I nfeksi dapat disebabkan satu atau campuran bakteri. Isolasi bakteri dari sampel dibutuhkan media dan teknik yang baik dan selanjutnya dapat dilakukan identifikasi. Permasalahan muncul apabila sampel mengandung bakteri bersifat menjalar yang pertumbuhannya dapat menutupi bakteri lain . Tujuan p enelitian ini membuat modifikasi Firm Nutrien Agar Plate (FNAP) dan Firm Agar Darah Plate (FADP) dengan metode yang praktis, efisien dan murah, yang memiliki kemampuan mengisolasi bakteri yang sama dengan media rutin, tetapi menghambat ekspresi menjalar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 sebagai kontrol bakteri yang tidak menjalar dan Proteus mirabilis dan Pseudomonas aeruginosa isolat limbah sebagai bakteri yang mempunyai sifat menjalar. Masing-masing bakteri dibuat suspensi Mc Farland 0,5 kemudian ditanam satu ose pada media rutin dan modifikasi firm agar. Hasil penelitian S taphylococcus aureus yang tumbuh p ada FNAP dan FADP jumlah koloni lebih sedikit dan diameter semakin kecil dengan meningkatnya kepadatan media . Proteus mirabilis yang memiliki flagel peritrikh dan Pseudomonas aeuginosa yang memiliki flagel monotrikh , ekspresi menjalar menghilang , morfologi koloni membulat , terpisah dengan meningkatnya kepadatan media . Jumlah koloni yang tumbuh tidak berbeda nyata pada media rutin maupun firm agar. Kesimpulan: Modifikasi firm agar dapat meng hilangkan sifat menjalar bakteri tanpa menghambat pertumbuhan bakteri lain, sehingga media tersebut dapat digunakan untuk mengisolasi bakteri dari sampel yang mengandung campuran bakteri. Saran: Perlu peningkatan konsentrasi media FADP untuk memperoleh koloni yang terpisah. Selain itu diperlukan penelitian lanjutan untuk melihat kemampuan mengisolasi media dengan menanamkan campuran bakteri yang mempunyai sifat menjalar dan bakteri yang tidak mempunyai sifat menjalar.
{"title":"Teknik Firm Agar untuk Isolasi Bakteri Menjalar","authors":"M. Eridian, Titiek Djannatun","doi":"10.33476/JKY.V24I2.264","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/JKY.V24I2.264","url":null,"abstract":"I nfeksi dapat disebabkan satu atau campuran bakteri. Isolasi bakteri dari sampel dibutuhkan media dan teknik yang baik dan selanjutnya dapat dilakukan identifikasi. Permasalahan muncul apabila sampel mengandung bakteri bersifat menjalar yang pertumbuhannya dapat menutupi bakteri lain . Tujuan p enelitian ini membuat modifikasi Firm Nutrien Agar Plate (FNAP) dan Firm Agar Darah Plate (FADP) dengan metode yang praktis, efisien dan murah, yang memiliki kemampuan mengisolasi bakteri yang sama dengan media rutin, tetapi menghambat ekspresi menjalar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 sebagai kontrol bakteri yang tidak menjalar dan Proteus mirabilis dan Pseudomonas aeruginosa isolat limbah sebagai bakteri yang mempunyai sifat menjalar. Masing-masing bakteri dibuat suspensi Mc Farland 0,5 kemudian ditanam satu ose pada media rutin dan modifikasi firm agar. Hasil penelitian S taphylococcus aureus yang tumbuh p ada FNAP dan FADP jumlah koloni lebih sedikit dan diameter semakin kecil dengan meningkatnya kepadatan media . Proteus mirabilis yang memiliki flagel peritrikh dan Pseudomonas aeuginosa yang memiliki flagel monotrikh , ekspresi menjalar menghilang , morfologi koloni membulat , terpisah dengan meningkatnya kepadatan media . Jumlah koloni yang tumbuh tidak berbeda nyata pada media rutin maupun firm agar. Kesimpulan: Modifikasi firm agar dapat meng hilangkan sifat menjalar bakteri tanpa menghambat pertumbuhan bakteri lain, sehingga media tersebut dapat digunakan untuk mengisolasi bakteri dari sampel yang mengandung campuran bakteri. Saran: Perlu peningkatan konsentrasi media FADP untuk memperoleh koloni yang terpisah. Selain itu diperlukan penelitian lanjutan untuk melihat kemampuan mengisolasi media dengan menanamkan campuran bakteri yang mempunyai sifat menjalar dan bakteri yang tidak mempunyai sifat menjalar.","PeriodicalId":101844,"journal":{"name":"YARSI medical Journal","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117178221","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Leptospirosis termasuk re-emerging disease dan sering menjadi wabah setelah bencana banjir. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira patogen yang ditansmisikan secara langsung lewat hewan terinfeksi atau tidak langsung melalui lingkungan yang terkontaminasi urin hewan tersebut. Studi mengenai Leptospira yang ada di lingkungan perairan daerah rawan banjir dilakukan untuk mengetahui penyebaran Leptospira, terutama strain patogen, sehingga dapat dilakukan antisipasi pencegahan. Sampel dikumpulkan dan diukur pHnya dari 20 penampungan air, seperti waduk, danau, sungai, selokan air, di daerah rawan banjir di Jakarta, dan dikultur pada medium Korthof modifikasi mengandung 5-fluorouracil. Pengamatan hasil kultur dilakukan dengan mikroskop lapang gelap selama satu bulan. Diferensiasi Leptospira dilakukan dengan deteksi gen flaB. Hasil menunjukkan bahwa 75% dari sampel yang diperoleh, positif Leptospira. Ph sampel air sebesar 6,6–7,9 masih sesuai untuk pertumbuhan Leptospira. Analisis dengan gen flaB menunjukkan bahwa Leptospira yang diisolasi termasuk jenis saprofit.
