Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.21776/ub.pji.2022.008.01.10
Oktavia Eka Puspita, Tamara G. Ebtavanny, Fabyoke A. Fortunata
nflamasi atau peradangan merupakan mekanisme tubuh dalam melindungi diri dari infeksi mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur. Salah satu tanaman yang masih digunakan untuk mengatasi inflamasi yaitu kunyit (Curcuma longa). Kandungan senyawa aktif dari kunyit adalah kurkumin. Kurkumin memiliki kekurangan bioavailabilitas dan kelarutan rendah. Sistem penghantaran yang digunakan untuk memodifikasi kelarutan yaitu dispersi solid dengan metode freeze-dry. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan pengikat yang digunakan terhadap disolusi kurkumin. . Bahan pengikat tablet yang digunakan yaitu PVP, Akasia, dan Amilum Pasta untuk memperbaiki sifat alir. Konsentrasi bahan pengikat yang digunakan adalah Formula 1 (PVP 5%), Formula 2 (Akasia 5%), dan Formula 3 (Amilum Pasta 10%). Pembuatan tablet menggunakan metode granulasi basah. Evaluasi granul atau In Process Control yang dilakukan meliputi moisture content, kecepatan alir, sudut istirahat, indeks kompresibilitas, rasio haussner, dan persentase fines. Kemudian dilakukan evaluasi akhir tablet yaitu keseragaman ukuran, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, dan disolusi. Hasil uji keseragaman ukuran, keseragaman bobot, kekerasan, dan waktu hancur telah memenuhi persyaratan. Hasil uji kerapuhan untuk semua formula tidak memenuhi persyaratan. Uji disolusi memiliki hasil fluktuatif di setiap replikasi pada masing-masing formula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bahan pengikat mempengaruhi hasil disolusi tablet dispersi solid kurkumin, dengan pengikat yang memiliki hasil disolusi paling tinggi yaitu Formula 1 (PVP 5%).
{"title":"Studi Pengaruh Jenis Bahan Pengikat Sediaan Tablet Dispersi Solid Kunyit Terhadap Profil Disolusi Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica)","authors":"Oktavia Eka Puspita, Tamara G. Ebtavanny, Fabyoke A. Fortunata","doi":"10.21776/ub.pji.2022.008.01.10","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pji.2022.008.01.10","url":null,"abstract":"nflamasi atau peradangan merupakan mekanisme tubuh dalam melindungi diri dari infeksi mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur. Salah satu tanaman yang masih digunakan untuk mengatasi inflamasi yaitu kunyit (Curcuma longa). Kandungan senyawa aktif dari kunyit adalah kurkumin. Kurkumin memiliki kekurangan bioavailabilitas dan kelarutan rendah. Sistem penghantaran yang digunakan untuk memodifikasi kelarutan yaitu dispersi solid dengan metode freeze-dry. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan pengikat yang digunakan terhadap disolusi kurkumin. . Bahan pengikat tablet yang digunakan yaitu PVP, Akasia, dan Amilum Pasta untuk memperbaiki sifat alir. Konsentrasi bahan pengikat yang digunakan adalah Formula 1 (PVP 5%), Formula 2 (Akasia 5%), dan Formula 3 (Amilum Pasta 10%). Pembuatan tablet menggunakan metode granulasi basah. Evaluasi granul atau In Process Control yang dilakukan meliputi moisture content, kecepatan alir, sudut istirahat, indeks kompresibilitas, rasio haussner, dan persentase fines. Kemudian dilakukan evaluasi akhir tablet yaitu keseragaman ukuran, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, dan disolusi. Hasil uji keseragaman ukuran, keseragaman bobot, kekerasan, dan waktu hancur telah memenuhi persyaratan. Hasil uji kerapuhan untuk semua formula tidak memenuhi persyaratan. Uji disolusi memiliki hasil fluktuatif di setiap replikasi pada masing-masing formula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bahan pengikat mempengaruhi hasil disolusi tablet dispersi solid kurkumin, dengan pengikat yang memiliki hasil disolusi paling tinggi yaitu Formula 1 (PVP 5%).","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"16 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86797764","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.21776/ub.pji.2022.008.01.6
Maria Anabella Jessica, Farida Lanawati Darsono, Lisa Soegianto
Salah satu gangguan di permukaan kulit wajah yaitu jerawat yang disebabkan oleh Propionibacterium acnes. Perlakuan jerawat bisa secara oral atau topikal yang umumnya mengandung antibiotika yang lebih efektif mengatasi jerawat, sedangkan kelemahannya mudah terjadi resistensi bakteri terhadap antibiotik. Salah satunya yang potensial dikembangkan sebagai antijerawat dan anitoksidan yaitu limbah dari kulit buah jeruk purut (Citrus hystrix) memiliki kandungan sebagai antibakteri adalah alkaloid, flavonoid (naringenin dan hesperidin), tanin serta senyawa fenolik memiliki aktivitas antioksidan juga sebagai analgesik dan anti inflamasi. Metode ekstraksi secara maserasi dengan pelarut penyari 95% dengan bentuk ekstrak kental terstandar. Konsentrasi ekstrak kental jeruk purut yang digunakan dalam penelitian ini antara 10% - 20%. Dalam rangka penjaminan mutu ekstrak maka dilakukan proses standarisasi secara spesifik dan non spesifik selanjutnya dilakukan uji efektivitas yang