Pub Date : 2021-01-04DOI: 10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8512
Safira Maulina, K. Khairani, Rispalman Rispalman
Abstrak Kajian ini untuk menjawab permasalahan efektivitas kinerja Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah dalam penertiban pegawai negeri sipil menurut peraturan gubernur Aceh nomor 139 tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas, fungsi dan tata kerja satuan Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Aceh. Idealnya, Satpol PP dan WH wajib melaksanaan tugas dan wewenangnya dalam penertiban PNS yang lalai pada saat jam dinas dan para PNS wajib menaati peraturan yang telah ditetapkan dalam kode etik PNS dan apabila tidak dilaksanakan akan dikenakan hukuman disipilin baik itu hukuman disiplin tingkat ringan, sedang ataupun berat sesuai dengan pelanggaran. Rumusan masalahnya ialah pertama, Bagaimana Kinerja Satpol PP dan WH dalam penertiban PNS di Aceh besar. Kedua, Bagaimana strategi yang dijalankan oleh satpol PP dan WH dalam penertiban PNS di Aceh besar sudah dilaksanakan secara efektiv. Ketiga, Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan penertiban PNS. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan hukum normatif empiris menggunakan jenis penelitian lapangan (Field Research) dan kepustakaan (Library Research) yakni mengkaji hukum yang tertulis juga fakta di lapangan dengan menggunakan pola deskriptif analitik untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul dengan membuat kesimpulan. Dari hasil penelitian didapati bahwa dalam peraturan gubernur Aceh nomor 139 tahun 2016 telah mengatur penertiban terhadap PNS yang keluar tanpa izin pada saat jam dinas dan hukum setiap pelanggar telah diatur dalam kode etik PNS sendiri. Satpol PP dan WH tidak sepenuh nya efektif melaksanakan tugas karena masih banyak pegawai yang berada diluar begitupun dengan strategi untuk mengatasi hambatan yang dilakukan juga tidak efektif. Kata Kunci : Satpol PP dan WH, Penertiban PNS, Pergub Aceh nomor 139 Tahun 2016
{"title":"EFEKTIVITAS KINERJA SATPOL PP DAN WH DALAM PENERTIBAN PNS MENURUT PERGUB ACEH NOMOR 139 TAHUN 2016 (Studi Kasus di Kabupaten Aceh Besar)","authors":"Safira Maulina, K. Khairani, Rispalman Rispalman","doi":"10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8512","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8512","url":null,"abstract":"Abstrak Kajian ini untuk menjawab permasalahan efektivitas kinerja Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah dalam penertiban pegawai negeri sipil menurut peraturan gubernur Aceh nomor 139 tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas, fungsi dan tata kerja satuan Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Aceh. Idealnya, Satpol PP dan WH wajib melaksanaan tugas dan wewenangnya dalam penertiban PNS yang lalai pada saat jam dinas dan para PNS wajib menaati peraturan yang telah ditetapkan dalam kode etik PNS dan apabila tidak dilaksanakan akan dikenakan hukuman disipilin baik itu hukuman disiplin tingkat ringan, sedang ataupun berat sesuai dengan pelanggaran. Rumusan masalahnya ialah pertama, Bagaimana Kinerja Satpol PP dan WH dalam penertiban PNS di Aceh besar. Kedua, Bagaimana strategi yang dijalankan oleh satpol PP dan WH dalam penertiban PNS di Aceh besar sudah dilaksanakan secara efektiv. Ketiga, Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan penertiban PNS. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan hukum normatif empiris menggunakan jenis penelitian lapangan (Field Research) dan kepustakaan (Library Research) yakni mengkaji hukum yang tertulis juga fakta di lapangan dengan menggunakan pola deskriptif analitik untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul dengan membuat kesimpulan. Dari hasil penelitian didapati bahwa dalam peraturan gubernur Aceh nomor 139 tahun 2016 telah mengatur penertiban terhadap PNS yang keluar tanpa izin pada saat jam dinas dan hukum setiap pelanggar telah diatur dalam kode etik PNS sendiri. Satpol PP dan WH tidak sepenuh nya efektif melaksanakan tugas karena masih banyak pegawai yang berada diluar begitupun dengan strategi untuk mengatasi hambatan yang dilakukan juga tidak efektif. Kata Kunci : Satpol PP dan WH, Penertiban PNS, Pergub Aceh nomor 139 Tahun 2016","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131534564","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-01-04DOI: 10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8516
Yusnanik Bakhtiar
ABSTRACTDivorce can occur in every household that is experiencing problems. Many factors cause divorce, among which the most dominant is disputes and quarrels continuously, leaving one party, economic factors. At the time of the Corona Pandemic, of course, it will affect the divorce rate at the Siak Religious Court. The effect of this corona pandemic can cause the divorce rate to increase or vice versa to decrease. This type of research is an empirical research using juridical empirical research with a sociological juridical approach. This research is located at the Siak Religious Court. From the results of the research conducted by the author, data on the divorce rate entered into the Siak Religious Court in 2019 were 581 cases consisting of 175 divorce cases and 406 divorce cases. Meanwhile, in 2020 to October there is a tendency of decreasing divorce cases by 459 cases, consisting of 131 cases of divorce and 328 cases of divorce. So it can be concluded that the corona pandemic has no impact on divorce cases in the Siak Religious Court. The cause of divorce was motivated by the continuous disputes and quarrels as much as 78.50%, leaving one party 16.20% and economic factors as much as 3.55%. Regarding divorce itself is regulated in Law No. 1 of 1974 concerning Marriage, Government Regulation No. 9 of 1975 concerning the Implementation of Law No.1 of 1974 concerning Marriage, and Inpres No. 1 of 1991 concerning Compilation of Islamic Law. Keywords: Divorce, Household Abandonment, Economy, Pandemic, Corona
