Pub Date : 2022-10-05DOI: 10.26593/risa.v6i04.6147.350-366
Samuel Geovano, Franseno Pujianto
Abstrak - Dalam buku Architecture and Order, (Pearson, 1993) menjelaskan hubungan Arsitektur dan budaya, menggunakan istilah ruang sosial, yang merupakan suatu ruang yang terbentuk dari masyarakat melalui kebiasaan, budaya dan kepercayaan sekumpulan orang. Ruang sosial dapat juga diterjemahkan sebagai ruang yang tercipta dari akumulasi persepsi dan kepercayaan kelompok pada suatu ruang. Ruang sosial terbentuk dari relasi objek-objek di dalam ruang yang secara umum memfasilitasi dan mendukung aktivitas dari sekumpulan orang. Maka ruang sosial yang terbentuk sudah seharusnya dapat mengakomodasi kebutuhan aktivitas dan sesuai dengan identitas masyarakat yang mendiaminya. Pada Kabupaten Jembrana terdapat dua desa dengan kebudayaan yang unik yaitu Desa Palasari dan Desa Blimbingsari. Desa Palasari merupakan dusun dengan penduduk asli Bali yang memeluk agama Katolik, sedangkan Desa Blimbingsari merupakan desa dengan penduduk homogen Bali yang menganut agama Kristen. Sejak awal didirikan, kedua desa dirancang dengan nilai kepercayaan dan agama, Desa Palasari didirikan dengan “Model Dorf” yaitu Desa Katolik yang berwajah dan bernuansa Bali, sedangkan Desa Blimbingsari dirancang untuk menjadi desa Kristen. Hal ini menyebabkan terbentuk aktivitas sosial, budaya dan religi yang unik pada kedua desa ini. Seiring dengan berjalannya waktu, kedua desa berkembang menjadi desa wisata dengan daya tarik utama wisata ziarah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran agama terhadap arsitektur Desa Katolik Palasari dan Desa Kristen Blimbingsari. Hal ini menarik untuk diteliti sebab penelitian-penelitian yang sudah dilakukan mengenai kedua desa, belum ada yang membahas mengenai peran agama terhadap arsitektur kedua desa. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi , wawancara, dokumentasi dan studi literatur. Data yang dikumpulkan kemudian dikelompokan menjadi data morfologi dan topologi yang kemudian akan dianalisis dengan teori (Pearson, 1993) mengenai pengaruh agama terhadap arsitektur. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan cara mendeskripsikan keadaan eksisting kedua desa dan mengungkap hubungan nilai kepercayaan dan religi dengan arsitektur kedua desa. Berdasarkan analisis tersebut, kedua desa akan di komparasi dan ditarik kesimpulan. Diperoleh kesimpulan bahwa arsitektur Desa Palasari dan Blimbingsari dipengaruhi oleh peran agama dari masing-masing penduduk desa akibat dari aplikasi nilai kepercayaan & agama secara konservatif, aktivitas keagamaan & ritual, serta faktor etnis, kelompok & tatanan sosial yang dimiliki oleh penduduk kedua desa. Kata Kunci: nilai kepercayaan, agama, Desa Palasari, Desa Blimbingsari
{"title":"PERAN AGAMA TERHADAP ARSITEKTUR DESA KATOLIK PALASARI DAN DESA KRISTEN BLIMBINGSARI","authors":"Samuel Geovano, Franseno Pujianto","doi":"10.26593/risa.v6i04.6147.350-366","DOIUrl":"https://doi.org/10.26593/risa.v6i04.6147.350-366","url":null,"abstract":"Abstrak - Dalam buku Architecture and Order, (Pearson, 1993) menjelaskan hubungan Arsitektur dan budaya, menggunakan istilah ruang sosial, yang merupakan suatu ruang yang terbentuk dari masyarakat melalui kebiasaan, budaya dan kepercayaan sekumpulan orang. Ruang sosial dapat juga diterjemahkan sebagai ruang yang tercipta dari akumulasi persepsi dan kepercayaan kelompok pada suatu ruang. Ruang sosial terbentuk dari relasi objek-objek di dalam ruang yang secara umum memfasilitasi dan mendukung aktivitas dari sekumpulan orang. Maka ruang sosial yang terbentuk sudah seharusnya dapat mengakomodasi kebutuhan aktivitas dan sesuai dengan identitas masyarakat yang mendiaminya. \u0000Pada Kabupaten Jembrana terdapat dua desa dengan kebudayaan yang unik yaitu Desa Palasari dan Desa Blimbingsari. Desa Palasari merupakan dusun dengan penduduk asli Bali yang memeluk agama Katolik, sedangkan Desa Blimbingsari merupakan desa dengan penduduk homogen Bali yang menganut agama Kristen. Sejak awal didirikan, kedua desa dirancang dengan nilai kepercayaan dan agama, Desa Palasari didirikan dengan “Model Dorf” yaitu Desa Katolik yang berwajah dan bernuansa Bali, sedangkan Desa Blimbingsari dirancang untuk menjadi desa Kristen. Hal ini menyebabkan terbentuk aktivitas sosial, budaya dan religi yang unik pada kedua desa ini. Seiring dengan berjalannya waktu, kedua desa berkembang menjadi desa wisata dengan daya tarik utama wisata ziarah. \u0000Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran agama terhadap arsitektur Desa Katolik Palasari dan Desa Kristen Blimbingsari. Hal ini menarik untuk diteliti sebab penelitian-penelitian yang sudah dilakukan mengenai kedua desa, belum ada yang membahas mengenai peran agama terhadap arsitektur kedua desa. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi , wawancara, dokumentasi dan studi literatur. Data yang dikumpulkan kemudian dikelompokan menjadi data morfologi dan topologi yang kemudian akan dianalisis dengan teori (Pearson, 1993) mengenai pengaruh agama terhadap arsitektur. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan cara mendeskripsikan keadaan eksisting kedua desa dan mengungkap hubungan nilai kepercayaan dan religi dengan arsitektur kedua desa. Berdasarkan analisis tersebut, kedua desa akan di komparasi dan ditarik kesimpulan. Diperoleh kesimpulan bahwa arsitektur Desa Palasari dan Blimbingsari dipengaruhi oleh peran agama dari masing-masing penduduk desa akibat dari aplikasi nilai kepercayaan & agama secara konservatif, aktivitas keagamaan & ritual, serta faktor etnis, kelompok & tatanan sosial yang dimiliki oleh penduduk kedua desa. \u0000 \u0000Kata Kunci: nilai kepercayaan, agama, Desa Palasari, Desa Blimbingsari","PeriodicalId":166027,"journal":{"name":"Riset Arsitektur (RISA)","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130874429","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-10-05DOI: 10.26593/risa.v6i04.6148.367-383
