Pub Date : 2019-07-25DOI: 10.23971/el-mas.v7i2.1423
Munib Munib, M. Arifin
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis, pendekatan ini akan menemukan data deskriptif. Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui dan menggambarkan secara jelas dan detail tentang pemahaman Keluarga Dayak Muslim tentang pernikahan secara Islam di Kecamatan Tewah Kabupaten Gunung Mas. Objek penelitian ini adalah pemahaman tentang keluarga Dayak Muslim tentang pernikahan dalam Islam. Penelitian menggunakan teknik Purposive Sampling, dimana peneliti mengambil subyek penelitian pada masyarakat yang ada di Kecamatan Tewah Kabupaten Gunung Mas dengan kriteria yang masyarakat yang berada di lokasi penelitian, keluarga Islam, dan melaksanakan pernikahan secara Islam. Hasildari penelitian ini menyimpulkan bahwa pertama, Pemahaman keluarga dayak muslim di desa Sarerangan Kabupaten Tewah belum baik, karena masyarakatnya terurtama dayak muslim adalah keinginan untuk belajar lebih mendalam tentang agama terus. Kedua, pelaksanaan nikah adat oleh masyarakat dayak muslim memiliki tujuan yang baik untuk melestarika adat istiadat turun-temurun, dan untuk meminimalkan terjadinya perceraian di kemudian hari, tetapi ada beberapa hal yang menympang dari aturan Islam, yaitu adanya kebiasaan untuk mengumpulkan pasangan setelah pernikahan secara adat. Ketiga, dalam aturan Islam yang tidak ada yang memprioritaskan nikah adat sebelum menikah secara islam, tetapi kebiasaan untuk mengumpulkan passangan di antara dua pernikahan dilarang karena bertentangan dengan syariat Islam yang melarang beberapa laki-laki dan perempuan berpasangan tanpa ikatan hukum dalam Islam.
该研究采用一种定性型方法,即描述性数据。这种方法是用来了解和详细描述Dayak Muslim family对Mas区伊斯兰婚姻的理解。本研究的目标是了解穆斯林Dayak family对伊斯兰婚姻的看法。该研究采用采样技术进行研究,研究人员将马斯特瓦区社区的研究对象以穆斯林家庭、研究地点和伊斯兰婚姻为标准进行研究。这项研究的结果得出结论,首先,在泰瓦区萨赫特村的达亚克穆斯林家庭的理解并不好,因为最主要的社会是穆斯林达亚克人希望继续深入了解宗教。第二,执行结婚习俗的社会更好的穆斯林有目的的达雅克melestarika传统习俗,以减少在日后离婚,但有些事情发生伊斯兰menympang的规则,即地配偶收集后的婚姻习俗惯例的存在。第三,伊斯兰教的规则中没有优先考虑结婚,婚前习俗的伊斯兰教,但习惯passangan聚集在两棵树之间的婚姻被禁止,因为违背了伊斯兰syariat禁止伊斯兰教中添加一些附加条件的男女配对法律。
{"title":"PEMAHAMAN KELUARGA MUSLIM TENTANG PERNIKAHAN SECARA ISLAM DI KECAMATAN TEWAH KABUPATEN GUNUNG MAS","authors":"Munib Munib, M. Arifin","doi":"10.23971/el-mas.v7i2.1423","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/el-mas.v7i2.1423","url":null,"abstract":"Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis, pendekatan ini akan menemukan data deskriptif. Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui dan menggambarkan secara jelas dan detail tentang pemahaman Keluarga Dayak Muslim tentang pernikahan secara Islam di Kecamatan Tewah Kabupaten Gunung Mas. Objek penelitian ini adalah pemahaman tentang keluarga Dayak Muslim tentang pernikahan dalam Islam. Penelitian menggunakan teknik Purposive Sampling, dimana peneliti mengambil subyek penelitian pada masyarakat yang ada di Kecamatan Tewah Kabupaten Gunung Mas dengan kriteria yang masyarakat yang berada di lokasi penelitian, keluarga Islam, dan melaksanakan pernikahan secara Islam. Hasildari penelitian ini menyimpulkan bahwa pertama, Pemahaman keluarga dayak muslim di desa Sarerangan Kabupaten Tewah belum baik, karena masyarakatnya terurtama dayak muslim adalah keinginan untuk belajar lebih mendalam tentang agama terus. Kedua, pelaksanaan nikah adat oleh masyarakat dayak muslim memiliki tujuan yang baik untuk melestarika adat istiadat turun-temurun, dan untuk meminimalkan terjadinya perceraian di kemudian hari, tetapi ada beberapa hal yang menympang dari aturan Islam, yaitu adanya kebiasaan untuk mengumpulkan pasangan setelah pernikahan secara adat. Ketiga, dalam aturan Islam yang tidak ada yang memprioritaskan nikah adat sebelum menikah secara islam, tetapi kebiasaan untuk mengumpulkan passangan di antara dua pernikahan dilarang karena bertentangan dengan syariat Islam yang melarang beberapa laki-laki dan perempuan berpasangan tanpa ikatan hukum dalam Islam.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"48 20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117173723","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-25DOI: 10.23971/EL-MAS.V9I1.1117
