Abstract: Technological changes have significant impacts on the field of education. Education via YouTube has increased and has a high rating in the educational sector. Modification of the learning system through social media will become a source of student learning, including clinical tutorials. This study aimed to find out an overview of the utilization of YouTube as a learning resource for students at the Faculty of Dentistry. This was a descriptive and observational study with a cross-sectional design. Respondents were students at the Faculty of Dentistry, Universitas Trisakti class of 2020-2022. Data were obtained from 261 respondents using an online questionnaire through Google form media. Data analysis were presented descriptively with frequency distribution data in the form of tables and diagrams using SPSS. The results showed that the majority of respondents (84.29%) agreed with the statement that YouTube could be an accessible source of learning material with the largest number being the class of 2021 (39.1%), followed by class of 2020 (31.8%) and class of 2022 (29.1%). In conclusion, the utilization of YouTube is important as a source of student learning, one of which is in the clinical tutorial learning process. Keywords: YouTube; clinical tutorials; learning source; students Abstrak: Perubahan teknologi memiliki dampak yang signifikan dalam bidang pendidikan. Edukasi melalui YouTube pada bidang pendidikan mengalami peningkatan dan menduduki rating yang tinggi. Modifikasi sistem pembelajaran melalui media sosial akan menjadi sumber pembelajaran mahasiswa antara lain tutorial klinik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan YouTube sebagai sumber pembelajaran mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Jenis penelitian ialah observasional deskriptif dengan desain potong lintang. Responden ialah mahasiswa/mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Angkatan 2020-2022. Pengambilan data diperoleh dari 261 responden menggunakan kuesioner secara online dengan media Google form. Analisis data disajikan secara deskriptif dengan data distribusi frekuensi dalam bentuk tabel dan diagram menggunakan SPSS. Hasil penelitian mendapatkan mayoritas responden (84,29%) menyatakan setuju pada pernyataan YouTube dapat menjadi akses untuk sumber materi pembelajaran dengan angkatan paling banyak ialah pada angkatan tahun 2021 (39,1%), diikuti angkatan 2020 (31,8%), dan angkatan 2022 (29,1%). Simpulan penelitian ini ialah penggunaan YouTube penting sebagai sumber pembelajaran mahasiswa salah satunya dalam proses pembelajaran tutorial klinik. Kata kunci: YouTube; tutorial klinik; media pembelajaran; mahasiswa
{"title":"Pemanfaatan Youtube sebagai Sumber Pembelajaran untuk Mahasiswa","authors":"Ning T. Damayanti, Mita Juliawati","doi":"10.35790/eg.v13i1.54311","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/eg.v13i1.54311","url":null,"abstract":"Abstract: Technological changes have significant impacts on the field of education. Education via YouTube has increased and has a high rating in the educational sector. Modification of the learning system through social media will become a source of student learning, including clinical tutorials. This study aimed to find out an overview of the utilization of YouTube as a learning resource for students at the Faculty of Dentistry. This was a descriptive and observational study with a cross-sectional design. Respondents were students at the Faculty of Dentistry, Universitas Trisakti class of 2020-2022. Data were obtained from 261 respondents using an online questionnaire through Google form media. Data analysis were presented descriptively with frequency distribution data in the form of tables and diagrams using SPSS. The results showed that the majority of respondents (84.29%) agreed with the statement that YouTube could be an accessible source of learning material with the largest number being the class of 2021 (39.1%), followed by class of 2020 (31.8%) and class of 2022 (29.1%). In conclusion, the utilization of YouTube is important as a source of student learning, one of which is in the clinical tutorial learning process.\u0000Keywords: YouTube; clinical tutorials; learning source; students\u0000 \u0000 Abstrak: Perubahan teknologi memiliki dampak yang signifikan dalam bidang pendidikan. Edukasi melalui YouTube pada bidang pendidikan mengalami peningkatan dan menduduki rating yang tinggi. Modifikasi sistem pembelajaran melalui media sosial akan menjadi sumber pembelajaran mahasiswa antara lain tutorial klinik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan YouTube sebagai sumber pembelajaran mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Jenis penelitian ialah observasional deskriptif dengan desain potong lintang. Responden ialah mahasiswa/mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Angkatan 2020-2022. Pengambilan data diperoleh dari 261 responden menggunakan kuesioner secara online dengan media Google form. Analisis data disajikan secara deskriptif dengan data distribusi frekuensi dalam bentuk tabel dan diagram menggunakan SPSS. Hasil penelitian mendapatkan mayoritas responden (84,29%) menyatakan setuju pada pernyataan YouTube dapat menjadi akses untuk sumber materi pembelajaran dengan angkatan paling banyak ialah pada angkatan tahun 2021 (39,1%), diikuti angkatan 2020 (31,8%), dan angkatan 2022 (29,1%). Simpulan penelitian ini ialah penggunaan YouTube penting sebagai sumber pembelajaran mahasiswa salah satunya dalam proses pembelajaran tutorial klinik.\u0000Kata kunci: YouTube; tutorial klinik; media pembelajaran; mahasiswa","PeriodicalId":395652,"journal":{"name":"e-GiGi","volume":"16 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-04-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140666918","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Vonny N. S. Wowor, Ni Wayan Mariati, Richard F. Depthios
Abstract: Decreased salivary flow rate can be caused by many things, inter alia age, consumption of certain drugs, and psychological effects. The benefits of coconut water have been widely studied, one of which is related to dental and oral health. However, there are still not many studies about the effects of various varieties of coconut water in increasing the flow rate of saliva, especially old coconut water which is often thrown away as waste. This study aimed to determine whether there was an effect of coconut water (Cocos nucifera) gargling on the rate of salivary flow. This was an experimental and analytical study with a quasi-experimental design, and pre-test and post-test control group design approaches. Samples were dentistry undergraduate students of Universitas Sam Ratulangi taken by simple random sampling. Samples were divided into two groups: treatment group (gargling with old coconut water) and control group (gargling with mineral water). The results showed that in the treatment group, there was an increase of salivary flow rate from 0.7114 to 1.1248 after gargling with old coconut water. Meanwhile, in the control group, there was an increase of salivary flow rate from 0.7962 to 0,8495 after gargling with mineral water. Since research data were normally distributed and homogenous, the statistical analysis was continued with the unpaired T-test which obtained a p-value of <0.001 (p<0.05). In conclusion, coconut water (Cocos nucifera) gargling can influence the salivary flow rate. Keywords: coconut water; salivary flow rate; gargling Abstrak: Laju aliran saliva yang menurun dapat diakibatkan oleh berbagai hal antara lain faktor usia, mengonsumsi obat-obatan tertentu, dan efek psikis. Manfaat air kelapa terhadap kesehatan antara lain kesehatan gigi dan mulut telah diteliti namun belum banyak penelitian mengenai efek air kelapa dari berbagai varietas dalam hal meningkatkan laju aliran saliva terutama air kelapa tua yang masih sering dibuang sebagai limbah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berkumur air kelapa (Cocos nucifera) terhadap laju aliran saliva. Jenis penelitian ialah eksperimental dengan rancangan quasi eksperimental, dan pendekatan pre test dan post test control group design. Sampel penelitian ialah mahasiswa S1 PSPDG Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi yang diambil secara simple random sampling dan dibagi atas dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan (berkumur air kelapa tua) dan kelompok kontrol (berkumur air mineral). Hasil penelitian mendapatkan pada kelompok perlakuan rerata laju aliran saliva sebelum dan setelah berkumur air kelapa naik dari 0,7114 menjadi 1,1248 sedangkan pada kelompok kontrol rerata laju aliran saliva sebelum dan setelah berkumur air mineral naik dari 0,7962 menjadi 0,8495. Oleh karena data penelitian berdistribusi normal dan homogen, dilanjutkan dengan uji t tidak berpasangan yang mendapatkan nilai p<0,001 (p<0,05). Simpulan penelitian ini ialah berkumur air kelapa (Cocos
