Pub Date : 2019-05-17DOI: 10.23971/EL-MAS.V8I2.1320
Noorhidayah Noorhidayah
Peredaran minuman keras merupakan polemik yang masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Secara tekstual, dalam Q.S. Al-Maidah [5] : 90 diatur bahwa keberadaan minuman memabukkan yang salah satunya minuman keras adalah haram. Secara eksplisit, minuman keras dapat menyebabkan persoalan serius bagi kesehatan penggunanya. Namun, tidak ada yang menampik menjual dan mengonsumsi minuman keras seolah membudaya dan biasa di kalangan masyarakat tertentu. Agar tidak menimbulkan persoalan dan kerugian yang disebabkan ketidakpastian terhadap pengaturan minuman keras dan meminimalisir berbagai kekhawatiran akan keberadaan minuman tersebut di kotaPalangka Raya. Maka, pemerintahkota dan instansi terkait membentuk Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 tentang Ijin Retribusi Penjualan Minuman keras di kota Palangka Raya yang include di dalamnya pengaturan peredaran dan pengendalian minuman keras. Penelitian ini mengkaji efektivitas Peraturan Daerah No. 23 tahun 2014 terhadap pengendalian peredaran minuman keras di kota Palangka Raya serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Peraturan Daerah No. 23 Tahun 2014 terhadap pengendalian peredaran minuman keras di kota Palangka Raya. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normative empiris, dengan pendekatan deskriptif dan perundang-undangan (statute approach). Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi data kualitatif deduktif. Adapun pengolahan data menggunakan model analisa interaktif yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Data yang terkumpul di analisis dengan metode content analysis. Hasil penelitian ini adalah: Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 belum efektif dalam melakukan pengaturan terhadap upaya pengendalian peredaran minuman keras di kota Palangka Raya. Hal itu didasari faktor penghambat pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 : substansi hukum atau materi muatan Perda yang bermasalah, penegakkan Perda yang belum maksimal dan budaya hukum dan kesadaran hukum masyarakat yang masih lemah. Sementara itu sedikit sekali faktor pendukung pelaksanaan Perda ini seperti masih ada itikad baik dari aparat penegak hukum untuk tetap berjuang menegakkan Perda meski dengan berbagai keterbatasan fasilitas yang ada
{"title":"EFEKTIVITAS PERATURAN DAERAH (PERDA) No. 23 TAHUN 2014 TERHADAP PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN KERAS DI KOTA PALANGKA RAYA","authors":"Noorhidayah Noorhidayah","doi":"10.23971/EL-MAS.V8I2.1320","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V8I2.1320","url":null,"abstract":"Peredaran minuman keras merupakan polemik yang masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Secara tekstual, dalam Q.S. Al-Maidah [5] : 90 diatur bahwa keberadaan minuman memabukkan yang salah satunya minuman keras adalah haram. Secara eksplisit, minuman keras dapat menyebabkan persoalan serius bagi kesehatan penggunanya. Namun, tidak ada yang menampik menjual dan mengonsumsi minuman keras seolah membudaya dan biasa di kalangan masyarakat tertentu. Agar tidak menimbulkan persoalan dan kerugian yang disebabkan ketidakpastian terhadap pengaturan minuman keras dan meminimalisir berbagai kekhawatiran akan keberadaan minuman tersebut di kotaPalangka Raya. Maka, pemerintahkota dan instansi terkait membentuk Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 tentang Ijin Retribusi Penjualan Minuman keras di kota Palangka Raya yang include di dalamnya pengaturan peredaran dan pengendalian minuman keras. Penelitian ini mengkaji efektivitas Peraturan Daerah No. 23 tahun 2014 terhadap pengendalian peredaran minuman keras di kota Palangka Raya serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Peraturan Daerah No. 23 Tahun 2014 terhadap pengendalian peredaran minuman keras di kota Palangka Raya. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normative empiris, dengan pendekatan deskriptif dan perundang-undangan (statute approach). Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi data kualitatif deduktif. Adapun pengolahan data menggunakan model analisa interaktif yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Data yang terkumpul di analisis dengan metode content analysis. Hasil penelitian ini adalah: Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 belum efektif dalam melakukan pengaturan terhadap upaya pengendalian peredaran minuman keras di kota Palangka Raya. Hal itu didasari faktor penghambat pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 : substansi hukum atau materi muatan Perda yang bermasalah, penegakkan Perda yang belum maksimal dan budaya hukum dan kesadaran hukum masyarakat yang masih lemah. Sementara itu sedikit sekali faktor pendukung pelaksanaan Perda ini seperti masih ada itikad baik dari aparat penegak hukum untuk tetap berjuang menegakkan Perda meski dengan berbagai keterbatasan fasilitas yang ada","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123479645","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-05-17DOI: 10.23971/EL-MAS.V8I2.1317
Yayuk Whindari
Employee invention adalah invensi yang dihasilkan oleh penemu atau inventor yang bekerja pada sebuah perusahaan atau instansi. Pengaturan mengenai employee invention di Indonesia dinilai belum memberikan perlindungan yang memadai bagi para pihak terutama bagi pihak pekerja atau employee bila dibandingkan dengan negara maju umumnya termasuk Korea Selatan. Penelitian ini berfokus pada politik hukum sebagai upaya untuk merubah pengaturan mengenai employee invention di Indonesia agar lebih memberikan perlindungan yang memadai bagi hak para inventor. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa batasan ruang lingkup yang sangat luas yang diberikan oleh Undang-Undang Paten terhadap invensi dalam employee invention akan merugikan pihak employee, sehingga diperlukan adanya perubahan pengaturan mengenai employee invention di Indonesia yang lebih berpihak pada perlindungan hak pekerja sebagai inventor dengan mengadopsi prinsip hired to invent dan shop right. Perubahan pengaturan yang dimaksud juga agar sesuai dengan tujuan Undang-Undang Paten dan cita-cita Bangsa yang tercantum dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945.
