Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.30595/pharmacy.v18i2.9091
Yuhansyah Nurfauzi, Ikhwan Dwi Wahyu Nugroho
Apoteker merupakan salah satu profesi yang dapat berperan penting dalam pemantauan penggunaan obat yang rutin digunakan oleh pasien peserta Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis). Berdasarkan ketentuan rujuk balik Prolanis, maka seharusnya fasilitas kesehatan primer meneruskan obat dari fasilitas kesehatan rujukan. Namun, seringkali obat yang diperoleh setelah rujuk balik berbeda dengan obat yang diperoleh dari rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk memantau perubahan terhadap pengobatan yang terjadi di rumah pasien, memberikan edukasi dalam penggunaan obat dan memetakan situasi di fasilitas kesehatan primer sehingga menggunakan rancangan observasional deskriptif disertai dengan metode kualitatif yaitu partisipatori aktif, survey dan wawancara mendalam. Penelitian ini melibatkan enam fasilitas kesehatan tingkat pertama di Kabupaten Cilacap beserta pengelola Prolanisnya. Kriteria inklusi untuk pasien adalah telah mengikuti Prolanis dengan durasi lebih dari 1 tahun, mendapatkan obat, serta dalam kondisi sadar. Kehamilan dan atau hemodialisa merupakan kriteria eksklusi pasien. Pengambilan data obat di rumah pasien dikomparasikan dengan data dari RS dan fasilitas kesehatan tingkat pertama. Separuh (50%) pasien terpantau oleh apoteker mengalami perubahan penggunaan obat ketika berada di rumah. Hasil wawancara dan pemetaan situasi menunjukkan bahwa apoteker berpeluang melakukan pemantauan obat dalam program Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) di rumah pasien, tetapi selama ini belum dilibatkan dalam kegiatan tersebut. Selain Perkesmas, pasien mendapatkan penyuluhan oleh dokter, pendataan keluarga sehat oleh perawat dan bidan serta konseling oleh petugas gizi. Pengelola Prolanis tidak mengetahui tingkat kepatuhan pasien terhadap penggunaan obat di rumah karena belum ada home care khusus untuk melayani obat pasien Prolanis di rumah. Meskipun ada edukasi yang telah diberikan oleh dokter dan pemberian informasi obat oleh apoteker di fasilitas kesehatan tingkat pertama, dokter dan perawat yang mengelola Prolanis menyatakan bahwa pengetahuan pasien tentang obat masih kurang. Situasi yang dapat menimbulkan ketidakpatuhan pasien menurut dokter adalah tidak adanya pendamping pasien di rumahnya dan ketidakhadiran pasien di fasilitas kesehatan tingkat pertama karena tidak ada yang mengantar. Perawat menganggap bahwa pola hidup pasien Prolanis perlu diperbaiki melalui upaya kolaboratif dengan apoteker. Dalam penelitian ini, apoteker telah berpartisipasi untuk memberikan edukasi terhadap obat yang mengalami perubahan dalam Prolanis, yaitu obat untuk penyakit Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2. Berdasarkan temuan pemetaan situasi dan adanya perubahan obat DM, baik penambahan, pengurangan, maupun penggantian membuat apoteker perlu melakukan pemantauan dan edukasi terhadap penggunaan obat DM Tipe 2 pada pasien Prolanis.
