Pub Date : 1977-01-01DOI: 10.7454/ai.v0i32-33.10537
Mattulada Mattulada
silam, terutama sejak abad ke-l 5Bahagian terbesar negeri-negeri yang didiami oleh orang Makassar, terletak di sepanjang garis pantai selat Makassar, mulai dari Pangkajene kepulauan di sebeiah utara sampai ke Bantaeng di sebelah selatan jazftah Sulawesi-Selatan. Karena itu juga kerajaan Gowa pada zaman jayanya d'ikenal sebagai kerajaan maritiem yang iapat dikatakan menguasai perairan Selatan Makassar sampai ke kepulauan Maiuku Perahu-perahu niaganya berlayar sampai ke Madagaskar di sebelah barat dan ke kepulauan Mindanau. Dalam pelayaran perniagaan keluar daerah perairan SulawesiSelatan, tidak mudah dibedakan antara perahu-perahtt orang Makassar dari perahuperahu orang Bugis. Pada umumnya dalam pelantauan itu, mereka menamakan iiri or"ng Bugls-Makassar saja. Namun bagi orang yang berasal dari SulawesiSela' tan sendiii, perbedaan kedua suku bangsa itu segera dapat diketahui dari bahasa yang mereka pergunakan, simbolsimbol dalam perahu yang mereka tampilkan, seperti pukulan-gendang ketika hendak berlabuh dan cara-cara memberikan perintah
{"title":"Kepemimpinan pada Orang Makassar","authors":"Mattulada Mattulada","doi":"10.7454/ai.v0i32-33.10537","DOIUrl":"https://doi.org/10.7454/ai.v0i32-33.10537","url":null,"abstract":"silam, terutama sejak abad ke-l 5Bahagian terbesar negeri-negeri yang didiami oleh orang Makassar, terletak di sepanjang garis pantai selat Makassar, mulai dari Pangkajene kepulauan di sebeiah utara sampai ke Bantaeng di sebelah selatan jazftah Sulawesi-Selatan. Karena itu juga kerajaan Gowa pada zaman jayanya d'ikenal sebagai kerajaan maritiem yang iapat dikatakan menguasai perairan Selatan Makassar sampai ke kepulauan Maiuku Perahu-perahu niaganya berlayar sampai ke Madagaskar di sebelah barat dan ke kepulauan Mindanau. Dalam pelayaran perniagaan keluar daerah perairan SulawesiSelatan, tidak mudah dibedakan antara perahu-perahtt orang Makassar dari perahuperahu orang Bugis. Pada umumnya dalam pelantauan itu, mereka menamakan iiri or\"ng Bugls-Makassar saja. Namun bagi orang yang berasal dari SulawesiSela' tan sendiii, perbedaan kedua suku bangsa itu segera dapat diketahui dari bahasa yang mereka pergunakan, simbolsimbol dalam perahu yang mereka tampilkan, seperti pukulan-gendang ketika hendak berlabuh dan cara-cara memberikan perintah","PeriodicalId":8156,"journal":{"name":"Antropologi Indonesia","volume":"157 1","pages":"58 - 66"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"1977-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86791966","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 1977-01-01DOI: 10.7454/ai.v0i32-33.10534
Amiljoes Sa'danoer
{"title":"Sistem Sosial dan Masalah Copet","authors":"Amiljoes Sa'danoer","doi":"10.7454/ai.v0i32-33.10534","DOIUrl":"https://doi.org/10.7454/ai.v0i32-33.10534","url":null,"abstract":"","PeriodicalId":8156,"journal":{"name":"Antropologi Indonesia","volume":"8 1","pages":"1 - 20"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"1977-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86414919","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
