Bakteri merupakan salah satu patogen yang menyebabkan terjadinya penyakit infeksi. Masalah yang saat ini berkembang dalam pengobatan penyakit infeksi adalah resistensi antimikroba. Resistensi antimikroba merupakan ketidakmampuan suatu antibiotik untuk menyembukan penyakit infeksi, sehingga dibutuhkan senyawa antimikroba baru yang mampu membunuh patogen penginfeksi (bakteri, jamur, virus dan parasit multi seluler). Tanaman telang (Clitoria ternatea L.) telah diidentifikasi sebagai tanaman yang berpotensi sebagai antibakteri. Tujuan studi literatur ini untuk mengetahui aktivitas antibakteri dan mengidentifikasi mekanisme molekuler berdasarkan kandungan kimia dari daun telang yang belum dilakukan sebelumnya. Penelitian menggunkan metode systematic literature review (SLR) untuk mengetahui aktivitas dan mekanisme antibakteri berdasarkan senyawa bioaktif yang terkandung dengan menggunakan PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses) sebagai protokol review. Strategi pencarian data menggunakan search engine: science direct, google scholar dan pubmed. Kata kunci pencarian menggunkan kombinasi kata-kata dalam rumusan masalah dan menggunakan Boolean “OR” dan “AND”. Hasil pencarian literatur yang relevan memperoleh 22 artikel yang memenuhi kriteria yang terdiri dari artikel senyawa kimia, aktivitas dan mekanisme antibakteri. Hasil SLR menunjukan daun telang berpotensi sebagai antibakteri dan memiliki mekanisme molekuler yaitu, menggangu permeabilitas membran sel, menghambat sintesis asam nukleat dan protein dan menghambat pembentukan biofilm. Senyawa kimia yang berpotensi sebagai agen antibakteri yaitu kaempferol, kuersetin, siklotida, b-sitosterol alkaloid dan tanin.
{"title":"Studi Mekanisme Molekuler Antibakteri dari Daun Telang (Clitoria ternatea L.)","authors":"M. H. Refwalu, Ana Indrayati, Ika Purwidyaningrum","doi":"10.31001/jfi.v20i1.1193","DOIUrl":"https://doi.org/10.31001/jfi.v20i1.1193","url":null,"abstract":"Bakteri merupakan salah satu patogen yang menyebabkan terjadinya penyakit infeksi. Masalah yang saat ini berkembang dalam pengobatan penyakit infeksi adalah resistensi antimikroba. Resistensi antimikroba merupakan ketidakmampuan suatu antibiotik untuk menyembukan penyakit infeksi, sehingga dibutuhkan senyawa antimikroba baru yang mampu membunuh patogen penginfeksi (bakteri, jamur, virus dan parasit multi seluler). Tanaman telang (Clitoria ternatea L.) telah diidentifikasi sebagai tanaman yang berpotensi sebagai antibakteri. Tujuan studi literatur ini untuk mengetahui aktivitas antibakteri dan mengidentifikasi mekanisme molekuler berdasarkan kandungan kimia dari daun telang yang belum dilakukan sebelumnya. \u0000Penelitian menggunkan metode systematic literature review (SLR) untuk mengetahui aktivitas dan mekanisme antibakteri berdasarkan senyawa bioaktif yang terkandung dengan menggunakan PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses) sebagai protokol review. Strategi pencarian data menggunakan search engine: science direct, google scholar dan pubmed. Kata kunci pencarian menggunkan kombinasi kata-kata dalam rumusan masalah dan menggunakan Boolean “OR” dan “AND”. \u0000Hasil pencarian literatur yang relevan memperoleh 22 artikel yang memenuhi kriteria yang terdiri dari artikel senyawa kimia, aktivitas dan mekanisme antibakteri. Hasil SLR menunjukan daun telang berpotensi sebagai antibakteri dan memiliki mekanisme molekuler yaitu, menggangu permeabilitas membran sel, menghambat sintesis asam nukleat dan protein dan menghambat pembentukan biofilm. Senyawa kimia yang berpotensi sebagai agen antibakteri yaitu kaempferol, kuersetin, siklotida, b-sitosterol alkaloid dan tanin.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"53 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80785573","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-01-19DOI: 10.30595/pharmacy.v19i1.13782
D. Hartanti, W. Kitphati, P. Peungvicha, Nutputsorn Chatsumpun
Curcuma comosa Roxb. is popularly used to treat gynecological problems but has no official monograph in the Thai Herbal Pharmacopeia (THP). This study characterized the selected pharmacognostic and physicochemical specifications and antioxidant potentials of C. comosa crude drugs. The pharmacognostic and physicochemical properties of two kinds of crude drugs were characterized according to the WHO quality control methods for herbal materials. The 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) scavenging activity, ferric reducing antioxidant power (FRAP), and total phenolic content (TPC) were evaluated as per the standard method. The microscopic observation showed relatively large-sized starch granules, cortical parenchyma, vessel, and sclerenchyma fibre. The thin-layer chromatography (TLC) profile demonstrated distinct separation with two major spots. The physicochemical evaluations specified as follow: moisture (8.87±1.37%), total ash (2.35±0.12%), acid-insoluble ash (0.80±0.08%), volatile oil (1.01±0.03%), water-soluble extractable (16.01±0.95%), and ethanol-soluble extractable (17.74±1.56%). The DPPH scavenging activity, FRAP, and TPC of the crude drugs were 765.56±80.50 mM Trolox equivalent (TE)/g dry weight (DW), 505.42±22.44 mM TE/g DW, and 46.09±2.27 mg Gallic acid equivalent (GAE)/g DW. This study specified quality parameters of C. comosa crude drugs that might serve as the reference for the quality control purpose.