{"title":"PENELANTARAN RUMAH TANGGA SEBAGAI BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG MENJADI ALASAN PERCERAIAN DI MASA PANDEMI COVID-19 (Studi Kasus Pengadilan Agama Siak)","authors":"Yusnanik Bakhtiar","doi":"10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8516","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8516","url":null,"abstract":"ABSTRACTDivorce can occur in every household that is experiencing problems. Many factors cause divorce, among which the most dominant is disputes and quarrels continuously, leaving one party, economic factors. At the time of the Corona Pandemic, of course, it will affect the divorce rate at the Siak Religious Court. The effect of this corona pandemic can cause the divorce rate to increase or vice versa to decrease. This type of research is an empirical research using juridical empirical research with a sociological juridical approach. This research is located at the Siak Religious Court. From the results of the research conducted by the author, data on the divorce rate entered into the Siak Religious Court in 2019 were 581 cases consisting of 175 divorce cases and 406 divorce cases. Meanwhile, in 2020 to October there is a tendency of decreasing divorce cases by 459 cases, consisting of 131 cases of divorce and 328 cases of divorce. So it can be concluded that the corona pandemic has no impact on divorce cases in the Siak Religious Court. The cause of divorce was motivated by the continuous disputes and quarrels as much as 78.50%, leaving one party 16.20% and economic factors as much as 3.55%. Regarding divorce itself is regulated in Law No. 1 of 1974 concerning Marriage, Government Regulation No. 9 of 1975 concerning the Implementation of Law No.1 of 1974 concerning Marriage, and Inpres No. 1 of 1991 concerning Compilation of Islamic Law. Keywords: Divorce, Household Abandonment, Economy, Pandemic, Corona","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"29 10","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114098351","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-01-04DOI: 10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8517
Muhammad Nauval, Soraya Devy, M. Syuib
ABSTRAKBerdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Pasal 5a dan 5b serta Pasal 6 dan Pasal 7 yang menjelaskan tentang kekerasan fisik dan psikis dalam lingkup rumah tangga. Melihat putusan Nomor 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna. Kasus tersebut jika kita lihat dari segi perbuatan pelaku terhadap korban maka kurang pantas jika diputuskan hukuman hanya 20 hari penjara, dikarenakan dampak yang ditimbulkan oleh korban tidak setimpal dengan hukuman yang diberikan kepada pelaku. Selain itu juga didalam putusan terdapat dua dakwaan yang dakwaan pertama dakwaan primer Pasal 44 ayat (1) dengan maksimal penjara 5 tahun, sedangkan dakwaan kedua dakwaan subsidair Pasal 44 ayat (4) dengan maksimal penjara paling lama 4 bulan. Akan tetapi putusan yang dijatuhkan hakim hanya 20 hari penjara berdasarkan pertimbangan dakwaan primer. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam penyelesaian perkara pidana KDRT dan bagaimana pandangan hukum pidana Islam terhadap perbuatan terdakwa pada putusan Nomor 99/Pid.Sus/2018 di Pengadilan Negeri Banda Aceh. Kajian ini mengunakan metode penelitian deskriptif analisis, untuk memberikan gambaran secara utuh dan kongkret, metode pengumpulan data yang digunakan dengan mengunakan penelitian lapangan (field research) dan penelitian pustaka (library research). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dengan hakim yang mengadili perkara tersebut dan diperoleh dari sumber data primer maupun data sekunder. Hasil penelitian yang ditemukan bahwa, dasar pertimbangan hukum hakim dalam penyelesaian perkara pidana KDRT sesuai dengan Putusan 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna mengunakan pertimbangan unsur setiap orang dan unsur melakukan kekerasan fisik, sedangkan keterangan hakim saat wawancara majelis hakim lebih mempertimbangkan sikap dan cara terdakwa memberikan keterangan, selain itu juga dikarenakan terdakwa meminta maaf dan berjanji tidak mengulanginya lagi. Adapun menurut pandangan hukum pidana Islam pertimbangan hukum hakim terhadap perbuatan yang dilakukan pelaku digolongkan pada tindak pidana atas selain jiwa, yaitu tindakan yang tidak sampai menghilangkan nyawa, dan berlaku ketetapan hukuman qishas. Hakim boleh menjatuhkan berdasarkan pertimbangannya, namun tetap berpegang teguh pada landasan yuridis yang telah ditetapkan. Kata Kunci: Pertimbangan Hukum Hakim, Pidana dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
