Hukuman bagi pelaku kekerasan seksual sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dianggap belum efektif sehingga Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 yang menerapkan pelaksanaan dari kebiri kimia. Penelitian ini mengkaji peraturan pelaksana dari hukuman pidana tambahan kebiri kimia di Indonesia. Implementasi kasus penerapan kebiri kimia pertama kali di Indonesia pada Putusan Nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk tanggal 2 Mei 2019. Penerapan kebiri secara kimia menimbulkan pro kontra pada penerapan kebiri kimia terkait efektifitasnya dan pemberlakuannya yang dianggap melanggar hak asasi manusia sebagaimana termuat dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Terdapat juga pihak yang setuju terhadap pemberlakuan hukuman tambahan kebiri kimia. Namun, terlepas dari adanya pro kontra tersebut, Pemerintah menerbitkan aturan mengenai pelaksanaan kebiri kimia yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020. Aturan ini dapat diberlakukan secara efektif, efisien, dan tepat sasaran guna mengurangi peningkatan jumlah kekerasan seksual dan timbulnya kejahatan yang berulang.
{"title":"PENERAPAN HUKUMAN KEBIRI KIMIA MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 70 TAHUN 2020","authors":"Dhita Mutiara Putri, Lusy Liany, Nadya Bunga Khoirunnisa, Shafa Meutia Rahmah","doi":"10.33476/ajl.v12i2.2117","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/ajl.v12i2.2117","url":null,"abstract":"Hukuman bagi pelaku kekerasan seksual sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dianggap belum efektif sehingga Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 yang menerapkan pelaksanaan dari kebiri kimia. Penelitian ini mengkaji peraturan pelaksana dari hukuman pidana tambahan kebiri kimia di Indonesia. Implementasi kasus penerapan kebiri kimia pertama kali di Indonesia pada Putusan Nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk tanggal 2 Mei 2019. Penerapan kebiri secara kimia menimbulkan pro kontra pada penerapan kebiri kimia terkait efektifitasnya dan pemberlakuannya yang dianggap melanggar hak asasi manusia sebagaimana termuat dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Terdapat juga pihak yang setuju terhadap pemberlakuan hukuman tambahan kebiri kimia. Namun, terlepas dari adanya pro kontra tersebut, Pemerintah menerbitkan aturan mengenai pelaksanaan kebiri kimia yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020. Aturan ini dapat diberlakukan secara efektif, efisien, dan tepat sasaran guna mengurangi peningkatan jumlah kekerasan seksual dan timbulnya kejahatan yang berulang.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"255 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121326359","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Andie Hevriansyah, Anna Erliyana, Audrey G Tangkudung
Artikel ini membahas permasalahan mengenai peran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam upaya menyelesaikan sengketa di luar pengadilan yang terjadi pada lingkungan hidup, dan penyelesaian kesepakatan ganti kerugian sebagai akibat pencemaran. metode penelitian menggunakan analisis yuridis normatif, artikel ini menyimpulkan peran KLHK yang bertindak sebagai fasilitator dan mediator, juga sebagai pihak yang mewakili negara saat terjadi kerusakan lingkungan yang mengakibatkan kerugian negara. Menteri KLHK juga berperan sebagai verifikator. Lahirnya kesepakatan para pihak yang bersengketa dengan pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, melalui beberapa tahapan, diawali dari pengaduan, atau berasal dari hasil pengawasan, selanjutnya data tersebut di telaah, dari hasil telaah tersebut bila terdapat indikasi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, maka dilanjutkan dengan memverifikasi dan klarifikasi hasil verifikasi, bila hasil verifikasi tersebut ditemukan indikasi kerugian dilakukan perhitungan kerugian negara lingkungan hidup. Suatu kesepakatan ganti kerugian akibat dari pencemaran lahir dari perbuatan melawan hukum (PMH) merupakan titik awal dari lahirnya ganti kerugian dan selanjutnya PMH berkembang menjadi pertanggungjawaban mutlak (strict liability), pada persengketaan lingkungan, Rejim pengelolaan lingkungan pada UU No.32 tahun 2009 tentang UPPLH telah menganut asas strict liability, karena itu, tersangka pencemar tidak perlu dibuktikan kesalahannya, cukup dengan adanya suatu potensi yang terjadi, maka dapat melahirkan suatu gugatan.