“吾珥€l Eusd u lJeqscued el”的译法Jnsun enpe——公元rp”Ebep ue——Eurpu " qlp“lru ^ uep erJd etelve e [ra > 1公元ueEuequresel€)llsqllJedrualll法官(" [" s r [?[我站在这里]p ' rlleu ?麻烦?得Jnsr n ? E $ Ip“不要走不要走“n u " p€rJd s”lllpl " Eueluel qaJV Ip ltu”——即“公元qrlaued€Euap u…?机会:“uetuetep .自行车urelep u " p Joluel rp”做€u。l——oJocJeq urrl " p u fJe——公元ed€1”太——-ue1efe1 qndlleul u > I " u " p e: leraur u u q ?cued " l " p " l "和合不要走不要走Ip u ?) lsnsnq) l Bf s u”——e rur“海尔ue€equra4’qaJV I, J€dseur eped l " d " pJel Suef elruelr uep eud erelue efta1 uzfeQured u。——r ?它叫威士忌丽儿搞笑a4雷德绿a4几多钱ra4ed uelSeqruad !”nses lenqJaq {" u pll€" depe1 efunqr n ?le uendue .红? J ? pn ?空军一号——8u " pes nll I€q u。在前往蓝色p [q u€{" t B Jallp ue > l”邀请elal Eue .roas€——?得”吗?鲁€、句eped u " {ueqaqrp u”“selqa——lepe tpelueur qepns {s€€uau e4rf’e1nd eduqrleqag[他]——u1 ? {sJ ?你?*虽然大部分都是知识的奴隶*罗罗弯刀贴心宝rd Eue .roas”吗?1lus ^ upede4 rfapeqaqlp Sued ueEuep”peqJeq epd urne4 eped ue: peqeqlp snsngl Sued ueef .re1ad-ueefrela4 runrun " q " l " p " " ilu " ^ r uep zud ueel .ralad uefequre4
Sebenarnya untuk melukiskan agama Buda dengan mudah serta jeias tidaklah gampang. Hal ini disebabkan karena agama tersebut telah bercampur dan bersatu dengan unsur-unsur sistim kepercayaan lain, seperti unsur kepercayaan kepada dewa Brahma (Phra Phrom) dewa Vishnu (Phra Narai), dewa lndra (Phra Intheraraam) dan juga kepada Dewa Siwa. Kemudian juga unsurunsur agama Islam dan Kristen, dan dengan sendirinya unsur-unsur kepercayaan lokal yang telah dianut penduduk Muangthai sejak,dahulu kala" Yang dimaksud dengan kepercayaan lokal ialah sistim kepercayaan yang telah ada sebelum kedatangan pengaruh agama dari India. Penduduk percaya kepada roh-roh, dewa-dewa dunia gaib dan kekuatan-kekuatan gaib. Agama buda, yang oleh sebagian orang hanya dipandang sebagai ajaran Buda saja, dalam sistim kepercayaan orang Thai telah terbeku menjadi satu dalam adat-istiadat, sikap serta kelakuan orang Thai. Ajaran Buda seperti diketahui, pada dasarnya tidak memberi suatu gambaran sistim kepercayaan yang lengkap, artinya bahwa ajaran tersebut, tidak menerangkan semua fase mengenai hubungan manusia dan dunia gaib (supernatural). Ini berarti bahwa ajaran tersebut tidak mengakui adanya mahluk-mahluk gaib, tidak menerangkan tentang sifat alam semesta, nirwana dan tak pula memberi penjeiasan rentang perpindahan jiwa (transmigration). Ajaran Buda menerangkan bahwa hidup adalah kesengsaraan dan ini lrarus dihindari oleh orang yang mempunyai pengetahuan lvtisJom l.tng linggi. Dan bahwa pengetahuan yang tinggi itu haruslah dicari dengan jaian yang benar. Pengetahuan itu adalah pengetahuan hakekat hidup yang telah disebut diatas (Soekmono, l4). Ajaran Buda selanjutnya menerangkan bahwa segala sesuatu itu adalah anijang, tidak kekal. Bahwa masing-masing individu bertanggung jawab atas perbutannya sendiri. Khususnya untuk agama buda hinayana ditekankan bal.rwa manusia sebelum dapat membantu orang lain, haruslah ada
{"title":"Agama Budha di Muangthai","authors":"Anrini Sofion","doi":"10.7454/ai.v0i20.10521","DOIUrl":"https://doi.org/10.7454/ai.v0i20.10521","url":null,"abstract":"Sebenarnya untuk melukiskan agama Buda dengan mudah serta jeias tidaklah gampang. Hal ini disebabkan karena agama tersebut telah bercampur dan bersatu dengan unsur-unsur sistim kepercayaan lain, seperti unsur kepercayaan kepada dewa Brahma (Phra Phrom) dewa Vishnu (Phra Narai), dewa lndra (Phra Intheraraam) dan juga kepada Dewa Siwa. Kemudian juga unsurunsur agama Islam dan Kristen, dan dengan sendirinya unsur-unsur kepercayaan lokal yang telah dianut penduduk