Njaum-njaum tradition as a usual event of propose marriage in Kedayan’s ethnic. This tradition was initiated by the giving of a ring and cash money by the men to the woman as a pembuka mulut. The amount of this opening money is not fix, but it is subject to the request of the woman. Nowadays, people look less appropriate about this tradition. This research belongs to the type of empirical research, using a qualitative descriptive approach. The researcher was collected the primary data from direct interviews with informants from the community in Kampung Bungai, Bekenu town in Province of Sarawak, Malaysia. The secondary data was collected from literature books, papers, and articles relevant and related. This study shows the implementing process of njaum-njaum tradition of Kedayan’s ethnic that still practice until nowadays. They has their own reasons why they need to maintain this tradition. Based from what has been written on Sarawak Islamic Family Law Ordinance 2001, whoever have already entered into marriage propose or engagement agreement, and if one of them reneges, then they cancelled the marriage proposal and engagement can report to the Syariah Court for action and penalty. Keyword: Njaum-njaum; Tradition; Marriage.
{"title":"Njaum-Njaum As A Marriage Proposal Of Kedayan’s Ethnic Perspective Sarawak Islam Family Law Ordinance 2001","authors":"Normiwati Binti Barwi","doi":"10.18860/jfs.v7i3.4044","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/jfs.v7i3.4044","url":null,"abstract":"Njaum-njaum tradition as a usual event of propose marriage in Kedayan’s ethnic. This tradition was initiated by the giving of a ring and cash money by the men to the woman as a pembuka mulut. The amount of this opening money is not fix, but it is subject to the request of the woman. Nowadays, people look less appropriate about this tradition. This research belongs to the type of empirical research, using a qualitative descriptive approach. The researcher was collected the primary data from direct interviews with informants from the community in Kampung Bungai, Bekenu town in Province of Sarawak, Malaysia. The secondary data was collected from literature books, papers, and articles relevant and related. This study shows the implementing process of njaum-njaum tradition of Kedayan’s ethnic that still practice until nowadays. They has their own reasons why they need to maintain this tradition. Based from what has been written on Sarawak Islamic Family Law Ordinance 2001, whoever have already entered into marriage propose or engagement agreement, and if one of them reneges, then they cancelled the marriage proposal and engagement can report to the Syariah Court for action and penalty. Keyword: Njaum-njaum; Tradition; Marriage.","PeriodicalId":509499,"journal":{"name":"Sakina: Journal of Family Studies","volume":"31 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139315773","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Masih banyak ditemukan ketidak keseimbangannya peran gender antara suami dan istri. Beberapa masyarakat masih menggaris tegas bahwa publik milik suami, domestik milik istri. Publik dan domestik merupakan tanggung jawab bersama, baik suami maupun istri boleh mengerjakannya. Dalam menyeimbangkan peran tersebut diperlukan sebuah komitmen, kerja sama, dan berkesalingan. Oleh karenanya, mubadalah adalah cara pandang yang tepat untuk mengatasi ketidak keseimbangan tersebut demi terwujudnya sebuah relasi suami istri yang berkesalingan dan seimbang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui upaya pasangan pekerja di Desa Beberan Kec. Kanigaran Kota Probolinggo untuk menjaga keutuhan rumah tangga serta untuk mengetahui kesetaraan peran pasangan pekerja di Desa Beberan Kec. Kanigaran Kota Probolinggo perspektif Qira’ah Mubadalah. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris, dengan menggunakan pendekatan psikologi hukum. Data yang digunakan adalah primer dihasilkan dari proses wawancara dan sekunder dihasilkan dari berbagai literature. Hasil penelitian ini menunjukkan dua kesimpulan yaitu, (1) kelima pasangan suami istri pekerja tersebut mampu berupaya untuk menjaga keutuhan rumah tangga dengan membagi peran diantaranya mengatur nafkah atau ekonomi keluarga, membagi tugas publik dan domestik, menghadapi masalah dan menentukan keputusan, serta merawat anak dengan saling bekerja sama dan berkolaborasi dengan baik. (2) dari pembagian empat peran tersebut telah sesuai dengan mubadalah dan lima pondasi pernikahan.