Sanuarija Sonia
Penyalahgunaan wewenang yang terjadi pada saat ini dapat dikatakan sebagai potret penegakan hukum di Indonesia, dimana telah ditemukan beberapa kasus permohonan praperadilan yang telah dimanfaatkan sebagai sarana untuk mencapai keadilan bagi tersangka dan atau terdakwa. Konsekuensi dari hal tersebut adalah kewajiban dari seorang hakim untuk melakukan penemuan atas kekosongan hukum yang terjadi. Berdasarkan salah satu asas ilmu hukum yaitu : Ius Curia Novit, dimana hakim tidak boleh menolak perkara yang diberikan kepadanya dengan alasan tidak adanya peraturan hukum yang mengaturnya, oleh sebab itu jelaslah bahwa hakim harus memenuhi kebutuhan akan kekosongan hukum tersebut menurut sistem hukum yang berlaku dan ditetapkan.
{"title":"KEWENANGAN PRAPERADILAN SEBAGAI SARANA MENCARI KEADILAN BAGI TERSANGKA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA (Studi Kasus praperadilan Nomor: 24/Pid.pra/2018/Jaksel)","authors":"Sanuarija Sonia","doi":"10.23971/EL-MAS.V9I1.1117","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V9I1.1117","url":null,"abstract":"Penyalahgunaan wewenang yang terjadi pada saat ini dapat dikatakan sebagai potret penegakan hukum di Indonesia, dimana telah ditemukan beberapa kasus permohonan praperadilan yang telah dimanfaatkan sebagai sarana untuk mencapai keadilan bagi tersangka dan atau terdakwa. Konsekuensi dari hal tersebut adalah kewajiban dari seorang hakim untuk melakukan penemuan atas kekosongan hukum yang terjadi. Berdasarkan salah satu asas ilmu hukum yaitu : Ius Curia Novit, dimana hakim tidak boleh menolak perkara yang diberikan kepadanya dengan alasan tidak adanya peraturan hukum yang mengaturnya, oleh sebab itu jelaslah bahwa hakim harus memenuhi kebutuhan akan kekosongan hukum tersebut menurut sistem hukum yang berlaku dan ditetapkan.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"40 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116605521","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-25DOI: 10.23971/el-mas.v7i2.1425
Ahmad Dasuki
Perbedaan penafsiran dikalangan para mufassir, merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari. Perbedaan ini tidak hanya disebabkan oleh perbeedaan tingkat kecerdasan atau latar belakang pemikiran dan kecenderungan seseorang, melainkan juga disebabkan oleh pengaruh lingkungan, kondisi sosial politik, pengalaman, dan peristiwa-peristiwa sejarah, serta penemuan ilmiah. Keragaman penafsiran tersebut menurut Shihab ditunjang pula oleh al-Qur’an yang keadaannya seperti yang digambarkan Darraz bahawa “al-Qur’an bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut pandang, metode dan coraknya tersebut, penulis hanya ingin membahas salah satu metode dan coraknya saja. Metode yang akan dibahas itu adalah metode tafsir tahlily dengan corak i’tizaly yang sangat menonjolkan akal pikiran ketimbang wahyu, inilah yang kemudian dinamai dengan tafsir bil ra’yi yang banyak dilakukan oleh tokoh-tokoh Mu’tazilah. Hal ini yang membuat mereka jatuh kepada tafsir bil ra’yi al-madzmumah atau as-sayyi’ah, tetapi paling tidak tafsir mereka ini merupakan cikap bakal lahirnya Tafsir bil al-Ra’yi atau Tafsir bi al-Ma’qul (penalaran akal pikiran) dan merupakan khazanah ilmu-ilmu keislamanan
