Pub Date : 2020-12-30DOI: 10.23971/maslahah.v10i2.1911
Darnela Putri
Problematika masyarakat yang semakin komplek menuntut adanya penyelesaian secara tepat. Hukum Islam yang menjadikan Al-Qur’an dan al-Hadist sebagai rujukan utamanya ada masanya tidak menjelaskan hukum Islam secara rinci, sementara ummat Islam harus menjalankan kehidupannya sesuai aturan, norma dan hukum Islam dituntut untuk selalu relevan terhadap perkembangan zaman yang semakin kompleks. Diperlukan ijtihad para ulama dalam menangani problem ini yang salah satu produk ijtihadnya adalah ‘urf yang dapat dijadikan solusi dan sebagai salah satu sumber hukum Islam. ‘Urf ialah sesuatu yang telah diketahui oleh orang banyak dan dikerjakan oleh mereka, baik dari perkataan atau perbuatan atau sesuatu yang ditinggalkan. Artikel ini akan membahas konsep ‘urf yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum Islam tersebut. Adapun hasil pembahasan dari konsep tersebut adalah Pertama, 'Urf harus berlaku terus menerus atau kebanyakan berlaku. Kedua, 'Urf yang dijadikan sumber hukum bagi suatu tindakan harus terdapat pada waktu diadakannya tindakan tersebut. Ketiga, Tidak ada penegasan (nash) yang berlawanan dengan 'urf. Keempat, Pemakaian 'urf tidak akan mengakibatkan dikesampingkannya nash yang pasti dari syari`at sebab nash-nash syara` harus didahulukan atas 'urf.Keyword: Konsep 'Urf, Sumber Hukum Islam, Ijtihad Ulama.
{"title":"KONSEP URF SEBAGAI SUMBER HUKUM DALAM ISLAM","authors":"Darnela Putri","doi":"10.23971/maslahah.v10i2.1911","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/maslahah.v10i2.1911","url":null,"abstract":"Problematika masyarakat yang semakin komplek menuntut adanya penyelesaian secara tepat. Hukum Islam yang menjadikan Al-Qur’an dan al-Hadist sebagai rujukan utamanya ada masanya tidak menjelaskan hukum Islam secara rinci, sementara ummat Islam harus menjalankan kehidupannya sesuai aturan, norma dan hukum Islam dituntut untuk selalu relevan terhadap perkembangan zaman yang semakin kompleks. Diperlukan ijtihad para ulama dalam menangani problem ini yang salah satu produk ijtihadnya adalah ‘urf yang dapat dijadikan solusi dan sebagai salah satu sumber hukum Islam. ‘Urf ialah sesuatu yang telah diketahui oleh orang banyak dan dikerjakan oleh mereka, baik dari perkataan atau perbuatan atau sesuatu yang ditinggalkan. Artikel ini akan membahas konsep ‘urf yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum Islam tersebut. Adapun hasil pembahasan dari konsep tersebut adalah Pertama, 'Urf harus berlaku terus menerus atau kebanyakan berlaku. Kedua, 'Urf yang dijadikan sumber hukum bagi suatu tindakan harus terdapat pada waktu diadakannya tindakan tersebut. Ketiga, Tidak ada penegasan (nash) yang berlawanan dengan 'urf. Keempat, Pemakaian 'urf tidak akan mengakibatkan dikesampingkannya nash yang pasti dari syari`at sebab nash-nash syara` harus didahulukan atas 'urf.Keyword: Konsep 'Urf, Sumber Hukum Islam, Ijtihad Ulama.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115431269","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-01-01DOI: 10.23971/MASLAHAH.V9I2.1403
A. Pangestu
Berpindah-pindah agama telah menjadi kecenderungan sebagian masyarakat modern, salah satunya murtad dalam urusan perkawinan. Berkenaan dengan konteks hukum Indonesia tentang perkawinan, telah di atur salah satunya Kompilasi Hukum Islam (KHI). Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 116 tentang putusnya perkawinan, huruf “h” yang berbunyi “Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga”. Tetapi pada kenyataannya masih banyak orang-orang melakukan perkawinan beda agama atau perkawinan yang sudah menikah lalu di dalamnya yang awalnya Islam beralih menjadi misalnya Kristen, Protestan atau lain-lain. Akibat dari peralihan agama atau murtad ini, tidak menjadikannya suatu ketidakrukunan dalam berkeluarga, tetapi malah menimbulkan suatu keharmonisan dalam berkeluarga seperti toleransi di dalam beragama. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengeksplorasi dasar pertimbangan Pasal 16 huruf “h” Kompilasi Hukum Islam secara luas. Maqasid as-Syari’ah dengan dipetakan melihat dari tingkat maslahat dan mafsadat nya, antara lain; maslahat dalam tingkatan hajiyat dikarenakan sekalipun dalam berkeluarga suami atau isterinya murtad masih menimbulkan kemaslahatan yaitu ketentraman dan keharmonisan dalam berumah tangga dengan didasari rasa toleransi. Cangkupannya adalah Khassah. Sedangkan mudharat nya dalam tingkatan dharuriyah dikarenakan banyak sekali kemafsadatan yang dilakukan orang murtad dalam perkawinan hingga melanggar al-kulliyat al-khamsah, lalu cangkupannya masuk dalam kategori ‘ammah, karna tidak memberikan batasan-batasan secara spesifik dikhawatirkan menimbulkan kemudahan dalam peralihan/perpindahan agama. Jika dilihat dari tingkatan hierarki maqasid as-syari’ah maka dharuriyah yang lebih tinggi. Kata Kunci : Ar-Riddah , At-Talaq , Kompilasi Hukum Islam, Maqasid As-Syari’ah
