Abstract.This paper discusses the influence of Sufism in the dynamics of Islamization in Indonesia (Nusantara), especially in the 17th and 18th centuries, which was the golden age of Sufism in the archipelago. This paper shows that Sufism has contributed in giving birth to the tradition of intellectualism in the archipelago. besides iu, Sufism also succeeded in fostering a strong sense of solidarity among Muslims, so as to be able to inject the birth of a spirit of resistance to colonialism.Keywords:Sufism, Nusantara, Islam, Colonialism AbstrakTulisan ini mendiskusikan tentang pengaruh sufisme dalam dinamika islamisasi di Indonesia (Nusantara), khususnya pada abad ke-17 dan 18, yang merupakan masa keemasan ajaran sufisme di Nusantara.Tulisan ini menunjukkan bahwa ajaran sufisme telah berkontribusi dalam melahirkantradisi intelektualismedi Nusantara.di samping iu, ajaran sufisme juga berhasil memupukrasasolidaritas yang kuat di kalangan umat Islam, sehinggamampumenginjeksi lahirnya semangat perlawanan terhadap penjajahan.Kata Kunci: Sufisme, Nusantara, Islam, Penjajahan
摘要:本文讨论了苏菲主义在印度尼西亚(努山塔拉)伊斯兰化进程中的影响,尤其是在苏菲主义在该群岛的黄金时代--17 世纪和 18 世纪。除此以外,苏菲还成功地在穆斯林中培养了强烈的团结意识,从而为抵抗殖民主义精神的诞生注入了活力。关键词:苏菲主义;南洋;伊斯兰教;殖民主义 AbstrakTulisan ini mendiskusikan tentang pengaruh sufisme dalam dinamika islamisasi di Indonesia (Nusantara), khususnya pada abad ke-17 and 18, yang merupakan masa keemasan ajaran sufisme di Nusantara.在这里,我们可以了解到苏菲主义在南太平洋的发展情况。在此过程中,苏菲主义也将成为伊斯兰教的一个重要组成部分,并将成为伊斯兰教的一个重要组成部分。
{"title":"PENGARUH SUFISME DI INDONESIA","authors":"Taufani Taufani","doi":"10.30984/PP.V20I1.750","DOIUrl":"https://doi.org/10.30984/PP.V20I1.750","url":null,"abstract":"Abstract.This paper discusses the influence of Sufism in the dynamics of Islamization in Indonesia (Nusantara), especially in the 17th and 18th centuries, which was the golden age of Sufism in the archipelago. This paper shows that Sufism has contributed in giving birth to the tradition of intellectualism in the archipelago. besides iu, Sufism also succeeded in fostering a strong sense of solidarity among Muslims, so as to be able to inject the birth of a spirit of resistance to colonialism.Keywords:Sufism, Nusantara, Islam, Colonialism AbstrakTulisan ini mendiskusikan tentang pengaruh sufisme dalam dinamika islamisasi di Indonesia (Nusantara), khususnya pada abad ke-17 dan 18, yang merupakan masa keemasan ajaran sufisme di Nusantara.Tulisan ini menunjukkan bahwa ajaran sufisme telah berkontribusi dalam melahirkantradisi intelektualismedi Nusantara.di samping iu, ajaran sufisme juga berhasil memupukrasasolidaritas yang kuat di kalangan umat Islam, sehinggamampumenginjeksi lahirnya semangat perlawanan terhadap penjajahan.Kata Kunci: Sufisme, Nusantara, Islam, Penjajahan","PeriodicalId":350259,"journal":{"name":"Potret Pemikiran","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134178659","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract. This article described the interpretation study carried out by the Mufassir in Indonesia. The term Mufassir is now important to revise in order to have that continuity among identity, tradition, and Al-Qur’an scientific study with their generations. The results showed that the practice of Qur'anic interpretation in Indonesia was spearheaded by Abdurrauf al-Singkil, Sheikh Nawawi