{"title":"PENGATURAN INVENSI PEGAWAI (EMPLOYEE INVENTION) DALAM HUKUM PATEN INDONESIA","authors":"Yayuk Whindari","doi":"10.23971/EL-MAS.V8I2.1317","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V8I2.1317","url":null,"abstract":"Employee invention adalah invensi yang dihasilkan oleh penemu atau inventor yang bekerja pada sebuah perusahaan atau instansi. Pengaturan mengenai employee invention di Indonesia dinilai belum memberikan perlindungan yang memadai bagi para pihak terutama bagi pihak pekerja atau employee bila dibandingkan dengan negara maju umumnya termasuk Korea Selatan. Penelitian ini berfokus pada politik hukum sebagai upaya untuk merubah pengaturan mengenai employee invention di Indonesia agar lebih memberikan perlindungan yang memadai bagi hak para inventor. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa batasan ruang lingkup yang sangat luas yang diberikan oleh Undang-Undang Paten terhadap invensi dalam employee invention akan merugikan pihak employee, sehingga diperlukan adanya perubahan pengaturan mengenai employee invention di Indonesia yang lebih berpihak pada perlindungan hak pekerja sebagai inventor dengan mengadopsi prinsip hired to invent dan shop right. Perubahan pengaturan yang dimaksud juga agar sesuai dengan tujuan Undang-Undang Paten dan cita-cita Bangsa yang tercantum dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126874113","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-05-17DOI: 10.23971/EL-MAS.V8I2.1319
Eka Suriansyah
Majunya dunia teknologi pada dasawarsa millennial, melahirkan sebuah era baru yang disebut globalisasi. Ia lahir sebagai klimak dari modernisasi dunia Barat yang membawa perubahan terhadap pola interaksi dan komunikasi dunia. Implikasinya adalah perubahan terminologi ruang dan waktu hinggakehadirannya memangkas batas keduanya. Kondisi ini membawa dampak sistemik dalam berbagai segment dan piranti sosial. Keadaan masyarakat di era ini sudah bergeser dari terminologi tradisional tentang ruang dan waktu, menuju terminologi global. Konsep keduanya dalam terminologi globalisasi bersifat virtual; bertemu dalam waktu yang sama namun dalam dimensi ruang yang berbeda. Kondisi ini membentuk pola dan cara pandang baru terhadap dimensi ruang dan waktu. Dalam kajian fikih, interpretasi terhadap makna ruang dan waktu adalah suatu yang urgen. Ia akan sangat besar memberikan implikasi pada produk hukum. Terlebih kehadiran kitab-kitab fikih berada pada era klasik. Seperti shigat ijab-qabul dalam prosesi pernikahan yang mensyaratkan bersatunya dalam satu ruang mengharuskan lahirnya pemahaman baru terhadap kata ruang. Kata ruang dalam interpretasi era pra-globalisasi adalah ruang dalam arti yang sesungguhnya, berada dalam rentang waktu dan tempat yang sama, sedang ruang dalam era globalisasi bisa diterjemahkan sebagai ruang dalam arti sesungguhnya, dan bisa pula ruang dalam arti hanya bersatunya dalam satu waktu namun berada dalam tempat yang berbeda
{"title":"GLOBALISASI DAN MASA DEPAN FIKIH (KAJIAN SHIGAT AQAD NIKAH)","authors":"Eka Suriansyah","doi":"10.23971/EL-MAS.V8I2.1319","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V8I2.1319","url":null,"abstract":"Majunya dunia teknologi pada dasawarsa millennial, melahirkan sebuah era baru yang disebut globalisasi. Ia lahir sebagai klimak dari modernisasi dunia Barat yang membawa perubahan terhadap pola interaksi dan komunikasi dunia. Implikasinya adalah perubahan terminologi ruang dan waktu hinggakehadirannya memangkas batas keduanya. Kondisi ini membawa dampak sistemik dalam berbagai segment dan piranti sosial. Keadaan masyarakat di era ini sudah bergeser dari terminologi tradisional tentang ruang dan waktu, menuju terminologi global. Konsep keduanya dalam terminologi globalisasi bersifat virtual; bertemu dalam waktu yang sama namun dalam dimensi ruang yang berbeda. Kondisi ini membentuk pola dan cara pandang baru terhadap dimensi ruang dan waktu. Dalam kajian fikih, interpretasi terhadap makna ruang dan waktu adalah suatu yang urgen. Ia akan sangat besar memberikan implikasi pada produk hukum. Terlebih kehadiran kitab-kitab fikih berada pada era klasik. Seperti shigat ijab-qabul dalam prosesi pernikahan yang mensyaratkan bersatunya dalam satu ruang mengharuskan lahirnya pemahaman baru terhadap kata ruang. Kata ruang dalam interpretasi era pra-globalisasi adalah ruang dalam arti yang sesungguhnya, berada dalam rentang waktu dan tempat yang sama, sedang ruang dalam era globalisasi bisa diterjemahkan sebagai ruang dalam arti sesungguhnya, dan bisa pula ruang dalam arti hanya bersatunya dalam satu waktu namun berada dalam tempat yang berbeda","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133034425","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-05-17DOI: 10.23971/EL-MAS.V8I2.1321
Sabarudin Ahmad