{"title":"CORAK TAFSIR MU'TAZILAH","authors":"Ahmad Dasuki","doi":"10.23971/el-mas.v7i2.1425","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/el-mas.v7i2.1425","url":null,"abstract":"Perbedaan penafsiran dikalangan para mufassir, merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari. Perbedaan ini tidak hanya disebabkan oleh perbeedaan tingkat kecerdasan atau latar belakang pemikiran dan kecenderungan seseorang, melainkan juga disebabkan oleh pengaruh lingkungan, kondisi sosial politik, pengalaman, dan peristiwa-peristiwa sejarah, serta penemuan ilmiah. Keragaman penafsiran tersebut menurut Shihab ditunjang pula oleh al-Qur’an yang keadaannya seperti yang digambarkan Darraz bahawa “al-Qur’an bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut pandang, metode dan coraknya tersebut, penulis hanya ingin membahas salah satu metode dan coraknya saja. Metode yang akan dibahas itu adalah metode tafsir tahlily dengan corak i’tizaly yang sangat menonjolkan akal pikiran ketimbang wahyu, inilah yang kemudian dinamai dengan tafsir bil ra’yi yang banyak dilakukan oleh tokoh-tokoh Mu’tazilah. Hal ini yang membuat mereka jatuh kepada tafsir bil ra’yi al-madzmumah atau as-sayyi’ah, tetapi paling tidak tafsir mereka ini merupakan cikap bakal lahirnya Tafsir bil al-Ra’yi atau Tafsir bi al-Ma’qul (penalaran akal pikiran) dan merupakan khazanah ilmu-ilmu keislamanan","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130912487","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-25DOI: 10.23971/EL-MAS.V9I1.1314
lisnawati shaleh
Kebudayaan dan peradaban dunia yang ada sebelum datangnya Islam, seperti Yunani, Romawi, India, Yahudi, Kristen, dan Arab pra Islam tidak satupun yang menempatkan perempuan pada status terhormat dan bermartabat. Keberadaan perempuan dipandang subordinat dibandingkan dengan laki-laki. Superioritas laki-laki sangat dominan, menjadikan ketimpangan sosial yang menghasilkan ketidakadilan dan pelanggaran hak asasi manusia. Kemudian Islam datang membawa rahmat bagi alam semesta. Islam mengatur sedemikian rupa relasi antarmanusia dan membebaskan kaum perempuan dari belenggu kejahiliahan. Isu kesetaraan gender sering kali memojokkan Islam, padahal sejatinya Islam adalah yang pertama kali memiliki gagasan kesetaraan gender. Islam datang dengan mengangkat derajat perempuan. Manusia dipandang dalam kapasitasnya sebagai ʻabdullāh, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, keduanya berpotensi dan mempunyai peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Laki-laki dan perempuan juga mempunyai fungsi dan peran yang sama dalam kapasitasnya sebagai khalīfah Allah. Mereka akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi dalam posisi yang sama di hadapan Allah.Kata Kunci: Islam, status perempuan, sejarah
{"title":"PEREMPUAN DALAM LINTASAN SEJARAH: MENEPIS ISU KETIDAKSETARAAN GENDER DALAM ISLAM","authors":"lisnawati shaleh","doi":"10.23971/EL-MAS.V9I1.1314","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V9I1.1314","url":null,"abstract":"Kebudayaan dan peradaban dunia yang ada sebelum datangnya Islam, seperti Yunani, Romawi, India, Yahudi, Kristen, dan Arab pra Islam tidak satupun yang menempatkan perempuan pada status terhormat dan bermartabat. Keberadaan perempuan dipandang subordinat dibandingkan dengan laki-laki. Superioritas laki-laki sangat dominan, menjadikan ketimpangan sosial yang menghasilkan ketidakadilan dan pelanggaran hak asasi manusia. Kemudian Islam datang membawa rahmat bagi alam semesta. Islam mengatur sedemikian rupa relasi antarmanusia dan membebaskan kaum perempuan dari belenggu kejahiliahan. Isu kesetaraan gender sering kali memojokkan Islam, padahal sejatinya Islam adalah yang pertama kali memiliki gagasan kesetaraan gender. Islam datang dengan mengangkat derajat perempuan. Manusia dipandang dalam kapasitasnya sebagai ʻabdullāh, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, keduanya berpotensi dan mempunyai peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Laki-laki dan perempuan juga mempunyai fungsi dan peran yang sama dalam kapasitasnya sebagai khalīfah Allah. Mereka akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi dalam posisi yang sama di hadapan Allah.Kata Kunci: Islam, status perempuan, sejarah","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"37 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115772935","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-25DOI: 10.23971/EL-MAS.V9I1.1354
M. Norhadi