{"title":"Kesetaraan Peran Pasangan Pekerja Perspektif Qira’ah Mubadalah (Studi di Desa Beberan Kec. Kanigaran Kota Probolinggo)","authors":"Laily Ummi Sholihati","doi":"10.18860/jfs.v7i3.3662","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/jfs.v7i3.3662","url":null,"abstract":"Masih banyak ditemukan ketidak keseimbangannya peran gender antara suami dan istri. Beberapa masyarakat masih menggaris tegas bahwa publik milik suami, domestik milik istri. Publik dan domestik merupakan tanggung jawab bersama, baik suami maupun istri boleh mengerjakannya. Dalam menyeimbangkan peran tersebut diperlukan sebuah komitmen, kerja sama, dan berkesalingan. Oleh karenanya, mubadalah adalah cara pandang yang tepat untuk mengatasi ketidak keseimbangan tersebut demi terwujudnya sebuah relasi suami istri yang berkesalingan dan seimbang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui upaya pasangan pekerja di Desa Beberan Kec. Kanigaran Kota Probolinggo untuk menjaga keutuhan rumah tangga serta untuk mengetahui kesetaraan peran pasangan pekerja di Desa Beberan Kec. Kanigaran Kota Probolinggo perspektif Qira’ah Mubadalah. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris, dengan menggunakan pendekatan psikologi hukum. Data yang digunakan adalah primer dihasilkan dari proses wawancara dan sekunder dihasilkan dari berbagai literature. Hasil penelitian ini menunjukkan dua kesimpulan yaitu, (1) kelima pasangan suami istri pekerja tersebut mampu berupaya untuk menjaga keutuhan rumah tangga dengan membagi peran diantaranya mengatur nafkah atau ekonomi keluarga, membagi tugas publik dan domestik, menghadapi masalah dan menentukan keputusan, serta merawat anak dengan saling bekerja sama dan berkolaborasi dengan baik. (2) dari pembagian empat peran tersebut telah sesuai dengan mubadalah dan lima pondasi pernikahan.","PeriodicalId":509499,"journal":{"name":"Sakina: Journal of Family Studies","volume":"115 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139318989","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kosongnya regulasi hukum terkait larangan perkawinan beda agama menjadi salah satu faktor masyarakat melangsungkan perkawinan tersebut selain itu beberapa hakim Pengadilan Negeri mengesahkan perkawinan beda agama yang juga berdasarkan atas HAM. Dari latar belakang tersebut beberapa tokoh agama juga ikut memberikan pandangannya terhadap perkawinan beda agama, salah satu tokoh dalam penelitian ini yakni Abdullahi ahmed An-nai’im. Oleh karena itu yang menjadi fokus masalah pada pada penelitian ini adalah, 1). Bagaimana Pandangan Abdullahi Ahmed An-na’im tentang Perkawinan Beda Agama, 2) Bagaimana Perkawinan Beda Agama Abdullahi Ahmed An-na’im perspektif Fikih dan HAM dan 3). Bagaimana relevansi Perkawinan Beda Agama pandangan Abdullahi Ahmed An-na’im dengan hukum perkawinan di Indonesia.Dimana Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum yuridis normatif dengan sumber data yang diperoleh melalui Undang-Undang, Keputusan pengadilan, buku, jurnal, artikel maupun pandangan tokoh agama dan tokoh hukum. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa, 1). Abdullahi Ahmed An-na’im menganggap adanya diskriminasi gender dalam ayat-ayat madaniyah yang membahas mengenai perkawinan dengan wanita musyrik, oleh karenanya an-na’im menggunakan konsep nasakh untuk mengkaji ulang terkait ayat tersebut, 2). Konsep yang tercantum dalam DUHAM dianggap oleh An-na’im lebih relevan dalam menjawab fenomena yang saat ini lebih banyak mengedepankan HAM, 3). Adanya celah kekosongan hukum terkait hukum perkawina beda agama menimbulkan banyak masyarakat Indonesia yang melaksanakannya, yang dalam pelaksanaannya juga atas dasar HAM.
没有禁止不同信仰间通婚的相关法律规定是该社区进行这种通婚的因素之一,此外,一些地区法院的法官将不同信仰间的通婚合法化,这也是基于人权的考虑。在这一背景下,一些宗教人士也对不同信仰间的婚姻发表了自己的看法,本研究中的一位宗教人士是阿卜杜拉希-艾哈迈德-安-奈伊姆(Abdullahi ahmed An-nai'im)。因此,本研究的重点问题是:1).阿卜杜拉希-艾哈迈德-安-奈-伊姆如何看待不同信仰间的婚姻;2).从法理学和人权的角度看阿卜杜拉希-艾哈迈德-安纳伊姆的宗教婚姻观如何;3).本研究采用规范法学研究方法,数据来源于法律、法院判决、书籍、期刊、文章以及宗教领袖和法律人士的观点。研究结果表明:1).阿卜杜拉希-艾哈迈德-安纳伊姆(Abdullahi Ahmed An-na'im)认为,在讨论与多神教妇女结婚的伊斯兰教经文中存在性别歧视,因此安纳伊姆(an-na'im)使用了 "纳萨赫"(nasakh)的概念来审查经文,2).An-na'im 认为,《世界人权宣言》中所包含的概念更能回答当前人权优先的现象,3)。与不同信仰间婚姻法有关的法律真空空白的存在导致许多印尼人实施该法,而该法的实施也是以人权为基础的。
