Pub Date : 2023-06-13DOI: 10.32697/integritas.v8i2.943
Darmawan Pranoto, Teguh Kurniawan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) has been in a dramatic institutional transition since the enactment of the Second Amendment of the CEC Law in 2019, followed by a series of subsequent policies. The policy narrativepresented by the government and the DPR as the policy-making actors is that the policy was carried out to strengthen the performance of the KPK. Meanwhile, counter-narratives emerged that said the opposite. This discourse took place intensively from 2019 to 2022, judging by the number of media reports. As a result of the narrative debate, based on several surveys, the KPK experienced a significant decline in the level of trust from the public. Using the Narrative Policy Analysis, this study poses the question: how does the government construct the KPK's institutional reform policy narrative? This research finds that the government policy narrative is built on distant belief systems, but is not accompanied by adequate positive incentives, resulting in a prolonged polemic. In this study, it is suggested that the government conduct a comprehensive evaluation study of this policy, open a space for open dialogue by involving counter-narrative actors, and conduct a better policy advocacy.
{"title":"Three years of the corruption eradication commission’s institutional reform: A narrative policy analysis","authors":"Darmawan Pranoto, Teguh Kurniawan","doi":"10.32697/integritas.v8i2.943","DOIUrl":"https://doi.org/10.32697/integritas.v8i2.943","url":null,"abstract":"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) has been in a dramatic institutional transition since the enactment of the Second Amendment of the CEC Law in 2019, followed by a series of subsequent policies. The policy narrativepresented by the government and the DPR as the policy-making actors is that the policy was carried out to strengthen the performance of the KPK. Meanwhile, counter-narratives emerged that said the opposite. This discourse took place intensively from 2019 to 2022, judging by the number of media reports. As a result of the narrative debate, based on several surveys, the KPK experienced a significant decline in the level of trust from the public. Using the Narrative Policy Analysis, this study poses the question: how does the government construct the KPK's institutional reform policy narrative? This research finds that the government policy narrative is built on distant belief systems, but is not accompanied by adequate positive incentives, resulting in a prolonged polemic. In this study, it is suggested that the government conduct a comprehensive evaluation study of this policy, open a space for open dialogue by involving counter-narrative actors, and conduct a better policy advocacy.","PeriodicalId":336909,"journal":{"name":"Integritas : Jurnal Antikorupsi","volume":"49 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114675362","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-13DOI: 10.32697/integritas.v8i2.852
N. Prasetyo, A. Asrinaldi, Aidinil Zetra
Tingkat partisipasi pemilih dalam memilih masyarakat Sumbar pada Pilpres 2019 mengalami peningkatan, yang dibarengi dengan peningkatan skor persepsi korupsi dan kepuasan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi korupsi, kepuasan hidup, dan partisipasi politik. Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode survei. Jumlah responden 1000 orang yang merupakan pemilih dalam Pilpres 2019. Penelitian menemukan bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat Sumbar dinilai cukup baik. Namun temuan ini menjadi peringatan bagi pemerintah dan aparatnya karena 6 poin di atas rata-rata. Peringatan juga berlaku bagi calon, parpol yang mengajukan calon, serta sistem dan institusi politik yang ada dalam melaksanakan kehendak rakyat (demokrasi). Kata kunci: Persepsi korupsi, kepuasan hidup, partisipasi politik, SEM