Patricia Mayasari Krisnawan, Paulus Agus Susanto
Abstrak - Hotel @HOM Semarang merupakan salah satu dari beberapa bangunan bertingkat tinggi di di kawasan pusat Kota Semarang. Selama beberapa tahun bangunan beroperasi, terdapat beberapa masalah yang ditemui pihak hotel seperti penetrasi panas matahari pada kamar-kamar hotel yang menghadap arah Barat Laut dan Tenggara. Hasil penelitian awal pada Hotel @HOM Semarang mengindikasikan bahwa nilai transfer termal keseluruhan atau OTTV(Overall Thermal Transfer Value) bangunan masih melebihi nilai yang dianjurkan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan alternatif modifikasi fasad yang dapat diterapkan untuk Hotel @HOM sebagai upaya penghematan energi penyejuk bangunan dan menentukan peringkat potensi penggunaan alternatif modifikasi fasad untuk Hotel @HOM. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan studi kasus. Evaluasi energi dilakukan dengan cara perhitungan manual menggunakan spreadsheet Microsoft Excel berdasarkan metode keseimbangan termal dan OTTV. Upaya penurunan konsumsi energi penyejuk dipilih berdasarkan pertimbangan perubahan struktural minimal. Modifikasi yang dilakukan terdiri dari penambahan peneduh eksternal yang terbagi menjadi second skin dan sirip peneduh, reduksi rasio jendela-dinding, penggantian material kaca pada jendela, dan pengubahan warna cat dinding luar. Bangunan eksisting dan modifikasi yang dilakukan tersebut kemudian dihitung untuk mengetahui penghematan energi penyejuk yang dihasilkan dan dibandingkan untuk mengetahui peringkatnya. Berdasarkan hasil perhitungan, modifikasi dengan efektivitas penghematan tertinggi adalah melalui penambahan second skin, diikuti oleh reduksi rasio jendela-dinding, penggantian material kaca, penambahan sirip peneduh, dan pengubahan warna cat. Modifikasi dengan penghematan biaya tertinggi adalah penambahan sirip peneduh, diikuti oleh pengubahan warna cat, penambahan second skin, penggantian material kaca, dan reduksi rasio jendela-dinding. Berdasarkan pendapat praktisi dalam bidang arsitektur, konstruksi, dan manajemen bangunan yang dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis menggunakan RII (Relative Important Index), modifikasi dengan peringkat tertinggi adalah penambahan sirip peneduh, diikuti oleh penambahan second skin, reduksi rasio jendela-dinding, penggantian material kaca, dan pengubahan warna cat. Kata Kunci: Penghematan energi, Beban penyejukan, Fasad, Semarang
{"title":"UPAYA PENGHEMATAN ENERGI PENYEJUK BANGUNAN MELALUI MODIFIKASI DESAIN FASAD PADA TOWER HOTEL @HOM SEMARANG","authors":"Patricia Mayasari Krisnawan, Paulus Agus Susanto","doi":"10.26593/risa.v6i04.6148.367-383","DOIUrl":"https://doi.org/10.26593/risa.v6i04.6148.367-383","url":null,"abstract":"Abstrak - Hotel @HOM Semarang merupakan salah satu dari beberapa bangunan bertingkat tinggi di di kawasan pusat Kota Semarang. Selama beberapa tahun bangunan beroperasi, terdapat beberapa masalah yang ditemui pihak hotel seperti penetrasi panas matahari pada kamar-kamar hotel yang menghadap arah Barat Laut dan Tenggara. Hasil penelitian awal pada Hotel @HOM Semarang mengindikasikan bahwa nilai transfer termal keseluruhan atau OTTV(Overall Thermal Transfer Value) bangunan masih melebihi nilai yang dianjurkan. \u0000Penelitian ini bertujuan untuk menentukan alternatif modifikasi fasad yang dapat diterapkan untuk Hotel @HOM sebagai upaya penghematan energi penyejuk bangunan dan menentukan peringkat potensi penggunaan alternatif modifikasi fasad untuk Hotel @HOM. \u0000Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan studi kasus. Evaluasi energi dilakukan dengan cara perhitungan manual menggunakan spreadsheet Microsoft Excel berdasarkan metode keseimbangan termal dan OTTV. \u0000Upaya penurunan konsumsi energi penyejuk dipilih berdasarkan pertimbangan perubahan struktural minimal. Modifikasi yang dilakukan terdiri dari penambahan peneduh eksternal yang terbagi menjadi second skin dan sirip peneduh, reduksi rasio jendela-dinding, penggantian material kaca pada jendela, dan pengubahan warna cat dinding luar. Bangunan eksisting dan modifikasi yang dilakukan tersebut kemudian dihitung untuk mengetahui penghematan energi penyejuk yang dihasilkan dan dibandingkan untuk mengetahui peringkatnya. \u0000Berdasarkan hasil perhitungan, modifikasi dengan efektivitas penghematan tertinggi adalah melalui penambahan second skin, diikuti oleh reduksi rasio jendela-dinding, penggantian material kaca, penambahan sirip peneduh, dan pengubahan warna cat. Modifikasi dengan penghematan biaya tertinggi adalah penambahan sirip peneduh, diikuti oleh pengubahan warna cat, penambahan second skin, penggantian material kaca, dan reduksi rasio jendela-dinding. Berdasarkan pendapat praktisi dalam bidang arsitektur, konstruksi, dan manajemen bangunan yang dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis menggunakan RII (Relative Important Index), modifikasi dengan peringkat tertinggi adalah penambahan sirip peneduh, diikuti oleh penambahan second skin, reduksi rasio jendela-dinding, penggantian material kaca, dan pengubahan warna cat. \u0000 \u0000Kata Kunci: Penghematan energi, Beban penyejukan, Fasad, Semarang","PeriodicalId":166027,"journal":{"name":"Riset Arsitektur (RISA)","volume":"109 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127787342","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak - Gedung Karesidenan