{"title":"Perkawinan Beda Agama Pemikiran Abdullahi Ahmed An-Na’im Perspektif Fiqih Dan Ham Serta Relevansinya Dengan Hukum Perkawinan Di Indonesia","authors":"Feren Maubi Al-nainilna Fatawi Syah, Umi Sumbulah","doi":"10.18860/jfs.v7i3.5729","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/jfs.v7i3.5729","url":null,"abstract":"Kosongnya regulasi hukum terkait larangan perkawinan beda agama menjadi salah satu faktor masyarakat melangsungkan perkawinan tersebut selain itu beberapa hakim Pengadilan Negeri mengesahkan perkawinan beda agama yang juga berdasarkan atas HAM. Dari latar belakang tersebut beberapa tokoh agama juga ikut memberikan pandangannya terhadap perkawinan beda agama, salah satu tokoh dalam penelitian ini yakni Abdullahi ahmed An-nai’im. Oleh karena itu yang menjadi fokus masalah pada pada penelitian ini adalah, 1). Bagaimana Pandangan Abdullahi Ahmed An-na’im tentang Perkawinan Beda Agama, 2) Bagaimana Perkawinan Beda Agama Abdullahi Ahmed An-na’im perspektif Fikih dan HAM dan 3). Bagaimana relevansi Perkawinan Beda Agama pandangan Abdullahi Ahmed An-na’im dengan hukum perkawinan di Indonesia.Dimana Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum yuridis normatif dengan sumber data yang diperoleh melalui Undang-Undang, Keputusan pengadilan, buku, jurnal, artikel maupun pandangan tokoh agama dan tokoh hukum. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa, 1). Abdullahi Ahmed An-na’im menganggap adanya diskriminasi gender dalam ayat-ayat madaniyah yang membahas mengenai perkawinan dengan wanita musyrik, oleh karenanya an-na’im menggunakan konsep nasakh untuk mengkaji ulang terkait ayat tersebut, 2). Konsep yang tercantum dalam DUHAM dianggap oleh An-na’im lebih relevan dalam menjawab fenomena yang saat ini lebih banyak mengedepankan HAM, 3). Adanya celah kekosongan hukum terkait hukum perkawina beda agama menimbulkan banyak masyarakat Indonesia yang melaksanakannya, yang dalam pelaksanaannya juga atas dasar HAM.","PeriodicalId":509499,"journal":{"name":"Sakina: Journal of Family Studies","volume":"11 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139318979","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pembaharuan hukum keluarga dalam putusan pengadilan agama merupakan fenomena yang terjadi dalam sistem peradilan keluarga di berbagai negara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan terkini dalam pembaruan hukum keluarga dan dampaknya terhadap putusan pengadilan agama. Melalui metode pendekatan penelitian hukum normatif, penelitian ini mengkaji berbagai aspek perubahan hukum keluarga yang telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi proses pengadilan agama. Penelitian ini mengidentifikasi beberapa isu utama yang menjadi fokus dalam pembaruan hukum keluarga. Pertama, pengakuan terhadap hak-hak individu dan kesetaraan gender dalam konteks pernikahan dan perceraian. Perkembangan hukum keluarga menunjukkan adanya peningkatan kesadaran akan perlunya perlindungan terhadap hak-hak individu yang terlibat dalam proses peradilan keluarga, termasuk hak-hak perempuan. Ini tercermin dalam putusan pengadilan agama yang semakin memperhatikan prinsip-prinsip kesetaraan gender dan keadilan dalam penyelesaian perkara keluarga. Kedua, penyesuaian hukum keluarga dengan perkembangan sosial dan budaya. Masyarakat yang terus berubah membutuhkan regulasi hukum yang mampu menanggapi kebutuhan dan tuntutan baru dalam konteks keluarga. Oleh karena itu, pembaruan hukum keluarga berupaya mengakomodasi perubahan sosial dan budaya, seperti pengakuan terhadap pernikahan sejenis, perlindungan hak anak dalam kasus perceraian, dan pengaturan hak-hak keluarga dalam konteks keluarga maju. Ketiga, penggunaan teknologi dan digitalisasi dalam proses pengadilan agama. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah cara kita berinteraksi dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk sistem peradilan keluarga. Pembaruan hukum keluarga harus mampu mengikuti perkembangan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam proses pengadilan agama. Hasil Penelitian menunjukkan pembaruan hukum keluarga juga mempengaruhi putusan pengadilan agama. Pengadilan agama harus mampu mengadaptasi perubahan hukum keluarga dan memastikan bahwa putusan yang dihasilkan sejalan dengan prinsip-prinsip hukum yang baru. Hal ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang pembaruan hukum keluarga dan kemampuan untuk menerapkannya secara konsisten dalam praktik pengadilan.