al-Bantani, Mahmud Yunus, Ahmad Hasan Muhammad Hashbi Ash-Shiddiqy, HB Jassin, H. Bakri Syahid, Buya Hamka and Muhammad Quraish Shihab. The conclusion told that the style of interpretation in Indonesia contains three main dimensions, namely epistemology (source / method / criteria of Al-Qur'an knowledge), methodology (how to translate the dimensions of normativity of Al-Qur'an), and historical science. Therefore, the subjective nature of the Qur'an text turned into the objective nature of science text and then ethics (functioning the relationship between AlQur'an and social reality). Keywords : Interpretation, Mufassir, Al-Qur'an Abstrak. Tulisan ini menguraikan tentang kajian tafsir yang digeluti oleh para Mufassir di Indonesia. Dunia mufassir penting ditinjau kembali agar terjadi kesinambungan identitas, tradisi dan reproduksi keilmuan Al-Qur’an antar generasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik penafsiran Al-Qur’an di Indonesia dipelopori oleh Abdurrauf al-Singkil, Syekh Nawawi al-Bantani, Mahmud Yunus, Ahmad Hasan Muhammad Hashbi AshShiddiqy, H.B Jassin, H. Bakri Syahid, Buya Hamka, Muhammad Quraish Shihab.Kesimpulannya adalah corak kajian tafsir di indonesia mengandung tiga dimensi utama yaitu epistemology (sumber/cara/kriteria pengetahuan Al-Qur’an yang dipakai, metodologi (cara menerjemahkan dimensi normativitas Al-Qur’an yang dipakai), historis ilmu. Dengan demikian, sifat subjektif teks Al-Qur’an berubah menjadi sifat objektif teks ilmu. Kemudian, etika (memfungsikan hubungan antara Al-Qur’an dan realitas sosial). Kata kunci : Tafsir, Mufassir, Al-Qur’an
摘要。本文描述了印尼Mufassir族人进行的解释研究。现在,修改Mufassir这个词很重要,以便在身份、传统和古兰经科学研究之间保持连续性。结果表明,印度尼西亚的古兰经解释实践由Abdurrauf al-Singkil, Sheikh Nawawi al-Bantani, Mahmud Yunus, Ahmad Hasan Muhammad Hashbi Ash-Shiddiqy, HB Jassin, H. Bakri Syahid, Buya Hamka和Muhammad Quraish Shihab带头。结论认为,印尼的解释风格包含三个主要维度,即认识论(《古兰经》知识的来源/方法/标准)、方法论(如何翻译《古兰经》规范性维度)和历史科学。由此,《古兰经》文本的主观性质转变为科学文本的客观性质,进而转变为伦理性质(发挥《古兰经》与社会现实的关系)。关键词:口译,穆法西尔,古兰经摘要印尼总统杜里桑•尼•蒙古莱坎•丹•卡吉安•扬•迪格鲁蒂•奥拉尼•穆法西尔。《古兰经》中关于“古兰经”、“古兰经”和“古兰经”的描述。Hasil penelitian menunjukkan bahwa penaftik al- quuran di Indonesia dipelopori oleh Abdurrauf al-Singkil, sheikh Nawawi al-Bantani, Mahmud Yunus, Ahmad Hasan Muhammad Hashbi AshShiddiqy, h.b. Jassin, H. Bakri Syahid, Buya Hamka, Muhammad quuraish Shihab。[footnoteref: 1] [footnoteref: 1] [footnoteref: 1] [footnoteref: 1] [footnoteref: 1] [footnoteref: 1] [footnoteref: 1] [footnoteref: 1] [footnoteref: 1]。]邓干demikian, sifat subject teks al - quuran berubah menjadi sifat object teks ilmu。Kemudian, etika (memfungsikan hubungan antara al - quan dan realitas social)Kata kunci: Tafsir, Mufassir, al - quuran
{"title":"Kajian Tafsir Mufassir di Indonesia","authors":"Rithon Igisani","doi":"10.30984/PP.V22I1.757","DOIUrl":"https://doi.org/10.30984/PP.V22I1.757","url":null,"abstract":"Abstract. This article described the interpretation study carried out by the Mufassir in Indonesia. The term Mufassir is now important to revise in order to have that continuity among identity, tradition, and Al-Qur’an scientific study with their generations. The results showed that the practice of Qur'anic interpretation in Indonesia was spearheaded by Abdurrauf al-Singkil, Sheikh Nawawi al-Bantani, Mahmud Yunus, Ahmad Hasan Muhammad Hashbi