{"title":"AR-RIDDAH MENJADI ALASAN AT-TALAQ PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM ISLAM (ANALISIS MAQASID AS-SYARIAH)","authors":"A. Pangestu","doi":"10.23971/MASLAHAH.V9I2.1403","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/MASLAHAH.V9I2.1403","url":null,"abstract":"Berpindah-pindah agama telah menjadi kecenderungan sebagian masyarakat modern, salah satunya murtad dalam urusan perkawinan. Berkenaan dengan konteks hukum Indonesia tentang perkawinan, telah di atur salah satunya Kompilasi Hukum Islam (KHI). Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 116 tentang putusnya perkawinan, huruf “h” yang berbunyi “Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga”. Tetapi pada kenyataannya masih banyak orang-orang melakukan perkawinan beda agama atau perkawinan yang sudah menikah lalu di dalamnya yang awalnya Islam beralih menjadi misalnya Kristen, Protestan atau lain-lain. Akibat dari peralihan agama atau murtad ini, tidak menjadikannya suatu ketidakrukunan dalam berkeluarga, tetapi malah menimbulkan suatu keharmonisan dalam berkeluarga seperti toleransi di dalam beragama. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengeksplorasi dasar pertimbangan Pasal 16 huruf “h” Kompilasi Hukum Islam secara luas. Maqasid as-Syari’ah dengan dipetakan melihat dari tingkat maslahat dan mafsadat nya, antara lain; maslahat dalam tingkatan hajiyat dikarenakan sekalipun dalam berkeluarga suami atau isterinya murtad masih menimbulkan kemaslahatan yaitu ketentraman dan keharmonisan dalam berumah tangga dengan didasari rasa toleransi. Cangkupannya adalah Khassah. Sedangkan mudharat nya dalam tingkatan dharuriyah dikarenakan banyak sekali kemafsadatan yang dilakukan orang murtad dalam perkawinan hingga melanggar al-kulliyat al-khamsah, lalu cangkupannya masuk dalam kategori ‘ammah, karna tidak memberikan batasan-batasan secara spesifik dikhawatirkan menimbulkan kemudahan dalam peralihan/perpindahan agama. Jika dilihat dari tingkatan hierarki maqasid as-syari’ah maka dharuriyah yang lebih tinggi. Kata Kunci : Ar-Riddah , At-Talaq , Kompilasi Hukum Islam, Maqasid As-Syari’ah","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124906774","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-01-01DOI: 10.23971/maslahah.v9i2.1692
Ibnu Elmi
Fatwas as a result of human thought use the main legal sources, but can be categorized into ijtihad, because the process of determining fatwas is done through methods determined by the science of ushul fiqh. In judicial practice in Indonesia, fatwas can be included as legal experts' opinions. Fatwa is a legal opinion or opinion on Islamic law on considerations that can be taken from legal sources as legal considerations for judges to give decisions. Fatwas are issued by Islamic scholars or jurisprudents who are able to raise the problem of needs that require basic answers on the basis of the law about activities or activities that can be religious or non-religious in nature. Fatwa becomes one of the sessions in Islamic law to provide answers and solutions to problems raised by the people. While the Muslims at the time of the fatwa as a reference in contradiction and behavior. The position of the fatwa among the general public, is like the argument among the mujtahids (al-Fatwa fi Haqqil 'Ami kal Adillah fi Haqqil Mujtahid) , that is, the placement of the fatwa in the construction of Islamic law that asks for the proposition of the mujtahid. The position of fatwa in the construction of Islamic law becomes the legal basis for an act or activity which is good in nature muamalah. The classic fatwa that was transferred (ikhtiyariah) or a choice that is not legally binding.However, associating morals with mustafti or someone who requests a fatwa. This is reinforced through the theory of acceptance of Islamic law, which is the basis of the obligation of every Muslim to approve and comply with Islamic law, the source of which is fatwa, both from philosophical, juridical, and sociological sources.
作为人类思想的结果,法特瓦使用了主要的法律来源,但也可以归类为伊吉提哈德,因为确定法特瓦的过程是通过乌苏尔法蒂赫科学确定的方法完成的。在印尼的司法实践中,教令可以作为法律专家的意见。法特瓦是一种法律意见或对伊斯兰教法的意见,可以从法律来源中作为法官作出判决的法律考虑因素。法特瓦是由伊斯兰学者或法学家发布的,他们能够根据法律提出需要基本答案的问题,这些问题需要关于宗教或非宗教性质的活动或活动的基本答案。法特瓦成为伊斯兰教法中的一个会议,为人们提出的问题提供答案和解决方案。而当时的穆斯林把法特瓦作为一种矛盾和行为的参考。法特瓦在普通民众中的地位,就像圣战者之间的争论(al-Fatwa fi Haqqil 'Ami kal Adillah fi Haqqil Mujtahid),即法特瓦在伊斯兰法律建设中的位置,要求圣战者提出主张。法特瓦在伊斯兰教法建构中的地位成为本质上为善的行为或活动的法律基础。传递的经典法特瓦(ikhtiyariah)或不具有法律约束力的选择。然而,将道德与穆斯塔法蒂或请求法特瓦的人联系起来。这一点通过接受伊斯兰法律的理论得到了加强,这是每个穆斯林认可和遵守伊斯兰法律的义务的基础,伊斯兰法律的来源是法特瓦,来自哲学、法律和社会学的来源。