Muangthai sejak,dahulu kala\" Yang dimaksud dengan kepercayaan lokal ialah sistim kepercayaan yang telah ada sebelum kedatangan pengaruh agama dari India. Penduduk percaya kepada roh-roh, dewa-dewa dunia gaib dan kekuatan-kekuatan gaib. Agama buda, yang oleh sebagian orang hanya dipandang sebagai ajaran Buda saja, dalam sistim kepercayaan orang Thai telah terbeku menjadi satu dalam adat-istiadat, sikap serta kelakuan orang Thai. Ajaran Buda seperti diketahui, pada dasarnya tidak memberi suatu gambaran sistim kepercayaan yang lengkap, artinya bahwa ajaran tersebut, tidak menerangkan semua fase mengenai hubungan manusia dan dunia gaib (supernatural). Ini berarti bahwa ajaran tersebut tidak mengakui adanya mahluk-mahluk gaib, tidak menerangkan tentang sifat alam semesta, nirwana dan tak pula memberi penjeiasan rentang perpindahan jiwa (transmigration). Ajaran Buda menerangkan bahwa hidup adalah kesengsaraan dan ini lrarus dihindari oleh orang yang mempunyai pengetahuan lvtisJom l.tng linggi. Dan bahwa pengetahuan yang tinggi itu haruslah dicari dengan jaian yang benar. Pengetahuan itu adalah pengetahuan hakekat hidup yang telah disebut diatas (Soekmono, l4). Ajaran Buda selanjutnya menerangkan bahwa segala sesuatu itu adalah anijang, tidak kekal. Bahwa masing-masing individu bertanggung jawab atas perbutannya sendiri. Khususnya untuk agama buda hinayana ditekankan bal.rwa manusia sebelum dapat membantu orang lain, haruslah ada","PeriodicalId":8156,"journal":{"name":"Antropologi Indonesia","volume":"122 1","pages":"8 - 30"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"1975-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78446661","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
L Cerita tentang Ken Angrok di dalam kitab Pararaton cukup dikenal, sehingga tidak perlu rasanya kami rnenterjemahkannya selengkapnya di sini. Mereka yang ingin mengetahui cerita seluruhnya kami persilakan membaca terjemahan kitab Pararaton oleh Ki J. Padmopoespito (padmopoespito, 1966) dan R. Pitono Hardjowardojo (Pitono, 1955). cukuplah kalau di sini kami sebutkan pokok-pokoknya saja yang nanti akan kami bicarakan lebih lanjut. Pokok-pokok yang kami anggap pcnting itu ialah bahwa Ken Angrok ialah penjelmaan kernbaii seorang yang mula-mula hidup tidak baik, tetapi karena sanggup dijadikan kurban untuk dewa penjaga pintu ia kembali ke surga dengan Visnu. Ibunya seorang wanita petani desa Pangkur, yang telah disetubuhi oleh dewa Brahma pada waktu ia sedang mengantarkan makan untuk suarninya di ladang. Dewa Brahma meramaikan bahwa bayi yang tumbuh dalam kandungan wanita itu kelak akan memerintah pulau Jawa. Iapun berpesan agar wanita itu tidak lagi bergaul dengan suaminya. Kurang dari lima hari setelah peristiwa itu suami wanita itu meninggal, rneskipun mereka itu segera bercerai setelah peristiwa penrerkosaan tersebut. Bayi Ken Angrok yang dibuang oleh ibunya rnengeluarkan sinar di malam hari; dan mujizat itu masili ada padanya pada waktu ia sudah dewasa. Berganti-ganti ia rner-rdatangkan bencana dan keuntungan Lepada orang-orang yang diikutinya. Selanjutnya ia hidup mengernbara sebagai pencuri, perampok, pernerkosa wanita dan pernbunuh, sehingga ia dikejar-kejar oleh rakyat dan utusan dari Tumapel atas peiintah raja Daha. Tetapi ia selalu dapat lolos dari kejaran berkat bantuan dewa-dewa. Ia diaku anak dewa piwa, dan