terdiri dari aktivitas antioksidan dengan parameter IC50 menggunakan metode DPPH sedangkan antibakteri dilakukan dengan menggunakan parameter Daerah Hambat Pertumbuhan – DHP secara difusi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi sediaan gel ekstrak kental jeruk purut (10%, 15%, dan 20%) terhadap efektivitasnya serta korelasi antara peningkatan aktivitas antioksidannya dengan antijerawatnya (antibakterinya). Berdasarkan hasil percobaan ekstrak kulit buah jeruk purut terbukti memiliki daya antioksidan, dimana dengan peningkatan konsentrasi diikuti dengan penurunan nilai IC50 yaitu 2,49 mg/mL. Nilai DHP ekstrak kulit buah jeruk purut untuk masing-masing konsentrasi 10%, 15% dan 20% berurutan sebesar 15,58 ± 0,287 mm, 17,45 ± 0,319 mm, 18,27 ± 0,306 mm, dimana semakin meningkat konsentrasi ekstrak maka efek sebagai antijerawat juga meningkat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disimpulkan ekstrak kulit jeruk purut berpotensi sebagai antioksidan dan antijerawat.
{"title":"Study Efektivitas Ekstrak Kental Kulit Buah Jeruk Purut Terstandar (Citrus hystrix) Sebagai Antioksidan dan Antijerawat","authors":"Maria Anabella Jessica, Farida Lanawati Darsono, Lisa Soegianto","doi":"10.21776/ub.pji.2022.008.01.6","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pji.2022.008.01.6","url":null,"abstract":"Salah satu gangguan di permukaan kulit wajah yaitu jerawat yang disebabkan oleh Propionibacterium acnes. Perlakuan jerawat bisa secara oral atau topikal yang umumnya mengandung antibiotika yang lebih efektif mengatasi jerawat, sedangkan kelemahannya mudah terjadi resistensi bakteri terhadap antibiotik. Salah satunya yang potensial dikembangkan sebagai antijerawat dan anitoksidan yaitu limbah dari kulit buah jeruk purut (Citrus hystrix) memiliki kandungan sebagai antibakteri adalah alkaloid, flavonoid (naringenin dan hesperidin), tanin serta senyawa fenolik memiliki aktivitas antioksidan juga sebagai analgesik dan anti inflamasi. Metode ekstraksi secara maserasi dengan pelarut penyari 95% dengan bentuk ekstrak kental terstandar. Konsentrasi ekstrak kental jeruk purut yang digunakan dalam penelitian ini antara 10% - 20%. Dalam rangka penjaminan mutu ekstrak maka dilakukan proses standarisasi secara spesifik dan non spesifik selanjutnya dilakukan uji efektivitas yang terdiri dari aktivitas antioksidan dengan parameter IC50 menggunakan metode DPPH sedangkan antibakteri dilakukan dengan menggunakan parameter Daerah Hambat Pertumbuhan – DHP secara difusi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi sediaan gel ekstrak kental jeruk purut (10%, 15%, dan 20%) terhadap efektivitasnya serta korelasi antara peningkatan aktivitas antioksidannya dengan antijerawatnya (antibakterinya). Berdasarkan hasil percobaan ekstrak kulit buah jeruk purut terbukti memiliki daya antioksidan, dimana dengan peningkatan konsentrasi diikuti dengan penurunan nilai IC50 yaitu 2,49 mg/mL. Nilai DHP ekstrak kulit buah jeruk purut untuk masing-masing konsentrasi 10%, 15% dan 20% berurutan sebesar 15,58 ± 0,287 mm, 17,45 ± 0,319 mm, 18,27 ± 0,306 mm, dimana semakin meningkat konsentrasi ekstrak maka efek sebagai antijerawat juga meningkat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disimpulkan ekstrak kulit jeruk purut berpotensi sebagai antioksidan dan antijerawat.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"54 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"79505737","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.21776/ub.pji.2022.008.01.7
M.A. Hanny Ferry Fernanda, Ratih Kusuma Wardani
Jamu is a pharmaceutical preparation derived from plant simplicia and must meet quality requirements, one of which is that it must not contain medicinal chemicals (BKO). One of the herbs widely circulated and can be obtained freely in the community is herbal medicine for aches and pains. In herbal aches and pains, paracetamol is the BKO suspected to be used in this preparation. This study aimed to develop an analytical method to determine the content of paracetamol BKO in herbal pain relief semi-quantitatively using digital images obtained from Thin Layer Chromatography. The semi-quantitative analysis method is carried out by processing digital images using the qTLC application. The results of this study proved the presence of paracetamol BKO in herbal aches and pains qualitatively using the TLC method. Of the five samples analyzed, only one contained paracetamol BKO with an Rf value of 0.15, while the standard Rf was 0.14. The analysis was then continued with the determination of paracetamol levels semi-quantitatively using digital image processing from the Thin Layer Chromatography results. Based on the results of semi-quantitative analysis, it can be seen that the sample suspected to contain paracetamol contains paracetamol with a concentration of 1,491.31 ppm. The results of this study can provide accurate detection of paracetamol BKO compound determination and semi-quantification limits and have the potential for more quantitative analysis in herbal medicine.