Aborsi akibat perkosaan merupakan permasalahan hukum yang baru. Pada tahun 2014 disahkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang membolehkan aborsi akibat perkosaan, sebagai pelaksana dari Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Ketentuan ini menjadi perdebatan, tidak terkecuali dalam pandangan hukum Islam. Karena sebelumnya belum ada hukum positif yang membolehkannya. Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif, metode analisis datanya ialah content analysis, kemudian menelaahnya menggunakan teori Peraturan Perundang-Undangan, teori Hak Asasi Manusia, teori Keadilan, dan teori Maqāṣid Syarīʽah. Hasil penelitian ini ialah bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi membolehkan aborsi akibat perkosaan karena korban perkosaan mengalami trauma psikolgis, dengan persyarataan kehamilan tidak lebih dari 40 hari, dan diselenggarakan dengan prosedur yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab. Sedangkan ditinjau dari hukum Islam hasilnya ialah bahwa aborsi akibat perkosaan tidak diperbolehkan, karena tidak terwujudnya Maqāṣid Syarīʽah (ḥifẓual-nafs dan ḥifẓual-nasl). Selain itu, ketentuan ini juga melanggar hak asasi manusia dan tidak mencerminkan keadilan, yang telah mengesampingkan hak-hak janin, padahal kemudaratan perempuan korban perkosaan tidak sampai pada tingkatan aḍ-ḍaruriyat, hanya tingkatan al-ḥājiyat.
强奸堕胎是一个新的法律问题。2014年,政府通过了一项允许强奸流产的生殖健康条例,该条例是2009年第36条卫生条例的执行者。这些条款在伊斯兰法律看来是有争议的。因为还没有一个积极的法律允许它。研究类型是法律规范的研究数据是分析内容分析的方法,然后使用理论研究立法规定,人权、正义理论和理论理论Maqāṣid由īʽ啊。这项研究的结果是,2014年第61条有关生殖健康的政府法规允许以强奸为理由堕胎,因为强奸受害者遭受了精神创伤,怀孕时间不超过40天,并由安全、高质量和负责任的程序进行。(united nations high commissioner for refugees)表示,而伊斯兰法律不允许强奸造成的结果是,堕胎,因为它没有实现Maqāṣid由īʽ啊(ḥ如果ẓual-nafs和ḥ如果ẓual-nasl)。此外,这也违反了条款反映了人权和不公平,已经排除了胎儿的权利的层面上,而kemudaratan女人强奸受害者直到ḍa -ḍaruriyat,只是程度al -ḥājiyat。
{"title":"HUKUM ABORSI AKIBAT PERKOSAAN (ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI )","authors":"Sabarudin Ahmad","doi":"10.23971/EL-MAS.V8I2.1321","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V8I2.1321","url":null,"abstract":"Aborsi akibat perkosaan merupakan permasalahan hukum yang baru. Pada tahun 2014 disahkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang membolehkan aborsi akibat perkosaan, sebagai pelaksana dari Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Ketentuan ini menjadi perdebatan, tidak terkecuali dalam pandangan hukum Islam. Karena sebelumnya belum ada hukum positif yang membolehkannya. Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif, metode analisis datanya ialah content analysis, kemudian menelaahnya menggunakan teori Peraturan Perundang-Undangan, teori Hak Asasi Manusia, teori Keadilan, dan teori Maqāṣid Syarīʽah. Hasil penelitian ini ialah bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi membolehkan aborsi akibat perkosaan karena korban perkosaan mengalami trauma psikolgis, dengan persyarataan kehamilan tidak lebih dari 40 hari, dan diselenggarakan dengan prosedur yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab. Sedangkan ditinjau dari hukum Islam hasilnya ialah bahwa aborsi akibat perkosaan tidak diperbolehkan, karena tidak terwujudnya Maqāṣid Syarīʽah (ḥifẓual-nafs dan ḥifẓual-nasl). Selain itu, ketentuan ini juga melanggar hak asasi manusia dan tidak mencerminkan keadilan, yang telah mengesampingkan hak-hak janin, padahal kemudaratan perempuan korban perkosaan tidak sampai pada tingkatan aḍ-ḍaruriyat, hanya tingkatan al-ḥājiyat.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"16 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127519749","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-05-17DOI: 10.23971/MASLAHAH.V8I2.1323
Syaikhu Syaikhu
Hukum sebagai kontrusksi sosial, mempunyai lingkup yang sangat luas, meliputi segala aspek kehidupan manusia.Pandangan klasik mengemukakan bahwa hukum itu netral adanya.Dengan demikian hukum bersifat otonom dan tidak terkait dengan pengaruh-pengaruh di luar bidang hukum.Demikian juga degan pandangan pengertian dalam hukum murni dari Hans Kelsen bahwa hukum itu hanya melihat kebenaran formal, yaitu kebenaran yang tidak melihat kenyataan sosial yang ada.Sehingga hukum ini dikatakana adil apabila mampu berfungsi netral.Tetapi ada yang berpendapat berbeda dengan pandangan diatas bahwa hukum itu dapat dikatakan adil apabila hukum itu melihat kenyataan sosial.Sehingga hukum itu tidak bisa lepas dari pengaruh-pengaruh di luar hukum sehingga hukum tidak bersifat netral namun sangat terkait dengan perilaku dan budaya dalam masyarakat.Dalam membicarakan keadilan dan kesetaraan gender, nampaknya pandangan pertama (positivisme hukum) sudah tidak dapat diterima. Karena hukum positip hanya mengejar kebenaran formal yang sudah baku saja tanpa melihat kenyataan yang di inginkan oleh masyarakat. Nilai-nilai keadilan menurut hukum waris Islam kini tela pula mengalami pergeseran nilai. Oleh karena ini dalam pembagian warisan menurut hukum waris Islam dituntut pula untuk memperhatikan hak laki-laki maupun hak perempuan yang sama kuatnya. Persamaan hak antara laki-laki dengan perempuan telah memunculkan isu hangat dalam bias gender yang mengedepankan keadilan berdasarkan akan hak dan kewajiban. Apabila kewajibannya berubah maka haknya pun sudah barang tentu berubah pula.Menyesuaikan dengan perkembangan struktur dalam masyarakat.Karena bagaimanapun masyarakatlah yang menjadi subyek dalam hukum