dikatakan penjelrnaan dewa Visnu. Dengan perantaraan pendeta Lohgawe ia dapat diterima menghambakan diri pada sag akuw'u di runrapel, Tunggul Ametung. Tidak rama kemudian Ken Angrok tertarik akan isteri muda Tunggul Ametung, Ken DeQes, yang juga nrenrpunyai nrujizat dapat mengeluarkan sinar. Maka dibunuhnyalah runggul Ametung, dan diperisterikannya Ken pedes, yang pada waktu itu sedang mengandung tiga bulan. Lalu ia menggantikan Tunggul Ametung sebagai akuw,tt di rumapel. semuanya itu dibiarkan saja oleh keluarga Tunggul Ametung dan rakyat Tunrapel. Setelah 40 tahun mcnjadi ukuwu di rumapel 1) di bawah kekuasaan maharaj.a Daha, Ken Angrok didatangi oleh para brohntanq dari Daha, yang tidak
{"title":"Ken Angrok Anak Tunggul Ametung?","authors":"Buchari Buchari","doi":"10.7454/ai.v0i20.10524","DOIUrl":"https://doi.org/10.7454/ai.v0i20.10524","url":null,"abstract":"L Cerita tentang Ken Angrok di dalam kitab Pararaton cukup dikenal, sehingga tidak perlu rasanya kami rnenterjemahkannya selengkapnya di sini. Mereka yang ingin mengetahui cerita seluruhnya kami persilakan membaca terjemahan kitab Pararaton oleh Ki J. Padmopoespito (padmopoespito, 1966) dan R. Pitono Hardjowardojo (Pitono, 1955). cukuplah kalau di sini kami sebutkan pokok-pokoknya saja yang nanti akan kami bicarakan lebih lanjut. Pokok-pokok yang kami anggap pcnting itu ialah bahwa Ken Angrok ialah penjelmaan kernbaii seorang yang mula-mula hidup tidak baik, tetapi karena sanggup dijadikan kurban untuk dewa penjaga pintu ia kembali ke surga dengan Visnu. Ibunya seorang wanita petani desa Pangkur, yang telah disetubuhi oleh dewa Brahma pada waktu ia sedang mengantarkan makan untuk suarninya di ladang. Dewa Brahma meramaikan bahwa bayi yang tumbuh dalam kandungan wanita itu kelak akan memerintah pulau Jawa. Iapun berpesan agar wanita itu tidak lagi bergaul dengan suaminya. Kurang dari lima hari setelah peristiwa itu suami wanita itu meninggal, rneskipun mereka itu segera bercerai setelah peristiwa penrerkosaan tersebut. Bayi Ken Angrok yang dibuang oleh ibunya rnengeluarkan sinar di malam hari; dan mujizat itu masili ada padanya pada waktu ia sudah dewasa. Berganti-ganti ia rner-rdatangkan bencana dan keuntungan Lepada orang-orang yang diikutinya. Selanjutnya ia hidup mengernbara sebagai pencuri, perampok, pernerkosa wanita dan pernbunuh, sehingga ia dikejar-kejar oleh rakyat dan utusan dari Tumapel atas peiintah raja Daha. Tetapi ia selalu dapat lolos dari kejaran berkat bantuan dewa-dewa. Ia diaku anak dewa piwa, dan dikatakan penjelrnaan dewa Visnu. Dengan perantaraan pendeta Lohgawe ia dapat diterima menghambakan diri pada sag akuw'u di runrapel, Tunggul Ametung. Tidak rama kemudian Ken Angrok tertarik akan isteri muda Tunggul Ametung, Ken DeQes, yang juga nrenrpunyai nrujizat dapat mengeluarkan sinar. Maka dibunuhnyalah runggul Ametung, dan diperisterikannya Ken pedes, yang pada waktu itu sedang mengandung tiga bulan. Lalu ia menggantikan Tunggul Ametung sebagai akuw,tt di rumapel. semuanya itu dibiarkan saja oleh keluarga Tunggul Ametung dan rakyat Tunrapel. Setelah 40 tahun mcnjadi ukuwu di rumapel 1) di bawah kekuasaan maharaj.a Daha, Ken Angrok didatangi oleh para brohntanq dari Daha, yang tidak","PeriodicalId":8156,"journal":{"name":"Antropologi Indonesia","volume":"25 1","pages":"56 - 