Pub Date : 2019-09-28DOI: 10.30959/patanjala.v11i3.543
Arief Dwinanto, Rini S. Soemarwoto, Miranda Risang Ayu Palar
Sirih pinang dalam tulisan ini mengacu pada sirih (Piper betle L), pinang (Areca catechu L) dan kapur; serta praktik mengunyahnya. Di berbagai daerah di Indonesia, budaya sirih pinang dan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya mulai pudar. Namun di Sumba, masyarakatnya masih menanam sirih – pinang dan memanfaatkan sirih pinang dalam kesehariannya, menggunakannya pada praktik ritual, dan acara seremonial. Penelitian ini membahas budaya sirih pinang di Sumba Barat. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara mendalam dan kajian pustaka. Kajian ini menemukan bahwa sirih pinang di Sumba Barat memiliki beragam fungsi sosial, budaya, ekonomi dan pengobatan. Sirih pinang menjadi simbol penting dalam budaya Sumba. Hal ini terkait erat dengan tatanan yang memengaruhi kehidupan orang Sumba, yaitu kepercayaan Marapu, tempat tinggal (rumah: uma ; dan kampung: wano), serta ikatan kekerabatan (kabisu). Sirih pinang sebagai sumber daya budaya tak benda berpotensi untuk dapat dilindungi dalam kerangka pelestarian budaya melalui sistem perlindungan hukum sumber daya budaya takbenda, yaitu melalui ranah warisan budaya takbenda (WBTB) di Indonesia. Sirih pinang refers to the material (betel nut, areca nut, lime) and its practice of chewing it. Sumbanese, plant and use sirih pinang in their daily lives, and use it in ritual practices and ceremonial events. In various regions in Indonesia, sirih pinang tradition and it’s cultural values began to fade, therefore efforts to preserve sirih pinang tradition are needed. This study uses a qualitative approach. Data collection is carried out through observation, interviews, and literature studies. The results found that sirih pinang has a variety of social, cultural, economic, and medicinal functions. It has become an essential symbol in sumbanese culture. The symbol is related to the system that affects the lives of sumbanese, namely Marapu's beliefs, kampung (village) or uma (rumah) and kabisu (kinship system). In the intellectual property rights system, sirih pinang can be categorized as an intangible cultural resource that can be protected, utilized and developed within the framework of cultural preservation. One of the opportunities of the effort to preserve the intangible cultural resources is through the recognition and acknowledgement of sirih pinang as a shared intangible cultural heritage (ICH) in Indonesia.
{"title":"BUDAYA SIRIH PINANG DAN PELUANG PELESTARIANNYA DI SUMBA BARAT, INDONESIA","authors":"Arief Dwinanto, Rini S. Soemarwoto, Miranda Risang Ayu Palar","doi":"10.30959/patanjala.v11i3.543","DOIUrl":"https://doi.org/10.30959/patanjala.v11i3.543","url":null,"abstract":"Sirih pinang dalam tulisan ini mengacu pada sirih (Piper betle L), pinang (Areca catechu L) dan kapur; serta praktik mengunyahnya. Di berbagai daerah di Indonesia, budaya sirih pinang dan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya mulai pudar. Namun di Sumba, masyarakatnya masih menanam sirih – pinang dan memanfaatkan sirih pinang dalam kesehariannya, menggunakannya pada praktik ritual, dan acara seremonial. Penelitian ini membahas budaya sirih pinang di Sumba Barat. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara mendalam dan kajian pustaka. Kajian ini menemukan bahwa sirih pinang di Sumba Barat memiliki beragam fungsi sosial, budaya, ekonomi dan pengobatan. Sirih pinang menjadi simbol penting dalam budaya Sumba. Hal ini terkait erat dengan tatanan yang memengaruhi kehidupan orang Sumba, yaitu kepercayaan Marapu, tempat tinggal (rumah: uma ; dan kampung: wano), serta ikatan kekerabatan (kabisu). Sirih pinang sebagai sumber daya budaya tak benda berpotensi untuk dapat dilindungi dalam kerangka pelestarian budaya melalui sistem perlindungan hukum sumber daya budaya takbenda, yaitu melalui ranah warisan budaya takbenda (WBTB) di Indonesia. Sirih pinang refers to the material (betel nut, areca nut, lime) and its practice of chewing it. Sumbanese, plant and use sirih pinang in their daily lives, and use it in ritual practices and ceremonial events. In various regions in Indonesia, sirih pinang tradition and it’s cultural values began to fade, therefore efforts to preserve sirih pinang tradition are needed. This study uses a qualitative approach. Data collection is carried out through observation, interviews, and literature studies. The results found that sirih pinang has a variety of social, cultural, economic, and medicinal functions. It has become an essential symbol in sumbanese