{"title":"PERAN KLHK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP DILUAR PENGADILAN","authors":"Andie Hevriansyah, Anna Erliyana, Audrey G Tangkudung","doi":"10.33476/AJL.V12I1.1922","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V12I1.1922","url":null,"abstract":"Artikel ini membahas permasalahan mengenai peran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam upaya menyelesaikan sengketa di luar pengadilan yang terjadi pada lingkungan hidup, dan penyelesaian kesepakatan ganti kerugian sebagai akibat pencemaran. metode penelitian menggunakan analisis yuridis normatif, artikel ini menyimpulkan peran KLHK yang bertindak sebagai fasilitator dan mediator, juga sebagai pihak yang mewakili negara saat terjadi kerusakan lingkungan yang mengakibatkan kerugian negara. Menteri KLHK juga berperan sebagai verifikator. Lahirnya kesepakatan para pihak yang bersengketa dengan pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, melalui beberapa tahapan, diawali dari pengaduan, atau berasal dari hasil pengawasan, selanjutnya data tersebut di telaah, dari hasil telaah tersebut bila terdapat indikasi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, maka dilanjutkan dengan memverifikasi dan klarifikasi hasil verifikasi, bila hasil verifikasi tersebut ditemukan indikasi kerugian dilakukan perhitungan kerugian negara lingkungan hidup. Suatu kesepakatan ganti kerugian akibat dari pencemaran lahir dari perbuatan melawan hukum (PMH) merupakan titik awal dari lahirnya ganti kerugian dan selanjutnya PMH berkembang menjadi pertanggungjawaban mutlak (strict liability), pada persengketaan lingkungan, Rejim pengelolaan lingkungan pada UU No.32 tahun 2009 tentang UPPLH telah menganut asas strict liability, karena itu, tersangka pencemar tidak perlu dibuktikan kesalahannya, cukup dengan adanya suatu potensi yang terjadi, maka dapat melahirkan suatu gugatan.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"132 20","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"113969910","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Eksekusi atau pelaksanaan putusan Hakim dalam perkara perdata dilakukan terhadap putusan Hakim berkekuatan hukum tetap ( inkracht van gewisde). Eksekusi dapat dilakukan secara sukarela atau secara paksa. Pelaksanaan putusan Hakim secara sukarela dilaksanakan langsung oleh pihak yang kalah tanpa campur tangan pengadilan. Dalam praktek pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan putusan Hakim secara sukarela, maka dilaksanak secara paksa melalui Pengadilan Negeri yang memutus perkara. Hambatan pelaksanaan eksekusi antara lain objek eksekusi tidak jelas, telah berpindah ketangan pihak lain, terbitnya sertifikat baru dan pihak yang kalah melakukan perlawanan. Sedangkan hambatan secara yuridis adanya upaya hukum peninjauan kembalii yang dilakukan ileh pihak yang kalah. Pihak ketiga mengajukan perlawanan ( derden verzet) karena ada hak pihak ketiga yang terambil, putusan hakim tidak bersifat penghukuman (comdemnatoir) tapi bersifat decratoir dan konstitutief. Untuk mencegah hambatan dalam pelaksanaan eksekusi dan menang hampa hanya menang diatas kertas, maka pihak kalah harus beritikad baik melaksanakan putusan Hakim secara sukarela, panitera atau jurusita pengadilan harus cermat dan teliti dalam penyitaan, pihak kalah tidak mengalihkan objek sengketa kepada pihak lain. Untuk kelancaran pelaksanaan eksekusi pengadilan dapat minta bantuan aparat keAmanan ( Polisi dan TNI ) untuk melakukan pengamanan selama pelaksanaan eksekusi. Pihak yang menghambat, mengancam petugas pelaksana eksekusi selama pelaksanaan eksekusi dapat dikenai sanksi pidana.