{"title":"KEWARISAN ISLAM DALAM PERSFEKTIF KEADILAN GENDER","authors":"Syaikhu Syaikhu","doi":"10.23971/MASLAHAH.V8I2.1323","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/MASLAHAH.V8I2.1323","url":null,"abstract":"Hukum sebagai kontrusksi sosial, mempunyai lingkup yang sangat luas, meliputi segala aspek kehidupan manusia.Pandangan klasik mengemukakan bahwa hukum itu netral adanya.Dengan demikian hukum bersifat otonom dan tidak terkait dengan pengaruh-pengaruh di luar bidang hukum.Demikian juga degan pandangan pengertian dalam hukum murni dari Hans Kelsen bahwa hukum itu hanya melihat kebenaran formal, yaitu kebenaran yang tidak melihat kenyataan sosial yang ada.Sehingga hukum ini dikatakana adil apabila mampu berfungsi netral.Tetapi ada yang berpendapat berbeda dengan pandangan diatas bahwa hukum itu dapat dikatakan adil apabila hukum itu melihat kenyataan sosial.Sehingga hukum itu tidak bisa lepas dari pengaruh-pengaruh di luar hukum sehingga hukum tidak bersifat netral namun sangat terkait dengan perilaku dan budaya dalam masyarakat.Dalam membicarakan keadilan dan kesetaraan gender, nampaknya pandangan pertama (positivisme hukum) sudah tidak dapat diterima. Karena hukum positip hanya mengejar kebenaran formal yang sudah baku saja tanpa melihat kenyataan yang di inginkan oleh masyarakat. Nilai-nilai keadilan menurut hukum waris Islam kini tela pula mengalami pergeseran nilai. Oleh karena ini dalam pembagian warisan menurut hukum waris Islam dituntut pula untuk memperhatikan hak laki-laki maupun hak perempuan yang sama kuatnya. Persamaan hak antara laki-laki dengan perempuan telah memunculkan isu hangat dalam bias gender yang mengedepankan keadilan berdasarkan akan hak dan kewajiban. Apabila kewajibannya berubah maka haknya pun sudah barang tentu berubah pula.Menyesuaikan dengan perkembangan struktur dalam masyarakat.Karena bagaimanapun masyarakatlah yang menjadi subyek dalam hukum","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"277 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133128087","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-01-09DOI: 10.23971/EL-MAS.V8I1.1092
Norhasanah Norhasanah
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pertimbangan hakim dalam putusan MahkamahKonstitusi Nomor 74 / PUU-XII / 2014 tentang Peninjauan Kembali Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 Pasal 7 Ayat (2) Interpretasi frasa “pejabat lainnya”, serta implikasi dari keputusanMahkamah Konstitusi. Jenis penelitian ini bersifat -normatif dengan menggunakan pendekatanhukum (statute approach). Jenis penelitian ini adalah metode penelitian eksplanatif yangmenjelaskan, memperkuat, atau menguji ketentuan hukum yang merupakan dasar dari keputusan peninjauan kembali Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 7 ayat (2). Teknik pengumpulan bahan hukum dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan teknik penelitian pustaka dan wawancara. Bahan hukum yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bahan, yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang terdiri dariundang-undang dalam undang-undang, keputusan pengadilan, buku, kamus hukum, dan jurnalilmiah dan diproses dengan metode deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwapenilaian hakim dalam keputusan menggunakan metode interpretasi gramatikal dari kata "atau"dalam teks artikel. Oleh karena itu diketahui bahwa hukum perkawinan menyediakan pilihanbebas bagi orang-orang yang ingin meminta dispensasi pernikahan asalkan ada kesulitan atauakses terbatas ke yurisdiksi Pengadilan. Dari bunyi teks Pasal 7 Ayat (2) dilihat dari sifathukumnya, pasal tersebut bersifat fakultatif / mengatur. Ini berarti bahwa dalam keadaankonkretnya dispensasi pernikahan melalui Pengadilan dapat dikesampingkan karena kesulitanatau keterbatasan akses sehingga pasal tersebut tidak mengikat atau harus dipatuhi olehPengadilan. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi secara yuridis harus diambil lebih lanjutsehingga substansi yang diberikan kewenangan perkawinan di bawah umur memiliki payunghukum sebagai legal formal yang jelas. Sementara di tingkat sosiologis, putusan itumemunculkan dualisme otoritas antara Pengadilan dan Kantor Urusan Agama. Oleh karena itu,upaya untuk menyelaraskan peran Mahkamah dengan lembaga adalah dengan menjaga prosesdispensasi di Kantor Urusan Agama melalui proses pengadilan oleh Pengadilan.