{"title":"Analisis Semikuantitatif Parasetamol Dalam Jamu Pegal Linu Menggunakan Pemrosesan Gambar Digital dari Hasil Kromatografi Lapis Tipis","authors":"M.A. Hanny Ferry Fernanda, Ratih Kusuma Wardani","doi":"10.21776/ub.pji.2022.008.01.7","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pji.2022.008.01.7","url":null,"abstract":"Jamu is a pharmaceutical preparation derived from plant simplicia and must meet quality requirements, one of which is that it must not contain medicinal chemicals (BKO). One of the herbs widely circulated and can be obtained freely in the community is herbal medicine for aches and pains. In herbal aches and pains, paracetamol is the BKO suspected to be used in this preparation. This study aimed to develop an analytical method to determine the content of paracetamol BKO in herbal pain relief semi-quantitatively using digital images obtained from Thin Layer Chromatography. The semi-quantitative analysis method is carried out by processing digital images using the qTLC application. The results of this study proved the presence of paracetamol BKO in herbal aches and pains qualitatively using the TLC method. Of the five samples analyzed, only one contained paracetamol BKO with an Rf value of 0.15, while the standard Rf was 0.14. The analysis was then continued with the determination of paracetamol levels semi-quantitatively using digital image processing from the Thin Layer Chromatography results. Based on the results of semi-quantitative analysis, it can be seen that the sample suspected to contain paracetamol contains paracetamol with a concentration of 1,491.31 ppm. The results of this study can provide accurate detection of paracetamol BKO compound determination and semi-quantification limits and have the potential for more quantitative analysis in herbal medicine.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"108 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87574416","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Hasriyani Hasriyani, Hardiyani Presticasari, Novam Danu P, Yayuk Mundriyastutik
AbstrakBuah pepaya (Carica papaya L.) mengandung banyak senyawa flavonoid yang dapat mensintesis perak menjadi nanoperak. AgNP (nanoperak) diketahui memiliki aktivitas sebagai antibakteri pada jerawat. AgNP kemudian diformulasikan ke dalam sediaan Facial Wash gel dengan 3 variasi konsentrasi HPMC kemudian dilakukan uji mutu sediaan meliputi organoleptis, pH, viskositas, daya sebar, dan daya lekat. Sediaan disimpan selama 14 hari di suhu ruang untuk mengetahui pengaruh dari waktu penyimpanannya.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi HPMC dan mengetahui kualitas mutu dari sediaan facial wash gel nanoperak.Jenis penelitian merupakan penelitian true experimental yang menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang termuat dalam pustaka dan analisis kuantitatif dilakukan dengan metode statistik Two Way Anova (α = 0.05) serta analisis Post-Hoc dengan uji Tukey. Terdapat pengaruh akibat perbedaan HPMC yang digunakan pada 3 formula yaitu Formula 1 (2% HPMC), Formula 2 (3% HPMC), dan Formula 3 (4% HPMC) terhadap kualitas mutu sediaan berdasarkan uji organoleptis, uji pH, uji viskositas, uji daya sebar, dan uji daya lekat. Pada Formula 1 tidak dapat memenuhi kriteria daya lekat yang baik, sedangkan pada Formula 2 dan 3 memenuhi kriteria syarat sediaan facial wash yang baik.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengaruh dari variasi konsentrasi HPMC terhadap kualitas mutu sediaan facial wash gel tetapi pengaruh dari waktu penyimpanan selama 14 hari tidak mempengaruhi kualitas mutu sediaan. Kata Kunci : Carica papaya L., Nanoperak, Facial Wash.