{"title":"PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Analisis Putusan Nomor 99/Pid.Sus/2018/PN Bna.)","authors":"Muhammad Nauval, Soraya Devy, M. Syuib","doi":"10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8517","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8517","url":null,"abstract":"ABSTRAKBerdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Pasal 5a dan 5b serta Pasal 6 dan Pasal 7 yang menjelaskan tentang kekerasan fisik dan psikis dalam lingkup rumah tangga. Melihat putusan Nomor 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna. Kasus tersebut jika kita lihat dari segi perbuatan pelaku terhadap korban maka kurang pantas jika diputuskan hukuman hanya 20 hari penjara, dikarenakan dampak yang ditimbulkan oleh korban tidak setimpal dengan hukuman yang diberikan kepada pelaku. Selain itu juga didalam putusan terdapat dua dakwaan yang dakwaan pertama dakwaan primer Pasal 44 ayat (1) dengan maksimal penjara 5 tahun, sedangkan dakwaan kedua dakwaan subsidair Pasal 44 ayat (4) dengan maksimal penjara paling lama 4 bulan. Akan tetapi putusan yang dijatuhkan hakim hanya 20 hari penjara berdasarkan pertimbangan dakwaan primer. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam penyelesaian perkara pidana KDRT dan bagaimana pandangan hukum pidana Islam terhadap perbuatan terdakwa pada putusan Nomor 99/Pid.Sus/2018 di Pengadilan Negeri Banda Aceh. Kajian ini mengunakan metode penelitian deskriptif analisis, untuk memberikan gambaran secara utuh dan kongkret, metode pengumpulan data yang digunakan dengan mengunakan penelitian lapangan (field research) dan penelitian pustaka (library research). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dengan hakim yang mengadili perkara tersebut dan diperoleh dari sumber data primer maupun data sekunder. Hasil penelitian yang ditemukan bahwa, dasar pertimbangan hukum hakim dalam penyelesaian perkara pidana KDRT sesuai dengan Putusan 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna mengunakan pertimbangan unsur setiap orang dan unsur melakukan kekerasan fisik, sedangkan keterangan hakim saat wawancara majelis hakim lebih mempertimbangkan sikap dan cara terdakwa memberikan keterangan, selain itu juga dikarenakan terdakwa meminta maaf dan berjanji tidak mengulanginya lagi. Adapun menurut pandangan hukum pidana Islam pertimbangan hukum hakim terhadap perbuatan yang dilakukan pelaku digolongkan pada tindak pidana atas selain jiwa, yaitu tindakan yang tidak sampai menghilangkan nyawa, dan berlaku ketetapan hukuman qishas. Hakim boleh menjatuhkan berdasarkan pertimbangannya, namun tetap berpegang teguh pada landasan yuridis yang telah ditetapkan. Kata Kunci: Pertimbangan Hukum Hakim, Pidana dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"39 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116623528","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-01-04DOI: 10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8513
Sulfanwandi Sulfanwandi
AbstrakDilihat dari hukum tata negara, landasan hukum KHI itu masih lemah karena menempatkan KHI dalam posisi hukum yang tidak tertulis ditambah lagi materi KHI terpisah dari lnpres tersebut. Disamping itu posisi KHI sebagai pedoman dalam berperkara menempatkan hakim dan masyarakat pencari keadilan untuk tidak terikat padanya. Oleh karena itu, secara teoritis KHI tetap saja tidak bisa memberi kepastian hukum yang merupakan tuntutan masyarakat Indonesia moderen. Dengan demikian sumbangsih hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional menjadi semakin jauh dari harapan. Selanjutnya dari segi efektifitasnya di masyarakat perlu ditinjau lebih lanjut. Hal ini disebabkan oleh adanya pemahaman yang keliru dalam masyarakat yang menyatakan bahwa hukum Islam itu hanya terdapat dalam kitab-kitab fiqh. Padahal kitab-kitab fiqh merupakan satu bagian saja dari hukum Islam. Disanrpingnya terdapat fatwa-fatwa ulama, peraturan perundang-undangan negeri- negeri muslim, dan keputusan Pengadilan Agama. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi KHI di masyarakat sekaligus diperlukan usaha-usaha untuk meluruskan kekeliruan pemahaman terhadap hukum Islam tersebut. Kata Kunci: Metode, Kompilasi Hukum Islam
{"title":"KOMPILASI HUKUM ISLAM DI INONESIA Penyusunan dan Kaitannya dengan Ushul Fiqh","authors":"Sulfanwandi Sulfanwandi","doi":"10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8513","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8513","url":null,"abstract":"AbstrakDilihat dari hukum tata negara, landasan hukum KHI itu masih lemah karena menempatkan KHI dalam posisi hukum yang tidak tertulis ditambah lagi materi KHI terpisah dari lnpres tersebut. Disamping itu posisi KHI sebagai pedoman dalam berperkara menempatkan hakim dan masyarakat pencari keadilan untuk tidak terikat padanya. Oleh karena itu, secara teoritis KHI tetap saja tidak bisa memberi kepastian hukum yang merupakan tuntutan masyarakat Indonesia moderen. Dengan demikian sumbangsih hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional menjadi semakin jauh dari harapan. Selanjutnya dari segi efektifitasnya di masyarakat perlu ditinjau lebih lanjut. Hal ini disebabkan oleh adanya pemahaman yang keliru dalam masyarakat yang menyatakan bahwa hukum Islam itu hanya terdapat dalam kitab-kitab fiqh. Padahal kitab-kitab fiqh merupakan satu bagian saja dari hukum Islam. Disanrpingnya terdapat fatwa-fatwa ulama, peraturan perundang-undangan negeri- negeri muslim, dan keputusan Pengadilan Agama. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi KHI di masyarakat sekaligus diperlukan usaha-usaha untuk meluruskan kekeliruan pemahaman terhadap hukum Islam tersebut. Kata Kunci: Metode, Kompilasi Hukum Islam","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124823320","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-01-04DOI: 10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8511