culture. The symbol is related to the system that affects the lives of sumbanese, namely Marapu's beliefs, kampung (village) or uma (rumah) and kabisu (kinship system). In the intellectual property rights system, sirih pinang can be categorized as an intangible cultural resource that can be protected, utilized and developed within the framework of cultural preservation. One of the opportunities of the effort to preserve the intangible cultural resources is through the recognition and acknowledgement of sirih pinang as a shared intangible cultural heritage (ICH) in Indonesia.","PeriodicalId":33853,"journal":{"name":"Patanjala Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya","volume":"21 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"75813486","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-09-28DOI: 10.30959/patanjala.v11i3.511
Arie Januar
Industrialisasi dalam dekade terakhir telah menjadi isu yang sangat hangat di Indonesia, khususnya di Kabupaten Teluk Bintuni. Perkembangan industrialisasi yang terjadi di Bintuni telah menyebabkan perubahan pada aspek kehidupan orang asli, baik itu sosial, budaya, maupun ekonomi, sehingga untuk menghadapi sebuah perubahan mereka harus membuat strategi agar tetap eksis dalam melangkahi pembangunan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang peluang dan tantangan orang asli Papua menghadapi perkembangan industri di Teluk Bintuni. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengunaan pendekatan ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang ada secara detail dan mendalam dari proses perubahan sosial yang terjadi di Bintuni. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa perkembangan industrialisasi yang terjadi di Bintuni secara umum telah melampaui pelbagai aspek di dalam kehidupan orang asli. Perubahan ini dibuktikan dengan berkembangnya pola pikir, pola konsumsi, dan peralihan mata pencaharian dari petani dan nelayan ke sektor yang lebih luas. Industrialization in the last decade has become a very salient issue in Indonesia, especially in the Teluk Bintuni Regency. The development of industrialization that occurred in Bintuni has caused changes in the lives of indigenous people, be it social, cultural, or economic aspects. So to face a change they must make a strategy to continue to exist in accordant with the development plan. The purpose of this study is to describe the opportunities and challenges of indigenous Papuans in facing industrial development in Bintuni Bay. This research uses a qualitative approach. The use of this approach aims to explain the phenomena in great detail. The results of this study indicate that the development of industrialization that occurred in Bintuni in general has influenced various aspects in the lives of indigenous people. This change is evidenced by the development of mindset, consumption patterns, and the shifting livelihoods from farmers and fishermen to the broader sector.
{"title":"PELUANG DAN TANTANGAN ORANG ASLI PAPUA MENGHADAPI PERKEMBANGAN INDUSTRI DI KABUPATEN TELUK BINTUNI","authors":"Arie Januar","doi":"10.30959/patanjala.v11i3.511","DOIUrl":"https://doi.org/10.30959/patanjala.v11i3.511","url":null,"abstract":"Industrialisasi dalam dekade terakhir telah menjadi isu yang sangat hangat di Indonesia, khususnya di Kabupaten Teluk Bintuni. Perkembangan industrialisasi yang terjadi di Bintuni telah menyebabkan perubahan pada aspek kehidupan orang asli, baik itu sosial, budaya, maupun ekonomi, sehingga untuk menghadapi sebuah perubahan mereka harus membuat strategi agar tetap eksis dalam melangkahi pembangunan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang peluang dan tantangan orang asli Papua menghadapi perkembangan industri di Teluk Bintuni. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengunaan pendekatan ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang ada secara detail dan mendalam dari proses perubahan sosial yang terjadi di Bintuni. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa perkembangan industrialisasi yang terjadi di Bintuni secara umum telah melampaui pelbagai aspek di dalam kehidupan orang asli. Perubahan ini dibuktikan dengan berkembangnya pola pikir, pola konsumsi, dan peralihan mata pencaharian dari petani dan nelayan ke sektor yang lebih luas. Industrialization in the last decade has become a very salient issue in Indonesia, especially in the Teluk Bintuni Regency. The development of industrialization that occurred in Bintuni has caused changes in the lives of indigenous people, be it social, cultural, or economic aspects. So to face a change they must make a strategy to continue to exist in accordant with the development plan. The purpose of this study is to describe the opportunities and challenges of indigenous Papuans in facing industrial development in Bintuni Bay. This research uses a qualitative approach. The use of this approach aims to explain the phenomena in great detail. The results of this study indicate that the development of industrialization that occurred in Bintuni in general has influenced various aspects in the lives of indigenous people. This change is evidenced by the development of mindset, consumption patterns, and the shifting livelihoods from farmers and fishermen to the broader sector.","PeriodicalId":33853,"journal":{"name":"Patanjala Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya","volume":"74 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74919602","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-09-28DOI: 10.30959/patanjala.v11i3.523
M. Adji, Lina Meilinawati Rahayu
Artikel ini bertujuan menunjukkan bagaimana minum kopi sebagai tradisi dan gaya hidup ditampilkan dalam karya sastra. Objek penelitian ini adalah cerpen berjudul “Filosofi Kopi” karya Dee (Dewi Lestari). Cerpen ini membicarakan budaya minum kopi pada masyarakat urban dan masyarakat rural di Indonesia. Dalam artikel ini digunakan teori representasi Stuart Hall. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) cerpen “Filosofi Kopi” menampilkan budaya minum kopi dalam dua representasi, yaitu kopi sebagai gaya hidup dan kopi sebagai tradisi. (2) Representasi minum kopi sebagai gaya hidup diperlihatkan dari cara kaum urban memproduksi citra tertentu melalui aktivitas minum kopi. Sementara itu, minum kopi sebagai tradisi diperlihatkan dari cara masyarakat rural memaknai kopi sebagai bagian yang melekat dalam kehidupan keseharian mereka yang sederhana. Teks cerpen ini juga menunjukkan keberpihakan secara ideologis terhadap citra minum kopi sebagai tradisi, sebagai wacana yang perlu disuarakan di tengah masifnya citra minum kopi sebagai gaya hidup. This article aims to show how drinking coffee as a tradition and lifestyle is featured in literary works. The object of this research is a short story entitled "Philosophy of Coffee" by Dee (Dewi Lestari). This short story discusses the culture of drinking coffee in both urban and rural communities in Indonesia. Using Stuart Hall's theory of representation with descriptive analytical method the results of the study concluded that: (1) the short story "Philosophy of Coffee" displays the culture of drinking coffee in two representations, namely coffee as both a lifestyle and a tradition. (2) Representation of drinking coffee as a lifestyle is shown in the way urbanites produce certain images through coffee drinking activities. Meanwhile, drinking coffee as a tradition is shown by the way rural people interpret coffee as an inherent part of their simple daily lives. The text of this short story also shows ideological leaning towards the image of drinking coffee as a tradition, as a discourse that needs to be voiced in the midst of the massive image of drinking coffee as a lifestyle.
{"title":"REPRESENTASI GAYA HIDUP DAN TRADISI MINUM KOPI DALAM KARYA SASTRA","authors":"M. Adji, Lina Meilinawati Rahayu","doi":"10.30959/patanjala.v11i3.523","DOIUrl":"https://doi.org/10.30959/patanjala.v11i3.523","url":null,"abstract":"Artikel ini bertujuan menunjukkan bagaimana minum kopi sebagai tradisi dan gaya hidup ditampilkan dalam karya sastra. Objek penelitian ini adalah cerpen berjudul “Filosofi Kopi” karya Dee (Dewi Lestari). Cerpen ini membicarakan budaya minum kopi pada masyarakat urban dan masyarakat rural di Indonesia. Dalam artikel ini digunakan teori representasi Stuart Hall. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) cerpen “Filosofi Kopi” menampilkan budaya minum kopi dalam dua representasi, yaitu kopi sebagai gaya hidup dan kopi sebagai tradisi. (2) Representasi minum kopi sebagai gaya hidup diperlihatkan dari cara kaum urban memproduksi citra tertentu melalui aktivitas minum kopi. Sementara itu, minum kopi sebagai tradisi diperlihatkan dari cara masyarakat rural memaknai kopi sebagai bagian yang melekat dalam kehidupan keseharian mereka yang sederhana. Teks cerpen ini juga menunjukkan keberpihakan secara ideologis terhadap citra minum kopi sebagai tradisi, sebagai wacana yang perlu disuarakan di tengah masifnya citra minum kopi sebagai gaya hidup. This article aims to show how drinking coffee as a tradition and lifestyle is featured in literary works. The object of this research is a short story entitled \"Philosophy of Coffee\" by Dee (Dewi Lestari). This