{"title":"MODEL PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT SUMATERA BARAT DALAM PILPRES TAHUN 2019","authors":"N. Prasetyo, A. Asrinaldi, Aidinil Zetra","doi":"10.32697/integritas.v8i2.852","DOIUrl":"https://doi.org/10.32697/integritas.v8i2.852","url":null,"abstract":"Tingkat partisipasi pemilih dalam memilih masyarakat Sumbar pada Pilpres 2019 mengalami peningkatan, yang dibarengi dengan peningkatan skor persepsi korupsi dan kepuasan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi korupsi, kepuasan hidup, dan partisipasi politik. Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode survei. Jumlah responden 1000 orang yang merupakan pemilih dalam Pilpres 2019. Penelitian menemukan bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat Sumbar dinilai cukup baik. Namun temuan ini menjadi peringatan bagi pemerintah dan aparatnya karena 6 poin di atas rata-rata. Peringatan juga berlaku bagi calon, parpol yang mengajukan calon, serta sistem dan institusi politik yang ada dalam melaksanakan kehendak rakyat (demokrasi). \u0000 \u0000Kata kunci: Persepsi korupsi, kepuasan hidup, partisipasi politik, SEM","PeriodicalId":336909,"journal":{"name":"Integritas : Jurnal Antikorupsi","volume":"26 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129395614","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-25DOI: 10.32697/integritas.v8i1.862
Aan Dwi Nurcahyo, B. R. Mahi
Perkara korupsi pemerintah daerah di Indonesia menunjukkan tren peningkatan. Mayoritas korupsi dilakukan terhadap dana APBD, dimana sumber penerimaan APBD yang paling utama berasal dari transfer pemerintah pusat. Berdasarkan karakteristik penggunaannya, dana transfer dapat diklasifikasikan menjadi Dana Transfer Umum (DTU, yang terdiri dari DAU & DBH) dan Dana Transfer Khusus (DTK, yang terdiri dari DAK Fisik dan non Fisik). Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh DTU dan DTK terhadap probabilitas terjadinya korupsi di daerah. Metode yang digunakan adalah regresi Zero-Inflated Poisson (ZIP). Dengan sampel 519 Pemda Kabupaten dan Kota di Indonesia pada periode 2010-2019, DTU ditemukan memiliki hubungan positif terhadap tingkat korupsi di daerah. Keleluasaan dalam mengelola anggaran DTU menjadi penyebab yang memicu peningkatan korupsi di daerah. Sedangkan DTK menunjukkan hubungan negatif dengan tingkat korupsi di daerah. Pemda tidak memiliki keleluasaan untuk menggunakan anggaran DTK untuk program lain, selain itu pengawasan dalam realisasi program DTK juga relatif lebih ketat.
{"title":"Analisa Dana Transfer Pusat dan Probabilitas Terjadinya Korupsi di Tingkat Pemerintah Daerah","authors":"Aan Dwi Nurcahyo, B. R. Mahi","doi":"10.32697/integritas.v8i1.862","DOIUrl":"https://doi.org/10.32697/integritas.v8i1.862","url":null,"abstract":"Perkara korupsi pemerintah daerah di Indonesia menunjukkan tren peningkatan. Mayoritas korupsi dilakukan terhadap dana APBD, dimana sumber penerimaan APBD yang paling utama berasal dari transfer pemerintah pusat. Berdasarkan karakteristik penggunaannya, dana transfer dapat diklasifikasikan menjadi Dana Transfer Umum (DTU, yang terdiri dari DAU & DBH) dan Dana Transfer Khusus (DTK, yang terdiri dari DAK Fisik dan non Fisik). Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh DTU dan DTK terhadap probabilitas terjadinya korupsi di daerah. Metode yang digunakan adalah regresi Zero-Inflated Poisson (ZIP). Dengan sampel 519 Pemda Kabupaten dan Kota di Indonesia pada periode 2010-2019, DTU ditemukan memiliki hubungan positif terhadap tingkat korupsi di daerah. Keleluasaan dalam mengelola anggaran DTU menjadi penyebab yang memicu peningkatan korupsi di daerah. Sedangkan DTK menunjukkan hubungan negatif dengan tingkat korupsi di daerah. Pemda tidak memiliki keleluasaan untuk menggunakan anggaran DTK untuk program lain, selain itu pengawasan dalam realisasi program DTK juga relatif lebih ketat.","PeriodicalId":336909,"journal":{"name":"Integritas : Jurnal Antikorupsi","volume":"63 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132016734","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-25DOI: 10.32697/integritas.v8i1.870
Prianto Budi Saptono, Dwi Purwanto