{"title":"Pembaruan Hukum Keluarga Dalam Putusan Pengadilan Agama","authors":"Muhammad Husni Abdulah Pakarti","doi":"10.18860/jfs.v7i3.3935","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/jfs.v7i3.3935","url":null,"abstract":"Pembaharuan hukum keluarga dalam putusan pengadilan agama merupakan fenomena yang terjadi dalam sistem peradilan keluarga di berbagai negara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan terkini dalam pembaruan hukum keluarga dan dampaknya terhadap putusan pengadilan agama. Melalui metode pendekatan penelitian hukum normatif, penelitian ini mengkaji berbagai aspek perubahan hukum keluarga yang telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi proses pengadilan agama. Penelitian ini mengidentifikasi beberapa isu utama yang menjadi fokus dalam pembaruan hukum keluarga. Pertama, pengakuan terhadap hak-hak individu dan kesetaraan gender dalam konteks pernikahan dan perceraian. Perkembangan hukum keluarga menunjukkan adanya peningkatan kesadaran akan perlunya perlindungan terhadap hak-hak individu yang terlibat dalam proses peradilan keluarga, termasuk hak-hak perempuan. Ini tercermin dalam putusan pengadilan agama yang semakin memperhatikan prinsip-prinsip kesetaraan gender dan keadilan dalam penyelesaian perkara keluarga. Kedua, penyesuaian hukum keluarga dengan perkembangan sosial dan budaya. Masyarakat yang terus berubah membutuhkan regulasi hukum yang mampu menanggapi kebutuhan dan tuntutan baru dalam konteks keluarga. Oleh karena itu, pembaruan hukum keluarga berupaya mengakomodasi perubahan sosial dan budaya, seperti pengakuan terhadap pernikahan sejenis, perlindungan hak anak dalam kasus perceraian, dan pengaturan hak-hak keluarga dalam konteks keluarga maju. Ketiga, penggunaan teknologi dan digitalisasi dalam proses pengadilan agama. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah cara kita berinteraksi dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk sistem peradilan keluarga. Pembaruan hukum keluarga harus mampu mengikuti perkembangan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam proses pengadilan agama. Hasil Penelitian menunjukkan pembaruan hukum keluarga juga mempengaruhi putusan pengadilan agama. Pengadilan agama harus mampu mengadaptasi perubahan hukum keluarga dan memastikan bahwa putusan yang dihasilkan sejalan dengan prinsip-prinsip hukum yang baru. Hal ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang pembaruan hukum keluarga dan kemampuan untuk menerapkannya secara konsisten dalam praktik pengadilan.","PeriodicalId":509499,"journal":{"name":"Sakina: Journal of Family Studies","volume":"89 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139319122","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, dan psikologis. Di Kapit, Sarawak terdapat beberapa kasus cerai yang dikarenakan kekerasan rumah tangga, bahkan sehingga ada beberapa mengambil keputusan untuk murtad dan kembali kepada agama asalnya. Tujuannya mendiskripsikan pandangan dan bentuk penanganan Jabatan Agama Islam Sarawak (JAIS) tentang isteri murtad akibat kekerasan rumah tangga. Kekerasan terjadi oleh banyak hal, seperti pemarah, penggunaan zat terlarang (seperti alkohol atau narkotika), ketidaktahuan agama, atau budaya baru yang membuat hidup tidak nyama. Cara Pejabat Agama Islam untuk menangani perempuan yang murtad akibat kekerasan dalam rumah tangga menawarkan konseling pranikah. Calon pengantin akan banyak belajar tentang munakahat, tata cara, dan etika setelah menikah, serta tentang hak dan kewajiban suami istri. Kata Kunci: Jabatan Agama Islam, Isteri Murtad, Kekerasan Rumah Tangga
{"title":"Pandangan Jabatan Agama Islam Sarawak Terhadap Isteri Murtad Akibat Kekerasan Rumah Tangga Di Kapit, Sarawak","authors":"Nawwar Azura Bt Asrul","doi":"10.18860/jfs.v7i3.4041","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/jfs.v7i3.4041","url":null,"abstract":"Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, dan psikologis. Di Kapit, Sarawak terdapat beberapa kasus cerai yang dikarenakan kekerasan rumah tangga, bahkan sehingga ada beberapa mengambil keputusan untuk murtad dan kembali kepada agama asalnya. Tujuannya mendiskripsikan pandangan dan bentuk penanganan Jabatan Agama Islam Sarawak (JAIS) tentang isteri murtad akibat kekerasan rumah tangga. Kekerasan terjadi oleh banyak hal, seperti pemarah, penggunaan zat terlarang (seperti alkohol atau narkotika), ketidaktahuan agama, atau budaya baru yang membuat hidup tidak nyama. Cara Pejabat Agama Islam untuk menangani perempuan yang murtad akibat kekerasan dalam rumah tangga menawarkan konseling pranikah. Calon pengantin akan banyak belajar tentang munakahat, tata cara, dan etika setelah menikah, serta tentang hak dan kewajiban suami istri. Kata Kunci: Jabatan Agama Islam, Isteri Murtad, Kekerasan Rumah Tangga","PeriodicalId":509499,"journal":{"name":"Sakina: Journal of Family Studies","volume":"3 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139319130","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pembagian