{"title":"Studi Leptospira SP Pada Beberapa Daerah Rawan Banjir Di Jakarta","authors":"Sri Widiyanti, Ike Irmawati Purbo Astuti","doi":"10.33476/JKY.V24I2.121","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/JKY.V24I2.121","url":null,"abstract":"Leptospirosis termasuk re-emerging disease dan sering menjadi wabah setelah bencana banjir. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira patogen yang ditansmisikan secara langsung lewat hewan terinfeksi atau tidak langsung melalui lingkungan yang terkontaminasi urin hewan tersebut. Studi mengenai Leptospira yang ada di lingkungan perairan daerah rawan banjir dilakukan untuk mengetahui penyebaran Leptospira, terutama strain patogen, sehingga dapat dilakukan antisipasi pencegahan. Sampel dikumpulkan dan diukur pHnya dari 20 penampungan air, seperti waduk, danau, sungai, selokan air, di daerah rawan banjir di Jakarta, dan dikultur pada medium Korthof modifikasi mengandung 5-fluorouracil. Pengamatan hasil kultur dilakukan dengan mikroskop lapang gelap selama satu bulan. Diferensiasi Leptospira dilakukan dengan deteksi gen flaB. Hasil menunjukkan bahwa 75% dari sampel yang diperoleh, positif Leptospira. Ph sampel air sebesar 6,6–7,9 masih sesuai untuk pertumbuhan Leptospira. Analisis dengan gen flaB menunjukkan bahwa Leptospira yang diisolasi termasuk jenis saprofit.","PeriodicalId":101844,"journal":{"name":"YARSI medical Journal","volume":"29 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126419178","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek kemopreventif ekstrak etanolik biji N. sativa terhadap terjadinya kanker kulit mencit terinduksi sinar UV. Mencit galur Balb-C dicukur punggungnya hingga bersih. Hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok yaitu kelompok I-III diberi ekstrak etanolik biji N. sativa dengan dosis 100mg/kgBB, 200mg/kgBB, 400mg/kgBB, kontrol positif yang diinduksi kanker dengan UV, kontrol negatif yang tidak mendapat perlakuan, dan kontrol negatif diberi CMC (sebagai pelarut ekstrak). Disimpulkan bahwa ekstrak etanolik biji N. sativa setelah pemaparan u ltraviolet menurunkan insidensi kanker kulit mencit sebesar 5,3%-43,2%, menurunkan tumor multiplicit y 45-55% tetapi secara statistik tidak signifikan, menunjukkan gambaran histopatologik kulit yang lebih baik, meningkatkan ekspresi p53 secara statistik berbeda signifikan.
{"title":"Efek Kemopreventif Ekstrak Etanolik Biji Jinten Hitam (Nigela sativa) pada Terjadinya Kanker Kulit Mencit Strain Terinduksi Ultraviolet","authors":"Sri Nabawiyati Nurul Makiyah","doi":"10.33476/JKY.V24I2.254","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/JKY.V24I2.254","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek kemopreventif ekstrak etanolik biji N. sativa terhadap terjadinya kanker kulit mencit terinduksi sinar UV. Mencit galur Balb-C dicukur punggungnya hingga bersih. Hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok yaitu kelompok I-III diberi ekstrak etanolik biji N. sativa dengan dosis 100mg/kgBB, 200mg/kgBB, 400mg/kgBB, kontrol positif yang diinduksi kanker dengan UV, kontrol negatif yang tidak mendapat perlakuan, dan kontrol negatif diberi CMC (sebagai pelarut ekstrak). Disimpulkan bahwa ekstrak etanolik biji N. sativa setelah pemaparan u ltraviolet menurunkan insidensi kanker kulit mencit sebesar 5,3%-43,2%, menurunkan tumor multiplicit y 45-55% tetapi secara statistik tidak signifikan, menunjukkan gambaran histopatologik kulit yang lebih baik, meningkatkan ekspresi p53 secara statistik berbeda signifikan.","PeriodicalId":101844,"journal":{"name":"YARSI medical Journal","volume":"178 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125992181","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Perilaku Masyrakat daerah endemis merupakan penentu akan adanya kasus malaria, meskipun lingkungan mendukungnya. Jik a masyarakat mau merobah lingkungan yang tidak baik menjadi lingkungan yang bersih penyakit akan sulit menjadi endemik. Telah dilakukan penelitian mengenai perilaku masyarakat di pulau sebatik terhadap penularan malaria dengan hasil sebagai berikut: Perilaku penduduk berisiko tertular malaria adalah kegiatan keluar rumah pada malam hari dan tidak menggunakan pelindung diri dari gigitan nyamuk. Pengetahuan masyarakat masih rendah terhadap penularan malaria serta ditemukan keterlambatan serta pengobatan tidak tuntas. Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara perlindungan diri/keluarga supaya tidak tertular malaria. Usaha pencegahan terjadinya penularan malaria: Meningkatkan surveilan kasus terhadap pendatang dan pengobatan kepada penderita. Dilakukan pelatihan penyegaran kepada mikroskopis di Puskesmas untuk mengurangi kesalahan pemeriksaan slide darah (penentuan spesies parasit). Perlu dilakukan pelatihan entomologi bagi staf Puskesmas, untuk pemantauan nyamuk vektor, sebagai usaha pencegahan dini penularan malaria.