Bogor merupakan salah satu bangunan peninggalan arsitektur kolonial yang berada di sekitar Istana dan Kebun Raya Bogor. Terdaftar menjadi salah satu bangunan cagar budaya dari 24 bangunan yang sudah ditetapkan oleh Wali Kota Bogor berdasarkan PERMENBUDPAR NO. PM.26/PW.007/MKP/2007. Bangunan ini berada di kawasan pemerintahan dan perdagangan jasa, menyebabkan banyaknya dibangun bangunan modern di sekitar Gedung Karesidenan Bogor seiring perkembangan Kota Bogor. Perubahan yang ada pada bangunan cagar budaya sebagai bentuk dari adaptasi terhadap perkembangan tersebut tidak dapat dihindari, terutama pada bangunan peninggalan kolonial yang ada. Belum terbentuknya penggolongan pada PERDA Kota Bogor maka untuk upaya menjaga keaslian bangunan cagar budaya akan sulit dimana penggolongan kelas sangat penting dalam rangka konservasi bangunan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah perubahan tersebut adalah dengan cara menentukan penggolongan pelestarian pada bangunan Gedung Karesidenan Bogor. Studi yang dilakukan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis bentuk karakter spasial dan visual arsitektural dengan melihat bentuk elemen-elemen yang ada pada bangunan untuk menentukan penggolongan pelestarian bangunan. Penelitian ini adalah bentuk penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis data berupa deskriptif, metode komparasi untuk menguji perbedaan bentuk elemen-elemen bangunan yang ada dan metode klasifikasi untuk menentukan penggolongan pelestarian bangunan. Dari hasil analisis deskriptif terhadap elemen spasial dan elemen visual bangunan, Gedung Karesidenan Bogor masuk ke dalam bangunan Golongan A, karena untuk penilaian keaslian bangunan lebih dominan dibanding penilaian elemen yang berubah. Penelitian ini hanya sampai sebatas dari nilai arsitektur yang menjadi data arsitektural, adapun untuk menentukan bangunan ini digolongkan sebagai bangunan cagar budaya diperlukan kajian akademik sejenis dari aspek yang lain terkait dari data struktural, mekanikal dan elektrikal dan tata lingkungan. Kata-kata kunci: pelestarian, penggolongan, cagar budaya, Gedung Karesidenan Bogor
{"title":"NILAI ARSITEKTUR DALAM PENGGOLONGAN PELESTARIAN BANGUNAN KOLONIAL STUDI KASUS : GEDUNG KARESIDENAN BOGOR","authors":"Citra Eka Putri, Yohanes Karyadi Kusliansjah, Harastoeti Dibyo Hartono","doi":"10.26593/risa.v6i02.5724.111-127","DOIUrl":"https://doi.org/10.26593/risa.v6i02.5724.111-127","url":null,"abstract":"Abstrak - Gedung Karesidenan Bogor merupakan salah satu bangunan peninggalan arsitektur kolonial yang berada di sekitar Istana dan Kebun Raya Bogor. Terdaftar menjadi salah satu bangunan cagar budaya dari 24 bangunan yang sudah ditetapkan oleh Wali Kota Bogor berdasarkan PERMENBUDPAR NO. PM.26/PW.007/MKP/2007. Bangunan ini berada di kawasan pemerintahan dan perdagangan jasa, menyebabkan banyaknya dibangun bangunan modern di sekitar Gedung Karesidenan Bogor seiring perkembangan Kota Bogor. Perubahan yang ada pada bangunan cagar budaya sebagai bentuk dari adaptasi terhadap perkembangan tersebut tidak dapat dihindari, terutama pada bangunan peninggalan kolonial yang ada. Belum terbentuknya penggolongan pada PERDA Kota Bogor maka untuk upaya menjaga keaslian bangunan cagar budaya akan sulit dimana penggolongan kelas sangat penting dalam rangka konservasi bangunan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah perubahan tersebut adalah dengan cara menentukan penggolongan pelestarian pada bangunan Gedung Karesidenan Bogor. Studi yang dilakukan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis bentuk karakter spasial dan visual arsitektural dengan melihat bentuk elemen-elemen yang ada pada bangunan untuk menentukan penggolongan pelestarian bangunan. Penelitian ini adalah bentuk penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis data berupa deskriptif, metode komparasi untuk menguji perbedaan bentuk elemen-elemen bangunan yang ada dan metode klasifikasi untuk menentukan penggolongan pelestarian bangunan. Dari hasil analisis deskriptif terhadap elemen spasial dan elemen visual bangunan, Gedung Karesidenan Bogor masuk ke dalam bangunan Golongan A, karena untuk penilaian keaslian bangunan lebih dominan dibanding penilaian elemen yang berubah. Penelitian ini hanya sampai sebatas dari nilai arsitektur yang menjadi data arsitektural, adapun untuk menentukan bangunan ini digolongkan sebagai bangunan cagar budaya diperlukan kajian akademik sejenis dari aspek yang lain terkait dari data struktural, mekanikal dan elektrikal dan tata lingkungan. \u0000 \u0000Kata-kata kunci: pelestarian, penggolongan, cagar budaya, Gedung Karesidenan Bogor","PeriodicalId":166027,"journal":{"name":"Riset Arsitektur (RISA)","volume":"31 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124797867","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-04DOI: 10.26593/risa.v6i02.5731.205-222
Willyam J Ompusunggu, Yohannes B. Dwisusanto