摘要:唾液流量减少的原因很多,其中包括年龄、服用某些药物和心理影响。椰子水的益处已被广泛研究,其中之一与牙齿和口腔健康有关。然而,关于各种椰子水对提高唾液流速的影响的研究仍然不多,尤其是经常被当作废物扔掉的老椰子水。本研究旨在确定椰子水(Cocos nucifera)漱口对唾液流速是否有影响。这是一项实验分析研究,采用了准实验设计、前测和后测对照组设计方法。样本为 Sam Ratulangi 大学牙科专业的本科生,采用简单随机抽样法。样本分为两组:治疗组(用老椰子汁漱口)和对照组(用矿泉水漱口)。结果显示,治疗组在用老椰子汁漱口后,唾液流量从 0.7114 增加到 1.1248。而对照组在用矿泉水漱口后,唾液流量从 0.7962 增加到 0.8495。由于研究数据呈正态分布且具有同质性,因此继续采用非配对 T 检验进行统计分析,结果发现 p 值小于 0.001(p<0.05)。关键词:椰子水;唾液流速;漱口 Abstrak:唾液的主要成分是唾液酸、唾液胆碱和唾液胆固醇。空气对人体健康的影响是由多种不同的因素造成的,其中包括唾液对人体健康的影响,以及空气对人体健康的影响。它的作用是在唾液中加入椰子油。该研究采用准实验设计和前测与后测对照组设计。实验对象是萨姆拉图兰基大学教育学院的 S1 PSPDG 教员,他们采用简单随机抽样的方法,并在不同的实验组中进行抽样调查,这些实验组分别是过量空气组(减少空气污染)和对照组(减少空气污染)。在唾液控制指标中,唾液浓度与空气浓度的比值分别为 0.7114 和 1.1248,而在空气矿物质控制指标中,唾液浓度与空气矿物质浓度的比值分别为 0.7962 和 0.8495。正常唾液和均质唾液数据的比较结果显示,P<0.001(P<0.05)。该研究的目的是通过提高椰子树的空气质量来增加唾液浓度。
{"title":"Pengaruh Berkumur Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Laju Aliran Saliva","authors":"Vonny N. S. Wowor, Ni Wayan Mariati, Richard F. Depthios","doi":"10.35790/eg.v13i1.51499","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/eg.v13i1.51499","url":null,"abstract":"Abstract: Decreased salivary flow rate can be caused by many things, inter alia age, consumption of certain drugs, and psychological effects. The benefits of coconut water have been widely studied, one of which is related to dental and oral health. However, there are still not many studies about the effects of various varieties of coconut water in increasing the flow rate of saliva, especially old coconut water which is often thrown away as waste. This study aimed to determine whether there was an effect of coconut water (Cocos nucifera) gargling on the rate of salivary flow. This was an experimental and analytical study with a quasi-experimental design, and pre-test and post-test control group design approaches. Samples were dentistry undergraduate students of Universitas Sam Ratulangi taken by simple random sampling. Samples were divided into two groups: treatment group (gargling with old coconut water) and control group (gargling with mineral water). The results showed that in the treatment group, there was an increase of salivary flow rate from 0.7114 to 1.1248 after gargling with old coconut water. Meanwhile, in the control group, there was an increase of salivary flow rate from 0.7962 to 0,8495 after gargling with mineral water. Since research data were normally distributed and homogenous, the statistical analysis was continued with the unpaired T-test which obtained a p-value of <0.001 (p<0.05). In conclusion, coconut water (Cocos nucifera) gargling can influence the salivary flow rate.\u0000Keywords: coconut water; salivary flow rate; gargling\u0000 \u0000Abstrak: Laju aliran saliva yang menurun dapat diakibatkan oleh berbagai hal antara lain faktor usia, mengonsumsi obat-obatan tertentu, dan efek psikis. Manfaat air kelapa terhadap kesehatan antara lain kesehatan gigi dan mulut telah diteliti namun belum banyak penelitian mengenai efek air kelapa dari berbagai varietas dalam hal meningkatkan laju aliran saliva terutama air kelapa tua yang masih sering dibuang sebagai limbah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berkumur air kelapa (Cocos nucifera) terhadap laju aliran saliva. Jenis penelitian ialah eksperimental dengan rancangan quasi eksperimental, dan pendekatan pre test dan post test control group design. Sampel penelitian ialah mahasiswa S1 PSPDG Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi yang diambil secara simple random sampling dan dibagi atas dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan (berkumur air kelapa tua) dan kelompok kontrol (berkumur air mineral). Hasil penelitian mendapatkan pada kelompok perlakuan rerata laju aliran saliva sebelum dan setelah berkumur air kelapa naik dari 0,7114 menjadi 1,1248 sedangkan pada kelompok kontrol rerata laju aliran saliva sebelum dan setelah berkumur air mineral naik dari 0,7962 menjadi 0,8495. Oleh karena data penelitian berdistribusi normal dan homogen, dilanjutkan dengan uji t tidak berpasangan yang mendapatkan nilai p<0,001 (p<0,05). Simpulan penelitian ini ialah berkumur air kelapa (Cocos ","PeriodicalId":395652,"journal":{"name":"e-GiGi","volume":"5 8","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-03-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140367625","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract: The government of Indonesia has issued technical guidelines for dental and oral health services at first-level health facilities using teledentistry. Knowledge regarding teledentistry among health care workers in first-level health facilities, especially in community health centers has been considered essential. This study aimed to determine the effect of education regarding teledentistry on increasing the knowledge of Cipanas Community Health Center, Garut Regency. This quasi-experimental study involved 44 health care workers of the Health Center. The questionnaire used consists of 15 items which have been tested for validity and reliability. Pre-test was conducted before receiving material regarding the teledentistry in the form of power point text (PPT), meanwhile, post-test was conducted immediately after material delivery was completed. Paired Sample T-test was carried out to see the difference between pre-test and post-test scores. ANOVA test was carried out to evaluate the difference between pre-test and post-test scores based on respondent characteristics. There was a significant difference between pre-test mean score of 7.5 and post-test mean score of 12.3 (p=0.000). There was a significant difference between pre-test mean score based on educational level (p=0.028) and occupation (p=0.018). There was a significant difference between post-test mean score based on educational level (p=0.009). In conclusion, there is an increase in the knowledge of healthcare workers of Cipanas Community Health Center after receiving educational material regarding teledentistry. Keywords: Covid-19; dentist; community health center; health workers; teledentistry Abstrak: Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan petunjuk teknis pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dengan menggunakan teledentistry. Pengetahuan terkait teledentistry dianggap penting bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan FKTP, terutama pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edukasi tentang teledentistry terhadap peningkatan pengetahuan pegawai Puskesmas Cipanas Kabupaten Garut. Studi kuasi eksperimental ini melibatkan 44 pegawai Puskesmas Cipanas Kabupaten Garut. Kuesioner yang digunakan terdiri dari 15 item yang telah diuji validitas serta reliabilitasnya. Pre-test diberikan sebelum mendapatkan materi mengenai teledentistry dalam bentuk power point text (PPT) sedangkan post-test dikerjakan segera setelah pemberian materi selesai. Uji paired sample t-test dilakukan untuk melihat perbedaan nilai pre-test dan post-test. Hasil penelitian mendapatkan perbedaan bermakna antara rerata nilai pre-test sebesar 7,5 dan post-test sebesar 12,3 (p=0,000). Uji ANOVA menunjukkan perbedaan bermakna nilai rerata pre-test responden berdasarkan variabel tingkat pendidikan (p=0,028) dan pekerjaan (p=0,018). Terdapat perbedaan bermakna nilai rerata post-test responden berdasarkan variabel tingkat pendidik