{"title":"Gambaran dan Keadaan Masyarakat Terhadap Malaria di Kecamatan Sebatik Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur (Daerah Lintas Batas Indonesia–Malaysia)","authors":"Hasan Boesri","doi":"10.33476/jky.v24i2.255","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/jky.v24i2.255","url":null,"abstract":"Perilaku Masyrakat daerah endemis merupakan penentu akan adanya kasus malaria, meskipun lingkungan mendukungnya. Jik a masyarakat mau merobah lingkungan yang tidak baik menjadi lingkungan yang bersih penyakit akan sulit menjadi endemik. Telah dilakukan penelitian mengenai perilaku masyarakat di pulau sebatik terhadap penularan malaria dengan hasil sebagai berikut: Perilaku penduduk berisiko tertular malaria adalah kegiatan keluar rumah pada malam hari dan tidak menggunakan pelindung diri dari gigitan nyamuk. Pengetahuan masyarakat masih rendah terhadap penularan malaria serta ditemukan keterlambatan serta pengobatan tidak tuntas. Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara perlindungan diri/keluarga supaya tidak tertular malaria. Usaha pencegahan terjadinya penularan malaria: Meningkatkan surveilan kasus terhadap pendatang dan pengobatan kepada penderita. Dilakukan pelatihan penyegaran kepada mikroskopis di Puskesmas untuk mengurangi kesalahan pemeriksaan slide darah (penentuan spesies parasit). Perlu dilakukan pelatihan entomologi bagi staf Puskesmas, untuk pemantauan nyamuk vektor, sebagai usaha pencegahan dini penularan malaria.","PeriodicalId":101844,"journal":{"name":"YARSI medical Journal","volume":"834 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127793929","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini adalah mengenai efek hipoglikemik dari consituents aktif Leucaena leucocephala (LMK) fraksi biji De Wit pada tikus yang diinduksi glukosa. Tikus uji di bagi menjadi tujuh kelompok perlakuan yang masing-masing terdiri dari lima tikus. Setelah diinduksi dengan 1,5 g/berat badan peroral glukosa, tikus diabetes dalam kelompok satu hanya diberikan air suling. Pada kelompok perlakuan lima menerima 10 mg/kg berat badan A - 1 - A - 5 terisolasi . Dalam kelompok tujuh, tikus diabetes diberi 10 mg / kg berat badan Quercetine . DArah tikus diambil dari ekor pada menit ke- 0 , -30 , -60 , -90 , -120 , --150 dan -180. Darah diuji untuk mengukur jumlah glukosa. Dalam percobaan hewan konstituen aktif menekan peningkatan kadar glukosa darah postprandial dibandingkan dengan kontrol ( p < 0,05 ) . Struktur galactomannan konstituen aktif ditentukan oleh interpretasi data spektroskopi dan perbandingan data dengan literatur.