Abstrak - Signage merupakan salah satu unsur pembentuk wajah dari kawasan, dan media informasi dalam tingkat mikro dan makro. Tanda merupakan item yang penting sebagai penyampai informasi bagi pengamat, peletakan tanda dengan tepat akan berpengaruh sangat baik sebai sumber informasi. Perlunya suatu sistem/signage untuk menyampakan informasi berupa tanda yang menunjukan arah semakin baik dan berkembang, untuk kerumunan orang atau masa yang memerlukan sebuah informasi petunjuk arah. Informasi yang diberiakan merupakan pengalam, keterpaparan atau exposure, dan pengetahuan akan kawasan. Permukiman yang berkembang secara organic banyak tersebar di berbagai provinsi terpadat di Indonesi. Pemukiman Braga terletak dipusat ekonomi kota Bandung, kawasan permukiman organic sedikit memiliki informasi tentang kawasan masih tersebar secara sporadic (terdapat hanya di pintu masuk yang berbentuk gapura), tidak terkoneksi satu dengan yang lain didalam kawasan dan tidak adanya fasilitas signage. Kawasan yang tidak memiliki Informasi jalan dapat berubah menjadi suasana yang tidak menyenangkan dan kesuitan mengetahui jalan untuk individu pertamakali mengakses jalan, tapi masyarakat dan orang yang terbiasa mengakses jalan permukiman Braga tidak mengalami kesulitan dalam mencari jalan dengan adanya tanda identifikasi objek dan elemen yang dapat dipahami dan dianggap sebagai signage. Tujuan menggunakan jalan didalam kawasan pemukiman menjadi akses alternative menuju sisi lain dari kota. Penelitian ini bersifat eksploratif dan mengunakan metode kualitatif, kajian studi pustaka, dan ajuan konseptual.Jalan didalam kawasan bisa menjadi jalan alternative untuk menuju tempat yang berbeda, jalan didalam kawasan memiliki akses masuk dan keluar yang berbeda-beda, banyaknya percabangan gang dan bangunan bertuingkat didalam kawasan membuat bingung dan sulitnya berorientasi. Kata-kata kunci: signage, jalan,visual,permukiman,Braga Bandung
{"title":"SIGNAGE JALAN PERMUKIMAN OBJEK STUDI : PERMUKIMAN BRAGA","authors":"Willyam J Ompusunggu, Yohannes B. Dwisusanto","doi":"10.26593/risa.v6i02.5731.205-222","DOIUrl":"https://doi.org/10.26593/risa.v6i02.5731.205-222","url":null,"abstract":"Abstrak - Signage merupakan salah satu unsur pembentuk wajah dari kawasan, dan media informasi dalam tingkat mikro dan makro. Tanda merupakan item yang penting sebagai penyampai informasi bagi pengamat, peletakan tanda dengan tepat akan berpengaruh sangat baik sebai sumber informasi. Perlunya suatu sistem/signage untuk menyampakan informasi berupa tanda yang menunjukan arah semakin baik dan berkembang, untuk kerumunan orang atau masa yang memerlukan sebuah informasi petunjuk arah. Informasi yang diberiakan merupakan pengalam, keterpaparan atau exposure, dan pengetahuan akan kawasan. Permukiman yang berkembang secara organic banyak tersebar di berbagai provinsi terpadat di Indonesi. Pemukiman Braga terletak dipusat ekonomi kota Bandung, kawasan permukiman organic sedikit memiliki informasi tentang kawasan masih tersebar secara sporadic (terdapat hanya di pintu masuk yang berbentuk gapura), tidak terkoneksi satu dengan yang lain didalam kawasan dan tidak adanya fasilitas signage. Kawasan yang tidak memiliki Informasi jalan dapat berubah menjadi suasana yang tidak menyenangkan dan kesuitan mengetahui jalan untuk individu pertamakali mengakses jalan, tapi masyarakat dan orang yang terbiasa mengakses jalan permukiman Braga tidak mengalami kesulitan dalam mencari jalan dengan adanya tanda identifikasi objek dan elemen yang dapat dipahami dan dianggap sebagai signage. Tujuan menggunakan jalan didalam kawasan pemukiman menjadi akses alternative menuju sisi lain dari kota. Penelitian ini bersifat eksploratif dan mengunakan metode kualitatif, kajian studi pustaka, dan ajuan konseptual.Jalan didalam kawasan bisa menjadi jalan alternative untuk menuju tempat yang berbeda, jalan didalam kawasan memiliki akses masuk dan keluar yang berbeda-beda, banyaknya percabangan gang dan bangunan bertuingkat didalam kawasan membuat bingung dan sulitnya berorientasi. \u0000 \u0000Kata-kata kunci: signage, jalan,visual,permukiman,Braga Bandung","PeriodicalId":166027,"journal":{"name":"Riset Arsitektur (RISA)","volume":"26 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116534318","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-04DOI: 10.26593/risa.v6i02.5730.167-183
Pilar Saga Ichsan, Purnama Salura, Bachtiar Fauzy
Abstrak - Bangunan pemerintahan sebaiknya memiliki nilai simbolik yang merepresentasikan daerahnya. Perkembangan arsitektur di suatu daerah mempengaruhi perkembangan budaya daerah terkait, dengan mulai ditinggalkannya unsur lokalitas arsitektur maka seiring waktu unsur lokalitas tersebut akan punah. Berangkat dari permasalahan dan fenomena tersebut, menghasilkan isu yang cukup penting khususnya akulturasi bangunan pemerintahan yang dapat mencirikan lokalitas dari sebuah tempat. Sehingga penelitian yang dilakukan ini menjadi sangat penting untuk menjawab bagaimana untuk menghasilkan konsep lokal dan modern yang tepat terhadap perencanaan gedung Pendopo Bupati Serang yang mencirikan konteks lokal sosial-budaya dari masyarakat Banten. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pedoman perancangan dan simulasi desain dalam mewujudkan identitas akulturasi arsitektur lokal (Banten) dan non – lokal (modern) pada perancangan gedung Pendopo Bupati Serang Teori yang diterapkan pada kajian ini merujuk (1) teori mengenai ordering principle dalam arsitektur, dan (2) teori mengenai archetypes dalam arsitektur. Disamping itu metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, kualitatif, dan interpretatif yang dapat digunakan dalam melakukan telaah dan penelusuran mendalam terhadap objek studi preseden yaitu gedung pemerintahan Walikota Pontianak dan gedung pemerintahan Bupati Solok. Hasil dari analisa objek studi preseden terhadap teori dengan metode yang telah dijabarkan ini untuk mendapatkan pedoman desain yang spesifik pada gedung Pendopo Bupati Serang. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap masyarakat akan pentingnya lokalitas dalam membangun dan melestarikan budaya dan arsitektur lokal serta dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan arsitektur yang telah ada baik bagi akademik maupun praktisi dan memberi kontribusi yang positif bagi pemerintah daerah setempat dalam menyusun peraturan daerah. Kata – kata kunci: Identitas, Akulturasi, Arsitektur, Lokal, Non – Lokal, Banten.
