan Ketiga, makna adaptasi penerapan sengker dewasa dalam pelaksanaan upacara pitra yajña yang berdekatan dengan upacara piodalan di Pura Kahyangan Tiga di masa pandemi covid-19 sekurang-kurangnya ada empat, yaitu makna kesucian, makna kesehatan, makna pelestarian budaya, dan makna solidaritas. Penelitian ini merekomendasikan adaptasi dalam penerapan sengker dewasa sangat penting diperhatikan karena mengandung potensi positif dalam kehidupan masyarakat untuk senantiasa menjalin hubungan-hubungan sosial karena sengker dewasa ini merupakan kesepakatan sosial para leluhur mereka yang sampai saat ini masih dapat menyatukan masyarakat desa pakraman.
{"title":"ADAPTASI PENERAPAN SENGKER DEWASA UPACARA PITRA YADNYA DI DESA TAMAN BALI KABUPATEN BANGLI PADA MASA PANDEMI COVID-19","authors":"I. K. Sumada","doi":"10.53977/sd.v5i1.564","DOIUrl":"https://doi.org/10.53977/sd.v5i1.564","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan melakukan kajian terhadap adaptasi penerapan sengker dewasa di Desa Pakraman Taman Bali pada masa pandemi covid-19. Penelitian ini dirancang dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini menemukan tiga hasil untuk memberikan jawaban atas permasalahan penelitian. Pertama, adaptasi penerapan sengker dewasa dalam pelaksanaan upacara pitra yajña yang berdekatan dengan upacara piodalan di Pura Kahyangan Tiga pada masa pandemi covid-19 tetap dilestarikan keberadaannya dengan cara membatasi pelaksanaan upacara pitra yajna yang berdekatan dengan piodalan. Kedua, fungsi adaptasi penerapan sengker dewasa dalam pelaksanaan upacara pitra yajña yang berdekatan dengan upacara piodalan di Pura Kahyangan Tiga pada masa pandemi covid-19 sekurang-kurangnya ada empat, yaitu fungsi religius, fungsi social, fungsi budaya, dan fungsi kesehatan Ketiga, makna adaptasi penerapan sengker dewasa dalam pelaksanaan upacara pitra yajña yang berdekatan dengan upacara piodalan di Pura Kahyangan Tiga di masa pandemi covid-19 sekurang-kurangnya ada empat, yaitu makna kesucian, makna kesehatan, makna pelestarian budaya, dan makna solidaritas. Penelitian ini merekomendasikan adaptasi dalam penerapan sengker dewasa sangat penting diperhatikan karena mengandung potensi positif dalam kehidupan masyarakat untuk senantiasa menjalin hubungan-hubungan sosial karena sengker dewasa ini merupakan kesepakatan sosial para leluhur mereka yang sampai saat ini masih dapat menyatukan masyarakat desa pakraman.","PeriodicalId":333513,"journal":{"name":"Sophia Dharma: Jurnal Filsafat, Agama Hindu, dan Masyarakat","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131365478","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Yuliana Jaimut, S. Depa, Eugenius Ervan Sardono, Michael Sandro Manik
Tulisan ini merupakan analisis kritis terhadap teks yang berbunyi: “Rumah kos ini hanya menerima santri yang beragama Islam” berdasarkan filosofi relasionalitas Armada Riyanto terhadap fenomena pluralisme agama di Indonesia. Indonesia memiliki berbagai agama. Keberagaman agama dalam Fleet Relational Philosophy berarti menerima orang lain dalam pluralitasnya. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Phenomenological Description Analysis(FDA), yang mengkaji teks: “Rumah kos ini hanya menerima mahasiswa Muslim” dalam perspektif welas asih Armstrong. Temuan penelitian ini adalah: (1) saya dan teks. Manusia mengkritisi teks diskriminatif “pesantren ini hanya menerima santri” dari gagasan Relasionalitas Armada Riyanto. (2) Aku dan Liyan. Bangun empati dan dialog sebagai 'pintu' toleransi. (3) Aku dan Tuhan. Iman yang kuat akan semakin mendorong toleransi, bukan sebaliknya.