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apa yang menyebabkan tidak efektifnya good corporate governance (GCG) dalam pencegahan korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Studi ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil riset menunjukan bahwa GCG belum efektif mencegah korupsi di BUMN karena dipengaruhi oleh Faktor Komunikasi, Faktor Sumber Daya, Faktor Disposisi (sikap), dan Faktor Birokrasi. BUMN menerapkan program pengendalian gratifikasi untuk mencegah korupsi dengan membentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) yang berfungsi sebagai unit layanan dan informasi (help desk) pengendalian gratifikasi. Selain itu, perusahaan juga menyediakan sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing system). Sistem ini disediakan bagi pegawai/pejabat BUMN dan masyarakat yang ingin melaporkan suatu tindakan yang berindikasi pelanggaran di lingkungan BUMN. Namun, program tersebut belum efektif dalam mengurangi dan menghilangkan perilaku koruptif pegawai/pejabat BUMN karena kurangnya nilai kepemimpinan, integritas dan nilai-nilai anti korupsi dari pegawai/pejabat BUMN dalam pencegahan korupsi. UPG juga tidak fokus dalam pencegahan korupsi. Selain itu, pelaksana kebijakan seringkali gagal dalam menjalankan tugasnya karena rasa sungkan dan ketakutan untuk menerapkan kebijakan pengendalian korupsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apa yang menyebabkan tidak efektifnya good corporate governance (GCG) dalam pencegahan korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Studi ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil riset menunjukan bahwa GCG belum efektif mencegah korupsi di BUMN karena dipengaruhi oleh Faktor Komunikasi, Faktor Sumber Daya, Faktor Disposisi (sikap), dan Faktor Birokrasi. BUMN menerapkan program pengendalian gratifikasi untuk mencegah korupsi dengan membentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) yang berfungsi sebagai unit layanan dan informasi (help desk) pengendalian gratifikasi. Selain itu, perusahaan juga menyediakan sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing system). Sistem ini disediakan bagi pegawai/pejabat BUMN dan masyarakat yang ingin melaporkan suatu tindakan yang berindikasi pelanggaran di lingkungan BUMN. Namun, program tersebut belum efektif dalam mengurangi dan menghilangkan perilaku koruptif pegawai/pejabat BUMN karena kurangnya nilai kepemimpinan, integritas dan nilai-nilai anti korupsi dari pegawai/pejabat BUMN dalam pencegahan korupsi. UPG juga tidak fokus dalam pencegahan korupsi. Selain itu, pelaksana kebijakan seringkali gagal dalam menjalankan tugasnya karena rasa sungkan dan ketakutan untuk menerapkan kebijakan pengendalian korupsi.
{"title":"Factors causing the ineffectiveness of Good Corporate Governance in preventing Corruption in State-Owned Enterprises","authors":"Prianto Budi Saptono, Dwi Purwanto","doi":"10.32697/integritas.v8i1.870","DOIUrl":"https://doi.org/10.32697/integritas.v8i1.870","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apa yang menyebabkan tidak efektifnya good corporate governance (GCG) dalam pencegahan korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Studi ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil riset menunjukan bahwa GCG belum efektif mencegah korupsi di BUMN karena dipengaruhi oleh Faktor Komunikasi, Faktor Sumber Daya, Faktor Disposisi (sikap), dan Faktor Birokrasi. BUMN menerapkan program pengendalian gratifikasi untuk mencegah korupsi dengan membentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) yang berfungsi sebagai unit layanan dan informasi (help desk) pengendalian gratifikasi. Selain itu, perusahaan juga menyediakan sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing system). Sistem ini disediakan bagi pegawai/pejabat BUMN dan masyarakat yang ingin melaporkan suatu tindakan yang berindikasi pelanggaran di lingkungan BUMN. Namun, program tersebut belum efektif dalam mengurangi dan menghilangkan perilaku koruptif pegawai/pejabat BUMN karena kurangnya nilai kepemimpinan, integritas dan nilai-nilai anti korupsi dari pegawai/pejabat BUMN dalam pencegahan korupsi. UPG juga tidak fokus dalam pencegahan korupsi. Selain itu, pelaksana kebijakan seringkali gagal dalam menjalankan tugasnya karena rasa sungkan dan ketakutan untuk menerapkan kebijakan pengendalian korupsi. \u0000Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apa yang menyebabkan tidak efektifnya good corporate governance (GCG) dalam pencegahan korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Studi ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil riset menunjukan bahwa GCG belum efektif mencegah korupsi di BUMN karena dipengaruhi oleh Faktor Komunikasi, Faktor Sumber Daya, Faktor Disposisi (sikap), dan Faktor Birokrasi. BUMN menerapkan program pengendalian gratifikasi untuk mencegah korupsi dengan membentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) yang