{"title":"Pengaruh Edukasi Tentang Pemanfaatan Teledentistry terhadap Peningkatan Pengetahuan Pegawai Puskesmas","authors":"L. H. Andayani, Mutiara A. Nusantara","doi":"10.35790/eg.v13i1.52593","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/eg.v13i1.52593","url":null,"abstract":"Abstract: The government of Indonesia has issued technical guidelines for dental and oral health services at first-level health facilities using teledentistry. Knowledge regarding teledentistry among health care workers in first-level health facilities, especially in community health centers has been considered essential. This study aimed to determine the effect of education regarding teledentistry on increasing the knowledge of Cipanas Community Health Center, Garut Regency. This quasi-experimental study involved 44 health care workers of the Health Center. The questionnaire used consists of 15 items which have been tested for validity and reliability. Pre-test was conducted before receiving material regarding the teledentistry in the form of power point text (PPT), meanwhile, post-test was conducted immediately after material delivery was completed. Paired Sample T-test was carried out to see the difference between pre-test and post-test scores. ANOVA test was carried out to evaluate the difference between pre-test and post-test scores based on respondent characteristics. There was a significant difference between pre-test mean score of 7.5 and post-test mean score of 12.3 (p=0.000). There was a significant difference between pre-test mean score based on educational level (p=0.028) and occupation (p=0.018). There was a significant difference between post-test mean score based on educational level (p=0.009). In conclusion, there is an increase in the knowledge of healthcare workers of Cipanas Community Health Center after receiving educational material regarding teledentistry.\u0000Keywords: Covid-19; dentist; community health center; health workers; teledentistry\u0000 \u0000Abstrak: Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan petunjuk teknis pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dengan menggunakan teledentistry. Pengetahuan terkait teledentistry dianggap penting bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan FKTP, terutama pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edukasi tentang teledentistry terhadap peningkatan pengetahuan pegawai Puskesmas Cipanas Kabupaten Garut. Studi kuasi eksperimental ini melibatkan 44 pegawai Puskesmas Cipanas Kabupaten Garut. Kuesioner yang digunakan terdiri dari 15 item yang telah diuji validitas serta reliabilitasnya. Pre-test diberikan sebelum mendapatkan materi mengenai teledentistry dalam bentuk power point text (PPT) sedangkan post-test dikerjakan segera setelah pemberian materi selesai. Uji paired sample t-test dilakukan untuk melihat perbedaan nilai pre-test dan post-test. Hasil penelitian mendapatkan perbedaan bermakna antara rerata nilai pre-test sebesar 7,5 dan post-test sebesar 12,3 (p=0,000). Uji ANOVA menunjukkan perbedaan bermakna nilai rerata pre-test responden berdasarkan variabel tingkat pendidikan (p=0,028) dan pekerjaan (p=0,018). Terdapat perbedaan bermakna nilai rerata post-test responden berdasarkan variabel tingkat pendidik","PeriodicalId":395652,"journal":{"name":"e-GiGi","volume":"10 9","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-03-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140234608","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract: Candida albicans are normal flora of the oral cavity that are opportunistically pathogenic and becomes the main causative agent of oral candidiasis. The addition of herbal ingredients to toothpaste is a solution to resistance and synthetic antifungal side effects. Green tea and peppermint extracts are known to have an antifungal role with various active ingredients such as catechins, tannins, flavonoids, terpenoids, alkaloids, and saponins. This study aimed to determine the antifungal effect of toothpaste preparations of green tea extract and peppermint on C. albicans. This study used the agar diffusion method at several concentrations of green tea and peppermint extracts in toothpaste preparations, namely 1000 mg/ml, 500 mg/ml, 250 mg/ml, 125 mg/ml, 62,5 mg/ml and 31,25 mg/ml. The results showed that there was an antifungal effect of green tea and peppermint extract toothpaste against C. albicans at a concentration of 1000 mg/ml with an average inhibition zone diameter of 7.19 mm. The smallest inhibition zone was 125 mg/ml with a diameter of 1.16 mm. In conclusion, green tea and peppermint extract toothpastes have antifungal effects. The higher the concentration of the extract used in the toothpaste preparation, the greater the antifungal inhibition zone formed. Keywords: Candida albicans; antifungal toothpaste; green tea; peppermint Abstrak: Candida albicans merupakan flora normal rongga mulut yang bersifat patogen oportunistik dan menjadi agen penyebab utama kandidiasis oral. Penambahan bahan herbal pada pasta gigi mikroba merupakan solusi terhadap resistensi dan efek samping antijamur sintetik. Ekstrak teh hijau dan peppermint diketahui memiliki peran sebagai antijamur dengan berbagai kandungan aktifnya seperti katekin, tanin, flavonoid, terpenoid, alkaloid dan saponin. Mengetahui efek antifungi sediaan pasta gigi ekstrak teh hijau dan peppermint terhadap C. albicans. Penelitian ini menggunakan metode difusi agar dengan beberapa konsentrasi ekstrak teh hijau dan peppermint dalam sediaan pasta gigi yaitu 1000 mg/ml, 500 mg/ml, 250 mg/ml, 125 mg/ml, 62,5 mg/ml dan 31,25 mg/ml. Hasil penelitian memperlihatkan adanya efek antifungi pada pasta gigi ekstrak teh hijau dan peppermint terhadap C. albicans pada konsentrasi 1000 mg/ml dengan diameter zona hambat rata-rata sebesar 7,19 mm. Zona hambat terkecil dari konsentrasi 125 mg/ml dengan diameter 1,16 mm. Simpulan penelitian ini ialah pasta gigi ekstrak teh hijau dan peppermint memiliki efek antijamur. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam sediaan pasta gigi maka semakin besar zona hambat antijamur yang terbentuk. Kata kunci: Candida albicans; pasta gigi antifungi; teh hijau; peppermint
{"title":"Efek Antifungi Sediaan Pasta Gigi Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis L.) dan Peppermint (Menthapiperita) terhadap Candida albicans","authors":"Vannia Wangguai, V. K. Sugiaman, W. Widowati","doi":"10.35790/eg.v13i1.51629","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/eg.v13i1.51629","url":null,"abstract":"Abstract: Candida albicans are normal flora of the oral cavity that are opportunistically pathogenic and becomes the main causative agent of oral candidiasis. The addition of herbal ingredients to toothpaste is a solution to resistance and synthetic antifungal side effects. Green tea and peppermint extracts are known to have an antifungal role with various active ingredients such as catechins, tannins, flavonoids, terpenoids, alkaloids, and saponins. This study aimed to determine the antifungal effect of toothpaste preparations of green tea extract and peppermint on C. albicans. This study used the agar diffusion method at several concentrations of green tea and peppermint extracts in toothpaste preparations, namely 1000 mg/ml, 500 mg/ml, 250 mg/ml, 125 mg/ml, 62,5 mg/ml and 31,25 mg/ml. The results showed that there was an antifungal effect of green tea and peppermint extract toothpaste against C. albicans at a concentration of 1000 mg/ml with an average inhibition zone diameter of 7.19 mm. The smallest inhibition zone was 125 mg/ml with a diameter of 1.16 mm. In conclusion, green tea and peppermint extract toothpastes have antifungal effects. The higher the concentration of the extract used in the toothpaste preparation, the greater the antifungal inhibition zone formed.