Irwansyah Irwansyah
AbstractMukallaf concept in the part of jinayah is understood by multiple meaning in society, some judge mukallaf in the part of jinayah is the same as the part of worship, and some other argue differently. Nash itsself do not give a definite firmness to the criteria of mukallaf, but rather give signs that in the relationship of fellow human beings mukallaf concept has its own character. This paper aims to try to explain about the concept of mukallaf and its criteria in the part of jinayah. The data sources studied refer to nash evidence and various theories that are developing today from various disciplines. The results found can be mentioned that mukallaf in the part of jinayah is considered in the nature of puberty, perfect of both al-'aql and rusyd . These three traits will only be found perfectly in a person when they are at least 18 years old. Based on this understanding, the perpetrator of the crime can be held accountable for his actions and sanctioned to him after aged 18 years. A child who is not yet 18 years old commits a criminal offence then must be given educational teaching to him. So that he can know the adverse impact on himself and the community as a result of his actions. Keywords: criteria mukallaf, acts of jinayah, criminal sanctions / 'uqubah
{"title":"KRITERIA DEWASA (MUKALLAF) DALAM BIDANG JINAYAH","authors":"Irwansyah Irwansyah","doi":"10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8511","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8511","url":null,"abstract":"AbstractMukallaf concept in the part of jinayah is understood by multiple meaning in society, some judge mukallaf in the part of jinayah is the same as the part of worship, and some other argue differently. Nash itsself do not give a definite firmness to the criteria of mukallaf, but rather give signs that in the relationship of fellow human beings mukallaf concept has its own character. This paper aims to try to explain about the concept of mukallaf and its criteria in the part of jinayah. The data sources studied refer to nash evidence and various theories that are developing today from various disciplines. The results found can be mentioned that mukallaf in the part of jinayah is considered in the nature of puberty, perfect of both al-'aql and rusyd . These three traits will only be found perfectly in a person when they are at least 18 years old. Based on this understanding, the perpetrator of the crime can be held accountable for his actions and sanctioned to him after aged 18 years. A child who is not yet 18 years old commits a criminal offence then must be given educational teaching to him. So that he can know the adverse impact on himself and the community as a result of his actions. Keywords: criteria mukallaf, acts of jinayah, criminal sanctions / 'uqubah","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124338761","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-01-04DOI: 10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8518
Erha Saufan Hadana, Beri Rizqi
ABSTRAKKajian ini membahas mengenai delik pembunuhan yang merupakan perbuatan yang menjatuhkan hak asasi manusia oleh karenanya delik pembunuhan ini diatur dalam KUHP sebagai suatu tindak pidana terhadap nyawa manusia. Pengaturan tentang delik pembunuhan ini diatur dalam Al Qur’an dan dipertegas oleh hadits, keduanya mengatur tentang jenis delik pembunuhan, sanksi, serta bagaimana pelaksanaan hukuman. Meskipun masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, hukum yang diterapkan adalah hukum peninggalan Belanda, yang pada kenyataannya berbeda sekali dengan hukum Islam. Sehubungan dengan hal diatas, metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi pustaka (library research) terhadap Al Qur’an, Hadits, KUHP serta peraturan perundang-undangan yang lainnya. Kemudian secara komparatif penulis membandingkan beberapa konsep dalam hukum positif dan hukum Islam yang ada kaitannya dengan permasalahan untuk mendapatkan konsep hukum yang lebih mendekati kebenaran. Dari hasil penelitian disimpulkan Hukum pidana positif menjunjung nilai-nilai kemanusiaan yang universal, namun untuk memberikan rasa keadilan sangat ditentukan oleh putusan hakim, tanpa dimintai pertimbangan dari pihak keluarga korban. Hukum pidana Islam menjunjung nilai-nilai kemanusiaan yang universal dan memberikan rasa keadilan yang seimbang dengan menempatkan keluarga korban sebagai unsur penentu dalam menjatuhkan hukuman pidana mati terhadap pelaku pidana pembunuhan. Penjatuhan hukuman mati atau dibebaskan dari hukuman mati didasarkan pada itikad baik keluarga korban. Kata Kunci: Keadilan, Delik Pembunahan, Hukum Islam, KUHP