{"title":"KEDUDUKAN FATWA DALAM KONSTRUKSI HUKUM ISLAM","authors":"Ibnu Elmi","doi":"10.23971/maslahah.v9i2.1692","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/maslahah.v9i2.1692","url":null,"abstract":"Fatwas as a result of human thought use the main legal sources, but can be categorized into ijtihad, because the process of determining fatwas is done through methods determined by the science of ushul fiqh. In judicial practice in Indonesia, fatwas can be included as legal experts' opinions. Fatwa is a legal opinion or opinion on Islamic law on considerations that can be taken from legal sources as legal considerations for judges to give decisions. Fatwas are issued by Islamic scholars or jurisprudents who are able to raise the problem of needs that require basic answers on the basis of the law about activities or activities that can be religious or non-religious in nature. Fatwa becomes one of the sessions in Islamic law to provide answers and solutions to problems raised by the people. While the Muslims at the time of the fatwa as a reference in contradiction and behavior. The position of the fatwa among the general public, is like the argument among the mujtahids (al-Fatwa fi Haqqil 'Ami kal Adillah fi Haqqil Mujtahid) , that is, the placement of the fatwa in the construction of Islamic law that asks for the proposition of the mujtahid. The position of fatwa in the construction of Islamic law becomes the legal basis for an act or activity which is good in nature muamalah. The classic fatwa that was transferred (ikhtiyariah) or a choice that is not legally binding.However, associating morals with mustafti or someone who requests a fatwa. This is reinforced through the theory of acceptance of Islamic law, which is the basis of the obligation of every Muslim to approve and comply with Islamic law, the source of which is fatwa, both from philosophical, juridical, and sociological sources.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123764660","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-31DOI: 10.23971/MASLAHAH.V9I2.1294
Ali Geno Berutu
Islam dengan tegas melarang melakukan zina , sementara khalwat /mesum merupakan wash}ilah atau peluang untuk terjadinya zina . Hal ini mengindikasikan bahwa perbuatan zina terjadi disebabkan adanya perbuatan lain yang menjadi penyebab terjadinya zina, maka khalwat (mesum) juga termasuk salah satu jari>mah (perbuatan pidana) dan diancam dengan ‘uqu>bat ta’zi>r . Khalwat dilarang dalam Islam karena perbuatan ini bisa menjerumuskan orang kepada zina yakni hubungan suami istri di luar perkawinan yang sah. Di Aceh Khalwat merupakan suatu tindak pidana yang telah diatur dalam Qanun 14 Tahun 2003 dan Qanun 6 Tahun 2014 tapi yang menjadi pertanyaan mendasar dalam peneyelesaian kasus khalwat di Aceh selama ini adalah apa yang menjadi ukuran seseorang yang dikatakan telah melakukan pelanggaran/berbuat khalwat tersebut.
{"title":"PENALARAN FIK{IH TERHADAP RUMUSAN ANCAMAN PIDANA TA’ZI>R PADA PELAKU KHALWAT DALAM QANUN ACEH NO. 6 TAHUN 2014","authors":"Ali Geno Berutu","doi":"10.23971/MASLAHAH.V9I2.1294","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/MASLAHAH.V9I2.1294","url":null,"abstract":"Islam dengan tegas melarang melakukan zina , sementara khalwat /mesum merupakan wash}ilah atau peluang untuk terjadinya zina . Hal ini mengindikasikan bahwa perbuatan zina terjadi disebabkan adanya perbuatan lain yang menjadi penyebab terjadinya zina, maka khalwat (mesum) juga termasuk salah satu jari>mah (perbuatan pidana) dan diancam dengan ‘uqu>bat ta’zi>r . Khalwat dilarang dalam Islam karena perbuatan ini bisa menjerumuskan orang kepada zina yakni hubungan suami istri di luar perkawinan yang sah. Di Aceh Khalwat merupakan suatu tindak pidana yang telah diatur dalam Qanun 14 Tahun 2003 dan Qanun 6 Tahun 2014 tapi yang menjadi pertanyaan mendasar dalam peneyelesaian kasus khalwat di Aceh selama ini adalah apa yang menjadi ukuran seseorang yang dikatakan telah melakukan pelanggaran/berbuat khalwat tersebut.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"71 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123165683","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-31DOI: 10.23971/MASLAHAH.V9I2.1349
R. Rahmad
Kaum disabilitas merupakan bagian masyarakat yang tidak terpisahkan. Mereka seringkali mendapat perlakuan yang tidak adil, misalnya saja dalam akses fasilitas sosial yang cenderung tidak ramah terhadap mereka. Negara telah mengeluarkan dasar hukum terkait perlindungan mereka, secara yuridis negara sudah mempersiapkan instrumen terkait. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah sejauh mana implementasi aturan tersebut di masyarakat. Tulisan ini coba menelaah dasar hukum terkait permasalahan tersebut yang coba di kaitkan dengan ideologi Pancasila. Apabila kita telaah melalui ideologi bangsa ini dalam jabaran pada butir-butir penjelmaannya juga menunjukkan bagaimana kesetaraan dan keadilan menjadi sangat diperhatikan. Khusus bidang pendidikan, dasar hukum terkait telah lengkap ada dan lengkap serta sesuai tingkatan, untuk akses yang berkeadilan dalam bidang pendidikan. Beberapa fakta ini tentu menunjukkan bahwa Pancasila dengan operasionalisasinya yang tertuang dalam butir-butir pada silanya, kemudian dengan konstitusi tertulisnya yaitu Undang-Undang Dasar 1945 baik sebelum amandemen maupun sesudah amandemen. Hal tersebut menunjukkan bahwa Negara dengan ideology Pancasila dan dasar hukum lainnya telah memberi sebuah bukti bagaimana Pancasila telah membuktikan sebagai sebuah ideology yang meletakkan harkat dan martabat manusia menjadi sama atau tidak ada perbedaaan karena asal usul ataupun bentuk fisik yang berbeda.