\u0000Keywords: Candida albicans; antifungal toothpaste; green tea; peppermint\u0000 \u0000Abstrak: Candida albicans merupakan flora normal rongga mulut yang bersifat patogen oportunistik dan menjadi agen penyebab utama kandidiasis oral. Penambahan bahan herbal pada pasta gigi mikroba merupakan solusi terhadap resistensi dan efek samping antijamur sintetik. Ekstrak teh hijau dan peppermint diketahui memiliki peran sebagai antijamur dengan berbagai kandungan aktifnya seperti katekin, tanin, flavonoid, terpenoid, alkaloid dan saponin. Mengetahui efek antifungi sediaan pasta gigi ekstrak teh hijau dan peppermint terhadap C. albicans. Penelitian ini menggunakan metode difusi agar dengan beberapa konsentrasi ekstrak teh hijau dan peppermint dalam sediaan pasta gigi yaitu 1000 mg/ml, 500 mg/ml, 250 mg/ml, 125 mg/ml, 62,5 mg/ml dan 31,25 mg/ml. Hasil penelitian memperlihatkan adanya efek antifungi pada pasta gigi ekstrak teh hijau dan peppermint terhadap C. albicans pada konsentrasi 1000 mg/ml dengan diameter zona hambat rata-rata sebesar 7,19 mm. Zona hambat terkecil dari konsentrasi 125 mg/ml dengan diameter 1,16 mm. Simpulan penelitian ini ialah pasta gigi ekstrak teh hijau dan peppermint memiliki efek antijamur. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam sediaan pasta gigi maka semakin besar zona hambat antijamur yang terbentuk.\u0000Kata kunci: Candida albicans; pasta gigi antifungi; teh hijau; peppermint","PeriodicalId":395652,"journal":{"name":"e-GiGi","volume":"125 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-03-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140235675","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract: Aging process brings about several problems, particularly in the realm of oral health inter alia tooth loss in elderly. Dental prosthetic treatments, such as complete denture treatment can be employed to restore aesthetic, masticatory, and phonetic functions. The timing of follow-up appointments significantly influences the success of complete denture treatments. This study aimed to determine the effectiveness of using educational videos of cleaning complete dentures on time of behavior change among the elderly residents at Panti Jompo Pusaka 41 Yayasan Al-Madiniyah. This was an experimental study with a cross-sectional design using a questionnaire consisting of 15 questions. The results obtained 22 elderlies as subjects. Data collection was performed four times: before the video intervention; control I (one day after the video intervention); control II (one week after control I); and control III (two weeks after control II). Changes in elderly behavior were tested using the Friedman test. The results showed that the most significant change of behavior was during control I, which was one day after receiving instructions in the form of a video. The Friedman test resulted in a p-value of 0.001. In conclusion, the best follow-up time that resulted in the most significant improvement in behavior is control I, which is one day after the administration of instructional videos. Keywords: elderly; complete denture; control time; educational videos; behaviour Abstrak: Bertambahnya usia akan menimbulkan beberapa permasalahan, khususnya di bidang kesehatan gigi dan mulut; salah satunya ialah kehilangan gigi pada kelompok lanjut usia (lansia). Pada kehilangan gigi dapat dilakukan perawatan gigi tiruan lengkap (GTL) untuk mengembalikan fungsi estetik, mastikasi, dan fonetik. Waktu kontrol memiliki pengaruh besar dalam keberhasilan perawatan GTL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan video edukasi pembersihan GTL terhadap waktu perubahan perilaku lansia pengguna GTL di Panti Jompo Pusaka 41 Yayasan Al-Madiniyah. Jenis penelitian ialah eksperimental dengan desain potong lintang dan menggunakan kuesioner berisi 15 pertanyaan. Pengambilan data dilakukan sebanyak empat kali, yaitu sebelum diberikan video; kontrol I, sehari setelah pemberian video; kontrol II, satu minggu setelah kontrol I; dan kontrol III, dua minggu setelah kontrol II. Perubahan perilaku lansia diuji menggunakan uji Friedman. Hasil penelitian ini mendapatkan 22 lansia sebagai subjek penelitian. Perilaku lansia mengalami perubahan paling bermakna pada saat kontrol I dengan hasil uji p=0,001. Simpulan penelitian ini ialah waktu kontrol terbaik yang memberikan peningkatan perilaku paling bermakna ialah kontrol I, yaitu sehari setelah pemberian instruksi berupa video. Kata kunci: lanjut usia; gigi tiruan lengkap; waktu kontrol; video edukasi
摘要衰老过程会带来一些问题,特别是在口腔健康领域,尤其是老年人的牙齿脱落。牙科修复治疗,如全口义齿治疗,可以恢复美观、咀嚼和发音功能。复诊时间对全口义齿治疗的成功与否有很大影响。本研究旨在确定在 Panti Jompo Pusaka 41 Yayasan Al-Madiniyah 的老年居民中使用全口义齿清洁教育视频对行为改变时间的影响。这是一项横断面设计的实验研究,使用了一份包含 15 个问题的调查问卷。结果以 22 名老年人为研究对象。数据收集分四次进行:视频干预前;对照组 I(视频干预后一天);对照组 II(对照组 I 后一周);对照组 III(对照组 II 后两周)。老年人行为的变化采用弗里德曼检验法进行检验。结果显示,行为变化最大的是对照组 I,即接受视频形式的指导一天后。弗里德曼检验的 p 值为 0.001。总之,使行为得到最显著改善的最佳随访时间是对照组 I,即接受教学视频一天后。 关键词:老年人;全口义齿;对照组时间;教学视频;行为 摘要:年龄的增长会带来一些问题,尤其是在口腔健康领域,其中之一就是老年人(老年人)的牙齿脱落。牙齿缺失可以通过全口义齿(GTL)来治疗,以恢复美观、咀嚼和发音功能。控制时间对 GTL 治疗的成功与否有很大影响。本研究旨在确定使用 GTL 清洁教育视频对 Al-Madiniyah 基金会 Pusaka 41 养老院的 GTL 老年用户行为改变时间的有效性。研究类型为横断面实验设计,使用包含 15 个问题的调查问卷。共收集了四次数据,分别是播放视频前、播放视频后第二天的对照组 I、对照组 I 一周后的对照组 II 和对照组 II 两周后的对照组 III。老年人行为的变化采用弗里德曼检验法进行检验。研究结果以 22 位老人为研究对象。在对照组 I 中,老年人的行为发生了最显著的变化,检验结果为 p = 0.001。本研究的结论是,能带来最有意义的行为改善的最佳控制时间是控制 I,即以视频形式进行指导的第二天。 关键词:老年人;全口义齿;控制时间;教育视频
{"title":"Efektivitas Waktu Perubahan Perilaku Lanjut Usia Pengguna Gigi Tiruan Lengkap dengan Menggunakan Video Pembersihan Gigi Tiruan Lengkap","authors":"Niko Falatehan, Stefano D. Johannis","doi":"10.35790/eg.v13i1.54020","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/eg.v13i1.54020","url":null,"abstract":"Abstract: Aging process brings about several problems, particularly in the realm of oral health inter alia tooth loss in elderly. Dental prosthetic treatments, such as complete denture treatment can be employed to restore aesthetic, masticatory, and phonetic functions. The timing of follow-up appointments significantly influences the success of complete denture treatments. This study aimed to determine the effectiveness of using educational videos of cleaning complete dentures on time of behavior change among the elderly residents at Panti Jompo Pusaka 41 Yayasan Al-Madiniyah. This was an experimental study with a cross-sectional design using a questionnaire consisting of 15 questions. The results obtained 22 elderlies as subjects. Data collection was performed four times: before the video intervention; control I (one day after the video intervention); control II (one week after control I); and control III (two weeks after control II). Changes in elderly behavior were tested using the Friedman test. The results showed that the most significant change of behavior was during control I, which was one day after receiving instructions in the form of a video. The Friedman test resulted in a p-value of 0.001. In conclusion, the best follow-up time that resulted in the most significant improvement in behavior is control I, which is one day after the administration of instructional videos.