short story discusses the culture of drinking coffee in both urban and rural communities in Indonesia. Using Stuart Hall's theory of representation with descriptive analytical method the results of the study concluded that: (1) the short story \"Philosophy of Coffee\" displays the culture of drinking coffee in two representations, namely coffee as both a lifestyle and a tradition. (2) Representation of drinking coffee as a lifestyle is shown in the way urbanites produce certain images through coffee drinking activities. Meanwhile, drinking coffee as a tradition is shown by the way rural people interpret coffee as an inherent part of their simple daily lives. The text of this short story also shows ideological leaning towards the image of drinking coffee as a tradition, as a discourse that needs to be voiced in the midst of the massive image of drinking coffee as a lifestyle.","PeriodicalId":33853,"journal":{"name":"Patanjala Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya","volume":"17 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78198622","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-09-28DOI: 10.30959/patanjala.v11i3.538
Nunung Julaeha, Didin Saripudin, Nana Supriatna, Leli Yulifar
Tradisi Bubur Suro di Rancakalong Kabupaten Sumedang merupakan kearifan lokal sebagai wujud syukur masyarakat kepada Sang Pencipta serta memiliki fungsi dalam menjaga dan memelihara kesinambungan alam (suistainability). Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi nilai-nilai kearifan ekologi yang terdapat dalam tradisi Bubur Suro. Masalah penelitian dirumuskan dalam dua pertanyaan penelitian yaitu: (1) Bagaimanakah proses pelaksanaan tradisi Bubur Suro? (2) Nilai-nilai kearifan ekologi apa yang terdapat dalam tradisi Bubur Suro? Metode penelitian adalah deskriftif kualitatif dengan model etnografi. Hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat nilai-nilai kearifan lokal dalam tradisi Bubur Suro yang berhubungan dengan upaya masyarakat dalam menjaga kesinambungan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan sang pencipta. Upaya menjaga kesinambungan alam tampak dalam memelihara keanekaragaman hayati (sarebu rupa), kesinambungan (babasan sarereaeun), hidup hemat dan sederhana (konsep patih goah), hidup tertib dan teratur (tataliparanti, dawegan dipares), gotong-royong serta simbol kersa nyai sebagai bentuk perlindungan terhadap tanaman lokal. The Bubur Suro tradition in Rancakalong Sumedang is one of the local wisdoms which has a function as an expression of the gratitude of the people to the Creator for mantaining the suistainabality of the cosmos. This research's aims is to identify the values of ecological wisdom contained in Bubur Suro tradition. The problem is formulated into two research questions, namely: (1) How is the Bubur Suro tradition being perfomed? (2) What ecological wisdom values are found in it? The method used is descriptive qualitative method with ethnografic model. The results show that there are local wisdom values in the Bubur Suro tradition which was related to humans efforts to maintain the sustainability of harmonious relationship among fellow human beings, nature, and the Creator. Efforts to preserve the sustainability of nature are evident in maintaining biodiversity (sarebu form), sustainability (babasan sarereaeun), frugal and simple living (patih goah), well-ordered living (tataliparanti, dawegan dipares), mutual cooperation and the symbol of kersa nyai as a form of protection of local plants.
{"title":"KEARIFAN EKOLOGI DALAM TRADISI BUBUR SURO DI RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG","authors":"Nunung Julaeha, Didin Saripudin, Nana Supriatna, Leli Yulifar","doi":"10.30959/patanjala.v11i3.538","DOIUrl":"https://doi.org/10.30959/patanjala.v11i3.538","url":null,"abstract":"Tradisi Bubur Suro di Rancakalong Kabupaten Sumedang merupakan kearifan lokal sebagai wujud syukur masyarakat kepada Sang Pencipta serta memiliki fungsi dalam menjaga dan memelihara kesinambungan alam (suistainability). Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi nilai-nilai kearifan ekologi yang terdapat dalam tradisi Bubur Suro. Masalah penelitian dirumuskan dalam dua pertanyaan penelitian yaitu: (1) Bagaimanakah proses pelaksanaan tradisi Bubur Suro? (2) Nilai-nilai kearifan ekologi apa yang terdapat dalam tradisi Bubur Suro? Metode penelitian adalah deskriftif kualitatif dengan model etnografi. Hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat nilai-nilai kearifan lokal dalam tradisi Bubur Suro yang berhubungan dengan upaya masyarakat dalam menjaga kesinambungan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan sang pencipta. Upaya menjaga kesinambungan alam tampak dalam memelihara keanekaragaman hayati (sarebu rupa), kesinambungan (babasan sarereaeun), hidup hemat dan sederhana (konsep patih goah), hidup tertib dan teratur (tataliparanti, dawegan dipares), gotong-royong serta simbol kersa nyai sebagai bentuk perlindungan terhadap tanaman lokal. The Bubur Suro tradition in Rancakalong Sumedang is one of the local wisdoms which has a function as an expression of the gratitude of the people to the Creator for mantaining the suistainabality of the cosmos. This research's aims is to identify the values of ecological wisdom contained in Bubur Suro tradition. The problem is formulated into two research questions, namely: (1) How is the Bubur Suro tradition being perfomed? (2) What ecological wisdom values are found in it? The method used is descriptive qualitative method with ethnografic model. The results show that there are local wisdom values in the Bubur Suro tradition which was related to humans efforts to maintain the sustainability of harmonious relationship among fellow human beings, nature, and the Creator. Efforts to preserve the sustainability of nature are evident in maintaining biodiversity (sarebu form), sustainability (babasan sarereaeun), frugal and simple living (patih goah), well-ordered living (tataliparanti, dawegan dipares), mutual cooperation and the symbol of kersa nyai as a form of protection of local plants.","PeriodicalId":33853,"journal":{"name":"Patanjala Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya","volume":"100 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83341707","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-09-28DOI: 10.30959/patanjala.v11i3.522
S. Samsudin, N. H. Lubis
Kemajuan yang dicapai oleh negara Barat dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi, berakar pada trilogi liberalisme, pluralisme, dan sekularisme. Atas dasar itulah, beberapa tokoh Islam Indonesia ingin memajukan umatnya dengan trilogi tersebut. Dalam perjalanannya, tokoh Islam seperti Nurcholish Madjid dan Ulil Abshar menuai kritik dari Rasjidi dan Atiyan Ali. Puncaknya adalah ketika MUI mengeluarkan fatwa mengharamkan Islam liberal. Bagaimana gambaran sejarah masuk Islam liberal di Indonesia? Mengapa terjadi polemik Islam liberal di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, metode yang digunakan adalah metode sejarah, meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan hasil penelitian, sejarah Islam liberal di Indonesia terbagi ke dalam empat tahap, yaitu: Tahap awal ketika masih menyatu dengan pemikiran neo-modernisme. Kedua, pembentukan enam paradigma Islam liberal. Ketiga adanya kritik dan evaluasi pemikiran Islam liberal. Kemudian sebab terjadinya polemk pemikiran Islam liberal disebabkan oleh perbedaan paradigma berfikir dan metodologi memahami ajaran Islam dalam melihat realitas yang terjadi di masyarakat pada masa kontemporer. The progress achieved by Western countries in the fields of science, technology and economics is rooted in liberalism, pluralism and secularism. For this reason, some Indonesian Muslim intellectuals want to reform their people accordingly. However, in working with these modern ideas, the polemics arose as those Muslim scholars such as Nurcholish Madjid and Ulil Abshar were criticized by Rasyidi and Atiyan Ali. This caused the MUI to issued a fatwa forbidding Liberal Islam. This study addressed two questions: How did liberal Islam come to Indonesia? Why did liberal Islam polemic occur in Indonesia? The method employed in this study is historical method which is comprised of heuristics, criticism or analysis, interpretation, and historiography. The result of the study shows that the history of liberal Islam in Indonesia was developed into four stages. First, when the thought of liberal Islam was still integrated with neo-modernism. Second, the establishment of six liberal Islam paradigms. Third, the emergence of criticism and evaluation toward it. Fourth, the polemic of liberal Islamic thought was caused by different paradigms and methodology in understanding the teaching of Islam that is compatible with the needs of contemporary society.