姜黄;普遍用于治疗妇科问题,但在泰国草药药典(THP)中没有官方专著。本研究对芫花药材的生药学、理化指标和抗氧化活性进行了初步研究。根据世界卫生组织中药材质量控制方法对两种药材的生药学和理化性质进行了表征。按照标准方法测定了2,2-二苯基-1-苦味酰肼(DPPH)清除能力、铁还原抗氧化能力(FRAP)和总酚含量(TPC)。镜下可见较大的淀粉颗粒、皮层薄壁组织、血管和厚壁组织纤维。薄层色谱(TLC)表现出明显的分离,有两个主要斑点。理化指标为水分(8.87±1.37%)、总灰分(2.35±0.12%)、酸不溶灰分(0.80±0.08%)、挥发油(1.01±0.03%)、水溶性可提取物(16.01±0.95%)、乙醇可溶性可提取物(17.74±1.56%)。其DPPH清除率、FRAP和TPC分别为765.56±80.50 mM Trolox当量(TE)/g干重(DW)、505.42±22.44 mM TE/g DW和46.09±2.27 mg没食子酸当量(GAE)/g DW。本研究确定了蛇麻药材的质量参数,为其质量控制提供参考。
{"title":"Pharmacognostic specifications and the antioxidant activity of Curcuma comosa Roxb. crude drugs","authors":"D. Hartanti, W. Kitphati, P. Peungvicha, Nutputsorn Chatsumpun","doi":"10.30595/pharmacy.v19i1.13782","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v19i1.13782","url":null,"abstract":"Curcuma comosa Roxb. is popularly used to treat gynecological problems but has no official monograph in the Thai Herbal Pharmacopeia (THP). This study characterized the selected pharmacognostic and physicochemical specifications and antioxidant potentials of C. comosa crude drugs. The pharmacognostic and physicochemical properties of two kinds of crude drugs were characterized according to the WHO quality control methods for herbal materials. The 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) scavenging activity, ferric reducing antioxidant power (FRAP), and total phenolic content (TPC) were evaluated as per the standard method. The microscopic observation showed relatively large-sized starch granules, cortical parenchyma, vessel, and sclerenchyma fibre. The thin-layer chromatography (TLC) profile demonstrated distinct separation with two major spots. The physicochemical evaluations specified as follow: moisture (8.87±1.37%), total ash (2.35±0.12%), acid-insoluble ash (0.80±0.08%), volatile oil (1.01±0.03%), water-soluble extractable (16.01±0.95%), and ethanol-soluble extractable (17.74±1.56%). The DPPH scavenging activity, FRAP, and TPC of the crude drugs were 765.56±80.50 mM Trolox equivalent (TE)/g dry weight (DW), 505.42±22.44 mM TE/g DW, and 46.09±2.27 mg Gallic acid equivalent (GAE)/g DW. This study specified quality parameters of C. comosa crude drugs that might serve as the reference for the quality control purpose.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"7 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85170709","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-01-19DOI: 10.30595/pharmacy.v19i1.12842
I. Ismail, Radhia Riski, N. Salsabila
Kimchi merupakan salah satu makanan fermentasi yang mengandung bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri gram positif yang tidak membentuk spora dan dapat memfermentasikan karbohidrat untuk menghasilkan asam laktat dan bersifat katalase negatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat bakteri asam laktat asal kimchi dengan karakteristik spesifik, serta formula granul liofilisat bakteri asam laktat yang stabil dan memiliki efektivitas terhadap bakteri penyebab diare. Metode yang digunakan pada penelitian ini untuk isolasi yaitu metode tuang, pengujian aktivitas dengan metode difusi agar atau Kirby-Bauer terhadap bakteri uji Escherichia coli dan Salmonella typhimurium, sedangkan untuk formula granul dibuat dengan metode granulasi basah dan menggunakan variasi zat aktif yaitu liofilisat bakteri asam laktat. Dari hasil isolasi didapatkan sebanyak 8 isolat bakteri asam laktat asal kimchi dengan karakteristik makroskopik, mikroskopik serta uji katalase menyerupai bakteri asam laktat dan hasil uji aktivitas dari 8 isolat, isolat K8 memiliki aktivitas terbesar dengan diameter penghambatan 11,015±1,0 mm terhadap Escherichia coli dan 11,68±0,6 mm terhadap Salmonella typhimurium. Hasil dari formulasi granul liofilisat menunjukkan formula F3 memiliki sifat kestabilan yang baik serta efektifitas yang baik dengan diameter penghambatan terbesar pada granul yaitu 8,31±0,03 mm terhadap Escherichia coli dan 13,97±1,4 mm terhadap Salmonella typhimurium.