\u0000Keywords: elderly; complete denture; control time; educational videos; behaviour\u0000 \u0000Abstrak: Bertambahnya usia akan menimbulkan beberapa permasalahan, khususnya di bidang kesehatan gigi dan mulut; salah satunya ialah kehilangan gigi pada kelompok lanjut usia (lansia). Pada kehilangan gigi dapat dilakukan perawatan gigi tiruan lengkap (GTL) untuk mengembalikan fungsi estetik, mastikasi, dan fonetik. Waktu kontrol memiliki pengaruh besar dalam keberhasilan perawatan GTL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan video edukasi pembersihan GTL terhadap waktu perubahan perilaku lansia pengguna GTL di Panti Jompo Pusaka 41 Yayasan Al-Madiniyah. Jenis penelitian ialah eksperimental dengan desain potong lintang dan menggunakan kuesioner berisi 15 pertanyaan. Pengambilan data dilakukan sebanyak empat kali, yaitu sebelum diberikan video; kontrol I, sehari setelah pemberian video; kontrol II, satu minggu setelah kontrol I; dan kontrol III, dua minggu setelah kontrol II. Perubahan perilaku lansia diuji menggunakan uji Friedman. Hasil penelitian ini mendapatkan 22 lansia sebagai subjek penelitian. Perilaku lansia mengalami perubahan paling bermakna pada saat kontrol I dengan hasil uji p=0,001. Simpulan penelitian ini ialah waktu kontrol terbaik yang memberikan peningkatan perilaku paling bermakna ialah kontrol I, yaitu sehari setelah pemberian instruksi berupa video.\u0000Kata kunci: lanjut usia; gigi tiruan lengkap; waktu kontrol; video edukasi","PeriodicalId":395652,"journal":{"name":"e-GiGi","volume":"88 4","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-03-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140236233","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract: Unilateral chewing can cause tooth malposition and abnormalities in jaw growth and development. This study aimed to determine the influence of caries severity as the etiology of unilateral chewing habits. This was an analytical study with a cross sectional design. Subjects were junior high school students at Gamping District, Sleman, Special Region of Yogyakarta obtained by using simple random sampling as many as 211 subjects. Unilateral chewing assessment was carried out using the direct method by letting the child chewed gum. Measurement of caries severity was carried out using the index introduced by Shimono. Data analysis was carried out using the chi-square test to compare the severity of caries in the two chewing groups. The results showed that 129 (61.14%) out of 211 subjects had unilateral chewing habit. The severity of caries in the unilateral chewing group was moderate (21.33%), high (20.85%), and low (18.96%), respectively. Meanwhile, in the bilateral chewing group, the severity of caries was low (17.54%), moderate (11.85%), and high (9.54%). There was no significant difference (p>0.05) between the severity of caries in the unilateral and the bilateral chewing groups. In conclusion, children with unilateral chewing habits tend to have a higher level of caries severity, although this was not significant. The result is expected to provide knowledge and as a basis for predicting the risk of unilateral chewing due to caries condition. Keywords: unilateral chewing; bilateral chewing; caries severity; children Abstrak: Mengunyah satu sisi dapat menyebabkan terjadinya malposisi gigi hingga kelainan tumbuh kembang rahang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat keparahan karies sebagai etiologi terjadinya kebiasaan mengunyah satu sisi. Jenis penelitian ialah analitik dengan desain potong lintang. Subyek penelitian ialah 211 siswa Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, diambil secara simple random sampling. Penilaian mengunyah satu sisi dilakukan dengan metode langsung (direct), yaitu dengan membiarkan anak mengunyah permen karet. Pengukuran keparahan karies dilakukan dengan indeks Shimono. Analisis data menggunakan uji chi-square untuk membandingkan tingkat keparahan karies pada kedua kelompok mengunyah. Hasil penelitian mendapatkan 129 dari 211 anak (61,14%) memiliki kebiasaan mengunyah satu sisi. Tingkat keparahan karies pada kelompok mengunyah satu sisi paling banyak pada tingkat keparahan karies sedang (21,33%), diikuti tinggi (20,85%), dan rendah (18,96%). Pada kelompok mengunyah dua sisi, tingkat keparahan karies paling banyak pada tingkat keparahan karies rendah (17,54%), diikuti sedang (11,85%), dan tinggi (9,54%). Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) antara tingkat keparahan karies kedua kelompok. Simpulan penelitian ini ialah kelompok anak dengan kebiasaan mengunyah satu sisi cenderung memiliki tingkat keparahan karies lebih tinggi, meskipun secara stati
{"title":"Pengaruh Tingkat Keparahan Karies terhadap Kebiasaan Mengunyah Satu Sisi pada Anak Usia 12-14 Tahun","authors":"P. K. W. Mahendra, V. Wulandari, S. A. Makmur","doi":"10.35790/eg.v13i1.52980","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/eg.v13i1.52980","url":null,"abstract":"Abstract: Unilateral chewing can cause tooth malposition and abnormalities in jaw growth and development. This study aimed to determine the influence of caries severity as the etiology of unilateral chewing habits. This was an analytical study with a cross sectional design. Subjects were junior high school students at Gamping District, Sleman, Special Region of Yogyakarta obtained by using simple random sampling as many as 211 subjects. Unilateral chewing assessment was carried out using the direct method by letting the child chewed gum. Measurement of caries severity was carried out using the index introduced by Shimono. Data analysis was carried out using the chi-square test to compare the severity of caries in the two chewing groups. The results showed that 129 (61.14%) out of 211 subjects had unilateral chewing habit. The severity of caries in the unilateral chewing group was moderate (21.33%), high (20.85%), and low (18.96%), respectively. Meanwhile, in the bilateral chewing group, the severity of caries was low (17.54%), moderate (11.85%), and high (9.54%). There was no significant difference (p>0.05) between the severity of caries in the unilateral and the bilateral chewing groups. In conclusion, children with unilateral chewing habits tend to have a higher level of caries severity, although this was not significant. The result is expected to provide knowledge and as a basis for predicting the risk of unilateral chewing due to caries condition.\u0000Keywords: unilateral chewing; bilateral chewing; caries severity; children\u0000 \u0000Abstrak: Mengunyah satu sisi dapat menyebabkan terjadinya malposisi gigi hingga kelainan tumbuh kembang rahang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat keparahan karies sebagai etiologi terjadinya kebiasaan mengunyah satu sisi. Jenis penelitian ialah analitik dengan desain potong lintang. Subyek penelitian ialah 211 siswa Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, diambil secara simple random sampling. Penilaian mengunyah satu sisi dilakukan dengan metode langsung (direct), yaitu dengan membiarkan anak mengunyah permen karet. Pengukuran keparahan karies dilakukan dengan indeks Shimono. Analisis data menggunakan uji chi-square untuk membandingkan tingkat keparahan karies pada kedua kelompok mengunyah. Hasil penelitian mendapatkan 129 dari 211 anak (61,14%) memiliki kebiasaan mengunyah satu sisi. Tingkat keparahan karies pada kelompok mengunyah satu sisi paling banyak pada tingkat keparahan karies sedang (21,33%), diikuti tinggi (20,85%), dan rendah (18,96%). Pada kelompok mengunyah dua sisi, tingkat keparahan karies paling banyak pada tingkat keparahan karies rendah (17,54%), diikuti sedang (11,85%), dan tinggi (9,54%). Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) antara tingkat keparahan karies kedua kelompok. Simpulan penelitian ini ialah kelompok anak dengan kebiasaan mengunyah satu sisi cenderung memiliki tingkat keparahan karies lebih tinggi, meskipun secara stati","PeriodicalId":395652,"journal":{"name":"e-GiGi","volume":"4 4","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-03-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140081238","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
I. S. Jatmiko, Sri Kuswandari, Latifa G. S. Talida, Syahra H. Ningrum