这项研究是关于活红斑白细胞的低糖效应(LMK)。测试鼠被分成七组,每组由五只老鼠组成。一旦人工诱导的葡萄糖传播速度为1.5克/体重,一小撮糖尿病小鼠就只喝蒸馏水。在治疗小组中,5人的体重为10 mg/kg, A - 1 - A - 5磅是孤立的。在第七组中,糖尿病小鼠的体重为10毫克/公斤。老鼠血在一分钟内从尾巴上取下,进入0 -30 -60 -60 -90 -120 -120 -150和-180。血液测试以测量葡萄糖量。在动物组成实验中,主动抑制后血糖水平的增加,而不是控制(p < 0.05)。可行的星系组成结构是由分谱数据的解释和数据与文学的比较决定的。
{"title":"EFEK HIPOGLIKEMIK SENYAWA BIOAKTIF BIJI PETAI CINA (Leucaena leucocephala (lmk)De Wit DENGAN MENGGUNAKAN METODA TOLERANSI GLUKOSA ORAL PADA MENCIT.","authors":"Syamsudin Syamsudin","doi":"10.33476/JKY.V24I2.257","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/JKY.V24I2.257","url":null,"abstract":"Penelitian ini adalah mengenai efek hipoglikemik dari consituents aktif Leucaena leucocephala (LMK) fraksi biji De Wit pada tikus yang diinduksi glukosa. Tikus uji di bagi menjadi tujuh kelompok perlakuan yang masing-masing terdiri dari lima tikus. Setelah diinduksi dengan 1,5 g/berat badan peroral glukosa, tikus diabetes dalam kelompok satu hanya diberikan air suling. Pada kelompok perlakuan lima menerima 10 mg/kg berat badan A - 1 - A - 5 terisolasi . Dalam kelompok tujuh, tikus diabetes diberi 10 mg / kg berat badan Quercetine . DArah tikus diambil dari ekor pada menit ke- 0 , -30 , -60 , -90 , -120 , --150 dan -180. Darah diuji untuk mengukur jumlah glukosa. Dalam percobaan hewan konstituen aktif menekan peningkatan kadar glukosa darah postprandial dibandingkan dengan kontrol ( p < 0,05 ) . Struktur galactomannan konstituen aktif ditentukan oleh interpretasi data spektroskopi dan perbandingan data dengan literatur.","PeriodicalId":101844,"journal":{"name":"YARSI medical Journal","volume":"72 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-08-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132421727","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian efek teratogenik ikan tuna yang mengandung formalin pada fetus mencit putih telah dilakukan. Penelitian dilakukan pada 20 ekor mencit betina hamil yang dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol yang hanya diberi air, kelompok kedua adalah mencit hamil yang hanya diberi formalin 1,82 mg/kg BB, kelompok ketiga diberi ikan tuna yang mengandung formalin 1,82 mg/kg BB, kelompok keempat diperlakukan dengan ikan tuna yang mengandung formalin 3,64 mg / kg BW, dan kelompok kelima adalah ikan tuna mengandung formalin yang dibeli dari pasar tradisional. Perlakuan diberikan pada hari ke-6 sampai hari ke-15 kehamilan. Pada hari ke-18 kehamilan laparotomi telah dilakukan. Dua pertiga dari janin direndam dalam larutan Bouin dan sisanya lebih direndam dalam larutan merah alizarin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mencit yang diperlakukan dengan formalin dosis 1,82 mg/kgBB dan ikan tuna mengandung formalin 3,64 mg/kg BB menyebabkan tapak resorpsi pada janin. Sementara, ikan tuna mengandung formalin pada dosis 1,82 mg/kg BB menyebabkan penjarakan tulang costae pada fetus. Ikan tuna mengandung formalin yang dibeli dari pasar tradisional menyebabkan tapak resorpsi dan penjarakan costae pada fetus. The teratogenic effect of tuna fish containing formalin on white mice fetus has been observed. Twenty pregnant mice were divided into 5 groups. First group is control group, second group was treated with only formaldehyde solution at dose of 1.82 mg/kg BW, third group was treated with tuna fish containing formaldehyde 1.82 mg/kg BW, fourth group was treated with tuna fish containing formaldehyde 3.64 mg/kg BW, and the fifth group was treated with tuna fish containing formaldehyde which were bought from traditional market. Treatment was given on day 6 to day 15 of pregnancy. On the 18th day of pregnancy laparotomy was performed. Two-thirds of the fetus immersed in Bouin solution and the rest is soaked in a solution of alizarin red. The results showed that mice treated with 1.82 mg/kg formaldehyde and tuna fish containing formaldehyde of 3.64 mg/kg caused fetal resorption. Meanwhile, tuna fish contain formaldehyde at a dose of 1.82 mg/kg caused the distance between costae on fetus. Tuna fish containing formaldehyde purchased from traditional markets caused resorption site and the distance between costae on fetus.