Dalam perkembangannya ilmu fikih merupakan cabang keilmuan yang sangat banyak menyentuh aspek kehidupan umat Islam. Bahkan merupakan cabang keilmuan Islam yang paling populer dan penting dalam Islam. Namun ternyata perkembangan teori keilmuan dalam fiqih dari masa-ke masa tidak begitu memberikan pengaruh yang signifikan dalam prakteknya dilapangan. Dengan kata lain fiqih hanya berkembang dalam lintasan teoritis. Sementara pada tataran praktek dan realita tidak memberikan pengaruh dalam kehidupan masyarakat Islam itu sendiri. Sehingga begitu banyak fatwa dan hukum dalam fiqih yang dianggap angin lalu oleh umat Islam sendiri. Oleh karena itu penulis merasa perlu untuk dilakukan penelitian dan pembahasan mengenai penyebab terjadinya miss-praticing dalam fikih tersebut. Penelitian ini menggunakan metode normatif-historis. Hasil dari penlitian ini adalah bahwa fikih dalam awal perkembangannya adalah sebuah cabang ilmu yang menghimpun segala disiplin ilmu baik akidah, syariat, dan muamalah. Termasuk di dalamnya adalah bidang akidah (iman). Maka dapat dikatakan bahwa Fikih dan Iman memilki hubungan yang sangat erat tak terpisahkan. Satu sama lain saling mengikat menjadi suatu kesatuan yang saling menggerakan. dan tunduk kepada hukum-hukum Allah yang telah digariskan-Nya.Kata Kunci: Fikih, Iman, dan Syariat
{"title":"RELASI IMAN DAN FIKIH","authors":"M. Norhadi","doi":"10.23971/EL-MAS.V9I1.1354","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V9I1.1354","url":null,"abstract":"Dalam perkembangannya ilmu fikih merupakan cabang keilmuan yang sangat banyak menyentuh aspek kehidupan umat Islam. Bahkan merupakan cabang keilmuan Islam yang paling populer dan penting dalam Islam. Namun ternyata perkembangan teori keilmuan dalam fiqih dari masa-ke masa tidak begitu memberikan pengaruh yang signifikan dalam prakteknya dilapangan. Dengan kata lain fiqih hanya berkembang dalam lintasan teoritis. Sementara pada tataran praktek dan realita tidak memberikan pengaruh dalam kehidupan masyarakat Islam itu sendiri. Sehingga begitu banyak fatwa dan hukum dalam fiqih yang dianggap angin lalu oleh umat Islam sendiri. Oleh karena itu penulis merasa perlu untuk dilakukan penelitian dan pembahasan mengenai penyebab terjadinya miss-praticing dalam fikih tersebut. Penelitian ini menggunakan metode normatif-historis. Hasil dari penlitian ini adalah bahwa fikih dalam awal perkembangannya adalah sebuah cabang ilmu yang menghimpun segala disiplin ilmu baik akidah, syariat, dan muamalah. Termasuk di dalamnya adalah bidang akidah (iman). Maka dapat dikatakan bahwa Fikih dan Iman memilki hubungan yang sangat erat tak terpisahkan. Satu sama lain saling mengikat menjadi suatu kesatuan yang saling menggerakan. dan tunduk kepada hukum-hukum Allah yang telah digariskan-Nya.Kata Kunci: Fikih, Iman, dan Syariat ","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129404750","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-25DOI: 10.23971/EL-MAS.V9I1.1342
Rafik Patrajaya
Sebagai salah satu tema penting dalam pengelolaan zakat, pemerintah telah menyetujui dan menetapkan zakat sebagai pengurang dari Penghasilan Kena Pajak. Selanjutnya kebijakan ini tidak hanya mencakup zakat saja tetapi juga sumbangan keagamaaan yang bersifat wajib artinya perjuangan BAZNAS untuk pengurangan pajak, juga dinikmati oleh para pemeluk agama yang lain. Besarnya zakat dan donasi yang bisa diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan adalah sebesar 2,5%. Hal ini sesuai dengan UU No. 23 tahun 2011 pasal 22 yang merupakan amandemen dari UU No. 38 tahun 1999. Tulisan ini mencoba mendeskripsikan analisis tentang konsep Pengelolaan Zakat yang ditinjau dalam perspektif sosiologi hukum dengan metode pendekatan normatif-sosiologis dan kajian ushul fikih. Dalam tinjauan sosiologi hukum zakat sebagai pengurang pajak dilihat dari implementasinya akan berpengaruh dalam sektor pajak, karena mengurangi pendapatan pajak. Adapun dalam tinjauan