69"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"1975-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"82606559","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Catatan Tentang Lukisan pada Dinding Peti Batu dari Museum Pusat di Jakarta","authors":"Haris Sukendar","doi":"10.7454/ai.v0i20.10523","DOIUrl":"https://doi.org/10.7454/ai.v0i20.10523","url":null,"abstract":"","PeriodicalId":8156,"journal":{"name":"Antropologi Indonesia","volume":"219 1","pages":"47 - 55"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"1975-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"79791714","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
T B u e " i o u d e r a q o q p p p ' l u j s I p l n q c s l p n p e d ' n 1 r t t e e r e c t q t t t e d c p e d e l t e d t u e s e 1 t 1 l u n l a q a s ' q e c y e , { u p n q w e p ? s e q e g u e t l t l e u e d 1 o 1 o d : e q r i r n s t c 8 e q e s e , , { u u u E u n q n q u € l e p ' 3 u o , { u r u c 1 q I Z U V } e W I O t u I e p u e i l E } I I q E I l l } I q e l e s e i u t u e I e C ' u e t l t l e u e d n l n t u 1 n > l E u u f t t e t t t t 1 : e r e q t u t u e ( I ' u ? l q n l n q r p E u e , ( I s e t t u o j u l t e l l u l e l l u u e l n l u o u a t u i e 8 u u s u e l e € I p E U o J E ) ' e u e q ; e p e s r r l r 8 e q q e l u u > i n q u e i p y e u e d t u e l e p 1 o 1 o d t e q t u n s u e l e o s : c d ' r p e 1 ' s 1 c 1 d u r o > 1 E u e , { u e l s o s r o d u e 8 u u u I e d r r . r e q n 1 u 1 e s ' u , 4 e p n q u e p ] u l t l e . , { s u t t t u u l u o s r e d e u e . r e y ' i u 1 E r e , { s E I u d n p r q u e l e r 8 e l r 8 c s l t E e q : e q u e B u e : e 1 e 1 u e l l l o q t i l e t u e s r g 3 u u . ( > 1 o : 1 o d r e q r r r n s u e l n p o m o u r e , { u p n q u e p } e l e J ? ^ s e r u t e u c 8 u e t u u e r } t l o u a d n l e n s ' p q u p e d ' 1 e 1 e : e d s e t u u e d n p r q e l d n 1 3 u r 1 S u e n r u r e p p u n d n u t u q e r o e p E u e n r t u e l ? p I I e q ' s e l s q r a l l e 8 u e s E u u X u e t u e l e 8 u e d t e , { u n d t u e t u e r ( u e q n i r t l r e d e s e n 1 E u u r o ' e , { u e 1 c l B p V ' u e t i t l e u a d u , { u p s e q r e q u t t u e l u c t u " l r d e p q e p u n l o q u ? I l i t u e p E u e , { i : r r r : t 3 ' u u t } t T e u e d t u e l e p 1 o 1 o d l o q t u n s t p u l u e i u u l p t l l l l u l a i u S u n r e p u e r S u e r o u u t > l t t t r e p 8 u e . , ( u e r i e [ t t e > 1 u e E u e q ' e f u u e r u e l e f i u a d 1 e , { u e q E u e , { 1 e > 1 e r e . ' { s e u u 1 o 8 3 u e l € 8 p q r s d e E S u e r p S u n i a p u a c E ^ u e l s n i n f u e 1 q e p n s 8 u e . , { S u e r g . ] n q a s : o l u t q i i r d r u e l ? p u € S L r e q u [ 1 r a d u u q e q r p e l u a r u I n ] u n n l u a l l c l u t 3 r : r i ) e f u r e u e q a s t p t n l u e t l l t n t u n u e { o } e d r e 8 e q e 5 ' e , { u u t t l t l a t r e d 1 e , { q o 1 n 1 u n 1 e d a 1 B u e f r l o r l o d J O q u I n s u e o u o t u n d r u e t u d e S S u u r p r l t l e u e d d e r l u e q ' I l i p u o s n l l u t r l r l e u e c l > l e i i q o r l e i < l L l e ) i n l u e i l p l e f l u e s 1 o 1 o d l o q t l t n s d e t l d e r ] e u o l e { c 1 t t t e q P , J l p e s r q e . { u 1 e 8 u n l l i u F I ' u e r l i l e u e d i S o l o p o } e t u n 4 n q n l n q q o i o r e q o l 8 u e l u e d E u e f u e s c l c i u e d r : a q r p 8 u e : e [ S u e t t t o t