法官在民事案件中执行或执行判决是对具有恒定权力的法官(inkracht van gewisde)的判决进行的。执行可以是自愿的,也可以是被迫的。法官的判决是由败诉的一方自愿执行的,没有任何司法干预。在这种情况下,失败者不愿意自愿执行法官的判决,他们通过州法院强制执行判决。执行的障碍包括一个不明确的执行对象,已经转移到另一个人的手中,新的证书的出版和失败的斗争。然而,法律上的障碍是失败一方的法律审查努力。第三方对第三方的权利提出抗辩,法官的判决不是定罪,而是诽谤和宪法。为了防止执行死刑的障碍,只有在纸面上才能赢得胜利,那么失败者必须自愿执行法官的判决,书记官或法庭法警必须在扣押过程中一丝不苟,失败的一方不会将有争议的对象移交给另一方。如果执行过程顺利进行,可以请执法人员(警察和TNI)协助执行时进行安全检查。拘留、威胁执行死刑的一方可能会受到刑事惩罚。
{"title":"HAMBATAN DALAM EKSEKUSI PERKARA PERDATA","authors":"R. Hartati, Syafrida Syafrida","doi":"10.33476/AJL.V12I1.1919","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V12I1.1919","url":null,"abstract":"Eksekusi atau pelaksanaan putusan Hakim dalam perkara perdata dilakukan terhadap putusan Hakim berkekuatan hukum tetap ( inkracht van gewisde). Eksekusi dapat dilakukan secara sukarela atau secara paksa. Pelaksanaan putusan Hakim secara sukarela dilaksanakan langsung oleh pihak yang kalah tanpa campur tangan pengadilan. Dalam praktek pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan putusan Hakim secara sukarela, maka dilaksanak secara paksa melalui Pengadilan Negeri yang memutus perkara. Hambatan pelaksanaan eksekusi antara lain objek eksekusi tidak jelas, telah berpindah ketangan pihak lain, terbitnya sertifikat baru dan pihak yang kalah melakukan perlawanan. Sedangkan hambatan secara yuridis adanya upaya hukum peninjauan kembalii yang dilakukan ileh pihak yang kalah. Pihak ketiga mengajukan perlawanan ( derden verzet) karena ada hak pihak ketiga yang terambil, putusan hakim tidak bersifat penghukuman (comdemnatoir) tapi bersifat decratoir dan konstitutief. Untuk mencegah hambatan dalam pelaksanaan eksekusi dan menang hampa hanya menang diatas kertas, maka pihak kalah harus beritikad baik melaksanakan putusan Hakim secara sukarela, panitera atau jurusita pengadilan harus cermat dan teliti dalam penyitaan, pihak kalah tidak mengalihkan objek sengketa kepada pihak lain. Untuk kelancaran pelaksanaan eksekusi pengadilan dapat minta bantuan aparat keAmanan ( Polisi dan TNI ) untuk melakukan pengamanan selama pelaksanaan eksekusi. Pihak yang menghambat, mengancam petugas pelaksana eksekusi selama pelaksanaan eksekusi dapat dikenai sanksi pidana.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131004482","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pembebanan jaminan hak tanggungan pada akad murabahah, menganalisis pendaftaran atas jaminan hak tanggungan pada akad murabahah. Metode yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis-normatif. Referensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, jurnal, sumber dari media elektronik, dokumen akta, dan peraturan perundang-undangan serta peraturan kebijakan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pelaksanaan pembebanan hak tanggungan pada akad murabahah sama seperti pembebanan hak tanggungan pada perjanjian kredit, prinsip akad murabahah sebagai perjanjian jual beli tidak dilaksanakan secara benar melainkan dianggap sebagai perjanjian utang piutang. Pelaksanaan akad murabahah juga tidak dilakukan sebagaimana ketentuan Dewan Syariah Nasional Nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005, Buku Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014 yang mana Murabahah merupakan transaksi jual beli dengan mekanisme Bank membelikan barang yang diinginkan oleh Nasabah, kemudian menjual kembali kepada Nasabah dengan tambahan komisi yang telah disepakati bukan perjanjian utang piutang. Mekanisme pendaftaran hak tanggungan pada akad murabahah dapat dilakukan dengan dua cara yakni cara konvensional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan cara elektronik sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik. Perbedaan pendaftaran secara konvensional dan elektronik ini adalah pendaftaran hak tanggungan secara elektronik masih hanya dapat dilakukan pada objek hak tanggungan yang merupakan milik debitur sendiri.