ushul fikihnya terkait dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, bahwa pemerintah di sini sudah melakukan upaya-upaya pembaruan dalam mengatur masalah UU zakat demi memakmurkan kesejahteraan masyarakatnya, dan ini sudah cukup mewakili maksud dari maqasid asy-Syariah dalam mencapai tujuan kemaslahatan baik di dunia maupun kemaslahatan di akhirat. Dalam Islam, tidaklah mungkin menggantikan kedudukan zakat dengan pajak. Yang mungkin adalah memadukannya, antara lain dengan memotong jumlah pajak dengan jumlah zakat yang telah dibayar oleh seseorang. cara ini mungkin akan dapat diterima Karena menurut keyakinan mereka kewajiban agama telah mereka penuhi bersamaan dengan pemenuhan kewajibannya terhadap Negara. Kata Kunci: Sosiologi Hukum, UU No. 23 Tahun 2011 tentang Zakat, Ushul Fiqh
{"title":"TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN PAJAK UU NO. 23 TAHUN 2011 PASAL 22 ( Studi Analisis Pendekatan Ushul Fikih)","authors":"Rafik Patrajaya","doi":"10.23971/EL-MAS.V9I1.1342","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V9I1.1342","url":null,"abstract":"Sebagai salah satu tema penting dalam pengelolaan zakat, pemerintah telah menyetujui dan menetapkan zakat sebagai pengurang dari Penghasilan Kena Pajak. Selanjutnya kebijakan ini tidak hanya mencakup zakat saja tetapi juga sumbangan keagamaaan yang bersifat wajib artinya perjuangan BAZNAS untuk pengurangan pajak, juga dinikmati oleh para pemeluk agama yang lain. Besarnya zakat dan donasi yang bisa diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan adalah sebesar 2,5%. Hal ini sesuai dengan UU No. 23 tahun 2011 pasal 22 yang merupakan amandemen dari UU No. 38 tahun 1999. Tulisan ini mencoba mendeskripsikan analisis tentang konsep Pengelolaan Zakat yang ditinjau dalam perspektif sosiologi hukum dengan metode pendekatan normatif-sosiologis dan kajian ushul fikih. Dalam tinjauan sosiologi hukum zakat sebagai pengurang pajak dilihat dari implementasinya akan berpengaruh dalam sektor pajak, karena mengurangi pendapatan pajak. Adapun dalam tinjauan ushul fikihnya terkait dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, bahwa pemerintah di sini sudah melakukan upaya-upaya pembaruan dalam mengatur masalah UU zakat demi memakmurkan kesejahteraan masyarakatnya, dan ini sudah cukup mewakili maksud dari maqasid asy-Syariah dalam mencapai tujuan kemaslahatan baik di dunia maupun kemaslahatan di akhirat. Dalam Islam, tidaklah mungkin menggantikan kedudukan zakat dengan pajak. Yang mungkin adalah memadukannya, antara lain dengan memotong jumlah pajak dengan jumlah zakat yang telah dibayar oleh seseorang. cara ini mungkin akan dapat diterima Karena menurut keyakinan mereka kewajiban agama telah mereka penuhi bersamaan dengan pemenuhan kewajibannya terhadap Negara. Kata Kunci: Sosiologi Hukum, UU No. 23 Tahun 2011 tentang Zakat, Ushul Fiqh","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122219489","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-25DOI: 10.23971/EL-MAS.V9I1.1395
Eka Suriansyah
Pembahasan tentang mitos yang beredar di masyarakat selalu dikaitkan dengan cerita rakyat atau legenda hidup di masyarakat yang banyak melekat dalam life cyrcle rites manusia; kelahiran, perkawinan dan kematian. Banyak ditemukan mitos dalam perkawinan adat Banjar yang harus dilakukan agar terhindar dari hal negatif atau untuk mendapatkan kebaikan dari ritual tersebut. Misalkan menghidangkan kokoleh sebagai hidangan selamatan saat melepaskan rombongan orang tua pria melamar pihak perempuan agar memperoleh hasil (bapakoleh). Perlakuan yang dilakukan masyarakat dalam upaya mewujudkan atau tindak preventif terhadap mitos yang mengitarinya jika disandingkan dengan logika rasionalitas secara umum tentu ia dikategorikan hal-hal yang irasional. Namun berbeda dengan sudut pandang antroplog yang beranggapan bahwa tidak ada yang tidak mempunyai makna dalam realitas sosial. Benda yang diam tak bergerak seperti kayu yang tergeletak dipinggir jalan nampak tak bermakna bagi sebagian orang, akan tetapi bagi mereka merupakan penanda (simbol) yang mempunyai makna. Mereka memahami realitas dibalik berbagai simbol seperti sebuah buku bacaan yang menceritakan sebuah kisah tentang kenyataannya. Begitu pula prosesi perkawinan adat Banjar yang banyak diliputi berbagai mitos, jika dilihat dalam teori struktural mitos Levi-Strauss maka ia adalah sebuah realitas tersendiri yang sarat dengan cerita yang merefleksikan deep structure manusia