{"title":"Anzib Lamnyong: Gudang Karya Sastra Aceh","authors":"U. U. Hamidy","doi":"10.7454/ai.v0i20.10522","DOIUrl":"https://doi.org/10.7454/ai.v0i20.10522","url":null,"abstract":"T B u e \" i o u d e r a q o q p p p ' l u j s I p l n q c s l p n p e d ' n 1 r t t e e r e c t q t t t e d c p e d e l t e d t u e s e 1 t 1 l u n l a q a s ' q e c y e , { u p n q w e p ? s e q e g u e t l t l e u e d 1 o 1 o d : e q r i r n s t c 8 e q e s e , , { u u u E u n q n q u € l e p ' 3 u o , { u r u c 1 q I Z U V } e W I O t u I e p u e i l E } I I q E I l l } I q e l e s e i u t u e I e C ' u e t l t l e u e d n l n t u 1 n > l E u u f t t e t t t t 1 : e r e q t u t u e ( I ' u ? l q n l n q r p E u e , ( I s e t t u o j u l t e l l u l e l l u u e l n l u o u a t u i e 8 u u s u e l e € I p E U o J E ) ' e u e q ; e p e s r r l r 8 e q q e l u u > i n q u e i p y e u e d t u e l e p 1 o 1 o d t e q t u n s u e l e o s : c d ' r p e 1 ' s 1 c 1 d u r o > 1 E u e , { u e l s o s r o d u e 8 u u u I e d r r . r e q n 1 u 1 e s ' u , 4 e p n q u e p ] u l t l e . , { s u t t t u u l u o s r e d e u e . r e y ' i u 1 E r e , { s E I u d n p r q u e l e r 8 e l r 8 c s l t E e q : e q u e B u e : e 1 e 1 u e l l l o q t i l e t u e s r g 3 u u . ( > 1 o : 1 o d r e q r r r n s u e l n p o m o u r e , { u p n q u e p } e l e J ? ^ s e r u t e u c 8 u e t u u e r } t l o u a d n l e n s ' p q u p e d ' 1 e 1 e : e d s e t u u e d n p r q e l d n 1 3 u r 1 S u e n r u r e p p u n d n u t u q e r o e p E u e n r t u e l ? p I I e q ' s e l s q r a l l e 8 u e s E u u X u e t u e l e 8 u e d t e , { u n d t u e t u e r ( u e q n i r t l r e d e s e n 1 E u u r o ' e , { u e 1 c l B p V ' u e t i t l e u a d u , { u p s e q r e q u t t u e l u c t u \" l r d e p q e p u n l o q u ? I l i t u e p E u e , { i : r r r : t 3 ' u u t } t T e u e d t u e l e p 1 o 1 o d l o q t u n s t p u l u e i u u l p t l l l l u l a i u S u n r e p u e r S u e r o u u t > l t t t r e p 8 u e . , ( u e r i e [ t t e > 1 u e E u e q ' e f u u e r u e l e f i u a d 1 e , { u e q E u e , { 1 e > 1 e r e . ' { s e u u 1 o 8 3 u e l € 8 p q r s d e E S u e r p S u n i a p u a c E ^ u e l s n i n f u e 1 q e p n s 8 u e . , { S u e r g . ] n q a s : o l u t q i i r d r u e l ? p u € S L r e q u [ 1 r a d u u q e q r p e l u a r u I n ] u n n l u a l l c l u t 3 r : r i ) e f u r e u e q a s t p t n l u e t l l t n t u n u e { o } e d r e 8 e q e 5 ' e , { u u t t l t l a t r e d 1 e , { q o 1 n 1 u n 1 e d a 1 B u e f r l o r l o d J O q u I n s u e o u o t u n d r u e t u d e S S u u r p r l t l e u e d d e r l u e q ' I l i p u o s n l l u t r l r l e u e c l > l e i i q o r l e i < l L l e ) i n l u e i l p l e f l u e s 1 o 1 o d l o q t l t n s d e t l d e r ] e u o l e { c 1 t t t e q P , J l p e s r q e . { u 1 e 8 u n l l i u F I ' u e r l i l e u e d i S o l o p o } e t u n 4 n q n l n q q o i o r e q o l 8 u e l u e d E u e f u e s c l c i u e d r : a q r p 8 u e : e [ S u e t t t o t","PeriodicalId":8156,"journal":{"name":"Antropologi Indonesia","volume":"1 1","pages":"31 - 46"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"1975-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89674592","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}