{"title":"Pemantauan Apoteker terhadap Perubahan Obat DM Tipe 2 Pasien Prolanis dengan Partisipasi Edukatif dan Pemetaan Situasi","authors":"Yuhansyah Nurfauzi, Ikhwan Dwi Wahyu Nugroho","doi":"10.30595/pharmacy.v18i2.9091","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v18i2.9091","url":null,"abstract":"Apoteker merupakan salah satu profesi yang dapat berperan penting dalam pemantauan penggunaan obat yang rutin digunakan oleh pasien peserta Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis). Berdasarkan ketentuan rujuk balik Prolanis, maka seharusnya fasilitas kesehatan primer meneruskan obat dari fasilitas kesehatan rujukan. Namun, seringkali obat yang diperoleh setelah rujuk balik berbeda dengan obat yang diperoleh dari rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk memantau perubahan terhadap pengobatan yang terjadi di rumah pasien, memberikan edukasi dalam penggunaan obat dan memetakan situasi di fasilitas kesehatan primer sehingga menggunakan rancangan observasional deskriptif disertai dengan metode kualitatif yaitu partisipatori aktif, survey dan wawancara mendalam. Penelitian ini melibatkan enam fasilitas kesehatan tingkat pertama di Kabupaten Cilacap beserta pengelola Prolanisnya. Kriteria inklusi untuk pasien adalah telah mengikuti Prolanis dengan durasi lebih dari 1 tahun, mendapatkan obat, serta dalam kondisi sadar. Kehamilan dan atau hemodialisa merupakan kriteria eksklusi pasien. Pengambilan data obat di rumah pasien dikomparasikan dengan data dari RS dan fasilitas kesehatan tingkat pertama. Separuh (50%) pasien terpantau oleh apoteker mengalami perubahan penggunaan obat ketika berada di rumah. Hasil wawancara dan pemetaan situasi menunjukkan bahwa apoteker berpeluang melakukan pemantauan obat dalam program Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) di rumah pasien, tetapi selama ini belum dilibatkan dalam kegiatan tersebut. Selain Perkesmas, pasien mendapatkan penyuluhan oleh dokter, pendataan keluarga sehat oleh perawat dan bidan serta konseling oleh petugas gizi. Pengelola Prolanis tidak mengetahui tingkat kepatuhan pasien terhadap penggunaan obat di rumah karena belum ada home care khusus untuk melayani obat pasien Prolanis di rumah. Meskipun ada edukasi yang telah diberikan oleh dokter dan pemberian informasi obat oleh apoteker di fasilitas kesehatan tingkat pertama, dokter dan perawat yang mengelola Prolanis menyatakan bahwa pengetahuan pasien tentang obat masih kurang. Situasi yang dapat menimbulkan ketidakpatuhan pasien menurut dokter adalah tidak adanya pendamping pasien di rumahnya dan ketidakhadiran pasien di fasilitas kesehatan tingkat pertama karena tidak ada yang mengantar. Perawat menganggap bahwa pola hidup pasien Prolanis perlu diperbaiki melalui upaya kolaboratif dengan apoteker. Dalam penelitian ini, apoteker telah berpartisipasi untuk memberikan edukasi terhadap obat yang mengalami perubahan dalam Prolanis, yaitu obat untuk penyakit Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2. Berdasarkan temuan pemetaan situasi dan adanya perubahan obat DM, baik penambahan, pengurangan, maupun penggantian membuat apoteker perlu melakukan pemantauan dan edukasi terhadap penggunaan obat DM Tipe 2 pada pasien Prolanis.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90184491","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.30595/pharmacy.v18i2.9108
Ferna Indrayani, Reski Yalatri Wirastuty
This study aimed to determine the quality of raw materials, screen the phytochemicals, and evaluate the anti-tuberculosis activity of Lantana (Lantana camara L.) flower extract. The method used was direct observation in the laboratory. Lantana flower were processed into crude drugs and then extracted using 70% ethanol solvent. The extract obtained was evaluated for phytochemical screening and anti-tuberculosis activity assay. The in-vitro anti-tuberculosis activity assay was carried out using the Lowenstein-Jensen method. The results showed that the ethanolic extract of the Lantana flower was thick, dark brown with an aromatic odour and tasteless. The ethanolic extract of the Lantana flower showed a specific gravity of 1.0028 g/ml, the ethanol-soluble extractable of 1.15%, water-soluble extractable of 1.187%, the loss on drying of 8.21%, and total ash content of 9.40%. It contained chemical compounds such as alkaloids, flavonoids, tannins, saponins, steroids, and glycosides. The in-vitro results showed that extract at concentrations of 25, 50, and 100 µg/ml showed no colonies on the media from the 1st to the 6th week. Hence can be reported as susceptible. It can be concluded that the ethanol extract of the Lantana flower contains chemical compounds that potentially as anti-tuberculosis.