{"title":"PERKAWINAN ADAT BANJAR DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL MITOS LEVI-STRAUSS","authors":"Eka Suriansyah","doi":"10.23971/EL-MAS.V9I1.1395","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V9I1.1395","url":null,"abstract":"Pembahasan tentang mitos yang beredar di masyarakat selalu dikaitkan dengan cerita rakyat atau legenda hidup di masyarakat yang banyak melekat dalam life cyrcle rites manusia; kelahiran, perkawinan dan kematian. Banyak ditemukan mitos dalam perkawinan adat Banjar yang harus dilakukan agar terhindar dari hal negatif atau untuk mendapatkan kebaikan dari ritual tersebut. Misalkan menghidangkan kokoleh sebagai hidangan selamatan saat melepaskan rombongan orang tua pria melamar pihak perempuan agar memperoleh hasil (bapakoleh). Perlakuan yang dilakukan masyarakat dalam upaya mewujudkan atau tindak preventif terhadap mitos yang mengitarinya jika disandingkan dengan logika rasionalitas secara umum tentu ia dikategorikan hal-hal yang irasional. Namun berbeda dengan sudut pandang antroplog yang beranggapan bahwa tidak ada yang tidak mempunyai makna dalam realitas sosial. Benda yang diam tak bergerak seperti kayu yang tergeletak dipinggir jalan nampak tak bermakna bagi sebagian orang, akan tetapi bagi mereka merupakan penanda (simbol) yang mempunyai makna. Mereka memahami realitas dibalik berbagai simbol seperti sebuah buku bacaan yang menceritakan sebuah kisah tentang kenyataannya. Begitu pula prosesi perkawinan adat Banjar yang banyak diliputi berbagai mitos, jika dilihat dalam teori struktural mitos Levi-Strauss maka ia adalah sebuah realitas tersendiri yang sarat dengan cerita yang merefleksikan deep structure manusia","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132846696","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-25DOI: 10.23971/EL-MAS.V9I1.1333
Syaikhu Syaikhu
Problematika dalam rumah tangga yang di latar belakangi banyak hal, mengakibatkan kecendrungan seorang suami dan istri lebih cepat mengambil keputusan perceraian. Pernikahan bagi umat manusia adalah sesuatu yang sangat sakral dan mempunyai tujuan yang sakrat pula, dan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh syari’at. Tujuan yang hakiki dalam sebuah penikahan adalah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah yang selalu dihiasi mawaddah dan rahmah. Bila rumah tangga yang didirikan telah terjadi ketimpangan seperti salah satu kedua belah pihak suami istri sudah berkurang rasa cintanya, menipisnya rasa saling percaya, mengutamakan egois masing-masing, saling tidak menghormati, dan sebagainya, sebuah keluarga demikian sudah tidak dapat dipertahankan lagi keutuhannya dan jalan yang terbaik adalah memutuskan pernikahan dengan perceraian. Hal ini dibenarkan oleh Islam kalau memang benar-benar sulit diperbaiki dan dipertahankan demi kebaikan masa depan kedua belah pihak. Legalisasi yang diberikan oleh syara' terhadap pensyari'atan thalaq itu juga didukung oleh dalil logika, di mana apabila kondisi antara suami dan istri itu memburuk sehingga jika sepasang suami dan istri itu dipaksa untuk mempertahankan perkawinannya, justru akan menimbulkan ke-mafsadat-an dan ke-mudharat-an saja. Permasalahan yang dihadapai bagaimana kalau isteri dalam keadaan haid?. Oleh sebab itu, perlu adanya pemahaman ulang tentang hal thalaq suami terhadap isteri yang sedang haid, yang penulis bahas menurut Hadits Nabi Muhammad Saw beserta dengan pendapat para ulama.