{"title":"SEBUAH TINJAUAN TERKAIT HAK DASAR KAUM DIFABEL DALAM BINGKAI KESETARAAN WARGA NEGARA","authors":"R. Rahmad","doi":"10.23971/MASLAHAH.V9I2.1349","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/MASLAHAH.V9I2.1349","url":null,"abstract":"Kaum disabilitas merupakan bagian masyarakat yang tidak terpisahkan. Mereka seringkali mendapat perlakuan yang tidak adil, misalnya saja dalam akses fasilitas sosial yang cenderung tidak ramah terhadap mereka. Negara telah mengeluarkan dasar hukum terkait perlindungan mereka, secara yuridis negara sudah mempersiapkan instrumen terkait. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah sejauh mana implementasi aturan tersebut di masyarakat. Tulisan ini coba menelaah dasar hukum terkait permasalahan tersebut yang coba di kaitkan dengan ideologi Pancasila. Apabila kita telaah melalui ideologi bangsa ini dalam jabaran pada butir-butir penjelmaannya juga menunjukkan bagaimana kesetaraan dan keadilan menjadi sangat diperhatikan. Khusus bidang pendidikan, dasar hukum terkait telah lengkap ada dan lengkap serta sesuai tingkatan, untuk akses yang berkeadilan dalam bidang pendidikan. Beberapa fakta ini tentu menunjukkan bahwa Pancasila dengan operasionalisasinya yang tertuang dalam butir-butir pada silanya, kemudian dengan konstitusi tertulisnya yaitu Undang-Undang Dasar 1945 baik sebelum amandemen maupun sesudah amandemen. Hal tersebut menunjukkan bahwa Negara dengan ideology Pancasila dan dasar hukum lainnya telah memberi sebuah bukti bagaimana Pancasila telah membuktikan sebagai sebuah ideology yang meletakkan harkat dan martabat manusia menjadi sama atau tidak ada perbedaaan karena asal usul ataupun bentuk fisik yang berbeda.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"117 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133367048","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-31DOI: 10.23971/MASLAHAH.V9I2.1351
I. A. Ghani
Abstrak Tulisan ini menjelaskan tentang efektivitas dan maslahat kartu nikah di era digital. Kemenag ingin berupaya meningkatkan kualitas kinerja pelayanan administrasi nikah pada Kantor Urusan Agama (KUA) dengan melalui perbaikan pelayanan berbasis IT. Salah satu program yang diterapkan yaitu penerapan kartu nikah. Kartu nikah tersebut merupakan bukti dokumen tambahan dari KUA yang memiliki QR Code yang berbasis digital, jika di scan akan memunculkan data informasi yang lengkap tentang status pernikahan, nama dan photo pasangan pengantin dan tanggal, tempat pelaksanaan pernikahan. Kartu nikah ini juga memiliki kelebihan dari buku nikah yaitu ukuran yang kecil dan tipis sehingga memudahkan untuk dibawa kemana-mana, tidak mudah rusak dan tidak mudah dipalsukan karena adanya QR Code/barcode yang terhubung langsung ke SIMKAH web. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program kartu nikah di Kantor Urusan Agama Depok telah berjalan baik dan efektif. Program kartu nikah ini dimulai sejak awal Februari 2019, sehingga pengantin akan langsung mendapatkan 2 dokumen pencatatan perkawinan yaitu buku nikah dan kartu nikah setelah akad selesai. Dilihat dari maslahat program kartu nikah di era digital ini, sangatlah jelas bermaslahat, sebab kartu nikah sebagai bentuk pencatatan perkawinan terbaru memberikan perlindungan hukum terhadap perkawinan itu sendiri. Kartu nikah ini juga tidak bertentangan dengan maq}a>shid syariah dan adanya kriteria menghilangkan kesulitan yaitu mudah dibawanya kemana-mana, tidak mudah rusak dan memudahkan siapa saja untuk mengetahui informasi pernikahan.
{"title":"EFEKTIVITAS DAN MASLAHAT KEBIJAKAN PROGRAM KARTU NIKAH DI ERA DIGITAL (Studi Di Kantor Urusan Agama Kecamatan Depok Kabupaten Sleman)","authors":"I. A. Ghani","doi":"10.23971/MASLAHAH.V9I2.1351","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/MASLAHAH.V9I2.1351","url":null,"abstract":"Abstrak Tulisan ini menjelaskan tentang efektivitas dan maslahat kartu nikah di era digital. Kemenag ingin berupaya meningkatkan kualitas kinerja pelayanan administrasi nikah pada Kantor Urusan Agama (KUA) dengan melalui perbaikan pelayanan berbasis IT. Salah satu program yang diterapkan yaitu penerapan kartu nikah. Kartu nikah tersebut merupakan bukti dokumen tambahan dari KUA yang memiliki QR Code yang berbasis digital, jika di scan akan memunculkan data informasi yang lengkap tentang status pernikahan, nama dan photo pasangan pengantin dan tanggal, tempat pelaksanaan pernikahan. Kartu nikah ini juga memiliki kelebihan dari buku nikah yaitu ukuran yang kecil dan tipis sehingga memudahkan untuk dibawa kemana-mana, tidak mudah rusak dan tidak mudah dipalsukan karena adanya QR Code/barcode yang terhubung langsung ke SIMKAH web. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program kartu nikah di Kantor Urusan Agama Depok telah berjalan baik dan efektif. Program kartu nikah ini dimulai sejak awal Februari 2019, sehingga pengantin akan langsung mendapatkan 2 dokumen pencatatan perkawinan yaitu buku nikah dan kartu nikah setelah akad selesai. Dilihat dari maslahat program kartu nikah di era digital ini, sangatlah jelas bermaslahat, sebab kartu nikah sebagai bentuk pencatatan perkawinan terbaru memberikan perlindungan hukum terhadap perkawinan itu sendiri. Kartu nikah ini juga tidak bertentangan dengan maq}a>shid syariah dan adanya kriteria menghilangkan kesulitan yaitu mudah dibawanya kemana-mana, tidak mudah rusak dan memudahkan siapa saja untuk mengetahui informasi pernikahan.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116691420","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-25DOI: 10.23971/el-mas.v7i2.1428