{"title":"Isolasi, Formulasi, dan Uji Efektivitas Antibakteri Granul Liofilisat Bakteri Asam Laktat Asal Kimchi terhadap Bakteri Penyebab Diare","authors":"I. Ismail, Radhia Riski, N. Salsabila","doi":"10.30595/pharmacy.v19i1.12842","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v19i1.12842","url":null,"abstract":"Kimchi merupakan salah satu makanan fermentasi yang mengandung bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri gram positif yang tidak membentuk spora dan dapat memfermentasikan karbohidrat untuk menghasilkan asam laktat dan bersifat katalase negatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat bakteri asam laktat asal kimchi dengan karakteristik spesifik, serta formula granul liofilisat bakteri asam laktat yang stabil dan memiliki efektivitas terhadap bakteri penyebab diare. Metode yang digunakan pada penelitian ini untuk isolasi yaitu metode tuang, pengujian aktivitas dengan metode difusi agar atau Kirby-Bauer terhadap bakteri uji Escherichia coli dan Salmonella typhimurium, sedangkan untuk formula granul dibuat dengan metode granulasi basah dan menggunakan variasi zat aktif yaitu liofilisat bakteri asam laktat. Dari hasil isolasi didapatkan sebanyak 8 isolat bakteri asam laktat asal kimchi dengan karakteristik makroskopik, mikroskopik serta uji katalase menyerupai bakteri asam laktat dan hasil uji aktivitas dari 8 isolat, isolat K8 memiliki aktivitas terbesar dengan diameter penghambatan 11,015±1,0 mm terhadap Escherichia coli dan 11,68±0,6 mm terhadap Salmonella typhimurium. Hasil dari formulasi granul liofilisat menunjukkan formula F3 memiliki sifat kestabilan yang baik serta efektifitas yang baik dengan diameter penghambatan terbesar pada granul yaitu 8,31±0,03 mm terhadap Escherichia coli dan 13,97±1,4 mm terhadap Salmonella typhimurium.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"56 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"91102897","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Skizofrenia merupakan suatu gangguan mental parah dan kronis dimana ditandai dengan adanya distorsi dalam berpikir, perilaku, persepsi, emosi, bahasa, dan rasa diri. Tatalaksana terapi skizofrenia utamanya adalah antipsikotik. Pemberian kombinasi terapi baik antara antipsikotik ataupun antipsikotik dengan non-antipsikotik berpotensi menimbulkan Drug Related Problems (DRPs) yang berisiko keamanan pengobatan ataupun efektivitas terapi. Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi profil DRPs atau permasalah terkait dengan terapi obat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma NTB. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain Cross-sectional dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Jumlah sampel yang digunakan adalah 105 pasien skizofrenia yang telah memenuhi kriteria inklusi (pasien skizofrenia dengan usia 18-60 tahun, ditanggung BPJS dan data rekam medis lengkap dan terbaca) dan eksklusi (pasien hamil, pasien COVID-19 dan pasien skizofrenia dengan penyakit penyerta diabetes melitus, gagal ginjal, CHF (Congestif Heart Failure), hipertensi, stroke, kanker, dan HIV/AIDS). Penelitian ini berbasis rekam medis pada periode Januari-Desember 2020. Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan pedoman PCNE V9.01 dan diolah dengan software Microsoft excel 2019 sehingga didapatkan hasil berupa persentase kejadian Drug Related Problems (DRPs). Hasil penelitian menunjukkan terdapat kejadian DRPs pada pasien skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma NTB tahun 2020. Berdasarkan 105 pasien skizofrenia, 89,5% mengalami DRPs dengan total 117 kejadian. Kategori DRPs masing-masing dari yang tertinggi adalah kategori efek buruk obat mungkin terjadi (76,9%) dengan risperidon dan lorazepam mendominasi (tingkat keparahan moderat), obat tanpa indikasi (10,3%), dosis obat terlalu rendah (8,5%), waktu pemberian dan/atau interval pemberian dosis tidak tepat (1,7%), obat tidak tepat menurut pedoman/formularium (0,9%), terlalu banyak obat yang diresepkan untuk indikasi (0,9%), dan lama pengobatan terlalu singkat (0,9%).