Ash-Shiddiqy, HB Jassin, H. Bakri Syahid, Buya Hamka and Muhammad Quraish Shihab. The conclusion told that the style of interpretation in Indonesia contains three main dimensions, namely epistemology (source / method / criteria of Al-Qur'an knowledge), methodology (how to translate the dimensions of normativity of Al-Qur'an), and historical science. Therefore, the subjective nature of the Qur'an text turned into the objective nature of science text and then ethics (functioning the relationship between AlQur'an and social reality). Keywords : Interpretation, Mufassir, Al-Qur'an Abstrak. Tulisan ini menguraikan tentang kajian tafsir yang digeluti oleh para Mufassir di Indonesia. Dunia mufassir penting ditinjau kembali agar terjadi kesinambungan identitas, tradisi dan reproduksi keilmuan Al-Qur’an antar generasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik penafsiran Al-Qur’an di Indonesia dipelopori oleh Abdurrauf al-Singkil, Syekh Nawawi al-Bantani, Mahmud Yunus, Ahmad Hasan Muhammad Hashbi AshShiddiqy, H.B Jassin, H. Bakri Syahid, Buya Hamka, Muhammad Quraish Shihab.Kesimpulannya adalah corak kajian tafsir di indonesia mengandung tiga dimensi utama yaitu epistemology (sumber/cara/kriteria pengetahuan Al-Qur’an yang dipakai, metodologi (cara menerjemahkan dimensi normativitas Al-Qur’an yang dipakai), historis ilmu. Dengan demikian, sifat subjektif teks Al-Qur’an berubah menjadi sifat objektif teks ilmu. Kemudian, etika (memfungsikan hubungan antara Al-Qur’an dan realitas sosial). Kata kunci : Tafsir, Mufassir, Al-Qur’an","PeriodicalId":350259,"journal":{"name":"Potret Pemikiran","volume":"212 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134257728","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract. This paper examined the position of husband and wife in according to Islam. Qs. an-Nisa '[4]: 34 becomes the focus of the reference and analysis on this topic. Qs Study. an-Nisa [4]: 34 highlights a lot about women. This Surah became the liberator of women from the injustice of society towards women since 15 centuries ago. In marriage, husbands are obliged to lead and protect their wives and all family needs, while women on the male side are like body organs on a body, men as heads, and women as bodies. Qs. an-Nisa '[4]: 34 explains the position of men is higher than women, this is intended to reinforce the division of tasks between men as husbands and women as wives. The mention of the words ar-Rijal and an-Nisa in this verse does not emphasize biological significance, but rather character leadership and social functions. The figure of leadership (qawwam) is generally more dominantly indicated by men than women. The virtue of men in this verse is related to his responsibilities as head of the household. However, al-fadhl (excess) possessed by men does not make men (husbands) doing arbitrarily on their women (wives). Keywords : Al-Rijal, An-Nisa‟, Qawwamun Abstrak. Paper ini mengkaji tentang kedudukan suami dan istri dalam Islam. Qs. anNisa’ [4]: 34 menjadi fokus acuan dan analisis tentang topik ini. Kajian Qs. an-Nisa [4]: 34 ini banyak menyoroti tentang perempuan. Surah ini menjadi pembebas perempuan dari ketidakadilan masyarakat terhadap perempuan sejak 15 abad silam. Dalam pernikahan, suami wajib memimpin dan melindungi isteri serta segala