Abstract: Visually impaired children need special care in maintaining their oral health. This study aimed to determine the impact of interactive games for tooth brushing education on the oral hygiene status and gingival index of children with visual impairments. This was a quasi-experimental study design with a pretest and post-test design. Subjects were 32 visually impaired Childrens aged 12–15 years old in SLB Yaketunis Yogyakarta, SLBN 1 Bantul Yogyakarta dan SLB-A YAAT Klaten. This study used the scoring of oral health status with PHP-M and gingival index with Loe and Silness method. Dental health education regarding tooth anatomy was done on day 2,3 and 4 with braille puzzle. Subjects would be able to feel the teeth models while listening to audio containing modified songs to educate them about tooth brushing method. Tooth brushing education was carried out again on days 8, 9 and 10. The subjects were then evaluated on the 14th day. Data on the difference of oral hygiene scores and gingival index before and after the education were analyzed using the paired T-test. The results showed there were significant differences in oral hygiene scores and the Gingival Index based on paired T-test (p<0.05). The mean and standard deviation of the difference in oral hygiene scores was 0.629±0.297 and the gingival index was 0.242±0.117. In conclusion, the use of interactive game methods for tooth brushing education could improve oral hygiene and gingival health in visually impaired children. Keywords: interactive game, visually impaired children, oral hygiene, gingival health Abstrak: Anak tunanetra memerlukan pelayanan khusus sesuai keterbatasannya agar mendapatkan kemudahan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode game interaktif untuk edukasi menggosok gigi terhadap kebersihan gigi dan mulut serta kesehatan gingiva pada anak tunanetra. Jenis penelitian ialah eksperimental semu dengan pretest-posttest design. Subyek penelitian sejumlah 32 anak tunanetra usia 12–15 tahun yang bersekolah di SLB Yaketunis Yogyakarta, SLB N 1 Bantul Yogyakarta dan SLB-A YAAT Klaten. Pada hari pertama penelitian dilakukan skoring kebersihan gigi dan mulut menggunakan PHP-M dan dilakukan skor kesehatan gingiva menggunakan indeks gingiva menurut Loe dan Silness. Hari ke 2, 3, dan 4 dilakukan edukasi menggunakan puzzle Braille sebagai media bermain sambil belajar tentang anatomi gigi sambil diperdengarkan audio berisi lagu yang dimodifikasi untuk edukasi menggosok gigi yang baik,dan benar. Edukasi dilakukan kembali pada hari ke 8, 9 dan 10. Pada hari ke 14 dikakukan skoring kembali seperti yang dilakukan pada hari pertama. Data selisih skor kebersihan gigi dan mulut dan indeks gingiva sebelum dan sesuadah perlakuan dilakukan analisis menggunakan uji paired T-test. Hasil penelitian menunjukkan rerata dan standar deviasi selisih skor kebersihan gigi dan mulut 0,629± 0,297 dan indeks gingiva 0,242±0,117. Hasil
{"title":"Penggunaan Metode Game Interaktif untuk Edukasi Menggosok Gigi terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut serta Kesehatan Gingiva pada Anak Tunanetra","authors":"I. S. Jatmiko, Sri Kuswandari, Latifa G. S. Talida, Syahra H. Ningrum","doi":"10.35790/eg.v13i1.52942","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/eg.v13i1.52942","url":null,"abstract":"Abstract: Visually impaired children need special care in maintaining their oral health. This study aimed to determine the impact of interactive games for tooth brushing education on the oral hygiene status and gingival index of children with visual impairments. This was a quasi-experimental study design with a pretest and post-test design. Subjects were 32 visually impaired Childrens aged 12–15 years old in SLB Yaketunis Yogyakarta, SLBN 1 Bantul Yogyakarta dan SLB-A YAAT Klaten. This study used the scoring of oral health status with PHP-M and gingival index with Loe and Silness method. Dental health education regarding tooth anatomy was done on day 2,3 and 4 with braille puzzle. Subjects would be able to feel the teeth models while listening to audio containing modified songs to educate them about tooth brushing method. Tooth brushing education was carried out again on days 8, 9 and 10. The subjects were then evaluated on the 14th day. Data on the difference of oral hygiene scores and gingival index before and after the education were analyzed using the paired T-test. The results showed there were significant differences in oral hygiene scores and the Gingival Index based on paired T-test (p<0.05). The mean and standard deviation of the difference in oral hygiene scores was 0.629±0.297 and the gingival index was 0.242±0.117. In conclusion, the use of interactive game methods for tooth brushing education could improve oral hygiene and gingival health in visually impaired children.\u0000Keywords: interactive game, visually impaired children, oral hygiene, gingival health\u0000 \u0000Abstrak: Anak tunanetra memerlukan pelayanan khusus sesuai keterbatasannya agar mendapatkan kemudahan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode game interaktif untuk edukasi menggosok gigi terhadap kebersihan gigi dan mulut serta kesehatan gingiva pada anak tunanetra. Jenis penelitian ialah eksperimental semu dengan pretest-posttest design. Subyek penelitian sejumlah 32 anak tunanetra usia 12–15 tahun yang bersekolah di SLB Yaketunis Yogyakarta, SLB N 1 Bantul Yogyakarta dan SLB-A YAAT Klaten. Pada hari pertama penelitian dilakukan skoring kebersihan gigi dan mulut menggunakan PHP-M dan dilakukan skor kesehatan gingiva menggunakan indeks gingiva menurut Loe dan Silness. Hari ke 2, 3, dan 4 dilakukan edukasi menggunakan puzzle Braille sebagai media bermain sambil belajar tentang anatomi gigi sambil diperdengarkan audio berisi lagu yang dimodifikasi untuk edukasi menggosok gigi yang baik,dan benar. Edukasi dilakukan kembali pada hari ke 8, 9 dan 10. Pada hari ke 14 dikakukan skoring kembali seperti yang dilakukan pada hari pertama. Data selisih skor kebersihan gigi dan mulut dan indeks gingiva sebelum dan sesuadah perlakuan dilakukan analisis menggunakan uji paired T-test. Hasil penelitian menunjukkan rerata dan standar deviasi selisih skor kebersihan gigi dan mulut 0,629± 0,297 dan indeks gingiva 0,242±0,117. Hasil","PeriodicalId":395652,"journal":{"name":"e-GiGi","volume":" 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-02-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139790934","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
I. S. Jatmiko, Sri Kuswandari, Latifa G. S. Talida, Syahra H. Ningrum
Abstract: Visually impaired children need special care in maintaining their oral health. This study aimed to determine the impact of interactive games for tooth brushing education on the oral hygiene status and gingival index of children with visual impairments. This was a quasi-experimental study design with a pretest and post-test design. Subjects were 32 visually impaired Childrens aged 12–15 years old in SLB Yaketunis Yogyakarta, SLBN 1 Bantul Yogyakarta dan SLB-A YAAT Klaten. This study used the scoring of oral health status with PHP-M and gingival index with Loe and Silness method. Dental health education regarding tooth anatomy was done on day 2,3 and 4 with braille puzzle. Subjects would be able to feel the teeth models while listening to audio containing modified songs to educate them about tooth brushing method. Tooth brushing education was carried out again on days 8, 9 and 10. The subjects were then evaluated on the 14th day. Data on the difference of oral hygiene scores and gingival index before and after the education were analyzed using the paired T-test. The results showed there were significant differences in oral hygiene scores and the Gingival Index based on paired T-test (p<0.05). The mean and standard deviation of the difference in oral hygiene scores was 0.629±0.297 and the gingival index was 0.242±0.117. In conclusion, the use of interactive game methods for tooth brushing education could improve oral hygiene and gingival health in visually impaired children. Keywords: interactive game, visually impaired children, oral