{"title":"KONSEP KEADILAN TERHADAP DELIK PEMBUNUHAN (Analisis Komparatif Hukum Islam dan KUHP)","authors":"Erha Saufan Hadana, Beri Rizqi","doi":"10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8518","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/LEGITIMASI.V9I2.8518","url":null,"abstract":"ABSTRAKKajian ini membahas mengenai delik pembunuhan yang merupakan perbuatan yang menjatuhkan hak asasi manusia oleh karenanya delik pembunuhan ini diatur dalam KUHP sebagai suatu tindak pidana terhadap nyawa manusia. Pengaturan tentang delik pembunuhan ini diatur dalam Al Qur’an dan dipertegas oleh hadits, keduanya mengatur tentang jenis delik pembunuhan, sanksi, serta bagaimana pelaksanaan hukuman. Meskipun masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, hukum yang diterapkan adalah hukum peninggalan Belanda, yang pada kenyataannya berbeda sekali dengan hukum Islam. Sehubungan dengan hal diatas, metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi pustaka (library research) terhadap Al Qur’an, Hadits, KUHP serta peraturan perundang-undangan yang lainnya. Kemudian secara komparatif penulis membandingkan beberapa konsep dalam hukum positif dan hukum Islam yang ada kaitannya dengan permasalahan untuk mendapatkan konsep hukum yang lebih mendekati kebenaran. Dari hasil penelitian disimpulkan Hukum pidana positif menjunjung nilai-nilai kemanusiaan yang universal, namun untuk memberikan rasa keadilan sangat ditentukan oleh putusan hakim, tanpa dimintai pertimbangan dari pihak keluarga korban. Hukum pidana Islam menjunjung nilai-nilai kemanusiaan yang universal dan memberikan rasa keadilan yang seimbang dengan menempatkan keluarga korban sebagai unsur penentu dalam menjatuhkan hukuman pidana mati terhadap pelaku pidana pembunuhan. Penjatuhan hukuman mati atau dibebaskan dari hukuman mati didasarkan pada itikad baik keluarga korban. Kata Kunci: Keadilan, Delik Pembunahan, Hukum Islam, KUHP","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133687003","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-23DOI: 10.22373/LEGITIMASI.V8I1.5015
Rispalman Rispalman, Leny Oktaviyanti
Abstrak Pasal 5 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban mengatur hak-hak saksi dan korban dan penulis lebih memfokuskan kepada hak-hak saksi dalam tindak pidana korupsi, dalam permasalahan hak-hak saksi dan akan berkaitan dengan implementasi dari pasal 5 mengenai ada atau tidak perlindungan saksi yang di terapkan di Pengadilan Negeri Banda Aceh karena keberhasilan suatu proses peradilan pidana itu tergantung pada alat bukti yang berhasil diungkapkan di pengadilan terutama keterangan saksi merupakan faktor yang penting sehingga perlu adanya perlindungan saksi sebagaimana telah diatur di dalam Undang-undang. Dan salah satu faktor tidak adanya penerapan perlindungan saksi yaitu adanya perbedaan keterangan saksi tindak pidana korupsi di BAP dengan di persidangan. Dari permasalahan di atas maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana implementasi pasal 5 undang-undang nomor 31 tahun 2014 terhadap saksi tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Banda Aceh, dan apa faktor penyebab terjadinya perbedaan keterangan saksi tindak pidana korupsi di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dengan di persidangan berdasarkan pengamatan hakim. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis empiris dengan melakukan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian dan kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa perlindungan dari hak-hak saksi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Banda Aceh belum diterapkan sebagaimana termaktub dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 dikarenakan banyak kendala yang dihadapi yaitu mulai dari lembaga yang berwenang yaitu Lembaga Perlindungan Saksi dan korban (LPSK), anggaran atau dana, dan dari pemerintah. Dan adanya perbedaan keterangan saksi di Berita Acara Pemeriksaan dengan di Persidangan berdasarkan penelitian bersama hakim yaitu ada tiga faktor, adanya pengaruh dari pihak penyidikan, adanya pengaruh dari pihak terdakwa, dan adanya rasa takut dari saksi. Kata Kunci: Implementasi-Hak Saksi-PN Banda Aceh
{"title":"PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DI PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH (Studi Kasus Tindak Pidana Korupsi)","authors":"Rispalman Rispalman, Leny Oktaviyanti","doi":"10.22373/LEGITIMASI.V8I1.5015","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/LEGITIMASI.V8I1.5015","url":null,"abstract":"Abstrak Pasal 5 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban mengatur hak-hak saksi dan korban dan penulis lebih memfokuskan kepada hak-hak saksi dalam tindak pidana korupsi, dalam permasalahan hak-hak saksi dan akan berkaitan dengan implementasi dari pasal 5 mengenai ada atau tidak perlindungan saksi yang di terapkan di Pengadilan Negeri Banda Aceh karena keberhasilan suatu proses peradilan pidana itu tergantung pada alat bukti yang berhasil diungkapkan di pengadilan terutama keterangan saksi merupakan faktor yang penting sehingga perlu adanya perlindungan saksi sebagaimana telah diatur di dalam Undang-undang. Dan salah satu faktor tidak adanya penerapan perlindungan saksi yaitu adanya perbedaan keterangan saksi tindak pidana korupsi di BAP dengan di persidangan. Dari permasalahan di atas maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana implementasi pasal 5 undang-undang nomor 31 tahun 2014 terhadap saksi tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Banda Aceh, dan apa faktor penyebab terjadinya perbedaan keterangan saksi tindak pidana korupsi di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dengan di persidangan berdasarkan pengamatan hakim. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis empiris dengan melakukan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian dan kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa perlindungan dari hak-hak saksi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Banda Aceh belum diterapkan sebagaimana termaktub dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 dikarenakan banyak kendala yang dihadapi yaitu mulai dari lembaga yang berwenang yaitu Lembaga Perlindungan Saksi dan korban (LPSK), anggaran atau dana, dan dari pemerintah. Dan adanya perbedaan keterangan saksi di Berita Acara Pemeriksaan dengan di Persidangan berdasarkan penelitian bersama hakim yaitu ada tiga faktor, adanya pengaruh dari pihak penyidikan, adanya pengaruh dari pihak terdakwa, dan adanya rasa takut dari saksi. Kata Kunci: Implementasi-Hak Saksi-PN Banda Aceh","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"203 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115563836","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-23DOI: 10.22373/LEGITIMASI.V8I1.5012
A. Amrullah, Dahliana Dahliana
Abstrak Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tentang terjadi dalam masyarakat. Korban kekerasan biasanya dari pihak perempuan atau isteri dan anak. Namun, dalam kondisi-kondisi tertentu, suami juga bisa menjadi pihak korban. Penelitian ini secara khusus ingin menkaji tentang pelaksanaan perlindungan hukum bagi suami yang menjadi korban kekerasan. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana bentuk hukuman terhadap pelaku KDRT menurut hukum positif dan Hukum Islam, dan bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi suami sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga dilihat menurut hukum positif dan hukum Islam. Penelitian ini ditulis dengan menggunakan metode kualitatif. Data yang telah dikumpulkan dianalisa dengan cara deskriptif-analisis. Hasil penelitian menunjukkan bentuk hukuman terhadap pelaku KDRT menurut hukum positif ada dua, yaitu hukuman pokok berupa penjara atau denda disesuaikan dengan akibat yang dialami korban. Kemudian hukuman tambahan berupa pembatasan gerak dan hak pelaku. Adapun menurut hukum Islam, bentuk hukuman terhadap pelaku KDRT berupa hukuman qiṣāṣ-diyāt apabila dimungkinkan untuk diterapkan. Apabila tidak ada kemungkinan untuk menerapkannya, maka bentuk hukumannya adalah ta’zīr yang jenis dan bentuk hukumnya sesuai dengan kebijakan pemerintah. Bentuk perlindungan hukum bagi suami sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga menurut hukum positif yaitu dalam bentuk upaya pemenu-han hak-hak korban, berupa pelayanan hukum, kesehatan, dan pelayanan psikologis. Bentuk perlindungan tersebut ditetapkan dalam Pasal 10, Pasal 16 ayat (1), Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23, Pasal 25, Pasal 35, dan Pasal 36, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Sementara dalam hukum Islam, bentuk perlindungan hukum bagi suami sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga bisa dalam bentuk adanya peluang bagi suami memberikan pelajaran dan pengajaran kepada isteri, serta Islam memberi peluang bagi setiap orang, baik itu keluarga, masyarakat maupun pemerintah untuk menolong korban dalam bentuk pelayanan hukum, kese-hatan, maupun psikologis. Perlindungan hukum tersebut dinyatakan dalam QS. al-Nisā’ ayat 34, Hadis riwayat Muslim dari Yahya bin Yahya al-Tamimi dan Abu Bakar bin Abi Syaibah. Kata Kunci : Perlindungan Hukum- Suami-Korban KDRT
对家庭暴力的抽象描述发生在社区中。通常是妇女或妇女和儿童的暴力受害者。然而,在某些情况下,丈夫也可能成为受害者。该研究旨在研究实施保护受虐待丈夫的法律。这项研究的公式是,根据伊斯兰法律和伊斯兰法律,对家庭暴力行为的惩罚形式是如何形成的,以及根据伊斯兰法律和法律,如何看待家庭暴力受害者的法律保护形式。本研究采用定性方法写作。收集的数据是通过解析的方式分析的。研究表明,根据积极的法律,对家庭暴力的惩罚形式有两种,即主要的监禁或罚款是根据受害者的后果进行的。然后惩罚将包括限制行动和惩罚行为者的权利。至于根据伊斯兰法律,惩罚对家庭暴力犯罪者的惩罚形式齐国ṣāṣ-diyāt如果能够应用。如果没有应用的可能性,那么惩罚形式是ta 'zīr类型和形式的法律符合政府的政策。根据积极的法律,丈夫作为家庭暴力受害者的法律保护形式是受害者权利的自愿行为,包括法律、健康和心理服务。这种保护形式在第10条第16条(1)、第17条、第21条(1)、第23条、第25条、第35条和第36条,即2004年废除家庭暴力的印度尼西亚共和国法律第23条。虽然在伊斯兰法律,法律保护的形式对丈夫作为家庭暴力的受害者可以是任何形式的机会提供教学和丈夫的妻子,以及伊斯兰给每个人的机会,无论是家庭、社会和政府的形式帮助受害者kese-hatan,法律和心理服务。这种法律保护是在QS中规定的。al-Nisā’34节,穆斯林历史从叶海亚·本·叶海亚al-Tamimi圣训和阿布·巴克尔bin Abi Syaibah。关键词:法律保护——家庭暴力受害者