{"title":"PENGARUH VARIASI KONSENTRASI HPMC TERHADAP KUALITAS MUTU SEDIAAN FACIAL WASH GEL NANOPERAK HASIL BIOSINTESIS EKSTRAK BUAH PEPAYA (Carica papaya L.)","authors":"Hasriyani Hasriyani, Hardiyani Presticasari, Novam Danu P, Yayuk Mundriyastutik","doi":"10.26751/ijf.v7i2.1399","DOIUrl":"https://doi.org/10.26751/ijf.v7i2.1399","url":null,"abstract":"AbstrakBuah pepaya (Carica papaya L.) mengandung banyak senyawa flavonoid yang dapat mensintesis perak menjadi nanoperak. AgNP (nanoperak) diketahui memiliki aktivitas sebagai antibakteri pada jerawat. AgNP kemudian diformulasikan ke dalam sediaan Facial Wash gel dengan 3 variasi konsentrasi HPMC kemudian dilakukan uji mutu sediaan meliputi organoleptis, pH, viskositas, daya sebar, dan daya lekat. Sediaan disimpan selama 14 hari di suhu ruang untuk mengetahui pengaruh dari waktu penyimpanannya.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi HPMC dan mengetahui kualitas mutu dari sediaan facial wash gel nanoperak.Jenis penelitian merupakan penelitian true experimental yang menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang termuat dalam pustaka dan analisis kuantitatif dilakukan dengan metode statistik Two Way Anova (α = 0.05) serta analisis Post-Hoc dengan uji Tukey. Terdapat pengaruh akibat perbedaan HPMC yang digunakan pada 3 formula yaitu Formula 1 (2% HPMC), Formula 2 (3% HPMC), dan Formula 3 (4% HPMC) terhadap kualitas mutu sediaan berdasarkan uji organoleptis, uji pH, uji viskositas, uji daya sebar, dan uji daya lekat. Pada Formula 1 tidak dapat memenuhi kriteria daya lekat yang baik, sedangkan pada Formula 2 dan 3 memenuhi kriteria syarat sediaan facial wash yang baik.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengaruh dari variasi konsentrasi HPMC terhadap kualitas mutu sediaan facial wash gel tetapi pengaruh dari waktu penyimpanan selama 14 hari tidak mempengaruhi kualitas mutu sediaan. Kata Kunci : Carica papaya L., Nanoperak, Facial Wash.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"43 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78666813","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8% dan angka kejadian gastritis di beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan angka kejadian 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk (WHO, 2013). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2009, gastritis merupakan salah satu penyakit dalam sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di Rumah Sakit di Inonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%). Di provinsi Jawa Tengah tahun 2009 angka kejadian penderita penyakit gastritis mencapai 31,2% (Depkes RI, 2009). Dalam pengambilan keputusan pengobatan, termasuk gastritis, tidak hanya mempertimbangkan keamanan, khasiat dan mutu saja, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai ekonominya. Faktor ekonomi yang penting adalah pemilihan obat yang cost effective, yaitu biaya pengobatan lebih terjangkau oleh masyarakat dan efektif untuk mendapatkan hasil klinik yang baik (Rustiani, dkk., 2014). Analisis Efektivitas Biaya merupakan suatu metode farmakoekonomi untuk memilih dan menilai program atau obat yang terbaik pada beberapa pilihan terapi dengan tujuan yang sama (Andayani, 2013). Dalam pemilihan prioritas strategi pengobatan mana yang memberikan outcome pengobatan yang baik, perlu dilakukan analisis yang mengkaitkan antara biaya yang dibutuhkan dengan outcome yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat efektivitas biaya perawatan terapi gastritis pada pasien rawat inap di salah satu rumah sakit di Kudus yaitu RSI Sunan Kudus, tahun 2018 sampai 2020. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan analisis deskriptif dan pengambilan data secara retrospektif, sedangkan untuk pengambilan data sekunder meliputi rekam medis dan biaya rawat inap pasien RSI Sunan Kudus. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pasien terbanyak merupakan pasien dewasa (19-55 tahun) sebanyak 41%, mayoritas perempuan (62%), dengan rata-rata LOS (Length Of Stay) 4 hari. Total rata-rata biaya pengobatan terendah terdapat pada kombinasi obat omeprazol dan pantoprazol. Terapi pengobatan yang memiliki efektivitas terapi paling baik (100%) yaitu omeprazol, pantoprazol, ranitidin + lansoprazol, omeprazol + esomeprazol, dan omeprazol + pantoprazol. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat efektivitas biaya pada kombinasi omeprazol dan pantoprazol yang memiliki nilai REB paling rendah yaitu Rp.18.986,76/ 1% efektivitas dan berada di posisi dominan pada perbandingan efektivitas dan biaya terapi.