hygiene, gingival health Abstrak: Anak tunanetra memerlukan pelayanan khusus sesuai keterbatasannya agar mendapatkan kemudahan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode game interaktif untuk edukasi menggosok gigi terhadap kebersihan gigi dan mulut serta kesehatan gingiva pada anak tunanetra. Jenis penelitian ialah eksperimental semu dengan pretest-posttest design. Subyek penelitian sejumlah 32 anak tunanetra usia 12–15 tahun yang bersekolah di SLB Yaketunis Yogyakarta, SLB N 1 Bantul Yogyakarta dan SLB-A YAAT Klaten. Pada hari pertama penelitian dilakukan skoring kebersihan gigi dan mulut menggunakan PHP-M dan dilakukan skor kesehatan gingiva menggunakan indeks gingiva menurut Loe dan Silness. Hari ke 2, 3, dan 4 dilakukan edukasi menggunakan puzzle Braille sebagai media bermain sambil belajar tentang anatomi gigi sambil diperdengarkan audio berisi lagu yang dimodifikasi untuk edukasi menggosok gigi yang baik,dan benar. Edukasi dilakukan kembali pada hari ke 8, 9 dan 10. Pada hari ke 14 dikakukan skoring kembali seperti yang dilakukan pada hari pertama. Data selisih skor kebersihan gigi dan mulut dan indeks gingiva sebelum dan sesuadah perlakuan dilakukan analisis menggunakan uji paired T-test. Hasil penelitian menunjukkan rerata dan standar deviasi selisih skor kebersihan gigi dan mulut 0,629± 0,297 dan indeks gingiva 0,242±0,117. Hasil
{"title":"Penggunaan Metode Game Interaktif untuk Edukasi Menggosok Gigi terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut serta Kesehatan Gingiva pada Anak Tunanetra","authors":"I. S. Jatmiko, Sri Kuswandari, Latifa G. S. Talida, Syahra H. Ningrum","doi":"10.35790/eg.v13i1.52942","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/eg.v13i1.52942","url":null,"abstract":"Abstract: Visually impaired children need special care in maintaining their oral health. This study aimed to determine the impact of interactive games for tooth brushing education on the oral hygiene status and gingival index of children with visual impairments. This was a quasi-experimental study design with a pretest and post-test design. Subjects were 32 visually impaired Childrens aged 12–15 years old in SLB Yaketunis Yogyakarta, SLBN 1 Bantul Yogyakarta dan SLB-A YAAT Klaten. This study used the scoring of oral health status with PHP-M and gingival index with Loe and Silness method. Dental health education regarding tooth anatomy was done on day 2,3 and 4 with braille puzzle. Subjects would be able to feel the teeth models while listening to audio containing modified songs to educate them about tooth brushing method. Tooth brushing education was carried out again on days 8, 9 and 10. The subjects were then evaluated on the 14th day. Data on the difference of oral hygiene scores and gingival index before and after the education were analyzed using the paired T-test. The results showed there were significant differences in oral hygiene scores and the Gingival Index based on paired T-test (p<0.05). The mean and standard deviation of the difference in oral hygiene scores was 0.629±0.297 and the gingival index was 0.242±0.117. In conclusion, the use of interactive game methods for tooth brushing education could improve oral hygiene and gingival health in visually impaired children.\u0000Keywords: interactive game, visually impaired children, oral hygiene, gingival health\u0000 \u0000Abstrak: Anak tunanetra memerlukan pelayanan khusus sesuai keterbatasannya agar mendapatkan kemudahan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode game interaktif untuk edukasi menggosok gigi terhadap kebersihan gigi dan mulut serta kesehatan gingiva pada anak tunanetra. Jenis penelitian ialah eksperimental semu dengan pretest-posttest design. Subyek penelitian sejumlah 32 anak tunanetra usia 12–15 tahun yang bersekolah di SLB Yaketunis Yogyakarta, SLB N 1 Bantul Yogyakarta dan SLB-A YAAT Klaten. Pada hari pertama penelitian dilakukan skoring kebersihan gigi dan mulut menggunakan PHP-M dan dilakukan skor kesehatan gingiva menggunakan indeks gingiva menurut Loe dan Silness. Hari ke 2, 3, dan 4 dilakukan edukasi menggunakan puzzle Braille sebagai media bermain sambil belajar tentang anatomi gigi sambil diperdengarkan audio berisi lagu yang dimodifikasi untuk edukasi menggosok gigi yang baik,dan benar. Edukasi dilakukan kembali pada hari ke 8, 9 dan 10. Pada hari ke 14 dikakukan skoring kembali seperti yang dilakukan pada hari pertama. Data selisih skor kebersihan gigi dan mulut dan indeks gingiva sebelum dan sesuadah perlakuan dilakukan analisis menggunakan uji paired T-test. Hasil penelitian menunjukkan rerata dan standar deviasi selisih skor kebersihan gigi dan mulut 0,629± 0,297 dan indeks gingiva 0,242±0,117. Hasil","PeriodicalId":395652,"journal":{"name":"e-GiGi","volume":"48 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-02-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139850815","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Maria Gustina, Eka R. Efrata, Herlambang Prehananto
Abstract: Acrylic resin material is often used in making dentures because the color is similar to gingiva, easy to process, small dimensional changes, and relatively cheap price. One of the conditions that must be met is that the final product is easy to polish. Snail shell can be used as an abrasive for polishing acrylic plates because it contains protein, phosphorus and calcium. This study aimed to find out whether snail shell (Lissachatina fulica) powder as an abrasive material could reduce the roughness of acrylic surfaces. This was a laboratory and experimental study. Samples of acrylic resin plates were divided into three groups, group A was polished using sandpaper, group B was polished using pumice, and group C was polished using snail shell powder. Each group had nine samples of acrylic resin plates. Surface roughness of samples was tested with scanning electron microscope (SEM). The results showed that the surface of group C samples was the smoothest compared to the other groups tested with SEM. In conclusion, snail shell (Lissachatina fulica) powder can be used as an abrasive material to reduce the roughness of acrylic surfaces. Keywords: snail shell; surface roughness; acrylic resin plate Abstrak: Bahan resin akrilik sering digunakan dalam pembuatan gigi palsu karena warnanya mirip dengan gingiva, mudah diolah, perubahan dimensi kecil, dan harganya relatif murah. Salah satu syarat yang harus dipenuhi ialah produk akhir mudah dipoles. Cangkang bekicot dapat digunakan sebagai abrasif untuk memoles pelat akrilik karena mengandung protein, fosfor dan kalsium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah cangkang bekicot (Lissachatina fulica) sebagai bahan abrasif dapat mengurangi kekasaran permukaan akrilik. Sampel pelat resin akrilik dibagi menjadi tiga kelompok, kelompok A dipoles menggunakan amplas, kelompok B dipoles menggunakan batu apung, dan kelompok C dipoles menggunakan serbuk cangkang bekicot. Setiap kelompok memiliki sembilan sampel pelat resin akrilik. Kekasaran permukaan sampel diuji dengan scanning electron microscope (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa permukaan sampel golongan C paling halus dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Simpulan penelitian ini ialah serbuk cangkang bekicot (Lissachatina fulica) dapat digunakan sebagai bahan abrasif. Kata kunci: cangkang bekicot; kekasaran permukaan; plat resin akrilik