keperluan keluarga, sedangkan wanita di sisi kaum pria adalah laksana organ tubuh dalam raga yang satu, kaum pria sebagai kepala, sedangkan wanita sebagai badannya. Qs. an-Nisa’ [4]: 34 menjelaskan kedudukan laki-laki lebih tinggi dari perempuan, hal ini dimaksudkan untuk mempertegas pembagian tugas antara lakilaki sebagai suami dan perempuan selaku isteri. Penyebutan kata ar-Rijal dan anNisa’ dalam ayat ini tidak menekankan pada signifikansi biologis, tetapi lebih kepada kepemimpinan karakter dan fungsi sosial. Sosok kepemimpinan (qawwam) umumnya lebih dominan ditunjukkan oleh kaum laki-laki daripada perempuan. Keutamaan laki-laki dalam ayat ini dihubungkan dengan tanggung jawab nya sebagai kepala rumah tangga. Namun, al-fadhl (kelebihan) yang dimiliki oleh lakilaki lantas tidak menjadikan laki-laki (suami) berbuat semena-mena terhadap perempuan (isteri) nya. Kata Kunci : Al-Rijal, An-Nisa‟, Qawwamun
摘要本文考察了伊斯兰教中夫妻的地位。Qs。an-Nisa’[4]:34成为这一课题参考和分析的焦点。Qs研究。an-Nisa[4]: 34突出了女性的许多特点。自15个世纪以来,《古兰经》将女性从社会对女性的不公正中解放出来。在婚姻中,丈夫有义务领导和保护妻子和家庭的一切需要,而女性在男性方面就像身体上的身体器官,男人是头,女人是身体。Qs。an-Nisa '[4]: 34解释了男性的地位高于女性,这是为了加强男性作为丈夫和女性作为妻子之间的分工。这节经文中提到的ar-Rijal和an-Nisa并不是强调生物学意义,而是强调性格领导和社会功能。领导角色(qawwam)通常由男性而非女性主导。在这节经文中,男人的美德与他作为一家之主的责任有关。然而,男人拥有的al-fadhl(过量)并不会使男人(丈夫)对他们的女人(妻子)为所欲为。关键词:Al-Rijal, An-Nisa, Qawwamun abstract纸是我的梦卡吉,我的梦卡吉,我的梦卡吉,我的梦卡吉,我的梦卡吉。Qs。[4] [m] .北京大学学报(自然科学版)。Kajian Qs。[4][参考文献]。Surah ini menjadi penpenas perempuan dari ketidakadilan masyarakat terhadap perempuan sejak 15 abad silam。我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿。Qs。[4][参考文献]:34 menjelaskan kedudukan laki-laki lebih tinggi dari perempuan, hal ini dimaksudkan untuk mempertegas pembagian tugas antara lakilaki sebagai suami dan perempuan selaku isteri。Penyebutan kata ar-Rijal dan anNisa ' dalam ayat ini tidak menekankan pada signfikansi生物学,tetapi lebih kepada kepemimpinan karakter dan真菌社会。Sosok kepemimpinan (qawwam) umumnya lebih dominan ditunjukkan oleh kaum laki-laki daripada perempuan。Keutamaan laki-laki dalam ayat ini dihubungkan dengan tanggung jawab nya sebagai kepala rumah tangga。Namun, al-fadhl (kelelebihan) yang dimiliki oleh lakilaki lantas tidak menjadikan laki-laki (suami) berbuat semena-mena terhadap perempuan (isteri) nya。Kata Kunci: Al-Rijal, An-Nisa ", Qawwamun
{"title":"KEDUDUKAN SUAMI-ISTRI (KAJIAN SURAH AN-NISA’ [4]: 34)","authors":"Rahmawati Hunawa","doi":"10.30984/PP.V22I1.758","DOIUrl":"https://doi.org/10.30984/PP.V22I1.758","url":null,"abstract":"Abstract. This paper examined the position of husband and wife in according to Islam. Qs. an-Nisa '[4]: 34 becomes the focus of the reference and analysis on this topic. Qs Study. an-Nisa [4]: 34 highlights a lot about women. This Surah became the liberator of women from the injustice of society towards women since 15 centuries ago. In marriage, husbands are obliged to lead and protect their wives and all family needs, while women on the male side are like body organs on a body, men as heads, and women as bodies. Qs. an-Nisa '[4]: 34 explains the position of men is higher than women, this is intended to reinforce the division of tasks between men as husbands and women as wives. The mention of the words ar-Rijal and an-Nisa in this verse does not emphasize biological significance, but rather character leadership and social