{"title":"IDENTITAS AKULTURASI ARSITEKTUR LOKAL (BANTEN) DAN NON-LOKAL (MODERN) PADA PEDOMAN PERANCANGAN GEDUNG PENDOPO BUPATI SERANG","authors":"Pilar Saga Ichsan, Purnama Salura, Bachtiar Fauzy","doi":"10.26593/risa.v6i02.5730.167-183","DOIUrl":"https://doi.org/10.26593/risa.v6i02.5730.167-183","url":null,"abstract":"Abstrak - Bangunan pemerintahan sebaiknya memiliki nilai simbolik yang merepresentasikan daerahnya. Perkembangan arsitektur di suatu daerah mempengaruhi perkembangan budaya daerah terkait, dengan mulai ditinggalkannya unsur lokalitas arsitektur maka seiring waktu unsur lokalitas tersebut akan punah. Berangkat dari permasalahan dan fenomena tersebut, menghasilkan isu yang cukup penting khususnya akulturasi bangunan pemerintahan yang dapat mencirikan lokalitas dari sebuah tempat. Sehingga penelitian yang dilakukan ini menjadi sangat penting untuk menjawab bagaimana untuk menghasilkan konsep lokal dan modern yang tepat terhadap perencanaan gedung Pendopo Bupati Serang yang mencirikan konteks lokal sosial-budaya dari masyarakat Banten. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pedoman perancangan dan simulasi desain dalam mewujudkan identitas akulturasi arsitektur lokal (Banten) dan non – lokal (modern) pada perancangan gedung Pendopo Bupati Serang Teori yang diterapkan pada kajian ini merujuk (1) teori mengenai ordering principle dalam arsitektur, dan (2) teori mengenai archetypes dalam arsitektur. Disamping itu metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, kualitatif, dan interpretatif yang dapat digunakan dalam melakukan telaah dan penelusuran mendalam terhadap objek studi preseden yaitu gedung pemerintahan Walikota Pontianak dan gedung pemerintahan Bupati Solok. Hasil dari analisa objek studi preseden terhadap teori dengan metode yang telah dijabarkan ini untuk mendapatkan pedoman desain yang spesifik pada gedung Pendopo Bupati Serang. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap masyarakat akan pentingnya lokalitas dalam membangun dan melestarikan budaya dan arsitektur lokal serta dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan arsitektur yang telah ada baik bagi akademik maupun praktisi dan memberi kontribusi yang positif bagi pemerintah daerah setempat dalam menyusun peraturan daerah. \u0000Kata – kata kunci: Identitas, Akulturasi, Arsitektur, Lokal, Non – Lokal, Banten.","PeriodicalId":166027,"journal":{"name":"Riset Arsitektur (RISA)","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128738266","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-04DOI: 10.26593/risa.v6i02.5727.151-166
Nindya Caesa Azuhra, Herman Wilianto
Abstrak – Masjid Al-Imtizaj di Bandung memiliki desain bangunan berakulturasi Tionghoa-Islam. Dengan menggunakan bangunan lama dan dimodifikasi dapat merubah fungsi bangunan tersebut, demikianlah yang dilakukan oleh Masjid Al Imtizaj. Berubahnya fungsi bangunan maka terjadi perubahan unsur energi Qi yang menurut Feng Shui sangat penting demi kesejahteraan bagi bangunan maupun pengguna bangunan. Bagaimana modifikasi bangunan tersebut dapat menciptakan atau menghasilkan energi “Qi” yang sesuai untuk tempat ibadah berdasarkan Teori Feng Shui aliran bentuk dan aliran lima elemen? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian energi Qi yang dihasilkan dari modifikasi bangunan Al Imtizaj menurut Teori Feng shui untuk bangunan peribadatan. Serta memberikan manfaat agar bangunan masjid Al Imtizaj Bandung ini dapat dijadikan bangunan cagar budaya dengan pelestarian budaya. Metoda penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksploratif dimana penelitian ini mendeskripsikan dan menilai objek yang didukung oleh data literatur yang ada. Kata-kata kunci: Fengshui, Energi Qi, Masjid, Arsitektur Islam, Masjid At Al Imtizaj Bandung
{"title":"KESESUAIAN ENERGI “QI” DARI MODIFIKASI BANGUNAN ALIH FUNGSI PADA MASJID AL IMTIZAJ, BANDUNG","authors":"Nindya Caesa Azuhra, Herman Wilianto","doi":"10.26593/risa.v6i02.5727.151-166","DOIUrl":"https://doi.org/10.26593/risa.v6i02.5727.151-166","url":null,"abstract":"Abstrak – Masjid Al-Imtizaj di Bandung memiliki desain bangunan berakulturasi Tionghoa-Islam. Dengan menggunakan bangunan lama dan dimodifikasi dapat merubah fungsi bangunan tersebut, demikianlah yang dilakukan oleh Masjid Al Imtizaj. Berubahnya fungsi bangunan maka terjadi perubahan unsur energi Qi yang menurut Feng Shui sangat penting demi kesejahteraan bagi bangunan maupun pengguna bangunan. Bagaimana modifikasi bangunan tersebut dapat menciptakan atau menghasilkan energi “Qi” yang sesuai untuk tempat ibadah berdasarkan Teori Feng Shui aliran bentuk dan aliran lima elemen? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian energi Qi yang dihasilkan dari modifikasi bangunan Al Imtizaj menurut Teori Feng shui untuk bangunan peribadatan. Serta memberikan manfaat agar bangunan masjid Al Imtizaj Bandung ini dapat dijadikan bangunan cagar budaya dengan pelestarian budaya. Metoda penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksploratif dimana penelitian ini mendeskripsikan dan menilai objek yang didukung oleh data literatur yang ada. \u0000Kata-kata kunci: Fengshui, Energi Qi, Masjid, Arsitektur Islam, Masjid At Al Imtizaj Bandung","PeriodicalId":166027,"journal":{"name":"Riset Arsitektur (RISA)","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124393711","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-04DOI: 10.26593/risa.v6i02.5732.223-239