{"title":"SEJARAH MUNCULNYA PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL DI INDONESIA 1970-2015","authors":"S. Samsudin, N. H. Lubis","doi":"10.30959/patanjala.v11i3.522","DOIUrl":"https://doi.org/10.30959/patanjala.v11i3.522","url":null,"abstract":"Kemajuan yang dicapai oleh negara Barat dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi, berakar pada trilogi liberalisme, pluralisme, dan sekularisme. Atas dasar itulah, beberapa tokoh Islam Indonesia ingin memajukan umatnya dengan trilogi tersebut. Dalam perjalanannya, tokoh Islam seperti Nurcholish Madjid dan Ulil Abshar menuai kritik dari Rasjidi dan Atiyan Ali. Puncaknya adalah ketika MUI mengeluarkan fatwa mengharamkan Islam liberal. Bagaimana gambaran sejarah masuk Islam liberal di Indonesia? Mengapa terjadi polemik Islam liberal di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, metode yang digunakan adalah metode sejarah, meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan hasil penelitian, sejarah Islam liberal di Indonesia terbagi ke dalam empat tahap, yaitu: Tahap awal ketika masih menyatu dengan pemikiran neo-modernisme. Kedua, pembentukan enam paradigma Islam liberal. Ketiga adanya kritik dan evaluasi pemikiran Islam liberal. Kemudian sebab terjadinya polemk pemikiran Islam liberal disebabkan oleh perbedaan paradigma berfikir dan metodologi memahami ajaran Islam dalam melihat realitas yang terjadi di masyarakat pada masa kontemporer. The progress achieved by Western countries in the fields of science, technology and economics is rooted in liberalism, pluralism and secularism. For this reason, some Indonesian Muslim intellectuals want to reform their people accordingly. However, in working with these modern ideas, the polemics arose as those Muslim scholars such as Nurcholish Madjid and Ulil Abshar were criticized by Rasyidi and Atiyan Ali. This caused the MUI to issued a fatwa forbidding Liberal Islam. This study addressed two questions: How did liberal Islam come to Indonesia? Why did liberal Islam polemic occur in Indonesia? The method employed in this study is historical method which is comprised of heuristics, criticism or analysis, interpretation, and historiography. The result of the study shows that the history of liberal Islam in Indonesia was developed into four stages. First, when the thought of liberal Islam was still integrated with neo-modernism. Second, the establishment of six liberal Islam paradigms. Third, the emergence of criticism and evaluation toward it. Fourth, the polemic of liberal Islamic thought was caused by different paradigms and methodology in understanding the teaching of Islam that is compatible with the needs of contemporary society.","PeriodicalId":33853,"journal":{"name":"Patanjala Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya","volume":"2 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"88125913","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-09-28DOI: 10.30959/patanjala.v11i3.544
Mumuh Muhsin Zakaria, Dade Mahzuni, Ayu Septiani
Penelitian tentang pengobatan alternatif penyakit tulang ini dilakukan dengan tujuan, pertama, untuk mengungkap faktor-faktor yang menjadi alasan pengobatan alternatif penyakit tulang masih sangat diminati oleh masyarakat; kedua, menjelaskan kearifan lokal yang digunakan oleh para terapis penyakit tulang dalam praktik pengobatan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan kearifan lokal para terapis penyakit tulang di wilayah Jawa Barat. Pengumpulan datanya dilakukan melalui studi lapangan, wawancara, dan studi pustaka. Hasil yang diperoleh dari penelitian lapangan adalah terungkapnya alasan masyarakat masih menggunakan jasa pengobatan tradisional. Alasan itu meliputi alasan praktis, ekonomis, berdaya guna, dan berhasil guna. Selain itu, terungkap juga kearifan lokal yang diwujudkan dalam cara penanganan pasien. Simpulannya adalah pengobatan alternatif penyakit tulang bukan lagi sebagai alternatif tetapi menjadi pilihan utama dan pertama. Oleh karena itu, kearifan lokal yang berkait dengan hal itu perlu diwariskan kepada generasi berikutnya dan sekaligus disistematisasi secara metodologis.This research aims to study why alternative medicine for bone disease is still in great demand by the public and to explain the local wisdom used by therapists for bone disease in West Java. This study uses a descriptive-qualitative method. Data collection is carried out through field studies, interviews, and literature studies. The results show that efficaciousness of its treatment are the reasons why the appeal for alternative medicine for bone disease aren’t declining, besides it having practical and economic advantages. In addition, local wisdom in handling patients plays an important part in its success. The conclusion is that alternative treatments for bone disease are no longer an alternative but they are becoming the first and foremost choice. Therefore, its local wisdom needs to be passed on to the next generation and at the same time methodologically systematized.