{"title":"PROFIL DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA PROVINSI NTB TAHUN 2020","authors":"Virnia Wanda Utami, Siti Rahmatul Aini, Candra Eka Puspitasari","doi":"10.21776/ub.pji.2022.008.01.9","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pji.2022.008.01.9","url":null,"abstract":"Skizofrenia merupakan suatu gangguan mental parah dan kronis dimana ditandai dengan adanya distorsi dalam berpikir, perilaku, persepsi, emosi, bahasa, dan rasa diri. Tatalaksana terapi skizofrenia utamanya adalah antipsikotik. Pemberian kombinasi terapi baik antara antipsikotik ataupun antipsikotik dengan non-antipsikotik berpotensi menimbulkan Drug Related Problems (DRPs) yang berisiko keamanan pengobatan ataupun efektivitas terapi. Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi profil DRPs atau permasalah terkait dengan terapi obat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma NTB. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain Cross-sectional dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Jumlah sampel yang digunakan adalah 105 pasien skizofrenia yang telah memenuhi kriteria inklusi (pasien skizofrenia dengan usia 18-60 tahun, ditanggung BPJS dan data rekam medis lengkap dan terbaca) dan eksklusi (pasien hamil, pasien COVID-19 dan pasien skizofrenia dengan penyakit penyerta diabetes melitus, gagal ginjal, CHF (Congestif Heart Failure), hipertensi, stroke, kanker, dan HIV/AIDS). Penelitian ini berbasis rekam medis pada periode Januari-Desember 2020. Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan pedoman PCNE V9.01 dan diolah dengan software Microsoft excel 2019 sehingga didapatkan hasil berupa persentase kejadian Drug Related Problems (DRPs). Hasil penelitian menunjukkan terdapat kejadian DRPs pada pasien skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma NTB tahun 2020. Berdasarkan 105 pasien skizofrenia, 89,5% mengalami DRPs dengan total 117 kejadian. Kategori DRPs masing-masing dari yang tertinggi adalah kategori efek buruk obat mungkin terjadi (76,9%) dengan risperidon dan lorazepam mendominasi (tingkat keparahan moderat), obat tanpa indikasi (10,3%), dosis obat terlalu rendah (8,5%), waktu pemberian dan/atau interval pemberian dosis tidak tepat (1,7%), obat tidak tepat menurut pedoman/formularium (0,9%), terlalu banyak obat yang diresepkan untuk indikasi (0,9%), dan lama pengobatan terlalu singkat (0,9%).","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"31 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90451041","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Daun gedi hijau memiliki potensi sebagai antioksidan, seperti halnya dengan daun gedi merah yang secara tradisional banyak digunakan sebagai pengobatan dan dibuktikan dengan penelitian memiliki aktivitas antioksidan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak dan fraksi daun gedi hijau dengan metode DPPH. Bahan uji yang digunakan adalah serbuk kering daun gedi hijau yang diperoleh dari BALITTRO (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan etanol 96%, kemudian dievaporasi menjadi ekstrak kental dengan hasil rendemen sebesar 11,14%, selanjutnya difraksinasi cair-cair berturut-turut dengan pelarut n-heksan, etil asetat dan air. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil) dengan vitamin C sebagai kontrol positif. Hasil uji aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol awal, fraksi etil asetat dan fraksi air tergolong efektif, sedangkan fraksi n-heksan tergolong tidak efektif. Fraksi etil asetat menunjukkan aktivitas antioksidan paling tinggi dengan nilai IC50 233 bpj.
{"title":"Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol dan Fraksi Daun Gedi hijau (Abelmoschus manihot (L.) Medik) Dengan Metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil)","authors":"Rosario Trijuliamos Manalu, Herdini Herdini, Fiki Danya","doi":"10.21776/ub.pji.2022.008.01.3","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pji.2022.008.01.3","url":null,"abstract":"Daun gedi hijau memiliki potensi sebagai antioksidan, seperti halnya dengan daun gedi merah yang secara tradisional banyak digunakan sebagai pengobatan dan dibuktikan dengan penelitian memiliki aktivitas antioksidan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak dan fraksi daun gedi hijau dengan metode DPPH. Bahan uji yang digunakan adalah serbuk kering daun gedi hijau yang diperoleh dari BALITTRO (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan etanol 96%, kemudian dievaporasi menjadi ekstrak kental dengan hasil rendemen sebesar 11,14%, selanjutnya difraksinasi cair-cair berturut-turut dengan pelarut n-heksan, etil asetat dan air. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil) dengan vitamin C sebagai kontrol positif. Hasil uji aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol awal, fraksi etil asetat dan fraksi air tergolong efektif, sedangkan fraksi n-heksan tergolong tidak efektif. Fraksi etil asetat menunjukkan aktivitas antioksidan paling tinggi dengan nilai IC50 233 bpj.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"30 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90567603","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.21776/ub.pji.2022.008.01.8
Wanudya Atmajani, D. Hasmono, Wien Maryati Awdisma, Erwien Isparnadi, Dewi Ramdani
Introduction: Prophylactic antibiotic therapy has an important role in facilitating optimal postoperative healing. Inappropriate use of antibiotics in hospitals will increase the cost of therapy and the incidence of nosocomial infections of infectious microorganisms. Preoperative prophylactic antibiotics are believed to reduce the incidence of surgical site infections. Objective: This study aims to determine the pattern of antibiotic use and analyse the use of antibiotics qualitatively by the Gyssen method and quantitatively by the defined daily dose (DDD) method in inpatients with bone fractures at the Haji General Hospital Surabaya, Indonesia. Methods: This study was a descriptive observational study conducted on 89 samples. Data were collected retrospectively through medical records in the period January-December 2019. Antibiotic use data were then analysed qualitatively and quantitatively using the Gyssen and DDD methods. Results: In this study, the antibiotic that was widely used as a prophylactic and therapeutic antibiotic in patients with bone fractures was ceftriaxone. Quantitative analysis using the DDD method showed that the value of ceftriaxone was 45.6/100 patient-days and cefazoline was 3.1/100 patient-days. Analysis of antibiotic use in bone fracture patients using the Gyssen method showed that the rational use of antibiotics was 84.3%, the use of antibiotics was not timely as much as 4.5%, and the interval of antibiotic administration was not appropriate as much as 11.2%. Conclusion: the use of antibiotics in fracture surgery patients is classified as rational use of antibiotics but the use of antibiotics still exceeds WHO standards. Furthermore, it is necessary to conduct a similar study with prospective data collection so that it can observe the incidence of surgical wound infection.