functions. The figure of leadership (qawwam) is generally more dominantly indicated by men than women. The virtue of men in this verse is related to his responsibilities as head of the household. However, al-fadhl (excess) possessed by men does not make men (husbands) doing arbitrarily on their women (wives). Keywords : Al-Rijal, An-Nisa‟, Qawwamun Abstrak. Paper ini mengkaji tentang kedudukan suami dan istri dalam Islam. Qs. anNisa’ [4]: 34 menjadi fokus acuan dan analisis tentang topik ini. Kajian Qs. an-Nisa [4]: 34 ini banyak menyoroti tentang perempuan. Surah ini menjadi pembebas perempuan dari ketidakadilan masyarakat terhadap perempuan sejak 15 abad silam. Dalam pernikahan, suami wajib memimpin dan melindungi isteri serta segala keperluan keluarga, sedangkan wanita di sisi kaum pria adalah laksana organ tubuh dalam raga yang satu, kaum pria sebagai kepala, sedangkan wanita sebagai badannya. Qs. an-Nisa’ [4]: 34 menjelaskan kedudukan laki-laki lebih tinggi dari perempuan, hal ini dimaksudkan untuk mempertegas pembagian tugas antara lakilaki sebagai suami dan perempuan selaku isteri. Penyebutan kata ar-Rijal dan anNisa’ dalam ayat ini tidak menekankan pada signifikansi biologis, tetapi lebih kepada kepemimpinan karakter dan fungsi sosial. Sosok kepemimpinan (qawwam) umumnya lebih dominan ditunjukkan oleh kaum laki-laki daripada perempuan. Keutamaan laki-laki dalam ayat ini dihubungkan dengan tanggung jawab nya sebagai kepala rumah tangga. Namun, al-fadhl (kelebihan) yang dimiliki oleh lakilaki lantas tidak menjadikan laki-laki (suami) berbuat semena-mena terhadap perempuan (isteri) nya. Kata Kunci : Al-Rijal, An-Nisa‟, Qawwamun","PeriodicalId":350259,"journal":{"name":"Potret Pemikiran","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129786665","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract This article elaborate about the neccesity of renewal Islamic theology in the context of pluralism and multiculturalism. One of contemporary Muslim schoolars, Fethullah Gulen, could be considered among the most influential Muslim theologians of our time. His work focus on redefining the nature of Islamic discourse in the contemporary world by doing interreligious and intercultural dialogue. Today, we need to shift our paradigm from classical kalam which dogmatic, abstract, and exclusive to more practical theology based on life and contemporary needs, which is called “social theology”. Gulen’s theological discourse distinguished for his support of democracy, humanisme, openness to globalization, progressiveness in integrating tradition with modernity, and to make sense of pluralistic-piety. Keyword: Kalam, Social-Theology, Pluralitic-Piety, MulticulturalismeAbstrak. Artikel ini menguraikan tentang necseity pembaharuan teologi Islam dalam konteks pluralisme dan multikulturalisme. Salah satu murid sekolah Muslim kontemporer, Fethullah Gulen, dapat dianggap sebagai salah satu teolog Muslim paling berpengaruh di zaman kita. Karyanya fokus pada mendefinisikan kembali sifat wacana Islam di dunia kontemporer dengan melakukan dialog antaragama dan antarbudaya. Saat ini, kita perlu menggeser paradigma kita dari kalam klasik yang dogmatis, abstrak, dan eksklusif ke teologi yang lebih praktis berdasarkan pada kehidupan dan kebutuhan kontemporer, yang disebut "teologi sosial". Wacana teologis Gulen dibedakan atas dukungannya terhadap demokrasi, humanisme, keterbukaan terhadap globalisasi, progresifitas dalam mengintegrasikan tradisi dengan modernitas, dan untuk memaknai kesalehan pluralistik.Kata kunci: Kalam, Teologi Sosial, Pluralitic-Piety, Multikulturalisme