{"title":"Kekasaran Permukaan Plat Resin Akrilik dengan Pemolesan Menggunakan Serbuk Cangkang Bekicot (Lissachatina Fulica)","authors":"Maria Gustina, Eka R. Efrata, Herlambang Prehananto","doi":"10.35790/eg.v12i2.51944","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/eg.v12i2.51944","url":null,"abstract":"Abstract: Acrylic resin material is often used in making dentures because the color is similar to gingiva, easy to process, small dimensional changes, and relatively cheap price. One of the conditions that must be met is that the final product is easy to polish. Snail shell can be used as an abrasive for polishing acrylic plates because it contains protein, phosphorus and calcium. This study aimed to find out whether snail shell (Lissachatina fulica) powder as an abrasive material could reduce the roughness of acrylic surfaces. This was a laboratory and experimental study. Samples of acrylic resin plates were divided into three groups, group A was polished using sandpaper, group B was polished using pumice, and group C was polished using snail shell powder. Each group had nine samples of acrylic resin plates. Surface roughness of samples was tested with scanning electron microscope (SEM). The results showed that the surface of group C samples was the smoothest compared to the other groups tested with SEM. In conclusion, snail shell (Lissachatina fulica) powder can be used as an abrasive material to reduce the roughness of acrylic surfaces.\u0000Keywords: snail shell; surface roughness; acrylic resin plate\u0000 \u0000Abstrak: Bahan resin akrilik sering digunakan dalam pembuatan gigi palsu karena warnanya mirip dengan gingiva, mudah diolah, perubahan dimensi kecil, dan harganya relatif murah. Salah satu syarat yang harus dipenuhi ialah produk akhir mudah dipoles. Cangkang bekicot dapat digunakan sebagai abrasif untuk memoles pelat akrilik karena mengandung protein, fosfor dan kalsium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah cangkang bekicot (Lissachatina fulica) sebagai bahan abrasif dapat mengurangi kekasaran permukaan akrilik. Sampel pelat resin akrilik dibagi menjadi tiga kelompok, kelompok A dipoles menggunakan amplas, kelompok B dipoles menggunakan batu apung, dan kelompok C dipoles menggunakan serbuk cangkang bekicot. Setiap kelompok memiliki sembilan sampel pelat resin akrilik. Kekasaran permukaan sampel diuji dengan scanning electron microscope (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa permukaan sampel golongan C paling halus dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Simpulan penelitian ini ialah serbuk cangkang bekicot (Lissachatina fulica) dapat digunakan sebagai bahan abrasif.\u0000Kata kunci: cangkang bekicot; kekasaran permukaan; plat resin akrilik","PeriodicalId":395652,"journal":{"name":"e-GiGi","volume":"10 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-02-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139876669","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Maria Gustina, Eka R. Efrata, Herlambang Prehananto
Abstract: Acrylic resin material is often used in making dentures because the color is similar to gingiva, easy to process, small dimensional changes, and relatively cheap price. One of the conditions that must be met is that the final product is easy to polish. Snail shell can be used as an abrasive for polishing acrylic plates because it contains protein, phosphorus and calcium. This study aimed to find out whether snail shell (Lissachatina fulica) powder as an abrasive material could reduce the roughness of acrylic surfaces. This was a laboratory and experimental study. Samples of acrylic resin plates were divided into three groups, group A was polished using sandpaper, group B was polished using pumice, and group C was polished using snail shell powder. Each group had nine samples of acrylic resin plates. Surface roughness of samples was tested with scanning electron microscope (SEM). The results showed that the surface of group C samples was the smoothest compared to the other groups tested with SEM. In conclusion, snail shell (Lissachatina fulica) powder can be used as an abrasive material to reduce the roughness of acrylic surfaces. Keywords: snail shell; surface roughness; acrylic resin plate Abstrak: Bahan resin akrilik sering digunakan dalam pembuatan gigi palsu karena warnanya mirip dengan gingiva, mudah diolah, perubahan dimensi kecil, dan harganya relatif murah. Salah satu syarat yang harus dipenuhi ialah produk akhir mudah dipoles. Cangkang bekicot dapat digunakan sebagai abrasif untuk memoles pelat akrilik karena mengandung protein, fosfor dan kalsium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah cangkang bekicot (Lissachatina fulica) sebagai bahan abrasif dapat mengurangi kekasaran permukaan akrilik. Sampel pelat resin akrilik dibagi menjadi tiga kelompok, kelompok A dipoles menggunakan amplas, kelompok B dipoles menggunakan batu apung, dan kelompok C dipoles menggunakan serbuk cangkang bekicot. Setiap kelompok memiliki sembilan sampel pelat resin akrilik. Kekasaran permukaan sampel diuji dengan scanning electron microscope (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa permukaan sampel golongan C paling halus dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Simpulan penelitian ini ialah serbuk cangkang bekicot (Lissachatina fulica) dapat digunakan sebagai bahan abrasif. Kata kunci: cangkang bekicot; kekasaran permukaan; plat resin akrilik
{"title":"Kekasaran Permukaan Plat Resin Akrilik dengan Pemolesan Menggunakan Serbuk Cangkang Bekicot (Lissachatina Fulica)","authors":"Maria Gustina, Eka R. Efrata, Herlambang Prehananto","doi":"10.35790/eg.v12i2.51944","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/eg.v12i2.51944","url":null,"abstract":"Abstract: Acrylic resin material is often used in making dentures because the color is similar to gingiva, easy to process, small dimensional changes, and relatively cheap price. One of the conditions that must be met is that the final product is easy to polish. Snail shell can be used as an abrasive for polishing acrylic plates because it contains protein, phosphorus and calcium. This study aimed to find out whether snail shell (Lissachatina fulica) powder as an abrasive material could reduce the roughness of acrylic surfaces. This was a laboratory and experimental study. Samples of acrylic resin plates were divided into three groups, group A was polished using sandpaper, group B was polished using pumice, and group C was polished using snail shell powder. Each group had nine samples of acrylic resin plates. Surface roughness of samples was tested with scanning electron microscope (SEM). The results showed that the surface of group C samples was the smoothest compared to the other groups tested with SEM. In conclusion, snail shell (Lissachatina fulica) powder can be used as an abrasive material to reduce the roughness of acrylic surfaces.\u0000Keywords: snail shell; surface roughness; acrylic resin plate\u0000 \u0000Abstrak: Bahan resin akrilik sering digunakan dalam pembuatan gigi palsu karena warnanya mirip dengan gingiva, mudah diolah, perubahan dimensi kecil, dan harganya relatif murah. Salah satu syarat yang harus dipenuhi ialah produk akhir mudah dipoles. Cangkang bekicot dapat digunakan sebagai abrasif untuk memoles pelat akrilik karena mengandung protein, fosfor dan kalsium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah cangkang bekicot (Lissachatina fulica) sebagai bahan abrasif dapat mengurangi kekasaran permukaan akrilik. Sampel pelat resin akrilik dibagi menjadi tiga kelompok, kelompok A dipoles menggunakan amplas, kelompok B dipoles menggunakan batu apung, dan kelompok C dipoles menggunakan serbuk cangkang bekicot. Setiap kelompok memiliki sembilan sampel pelat resin akrilik. Kekasaran permukaan sampel diuji dengan scanning electron microscope (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa permukaan sampel golongan C paling halus dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Simpulan penelitian ini ialah serbuk cangkang bekicot (Lissachatina fulica) dapat digunakan sebagai bahan abrasif.\u0000Kata kunci: cangkang bekicot; kekasaran permukaan; plat resin akrilik","PeriodicalId":395652,"journal":{"name":"e-GiGi","volume":"224 2","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-02-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139816846","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}