{"title":"In-vitro Anti-tuberculosis Activity and Phytochemical Screening of Lantana (Lantana camara L.) Flower","authors":"Ferna Indrayani, Reski Yalatri Wirastuty","doi":"10.30595/pharmacy.v18i2.9108","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v18i2.9108","url":null,"abstract":"This study aimed to determine the quality of raw materials, screen the phytochemicals, and evaluate the anti-tuberculosis activity of Lantana (Lantana camara L.) flower extract. The method used was direct observation in the laboratory. Lantana flower were processed into crude drugs and then extracted using 70% ethanol solvent. The extract obtained was evaluated for phytochemical screening and anti-tuberculosis activity assay. The in-vitro anti-tuberculosis activity assay was carried out using the Lowenstein-Jensen method. The results showed that the ethanolic extract of the Lantana flower was thick, dark brown with an aromatic odour and tasteless. The ethanolic extract of the Lantana flower showed a specific gravity of 1.0028 g/ml, the ethanol-soluble extractable of 1.15%, water-soluble extractable of 1.187%, the loss on drying of 8.21%, and total ash content of 9.40%. It contained chemical compounds such as alkaloids, flavonoids, tannins, saponins, steroids, and glycosides. The in-vitro results showed that extract at concentrations of 25, 50, and 100 µg/ml showed no colonies on the media from the 1st to the 6th week. Hence can be reported as susceptible. It can be concluded that the ethanol extract of the Lantana flower contains chemical compounds that potentially as anti-tuberculosis.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"27 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89891757","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.30595/pharmacy.v18i2.8960
Rini Sutiofani, Aldi Budi Riyanta, Purgiyanti Purgiyanti
Kemiri (Aleurites moluccana (L.) Wild) banyak dimanfaatkan masyarakat salah satunya sebagai bumbu masakan. Minyak kemiri juga dinilai bermanfaat untuk kesehatan rambut. Karakteristik fisik minyak kemiri digunakan untuk menentukan kualitas minyak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dari rasio biji kemiri dan pasir hitam sebagai media sangrai terhadap karakteristik fisik minyak kemiri daerah Kalimantan. Karakteristik fisik yang diamati yaitu organoleptis dengan meliputi warna, bau dan rasa, % rendemen, bobot jenis, viskositas, titik cair dan bilangan asam. Metode penelitian dilakukan dengan melakukan pemanggangan biji kemiri dengan pasir hitam dalam rasio 1:1,3; 1:2; dan 1:4. Hasil dari penelitian menunjukkan rasio 1:2 dan rasio 1:4 memiliki karakteristik fisik yang baik dilihat dari uji % rendemen, titik cair, dan bobot jenis minyak pada rasio 1:2 dan uji bilangan asam pada rasio 1:4.
{"title":"Pengaruh Rasio Biji Kemiri dan Pasir Hitam sebagai Media Sangrai Terhadap Karakteristik Fisik Minyak Kemiri Daerah Kalimantan","authors":"Rini Sutiofani, Aldi Budi Riyanta, Purgiyanti Purgiyanti","doi":"10.30595/pharmacy.v18i2.8960","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v18i2.8960","url":null,"abstract":"Kemiri (Aleurites moluccana (L.) Wild) banyak dimanfaatkan masyarakat salah satunya sebagai bumbu masakan. Minyak kemiri juga dinilai bermanfaat untuk kesehatan rambut. Karakteristik fisik minyak kemiri digunakan untuk menentukan kualitas minyak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dari rasio biji kemiri dan pasir hitam sebagai media sangrai terhadap karakteristik fisik minyak kemiri daerah Kalimantan. Karakteristik fisik yang diamati yaitu organoleptis dengan meliputi warna, bau dan rasa, % rendemen, bobot jenis, viskositas, titik cair dan bilangan asam. Metode penelitian dilakukan dengan melakukan pemanggangan biji kemiri dengan pasir hitam dalam rasio 1:1,3; 1:2; dan 1:4. Hasil dari penelitian menunjukkan rasio 1:2 dan rasio 1:4 memiliki karakteristik fisik yang baik dilihat dari uji % rendemen, titik cair, dan bobot jenis minyak pada rasio 1:2 dan uji bilangan asam pada rasio 1:4.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"6 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"91035675","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.30595/pharmacy.v18i2.9304
Khoirunnisa M. Jannah, Haafizah Dania, I. Faridah
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan propinsi kedua tertinggi untuk proporsi skizofrenia di Indonesia. Terapi utama skizofrenia dengan antipsikotik tipikal maupun atipikal. Terapi kombinasi antipsikotik banyak digunakan terutama pada pasien yang kurang respon dengan monoterapi antipsikotik. Kecenderungan praktik polifarmasi, memungkinkan terjadinya potensi interaksi yang dapat meningkatkan atau menurunkan efek obat sehingga dapat merugikan pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui potensi interaksi obat berdasarkan mekanisme, keparahan, onset, dokumentasi klinis, level signifikansi, dan hubungan antara jumlah obat dengan potensi interaksi obat. Penelitian ini merupakan observasional analitik cross sectional yang bersifat retrospektif. Sampel sebanyak 87 pasien skizofrenia periode Januari-Desember 2017. Analisis data interaksi obat berpedoman buku Tatro Drug Interaction Facts tahun 2012, Stockley’s Drug Interactions tahun 2010, dan digunakan situs internet Medscape.com. Analisis data yang digunakan adalah uji chi square dan odds ratio untuk mengetahui seberapa besar potensi interaksi obat pada pasien yang memperoleh jumlah obat ≥3. Potensi interaksi obat yang paling banyak adalah haloperidol-trihexyfenidil sebanyak 56 kejadian (43,07%). Potensi interaksi paling banyak berdasarkan monografi interaksi obat yaitu, berdasarkan mekanisme farmakodinamik 110 kejadian (84,52%), tingkat keparahan moderat 100 kejadian (76,93%), onset kejadian delayed sebanyak 113 kejadian (86,92%), dokumentasi klinis suspected sebanyak 81 kejadian (62,31%), dan level signifikansi 2 sebanyak 71 kejadian (54,62%). Hasil uji chi square menunjukkan p-value 0,000 dan nilai odds ratio sebesar 14,857. Hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah obat dengan potensi interaksi obat, dengan pasien yang menerima jumlah obat ≥3 obat memiliki kemungkinan 14,857 kali lebih besar berpotensi mengalami interaksi obat.