Yulia B. Harahap, Alwin Saryono, Yuswadi Saliya
Abstrak - Perkembangan kota Bandung sangat pesat dengan munculnya bangunan-bangunan modern di hampir diseluruh kota Bandung, keadaan ini disebabkan oleh kebutuhan kota yang semakin beragam dan bangunan cagar budaya ikut terkena dampak, karena diubah fungsinya sesuai dengan kebutuhan. Banyak bangunan cagar budaya yang fungsinya berubah namun tidak memperhatikan keaslian bangunannya sehingga kondisinya jadi memprihatinkan. Dari sekian banyak bangunan cagar budaya di Bandung hanya sedikit yang masih terlihat keasliannya walaupun sudah berubah fungsinya. Studi ini akan mengangkat isu pengaruh perubahan fungsi pada keaslian bangunan cagar budaya dengan fokus pada fungsi dan bentuk, dengan kasus studi Gedung Tigawarna. Penelitian ini mengedepankan cara baca baru yang menggabungkan teori Fungsi-Bentuk-Konstruksi dan teori Pelestarian. Gedung Tigawarna, tampak dari luar masih terlihat keasliannya, namun pada pengolahan interior banyak yang sudah berbeda dari aslinya, karena perubahan fungsi dari bangunan rumah tinggal dan kantor menjadi bangunan bank BTPN. Namun bentuk diupayakan dipertahankan keasliannya, antara lain dengan menggunakan material yang sama atau mirip dengan aslinya, baik eksterior maupun interiornya. Manfaat dari penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pengetahuan arsitektur bagi masyarakat, masukan bagi para akademisi dan mahasiswa Arsitektur, juga dapat menjadi masukan bagi pemegang kebijakan dalam menyusun strategi pelestarian bangunan cagar budaya. Kata-kata kunci : Perubahan fungsi, keaslian, bangunan cagar budaya, Gedung Tigawarna.
{"title":"PENGARUH PERUBAHAN FUNGSI PADA KEASLIAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI BANDUNG STUDI KASUS : GEDUNG TIGAWARNA","authors":"Yulia B. Harahap, Alwin Saryono, Yuswadi Saliya","doi":"10.26593/risa.v6i02.5732.223-239","DOIUrl":"https://doi.org/10.26593/risa.v6i02.5732.223-239","url":null,"abstract":"Abstrak - Perkembangan kota Bandung sangat pesat dengan munculnya bangunan-bangunan modern di hampir diseluruh kota Bandung, keadaan ini disebabkan oleh kebutuhan kota yang semakin beragam dan bangunan cagar budaya ikut terkena dampak, karena diubah fungsinya sesuai dengan kebutuhan. Banyak bangunan cagar budaya yang fungsinya berubah namun tidak memperhatikan keaslian bangunannya sehingga kondisinya jadi memprihatinkan. Dari sekian banyak bangunan cagar budaya di Bandung hanya sedikit yang masih terlihat keasliannya walaupun sudah berubah fungsinya. Studi ini akan mengangkat isu pengaruh perubahan fungsi pada keaslian bangunan cagar budaya dengan fokus pada fungsi dan bentuk, dengan kasus studi Gedung Tigawarna. Penelitian ini mengedepankan cara baca baru yang menggabungkan teori Fungsi-Bentuk-Konstruksi dan teori Pelestarian. Gedung Tigawarna, tampak dari luar masih terlihat keasliannya, namun pada pengolahan interior banyak yang sudah berbeda dari aslinya, karena perubahan fungsi dari bangunan rumah tinggal dan kantor menjadi bangunan bank BTPN. Namun bentuk diupayakan dipertahankan keasliannya, antara lain dengan menggunakan material yang sama atau mirip dengan aslinya, baik eksterior maupun interiornya. Manfaat dari penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pengetahuan arsitektur bagi masyarakat, masukan bagi para akademisi dan mahasiswa Arsitektur, juga dapat menjadi masukan bagi pemegang kebijakan dalam menyusun strategi pelestarian bangunan cagar budaya. \u0000 \u0000Kata-kata kunci : Perubahan fungsi, keaslian, bangunan cagar budaya, Gedung Tigawarna.","PeriodicalId":166027,"journal":{"name":"Riset Arsitektur (RISA)","volume":"287 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121426384","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-04DOI: 10.26593/risa.v6i02.5733.128-150
Beatrix Evita Sekarsari, Rumiati Rosaline Tobing
Abstrak - Perguruan tinggi adalah tempat bagi kebanyakan siswa untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi lagi. Banyak mahasiswa yang berasal dari luar kota atau daerah mencari sekolah dan perguruan tinggi di kota yang bukan daerah asalnya. Sehingga mereka harus mencari tempat tinggal untuk beristirahat dalam kesehariannya. Pemerintah membantu kebutuhan hunian bagi para mahasiswa dengan membangun rumah susun mahasiswa atau yang lebih dikenal dengan asrama di lokasi yang berada dekat dengan sekolah atau perguruan tinggi berada. Dalam pemanfaatan, penggunaan dan pengelolaan asrama sering terjadi beberapa perubahan ruangan akibat dari kebutuhan sarana dan prasarana. Perubahan fungsi ruangan dapat membuat nilai keandalan berkurang jika dilakukan tanpa memperhitungkan beberapa aspek. Penilaian mengenai keandalan bangunan merupakan faktor yang penting dalam memeriksa kondisi suatu bangunan. Tujuan penelitian ini adalah kajian mengenai analisa keandalan bangunan dalam bidang arsitektur terhadap rumah susun mahasiswa St. Teresa Avila, Semarang setelah 5 (lima) tahun penghunian. Apakah masih memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku atau nilai-nilai keandalan sudah tidak berlaku lagi.. Metode penelitian yang dipergunakan secara deskriptif dan secara kualitatif berdasarkan kondisi fisik pada saat penelitian berlangsung. Dan kemudian kondisi fisik bangunan tersebut ditinjau berdasarkan peraturan yang berlaku dan teori-teori yang ada. Didapat kesimpulan terdapat beberapa ruangan yang sudah tidak memenuhi persyaratan keandalan bangunan, namun pada sebagian besar masih sangat layak dan sesuai dengan kebutuhan. Diberikan juga saran yang dapat dilakukan untuk memperbaiki agar kondisi dan nilai keandalan dapat dipertahankan. Kata-kata Kunci: rusun mahasiswa, keandalan bangunan, analisa keandalan