{"title":"DISPENSASI KAWIN DI BAWAH UMUR (ANALISIS PUTUSAN MK NO.74?PUU-XII/2014 UJI MATERIIL PASAL 7 AYAT 2 UU PERKAWINAN)","authors":"Norhasanah Norhasanah","doi":"10.23971/EL-MAS.V8I1.1092","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V8I1.1092","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pertimbangan hakim dalam putusan MahkamahKonstitusi Nomor 74 / PUU-XII / 2014 tentang Peninjauan Kembali Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 Pasal 7 Ayat (2) Interpretasi frasa “pejabat lainnya”, serta implikasi dari keputusanMahkamah Konstitusi. Jenis penelitian ini bersifat -normatif dengan menggunakan pendekatanhukum (statute approach). Jenis penelitian ini adalah metode penelitian eksplanatif yangmenjelaskan, memperkuat, atau menguji ketentuan hukum yang merupakan dasar dari keputusan peninjauan kembali Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 7 ayat (2). Teknik pengumpulan bahan hukum dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan teknik penelitian pustaka dan wawancara. Bahan hukum yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bahan, yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang terdiri dariundang-undang dalam undang-undang, keputusan pengadilan, buku, kamus hukum, dan jurnalilmiah dan diproses dengan metode deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwapenilaian hakim dalam keputusan menggunakan metode interpretasi gramatikal dari kata \"atau\"dalam teks artikel. Oleh karena itu diketahui bahwa hukum perkawinan menyediakan pilihanbebas bagi orang-orang yang ingin meminta dispensasi pernikahan asalkan ada kesulitan atauakses terbatas ke yurisdiksi Pengadilan. Dari bunyi teks Pasal 7 Ayat (2) dilihat dari sifathukumnya, pasal tersebut bersifat fakultatif / mengatur. Ini berarti bahwa dalam keadaankonkretnya dispensasi pernikahan melalui Pengadilan dapat dikesampingkan karena kesulitanatau keterbatasan akses sehingga pasal tersebut tidak mengikat atau harus dipatuhi olehPengadilan. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi secara yuridis harus diambil lebih lanjutsehingga substansi yang diberikan kewenangan perkawinan di bawah umur memiliki payunghukum sebagai legal formal yang jelas. Sementara di tingkat sosiologis, putusan itumemunculkan dualisme otoritas antara Pengadilan dan Kantor Urusan Agama. Oleh karena itu,upaya untuk menyelaraskan peran Mahkamah dengan lembaga adalah dengan menjaga prosesdispensasi di Kantor Urusan Agama melalui proses pengadilan oleh Pengadilan.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"27 2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126995148","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tax Avoidance mempunyai spektrum persoalan yang luas, salah satunya adalah transfer harga(transfer pricing). Transfer pricing merupakan salah satu cara yang dipakai oleh wajib pajak perusahaan multinasional untuk melakukan penghindaran pajak. Perilaku transfer pricing ini tidak dipandang sebagai perilaku yang melanggar norma hukum positif yang berlaku di negara kita. Padahal perilaku ini jelas-jelas telah menggerus pendapatan negara dari sektor perpajakan. Ada gap yang serius antara aras substansi yang menjadi tujuan hukum (doelmatigheid) dengan aras kepastian hukum(rechtsmatigheid). Pada aras tujuan hukum bahwa aturan perpajakan dimaksudkan untuk pengumpulan pajak, sedangkan pada aras kepastian hukum bahwa penghindaran pajak tidak dikategorikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan aturan perpajakan itu sendiri. Artinya penghindaran pajak bertentangan dengan tujuan hukum perpajakan. Peneliti melihat persoalan ini dari perspektif hukum Islam yang didasarkan pada pendekatan normatif argumentatif. Penelitian ini telah menemukan adanya I’tikad tidak baik dari wajib pajak dalam memenuhi kewajibanya membayar pajak.