{"title":"Hubungan Jumlah Obat dengan Potensial Kejadian Interaksi Obat pada Pasien Skizofrenia di Salah Satu Rumah Sakit di Kulon Progo, Yogyakarta","authors":"Khoirunnisa M. Jannah, Haafizah Dania, I. Faridah","doi":"10.30595/pharmacy.v18i2.9304","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v18i2.9304","url":null,"abstract":"Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan propinsi kedua tertinggi untuk proporsi skizofrenia di Indonesia. Terapi utama skizofrenia dengan antipsikotik tipikal maupun atipikal. Terapi kombinasi antipsikotik banyak digunakan terutama pada pasien yang kurang respon dengan monoterapi antipsikotik. Kecenderungan praktik polifarmasi, memungkinkan terjadinya potensi interaksi yang dapat meningkatkan atau menurunkan efek obat sehingga dapat merugikan pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui potensi interaksi obat berdasarkan mekanisme, keparahan, onset, dokumentasi klinis, level signifikansi, dan hubungan antara jumlah obat dengan potensi interaksi obat. Penelitian ini merupakan observasional analitik cross sectional yang bersifat retrospektif. Sampel sebanyak 87 pasien skizofrenia periode Januari-Desember 2017. Analisis data interaksi obat berpedoman buku Tatro Drug Interaction Facts tahun 2012, Stockley’s Drug Interactions tahun 2010, dan digunakan situs internet Medscape.com. Analisis data yang digunakan adalah uji chi square dan odds ratio untuk mengetahui seberapa besar potensi interaksi obat pada pasien yang memperoleh jumlah obat ≥3. Potensi interaksi obat yang paling banyak adalah haloperidol-trihexyfenidil sebanyak 56 kejadian (43,07%). Potensi interaksi paling banyak berdasarkan monografi interaksi obat yaitu, berdasarkan mekanisme farmakodinamik 110 kejadian (84,52%), tingkat keparahan moderat 100 kejadian (76,93%), onset kejadian delayed sebanyak 113 kejadian (86,92%), dokumentasi klinis suspected sebanyak 81 kejadian (62,31%), dan level signifikansi 2 sebanyak 71 kejadian (54,62%). Hasil uji chi square menunjukkan p-value 0,000 dan nilai odds ratio sebesar 14,857. Hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah obat dengan potensi interaksi obat, dengan pasien yang menerima jumlah obat ≥3 obat memiliki kemungkinan 14,857 kali lebih besar berpotensi mengalami interaksi obat.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"82993859","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.30595/pharmacy.v18i2.13315
N. B, S. M., Mahfuzah I, Nur Amal Liyana O, Nurul Aiman Z, N. Am
Increasing in trend of Dabigatran and Rivaroxaban usage every year in Hospital Sultanah Nur Zahirah (HSNZ) has raised concerns regarding their effectiveness and safety compared to Warfarin. Therefore, we investigated the prevalence of thromboembolism (stroke or systemic embolism) and bleeding events in patients receiving Warfarin, Dabigatran or Rivaroxaban in our setting. This retrospective cohort study involved patients with nonvalvular atrial fibrillation who were started on Warfarin, Dabigatran or Rivaroxaban from January 1, 2014 to December 31, 2018. To fulfil inclusion criteria, patients must be on treatment for at least one year and for Warfarin group, at least 65% of Time in Therapeutic Range (TTR) should be achieved. Data were collected from Warfarin registration book, drug usage record card and Hospital Information System. 142 patients (Warfarin, n=98; Dabigatran, n=30; Rivaroxaban, n=14) with mean age of 68±8.7 years old were included in the study. Majority of them were male, Malay and non-smoker with 57.0%, 97.2% and 95.8% respectively. Upon study enrolment, all patients were at moderate risk of stroke (median CHA2DS2-VASc score=3) and low risk of bleeding (median HAS-BLED score=2). One Ischemic stroke was identified in each group of Rivaroxaban 15 mg and Dabigatran 150 mg. Four bleeding events occurred in all groups except for Dabigatran group that were hematuria, gum bleeding and upper gastrointestinal bleeding. Thromboembolism and bleeding events still occur in all groups. However, the prevalence is small in our setting with the percentage of 1.4% and 2.8% respectively. The events mostly attributed by the predisposed risk factors.