Arief Aulia
Konstruksi masyarakat yang terdapat suatu tradisi yang tidak mudah dihilangkan yaitu percampuran antara hukum Islam (fiqh) dan budaya lokal atau nuansa sosial yang berkembang di daerah tertentu. Dalam hal ini budaya lokal diartikan lebih spesifik kepada permasalahan sosial yang terjadi, karena dampak yang jelas terjadi dari adanya budaya lokal tersebut adalah pengaruh yang kuat terhadap bentukan karakter sosial masyarakat yang mendiami tempat tertentu. Hal itulah yang menjadi kegelisahan para ahli fiqh di kalangan Indonesia dalam menemukan suatu alternatif hukum yang lebih fleksible dan kontekstual. Fiqh yang dibawa dan disampaikan dari Nabi, kemudian diteruskan para sahabat, tabi’in, kemudian para ulama terasa masih begitu kaku dan tidak selalu sesuai dengan kondisi sosial dan geografis daerah tertentu. Fiqh dipahami oleh masyarakat sebagai suatu yang sangat formal, sehingga tidak jarang masyarakat merasa terbatasi ruang sosialnya. Fiqih sosial M.A Sahal Mahfudz dibuat untuk mendapatkan suatu solusi atas probem-problem fiqh yang sering menemukan kejumudan dan deadlock (jalan buntu) karena nuansa fiqh klasik yang cendrung formalistik. Dalam konteks kenegaraan, kehadiran fiqh sosial bukan diartikan untuk menandingi hukum positif yang ada, namun merupakan tawaran solutif yang ditujukan kepada umat Islam, dan tidak ada keinginan untuk mempositifkan fiqh sosial tersebut. Keberadaan fiqh sosial itu juga dipengaruhi oleh kondisi sosio-kultural yang berkembang dalam masyarakat. Bukan hal yang tidak mungkin akan terjadi pergeseran nilai-nilai sosial yang memuncak pada pembenahan fiqh sosial yang baru karena pengaruh dari kebudayaan masyarakat yang terus berubah.Kata kunci: Fiqh Sosial, Hukum Islam, M.A. Sahal Mahfudh
社会结构是一种不容易打破的传统,即伊斯兰法律(fiqh)与某一地区发展起来的地方文化或社会细微差别的混合。这方面更具体社会问题对当地文化的理解,因为明显的影响发生的强大的这些当地文化是影响的形式居住在某些地方的社会角色。这就是为什么印尼的fiqh专家们迫切希望找到一种更灵活、更有背景的法律。Fiqh而从先知,然后转发带来的朋友们,tabi 'in,然后感觉还是那么僵硬,学者们并不总是符合社会和某些地区的地理条件。Fiqh被社会理解作为一个非常正式的社交空间,以免社会很少感到无拘无束。社会Fiqih M . A Sahal语为得到一个解决方案往往发现kejumudan和停顿的fiqh这个probem-problem(死胡同)因为细微fiqh倾向是形式主义的经典佳作。国家的语境中,存在的积极社会fiqh不是意味着要经得住法律的存在,然而是solutif提议针对穆斯林,没有渴望mempositifkan fiqh这个社会。它也受到了社会fiqh sosio-kultural条件存在社会中发展而来的。不是不可能的事会发生在社会价值观的转变升级新的简化了社会fiqh因为不断变化的社会文化的影响。关键词:社会Fiqh伊斯兰法律,M . A . Sahal Mahfudh
{"title":"METODOLOGI FIQH SOSIAL M.A. SAHAL MAHFUDH","authors":"Arief Aulia","doi":"10.23971/el-mas.v7i2.1428","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/el-mas.v7i2.1428","url":null,"abstract":"Konstruksi masyarakat yang terdapat suatu tradisi yang tidak mudah dihilangkan yaitu percampuran antara hukum Islam (fiqh) dan budaya lokal atau nuansa sosial yang berkembang di daerah tertentu. Dalam hal ini budaya lokal diartikan lebih spesifik kepada permasalahan sosial yang terjadi, karena dampak yang jelas terjadi dari adanya budaya lokal tersebut adalah pengaruh yang kuat terhadap bentukan karakter sosial masyarakat yang mendiami tempat tertentu. Hal itulah yang menjadi kegelisahan para ahli fiqh di kalangan Indonesia dalam menemukan suatu alternatif hukum yang lebih fleksible dan kontekstual. Fiqh yang dibawa dan disampaikan dari Nabi, kemudian diteruskan para sahabat, tabi’in, kemudian para ulama terasa masih begitu kaku dan tidak selalu sesuai dengan kondisi sosial dan geografis daerah tertentu. Fiqh dipahami oleh masyarakat sebagai suatu yang sangat formal, sehingga tidak jarang masyarakat merasa terbatasi ruang sosialnya. Fiqih sosial M.A Sahal Mahfudz dibuat untuk mendapatkan suatu solusi atas probem-problem fiqh yang sering menemukan kejumudan dan deadlock (jalan buntu) karena nuansa fiqh klasik yang cendrung formalistik. Dalam konteks kenegaraan, kehadiran fiqh sosial bukan diartikan untuk menandingi hukum positif yang ada, namun merupakan tawaran solutif yang ditujukan kepada umat Islam, dan tidak ada keinginan untuk mempositifkan fiqh sosial tersebut. Keberadaan fiqh sosial itu juga dipengaruhi oleh kondisi sosio-kultural yang berkembang dalam masyarakat. Bukan hal yang tidak mungkin akan terjadi pergeseran nilai-nilai sosial yang memuncak pada pembenahan fiqh sosial yang baru karena pengaruh dari kebudayaan masyarakat yang terus berubah.Kata kunci: Fiqh Sosial, Hukum Islam, M.A. Sahal Mahfudh","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121253221","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-25DOI: 10.23971/EL-MAS.V9I1.1256
Sarpini Sarpini