{"title":"The Quantitative and Qualitative Analysis of Antibiotic Use in Bone Fracture Patients in a Public Hospital in Indonesia","authors":"Wanudya Atmajani, D. Hasmono, Wien Maryati Awdisma, Erwien Isparnadi, Dewi Ramdani","doi":"10.21776/ub.pji.2022.008.01.8","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pji.2022.008.01.8","url":null,"abstract":"Introduction: Prophylactic antibiotic therapy has an important role in facilitating optimal postoperative healing. Inappropriate use of antibiotics in hospitals will increase the cost of therapy and the incidence of nosocomial infections of infectious microorganisms. Preoperative prophylactic antibiotics are believed to reduce the incidence of surgical site infections. Objective: This study aims to determine the pattern of antibiotic use and analyse the use of antibiotics qualitatively by the Gyssen method and quantitatively by the defined daily dose (DDD) method in inpatients with bone fractures at the Haji General Hospital Surabaya, Indonesia. Methods: This study was a descriptive observational study conducted on 89 samples. Data were collected retrospectively through medical records in the period January-December 2019. Antibiotic use data were then analysed qualitatively and quantitatively using the Gyssen and DDD methods. Results: In this study, the antibiotic that was widely used as a prophylactic and therapeutic antibiotic in patients with bone fractures was ceftriaxone. Quantitative analysis using the DDD method showed that the value of ceftriaxone was 45.6/100 patient-days and cefazoline was 3.1/100 patient-days. Analysis of antibiotic use in bone fracture patients using the Gyssen method showed that the rational use of antibiotics was 84.3%, the use of antibiotics was not timely as much as 4.5%, and the interval of antibiotic administration was not appropriate as much as 11.2%. Conclusion: the use of antibiotics in fracture surgery patients is classified as rational use of antibiotics but the use of antibiotics still exceeds WHO standards. Furthermore, it is necessary to conduct a similar study with prospective data collection so that it can observe the incidence of surgical wound infection.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"26 1-2","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"72596202","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pendahuluan: Diabetes melitus adalah penyakit kronis akibat proses metabolisme dalam tubuh yang tidak normal yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah melebihi batas normal dalam tubuh. Diabetes melitus membutuhkan perawatan medis secara terus-menerus sehingga biaya medis yang dikeluarkan besar. Tujuan: Untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas biaya penggunaan antidiabetik oral pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di RSU Haji Surabaya. Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional dengan data retrospektif berupa rekam medis dan biaya pengobatan pasien rawat jalan dengan penyakit diabetes melitus tipe 2 di RSU Haji Kota Surabaya Periode Juni-November 2021. Analisis data dilakukan menggunakan rumus Average Cost-Effectiveness Ratio (ACER) dan Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Hasil: Didapatkan 70 pasien diabetes melitus tipe 2 dengan penyakit penyerta yang memenuhi kriteria inklusi. Penggunaan terapi antidiabetik oral monoterapi ditemukan pada 11 pasien dan pada terapi antidiabetik oral kombinasi sebanyak 59 pasien. Antidiabetik oral monoterapi yang paling banyak digunakan adalah glimepiride (8,57%), sedangkan pada antidiabetik oral kombinasi adalah kombinasi metformin dan glimepiride (17,14%). Terapi antidiabetik oral monoterapi yang paling cost-effective adalah gliklazid dengan nilai efektivitas sebesar 100%, nilai ACER sebesar Rp 1.331,15. dan nilai ICER Rp. -641,70 dan Rp. -714.52. Sedangkan terapi antidiabetik oral kombinasi yang paling cost-effective adalah kombinasi pioglitazone, metformin dan glimepiride dengan nilai efektivitas 55,56%, nilai ACER sebesar Rp 3.266,34 dan nilai ICER Rp. 1.491,54 dan Rp. 1.654,43. Kesimpulan: Berdasarkan parameter ACER dan ICER, antidiabetik oral monoterapi yang paling cost-effective adalah gliklazid. Sedangkan antidiabetik oral kombinasi yang paling cost-effective adalah kombinasi pioglitazone, metformin dan glimepiride.