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SUAMI SEBAGAI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM","authors":"A. Amrullah, Dahliana Dahliana","doi":"10.22373/LEGITIMASI.V8I1.5012","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/LEGITIMASI.V8I1.5012","url":null,"abstract":"Abstrak Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tentang terjadi dalam masyarakat. Korban kekerasan biasanya dari pihak perempuan atau isteri dan anak. Namun, dalam kondisi-kondisi tertentu, suami juga bisa menjadi pihak korban. Penelitian ini secara khusus ingin menkaji tentang pelaksanaan perlindungan hukum bagi suami yang menjadi korban kekerasan. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana bentuk hukuman terhadap pelaku KDRT menurut hukum positif dan Hukum Islam, dan bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi suami sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga dilihat menurut hukum positif dan hukum Islam. Penelitian ini ditulis dengan menggunakan metode kualitatif. Data yang telah dikumpulkan dianalisa dengan cara deskriptif-analisis. Hasil penelitian menunjukkan bentuk hukuman terhadap pelaku KDRT menurut hukum positif ada dua, yaitu hukuman pokok berupa penjara atau denda disesuaikan dengan akibat yang dialami korban. Kemudian hukuman tambahan berupa pembatasan gerak dan hak pelaku. Adapun menurut hukum Islam, bentuk hukuman terhadap pelaku KDRT berupa hukuman qiṣāṣ-diyāt apabila dimungkinkan untuk diterapkan. Apabila tidak ada kemungkinan untuk menerapkannya, maka bentuk hukumannya adalah ta’zīr yang jenis dan bentuk hukumnya sesuai dengan kebijakan pemerintah. Bentuk perlindungan hukum bagi suami sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga menurut hukum positif yaitu dalam bentuk upaya pemenu-han hak-hak korban, berupa pelayanan hukum, kesehatan, dan pelayanan psikologis. Bentuk perlindungan tersebut ditetapkan dalam Pasal 10, Pasal 16 ayat (1), Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23, Pasal 25, Pasal 35, dan Pasal 36, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Sementara dalam hukum Islam, bentuk perlindungan hukum bagi suami sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga bisa dalam bentuk adanya peluang bagi suami memberikan pelajaran dan pengajaran kepada isteri, serta Islam memberi peluang bagi setiap orang, baik itu keluarga, masyarakat maupun pemerintah untuk menolong korban dalam bentuk pelayanan hukum, kese-hatan, maupun psikologis. Perlindungan hukum tersebut dinyatakan dalam QS. al-Nisā’ ayat 34, Hadis riwayat Muslim dari Yahya bin Yahya al-Tamimi dan Abu Bakar bin Abi Syaibah. Kata Kunci : Perlindungan Hukum- Suami-Korban KDRT","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115201905","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-23DOI: 10.22373/LEGITIMASI.V8I1.5011
Yusnanik Bakhtiar
Abstrak Anak akan melakukan apa yang mereka liat dari orang dewasa. Orang tualah yang akan membentuk watak anak apakah akan menjadi baik atau kebalikannya anak akan menjadi jahat bahkan tidak menutup kemungkinan penjadi seorang pelaku tindak pidana. Anak sebagai pelaku tindak pidana tentu saja memerlukan perlindungan hukum agar hak hak anak bisa terpenuhi dalam proses pemeriksaan khususnya pada tingkat penyidikan.Rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana pada tingkat penyidikan dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana di Polres Siak Kabupaten Siak?. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana pada tingkat penyidikan dan perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana di Polres Siak Kabupaten Siak.Hasil Penelitian menunjukan bahwa perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana di Polres Siak sudah sesuai dengan Undang Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perlindungan hukum ini diantaranya adalah perlindungan dari segala tindak kekerasan dan diskriminatif serta adanya pendampingan oleh advokat pada pemeriksaan perkara pada tingkat penyidikan. Sebelum dilakukan penyidikan maka penyidik dalam hal ini mengupayakan diversi dalam penyelesaian perkara yang dilakukan oleh anak. Diversi adalah upaya penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan. Kata Kunci: Perlindungan-Tindak Pidana-Anak
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU TINDAK PIDANA ANAK PADA TINGKAT PENYIDIKAN","authors":"Yusnanik Bakhtiar","doi":"10.22373/LEGITIMASI.V8I1.5011","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/LEGITIMASI.V8I1.5011","url":null,"abstract":"Abstrak Anak akan melakukan apa yang mereka liat dari orang dewasa. Orang tualah yang akan membentuk watak anak apakah akan menjadi baik atau kebalikannya anak akan menjadi jahat bahkan tidak menutup kemungkinan penjadi seorang pelaku tindak pidana. Anak sebagai pelaku tindak pidana tentu saja memerlukan perlindungan hukum agar hak hak anak bisa terpenuhi dalam proses pemeriksaan khususnya pada tingkat penyidikan.Rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana pada tingkat penyidikan dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana di Polres Siak Kabupaten Siak?. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana pada tingkat penyidikan dan perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana di Polres Siak Kabupaten Siak.Hasil Penelitian menunjukan bahwa perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana di Polres Siak sudah sesuai dengan Undang Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perlindungan hukum ini diantaranya adalah perlindungan dari segala tindak kekerasan dan diskriminatif serta adanya pendampingan oleh advokat pada pemeriksaan perkara pada tingkat penyidikan. Sebelum dilakukan penyidikan maka penyidik dalam hal ini mengupayakan diversi dalam penyelesaian perkara yang dilakukan oleh anak. Diversi adalah upaya penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan. Kata Kunci: Perlindungan-Tindak Pidana-Anak","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125761284","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-23DOI: 10.22373/LEGITIMASI.V8I1.5016