waris adalah ketentuan yang telah ditetapkan dalam Al-Quran baik banyaknya maupun orang yang mendapatkannya. Diantara fenomena dimasyarakat pembagian waris pada anak angkat itu mengalami permasalahan, yang mana tidak jarang terjadi konflik akibat dari ke tidak pahaman pewaris mengenai pemberian warisan pada anak angkat. Adapun tujuan artikel ini yaitu untuk mengetahui bagaimana praktik dan pandangan Majelis Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Lowokwaru tentang pemberian hibah sebagai pengganti waris pada anak angkat. Jenis penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian hukum empiris dengan pendekatan sosiologi hukum. Sumber data primer yaitu wawancara dan data sekunder menggunakan studi pustaka. Adapun tahapan pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari proses pemeriksaan, klasifikasi, verifikasi, analisis, dan kesimpulan. Artikel ini memaparkan pertama, praktik hibah sebagai pengganti waris pada anak angkat yang terjadi di Kecamatan Lowokwaru yaitu hibah pada anak angkat itu dilakukan sebelum orang tua meninggal bahkan diantara mereka untuk memperjuangkan hak anak angkatnya dengan memalsukan identitas dalam rangka agar anak angkat itu mendapatkan hartanya. Kedua, para tokoh Nahdlatul Ulama Kecamatan Lowokwaru sepakat bahwa pemberian hibah kepada anak angkat tidak bisa diberikan seluruh dari harta yang dimiliki oleh orang tua angkatnya. Dimana mereka membatasi sepertiga bagian maksimal yang bisa anak angkat dapatkan serta mendapatkan persetujuan dari ahli waris.
{"title":"Hibah Sebagai Pengganti Waris Pada Anak Angkat Perspektif MWCNU Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang","authors":"Aqilah Sabrina Sabatini","doi":"10.18860/jfs.v7i3.4055","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/jfs.v7i3.4055","url":null,"abstract":"Pembagian waris adalah ketentuan yang telah ditetapkan dalam Al-Quran baik banyaknya maupun orang yang mendapatkannya. Diantara fenomena dimasyarakat pembagian waris pada anak angkat itu mengalami permasalahan, yang mana tidak jarang terjadi konflik akibat dari ke tidak pahaman pewaris mengenai pemberian warisan pada anak angkat. Adapun tujuan artikel ini yaitu untuk mengetahui bagaimana praktik dan pandangan Majelis Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Lowokwaru tentang pemberian hibah sebagai pengganti waris pada anak angkat. Jenis penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian hukum empiris dengan pendekatan sosiologi hukum. Sumber data primer yaitu wawancara dan data sekunder menggunakan studi pustaka. Adapun tahapan pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari proses pemeriksaan, klasifikasi, verifikasi, analisis, dan kesimpulan. Artikel ini memaparkan pertama, praktik hibah sebagai pengganti waris pada anak angkat yang terjadi di Kecamatan Lowokwaru yaitu hibah pada anak angkat itu dilakukan sebelum orang tua meninggal bahkan diantara mereka untuk memperjuangkan hak anak angkatnya dengan memalsukan identitas dalam rangka agar anak angkat itu mendapatkan hartanya. Kedua, para tokoh Nahdlatul Ulama Kecamatan Lowokwaru sepakat bahwa pemberian hibah kepada anak angkat tidak bisa diberikan seluruh dari harta yang dimiliki oleh orang tua angkatnya. Dimana mereka membatasi sepertiga bagian maksimal yang bisa anak angkat dapatkan serta mendapatkan persetujuan dari ahli waris.","PeriodicalId":509499,"journal":{"name":"Sakina: Journal of Family Studies","volume":"20 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139319035","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tradisi Pataru Sere Sahatan merupakan salah satu rangkaian acara dalam pernikahan adat Batak Angkola. Tradisi ini memiliki makna yang sama dengan peminangan secara umum. Pelaksanaan tradisi pataru sere sahatan ini sangat unik dan berbeda dengan yang lain dan di dalamnya terdapat sanksi bagi yang melanggar kesepakatan yang telah dicapai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam terhadap Tradisi Pataru Sere Sahatan pada pernikahan adat Batak Angkola yang ditinjau menggunakan perspektif al-‘Urf. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian hukum empiris, yaitu jenis penelitian yang mengkaji dan menganalisis efektifitas hukum dalam masyarakat dan pendekatan penelitiannya menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, yaitu pendekatan yang digunakan untuk menganalisis tentang bagaimana suatu hukum dapat mempengaruhi masyarakat. Data primer diperoleh melalui wawancara kepada beberapa tokoh adat yang ada di kelurahan Ujung Padang. Sedangkan data sekunder didapatkan dari buku dan skripsi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Tradisi Pataru Sere Sahatan ini jika ditinaju dari perspektif ‘Urf, maka berdasarkan obyeknya tradisi ini termasuk ke dalam ‘urf al-‘amali.sedangkan jika ditinjau dari cakupannya maka tradisi ini termasuk ke dalam ‘urf al-khash. Dan jika ditinjau berdasarkan keabsahannya maka tradisi ini tergolong kepada ‘urf shahih, yaitu suatu kebiasaan yang dianggap sah.