Ulama ada yang mengakui ijma>' dan ada beberapa yang masih tidak sepakat adanya ijma>' serta kehujjahannya untuk dijadikan sumber dalam pengambilan hukum. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanannya saja sudah menuai perbedaan. Beberapa kelompok meyakini bahwa ijma>' yang bisa dijadikan hujjah yaitu ijma>' yang terjadi di kalangan sahabat saja dan beberapa ulama’ ada yang berargumentasi bahwa ijma>' masih bisa dilakukan pada masa-masa setelah sahabat. Apalagi pada masa sekarang yang banyak bermunculan permasalahan baru yang membutuhkan jawaban, sehingga ijma>' atau istinbat} hukum dengan jalan musyawarah sangat diperlukan yang nantinya akan menemukan titik terang dalam menyelesaikan persoalan. Penelitian ini bersifat analisis deskriptif, yaitu penulis memaparkan semua data tentang ijma>' kemudian melakukan analisis terhadap data untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa prosedur menyelesaikan kasus hukum dengan ijma>' yaitu konsensus atau ijma>' selama berabad-abad telah menjadi validasi terpenting berbagai keputusan di dalam Islam, khususnya di kalangan Sunni. Nabi Muhammad dikabarkan pernah bersabda: Umatku tidak akan bersepakat dalam kekeliruan. Berpijak pada hadits inilah otoritas ijma>' yang mengikat itu disandarkan. Bahkan, di kalangan Sunni, otoritas final untuk penafsiran keagamaan diletakkan pada konsensus (ijma>') atau putusan kolektif masyarakat muslim. Implikasinya, konsensus memainkan peran penting dalam perkembangan Islam dan memberi andil yang signifikan terhadap penafsirannya.
{"title":"PROSEDUR MENYELESAIKAN KASUS HUKUM DENGAN IJMA>'","authors":"Sarpini Sarpini","doi":"10.23971/EL-MAS.V9I1.1256","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/EL-MAS.V9I1.1256","url":null,"abstract":"Ulama ada yang mengakui ijma>' dan ada beberapa yang masih tidak sepakat adanya ijma>' serta kehujjahannya untuk dijadikan sumber dalam pengambilan hukum. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanannya saja sudah menuai perbedaan. Beberapa kelompok meyakini bahwa ijma>' yang bisa dijadikan hujjah yaitu ijma>' yang terjadi di kalangan sahabat saja dan beberapa ulama’ ada yang berargumentasi bahwa ijma>' masih bisa dilakukan pada masa-masa setelah sahabat. Apalagi pada masa sekarang yang banyak bermunculan permasalahan baru yang membutuhkan jawaban, sehingga ijma>' atau istinbat} hukum dengan jalan musyawarah sangat diperlukan yang nantinya akan menemukan titik terang dalam menyelesaikan persoalan. Penelitian ini bersifat analisis deskriptif, yaitu penulis memaparkan semua data tentang ijma>' kemudian melakukan analisis terhadap data untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa prosedur menyelesaikan kasus hukum dengan ijma>' yaitu konsensus atau ijma>' selama berabad-abad telah menjadi validasi terpenting berbagai keputusan di dalam Islam, khususnya di kalangan Sunni. Nabi Muhammad dikabarkan pernah bersabda: Umatku tidak akan bersepakat dalam kekeliruan. Berpijak pada hadits inilah otoritas ijma>' yang mengikat itu disandarkan. Bahkan, di kalangan Sunni, otoritas final untuk penafsiran keagamaan diletakkan pada konsensus (ijma>') atau putusan kolektif masyarakat muslim. Implikasinya, konsensus memainkan peran penting dalam perkembangan Islam dan memberi andil yang signifikan terhadap penafsirannya.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"51 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130676664","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-25DOI: 10.23971/el-mas.v7i2.1426
Eka Suriansyah, Rahmini Rahmini
Tulisan ini mengkaji tentang konsep kafa'ah menurut pemikiran Sayyid 'Usmdn bin Yahya dalam kitab al-Qawanin asy-Syar'iyyah.Yang menjadi topik masalah dalam tulisan ini adalah adanya kesenjangan antara konsep yang dipaparkan Sayyid 'Usman mengenai kafaah dengan idealnya konsep kafaah yang tertuang dari al-quran dan hadis. Dengan demikian, tujuan dari tulisan ini tidak lain adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan konsep kafa'ah dalam perkawinan menurut pemikiran Sayyid Usman bin Yahya dalam kitab al-Qawanin asySyar'iyyah. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan relevansi konsep kafa'ah dalam perkawinan antara saripah dengan non-sayid menurut pemikiran Sayyid ‘Uémdn bin Yahya dalam kitab alQawanin asy-Syar'iyyah dengan situasi sekarang. Ending tulisan ini menunjukkan bahwa konsep kafa'ah dalam perkawinan saripah dengan non-sayid menurut pemikiran Sayyid 'Us'man bin Yahya dalam kitab al-Qawanin asy-Syar'iyyah adalah tidak boleh atau haram, begitu pula dengan fatwa yang membolehkan perkawinan saripah dengan non-sayid. Sebagai argumentasi yang menguatkan pendapat Sayyid ‘Usman adalah pendapat yang di ambil dari dua kitab yang berjudul Bugiyyah al-Musytarsyidin karya Sayyid 'Abdurrahman Ba'alawi dan Tarsyikhul Mustafdin Bitausihi Fath al-Mu'in karya Sayyid 'Alawi bin Ahmad al-Saqdf. Namun, dua pendapat ini lebih banyak dilatar belakangi oleh tradisi masyarakat Hadramaut ketika itu, dan Sayyid 'Usman sendiri hanya menerima hukum jadi yang diambilnya dari ulama terdahulu yang telah mengeluarkan fatwa lebih dulu, dalam hal ini tidak ada ijtihad baru yang dilakukan Sayyid 'Usman. Selain itu, Sayyid ‘Usman juga mengemukakan beberapa hadis yang dijadikan sebagai dalil nash yang menguatkan pendapatnya, namun hadi-shadis ini sama sekali tidak berkaitan dengan konteks kafa'ah. Perkembangan selanjutnya, ternyata pemikiran Sayyid 'Us'man ini sudah tidak relevan lagi dengan situasi sekarang, disamping karena pemikiran Sayyid 'Usman lebih bersifat eksklusif, hal ini juga disebabkan karena keberadaan kafa’ah dalam suatu perkawinan tidak lain hanya untuk mencapai suatu keharmonisan dalam rumah tangga, sehingga ketentuan kafa'ah itu dapat berlaku sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakatnya masing-masmg yang membutuhkan, tanpa harus memberatkan salah satu pihak dan jelas harus terlepas dari kepentingan pribadi.