{"title":"Efek Teratogenik Ikan Tuna Yang Mengandung Formalin Pada Fetus Mencit","authors":"A. Almahdy, Fitra Kurniasi","doi":"10.33476/jky.v24i1.130","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/jky.v24i1.130","url":null,"abstract":"Penelitian efek teratogenik ikan tuna yang mengandung formalin pada fetus mencit putih telah dilakukan. Penelitian dilakukan pada 20 ekor mencit betina hamil yang dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol yang hanya diberi air, kelompok kedua adalah mencit hamil yang hanya diberi formalin 1,82 mg/kg BB, kelompok ketiga diberi ikan tuna yang mengandung formalin 1,82 mg/kg BB, kelompok keempat diperlakukan dengan ikan tuna yang mengandung formalin 3,64 mg / kg BW, dan kelompok kelima adalah ikan tuna mengandung formalin yang dibeli dari pasar tradisional. Perlakuan diberikan pada hari ke-6 sampai hari ke-15 kehamilan. Pada hari ke-18 kehamilan laparotomi telah dilakukan. Dua pertiga dari janin direndam dalam larutan Bouin dan sisanya lebih direndam dalam larutan merah alizarin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mencit yang diperlakukan dengan formalin dosis 1,82 mg/kgBB dan ikan tuna mengandung formalin 3,64 mg/kg BB menyebabkan tapak resorpsi pada janin. Sementara, ikan tuna mengandung formalin pada dosis 1,82 mg/kg BB menyebabkan penjarakan tulang costae pada fetus. Ikan tuna mengandung formalin yang dibeli dari pasar tradisional menyebabkan tapak resorpsi dan penjarakan costae pada fetus. The teratogenic effect of tuna fish containing formalin on white mice fetus has been observed. Twenty pregnant mice were divided into 5 groups. First group is control group, second group was treated with only formaldehyde solution at dose of 1.82 mg/kg BW, third group was treated with tuna fish containing formaldehyde 1.82 mg/kg BW, fourth group was treated with tuna fish containing formaldehyde 3.64 mg/kg BW, and the fifth group was treated with tuna fish containing formaldehyde which were bought from traditional market. Treatment was given on day 6 to day 15 of pregnancy. On the 18th day of pregnancy laparotomy was performed. Two-thirds of the fetus immersed in Bouin solution and the rest is soaked in a solution of alizarin red. The results showed that mice treated with 1.82 mg/kg formaldehyde and tuna fish containing formaldehyde of 3.64 mg/kg caused fetal resorption. Meanwhile, tuna fish contain formaldehyde at a dose of 1.82 mg/kg caused the distance between costae on fetus. Tuna fish containing formaldehyde purchased from traditional markets caused resorption site and the distance between costae on fetus.","PeriodicalId":101844,"journal":{"name":"YARSI medical Journal","volume":"16 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134370110","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pneumonia merupakan pembunuh utama anak dibawah usia lima tahun (balita) di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, Malaria dan Campak. Namun, belum banyak perhatian terhadap penyakit ini. Di dunia, dari 9 juta kematian balita lebih dari 2 juta balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia atau sama dengan 4 balita meninggal setiap menitnya. Dari lima kematian balita, satu diantaranya disebabkan pneumonia. Di Puskesmas Susunan Baru pada bulan Februari 2012 terjadi 1 (satu) kematian balita akibat pneumonia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Susunan Kota Bandar Lampung Tahun 2012. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan mengguna-kan desain studi case control, dilakukan pada bulan Oktober-Nopember 2012 pada 130 balita yang tediri 65 kasus dan 65 kontrol di Puskesmas Susunan Baru yang dipilih sebagai sampel. Variabel dependen adalah kejadian Pneumonia pada balita, sedangkan variabel Independen adalah umur balita, status gizi balita, kelengkapan status imunisasi, pemberian Vitamin A, pemberian ASI Eksklusif, pendidikan ibu, dan asap pembakaran keluarga. Analisa data secara univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian didapatkan ada pengaruh kelengkapan status imunisasi, pemberian Vitamin A, pemberian ASI Eksklusif, dan asap pembakaran keluarga dengan kejadian Pneumonia pada balita. Variabel yang merupakan faktor paling dominan berpengaruh terhadap kejadian Pneumonia pada balita adalah asap pembakaran keluarga setelah dikontrol variabel kelengkapan status imunisasi, pemberian Vitamin A, pemberian ASI Eksklusif, dan pendidikan ibu, dengan nilai OR = 13,363 yang berarti balita dengan asap pembakaran keluarga yang tidak baik akan berisiko terkena Pneumonia 13 kali lebih tinggi di-bandingkan balita dengan asap pembakaran keluarga yang baik. Saran yang dapat penulis berikan adalah perlu dilakukan pendekatan secara komprehensif dalam menurunkan kasus Pneumonia balita melalui pendekatan dan advokasi ke legislatif untuk mengalokasikan pembiayaan untuk pembuatan leaflet, poster, tentang bahaya asap pembakaran keluarga dan asap rokok bagi kesehatan balita.