{"title":"TAX AVOIDANCE (PENGHINDARAN PAJAK) OLEH WAJIB PAJAK DALAM PERSFEKTIF ISLAM","authors":"Ali Murtado Emzaed, Syaikhu Syaikhu, Elvi Soeradji, Norwili Norwili, Munib Munib, Erry Fitria","doi":"10.23971/el-mas.v8i1.975","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/el-mas.v8i1.975","url":null,"abstract":"Tax Avoidance mempunyai spektrum persoalan yang luas, salah satunya adalah transfer harga(transfer pricing). Transfer pricing merupakan salah satu cara yang dipakai oleh wajib pajak perusahaan multinasional untuk melakukan penghindaran pajak. Perilaku transfer pricing ini tidak dipandang sebagai perilaku yang melanggar norma hukum positif yang berlaku di negara kita. Padahal perilaku ini jelas-jelas telah menggerus pendapatan negara dari sektor perpajakan. Ada gap yang serius antara aras substansi yang menjadi tujuan hukum (doelmatigheid) dengan aras kepastian hukum(rechtsmatigheid). Pada aras tujuan hukum bahwa aturan perpajakan dimaksudkan untuk pengumpulan pajak, sedangkan pada aras kepastian hukum bahwa penghindaran pajak tidak dikategorikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan aturan perpajakan itu sendiri. Artinya penghindaran pajak bertentangan dengan tujuan hukum perpajakan. Peneliti melihat persoalan ini dari perspektif hukum Islam yang didasarkan pada pendekatan normatif argumentatif. Penelitian ini telah menemukan adanya I’tikad tidak baik dari wajib pajak dalam memenuhi kewajibanya membayar pajak.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"43 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126523078","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-10-07DOI: 10.23971/EL-MAS.V8I1.973
Norhasanah Norhasanah
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 74 / PUU-XII / 2014 tentang Peninjauan Kembali Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat (2) Interpretasi frasa “pejabat lainnya”, serta implikasi dari keputusan Mahkamah Konstitusi.Jenis penelitian ini bersifat -normatif dengan menggunakan pendekatan hukum (statute approach). Jenis penelitian ini adalah metode penelitian eksplanatif yang menjelaskan, memperkuat, atau menguji ketentuan hukum yang merupakan dasar dari keputusan peninjauan kembali Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 7 ayat (2). Teknik pengumpulan bahan hukum dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan teknik penelitian pustaka dan wawancara. Bahan hukum yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bahan, yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang terdiri dari undang-undang dalam undang-undang, keputusan pengadilan, buku, kamus hukum, dan jurnal ilmiah dan diproses dengan metode deskriptif analitis.Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penilaian hakim dalam keputusan menggunakan metode interpretasi gramatikal dari kata "atau" dalam teks artikel. Oleh karena itu diketahui bahwa hukum perkawinan menyediakan pilihan bebas bagi orang-orang yang ingin meminta dispensasi pernikahan asalkan ada kesulitan atau akses terbatas ke yurisdiksi Pengadilan. Dari bunyi teks Pasal 7 Ayat (2) dilihat dari sifat hukumnya, pasal tersebut bersifat fakultatif / mengatur. Ini berarti bahwa dalam keadaan konkretnya dispensasi pernikahan melalui Pengadilan dapat dikesampingkan karena kesulitan atau keterbatasan akses sehingga pasal tersebut tidak mengikat atau harus dipatuhi oleh Pengadilan. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi secara yuridis harus diambil lebih lanjut sehingga substansi yang diberikan kewenangan perkawinan di bawah umur memiliki payung hukum sebagai legal formal yang jelas. Sementara di tingkat sosiologis, putusan itu memunculkan dualisme otoritas antara Pengadilan dan Kantor Urusan Agama. Oleh karena itu, upaya untuk menyelaraskan peran Mahkamah dengan lembaga adalah dengan menjaga proses dispensasi di Kantor Urusan Agama melalui proses pengadilan oleh Pengadilan
{"title":"DISPENSASI KAWIN DI BAWAH UMUR (ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 74/PUU-XII/2014 UJI MATERIIL PASAL 7 AYAT 2 UNDANG-UNDANG PERKAWINAN)","authors":"Norhasanah Norhasanah","doi":"10.23971/EL-MAS.V8I1.973","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V8I1.973","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 74 / PUU-XII / 2014 tentang Peninjauan Kembali Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat (2) Interpretasi frasa “pejabat lainnya”, serta implikasi dari keputusan Mahkamah Konstitusi.Jenis penelitian ini bersifat -normatif dengan menggunakan pendekatan hukum (statute approach). Jenis penelitian ini adalah metode penelitian eksplanatif yang menjelaskan, memperkuat, atau menguji ketentuan hukum yang merupakan dasar dari keputusan peninjauan kembali Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 7 ayat (2). Teknik pengumpulan bahan hukum dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan teknik penelitian pustaka dan wawancara. Bahan hukum yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bahan, yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang terdiri dari undang-undang dalam undang-undang, keputusan pengadilan, buku, kamus hukum, dan jurnal ilmiah dan diproses dengan metode deskriptif analitis.Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penilaian hakim dalam keputusan menggunakan metode interpretasi gramatikal dari kata \"atau\" dalam teks artikel. Oleh karena itu diketahui bahwa hukum perkawinan menyediakan pilihan bebas bagi orang-orang yang ingin meminta dispensasi pernikahan asalkan ada kesulitan atau akses terbatas ke yurisdiksi Pengadilan. Dari bunyi teks Pasal 7 Ayat (2) dilihat dari sifat hukumnya, pasal tersebut bersifat fakultatif / mengatur. Ini berarti bahwa dalam keadaan konkretnya dispensasi pernikahan melalui Pengadilan dapat dikesampingkan karena kesulitan atau keterbatasan akses sehingga pasal tersebut tidak mengikat atau harus dipatuhi oleh Pengadilan. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi secara yuridis harus diambil lebih lanjut sehingga substansi yang diberikan kewenangan perkawinan di bawah umur memiliki payung hukum sebagai legal formal yang jelas. Sementara di tingkat sosiologis, putusan itu memunculkan dualisme otoritas antara Pengadilan dan Kantor Urusan Agama. Oleh karena itu, upaya untuk menyelaraskan peran Mahkamah dengan lembaga adalah dengan menjaga proses dispensasi di Kantor Urusan Agama melalui proses pengadilan oleh Pengadilan","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"53 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120955589","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-10-07DOI: 10.23971/EL-MAS.V8I1.1095
Sharif Hidayat
Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah foto pre-wedding dalam undangan pernikahan. Foto pre-wedding yang berkorelasi dengan budaya barat diarahkan pada pelanggaransyariat, seperti menunjukkan bagian tubuh yang mungkin tidak terlihat bahkan diarahkanmenjadi intim. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi kedua pasangan tersebutmengatur foto mereka dalam undangan pesta pernikahan, pendapat ulama di Palangka Rayatentang foto pre-wedding dalam undangan pesta pernikahan, serta pendapat ulama di PalangkaRaya tentang foto pre-wedding di undangan pesta pernikahan. Metode yang digunakan dalampenelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif, yaitu penulis mencoba memahami suatu kasus atautradisi dan korelasi terhadap foto pre wedding. Kemudian, untuk menggambarkan karena jelasdan spesifik tentang ulama dan orang-orang yang berkorelasi dengan foto pre-wedding. Untukmenentukan subjek penelitian di kalangan ulama, orang dan fotografer berdasarkan kriteriatertentu. Temuan dari penelitian ini menemukan fakta-fakta yang melatar belakangi pernikahanyang mengatur foto pre-wedding mereka dalam undangan pesta pernikahan di antara alasan-alasannya adalah media informasi untuk umum, mengabadikan dan memanfaatkan momenpernikahan, mengumpulkan foto, membuat perenungan terlihat cantik, dan karenakecenderungan. Berdasarkan pendapat Ulama tentang foto dalam undangan, mereka memilikiperbedaan. Bahkan ada perbedaan di antara mereka, dalam foto pre-wedding memiliki substansiyang membuka bagian tubuh yang mungkin tidak terlihat, intim, tabarruj, dan sombong. Semuaulama setuju bahwa foto itu haram. Sementara itu, foto sebelum menikah condong ke substansikhalwat dan ikhtilat, jadi foto pre wedding adalah haram. Tapi, foto pre-wedding yang dibuattidak terlalu dekat satu sama lain dan menutup aurat yang ditentukan sebagai mubah. Karenamereka adalah foto pre-wedding dalam undangan dapat memberikan manfaat sebagai informasiuntuk umum.
{"title":"FOTO PREWEDDING DALAM PERSPEKTIF ULAMA PALANGKA RAYA","authors":"Sharif Hidayat","doi":"10.23971/EL-MAS.V8I1.1095","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V8I1.1095","url":null,"abstract":"Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah foto pre-wedding dalam undangan pernikahan. Foto pre-wedding yang berkorelasi dengan budaya barat diarahkan pada pelanggaransyariat, seperti menunjukkan bagian tubuh yang mungkin tidak terlihat bahkan diarahkanmenjadi intim. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi kedua pasangan tersebutmengatur foto mereka dalam undangan pesta pernikahan, pendapat ulama di Palangka Rayatentang foto pre-wedding dalam undangan pesta pernikahan, serta pendapat ulama di PalangkaRaya tentang foto pre-wedding di undangan pesta pernikahan. Metode yang digunakan dalampenelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif, yaitu penulis mencoba memahami suatu kasus atautradisi dan korelasi terhadap foto pre wedding. Kemudian, untuk menggambarkan karena jelasdan spesifik tentang ulama dan orang-orang yang berkorelasi dengan foto pre-wedding. Untukmenentukan subjek penelitian di kalangan ulama, orang dan fotografer berdasarkan kriteriatertentu. Temuan dari penelitian ini menemukan fakta-fakta yang melatar belakangi pernikahanyang mengatur foto pre-wedding mereka dalam undangan pesta pernikahan di antara alasan-alasannya adalah media informasi untuk umum, mengabadikan dan memanfaatkan momenpernikahan, mengumpulkan foto, membuat perenungan terlihat cantik, dan karenakecenderungan. Berdasarkan pendapat Ulama tentang foto dalam undangan, mereka memilikiperbedaan. Bahkan ada perbedaan di antara mereka, dalam foto pre-wedding memiliki substansiyang membuka bagian tubuh yang mungkin tidak terlihat, intim, tabarruj, dan sombong. Semuaulama setuju bahwa foto itu haram. Sementara itu, foto sebelum menikah condong ke substansikhalwat dan ikhtilat, jadi foto pre wedding adalah haram. Tapi, foto pre-wedding yang dibuattidak terlalu dekat satu sama lain dan menutup aurat yang ditentukan sebagai mubah. Karenamereka adalah foto pre-wedding dalam undangan dapat memberikan manfaat sebagai informasiuntuk umum.