Sultanah Nur Zahirah医院(HSNZ)每年使用达比加群和利伐沙班的趋势增加,与华法林相比,引起了对其有效性和安全性的担忧。因此,我们调查了接受华法林、达比加群或利伐沙班治疗的患者血栓栓塞(中风或全身栓塞)和出血事件的发生率。这项回顾性队列研究纳入了2014年1月1日至2018年12月31日期间开始服用华法林、达比加群或利伐沙班的非瓣膜性心房颤动患者。为了满足纳入标准,患者必须接受至少一年的治疗,华法林组至少应达到65%的治疗范围时间(TTR)。数据来源于华法林登记簿、用药记录卡和医院信息系统。142例患者(华法林,n=98;Dabigatran n = 30;纳入利伐沙班患者14例,平均年龄68±8.7岁。以男性、马来人及不吸烟为主,分别占57.0%、97.2%及95.8%。研究入组时,所有患者卒中风险为中等(CHA2DS2-VASc评分中位数为3),出血风险为低(HAS-BLED评分中位数为2)。利伐沙班15mg和达比加群150mg组各有1例缺血性卒中。除达比加群组血尿、牙龈出血和上消化道出血外,其他组均发生4例出血事件。所有组仍发生血栓栓塞和出血事件。然而,在我们的环境中,患病率很小,分别为1.4%和2.8%。这些事件大多归因于易感的危险因素。
{"title":"The Thromboembolism and Bleeding Event in Patients Receiving Warfarin, Dabigatran, or Rivaroxaban in Nonvalvular Atrial Fibrillation","authors":"N. B, S. M., Mahfuzah I, Nur Amal Liyana O, Nurul Aiman Z, N. Am","doi":"10.30595/pharmacy.v18i2.13315","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v18i2.13315","url":null,"abstract":"Increasing in trend of Dabigatran and Rivaroxaban usage every year in Hospital Sultanah Nur Zahirah (HSNZ) has raised concerns regarding their effectiveness and safety compared to Warfarin. Therefore, we investigated the prevalence of thromboembolism (stroke or systemic embolism) and bleeding events in patients receiving Warfarin, Dabigatran or Rivaroxaban in our setting. This retrospective cohort study involved patients with nonvalvular atrial fibrillation who were started on Warfarin, Dabigatran or Rivaroxaban from January 1, 2014 to December 31, 2018. To fulfil inclusion criteria, patients must be on treatment for at least one year and for Warfarin group, at least 65% of Time in Therapeutic Range (TTR) should be achieved. Data were collected from Warfarin registration book, drug usage record card and Hospital Information System. 142 patients (Warfarin, n=98; Dabigatran, n=30; Rivaroxaban, n=14) with mean age of 68±8.7 years old were included in the study. Majority of them were male, Malay and non-smoker with 57.0%, 97.2% and 95.8% respectively. Upon study enrolment, all patients were at moderate risk of stroke (median CHA2DS2-VASc score=3) and low risk of bleeding (median HAS-BLED score=2). One Ischemic stroke was identified in each group of Rivaroxaban 15 mg and Dabigatran 150 mg. Four bleeding events occurred in all groups except for Dabigatran group that were hematuria, gum bleeding and upper gastrointestinal bleeding. Thromboembolism and bleeding events still occur in all groups. However, the prevalence is small in our setting with the percentage of 1.4% and 2.8% respectively. The events mostly attributed by the predisposed risk factors.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"38 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90045536","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.30595/pharmacy.v18i2.13317
Ganjar Taufik, I. P. Sari, Ika Yuni Astuti
The problem of kidney failure patients in El Syifa Hospital (Fresenius Kidney Care) In Kuningan, West Java continues to increase year on year and in 2019 by 140. By 2020 it will increase to 155 sufferers. The data of patients undergoing hemodialysis therapy. The purpose of knowing the cause of the phenomenon of renal failure and along with factors that affect the non-compliance of kidney failure patients to perform hemodialysis therapy El Syifa Hospital (Fresenius Kidney Care) Kuningan West Java. The research design method used is descriptive with purpusive sampling. Research instruments in the form of interviews, data in Analysis by Colaizzi method, the results of the study data on the type of kemalin men 60% and women 40% Due to the habits of smoking, drinking fizzy drinks, and alcoholic beverages. The result data was obtained, irregular participants (70%), and the tertur (30%) irregularities include economic factors (44%), health (4%), support (10%), employment (4%). No symptoms (6%), personal agitation (2%), duration 5 hours, and with a duration of 2 x in 1 week.