{"title":"FENOMENA UJARAN TEKS DISKRIMINATIF: KOS INI HANYA MENERIMA MAHASISWA MUSLIM DALAM TERANG FILSAFAT RELASIONALITAS DALAM BERAGAMA ARMADA RIYANTO","authors":"Yuliana Jaimut, S. Depa, Eugenius Ervan Sardono, Michael Sandro Manik","doi":"10.53977/sd.v5i1.524","DOIUrl":"https://doi.org/10.53977/sd.v5i1.524","url":null,"abstract":"Tulisan ini merupakan analisis kritis terhadap teks yang berbunyi: “Rumah kos ini hanya menerima santri yang beragama Islam” berdasarkan filosofi relasionalitas Armada Riyanto terhadap fenomena pluralisme agama di Indonesia. Indonesia memiliki berbagai agama. Keberagaman agama dalam Fleet Relational Philosophy berarti menerima orang lain dalam pluralitasnya. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Phenomenological Description Analysis(FDA), yang mengkaji teks: “Rumah kos ini hanya menerima mahasiswa Muslim” dalam perspektif welas asih Armstrong. Temuan penelitian ini adalah: (1) saya dan teks. Manusia mengkritisi teks diskriminatif “pesantren ini hanya menerima santri” dari gagasan Relasionalitas Armada Riyanto. (2) Aku dan Liyan. Bangun empati dan dialog sebagai 'pintu' toleransi. (3) Aku dan Tuhan. Iman yang kuat akan semakin mendorong toleransi, bukan sebaliknya.","PeriodicalId":333513,"journal":{"name":"Sophia Dharma: Jurnal Filsafat, Agama Hindu, dan Masyarakat","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114246201","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Lima dasar Negara Indonesia yang disebut dengan Pancasila merupakan ideologi negara yang tidak dapat ditawar. Lahir dari kebutuhan Negara akan nilai-nilai tetap yang dapat menyatukan kemajemukan warga Negaranya. Pancasila lahir bukan dari angan-angan belaka namun dari realiatas-realitas yang dipadatkan menjadi nilai-nilai yang ajeg. Soekarno, Mohammad Yamin dan Soepomo disebutkan sebagai aktor intelektual lahirnya Pancasila yang disampaikan dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Hasil dari sidang tersebut adalah Pancasila yang saat ini diketahui bersama oleh rakyat Indonesia yaitu, ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan penulisan artikel ini hendak menyingkap lahirnya Pancasila dari kaca mata Dialektika Hegel melalui pengkajian terhadap realitas sosial pada masa lahirnya Pancasila. Dari hasil kajian tersebut ditemukan, Proses lahirnya Pancasila tidak lepas dari dialektika antara tesis dan antithesis sehingga pada akhirnya memunculkan sintesis. Hal yang abstrak bertemu dengan realitas baik realitas keberagamaan atau realitas kenegaraan bahkan realitas sosial maka akan melahirkan nilai-nilai hasil dari kompromi bukan saling menegasikan, yang Hegel sebut dengan Aufgehoben.Perjalanan Pancasila sebagai sebuah ideologi negara dapat dianalisis secara filosofis. Kesimpulannya, Pancasila bukanlah doktrin yang lahir dari keangkuhan para penguasa, melainkan lahir dari kebutuhan Negara yang dibidani salah satunya oleh proses yang sangat rasionalis.