{"title":"Cost-Effectiveness Analysis Penggunaan Antidiabetik Oral pada Pasien Diabetes Melitus Rawat Jalan di RSU Haji Surabaya","authors":"Fathia Faza Rahmadanita, Novia Maulina, Hajar Sugihantoro, Ilmiyatul Muhimmah, Azian F. Saputra","doi":"10.21776/ub.pji.2022.008.01.5","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pji.2022.008.01.5","url":null,"abstract":"Pendahuluan: Diabetes melitus adalah penyakit kronis akibat proses metabolisme dalam tubuh yang tidak normal yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah melebihi batas normal dalam tubuh. Diabetes melitus membutuhkan perawatan medis secara terus-menerus sehingga biaya medis yang dikeluarkan besar. Tujuan: Untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas biaya penggunaan antidiabetik oral pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di RSU Haji Surabaya. Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional dengan data retrospektif berupa rekam medis dan biaya pengobatan pasien rawat jalan dengan penyakit diabetes melitus tipe 2 di RSU Haji Kota Surabaya Periode Juni-November 2021. Analisis data dilakukan menggunakan rumus Average Cost-Effectiveness Ratio (ACER) dan Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Hasil: Didapatkan 70 pasien diabetes melitus tipe 2 dengan penyakit penyerta yang memenuhi kriteria inklusi. Penggunaan terapi antidiabetik oral monoterapi ditemukan pada 11 pasien dan pada terapi antidiabetik oral kombinasi sebanyak 59 pasien. Antidiabetik oral monoterapi yang paling banyak digunakan adalah glimepiride (8,57%), sedangkan pada antidiabetik oral kombinasi adalah kombinasi metformin dan glimepiride (17,14%). Terapi antidiabetik oral monoterapi yang paling cost-effective adalah gliklazid dengan nilai efektivitas sebesar 100%, nilai ACER sebesar Rp 1.331,15. dan nilai ICER Rp. -641,70 dan Rp. -714.52. Sedangkan terapi antidiabetik oral kombinasi yang paling cost-effective adalah kombinasi pioglitazone, metformin dan glimepiride dengan nilai efektivitas 55,56%, nilai ACER sebesar Rp 3.266,34 dan nilai ICER Rp. 1.491,54 dan Rp. 1.654,43. Kesimpulan: Berdasarkan parameter ACER dan ICER, antidiabetik oral monoterapi yang paling cost-effective adalah gliklazid. Sedangkan antidiabetik oral kombinasi yang paling cost-effective adalah kombinasi pioglitazone, metformin dan glimepiride.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"5 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74004361","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.21776/ub.pji.2022.008.01.4
A. Widyastuti, Oktavia Eka Puspita, N. Sobah
Sistem penghantaran obat transdermal merupakan sistem penghantaran obat yang potensial untuk pemberian obat lokal dan sistemik. Namun, masih ada beberapa keterbatasan dalam system ini, terutama terkait dengan kebutuhan untuk meningkatkan penetrasi obat melalui kulit. Oleh karena itu, mekanisme penghantaran obat baru berdasarkan microneedle telah dikembangkan. Microneedles dianggap sebagai jawaban atas masalah metode sebelumnya, yaitu banyaknya obat yang tidak dapat menembus kulit untuk mencapai efek terapeutik. Dissolving microneedle, terutama kitosan, dipilih sebagai bahan penyusun karena memiliki karakteristik biodegradabilitas, biokompatibilitas, tidak beracun, polikationik, dan aktivitas antibakteri. Namun metode dan perbandingan komponen kitosan dalam pembuatan microneedle patch belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode preparasi dan rasio komponen kitosan dalam microneedle patch untuk sistem penghantaran obat transdermal. Penelitian deskriptif menggunakan metode review artikel tersturuktur dilakukan pada tiga database digital: Google Scholar, Scopus, dan Crossref. 16 artikel dipilih sebagai sampel setelah proses seleksi dan critical appraisal dilakukan. Hasil sintesis dari 16 artikel akhir terpilih didapatkan bahwa micromolding menggunakan polydimethylsiloxane (PDMS) merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk fabrikasi microneedle kitosan karena memungkinkan replikasi microneedle yang tepat dan akurat sesuai dengan spesifikasi tinggi dan diameter yang diinginkan serta memungkinkan produksi secara massal. Rasio komponen kitosan yang paling banyak digunakan adalah larutan kitosan 2% (b/v) dimana serbuk kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat 1% (v/v). Microneedle kitosan 2% memiliki kekuatan mekanik yang lebih rendah dibandingkan konsentrasi lainnya. Namun dengan kekuatan mekanik yang lebih rendah, microneedle kitosan 2% tetap dapat disisipkan ke dalam kulit. Kesimpulannya microneedles dapat dibuat dari kitosan umumnya dengan teknik micromolding menggunakan PDMS dengan kitosan 2%. Berdasarkan penelitian ini, disarankan bagi penelitian lebih lanjut perlu ditambahkan jumlah sampel dan lama waktu penelitian serta menghubungkan efek sifat zat aktif dan komponen yang terkait metode preparasi terhadap karakteristik microneedle kitosan.