{"title":"Phenomenological Study of Hemodialysis Therapy Compliance in Chronic Renal Failure Patients at El Syifa Hospital (Fresenius Kidney Care) Kuningan West Java","authors":"Ganjar Taufik, I. P. Sari, Ika Yuni Astuti","doi":"10.30595/pharmacy.v18i2.13317","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v18i2.13317","url":null,"abstract":"The problem of kidney failure patients in El Syifa Hospital (Fresenius Kidney Care) In Kuningan, West Java continues to increase year on year and in 2019 by 140. By 2020 it will increase to 155 sufferers. The data of patients undergoing hemodialysis therapy. The purpose of knowing the cause of the phenomenon of renal failure and along with factors that affect the non-compliance of kidney failure patients to perform hemodialysis therapy El Syifa Hospital (Fresenius Kidney Care) Kuningan West Java. The research design method used is descriptive with purpusive sampling. Research instruments in the form of interviews, data in Analysis by Colaizzi method, the results of the study data on the type of kemalin men 60% and women 40% Due to the habits of smoking, drinking fizzy drinks, and alcoholic beverages. The result data was obtained, irregular participants (70%), and the tertur (30%) irregularities include economic factors (44%), health (4%), support (10%), employment (4%). No symptoms (6%), personal agitation (2%), duration 5 hours, and with a duration of 2 x in 1 week.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"33 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84899078","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.30595/pharmacy.v18i2.4589
Nofita Fitri Kurniasih, Rahma Fauzia Madaningrum, N. Khasanah.
Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang masih banyak ditemukan di Indonesia. Salah satu pemicu karies gigi karena adanya infeksi bakteri yaitu Streptococcus mutans. Bakteri ini menyebabkan karies gigi karena menghasilkan polisakarida ekstraseluler. Bekicot (Achatina fulica) memiliki protein achasin yang dapat reseptor pengikat protein (enzim) bakteri, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan lendir bekicot (Achatina fulica) dalam sediaan pasta gigi gel. Lendir bekicot diformulasikan dengan variasi konsentrasi 5%, 10%, 15% . Evaluasi fisik yang dilakukan meliputi uji organoleptis, uji pH, uji daya sebar, dan uji homogenitas. Hasil organoleptis berwarna putih berbau peppermint serta lapisan yang menyatu dengan konsistensi kental lunak. Rentang pH pasta gigi gel 7-8, rentang daya sebar 3,818 cm - 5,362 cm , rentang viskositas 10.020 - 19.120 cps serta uji homogenitas tidak adanya partikel kasar. Evaluasi aktifitas antibakteri menggunakan metode difusi diperoleh hasil daya hambat dengan rentang 1,312 - 3,185 mm terhadap Streptococcus mutans.
{"title":"Gelecot Toothpaste sebagai Terobosan Baru Pencegahan Karies Gigi","authors":"Nofita Fitri Kurniasih, Rahma Fauzia Madaningrum, N. Khasanah.","doi":"10.30595/pharmacy.v18i2.4589","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v18i2.4589","url":null,"abstract":"Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang masih banyak ditemukan di Indonesia. Salah satu pemicu karies gigi karena adanya infeksi bakteri yaitu Streptococcus mutans. Bakteri ini menyebabkan karies gigi karena menghasilkan polisakarida ekstraseluler. Bekicot (Achatina fulica) memiliki protein achasin yang dapat reseptor pengikat protein (enzim) bakteri, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan lendir bekicot (Achatina fulica) dalam sediaan pasta gigi gel. Lendir bekicot diformulasikan dengan variasi konsentrasi 5%, 10%, 15% . Evaluasi fisik yang dilakukan meliputi uji organoleptis, uji pH, uji daya sebar, dan uji homogenitas. Hasil organoleptis berwarna putih berbau peppermint serta lapisan yang menyatu dengan konsistensi kental lunak. Rentang pH pasta gigi gel 7-8, rentang daya sebar 3,818 cm - 5,362 cm , rentang viskositas 10.020 - 19.120 cps serta uji homogenitas tidak adanya partikel kasar. Evaluasi aktifitas antibakteri menggunakan metode difusi diperoleh hasil daya hambat dengan rentang 1,312 - 3,185 mm terhadap Streptococcus mutans.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"25 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74831739","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.30595/pharmacy.v18i2.13257
Diyan Ajeng Rossetyowati, I. P. Sari, T. Andayani, T. Nuryastuti
Bacterial meningitis-encephalitis (ME) management therapy is critical to appropriately manage clinical outcomes. This study aims to provide recommendations on appropriate empiric antimicrobial to support the healing period and reduce the risk of disease severity. A cross-sectional study, including inpatients without comorbid diagnosed with bacterial ME, was conducted, and records of antimicrobial prescriptions were obtained. Sociodemographic, clinical (diagnostic), and pharmacological (antimicrobial) variables were assessed. Through multivariate analysis, variables associated with the use of antimicrobials for bacterial infections were identified. A total of 45 patients with ME. The patients, who were from surrounding Center Java and Yogyakarta, had a mean age of 11.27 ± 16.93 years and a male predominance of 56.9% (n = 23). The most frequent bacterial infections were caused by: S. haemolyticus and S. epidermidis (25.93%). A total of 100% the patients (n = 45) received a prescription for empiric antibiotics, predominantly 3rd generation cephalosporin e.c ceftriaxone (35.56%) and cefotaxime (13.33%). Empiric antimicrobials are frequently prescribed for the first management of bacterial ME, are considered an inappropriate practice due to a lack of clinical benefits, increased generation of antimicrobial resistance, and risk of adverse reactions due to the use of medications that patients do not require. Drug utilization studies are a great tool for monitoring how antimicrobial is being used and planning interventions to improve their use.