{"title":"PENGOBATAN ALTERNATIF PENYAKIT TULANG STUDI KASUS KEARIFAN LOKAL PARA TERAPIS PENYAKIT TULANG DI WILAYAH JAWA BARAT","authors":"Mumuh Muhsin Zakaria, Dade Mahzuni, Ayu Septiani","doi":"10.30959/patanjala.v11i3.544","DOIUrl":"https://doi.org/10.30959/patanjala.v11i3.544","url":null,"abstract":"Penelitian tentang pengobatan alternatif penyakit tulang ini dilakukan dengan tujuan, pertama, untuk mengungkap faktor-faktor yang menjadi alasan pengobatan alternatif penyakit tulang masih sangat diminati oleh masyarakat; kedua, menjelaskan kearifan lokal yang digunakan oleh para terapis penyakit tulang dalam praktik pengobatan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan kearifan lokal para terapis penyakit tulang di wilayah Jawa Barat. Pengumpulan datanya dilakukan melalui studi lapangan, wawancara, dan studi pustaka. Hasil yang diperoleh dari penelitian lapangan adalah terungkapnya alasan masyarakat masih menggunakan jasa pengobatan tradisional. Alasan itu meliputi alasan praktis, ekonomis, berdaya guna, dan berhasil guna. Selain itu, terungkap juga kearifan lokal yang diwujudkan dalam cara penanganan pasien. Simpulannya adalah pengobatan alternatif penyakit tulang bukan lagi sebagai alternatif tetapi menjadi pilihan utama dan pertama. Oleh karena itu, kearifan lokal yang berkait dengan hal itu perlu diwariskan kepada generasi berikutnya dan sekaligus disistematisasi secara metodologis.This research aims to study why alternative medicine for bone disease is still in great demand by the public and to explain the local wisdom used by therapists for bone disease in West Java. This study uses a descriptive-qualitative method. Data collection is carried out through field studies, interviews, and literature studies. The results show that efficaciousness of its treatment are the reasons why the appeal for alternative medicine for bone disease aren’t declining, besides it having practical and economic advantages. In addition, local wisdom in handling patients plays an important part in its success. The conclusion is that alternative treatments for bone disease are no longer an alternative but they are becoming the first and foremost choice. Therefore, its local wisdom needs to be passed on to the next generation and at the same time methodologically systematized.","PeriodicalId":33853,"journal":{"name":"Patanjala Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya","volume":"47 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76178315","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Bali merupakan sebuah nama daerah dan suku bangsa yang memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan suku bangsa lain di Indonesia. Salah satu keunikan mereka adalah kebiasaan dan identitas sosial mereka terlihat sangat jelas dari bentuk dan model rumah yang mereka miliki. Orang Bali dikenal sebagai salah satu etnis yang menganut agama Hindu, sebagai penganut agama Hindu mereka miliki simbol tersendiri yang terlihat sangat jelas dari berdirinya sebuah pura di depan rumah mereka. Kondisi ini dengan sendirinya menimbulkan keunikan dan perbedaan tersendiri ketika etnis ini jauh dari daerah asal mereka di Bali. Tulisan ini inggin menjelaskan tentang bagaimana kedatangan etnis Bali di Kecamatan Banyu Lencir Kabupaten Musi Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. Observasi lapangan menemukan data yang menarik tentang orang Bali di Banyu Lencir.
{"title":"MIGRASI ORANG BALI KE BAYUNG LENCIR","authors":"A Efrianto.AEfrianto.","doi":"10.36424/jpsb.v1i1.108","DOIUrl":"https://doi.org/10.36424/jpsb.v1i1.108","url":null,"abstract":"Bali merupakan sebuah nama daerah dan suku bangsa yang memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan suku bangsa lain di Indonesia. Salah satu keunikan mereka adalah kebiasaan dan identitas sosial mereka terlihat sangat jelas dari bentuk dan model rumah yang mereka miliki. Orang Bali dikenal sebagai salah satu etnis yang menganut agama Hindu, sebagai penganut agama Hindu mereka miliki simbol tersendiri yang terlihat sangat jelas dari berdirinya sebuah pura di depan rumah mereka. Kondisi ini dengan sendirinya menimbulkan keunikan dan perbedaan tersendiri ketika etnis ini jauh dari daerah asal mereka di Bali. Tulisan ini inggin menjelaskan tentang bagaimana kedatangan etnis Bali di Kecamatan Banyu Lencir Kabupaten Musi Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. Observasi lapangan menemukan data yang menarik tentang orang Bali di Banyu Lencir.","PeriodicalId":33853,"journal":{"name":"Patanjala Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya","volume":"51 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73113104","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penulisan biografi Anna Kumari bertujuan untuk mengungkap dan menjelaskan pemikirannya tentang tari dan songket tradisional Palembang. Metode yang digunakan adalah metode sejarah, yaitu menjelaskan suatu persoalan berdasarkan perspektif sejarah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosok Anna Kumari adalah sebagai seorang seni pertunjukan dan koreografer terkemuka di Palembang dimana ia menciptakan tidak kurang dari 50 jenis tarian tradisional dan tarian kontemporer. Karya tariannya tidak hanya tampil di bumi Sriwijaya tapi juga mencapai panggung nasional, bahkanmancanegara. Anna Kumari juga dikenal sebagai penenun Songket Palembang yang terkenal. Usaha menenun awalnya didirikan untuk memenuhi kebutuhan tari dan kemudian pada akhirnya berkembang menjadi industri rumah tangga yang sedang berkembang. Anna Kumari telah menerima banyak penghargaan atas usahanya mempromosikan Songket Palembang, baik dari pemerintah, maupun institusi lainnya