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"163 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122282383","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-10-07DOI: 10.23971/el-mas.v8i1.1096
M. Alfi
Lembaga Amil Zakat, Rumah Peduli Nurul Fikri Palangka Raya, merupakan salah satuperwujudan lembaga berbasis Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat, didirikan olehmasyarakat sebagai upaya untuk mengurangi kemiskinan dan memfasilitasi para muzakki dalammenyalurkan zakat. Rumah Peduli Nurul Fikri adalah bentuk konkret dari sebuah organisasidengan konsep modern yang disajikan di kota Palangka Raya dengan menekankan prinsipakuntabilitas dan transparansi dalam mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, seperti dalamPasal 17 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat untuk mewujudkantujuan utama zakat sebagai upaya untuk kemakmuran umat Islam. Rumusan masalah dalampenelitian ini adalah bagaimana akuntabilitas dalam pengelolaan lembaga amil zakat RumahPeduli Nurul Fikri di Palangka Raya dan bagaimana transparansi dalam pengelolaan lembagaamil zakat Rumah Peduli Nurul Fikri di Palangka Raya. Penelitian ini menggunakan pendekatankualitatif deskriptif dengan penelitian hukum sosiologis empiris selama data yang diperolehdalam observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah akuntabilitas lembaga amil zakat Rumah Peduli Nurul Fikri yang dicirikan oleh badan hukum dan jugamemenuhi prinsip akuntabilitas pengelolaan zakat, yaitu berdasarkan syariat Islam, kepercayaan,manfaat, keadilan, kepastian hukum, integritas, dan bertanggung jawab. Ini adalah pemenuhankepatuhan hukum sebagaimana Pasal 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentangPengelolaan Zakat. Transparansi lembaga amil zakat Rumah Peduli Nurul Fikri Kota PalangkaRaya terlihat dalam mengelola dana zakat melalui pengungkapan informasi dan pelaporankeuangan kepada lembaga-lembaga berwenang yang berpartisipasi dalam pengelolaanpengelolaan zakat. Transparansi di lembaga amil zakat Rumah Peduli Nurul Fikri terbuka dalampengelolaan zakat melalui proses pelaksanaan kegiatan dan informasi yang dapat diakses olehpublik
{"title":"AKUNTABILITAS DAN TRANSPARASI LEMBAGA AMIL ZAKAT (STUDI TERHADAP RUMAH PEDULI NURUL FIKRI KOTA PALANGKA RAYA)","authors":"M. Alfi","doi":"10.23971/el-mas.v8i1.1096","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/el-mas.v8i1.1096","url":null,"abstract":"Lembaga Amil Zakat, Rumah Peduli Nurul Fikri Palangka Raya, merupakan salah satuperwujudan lembaga berbasis Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat, didirikan olehmasyarakat sebagai upaya untuk mengurangi kemiskinan dan memfasilitasi para muzakki dalammenyalurkan zakat. Rumah Peduli Nurul Fikri adalah bentuk konkret dari sebuah organisasidengan konsep modern yang disajikan di kota Palangka Raya dengan menekankan prinsipakuntabilitas dan transparansi dalam mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, seperti dalamPasal 17 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat untuk mewujudkantujuan utama zakat sebagai upaya untuk kemakmuran umat Islam. Rumusan masalah dalampenelitian ini adalah bagaimana akuntabilitas dalam pengelolaan lembaga amil zakat RumahPeduli Nurul Fikri di Palangka Raya dan bagaimana transparansi dalam pengelolaan lembagaamil zakat Rumah Peduli Nurul Fikri di Palangka Raya. Penelitian ini menggunakan pendekatankualitatif deskriptif dengan penelitian hukum sosiologis empiris selama data yang diperolehdalam observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah akuntabilitas lembaga amil zakat Rumah Peduli Nurul Fikri yang dicirikan oleh badan hukum dan jugamemenuhi prinsip akuntabilitas pengelolaan zakat, yaitu berdasarkan syariat Islam, kepercayaan,manfaat, keadilan, kepastian hukum, integritas, dan bertanggung jawab. Ini adalah pemenuhankepatuhan hukum sebagaimana Pasal 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentangPengelolaan Zakat. Transparansi lembaga amil zakat Rumah Peduli Nurul Fikri Kota PalangkaRaya terlihat dalam mengelola dana zakat melalui pengungkapan informasi dan pelaporankeuangan kepada lembaga-lembaga berwenang yang berpartisipasi dalam pengelolaanpengelolaan zakat. Transparansi di lembaga amil zakat Rumah Peduli Nurul Fikri terbuka dalampengelolaan zakat melalui proses pelaksanaan kegiatan dan informasi yang dapat diakses olehpublik","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116634818","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}