berfungsi sebagai unit layanan dan informasi (help desk) pengendalian gratifikasi. Selain itu, perusahaan juga menyediakan sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing system). Sistem ini disediakan bagi pegawai/pejabat BUMN dan masyarakat yang ingin melaporkan suatu tindakan yang berindikasi pelanggaran di lingkungan BUMN. Namun, program tersebut belum efektif dalam mengurangi dan menghilangkan perilaku koruptif pegawai/pejabat BUMN karena kurangnya nilai kepemimpinan, integritas dan nilai-nilai anti korupsi dari pegawai/pejabat BUMN dalam pencegahan korupsi. UPG juga tidak fokus dalam pencegahan korupsi. Selain itu, pelaksana kebijakan seringkali gagal dalam menjalankan tugasnya karena rasa sungkan dan ketakutan untuk menerapkan kebijakan pengendalian korupsi. \u0000 ","PeriodicalId":336909,"journal":{"name":"Integritas : Jurnal Antikorupsi","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130745987","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-25DOI: 10.32697/integritas.v8i1.903
A. Fariduddin, Nicolaus Yudistira Dwi Tetono
Perdebatan mengenai penerapan pidana mati di Indonesia memang tidak kunjung berakhir, termasuk pula dalam ranah pidana mati bagi koruptor. Penelitian ini menawarkan analisis reflektif berdasarkan aliran utilitarianisme yang melihat unsur kemanfaatan sebagai justifikasi dari pemberlakuan sebuah hukum. Sudut pandang utilitarianisme digunakan sebagai alat analisis karena kejahatan korupsi sangat berhubungan erat dengan keuangan negara, sehingga sanksi hukum harus dipastikan dapat menghasilkan manfaat bagi keuangan negara tersebut. Hasil penelitian menunjukan kemanfaatan yang dihasilkan sangat kecil, sedangkan harga yang harus dibayar sangat tinggi dalam penjatuhan pidana mati bagi koruptor ini. Dalam perspektif utilitarianisme penjatuhan pidana mati bagi koruptor tidak mencapai kesebandingan dalam kalkulasi cost and benefit.
{"title":"Penjatuhan Pidana Mati bagi Koruptor di Indonesia dalam Perspektif Utilitarianisme","authors":"A. Fariduddin, Nicolaus Yudistira Dwi Tetono","doi":"10.32697/integritas.v8i1.903","DOIUrl":"https://doi.org/10.32697/integritas.v8i1.903","url":null,"abstract":"Perdebatan mengenai penerapan pidana mati di Indonesia memang tidak kunjung berakhir, termasuk pula dalam ranah pidana mati bagi koruptor. Penelitian ini menawarkan analisis reflektif berdasarkan aliran utilitarianisme yang melihat unsur kemanfaatan sebagai justifikasi dari pemberlakuan sebuah hukum. Sudut pandang utilitarianisme digunakan sebagai alat analisis karena kejahatan korupsi sangat berhubungan erat dengan keuangan negara, sehingga sanksi hukum harus dipastikan dapat menghasilkan manfaat bagi keuangan negara tersebut. Hasil penelitian menunjukan kemanfaatan yang dihasilkan sangat kecil, sedangkan harga yang harus dibayar sangat tinggi dalam penjatuhan pidana mati bagi koruptor ini. Dalam perspektif utilitarianisme penjatuhan pidana mati bagi koruptor tidak mencapai kesebandingan dalam kalkulasi cost and benefit.","PeriodicalId":336909,"journal":{"name":"Integritas : Jurnal Antikorupsi","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125619199","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-25DOI: 10.32697/integritas.v8i1.866
Ilmi Farikhoh, Anis Chariri
Adanya sudut pandang yang luas pada kumpulan pengetahuan tentang korupsi, memberikan peluang untuk dilakukan tinjauan dan analisis lebih lanjut terhadap literatur penelitian terdahulu. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan memetakan secara sistematis aliran penelitian utama, perkembangan penelitian bidang korupsi di sektor publik meliputi artikel jurnal utama, negara, institusi, penulis, jaringan di bidang ini, dan arah penelitian selanjutnya. SLR dan analisis bibliometrik digunakan untuk menganalisis 759 artikel dari database scopus sejak tahun 2011 – 2020. Hasil dan implikasi penelitian antara lain topik korupsi di sektor publik masih menjadi topik yang menarik. Artikel karya Chan, A.P.C.,Williams, C.C atau artikel yang dipublikasikan pada Journal of Financial Crime dapat menjadi sumber referensi utama dalam penelitian lanjutan. Selain itu, dengan menyoroti istilah-istlah seperti kata management, regulation, tax evasion, health care, investment dapat menjadi arah bagi penelitian selanjutnya untuk mengkombinasikan kata korupsi dengan kata-kata tersebut.