摘要本文阐述了在多元主义和多元文化背景下伊斯兰神学复兴的必要性。法土拉·居伦(Fethullah Gulen)是当代穆斯林学者之一,可以被认为是我们这个时代最有影响力的穆斯林神学家之一。他的工作重点是通过宗教间和文化间的对话,重新定义当代世界伊斯兰话语的本质。今天,我们需要把我们的范式从教条的、抽象的、排他的经典卡拉姆转向基于生活和当代需要的更实用的神学,即所谓的“社会神学”。葛兰的神学话语以支持民主、人道主义、对全球化的开放、将传统与现代融合的进步以及对多元虔诚的理解而闻名。关键词:卡拉姆;社会神学;多元虔诚;伊斯兰教的理论是多元主义和多元文化主义。Salah satu murid sekolah Muslim kontemporer, Fethullah Gulen, dapat dianggap sebagai Salah satu teg Muslim paling berpengaruh di zaman kita。Karyanya聚焦于一个人的定义,一个人的定义,一个人的定义,一个人的定义,一个人的定义。Saat ini, kita perlu menggeser范式,kita dari kalam klasik yang教条,抽象,dan eksklusif ke teologi yang lebih praktis berdasarkan paada kehidupan dan kebutuhan kontemporer, yang disbut“teologi social”。人文主义是民主主义,进步主义是全球化,进步主义是民主主义,传统是现代化,多元主义是进步主义。Kata kunci: Kalam, Teologi social,多元虔诚,多元文化
{"title":"RETHINKING ISLAMIC THEOLOGY Mengagas Teologi Sosial dalam Konteks Pluralisme dan Multikulturalisme (Perspektif Pemikiran Teologi Fethullah Gulen)","authors":"M. Said","doi":"10.30984/pp.v20i1.748","DOIUrl":"https://doi.org/10.30984/pp.v20i1.748","url":null,"abstract":"Abstract This article elaborate about the neccesity of renewal Islamic theology in the context of pluralism and multiculturalism. One of contemporary Muslim schoolars, Fethullah Gulen, could be considered among the most influential Muslim theologians of our time. His work focus on redefining the nature of Islamic discourse in the contemporary world by doing interreligious and intercultural dialogue. Today, we need to shift our paradigm from classical kalam which dogmatic, abstract, and exclusive to more practical theology based on life and contemporary needs, which is called “social theology”. Gulen’s theological discourse distinguished for his support of democracy, humanisme, openness to globalization, progressiveness in integrating tradition with modernity, and to make sense of pluralistic-piety. Keyword: Kalam, Social-Theology, Pluralitic-Piety, MulticulturalismeAbstrak. Artikel ini menguraikan tentang necseity pembaharuan teologi Islam dalam konteks pluralisme dan multikulturalisme. Salah satu murid sekolah Muslim kontemporer, Fethullah Gulen, dapat dianggap sebagai salah satu teolog Muslim paling berpengaruh di zaman kita. Karyanya fokus pada mendefinisikan kembali sifat wacana Islam di dunia kontemporer dengan melakukan dialog antaragama dan antarbudaya. Saat ini, kita perlu menggeser paradigma kita dari kalam klasik yang dogmatis, abstrak, dan eksklusif ke teologi yang lebih praktis berdasarkan pada kehidupan dan kebutuhan kontemporer, yang disebut \"teologi sosial\". Wacana teologis Gulen dibedakan atas dukungannya terhadap demokrasi, humanisme, keterbukaan terhadap globalisasi, progresifitas dalam mengintegrasikan tradisi dengan modernitas, dan untuk memaknai kesalehan pluralistik.Kata kunci: Kalam, Teologi Sosial, Pluralitic-Piety, Multikulturalisme","PeriodicalId":350259,"journal":{"name":"Potret Pemikiran","volume":"87 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121874018","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}