{"title":"KONSEP KAFA'AH MENURUT SAYYID USMAN","authors":"Eka Suriansyah, Rahmini Rahmini","doi":"10.23971/el-mas.v7i2.1426","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/el-mas.v7i2.1426","url":null,"abstract":"Tulisan ini mengkaji tentang konsep kafa'ah menurut pemikiran Sayyid 'Usmdn bin Yahya dalam kitab al-Qawanin asy-Syar'iyyah.Yang menjadi topik masalah dalam tulisan ini adalah adanya kesenjangan antara konsep yang dipaparkan Sayyid 'Usman mengenai kafaah dengan idealnya konsep kafaah yang tertuang dari al-quran dan hadis. Dengan demikian, tujuan dari tulisan ini tidak lain adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan konsep kafa'ah dalam perkawinan menurut pemikiran Sayyid Usman bin Yahya dalam kitab al-Qawanin asySyar'iyyah. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan relevansi konsep kafa'ah dalam perkawinan antara saripah dengan non-sayid menurut pemikiran Sayyid ‘Uémdn bin Yahya dalam kitab alQawanin asy-Syar'iyyah dengan situasi sekarang. Ending tulisan ini menunjukkan bahwa konsep kafa'ah dalam perkawinan saripah dengan non-sayid menurut pemikiran Sayyid 'Us'man bin Yahya dalam kitab al-Qawanin asy-Syar'iyyah adalah tidak boleh atau haram, begitu pula dengan fatwa yang membolehkan perkawinan saripah dengan non-sayid. Sebagai argumentasi yang menguatkan pendapat Sayyid ‘Usman adalah pendapat yang di ambil dari dua kitab yang berjudul Bugiyyah al-Musytarsyidin karya Sayyid 'Abdurrahman Ba'alawi dan Tarsyikhul Mustafdin Bitausihi Fath al-Mu'in karya Sayyid 'Alawi bin Ahmad al-Saqdf. Namun, dua pendapat ini lebih banyak dilatar belakangi oleh tradisi masyarakat Hadramaut ketika itu, dan Sayyid 'Usman sendiri hanya menerima hukum jadi yang diambilnya dari ulama terdahulu yang telah mengeluarkan fatwa lebih dulu, dalam hal ini tidak ada ijtihad baru yang dilakukan Sayyid 'Usman. Selain itu, Sayyid ‘Usman juga mengemukakan beberapa hadis yang dijadikan sebagai dalil nash yang menguatkan pendapatnya, namun hadi-shadis ini sama sekali tidak berkaitan dengan konteks kafa'ah. Perkembangan selanjutnya, ternyata pemikiran Sayyid 'Us'man ini sudah tidak relevan lagi dengan situasi sekarang, disamping karena pemikiran Sayyid 'Usman lebih bersifat eksklusif, hal ini juga disebabkan karena keberadaan kafa’ah dalam suatu perkawinan tidak lain hanya untuk mencapai suatu keharmonisan dalam rumah tangga, sehingga ketentuan kafa'ah itu dapat berlaku sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakatnya masing-masmg yang membutuhkan, tanpa harus memberatkan salah satu pihak dan jelas harus terlepas dari kepentingan pribadi.","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"31 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131487380","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-25DOI: 10.23971/el-mas.v7i2.1424
Surya Sukti, M. Aliansyah
Bank Syariah Mandiri' cabang Palangka Raya pada 2010 hingga …ang, penentu: yang menjadi nasabah terbanyak adalah nasabah yang beragama non-muatun yakni 70% nasabah nonmuslim dan 30% nasabah muslim. Yang menjadi pertanyaannya adalah, mengapa lebih banyak masyarakat non-muslim yang cenderung memilih bertransaksi di Bank Syariah Mandm' Palangka Raya dan" pada yang muslim. Penelitian ini tertarik melakukan kajian yang berfokus pada preferensi nasabah non-rnush'm terhadap Bank Syariah Mandiri Cabang Palangka Raya. Tujuan studi ini untuk mendeskripsikan jawaban dari bagaimana hal tersebut. Studi im menggunakan pendekatan dcsknptif kualitatif. Hasit studi ini menunjukan bahwa prefermsn nasabah non-mushnl terhadap Bank Syariah Mandm cabang Palangka Raya adatah karena petayanan karyawan bank itu sendm' yang baik dan ramah, kelmgkapan fasilitas, antrian yang tidak banyak seperti bank lam, dan keuntungan yang dldapatkan nasabah. Tanggapan nasabah non-muslml