{"title":"ANNA KUMARI: MAESTRO SENI TARI DAN SONGKET PALEMBANG","authors":"Ajisman Ajisman","doi":"10.36424/jpsb.v3i1.112","DOIUrl":"https://doi.org/10.36424/jpsb.v3i1.112","url":null,"abstract":"Penulisan biografi Anna Kumari bertujuan untuk mengungkap dan menjelaskan pemikirannya tentang tari dan songket tradisional Palembang. Metode yang digunakan adalah metode sejarah, yaitu menjelaskan suatu persoalan berdasarkan perspektif sejarah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosok Anna Kumari adalah sebagai seorang seni pertunjukan dan koreografer terkemuka di Palembang dimana ia menciptakan tidak kurang dari 50 jenis tarian tradisional dan tarian kontemporer. Karya tariannya tidak hanya tampil di bumi Sriwijaya tapi juga mencapai panggung nasional, bahkanmancanegara. Anna Kumari juga dikenal sebagai penenun Songket Palembang yang terkenal. Usaha menenun awalnya didirikan untuk memenuhi kebutuhan tari dan kemudian pada akhirnya berkembang menjadi industri rumah tangga yang sedang berkembang. Anna Kumari telah menerima banyak penghargaan atas usahanya mempromosikan Songket Palembang, baik dari pemerintah, maupun institusi lainnya","PeriodicalId":33853,"journal":{"name":"Patanjala Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya","volume":"19 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"91044300","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Salah satu cara untuk mengkomunikasikan larangan-larangan dalam masyarakat adalah dengan menciptakan mitos. Mitos tersebut tidak akan efektif kalau tidak diikuti dengan sanksi atau akibat dari pelanggaran yang dilakukan. Mitos Batu batulis merupakan salah satu mitos yang masih dipercaya oleh masyarakat Dayak Halong untuk menjaga lingkungan sekitar lokasi Mitos tersebut. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di sekitar Batu Batulis ini dipercaya akan mengakibatkan bencana bagi yang melanggar bahkan bisa juga berakibat pada masyarakat di kampung tersebut.
{"title":"MITOS BATU BATULIS DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN PADA MASYARAKAT DAYAK HALONG","authors":"Sisva Maryadi","doi":"10.36424/jpsb.v1i1.105","DOIUrl":"https://doi.org/10.36424/jpsb.v1i1.105","url":null,"abstract":"Salah satu cara untuk mengkomunikasikan larangan-larangan dalam masyarakat adalah dengan menciptakan mitos. Mitos tersebut tidak akan efektif kalau tidak diikuti dengan sanksi atau akibat dari pelanggaran yang dilakukan. Mitos Batu batulis merupakan salah satu mitos yang masih dipercaya oleh masyarakat Dayak Halong untuk menjaga lingkungan sekitar lokasi Mitos tersebut. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di sekitar Batu Batulis ini dipercaya akan mengakibatkan bencana bagi yang melanggar bahkan bisa juga berakibat pada masyarakat di kampung tersebut.","PeriodicalId":33853,"journal":{"name":"Patanjala Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya","volume":"46 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80957503","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Samba lakon adalah permainan tradisional anak-anak minangkabau yang persebarannya dikenal hampir di seluruh Propinsi Sumatera Barat. Walaupun saat ini sudah jarang dimainkan namun permainan ini memiliki nilai-nilai dalam pembentukan karakter. Tulisan ini menggambarkan nilai-nilai permainan samba lakon dan eksistensinya pada saat ini. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan wawancara dan observasi sebagai alat pengumpul data. Hasil penelitian menunjukkan permainan ini sudah jarang dimainkan dan tidak banyak anak-anak yang mengetahuinya. Sedangkan nilai-nilai pada permainan ini yaitu nilai rekreatif dan pendidikan (disiplin, sportifitas, dan kejujuran).
{"title":"PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL SAMBA LAKON","authors":"Yulisman Yulisman","doi":"10.36424/jpsb.v3i1.120","DOIUrl":"https://doi.org/10.36424/jpsb.v3i1.120","url":null,"abstract":"Samba lakon adalah permainan tradisional anak-anak minangkabau yang persebarannya dikenal hampir di seluruh Propinsi Sumatera Barat. Walaupun saat ini sudah jarang dimainkan namun permainan ini memiliki nilai-nilai dalam pembentukan karakter. Tulisan ini menggambarkan nilai-nilai permainan samba lakon dan eksistensinya pada saat ini. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan wawancara dan observasi sebagai alat pengumpul data. Hasil penelitian menunjukkan permainan ini sudah jarang dimainkan dan tidak banyak anak-anak yang mengetahuinya. Sedangkan nilai-nilai pada permainan ini yaitu nilai rekreatif dan pendidikan (disiplin, sportifitas, dan kejujuran).","PeriodicalId":33853,"journal":{"name":"Patanjala Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"77535772","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}