经皮药物输送系统是一种潜在的药物输送系统。然而,该系统仍然有一些限制,特别是与促进皮肤药物穿透的需求有关。因此,开发了一种基于微克隆edle的新型药物配送机制。微克隆被认为是以前方法问题的答案,即许多药物无法穿透皮肤以达到治疗效果。消毒剂,特别是kitosan,被选择为编译器,因为它具有可降解性、生物兼容性、无毒、聚碳酸酯和抗菌活动。然而,制造微克隆补丁的kitosan组件的方法和比较还不为人知。这项研究的目的是确定经皮药物输送系统的微氧贴片结构和kitosan成分比。描述性研究采用了对三个数字数据库的描述性研究方法:谷歌Scholar, Scopus和Crossref. 16篇文章在选择过程和应用程序critical appreisal后作为样本选择。从所选的16篇最终文章中发现,微模使用的是一种用于制造微克隆甲基托森(PDMS)的最广泛使用的方法,因为它允许按照理想的高度和直径精确复制微克隆克隆,并允许大规模生产。kitosan最常用的是kitosan溶液成分比例在b - v (2%) kitosan粉末溶解醋酸溶液中1% (v / v)。Microneedle kitosan 2%有能力比其他浓度低的机械师。但是,由于机械力较低,2%的微克隆kitosan仍然可以插入皮肤。结论微氧树脂可以用微模技术用PDMS和2%的kitoeedles制成。根据这项研究,建议需要增加更多的样本数量和研究时间,并将活化方法的特性和成分对kitosan微环境特征的影响联系起来。
{"title":"Systematic Literature Review: Metode Preparasi dan Rasio Komponen Chitosan dalam Microneedle Patch untuk Transdermal Delivery System","authors":"A. Widyastuti, Oktavia Eka Puspita, N. Sobah","doi":"10.21776/ub.pji.2022.008.01.4","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pji.2022.008.01.4","url":null,"abstract":"Sistem penghantaran obat transdermal merupakan sistem penghantaran obat yang potensial untuk pemberian obat lokal dan sistemik. Namun, masih ada beberapa keterbatasan dalam system ini, terutama terkait dengan kebutuhan untuk meningkatkan penetrasi obat melalui kulit. Oleh karena itu, mekanisme penghantaran obat baru berdasarkan microneedle telah dikembangkan. Microneedles dianggap sebagai jawaban atas masalah metode sebelumnya, yaitu banyaknya obat yang tidak dapat menembus kulit untuk mencapai efek terapeutik. Dissolving microneedle, terutama kitosan, dipilih sebagai bahan penyusun karena memiliki karakteristik biodegradabilitas, biokompatibilitas, tidak beracun, polikationik, dan aktivitas antibakteri. Namun metode dan perbandingan komponen kitosan dalam pembuatan microneedle patch belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode preparasi dan rasio komponen kitosan dalam microneedle patch untuk sistem penghantaran obat transdermal. Penelitian deskriptif menggunakan metode review artikel tersturuktur dilakukan pada tiga database digital: Google Scholar, Scopus, dan Crossref. 16 artikel dipilih sebagai sampel setelah proses seleksi dan critical appraisal dilakukan. Hasil sintesis dari 16 artikel akhir terpilih didapatkan bahwa micromolding menggunakan polydimethylsiloxane (PDMS) merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk fabrikasi microneedle kitosan karena memungkinkan replikasi microneedle yang tepat dan akurat sesuai dengan spesifikasi tinggi dan diameter yang diinginkan serta memungkinkan produksi secara massal. Rasio komponen kitosan yang paling banyak digunakan adalah larutan kitosan 2% (b/v) dimana serbuk kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat 1% (v/v). Microneedle kitosan 2% memiliki kekuatan mekanik yang lebih rendah dibandingkan konsentrasi lainnya. Namun dengan kekuatan mekanik yang lebih rendah, microneedle kitosan 2% tetap dapat disisipkan ke dalam kulit. Kesimpulannya microneedles dapat dibuat dari kitosan umumnya dengan teknik micromolding menggunakan PDMS dengan kitosan 2%. Berdasarkan penelitian ini, disarankan bagi penelitian lebih lanjut perlu ditambahkan jumlah sampel dan lama waktu penelitian serta menghubungkan efek sifat zat aktif dan komponen yang terkait metode preparasi terhadap karakteristik microneedle kitosan.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"15 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74111294","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.21776/ub.pji.2022.008.01.1
Cindy Natasya, Maureta E. R. Safrina, Salsabila E. S. Ningrum, F. Fitriyani, Lisa A. Zahra, Burhan Ma’arif
Black potato (Plectranthus rotundifolius) is one of the horticultural plants that has potential as nutraceutical food and also contain bioactive compounds such as being rich in flavonoids, especially anthocyanins. The potential benefits of black potatoes are not widely known by public, so it is necessary to cultivate one of them by processing it into food such as instant porridge, which is then labeled as B-PORIS product. The reason for choosing instant porridge was because it is a practical food product. This research aimed to prove that instant porridge from black potato contains bioactive compounds flavonoids, especially anthocyanins. These instant porridges are made with the appropriate ratio in 3 formulations with different parameters of black potato flour concentration, formulation 1 10%, formulation 2 9%, and formulation 3 11%. This research was conducted with organoleptic tests, moisture content tests, flavonoids, anthocyanins, and hedonic tests. The results of the organoleptic test obtained soft texture, characteristic chocolate smell, brown color, and slightly sweet and sweeter taste. The results of moisture content test were qualified with water content of not more than 7%. The results of flavonoid and anthocyanin test obtained positive results in all of formulations. The hedonic test result 80-90% of panelists indicate choose an option like, and really like in questionnaires, results demonstrated that formulation 3 was most likely. So it can be concluded that black potato tubers has the potential to become a nutraceutical product as an instant porridge with antioxidant effect that received and liked by various groups of age.