Syarifah Rahmatillah, Sari Handayani
Abstrak Pemanfaatan tanah negara adalah serangkaian perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam hal pemakaian tanah misalnya di sempadan sungai atau sempadan danau tanpa adanya izin dari hak atau kuasanya yang sah atau bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, yang dapat mengakibatkan kerusakan di tempat tersebut. Di sepanjang sungai Krueng Aceh, Gampong Lamreung Meunasah Baktrieng sempadan sungai banyak dimanfaatkan oleh warga tanpa izin. Disini aspek pidana dalam pemanfaatan tanah negara tanpa izin menjadi tolak ukur terhadap permasalahan ini sehingga pertanyaan dalam artikel ini adalah, bagaimana faktor pemanfaatan tanah negara tanpa izin yang dilakukan oleh masyarakat Gampong Lamreung Meunasah Baktrieng Kecamatan Krueng Barona Jaya Aceh Besar dan bagaimana aspek pidana dalam Fiqh Jinayah dalam pemanfaatan tanah negara tanpa izin. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu metode yang bertujuan membuat deskripsi, atau gambaran secara sistematif, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta. Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dengan penelitian lapangan (field reasearch) serta kajian pustaka (library reasearch). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek pidana dalam pemanfaatan tanah negera tanpa izin di Gampong Lamreung Meunasah Baktrieng ada beberapa faktor yang dilakukan oleh masyarakat Gampong Lamreung Meunasah Baktrieng di antaranya ialah, faktor ekonomi mencakup juga dengan lapangan kerja, kuranganya pengawasan, dan anggapan terhadap hak pakai. Selanjutnya aspek pidana dalam Fiqh Jinayah dalam pemanfaatan tanah negara tanpa izin, dalam pandangan Islam tidak ditemukan tentang aturan pertanahan yang rinci, akan tetapi mengupas hukum Islam tentang tanah/agraria menggunakan analisis Ushul Fiqh khususnya konsep Maqashid Syar’iyah (tujuan penetapan hukum Islam). Namun dalam Fiqh Islam juga ada yang mengatur tentang kemashlahatan manusia, yakni menarik manfaat, menolak kemudharatan dan menghilangkan kesusahan.Pemanfataan tanah negara tanpa izin juga termasuk dalam kategori Jarimah Takzir, dimana wewenangnya itu terdapat pada penguasa atau pemerintah, bentuk hukumanya itu tidak disebutkan oleh syara’ tetapi menjadi kewenangan penguasa atau pemerintah. Kata Kunci: Aspek Pidana-Pemanfaatan-Tanah Negara-Fiqh Jinayah
{"title":"ASPEK PIDANA DALAM PEMANFAATAN TANAH NEGARA TANPA IZIN PERSPEKTIF FIQH JINAYAH (Studi Kasus Di Gampong Lamreung Kecamatan Krueng Barona Jaya Aceh Besar)","authors":"Syarifah Rahmatillah, Sari Handayani","doi":"10.22373/LEGITIMASI.V8I1.5016","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/LEGITIMASI.V8I1.5016","url":null,"abstract":"Abstrak Pemanfaatan tanah negara adalah serangkaian perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam hal pemakaian tanah misalnya di sempadan sungai atau sempadan danau tanpa adanya izin dari hak atau kuasanya yang sah atau bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, yang dapat mengakibatkan kerusakan di tempat tersebut. Di sepanjang sungai Krueng Aceh, Gampong Lamreung Meunasah Baktrieng sempadan sungai banyak dimanfaatkan oleh warga tanpa izin. Disini aspek pidana dalam pemanfaatan tanah negara tanpa izin menjadi tolak ukur terhadap permasalahan ini sehingga pertanyaan dalam artikel ini adalah, bagaimana faktor pemanfaatan tanah negara tanpa izin yang dilakukan oleh masyarakat Gampong Lamreung Meunasah Baktrieng Kecamatan Krueng Barona Jaya Aceh Besar dan bagaimana aspek pidana dalam Fiqh Jinayah dalam pemanfaatan tanah negara tanpa izin. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu metode yang bertujuan membuat deskripsi, atau gambaran secara sistematif, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta. Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dengan penelitian lapangan (field reasearch) serta kajian pustaka (library reasearch). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek pidana dalam pemanfaatan tanah negera tanpa izin di Gampong Lamreung Meunasah Baktrieng ada beberapa faktor yang dilakukan oleh masyarakat Gampong Lamreung Meunasah Baktrieng di antaranya ialah, faktor ekonomi mencakup juga dengan lapangan kerja, kuranganya pengawasan, dan anggapan terhadap hak pakai. Selanjutnya aspek pidana dalam Fiqh Jinayah dalam pemanfaatan tanah negara tanpa izin, dalam pandangan Islam tidak ditemukan tentang aturan pertanahan yang rinci, akan tetapi mengupas hukum Islam tentang tanah/agraria menggunakan analisis Ushul Fiqh khususnya konsep Maqashid Syar’iyah (tujuan penetapan hukum Islam). Namun dalam Fiqh Islam juga ada yang mengatur tentang kemashlahatan manusia, yakni menarik manfaat, menolak kemudharatan dan menghilangkan kesusahan.Pemanfataan tanah negara tanpa izin juga termasuk dalam kategori Jarimah Takzir, dimana wewenangnya itu terdapat pada penguasa atau pemerintah, bentuk hukumanya itu tidak disebutkan oleh syara’ tetapi menjadi kewenangan penguasa atau pemerintah. Kata Kunci: Aspek Pidana-Pemanfaatan-Tanah Negara-Fiqh Jinayah","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129246127","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}