trrhadap pmduk Bank Syanah Mandiri cabang Palangka Raya adalah biasa-bmsa sap karena hampir sama dengan produk bank lain. Faktor yang mendorong nasabah r.an-mustim cenderung mum! bertransalm' di Bank Syanah Mandiri cabang Palangka Raya, yam; faktor eksternal dan faktor internal. Dorongan atau motivasi nasabah bertransaksi di Bank Syariah Mandm' Cabang Palangka Raya tidak karena motivasi atau pertimbangan agama (halat/haram). Realitas ini memperkuat pandangan yang mengatakan bahwa faktor agama (hatal/haram) bukanlah pertimbangan utama dalam pemilihan bank syariah. Hal ini tidak bermaksud mengenyampmgkan pertimbangan agama atau pn’nsip-pn’nsip syariah yang ada di dalamnya. Namun safat rasionalitas yang lebuh memptngaruhi kebebasan alamiah para nasabah dalam memilih bank untuk bertransaksi dan mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Kata Kunci: bank syariah, nasabah, non muslim
自2010年至2010年至2010年,自力更生的伊斯兰银行pa濒危分店在…ang,决定性的:成为主要客户的是非穆亚通宗教人士70%的非穆斯林客户和30%的穆斯林客户。问题是,为什么越来越多的非穆斯林社会倾向于在伊斯兰银行Mandm' parardaton和“穆斯林”银行进行交易。该研究感兴趣的是,该研究侧重于对一家拥有伊斯兰教股份的独立伊斯兰银行的非转政策偏好。本研究的目的是描述如何回答问题。im采用dcsknptif定性方法进行研究。研究结果表明,针对伊斯兰银行Mandm的非mushnl客户反对伊斯兰银行Mandm的帕顿帕顿分支机构,原因是银行员工提供“友好和友好的服务”、设施设施设施、不像lam银行那样排着队的人,以及未获得利润的客户。与其他银行产品相同的贸易专营权是相同的。驱动客户r.an-mustim的因素往往是“妈妈”!任志刚银行自力更生的伸拿分行;外部因素和内部因素。客户的动机或动机是在伊斯兰银行Mandm' the very pavery branch进行交易,而不是出于宗教动机或考虑(halat/haram)。这一现实强化了这样一种观点:宗教(hatal/haram)在伊斯兰银行的选举中并不是主要考虑因素。这并不是要否定伊斯兰教法但最终的合理性影响了选择银行进行交易和赚取预期利润的客户的自然自由。关键词:伊斯兰银行,客户,非穆斯林
{"title":"PREFERENSI NASABAH NON-MUSLIM TERHADAP BANK SYARIAH (Studi pada Bank Syariah Mandiri Cabang Palangka Raya)","authors":"Surya Sukti, M. Aliansyah","doi":"10.23971/el-mas.v7i2.1424","DOIUrl":"https://doi.org/10.23971/el-mas.v7i2.1424","url":null,"abstract":"Bank Syariah Mandiri' cabang Palangka Raya pada 2010 hingga …ang, penentu: yang menjadi nasabah terbanyak adalah nasabah yang beragama non-muatun yakni 70% nasabah nonmuslim dan 30% nasabah muslim. Yang menjadi pertanyaannya adalah, mengapa lebih banyak masyarakat non-muslim yang cenderung memilih bertransaksi di Bank Syariah Mandm' Palangka Raya dan\" pada yang muslim. Penelitian ini tertarik melakukan kajian yang berfokus pada preferensi nasabah non-rnush'm terhadap Bank Syariah Mandiri Cabang Palangka Raya. Tujuan studi ini untuk mendeskripsikan jawaban dari bagaimana hal tersebut. Studi im menggunakan pendekatan dcsknptif kualitatif. Hasit studi ini menunjukan bahwa prefermsn nasabah non-mushnl terhadap Bank Syariah Mandm cabang Palangka Raya adatah karena petayanan karyawan bank itu sendm' yang baik dan ramah, kelmgkapan fasilitas, antrian yang tidak banyak seperti bank lam, dan keuntungan yang dldapatkan nasabah. Tanggapan nasabah non-muslml trrhadap pmduk Bank Syanah Mandiri cabang Palangka Raya adalah biasa-bmsa sap karena hampir sama dengan produk bank lain. Faktor yang mendorong nasabah r.an-mustim cenderung mum! bertransalm' di Bank Syanah Mandiri cabang Palangka Raya, yam; faktor eksternal dan faktor internal. Dorongan atau motivasi nasabah bertransaksi di Bank Syariah Mandm' Cabang Palangka Raya tidak karena motivasi atau pertimbangan agama (halat/haram). Realitas ini memperkuat pandangan yang mengatakan bahwa faktor agama (hatal/haram) bukanlah pertimbangan utama dalam pemilihan bank syariah. Hal ini tidak bermaksud mengenyampmgkan pertimbangan agama atau pn’nsip-pn’nsip syariah yang ada di dalamnya. Namun safat rasionalitas yang lebuh memptngaruhi kebebasan alamiah para nasabah dalam memilih bank untuk bertransaksi dan mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Kata Kunci: bank syariah, nasabah, non muslim","PeriodicalId":422421,"journal":{"name":"El-Mashlahah","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124991480","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}