{"title":"ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PERAWATAN TERAPI GASTRITIS PADA PASIEN UNIT RAWAT INAP DI RSI SUNAN KUDUS TAHUN 2018-2020","authors":"Kharisma Aprilita Rosyidah, Arina Zulfah Primananda, Wahid Sabaan, Bintari Tri Sukoharjanti","doi":"10.26751/ijf.v7i2.1390","DOIUrl":"https://doi.org/10.26751/ijf.v7i2.1390","url":null,"abstract":"Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8% dan angka kejadian gastritis di beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan angka kejadian 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk (WHO, 2013). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2009, gastritis merupakan salah satu penyakit dalam sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di Rumah Sakit di Inonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%). Di provinsi Jawa Tengah tahun 2009 angka kejadian penderita penyakit gastritis mencapai 31,2% (Depkes RI, 2009). Dalam pengambilan keputusan pengobatan, termasuk gastritis, tidak hanya mempertimbangkan keamanan, khasiat dan mutu saja, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai ekonominya. Faktor ekonomi yang penting adalah pemilihan obat yang cost effective, yaitu biaya pengobatan lebih terjangkau oleh masyarakat dan efektif untuk mendapatkan hasil klinik yang baik (Rustiani, dkk., 2014). Analisis Efektivitas Biaya merupakan suatu metode farmakoekonomi untuk memilih dan menilai program atau obat yang terbaik pada beberapa pilihan terapi dengan tujuan yang sama (Andayani, 2013). Dalam pemilihan prioritas strategi pengobatan mana yang memberikan outcome pengobatan yang baik, perlu dilakukan analisis yang mengkaitkan antara biaya yang dibutuhkan dengan outcome yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat efektivitas biaya perawatan terapi gastritis pada pasien rawat inap di salah satu rumah sakit di Kudus yaitu RSI Sunan Kudus, tahun 2018 sampai 2020. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan analisis deskriptif dan pengambilan data secara retrospektif, sedangkan untuk pengambilan data sekunder meliputi rekam medis dan biaya rawat inap pasien RSI Sunan Kudus. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pasien terbanyak merupakan pasien dewasa (19-55 tahun) sebanyak 41%, mayoritas perempuan (62%), dengan rata-rata LOS (Length Of Stay) 4 hari. Total rata-rata biaya pengobatan terendah terdapat pada kombinasi obat omeprazol dan pantoprazol. Terapi pengobatan yang memiliki efektivitas terapi paling baik (100%) yaitu omeprazol, pantoprazol, ranitidin + lansoprazol, omeprazol + esomeprazol, dan omeprazol + pantoprazol. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat efektivitas biaya pada kombinasi omeprazol dan pantoprazol yang memiliki nilai REB paling rendah yaitu Rp.18.986,76/ 1% efektivitas dan berada di posisi dominan pada perbandingan efektivitas dan biaya terapi.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"65 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90360071","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
R. Isnaini, Sitta Hasanatin, Latifah Dikdayani, Fitri Apriliyani
Hipertensi termasuk dalam penyakit tidak menular serta salah satu faktor kematian didunia dengan prevalensi 22% dari penduduk dunia. Menurut riskesdas prevalensi hipertensi yang terjadi di indonesia bertambah sebanyak 8,3% dan 8,2% pertahun 2018. Pemilihan serta pengobatan hipertensi juga memerlukan penggunaan obat yang efektif serta bisa memberikan toleransi yang baik. Efektivitas serta manfaat dalam pengobatan hipertensi berpacu pada pengukuran tekanan darah yang telah mencapai target. Turunnya tekanan darah juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan obat yang rasional baik secara monoterapi maupun kombinasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengananlisis perbandingan efektivitas penggunaan obat kombinasi amlodipin dengan kaptopril dan amlodipin dengan lisinopril. Metode penelitian ini termasuk penelitian kualitatif menggunakan metode cross sectional dengan pendekatan retrospektif. Hasil dari uji independent t-test nilai signifikansi kategori sistolik 0,781>0,05 dan nilai signifikansi kategori diastolik 0,923>0,05. Pasien yang memperoleh terapi kombinasi amlodipin-kaptopril maupun amlodipin-lisinopril yang mencapai target sejumlah 43 pasien.Setelah dilakukan uji independent t-test pada sebelum dan sesudah dilakukan terapi dapat disimpulkan baik kategori sistolik maupun kategori diastolik mengenai efektivitas kedua kombinasi tidak terdapat perbedaan yang bermakna dan kombinasi amlodipin-lisinopril lebih efektif dalam mencapai target menurunkan tekanan darah dibanding amlodipin-kaptopril. Kata kunci : hipertensi ; efektifitas ; tekanan darah