{"title":"Tradisi Pataru Sere Sahatan dalam Perkawinan Adat Batak Angkola","authors":"Fakhri Abdillah Hasibuan","doi":"10.18860/jfs.v7i4.5583","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/jfs.v7i4.5583","url":null,"abstract":"Tradisi Pataru Sere Sahatan merupakan salah satu rangkaian acara dalam pernikahan adat Batak Angkola. Tradisi ini memiliki makna yang sama dengan peminangan secara umum. Pelaksanaan tradisi pataru sere sahatan ini sangat unik dan berbeda dengan yang lain dan di dalamnya terdapat sanksi bagi yang melanggar kesepakatan yang telah dicapai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam terhadap Tradisi Pataru Sere Sahatan pada pernikahan adat Batak Angkola yang ditinjau menggunakan perspektif al-‘Urf. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian hukum empiris, yaitu jenis penelitian yang mengkaji dan menganalisis efektifitas hukum dalam masyarakat dan pendekatan penelitiannya menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, yaitu pendekatan yang digunakan untuk menganalisis tentang bagaimana suatu hukum dapat mempengaruhi masyarakat. Data primer diperoleh melalui wawancara kepada beberapa tokoh adat yang ada di kelurahan Ujung Padang. Sedangkan data sekunder didapatkan dari buku dan skripsi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Tradisi Pataru Sere Sahatan ini jika ditinaju dari perspektif ‘Urf, maka berdasarkan obyeknya tradisi ini termasuk ke dalam ‘urf al-‘amali.sedangkan jika ditinjau dari cakupannya maka tradisi ini termasuk ke dalam ‘urf al-khash. Dan jika ditinjau berdasarkan keabsahannya maka tradisi ini tergolong kepada ‘urf shahih, yaitu suatu kebiasaan yang dianggap sah.","PeriodicalId":509499,"journal":{"name":"Sakina: Journal of Family Studies","volume":"22 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139323103","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tradisi Babubusi merupakan tradisi menyirami kubur leluhur yang dilakukan oleh calon pengantin ketika akan melaksanakan perkawinan. Babubusi diadakan dengan tujuan meminta perlindungan kepada leluhur agar dalam pelaksanaan acara perkawinan pasangan pengantin dijauhkan dari marabahaya dan musibah. Tradisi ini juga diyakini oleh masyarakat setempat bahwa apabila tidak melaksanakan tradisi ini maka akan terdapat musibah yang menimpa calon pengantin dan keluarganya berupa jatuh sakit dan tidak harmonis hubungan rumah tangga.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana pandangan masyarakat suku Banggai terhadap tradisi Babubusi yang terdapat di desa Apal kecamatan Liang serta alasan-alasan tradisi penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan pendekatan deskriptif kualitaatif. Metode pengumpulan data melalui wawancara,observasi,dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini, menjelaskan bahwa tradisi babubusi sendiri dapat dikategorikan dalam al-‘urf al-fasid dan ‘urf al-‘urf al-shahih. Dikatakan al-‘urf al-fasid karena adanya keyakinan yang dimiliki masyarakat suku Bangai bahwa dengan melaksanakan babubusi maka akan terhindari dari marbahaya dan dilancarkan acara perkawinan serta mendapat perlindungan dari leluhurnya. Kemudian, dikatakan al-‘urf al-shahih karena dalam tata cara pelaksanaanya dan alat yang dipakai tidak melenceng dari ajaran islam serta yang menjadi alasan dilaksanakan tradisi ini perlu dihilangkan agar tetap menyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi itu adalah kehendak Allah tanpa adanya maksud lain.