{"title":"Korupsi Di Sektor Publik : Tinjauan Literatur Sistematis Dan Analisis Bibliometrik","authors":"Ilmi Farikhoh, Anis Chariri","doi":"10.32697/integritas.v8i1.866","DOIUrl":"https://doi.org/10.32697/integritas.v8i1.866","url":null,"abstract":"Adanya sudut pandang yang luas pada kumpulan pengetahuan tentang korupsi, memberikan peluang untuk dilakukan tinjauan dan analisis lebih lanjut terhadap literatur penelitian terdahulu. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan memetakan secara sistematis aliran penelitian utama, perkembangan penelitian bidang korupsi di sektor publik meliputi artikel jurnal utama, negara, institusi, penulis, jaringan di bidang ini, dan arah penelitian selanjutnya. SLR dan analisis bibliometrik digunakan untuk menganalisis 759 artikel dari database scopus sejak tahun 2011 – 2020. Hasil dan implikasi penelitian antara lain topik korupsi di sektor publik masih menjadi topik yang menarik. Artikel karya Chan, A.P.C.,Williams, C.C atau artikel yang dipublikasikan pada Journal of Financial Crime dapat menjadi sumber referensi utama dalam penelitian lanjutan. Selain itu, dengan menyoroti istilah-istlah seperti kata management, regulation, tax evasion, health care, investment dapat menjadi arah bagi penelitian selanjutnya untuk mengkombinasikan kata korupsi dengan kata-kata tersebut.","PeriodicalId":336909,"journal":{"name":"Integritas : Jurnal Antikorupsi","volume":"142 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131743700","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-25DOI: 10.32697/integritas.v8i1.857
Sanda Aditiya Arsandi
There is a difference of opinion amongst experts regarding the impact of corruption on industrial growth. Many people believe that corruption will hinder industrial growth, but several studies (especially in Asia) have found that corruption is the grease for the wheel of business. This study seeks to examine the relationship between business and corruption by using case study methods and quantitative content analysis techniques on conditions in Mojokerto Regency and City, two regions in which industry is an important development sector. In the last four periods, the former Regent and Mayor of Mojokerto have been reported as being involved in corruption cases. Using secondary data from Badan Pusat Statistik, we examine the relationship between corrupt governments in the Regency and City of Mojokerto on industrial growth using secondary data from Badan Pusat Statistik (BPS). By using quantitative analysis on several parameters of industry growth (such as the number of workers, investment value, number of firms and number of products), we find that the regional heads who were involved in several corruption cases in both Mojokerto Regency and Mojokerto City could not bring about positive change in industrial growth during their tenure, instead overseeing some decline in both regions.