{"title":"PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENURUNAN TEKANAN DARAH DENGAN PEMBERIAN KOMBINASI AMLODIPIN DENGAN KAPTOPRIL DAN AMLODIPIN DENGAN LISINOPRIL PADA PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH MAYONG JEPARA","authors":"R. Isnaini, Sitta Hasanatin, Latifah Dikdayani, Fitri Apriliyani","doi":"10.26751/ijf.v7i2.1755","DOIUrl":"https://doi.org/10.26751/ijf.v7i2.1755","url":null,"abstract":" Hipertensi termasuk dalam penyakit tidak menular serta salah satu faktor kematian didunia dengan prevalensi 22% dari penduduk dunia. Menurut riskesdas prevalensi hipertensi yang terjadi di indonesia bertambah sebanyak 8,3% dan 8,2% pertahun 2018. Pemilihan serta pengobatan hipertensi juga memerlukan penggunaan obat yang efektif serta bisa memberikan toleransi yang baik. Efektivitas serta manfaat dalam pengobatan hipertensi berpacu pada pengukuran tekanan darah yang telah mencapai target. Turunnya tekanan darah juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan obat yang rasional baik secara monoterapi maupun kombinasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengananlisis perbandingan efektivitas penggunaan obat kombinasi amlodipin dengan kaptopril dan amlodipin dengan lisinopril. Metode penelitian ini termasuk penelitian kualitatif menggunakan metode cross sectional dengan pendekatan retrospektif. Hasil dari uji independent t-test nilai signifikansi kategori sistolik 0,781>0,05 dan nilai signifikansi kategori diastolik 0,923>0,05. Pasien yang memperoleh terapi kombinasi amlodipin-kaptopril maupun amlodipin-lisinopril yang mencapai target sejumlah 43 pasien.Setelah dilakukan uji independent t-test pada sebelum dan sesudah dilakukan terapi dapat disimpulkan baik kategori sistolik maupun kategori diastolik mengenai efektivitas kedua kombinasi tidak terdapat perbedaan yang bermakna dan kombinasi amlodipin-lisinopril lebih efektif dalam mencapai target menurunkan tekanan darah dibanding amlodipin-kaptopril. Kata kunci : hipertensi ; efektifitas ; tekanan darah","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"95 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74242921","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-09-27DOI: 10.30595/pharmacy.v19i1.14001
R. Islamie, Dian Natasya Raharjo, N. Agustiningrum
Cefixime is one the antibiotic that use widely in the clinical setting. Microbiological bioassay is an essential step to ensure the efficacy of the antibiotic. Several factors including bacterial strain, inoculum concentration, and solvent, pH, reference concentration, storage time of antibiotic standard influenced the zone inhibition of the bioassay. This study was aimed to optimize two factors from microorganism aspect for the development antibiotic potency test of cefixime in pharmaceutical preparation. Cylinder cup method was used for this microbiological assay. Our results revealed that Escherichia coli ATCC 10536 with the concentration of 1.0% was the optimum bacterial strains for cefixime reference standard. In conclusion, the optimizing both factors from the test microorganism could be helpful to develop the appropriate method for microbial bioassay of Cefixime in pharmaceutical preparations.
{"title":"The Selection of Bacterial Strain and Inoculum Concentration in Microbial Bioassay for the Development of Cefixime Potency Test in Pharmaceutical Preparations","authors":"R. Islamie, Dian Natasya Raharjo, N. Agustiningrum","doi":"10.30595/pharmacy.v19i1.14001","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v19i1.14001","url":null,"abstract":"Cefixime is one the antibiotic that use widely in the clinical setting. Microbiological bioassay is an essential step to ensure the efficacy of the antibiotic. Several factors including bacterial strain, inoculum concentration, and solvent, pH, reference concentration, storage time of antibiotic standard influenced the zone inhibition of the bioassay. This study was aimed to optimize two factors from microorganism aspect for the development antibiotic potency test of cefixime in pharmaceutical preparation. Cylinder cup method was used for this microbiological assay. Our results revealed that Escherichia coli ATCC 10536 with the concentration of 1.0% was the optimum bacterial strains for cefixime reference standard. In conclusion, the optimizing both factors from the test microorganism could be helpful to develop the appropriate method for microbial bioassay of Cefixime in pharmaceutical preparations.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"23 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78246344","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-09-27DOI: 10.30595/pharmacy.v19i1.13419
M. Misrahanum, Adelia Nurfani, H. Helwati
Citronella (Cymbopogon nardus (L.) Rendle) is commonly claimed as a multifunction plant. Citronella produces an essential oil whose quality standard was set in SNI 06-3953-1995. Citronella oil is used for traditional medication, such as an antimicrobial, antipyretic, analgesic, and many other functions. This study evaluated the in-vitro antifungal activity of citronella oil obtained from the farm in Menderek, Pintu Rime Gayo, Bener Meriah, Aceh, against clinical isolates of Candida albicans. The citronella oil analyzed using chromatography-mass spectrometry (GC-MS) showed chemical components of citronellal (26.06%), β-citronellol (26.314%), and geraniol (17.90%). Antifungal activity test of citronella oil against Candida albicans by well diffusion method showed the highest activity at 40% v/v concentration with the diameter of inhibition zone of 23.31±0.04 mm. The result of this study indicated that the citronella oil has a good potential to inhibit clinical isolate Candida albicans growth.