{"title":"Tradisi Babubusi Pada Perkawinan Suku Banggai Dalam Tinjauan ‘Urf","authors":"Ogahata Apal, Ahmad Wahidi","doi":"10.18860/jfs.v7i3.3622","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/jfs.v7i3.3622","url":null,"abstract":"Tradisi Babubusi merupakan tradisi menyirami kubur leluhur yang dilakukan oleh calon pengantin ketika akan melaksanakan perkawinan. Babubusi diadakan dengan tujuan meminta perlindungan kepada leluhur agar dalam pelaksanaan acara perkawinan pasangan pengantin dijauhkan dari marabahaya dan musibah. Tradisi ini juga diyakini oleh masyarakat setempat bahwa apabila tidak melaksanakan tradisi ini maka akan terdapat musibah yang menimpa calon pengantin dan keluarganya berupa jatuh sakit dan tidak harmonis hubungan rumah tangga.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana pandangan masyarakat suku Banggai terhadap tradisi Babubusi yang terdapat di desa Apal kecamatan Liang serta alasan-alasan tradisi penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan pendekatan deskriptif kualitaatif. Metode pengumpulan data melalui wawancara,observasi,dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini, menjelaskan bahwa tradisi babubusi sendiri dapat dikategorikan dalam al-‘urf al-fasid dan ‘urf al-‘urf al-shahih. Dikatakan al-‘urf al-fasid karena adanya keyakinan yang dimiliki masyarakat suku Bangai bahwa dengan melaksanakan babubusi maka akan terhindari dari marbahaya dan dilancarkan acara perkawinan serta mendapat perlindungan dari leluhurnya. Kemudian, dikatakan al-‘urf al-shahih karena dalam tata cara pelaksanaanya dan alat yang dipakai tidak melenceng dari ajaran islam serta yang menjadi alasan dilaksanakan tradisi ini perlu dihilangkan agar tetap menyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi itu adalah kehendak Allah tanpa adanya maksud lain.","PeriodicalId":509499,"journal":{"name":"Sakina: Journal of Family Studies","volume":"16 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139323490","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Setiap daerah di Indonesia memiliki caranya masing-masing dalam pelaksaan pembagian waris dikarenakan Indonesia adalah negara yang beragam suku, budaya. Dalam ketentuan Allah mengenai warisan sudah jelas disebutkan dalam Surat An-Nisa‟ ayat 11 bahwa anak laki-laki adalah dua kali lebih besar daripada anak perempuan. Masyarakat Desa Tumpu Kecamatan Bolo Kabupaten dalam pembagian warisan masih menggunakan sistem hukum adat yaitu dengan cara mbolo radampa untuk mencapai pembagian waris yang seimbang antara anak laki-laki dan perempuan dengan asas kemanfaatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empiris. Peneliti memaparkan pembagian warisan di Desa Tumpu Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, dan menjadikan tokoh agama, budayawan dan juga masyarakat sebagai sumber data primer. Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini dengan cara wawancara. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa dan ditarik kesimpulan. Hasil dari penelitian ini adalah pertama: masyarakat Desa Tumpu Kecamatan Bolo Kabupaten Bima melakukan pembagian waris dengan cara Mboloradampa atau musyawarah Mufakat untuk mencapai kesepakat bersama. Dengan cara mbolo radampa, mengacu pada asas kemanfaatan pembagian bisa menghasilkan 2:1 seperti dalam Al-Qur‟an bahasa Bima: Salemba: Sancuu’ Salemba artinya sepikul, yaitu 2 (dua) bagian untuk anak laki-laki, dan Sancuu’ artinya sejinjing, yaitu 1 (satu) bagian untuk anak perempuan, dan yang kedua 1:1 Bahasa Bima: sancuu, sancuu. Sancuu, artinya sejinjing, yaitu 1(satu) bagian untuk anak laki-laki dan 1(satu) bagian pula untuk anak perempuan berdasarkan mboloradampa. kedua: pembagian warisan Munawir Sjadzali dengan pembagian waris masyarakat Desa Tumpu memiliki kesamaan dan perbedaan. Persamaanya yaitu sama-sama menghsilkan 1:1 sedangkan perbedaan terletak pada asas kemanfaatan dan asas keadilan distributif antara anak laki-laki dan perempuan. Waris; Adat; Munawir;Sjadzali.
{"title":"Pembagian Waris Masyarakat Adat Bima Perspektif Munawir Sjadzali","authors":"Yadi Darmawan, Abd. Haris","doi":"10.18860/jfs.v7i3.3599","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/jfs.v7i3.3599","url":null,"abstract":"Setiap daerah di Indonesia memiliki caranya masing-masing dalam pelaksaan pembagian waris dikarenakan Indonesia adalah negara yang beragam suku, budaya. Dalam ketentuan Allah mengenai warisan sudah jelas disebutkan dalam Surat An-Nisa‟ ayat 11 bahwa anak laki-laki adalah dua kali lebih besar daripada anak perempuan. Masyarakat Desa Tumpu Kecamatan Bolo Kabupaten dalam pembagian warisan masih menggunakan sistem hukum adat yaitu dengan cara mbolo radampa untuk mencapai pembagian waris yang seimbang antara anak laki-laki dan perempuan dengan asas kemanfaatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empiris. Peneliti memaparkan pembagian warisan di Desa Tumpu Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, dan menjadikan tokoh agama, budayawan dan juga masyarakat sebagai sumber data primer. Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini dengan cara wawancara. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa dan ditarik kesimpulan. Hasil dari penelitian ini adalah pertama: masyarakat Desa Tumpu Kecamatan Bolo Kabupaten Bima melakukan pembagian waris dengan cara Mboloradampa atau musyawarah Mufakat untuk mencapai kesepakat bersama. Dengan cara mbolo radampa, mengacu pada asas kemanfaatan pembagian bisa menghasilkan 2:1 seperti dalam Al-Qur‟an bahasa Bima: Salemba: Sancuu’ Salemba artinya sepikul, yaitu 2 (dua) bagian untuk anak laki-laki, dan Sancuu’ artinya sejinjing, yaitu 1 (satu) bagian untuk anak perempuan, dan yang kedua 1:1 Bahasa Bima: sancuu, sancuu. Sancuu, artinya sejinjing, yaitu 1(satu) bagian untuk anak laki-laki dan 1(satu) bagian pula untuk anak perempuan berdasarkan mboloradampa. kedua: pembagian warisan Munawir Sjadzali dengan pembagian waris masyarakat Desa Tumpu memiliki kesamaan dan perbedaan. Persamaanya yaitu sama-sama menghsilkan 1:1 sedangkan perbedaan terletak pada asas kemanfaatan dan asas keadilan distributif antara anak laki-laki dan perempuan. Waris; Adat; Munawir;Sjadzali.","PeriodicalId":509499,"journal":{"name":"Sakina: Journal of Family Studies","volume":"30 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139323616","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Perbedaan prinsip, pandangan, visi-misi serta kepentingan pasangan suami istri seringkali menimbulkan masalah yang tidak diselesaikan sehingga tujuan rumah tangga yang dibina menjadi gagal. Di Pengadilan Agama Malang terdapat kasus perceraian akibat gangguan jiwa yang mana tergugat tidak bisa menjalankan haknya sebagai seorang suami akibat penyakit gangguan jiwa yang ia derita. Penelitian ini bertujuan mengkaji putusan hakim pengadilan agama malang nomor 558/pdt.G/2021/PA.Mlg yang mengabulkan gugatan perceraian akibat gangguan jiwa menggunakan perspektif maqashid al-syariah al-Syatibi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan case approach. Metode pengumpulan bahan hukum menggunakan metode studi kepustakaan yang berkaitan dengan perceraian akibat gangguan jiwa dan maqashid al-syariah al-Syatibi. Hasil penelitian menunjukkan dua kesimpulan. Pertama, dalam putusan tersebut yaitu, Majelis Hakim mengabulkan gugatan penggugat dan memutus perceraian tersebut dengan jalan talak ba’in sughro dengan alasan seringnya terjadi perselisihan dan sulit untuk kembali rukun akibat suami mengalami gangguan jiwa hingga tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami berupa menafkahi lahir dan batin dengan. Kedua, putusan perceraian tersebut sejalan dengan maqashid syariah. Adanya gangguan jiwa yang berdampak pada hal negatif lainnya jelas mencerminkan bahwa lima pilar penting dalam maqashid syariah itu tidak berjalan dengan baik.
{"title":"Putusan Hakim Atas Kasus Perceraian Akibat Gangguan Jiwa Analisis Maqashid Al-Syariah (Studi Kasus Pengadilan Agama Malang Nomor 558/Pdt.G/2021/Pa.Mlg)","authors":"M. Rasyid, A. Azis","doi":"10.18860/jfs.v7i2.3630","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/jfs.v7i2.3630","url":null,"abstract":"Perbedaan prinsip, pandangan, visi-misi serta kepentingan pasangan suami istri seringkali menimbulkan masalah yang tidak diselesaikan sehingga tujuan rumah tangga yang dibina menjadi gagal. Di Pengadilan Agama Malang terdapat kasus perceraian akibat gangguan jiwa yang mana tergugat tidak bisa menjalankan haknya sebagai seorang suami akibat penyakit gangguan jiwa yang ia derita. Penelitian ini bertujuan mengkaji putusan hakim pengadilan agama malang nomor 558/pdt.G/2021/PA.Mlg yang mengabulkan gugatan perceraian akibat gangguan jiwa menggunakan perspektif maqashid al-syariah al-Syatibi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan case approach. Metode pengumpulan bahan hukum menggunakan metode studi kepustakaan yang berkaitan dengan perceraian akibat gangguan jiwa dan maqashid al-syariah al-Syatibi. Hasil penelitian menunjukkan dua kesimpulan. Pertama, dalam putusan tersebut yaitu, Majelis Hakim mengabulkan gugatan penggugat dan memutus perceraian tersebut dengan jalan talak ba’in sughro dengan alasan seringnya terjadi perselisihan dan sulit untuk kembali rukun akibat suami mengalami gangguan jiwa hingga tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami berupa menafkahi lahir dan batin dengan. Kedua, putusan perceraian tersebut sejalan dengan maqashid syariah. Adanya gangguan jiwa yang berdampak pada hal negatif lainnya jelas mencerminkan bahwa lima pilar penting dalam maqashid syariah itu tidak berjalan dengan baik.","PeriodicalId":509499,"journal":{"name":"Sakina: Journal of Family Studies","volume":"33 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139362648","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}