{"title":"The Compounds Activity of Black Potato (Plectranthus rotundifolius) as an Antioxidant Nutraceutical","authors":"Cindy Natasya, Maureta E. R. Safrina, Salsabila E. S. Ningrum, F. Fitriyani, Lisa A. Zahra, Burhan Ma’arif","doi":"10.21776/ub.pji.2022.008.01.1","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pji.2022.008.01.1","url":null,"abstract":"Black potato (Plectranthus rotundifolius) is one of the horticultural plants that has potential as nutraceutical food and also contain bioactive compounds such as being rich in flavonoids, especially anthocyanins. The potential benefits of black potatoes are not widely known by public, so it is necessary to cultivate one of them by processing it into food such as instant porridge, which is then labeled as B-PORIS product. The reason for choosing instant porridge was because it is a practical food product. This research aimed to prove that instant porridge from black potato contains bioactive compounds flavonoids, especially anthocyanins. These instant porridges are made with the appropriate ratio in 3 formulations with different parameters of black potato flour concentration, formulation 1 10%, formulation 2 9%, and formulation 3 11%. This research was conducted with organoleptic tests, moisture content tests, flavonoids, anthocyanins, and hedonic tests. The results of the organoleptic test obtained soft texture, characteristic chocolate smell, brown color, and slightly sweet and sweeter taste. The results of moisture content test were qualified with water content of not more than 7%. The results of flavonoid and anthocyanin test obtained positive results in all of formulations. The hedonic test result 80-90% of panelists indicate choose an option like, and really like in questionnaires, results demonstrated that formulation 3 was most likely. So it can be concluded that black potato tubers has the potential to become a nutraceutical product as an instant porridge with antioxidant effect that received and liked by various groups of age.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"23 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86911933","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Introduction: Burns are injuries that caused by contact with a heat source. The natural alternative burn treatment can use hydrolyzed collagen derived from aquatic ecosystems, one of them is fish. Objectives: The aim of this research was to find the optimum formulation of tilapia fish collagen extract ointment. Methods: Fish skin that has been separated was prepared using the solution of NaOH 0,1 N and Butyl Alcohol 10%.Then the fish skin was extracted using a 0.5 M acetic acid solution and precipitated with a 0.9 M NaCl solution. Then, dialysis was performed using a plastic membrane (14 KDa) in a 0.1 M acetic acid solution and distilled water to obtain a wet collagen extract which was then in the FreezeDryer to reduce the water content. Results: The collagen extract obtained was used for ointment formulations with different concentrations of collagen extract, that is 5%, 10%, and 15% and 2 additional miana plant extracts were used with collagen extract 5+5% and 10+10%. The results of the formulation were tested on burns with a diameter of 0.715 cm in mice. Conclusion: From the results of the effectiveness test, the formulation with 15% collagen extract showed effective results. Indicated by the rate of wound healing in mice observations
导读:烧伤是由于接触热源而造成的伤害。天然替代烧伤治疗可以使用水解胶原蛋白来源于水生生态系统,其中之一是鱼类。目的:研究罗非鱼胶原蛋白软膏的最佳配方。方法:将分离后的鱼皮用0.1 N的NaOH和10%的丁醇溶液进行制备。然后用0.5 M醋酸溶液提取鱼皮,用0.9 M NaCl溶液沉淀。然后,用塑料膜(14 KDa)在0.1 M醋酸溶液和蒸馏水中进行透析,得到湿润的胶原蛋白提取物,然后将其放入冷冻干燥机中以减少水分含量。结果:所获得的胶原蛋白提取物分别以5%、10%、15%的胶原蛋白提取物和5+5%、10+10%的胶原蛋白提取物加2种棉麻植物提取物制备软膏配方。对小鼠直径为0.715 cm的烧伤进行实验。结论:从功效试验结果看,添加15%胶原蛋白提取物的配方效果良好。以小鼠伤口愈合率为指标观察
{"title":"Ointment Formulation from Collagen Extract of Tilapia Fish Skin (Oreochromis niloticus) for Healing Burns in Mus musculus","authors":"Romy Triadi Nugroho, Gilang Saputra, Annisa Nurul Aini, Aisha Andini Indira Dewi, Indra Lasmana Tarigan","doi":"10.21776/ub.pji.2022.008.01.2","DOIUrl":"https://doi.org/10.21776/ub.pji.2022.008.01.2","url":null,"abstract":"Introduction: Burns are injuries that caused by contact with a heat source. The natural alternative burn treatment can use hydrolyzed collagen derived from aquatic ecosystems, one of them is fish. Objectives: The aim of this research was to find the optimum formulation of tilapia fish collagen extract ointment. Methods: Fish skin that has been separated was prepared using the solution of NaOH 0,1 N and Butyl Alcohol 10%.Then the fish skin was extracted using a 0.5 M acetic acid solution and precipitated with a 0.9 M NaCl solution. Then, dialysis was performed using a plastic membrane (14 KDa) in a 0.1 M acetic acid solution and distilled water to obtain a wet collagen extract which was then in the FreezeDryer to reduce the water content. Results: The collagen extract obtained was used for ointment formulations with different concentrations of collagen extract, that is 5%, 10%, and 15% and 2 additional miana plant extracts were used with collagen extract 5+5% and 10+10%. The results of the formulation were tested on burns with a diameter of 0.715 cm in mice. Conclusion: From the results of the effectiveness test, the formulation with 15% collagen extract showed effective results. Indicated by the rate of wound healing in mice observations","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"10 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74673968","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}