{"title":"Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Pneumonia Pada Balita di Puskesmas Susunan Kota Bandar Lampung Tahun 2012","authors":"Rosbiatul Adawiyah","doi":"10.33476/JKY.V24I1.256","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/JKY.V24I1.256","url":null,"abstract":"Pneumonia merupakan pembunuh utama anak dibawah usia lima tahun (balita) di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, Malaria dan Campak. Namun, belum banyak perhatian terhadap penyakit ini. Di dunia, dari 9 juta kematian balita lebih dari 2 juta balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia atau sama dengan 4 balita meninggal setiap menitnya. Dari lima kematian balita, satu diantaranya disebabkan pneumonia. Di Puskesmas Susunan Baru pada bulan Februari 2012 terjadi 1 (satu) kematian balita akibat pneumonia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Susunan Kota Bandar Lampung Tahun 2012. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan mengguna-kan desain studi case control, dilakukan pada bulan Oktober-Nopember 2012 pada 130 balita yang tediri 65 kasus dan 65 kontrol di Puskesmas Susunan Baru yang dipilih sebagai sampel. Variabel dependen adalah kejadian Pneumonia pada balita, sedangkan variabel Independen adalah umur balita, status gizi balita, kelengkapan status imunisasi, pemberian Vitamin A, pemberian ASI Eksklusif, pendidikan ibu, dan asap pembakaran keluarga. Analisa data secara univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian didapatkan ada pengaruh kelengkapan status imunisasi, pemberian Vitamin A, pemberian ASI Eksklusif, dan asap pembakaran keluarga dengan kejadian Pneumonia pada balita. Variabel yang merupakan faktor paling dominan berpengaruh terhadap kejadian Pneumonia pada balita adalah asap pembakaran keluarga setelah dikontrol variabel kelengkapan status imunisasi, pemberian Vitamin A, pemberian ASI Eksklusif, dan pendidikan ibu, dengan nilai OR = 13,363 yang berarti balita dengan asap pembakaran keluarga yang tidak baik akan berisiko terkena Pneumonia 13 kali lebih tinggi di-bandingkan balita dengan asap pembakaran keluarga yang baik. Saran yang dapat penulis berikan adalah perlu dilakukan pendekatan secara komprehensif dalam menurunkan kasus Pneumonia balita melalui pendekatan dan advokasi ke legislatif untuk mengalokasikan pembiayaan untuk pembuatan leaflet, poster, tentang bahaya asap pembakaran keluarga dan asap rokok bagi kesehatan balita.","PeriodicalId":101844,"journal":{"name":"YARSI medical Journal","volume":"16 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127385893","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Garcinia merupakan tanaman khas daerah tropis yang memiliki banyak manfaat. Manfaat ini telah diperoleh dari pengalaman empiris masyarakat setempat yang telah menggunakan buahnya sebagai makanan dalam bentuk buah-buahan, bumbu dapur, maupun sebagai obat untuk penyakit-penyakit tertentu. Penelitian terhadap kandungan senyawa kimia dari tanaman tersebut telah banyak dilakukan. Bahkan, beberapa komposisi maupun formulasinya telah menghasilkan paten, dan produknya telah banyak beredar di pasaran. Untuk menghasilkan paten yang dimulai dari penelitian memerlukan waktu yang cukup panjang.
{"title":"Patentabilitas Antibakteri Dari Tanaman Garcinia","authors":"S. Utami, S.Si., M.Si.","doi":"10.33476/jky.v24i1.127","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/jky.v24i1.127","url":null,"abstract":"Garcinia merupakan tanaman khas daerah tropis yang memiliki banyak manfaat. Manfaat ini telah diperoleh dari pengalaman empiris masyarakat setempat yang telah menggunakan buahnya sebagai makanan dalam bentuk buah-buahan, bumbu dapur, maupun sebagai obat untuk penyakit-penyakit tertentu. Penelitian terhadap kandungan senyawa kimia dari tanaman tersebut telah banyak dilakukan. Bahkan, beberapa komposisi maupun formulasinya telah menghasilkan paten, dan produknya telah banyak beredar di pasaran. Untuk menghasilkan paten yang dimulai dari penelitian memerlukan waktu yang cukup panjang.","PeriodicalId":101844,"journal":{"name":"YARSI medical Journal","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121860931","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Panjang jari telunjuk dibandingkan jari manis pada seseorang merupakan suatu karakter yang diwariskan melalui gen yang ekspresinya dipengaruhi oleh jenis kelamin ( sex influence gene) . Panjang jari telunjuk (2D) dan jari manis (4D) telah menjadi perhatian beberapa ahli karena terkait perbedaan jenis kelamin. Rasio 2 D terhadap 4 D untuk sebagian besar laki-laki ternyata lebih kecil daripada perempuan. Tujuan penelitian adalah mengetahui insidensi panjang telunjuk dibandingkan jari manis pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI. Penelitian dilakukan secara diskriptif terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI angkatan 2013/2014, laki-laki dan perempuan berusia 18-20 tahun sebanyak 347 orang. Pengukuran dilakukan secara tidak langsung dari fotocopi telapak dan jari tangan kanan dan kiri. Hasilnya dibagi dalam tiga kategori, yaitu kategori 1, kategori 2, dan kategori 3. Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar mahasiswa laki-laki bertelunjuk pendek (kategori 3) dan sebagian besar mahasiswa perempuan bertelunjuk panjang (kategori 1) dan satu orang mahasiswa laki-laki memiliki telunjuk sama panjang dengan jari manis (kategori 2). Dari setiap kategori diperoleh hasil pada kategori 1 sebesar 81% adalah mahasiswa laki-laki, pada kategori 2 sebesar 100% adalah mahasiswa laki-laki, dan pada kategori 3 sebesar 65% adalah mahasiswa perempuan. Disimpulkan bahwa rasio 2 D : 4 D mahasiswa Fakultas Kedokteran Kedokteran Universitas YARSI angkatan 2013/2014 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa laki-laki memiliki rasio 2D : 4D lebih kecil sedangkan mahasiswa perempuan ratio 2D : 4 D lebih besar . Insidensi telunjuk pendek mahasiswa laki-laki sebesar 15,27% dan insidensi telunjuk panjang mahasiswa perempuan sebesar 45,82%. The length of the index finger than ring finger at someone is a character that is inherited through the genes whose expression by sex influence gene. The length of the index finger (2D) and the ring finger (4D) has been of concern to some experts because of gender -related differences. The ratio of 2 D to 4 D for most of the male is smaller than the female. The purpose of the study was to determine the incidence of long index finger than ring finger on the students of the Faculty of Medicine, YARSI University. Descriptive study was conducted on the students of the Faculty of Medicine, University YARSI force 2013/2014, men and women aged 18-20 years by 347 people. Measurements were made indirectly copy of the palm and fingers of the right and the left hand. The results are divided into three categories, namely category 1, category 2, and category 3. The result showed that most of the male students have the index finger shorter than the ring finger (category 3) and most of the female students have a longer index finger than ring finger (category 1) and one male student has the same index finger length to ring finger (category 2). Of each category of results obtained in category 1 by 81% are male students, in
{"title":"Insidensi panjang jari telunjuk terhadap jari manis (rasio 2D : 4D) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Angkatan 2013-2014","authors":"Endang Purwaningsih, Pa","doi":"10.33476/JKY.V24I1.134","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/JKY.V24I1.134","url":null,"abstract":"Panjang jari telunjuk dibandingkan jari manis pada seseorang merupakan suatu karakter yang diwariskan melalui gen yang ekspresinya dipengaruhi oleh jenis kelamin ( sex influence gene) . Panjang jari telunjuk (2D) dan jari manis (4D) telah menjadi perhatian beberapa ahli karena terkait perbedaan jenis kelamin. Rasio 2 D terhadap 4 D untuk sebagian besar laki-laki ternyata lebih kecil daripada perempuan. Tujuan penelitian adalah mengetahui insidensi panjang telunjuk dibandingkan jari manis pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI. Penelitian dilakukan secara diskriptif terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI angkatan 2013/2014, laki-laki dan perempuan berusia 18-20 tahun sebanyak 347 orang. Pengukuran dilakukan secara tidak langsung dari fotocopi telapak dan jari tangan kanan dan kiri. Hasilnya dibagi dalam tiga kategori, yaitu kategori 1, kategori 2, dan kategori 3. Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar mahasiswa laki-laki bertelunjuk pendek (kategori 3) dan sebagian besar mahasiswa perempuan bertelunjuk panjang (kategori 1) dan satu orang mahasiswa laki-laki memiliki telunjuk sama panjang dengan jari manis (kategori 2). Dari setiap kategori diperoleh hasil pada kategori 1 sebesar 81% adalah mahasiswa laki-laki, pada kategori 2 sebesar 100% adalah mahasiswa laki-laki, dan pada kategori 3 sebesar 65% adalah mahasiswa perempuan. Disimpulkan bahwa rasio 2 D : 4 D mahasiswa Fakultas Kedokteran Kedokteran Universitas YARSI angkatan 2013/2014 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa laki-laki memiliki rasio 2D : 4D lebih kecil sedangkan mahasiswa perempuan ratio 2D : 4 D lebih besar . Insidensi telunjuk pendek mahasiswa laki-laki sebesar 15,27% dan insidensi telunjuk panjang mahasiswa perempuan sebesar 45,82%. The length of the index finger than ring finger at someone is a character that is inherited through the genes whose expression by sex influence gene. The length of the index finger (2D) and the ring finger (4D) has been of concern to some experts because of gender -related differences. The ratio of 2 D to 4 D for most of the male is smaller than the female. The purpose of the study was to determine the incidence of long index finger than ring finger on the students of the Faculty of Medicine, YARSI University. Descriptive study was conducted on the students of the Faculty of Medicine, University YARSI force 2013/2014, men and women aged 18-20 years by 347 people. Measurements were made indirectly copy of the palm and fingers of the right and the left hand. The results are divided into three categories, namely category 1, category 2, and category 3. The result showed that most of the male students have the index finger shorter than the ring finger (category 3) and most of the female students have a longer index finger than ring finger (category 1) and one male student has the same index finger length to ring finger (category 2). Of each category of results obtained in category 1 by 81% are male students, in ","PeriodicalId":101844,"journal":{"name":"YARSI medical Journal","volume":"49 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120900582","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tuberkulosis (TB) merupakan kedaruratan global bagi kemanusiaan. WHO menggulirkan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) dan Strategi Stop TB Partnership bertujuan untuk menjangkau semua penderita TB. Kedua strategi tersebut belum mampu mencapai target CDR (Case Detection Rate) secara konsisten. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh dan peran modal sosial kader kesehatan dan kepemimpinan tokoh masyarakat dalam penemuan TB paru BTA positif (CDR). Metode yang digunakan adalah survei dan studi kasus. Sasaran penelitian adalah Tim Penanggulangan TB di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten, serta kader kesehatan, tokoh masyarakat, penderita TB, dan mantan penderita TB di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Hasil penelitian survei dengan analisis jalur menunjukkan, besaran pengaruh langsung modal sosial kader kesehatan terhadap CDR adalah 8,64%; pengaruh langsung kepemimpinan tokoh masyarakat terhadap CDR adalah 33%; dan pengaruh modal sosial kader kesehatan dan kepemimpinan tokoh masyarakat secara simultan terhadap CDR adalah 27,7%. Hasil penelitian studi kasus menyimpulkan, peran modal sosial kader kesehatan dalam CDR terdiri dari dimensi kognitif, relasional dan struktural. Dimensi kognitif meliputi kepedulian, saling percaya dan rasa memiliki antar anggota keluarga, warga masyarakat, serta kader dan petugas kesehatan. Dimensi relasional meliputi kerjasama dan komunikasi yang dilandasi nilai-nilai bersama. Dimensi struktural meliputi jaringan sosial, perkumpulan dan persatuan masyarakat. Peran kepemimpinan tokoh masyarakat dalam CDR adalah memberikan motivasi, tempat bertanya dan konsultasi, mengadakan pertemuan rutin, serta mengelola kegiatan dan menggalang donasi. Tuberculosis (TB) is a global emergency for humanity. WHO launches DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course) and Stop TB Partnership strategies aiming to reach all people with TB. Both strategies have not been able to reach the target of CDR (case detection rate) consistently. This research aimed to analyze the effect and the role of health cadres’ social capital and community figures’ leadership in finding the people with positive-BTA pulmonary tuberculosis (CDR). The methods employed were survey and case study. The target of research was TB management team in Puskesmas (Public Health Centre) and Regency Health Service, and health cadres, community figures, people with TB, and people with TB previously in Sukoharjo Regency, Central Java. The result of research with path analysis showed that the size of direct effect of health cadres’ social capital on CDR was 8.64%; that of community figures’ leadership on CDR was 33%; and that of health cadres’ social capital and community figures’ leadership simultaneously on CDR was 27.7%. The result of case study research concluded that the role of health cadres’ social capital in CDR consisted of cognitive, relational and structural dimensions. Cognitive dimension included care, mutual trust, and sense of belonging
{"title":"Modal Sosial Kader Kesehatan dan Kepemimpinan Tokoh Masyarakat Dalam Penemuan Penderita Tuberkulosis","authors":"Endang Sutisna, Reviono Reviono, Arry Setyowati","doi":"10.33476/JKY.V24I1.125","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/JKY.V24I1.125","url":null,"abstract":"Tuberkulosis (TB) merupakan kedaruratan global bagi kemanusiaan. WHO menggulirkan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) dan Strategi Stop TB Partnership bertujuan untuk menjangkau semua penderita TB. Kedua strategi tersebut belum mampu mencapai target CDR (Case Detection Rate) secara konsisten. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh dan peran modal sosial kader kesehatan dan kepemimpinan tokoh masyarakat dalam penemuan TB paru BTA positif (CDR). Metode yang digunakan adalah survei dan studi kasus. Sasaran penelitian adalah Tim Penanggulangan TB di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten, serta kader kesehatan, tokoh masyarakat, penderita TB, dan mantan penderita TB di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Hasil penelitian survei dengan analisis jalur menunjukkan, besaran pengaruh langsung modal sosial kader kesehatan terhadap CDR adalah 8,64%; pengaruh langsung kepemimpinan tokoh masyarakat terhadap CDR adalah 33%; dan pengaruh modal sosial kader kesehatan dan kepemimpinan tokoh masyarakat secara simultan terhadap CDR adalah 27,7%. Hasil penelitian studi kasus menyimpulkan, peran modal sosial kader kesehatan dalam CDR terdiri dari dimensi kognitif, relasional dan struktural. Dimensi kognitif meliputi kepedulian, saling percaya dan rasa memiliki antar anggota keluarga, warga masyarakat, serta kader dan petugas kesehatan. Dimensi relasional meliputi kerjasama dan komunikasi yang dilandasi nilai-nilai bersama. Dimensi struktural meliputi jaringan sosial, perkumpulan dan persatuan masyarakat. Peran kepemimpinan tokoh masyarakat dalam CDR adalah memberikan motivasi, tempat bertanya dan konsultasi, mengadakan pertemuan rutin, serta mengelola kegiatan dan menggalang donasi. Tuberculosis (TB) is a global emergency for humanity. WHO launches DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course) and Stop TB Partnership strategies aiming to reach all people with TB. Both strategies have not been able to reach the target of CDR (case detection rate) consistently. This research aimed to analyze the effect and the role of health cadres’ social capital and community figures’ leadership in finding the people with positive-BTA pulmonary tuberculosis (CDR). The methods employed were survey and case study. The target of research was TB management team in Puskesmas (Public Health Centre) and Regency Health Service, and health cadres, community figures, people with TB, and people with TB previously in Sukoharjo Regency, Central Java. The result of research with path analysis showed that the size of direct effect of health cadres’ social capital on CDR was 8.64%; that of community figures’ leadership on CDR was 33%; and that of health cadres’ social capital and community figures’ leadership simultaneously on CDR was 27.7%. The result of case study research concluded that the role of health cadres’ social capital in CDR consisted of cognitive, relational and structural dimensions. Cognitive dimension included care, mutual trust, and sense of belonging ","PeriodicalId":101844,"journal":{"name":"YARSI medical Journal","volume":"175 1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134270303","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}