{"title":"MENTHALAQ ISTERI SEDANG HAID TINJAUAN DALAM HADITS","authors":"Syaikhu Syaikhu","doi":"10.23971/EL-MAS.V9I1.1333","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V9I1.1333","url":null,"abstract":"Problematika dalam rumah tangga yang di latar belakangi banyak hal, mengakibatkan kecendrungan seorang suami dan istri lebih cepat mengambil keputusan perceraian. Pernikahan bagi umat manusia adalah sesuatu yang sangat sakral dan mempunyai tujuan yang sakrat pula, dan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh syari’at. Tujuan yang hakiki dalam sebuah penikahan adalah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah yang selalu dihiasi mawaddah dan rahmah. Bila rumah tangga yang didirikan telah terjadi ketimpangan seperti salah satu kedua belah pihak suami istri sudah berkurang rasa cintanya, menipisnya rasa saling percaya, mengutamakan egois masing-masing, saling tidak menghormati, dan sebagainya, sebuah keluarga demikian sudah tidak dapat dipertahankan lagi keutuhannya dan jalan yang terbaik adalah memutuskan pernikahan dengan perceraian. Hal ini dibenarkan oleh Islam kalau memang benar-benar sulit diperbaiki dan dipertahankan demi kebaikan masa depan kedua belah pihak. Legalisasi yang diberikan oleh syara' terhadap pensyari'atan thalaq itu juga didukung oleh dalil logika, di mana apabila kondisi antara suami dan istri itu memburuk sehingga jika sepasang suami dan istri itu dipaksa untuk mempertahankan perkawinannya, justru akan menimbulkan ke-mafsadat-an dan ke-mudharat-an saja. Permasalahan yang dihadapai bagaimana kalau isteri dalam keadaan haid?. Oleh sebab itu, perlu adanya pemahaman ulang tentang hal thalaq suami terhadap isteri yang sedang haid, yang penulis bahas menurut Hadits Nabi Muhammad Saw beserta dengan pendapat para ulama.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130491985","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-25DOI: 10.23971/EL-MAS.V7I2.1427
Ayub Mursalin
Hukum adat Jambi, dapat menciptakan ketentraman dan kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal itu disebabkan karena fungsi hukum adat dalam bidang publik itu sendiri adalah mendamaikan para pihak yang bertikai atau yang berseteru maupun untuk mengembalikan keseimbangan yang hilang dalam masyarakat karena adanya pihak-pihak yang telah melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan bersama. Selain itu hukum adat Jambi sebagai pengejawantahan nilai-nilai tradisi lokal telah mengalami persentuhan dengan nilai-nilai tradisi Islam sejak terbentuknya Kerjaan Melayu II (kerajaan Islam Jambi). Karenanya, hukum adat yang sebagiannya masih diterapkan hingga sekarang di wilayah Jambi adalah hukum adat yang telah terpadu secara substansial maupun prosedural dengan hukum Islam. Dalam kasus pembunuhan misalnya, hukum yang berlaku adalah hanya diyat (uang darah) sebagaimana dalam Islam. Sedangkan hukum balas dibunuh ditiadakan. Hanya.saja, ketentuan besar diyat yang ditetapkan disesuaikan dengan adat setempat. Pada kasus pencideraan, saksi yang diberikan adalah kewajiban mengobatinya sampai sembuh tergantung pada besar kecilnya luka yang diderita.
Jambi的普通法可以为人们的生活创造秩序和便利。这是因为普通法本身的作用是安抚交战双方或敌对势力,并恢复社会失去的平衡,因为一方违反了既定的规则。此外,自马来二世(称Jambi)帝国(islamic royal Jambi)成立以来,Jambi的传统法律一直在与伊斯兰传统价值观进行融合。因此,在Jambi地区仍在部分适用的普通法是一种与伊斯兰法律实体和程序一体化的普通法。例如,在谋杀案件中,现行法律和伊斯兰教一样只有流血。然而,复仇的法律被废除了。只是。仅凭这一规定的主要粮食是根据当地习俗量身定做的。在惩戒案件中,证人有义务根据所受的轻微伤害治疗他,直到他康复。
{"title":"PENERAPAN SANKSI ATAS TINDAK PIDANA PERZINAAN, PEMBUNUHAN, DAN PENCIDERAAN DI JAMBI (Studi Tentang Tarik-Menarik Antara Hukum Adat dan Hukum islam)","authors":"Ayub Mursalin","doi":"10.23971/EL-MAS.V7I2.1427","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V7I2.1427","url":null,"abstract":"Hukum adat Jambi, dapat menciptakan ketentraman dan kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal itu disebabkan karena fungsi hukum adat dalam bidang publik itu sendiri adalah mendamaikan para pihak yang bertikai atau yang berseteru maupun untuk mengembalikan keseimbangan yang hilang dalam masyarakat karena adanya pihak-pihak yang telah melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan bersama. Selain itu hukum adat Jambi sebagai pengejawantahan nilai-nilai tradisi lokal telah mengalami persentuhan dengan nilai-nilai tradisi Islam sejak terbentuknya Kerjaan Melayu II (kerajaan Islam Jambi). Karenanya, hukum adat yang sebagiannya masih diterapkan hingga sekarang di wilayah Jambi adalah hukum adat yang telah terpadu secara substansial maupun prosedural dengan hukum Islam. Dalam kasus pembunuhan misalnya, hukum yang berlaku adalah hanya diyat (uang darah) sebagaimana dalam Islam. Sedangkan hukum balas dibunuh ditiadakan. Hanya.saja, ketentuan besar diyat yang ditetapkan disesuaikan dengan adat setempat. Pada kasus pencideraan, saksi yang diberikan adalah kewajiban mengobatinya sampai sembuh tergantung pada besar kecilnya luka yang diderita.