{"title":"Regional head corruption and industrial growth: Evidence from Mojokerto Regency and City","authors":"Sanda Aditiya Arsandi","doi":"10.32697/integritas.v8i1.857","DOIUrl":"https://doi.org/10.32697/integritas.v8i1.857","url":null,"abstract":"There is a difference of opinion amongst experts regarding the impact of corruption on industrial growth. Many people believe that corruption will hinder industrial growth, but several studies (especially in Asia) have found that corruption is the grease for the wheel of business. This study seeks to examine the relationship between business and corruption by using case study methods and quantitative content analysis techniques on conditions in Mojokerto Regency and City, two regions in which industry is an important development sector. In the last four periods, the former Regent and Mayor of Mojokerto have been reported as being involved in corruption cases. Using secondary data from Badan Pusat Statistik, we examine the relationship between corrupt governments in the Regency and City of Mojokerto on industrial growth using secondary data from Badan Pusat Statistik (BPS). By using quantitative analysis on several parameters of industry growth (such as the number of workers, investment value, number of firms and number of products), we find that the regional heads who were involved in several corruption cases in both Mojokerto Regency and Mojokerto City could not bring about positive change in industrial growth during their tenure, instead overseeing some decline in both regions.","PeriodicalId":336909,"journal":{"name":"Integritas : Jurnal Antikorupsi","volume":"90 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121755899","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-25DOI: 10.32697/integritas.v8i1.902
Ruth Silvia, A. Lutfi
Mendorong warga dalam Penganggaran Partisipatif (Participatory Budgeting) tidaklah mudah. Di Indonesia, tingkat kehadiran masyarakat dalam forum musrenbang atau participatory budgeting (PB) tergolong rendah padahal regulasi telah mengamanatkan adanya partisipasi dalam penganggaran. Di sisi lain, masih banyak kasus korupsi yang terjadi dengan modus penyalahgunaan anggaran. Participatory Budgeting berbicara mengenai bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses penganggaran. Pelibatan ini penting sebagai bentuk transparansi dan Pencegahan korupsi, selain itu masyarakat juga merupakan pemilik uang dari pajak yang diberikan kepada pemerintah. Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui faktor terpenting dari 5 (lima) kriteria kesuksesan PB dari hasil studi best practice di negara lain dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Pakar terpilih adalah pendamping pemerintah daerah dalam pencegahan korupsi. Hasil penelitian menunjukkan faktor kunci utama untuk mendorong keterlibatan masyarakat dalam Penganggaran Partisipatif (PB) adalah dengan meningkatkan kesadaran politik masyarakat.
{"title":"Faktor Sukses Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Participatory Budgeting Dengan Metode AHP","authors":"Ruth Silvia, A. Lutfi","doi":"10.32697/integritas.v8i1.902","DOIUrl":"https://doi.org/10.32697/integritas.v8i1.902","url":null,"abstract":"Mendorong warga dalam Penganggaran Partisipatif (Participatory Budgeting) tidaklah mudah. Di Indonesia, tingkat kehadiran masyarakat dalam forum musrenbang atau participatory budgeting (PB) tergolong rendah padahal regulasi telah mengamanatkan adanya partisipasi dalam penganggaran. Di sisi lain, masih banyak kasus korupsi yang terjadi dengan modus penyalahgunaan anggaran. Participatory Budgeting berbicara mengenai bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses penganggaran. Pelibatan ini penting sebagai bentuk transparansi dan Pencegahan korupsi, selain itu masyarakat juga merupakan pemilik uang dari pajak yang diberikan kepada pemerintah. Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui faktor terpenting dari 5 (lima) kriteria kesuksesan PB dari hasil studi best practice di negara lain dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Pakar terpilih adalah pendamping pemerintah daerah dalam pencegahan korupsi. Hasil penelitian menunjukkan faktor kunci utama untuk mendorong keterlibatan masyarakat dalam Penganggaran Partisipatif (PB) adalah dengan meningkatkan kesadaran politik masyarakat.","PeriodicalId":336909,"journal":{"name":"Integritas : Jurnal Antikorupsi","volume":"12 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132698089","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-25DOI: 10.32697/integritas.v8i1.867
Taryanto Taryanto, Eko Prasojo
Capaian pemulihan kerugian negara sebagai hasil kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai tidak optimal yang menunjukkan adanya masalah pada manajemen kinerjanya. Oleh karena itu, riset ini bertujuan untuk menemukan strategi mikro (organisasi) dalam optimalisasi pemulihan kerugian negara dengan menggunakan model Balance Score Card. permasalahan pemulihan kerugian negara di KPK akan dianalisis dengan menggunakan teori kebijakan secara umum, dan secara lebih spesifik menggunakan teori manajemen kinerja balanced scorecard (BSC) dan teori pemulihan aset (asset recovery). Secara keseluruhan balance scorecard dalam mengukur kinerja KPK dalam pemulihan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi masih di katakan cukup dengan total score 73%, artinya keseimbangan antara perspektif satu dengan yang lainnya masih belum bisa dicapai. Dalam analisis kualitatif, faktor-faktor yang mempengaruhi pengoptimalan pemulihan kerugian adalah 1) Regulasi yang diterapkan belum optimal khusunya pada penetapan hukuman dan denda yang diperoleh oleh tersangka; 2) Tunggakan perkara dan kurang dari segi kualitas dan kuantitas perkara yang diselidiki; 3) kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia yang masih rendah; 4) Sinergisitas antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Aparat Penegak Hukum lain yang masih terbentur egosektoral.