{"title":"KORELASI DIALEKTIKA HEGEL DAN PANCASILA","authors":"Asep Rifqi Abdul Aziz","doi":"10.53977/sd.v5i1.525","DOIUrl":"https://doi.org/10.53977/sd.v5i1.525","url":null,"abstract":"Lima dasar Negara Indonesia yang disebut dengan Pancasila merupakan ideologi negara yang tidak dapat ditawar. Lahir dari kebutuhan Negara akan nilai-nilai tetap yang dapat menyatukan kemajemukan warga Negaranya. Pancasila lahir bukan dari angan-angan belaka namun dari realiatas-realitas yang dipadatkan menjadi nilai-nilai yang ajeg. Soekarno, Mohammad Yamin dan Soepomo disebutkan sebagai aktor intelektual lahirnya Pancasila yang disampaikan dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Hasil dari sidang tersebut adalah Pancasila yang saat ini diketahui bersama oleh rakyat Indonesia yaitu, ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan penulisan artikel ini hendak menyingkap lahirnya Pancasila dari kaca mata Dialektika Hegel melalui pengkajian terhadap realitas sosial pada masa lahirnya Pancasila. Dari hasil kajian tersebut ditemukan, Proses lahirnya Pancasila tidak lepas dari dialektika antara tesis dan antithesis sehingga pada akhirnya memunculkan sintesis. Hal yang abstrak bertemu dengan realitas baik realitas keberagamaan atau realitas kenegaraan bahkan realitas sosial maka akan melahirkan nilai-nilai hasil dari kompromi bukan saling menegasikan, yang Hegel sebut dengan Aufgehoben.Perjalanan Pancasila sebagai sebuah ideologi negara dapat dianalisis secara filosofis. Kesimpulannya, Pancasila bukanlah doktrin yang lahir dari keangkuhan para penguasa, melainkan lahir dari kebutuhan Negara yang dibidani salah satunya oleh proses yang sangat rasionalis.","PeriodicalId":333513,"journal":{"name":"Sophia Dharma: Jurnal Filsafat, Agama Hindu, dan Masyarakat","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115253329","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Perdebatan ihwal civic literacy dalam diskursus filsafat di Indonesia masih jarang ditemukan. Tulisan ini boleh jadi menginisiasi perdebatan tersebut dengan menjangkarkan kritik filosofis pada penelitian Armaidy Armawi dan Raharjo di Jurnal Filsafat Vol. 31, No. 1 tahun 2021 berjudul: “Evaluasi Program Sosialisasi Civic Literacy Dalam Pembentukan Etika Warganegara Muda”. Tujuan mendasar dari tulisan ini ada pada kekuatan untuk memberi kritik pada penelitian yang memiliki kerapuhan evidensi dalam pembahasan tentang civic literacy. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan verstehen, trouble mapping, interpretasi, dan eksperimen pikiran Myra Zarnowski. Temuan penelitian meliputi: pertama, kerapuhan evidensi terjadi pada kedua peneliti karena mengalami the epistemological break. Kedua, kerapuhan evidensi kedua peneliti ada pada konten civic literacy karena evaluasi kedua peneliti meleset dengan menghadirkan minus data sehingga capaian puncak pada civic literacy bukan terarah pada the well-inform citizens, tetapi berkutat pada bias ekplanasi yang ada pada etika. Rekomendasi penelitian ini terarah pada civic literacy yang memuat struktur tentang tema-tema bacaan dan nilai-nilai kewargaan yang bisa menjawab kebutuhan warga negara. Implikasinya, keterlibatan warga untuk peka mewujudkan keadilan sosial.
{"title":"KERAPUHAN EVIDENSI DALAM CIVIC LITERACY","authors":"Andri Fransiskus Gultom","doi":"10.53977/sd.v5i1.523","DOIUrl":"https://doi.org/10.53977/sd.v5i1.523","url":null,"abstract":"Perdebatan ihwal civic literacy dalam diskursus filsafat di Indonesia masih jarang ditemukan. Tulisan ini boleh jadi menginisiasi perdebatan tersebut dengan menjangkarkan kritik filosofis pada penelitian Armaidy Armawi dan Raharjo di Jurnal Filsafat Vol. 31, No. 1 tahun 2021 berjudul: “Evaluasi Program Sosialisasi Civic Literacy Dalam Pembentukan Etika Warganegara Muda”. Tujuan mendasar dari tulisan ini ada pada kekuatan untuk memberi kritik pada penelitian yang memiliki kerapuhan evidensi dalam pembahasan tentang civic literacy. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan verstehen, trouble mapping, interpretasi, dan eksperimen pikiran Myra Zarnowski. Temuan penelitian meliputi: pertama, kerapuhan evidensi terjadi pada kedua peneliti karena mengalami the epistemological break. Kedua, kerapuhan evidensi kedua peneliti ada pada konten civic literacy karena evaluasi kedua peneliti meleset dengan menghadirkan minus data sehingga capaian puncak pada civic literacy bukan terarah pada the well-inform citizens, tetapi berkutat pada bias ekplanasi yang ada pada etika. Rekomendasi penelitian ini terarah pada civic literacy yang memuat struktur tentang tema-tema bacaan dan nilai-nilai kewargaan yang bisa menjawab kebutuhan warga negara. Implikasinya, keterlibatan warga untuk peka mewujudkan keadilan sosial.","PeriodicalId":333513,"journal":{"name":"Sophia Dharma: Jurnal Filsafat, Agama Hindu, dan Masyarakat","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128678599","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}