{"title":"Antifungal Activity of Citronella Oil Against Clinical Isolate Candida albicans","authors":"M. Misrahanum, Adelia Nurfani, H. Helwati","doi":"10.30595/pharmacy.v19i1.13419","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v19i1.13419","url":null,"abstract":"Citronella (Cymbopogon nardus (L.) Rendle) is commonly claimed as a multifunction plant. Citronella produces an essential oil whose quality standard was set in SNI 06-3953-1995. Citronella oil is used for traditional medication, such as an antimicrobial, antipyretic, analgesic, and many other functions. This study evaluated the in-vitro antifungal activity of citronella oil obtained from the farm in Menderek, Pintu Rime Gayo, Bener Meriah, Aceh, against clinical isolates of Candida albicans. The citronella oil analyzed using chromatography-mass spectrometry (GC-MS) showed chemical components of citronellal (26.06%), β-citronellol (26.314%), and geraniol (17.90%). Antifungal activity test of citronella oil against Candida albicans by well diffusion method showed the highest activity at 40% v/v concentration with the diameter of inhibition zone of 23.31±0.04 mm. The result of this study indicated that the citronella oil has a good potential to inhibit clinical isolate Candida albicans growth.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"19 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87429760","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-09-27DOI: 10.30595/pharmacy.v19i1.13842
Dwi Kurnia Putri, E. Darmawan
Arthritis is inflammation and pain in joints, often accompanied by stiffness and difficulty to move. The current pain treatment in arthritis is synthetic drugs that have many side effects. Chitosan’s structure similar to that of glucosamine which can be used as anti-arthritis. This study aims to evaluate the analgesic activity of chitosan in arthritic rats. The heat stimulation method with a hot plate at temperature of 55±1oC was utilized. A total of 25 male Sprague Dawley rats, weighing 150-250 g, were fed and given water ad libitum. There were grouped into group I (normal control), group II (positive control), group III (negative control, given diclofenac sodium), group IV and V (chitosan treatment at 50 and 100 mg/200g BW of rats, respectively). Arthritis in groups II to V rats were induced by subplantar injection of Complete Freund's Adjuvant (CFA) on the first day according to the Anderson method. Analgesic activity was measured every 3 days on day 17 onwards. The obtained data were analyzed using a general linear repeated measure test (p <0.05). The percentage of pain response reduction in normal control, positive control, negative control, chitosan group at 50 and 100 mg/200 g body weight (BW) were 0.30±1.73, -13.46±0.74, 20.37±1.54, 31.52±1.44, and 35.29±0.72%, respectively. Thus, chitosan can be used as an analgesic in arthritic rats.