{"title":"Effective Empiric Antimicrobial Therapy of Bacterial Meningitis and Encephalitis","authors":"Diyan Ajeng Rossetyowati, I. P. Sari, T. Andayani, T. Nuryastuti","doi":"10.30595/pharmacy.v18i2.13257","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v18i2.13257","url":null,"abstract":"Bacterial meningitis-encephalitis (ME) management therapy is critical to appropriately manage clinical outcomes. This study aims to provide recommendations on appropriate empiric antimicrobial to support the healing period and reduce the risk of disease severity. A cross-sectional study, including inpatients without comorbid diagnosed with bacterial ME, was conducted, and records of antimicrobial prescriptions were obtained. Sociodemographic, clinical (diagnostic), and pharmacological (antimicrobial) variables were assessed. Through multivariate analysis, variables associated with the use of antimicrobials for bacterial infections were identified. A total of 45 patients with ME. The patients, who were from surrounding Center Java and Yogyakarta, had a mean age of 11.27 ± 16.93 years and a male predominance of 56.9% (n = 23). The most frequent bacterial infections were caused by: S. haemolyticus and S. epidermidis (25.93%). A total of 100% the patients (n = 45) received a prescription for empiric antibiotics, predominantly 3rd generation cephalosporin e.c ceftriaxone (35.56%) and cefotaxime (13.33%). Empiric antimicrobials are frequently prescribed for the first management of bacterial ME, are considered an inappropriate practice due to a lack of clinical benefits, increased generation of antimicrobial resistance, and risk of adverse reactions due to the use of medications that patients do not require. Drug utilization studies are a great tool for monitoring how antimicrobial is being used and planning interventions to improve their use.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"45 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"75072445","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.30595/pharmacy.v18i2.10893
Agung Sedayu, Sintia Aulia Azka
Budaya jamu berakar dari budaya masyarakat Indonesia, terutama Jawa Tengah yang dibawa ke penjuru Indonesia oleh perantau Jawa. Di lokasi yang jauh dari pusat asal jamu di Jawa tengah dan berkarakter urban seperti Cikarang, Jawa Barat, sangat menarik untuk mengamati bagaimana budaya jamu diadaptasikan dengan karakter biodiversitas dan sosial lokal. Penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara pada baik produsen dan konsumen jamu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di tingkat produsen di wilayah urban Cikarang, keanekaragaman jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan jamu jauh lebih sedikit (14 jenis) dibanding daerah lain yang berkarakter rural. Ditemukan juga adaptasi-adaptasi lainnya yang berhubungan dengan aspek produksi, seperti suku Zingiberaceae dengan organ rimpang adalah kelompok mayoritas (35.71%). Pemanfaatan tumbuhan native Indonesia lebih besar (78.5%) dibandingkan introduced (21.4%). Ditemukan bahwa bahan baku jamu hanya diperoleh dari sekitar Cikarang, serta pengolahan yang tidak melibatkan alat modern. Dari aspek konsumen, diketahui bahwa 83% konsumen beretnisitas Jawa Barat dan selebihnya Jawa Tengah.