{"title":"Analisis Manajemen Kinerja KPK dalam Optimalisasi Pemulihan Kerugian Negara","authors":"Taryanto Taryanto, Eko Prasojo","doi":"10.32697/integritas.v8i1.867","DOIUrl":"https://doi.org/10.32697/integritas.v8i1.867","url":null,"abstract":"Capaian pemulihan kerugian negara sebagai hasil kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai tidak optimal yang menunjukkan adanya masalah pada manajemen kinerjanya. Oleh karena itu, riset ini bertujuan untuk menemukan strategi mikro (organisasi) dalam optimalisasi pemulihan kerugian negara dengan menggunakan model Balance Score Card. permasalahan pemulihan kerugian negara di KPK akan dianalisis dengan menggunakan teori kebijakan secara umum, dan secara lebih spesifik menggunakan teori manajemen kinerja balanced scorecard (BSC) dan teori pemulihan aset (asset recovery). Secara keseluruhan balance scorecard dalam mengukur kinerja KPK dalam pemulihan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi masih di katakan cukup dengan total score 73%, artinya keseimbangan antara perspektif satu dengan yang lainnya masih belum bisa dicapai. Dalam analisis kualitatif, faktor-faktor yang mempengaruhi pengoptimalan pemulihan kerugian adalah 1) Regulasi yang diterapkan belum optimal khusunya pada penetapan hukuman dan denda yang diperoleh oleh tersangka; 2) Tunggakan perkara dan kurang dari segi kualitas dan kuantitas perkara yang diselidiki; 3) kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia yang masih rendah; 4) Sinergisitas antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Aparat Penegak Hukum lain yang masih terbentur egosektoral.","PeriodicalId":336909,"journal":{"name":"Integritas : Jurnal Antikorupsi","volume":"31 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125954360","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-25DOI: 10.32697/integritas.v8i1.896
Radhiya Bustan, Liana Mailani
The experience of online learning during the Covid-19 pandemic led to an increase in cases of deception by high school students. For this reason, providing psycho-religious-based anti-corruption counseling to develop integrity and character values is one way to prevent corruption. The subjects of this study were 25 students of the student council (OSIS) at State Senior High School 1 Sukatani, West Java. This research was conducted with a mixed research method. Based on qualitative and quantitative data analysis, it obtained data showing that anti-corruption counseling with a psycho-religious approach through lectures, discussions (FGD), case studies, watching movies, creating e-flyers and presentations, as well as drafting action plans, can be effective to develop student integrity values. This program can be a model for preventing corruption in senior high schools, which can be carried out with either offline or online methods.
{"title":"Effectiveness of anti-corruption counseling with psycho-religious approach to develop student integrity character","authors":"Radhiya Bustan, Liana Mailani","doi":"10.32697/integritas.v8i1.896","DOIUrl":"https://doi.org/10.32697/integritas.v8i1.896","url":null,"abstract":"The experience of online learning during the Covid-19 pandemic led to an increase in cases of deception by high school students. For this reason, providing psycho-religious-based anti-corruption counseling to develop integrity and character values is one way to prevent corruption. The subjects of this study were 25 students of the student council (OSIS) at State Senior High School 1 Sukatani, West Java. This research was conducted with a mixed research method. Based on qualitative and quantitative data analysis, it obtained data showing that anti-corruption counseling with a psycho-religious approach through lectures, discussions (FGD), case studies, watching movies, creating e-flyers and presentations, as well as drafting action plans, can be effective to develop student integrity values. This program can be a model for preventing corruption in senior high schools, which can be carried out with either offline or online methods.","PeriodicalId":336909,"journal":{"name":"Integritas : Jurnal Antikorupsi","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129098072","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}