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"64 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123335967","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-05-17DOI: 10.23971/EL-MAS.V8I2.1322
A. Khair
Perkembangan ekonomi syariah yang signifikan di Indonesia, menuntut suatu perangkat peraturan perundangan-undangan yang dapat memberikan kepastian hukum kepada para praktisi ekonomi syariah dalam menjalankan ekonomi syariah. Keberadaan regulasi ekonomi syariah dalam tata hukum Indonesia diwarnai oleh dinamika hukum. Penelitian ini mengkaji latar belakang penataan regulasi ekonomi syariah di Indonesia, dan dinamika penataanregulasi ekonomi syariah di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach),pendekatan sejarah (historical approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach)yang dianalisis secara kualitatif.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat Islam dalam menjalankan bagian syariat Islam dalam konteks muamalah ekonomi syariah, menuntut wajib memiliki kepastian hukum agar memberikan keyakinan dan jaminan kepatuhan serta pemenuhan prinsip syariah (shariah compliance) yang wajib harus dipenuhi negara melalui penataan regulasi. Dinamika penataan regulasi ekonomi syariah di Indonesia terlihat dalam bentuk sistem tertutup dan sistem terbuka, baik dari regulasi operasionalisasi, kelembagaan dan penyelesaian sengketa. Dinamika penataan regulasi ekonomi syariah dalam sistem tertutup mengacu pada hierarki hukum dan tata hukum dengan melalui politik hukum yang mengalami proses yang panjang dari tahun 1992 sampai 2018. Sementara dalam sistem terbuka, dinamika penataan regulasi ekonomi syariah berkembang secara cepat, responsif dan progresif melalui yurisprudensi putusan pengadilan dan fatwa DSN MUI
{"title":"DINAMIKA PENATAAN REGULASI EKONOMI SYARIAN","authors":"A. Khair","doi":"10.23971/EL-MAS.V8I2.1322","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V8I2.1322","url":null,"abstract":"Perkembangan ekonomi syariah yang signifikan di Indonesia, menuntut suatu perangkat peraturan perundangan-undangan yang dapat memberikan kepastian hukum kepada para praktisi ekonomi syariah dalam menjalankan ekonomi syariah. Keberadaan regulasi ekonomi syariah dalam tata hukum Indonesia diwarnai oleh dinamika hukum. Penelitian ini mengkaji latar belakang penataan regulasi ekonomi syariah di Indonesia, dan dinamika penataanregulasi ekonomi syariah di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach),pendekatan sejarah (historical approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach)yang dianalisis secara kualitatif.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat Islam dalam menjalankan bagian syariat Islam dalam konteks muamalah ekonomi syariah, menuntut wajib memiliki kepastian hukum agar memberikan keyakinan dan jaminan kepatuhan serta pemenuhan prinsip syariah (shariah compliance) yang wajib harus dipenuhi negara melalui penataan regulasi. Dinamika penataan regulasi ekonomi syariah di Indonesia terlihat dalam bentuk sistem tertutup dan sistem terbuka, baik dari regulasi operasionalisasi, kelembagaan dan penyelesaian sengketa. Dinamika penataan regulasi ekonomi syariah dalam sistem tertutup mengacu pada hierarki hukum dan tata hukum dengan melalui politik hukum yang mengalami proses yang panjang dari tahun 1992 sampai 2018. Sementara dalam sistem terbuka, dinamika penataan regulasi ekonomi syariah berkembang secara cepat, responsif dan progresif melalui yurisprudensi putusan pengadilan dan fatwa DSN MUI","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126163837","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}