{"title":"ANALISA KEANDALAN BANGUNAN PADA RUMAH SUSUN MAHASISWA ST. TERESA AVILA, SEMARANG","authors":"Beatrix Evita Sekarsari, Rumiati Rosaline Tobing","doi":"10.26593/risa.v6i02.5733.128-150","DOIUrl":"https://doi.org/10.26593/risa.v6i02.5733.128-150","url":null,"abstract":"Abstrak - Perguruan tinggi adalah tempat bagi kebanyakan siswa untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi lagi. Banyak mahasiswa yang berasal dari luar kota atau daerah mencari sekolah dan perguruan tinggi di kota yang bukan daerah asalnya. Sehingga mereka harus mencari tempat tinggal untuk beristirahat dalam kesehariannya. Pemerintah membantu kebutuhan hunian bagi para mahasiswa dengan membangun rumah susun mahasiswa atau yang lebih dikenal dengan asrama di lokasi yang berada dekat dengan sekolah atau perguruan tinggi berada. Dalam pemanfaatan, penggunaan dan pengelolaan asrama sering terjadi beberapa perubahan ruangan akibat dari kebutuhan sarana dan prasarana. Perubahan fungsi ruangan dapat membuat nilai keandalan berkurang jika dilakukan tanpa memperhitungkan beberapa aspek. Penilaian mengenai keandalan bangunan merupakan faktor yang penting dalam memeriksa kondisi suatu bangunan. Tujuan penelitian ini adalah kajian mengenai analisa keandalan bangunan dalam bidang arsitektur terhadap rumah susun mahasiswa St. Teresa Avila, Semarang setelah 5 (lima) tahun penghunian. Apakah masih memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku atau nilai-nilai keandalan sudah tidak berlaku lagi.. Metode penelitian yang dipergunakan secara deskriptif dan secara kualitatif berdasarkan kondisi fisik pada saat penelitian berlangsung. Dan kemudian kondisi fisik bangunan tersebut ditinjau berdasarkan peraturan yang berlaku dan teori-teori yang ada. Didapat kesimpulan terdapat beberapa ruangan yang sudah tidak memenuhi persyaratan keandalan bangunan, namun pada sebagian besar masih sangat layak dan sesuai dengan kebutuhan. Diberikan juga saran yang dapat dilakukan untuk memperbaiki agar kondisi dan nilai keandalan dapat dipertahankan. \u0000 \u0000Kata-kata Kunci: rusun mahasiswa, keandalan bangunan, analisa keandalan","PeriodicalId":166027,"journal":{"name":"Riset Arsitektur (RISA)","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121055806","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-04DOI: 10.26593/risa.v6i02.5729.184-204
Rieka Aprilia Tanuy, Herman Wilianto
Abstrak - Gaya hidup sehat menjadi marak dalam beberapa tahun ke belakang. Lebih banyak orang yang sadar dan mulai peduli pada kesehatannya. Pola makan yang teratur, asupan gizi yang seimbang, serta beragam jenis olahraga mewarnai gaya hidup masyarakat. Dewasa ini, masyarakat mulai mencari tempat untuk beristirahat sejenak, menjauh dari kesibukan, salah satunya adalah ekowisata. Kembali ke alam dipercaya mampu mengembalikan energi dan semangat yang menurun. Meluasnya kebutuhan akan ruang terbuka yang mendukung pola hidup sehat di masyarakat mendorong berbagai pelaku usaha untuk memenuhinya. Taman di hotel tidak lagi berfungsi sebagai area hijau belaka. Beberapa hotel yang telah mengembangkan konsep desain berdasarkan gaya hidup sehat mulai menata tamannya. Namun penataan taman di hotel-hotel tersebut umumnya masih belum memadai sebagai penunjang gaya hidup sehat bagi pengunjungnya. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji konsep taman sehat pada lanskap hotel butik berbasis gaya hidup sehat. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode deskriptif eksploratoris pada kedua preseden yang dipilih yaitu Klub Bunga Butik Resort dan Park Royal on Pickering berdasarkan isu terkait. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pedoman umum untuk merancang taman sehat di hotel butik, meskipun tetap perlu adanya pertimbangan terhadap konteks setempat. Kata-kata kunci: gaya hidup sehat, taman sehat, butik hotel
{"title":"KAJIAN KONSEP PERANCANGAN TAMAN SEHAT PADA LAYOUT TAMAN HOTEL BUTIK DI KAWASAN EKOWISATA","authors":"Rieka Aprilia Tanuy, Herman Wilianto","doi":"10.26593/risa.v6i02.5729.184-204","DOIUrl":"https://doi.org/10.26593/risa.v6i02.5729.184-204","url":null,"abstract":"Abstrak - Gaya hidup sehat menjadi marak dalam beberapa tahun ke belakang. Lebih banyak orang yang sadar dan mulai peduli pada kesehatannya. Pola makan yang teratur, asupan gizi yang seimbang, serta beragam jenis olahraga mewarnai gaya hidup masyarakat. Dewasa ini, masyarakat mulai mencari tempat untuk beristirahat sejenak, menjauh dari kesibukan, salah satunya adalah ekowisata. Kembali ke alam dipercaya mampu mengembalikan energi dan semangat yang menurun. Meluasnya kebutuhan akan ruang terbuka yang mendukung pola hidup sehat di masyarakat mendorong berbagai pelaku usaha untuk memenuhinya. Taman di hotel tidak lagi berfungsi sebagai area hijau belaka. Beberapa hotel yang telah mengembangkan konsep desain berdasarkan gaya hidup sehat mulai menata tamannya. Namun penataan taman di hotel-hotel tersebut umumnya masih belum memadai sebagai penunjang gaya hidup sehat bagi pengunjungnya. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji konsep taman sehat pada lanskap hotel butik berbasis gaya hidup sehat. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode deskriptif eksploratoris pada kedua preseden yang dipilih yaitu Klub Bunga Butik Resort dan Park Royal on Pickering berdasarkan isu terkait. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pedoman umum untuk merancang taman sehat di hotel butik, meskipun tetap perlu adanya pertimbangan terhadap konteks setempat. \u0000 \u0000Kata-kata kunci: gaya hidup sehat, taman sehat, butik hotel","PeriodicalId":166027,"journal":{"name":"Riset Arsitektur (RISA)","volume":"39 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130759495","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstract - Cities change by time to time physically and non-physically. The city development produces a distinctive character even in the smallest urban creature. This distinctive character does not take quickly but is slowly and full of challenges. Townscape is a visual impression of buildings arrangement, roads, and spaces those are expressed organically to form urban spaces. Therefore, a townscape that exists in an urban area is created on delevlopment or grows by unintentionally. Apart from that, the character of a townscape from one place is different from the other. The townscapes had been created and specific in each place. The literatures for this research are: 'The Concise Townscape', 'The Aesthetic Townscape', and 'Road Form and Townscape'. The three literatures describe the existence of townscape in Europe and Japan. This is the basic knowledge in townscape and how it is applied in Indonesia, especially in the city of Yogyakarta. The urban space chosen in this research is Padukuhan Samirono. Padukuhan Samirono is located in the north of Yogyakarta City and is very close to Gadjah Mada University and Negri Yogyakarta University. Padukuhan Samirono is known as an area that provides student accomodation. The community still stand fot maintaining their cultural habit such as gathering, cultural performances, and parades. This study examines the Townscape in Padukuhan Samirono. The social and cultural activities expressed their locality as seen as in its townscape. The pictorial analysis method identify the elements of townscapes wich effects the urban space. By describing the elements of urban space with 7 factors: nature elements, space organization, mass, proportion, activity, carving, and streetscape, the local expression criteria of Padukuhan Samirono’s can be formulated. Based on observations, the local expression of townscape on Samirono changes into a modern form. This research attempts to enhance people’s aprrectiation about townscape, especially townscape in Indonesia. Key Words: townscape, pictorial analysis, Samirono, Javanese, locality
{"title":"PHYSICAL-SPATIAL ASPECT IN LOCAL EXPRESSION OF TOWNSCAPE ON SAMIRONO YOGYAKARTA","authors":"Leonardo Devin Setiawan, Fransiskus Xaverius Budiwidodo Pangarso","doi":"10.26593/risa.v6i01.5427.74-91","DOIUrl":"https://doi.org/10.26593/risa.v6i01.5427.74-91","url":null,"abstract":"Abstract - Cities change by time to time physically and non-physically. The city development produces a distinctive character even in the smallest urban creature. This distinctive character does not take quickly but is slowly and full of challenges. \u0000Townscape is a visual impression of buildings arrangement, roads, and spaces those are expressed organically to form urban spaces. Therefore, a townscape that exists in an urban area is created on delevlopment or grows by unintentionally. Apart from that, the character of a townscape from one place is different from the other. The townscapes had been created and specific in each place. \u0000The literatures for this research are: 'The Concise Townscape', 'The Aesthetic Townscape', and 'Road Form and Townscape'. The three literatures describe the existence of townscape in Europe and Japan. This is the basic knowledge in townscape and how it is applied in Indonesia, especially in the city of Yogyakarta. The urban space chosen in this research is Padukuhan Samirono. \u0000Padukuhan Samirono is located in the north of Yogyakarta City and is very close to Gadjah Mada University and Negri Yogyakarta University. Padukuhan Samirono is known as an area that provides student accomodation. The community still stand fot maintaining their cultural habit such as gathering, cultural performances, and parades. \u0000This study examines the Townscape in Padukuhan Samirono. The social and cultural activities expressed their locality as seen as in its townscape. The pictorial analysis method identify the elements of townscapes wich effects the urban space. By describing the elements of urban space with 7 factors: nature elements, space organization, mass, proportion, activity, carving, and streetscape, the local expression criteria of Padukuhan Samirono’s can be formulated. \u0000Based on observations, the local expression of townscape on Samirono changes into a modern form. This research attempts to enhance people’s aprrectiation about townscape, especially townscape in Indonesia. \u0000 \u0000Key Words: townscape, pictorial analysis, Samirono, Javanese, locality","PeriodicalId":166027,"journal":{"name":"Riset Arsitektur (RISA)","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130532678","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}