{"title":"Adaptasi Budaya Jamu Masyarakat Urban: Survei Botani Ekonomi Produsen-Penjual dan Konsumen Jamu di Cikarang, Jawa Barat","authors":"Agung Sedayu, Sintia Aulia Azka","doi":"10.30595/pharmacy.v18i2.10893","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v18i2.10893","url":null,"abstract":"Budaya jamu berakar dari budaya masyarakat Indonesia, terutama Jawa Tengah yang dibawa ke penjuru Indonesia oleh perantau Jawa. Di lokasi yang jauh dari pusat asal jamu di Jawa tengah dan berkarakter urban seperti Cikarang, Jawa Barat, sangat menarik untuk mengamati bagaimana budaya jamu diadaptasikan dengan karakter biodiversitas dan sosial lokal. Penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara pada baik produsen dan konsumen jamu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di tingkat produsen di wilayah urban Cikarang, keanekaragaman jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan jamu jauh lebih sedikit (14 jenis) dibanding daerah lain yang berkarakter rural. Ditemukan juga adaptasi-adaptasi lainnya yang berhubungan dengan aspek produksi, seperti suku Zingiberaceae dengan organ rimpang adalah kelompok mayoritas (35.71%). Pemanfaatan tumbuhan native Indonesia lebih besar (78.5%) dibandingkan introduced (21.4%). Ditemukan bahwa bahan baku jamu hanya diperoleh dari sekitar Cikarang, serta pengolahan yang tidak melibatkan alat modern. Dari aspek konsumen, diketahui bahwa 83% konsumen beretnisitas Jawa Barat dan selebihnya Jawa Tengah.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"171 ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"91467275","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-31DOI: 10.30595/pharmacy.v18i2.9216
Dhiancinantyan Windydaca Brata Putri, Nia Suryaningsih
Terapi sulih atau peralihan terapi antibiotik intravena ke oral pada pasien pneumonia komuniti di rumah sakit bertujuan untuk mengurangi biaya perawatan, lama rawat inap, mencegah infeksi nosokomial dan meningkatkan patient safety dalam rangka mencegah resistensi antibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola peralihan terapi antibiotik intravena ke oral dengan lama rawat inap (length of stay) pasien pneumonia komuniti di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Klungkung Penelitian ini menggunakan desain non-experimental dengan metode deskriptif korelasi. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan data rekam medis pasien pneumonia komuniti yang menjalani rawat inap di RSUD Klungkung pada tahun 2017-2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola peralihan antibiotik intravena ke oral dengan lama rawat inap (length of stay) pasien pneumonia komuniti di RSUD Klungkung (p-value 0,918 > 0,05). Sedangkan tipe peralihan antibiotik intravena ke oral yang paling banyak diterapkan pada pengobatan pneumonia komuniti adalah tipe sequential (48,3 %) dibandingkan dengan tipe lainnya. Antibiotik yang sering diberikan pada pasien pneumonia komuniti adalah golongan fluorokuinolon sebesar 56,7 % dalam bentuk sediaan intravena dan 68,3 % dalam bentuk sediaan oral. Kesimpulan dari studi ini adalah peralihan antibiotik intravena ke oral tidak memiliki hubungan dengan lama rawat inap (length of stay) pasien pneumonia komuniti di RSUD Klungkung.
{"title":"Peralihan Antibiotik Intravena ke Oral terhadap Lama Rawat Inap Pasien Pneunomia Komuniti di RSUD Klungkung","authors":"Dhiancinantyan Windydaca Brata Putri, Nia Suryaningsih","doi":"10.30595/pharmacy.v18i2.9216","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/pharmacy.v18i2.9216","url":null,"abstract":"Terapi sulih atau peralihan terapi antibiotik intravena ke oral pada pasien pneumonia komuniti di rumah sakit bertujuan untuk mengurangi biaya perawatan, lama rawat inap, mencegah infeksi nosokomial dan meningkatkan patient safety dalam rangka mencegah resistensi antibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola peralihan terapi antibiotik intravena ke oral dengan lama rawat inap (length of stay) pasien pneumonia komuniti di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Klungkung Penelitian ini menggunakan desain non-experimental dengan metode deskriptif korelasi. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan data rekam medis pasien pneumonia komuniti yang menjalani rawat inap di RSUD Klungkung pada tahun 2017-2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola peralihan antibiotik intravena ke oral dengan lama rawat inap (length of stay) pasien pneumonia komuniti di RSUD Klungkung (p-value 0,918 > 0,05). Sedangkan tipe peralihan antibiotik intravena ke oral yang paling banyak diterapkan pada pengobatan pneumonia komuniti adalah tipe sequential (48,3 %) dibandingkan dengan tipe lainnya. Antibiotik yang sering diberikan pada pasien pneumonia komuniti adalah golongan fluorokuinolon sebesar 56,7 % dalam bentuk sediaan intravena dan 68,3 % dalam bentuk sediaan oral. Kesimpulan dari studi ini adalah peralihan antibiotik intravena ke oral tidak memiliki hubungan dengan lama rawat inap (length of stay) pasien pneumonia komuniti di RSUD Klungkung.","PeriodicalId":19897,"journal":{"name":"PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)","volume":"19 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"91074105","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}