{"title":"Analgesic Activity of Chitosan in Arthritis Rats Induced by Complete Freund's Adjuvant (CFA)","authors":"Dwi Kurnia Putri, E. Darmawan","doi":"10.30595/pharmacy.v19i1.13842","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v19i1.13842","url":null,"abstract":"Arthritis is inflammation and pain in joints, often accompanied by stiffness and difficulty to move. The current pain treatment in arthritis is synthetic drugs that have many side effects. Chitosan’s structure similar to that of glucosamine which can be used as anti-arthritis. This study aims to evaluate the analgesic activity of chitosan in arthritic rats. The heat stimulation method with a hot plate at temperature of 55±1oC was utilized. A total of 25 male Sprague Dawley rats, weighing 150-250 g, were fed and given water ad libitum. There were grouped into group I (normal control), group II (positive control), group III (negative control, given diclofenac sodium), group IV and V (chitosan treatment at 50 and 100 mg/200g BW of rats, respectively). Arthritis in groups II to V rats were induced by subplantar injection of Complete Freund's Adjuvant (CFA) on the first day according to the Anderson method. Analgesic activity was measured every 3 days on day 17 onwards. The obtained data were analyzed using a general linear repeated measure test (p <0.05). The percentage of pain response reduction in normal control, positive control, negative control, chitosan group at 50 and 100 mg/200 g body weight (BW) were 0.30±1.73, -13.46±0.74, 20.37±1.54, 31.52±1.44, and 35.29±0.72%, respectively. Thus, chitosan can be used as an analgesic in arthritic rats.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"91240552","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-09-27DOI: 10.30595/pharmacy.v19i1.13490
Marcus Laurentius Yudhi Purwoko, Syamsudin Syamsudin, Partomuan Simanjuntak
Proses perkembangan kognisi pada manusia saat ini adalah suatu aspek yang sangat penting. Aspek ini erat kaitannya dengan tingkat intelegensi atau kecerdasan dari seseorang dalam banyak hal dimana dari kecerdasan ini munculah ide-ide dan pembelajaran. Terganggunya atau menurunnya fungsi kognisi seseorang akan berdampak pada tidak maksimalnya petumbuhan serta perkembangan otak dimana mempunyai peran penting dalam suatu respon seseorang untuk indra penglihatan, pendengaran, logika dan analogi serta kemampuan dalam menghasilkan gerakan. Terganggunya fungsi otak maka akan mempengaruhi kualitas masa depan dari seseorang khususnya pada kecerdasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari penggunaan kombinasi ekstrak herba pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.) dan daun kelor (Moringa oleifera Lam.) terhadap fungsi memori yang diujikan dengan menggunakan metode radial eight-arm maze test pada tikus wistar. Tahapan awal penelitian dilakukan ekstraksi herba pegagan dan daun kelor. Ekstrak kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator dan dikeringkan dengan metode freeze drying. Kandungan metabolit sekunder dari masing-masing ekstrak herba pegagan dan daun kelor diuji dengan penapisan fitokimia. Radial eight-arm maze test dilakukan untuk mengetahui kerusakan otak yang berdampak pada defisit intelegensi dan memori. Kombinasi herba pegagan dan daun kelor pada rasio konsentrasi 1:3 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku pembelajaran dan memori dari hewan uji. Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa kombinasi ekstrak herba pegagan dan daun kelor berpotensi dalam meningkatkan fungsi memori pada otak, khususnya pada perilaku pembelajaran dan memori dari hewan coba.
{"title":"Kombinasi Ekstrak Herba Pegagan dan Daun Kelor terhadap Kerusakan Otak dengan Metode Radial Eight-Arm Test","authors":"Marcus Laurentius Yudhi Purwoko, Syamsudin Syamsudin, Partomuan Simanjuntak","doi":"10.30595/pharmacy.v19i1.13490","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v19i1.13490","url":null,"abstract":"Proses perkembangan kognisi pada manusia saat ini adalah suatu aspek yang sangat penting. Aspek ini erat kaitannya dengan tingkat intelegensi atau kecerdasan dari seseorang dalam banyak hal dimana dari kecerdasan ini munculah ide-ide dan pembelajaran. Terganggunya atau menurunnya fungsi kognisi seseorang akan berdampak pada tidak maksimalnya petumbuhan serta perkembangan otak dimana mempunyai peran penting dalam suatu respon seseorang untuk indra penglihatan, pendengaran, logika dan analogi serta kemampuan dalam menghasilkan gerakan. Terganggunya fungsi otak maka akan mempengaruhi kualitas masa depan dari seseorang khususnya pada kecerdasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari penggunaan kombinasi ekstrak herba pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.) dan daun kelor (Moringa oleifera Lam.) terhadap fungsi memori yang diujikan dengan menggunakan metode radial eight-arm maze test pada tikus wistar. Tahapan awal penelitian dilakukan ekstraksi herba pegagan dan daun kelor. Ekstrak kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator dan dikeringkan dengan metode freeze drying. Kandungan metabolit sekunder dari masing-masing ekstrak herba pegagan dan daun kelor diuji dengan penapisan fitokimia. Radial eight-arm maze test dilakukan untuk mengetahui kerusakan otak yang berdampak pada defisit intelegensi dan memori. Kombinasi herba pegagan dan daun kelor pada rasio konsentrasi 1:3 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku pembelajaran dan memori dari hewan uji. Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa kombinasi ekstrak herba pegagan dan daun kelor berpotensi dalam meningkatkan fungsi memori pada otak, khususnya pada perilaku pembelajaran dan memori dari hewan coba.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"19 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"82623504","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}