{"title":"PEMBEBANAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA AKAD MURABAHAH","authors":"Siti Jamilah, Endang Purwaningsih, Chandra Yusuf","doi":"10.33476/AJL.V12I1.1915","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V12I1.1915","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pembebanan jaminan hak tanggungan pada akad murabahah, menganalisis pendaftaran atas jaminan hak tanggungan pada akad murabahah. Metode yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis-normatif. Referensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, jurnal, sumber dari media elektronik, dokumen akta, dan peraturan perundang-undangan serta peraturan kebijakan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pelaksanaan pembebanan hak tanggungan pada akad murabahah sama seperti pembebanan hak tanggungan pada perjanjian kredit, prinsip akad murabahah sebagai perjanjian jual beli tidak dilaksanakan secara benar melainkan dianggap sebagai perjanjian utang piutang. Pelaksanaan akad murabahah juga tidak dilakukan sebagaimana ketentuan Dewan Syariah Nasional Nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005, Buku Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014 yang mana Murabahah merupakan transaksi jual beli dengan mekanisme Bank membelikan barang yang diinginkan oleh Nasabah, kemudian menjual kembali kepada Nasabah dengan tambahan komisi yang telah disepakati bukan perjanjian utang piutang. Mekanisme pendaftaran hak tanggungan pada akad murabahah dapat dilakukan dengan dua cara yakni cara konvensional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan cara elektronik sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik. Perbedaan pendaftaran secara konvensional dan elektronik ini adalah pendaftaran hak tanggungan secara elektronik masih hanya dapat dilakukan pada objek hak tanggungan yang merupakan milik debitur sendiri.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131529200","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Proses pembentukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak terlepas dari Pro Kontra yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dimana dalam pembentukan dan hingga akhir disahkan berlangsung dengan cepat itulah yang menjadi polemik apakah sudah dibentuk melalui prosedural yang baik. Berdasarkan latar belakang diatas penulis yang menjadi rumusan masalah: Pertama, asas-asas pembentukan peraturan Perundang-Undangan yang Baik ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Kedua, proses pembentukan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan Metode penelitian yang digunakan berupa penelitian yuridis normatif yang biasa disebut dengan pendekatan perundang-undangan dengan menggunakan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Adapun hasil pembahasannya: pertama,pembentukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 telah melanggar asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, asas kejelasan rumusan dan asas keterbukaan. Kedua, dalam pembentukan undang-undang tidak memenuhi syarat formil dan pemberlakuan undang-undangan dalam tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan. Kedepannya diharapkan pemerintah selaku lembaga pembentukan undang-undang harus sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan undang-undang yang baik, terutama asas keterbukaan dan memuat sesuai prosedural Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang telah di revisi menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
{"title":"PRO KONTRA PROSES PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DI TINJAU DARI AZAS-AZAS PEMBENTUKAN PERUNDANG-UNDANGAN","authors":"Devi Ariani, Lusy Liany","doi":"10.33476/AJL.V12I1.1917","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V12I1.1917","url":null,"abstract":"Proses pembentukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak terlepas dari Pro Kontra yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dimana dalam pembentukan dan hingga akhir disahkan berlangsung dengan cepat itulah yang menjadi polemik apakah sudah dibentuk melalui prosedural yang baik. Berdasarkan latar belakang diatas penulis yang menjadi rumusan masalah: Pertama, asas-asas pembentukan peraturan Perundang-Undangan yang Baik ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Kedua, proses pembentukan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan Metode penelitian yang digunakan berupa penelitian yuridis normatif yang biasa disebut dengan pendekatan perundang-undangan dengan menggunakan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Adapun hasil pembahasannya: pertama,pembentukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 telah melanggar asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, asas kejelasan rumusan dan asas keterbukaan. Kedua, dalam pembentukan undang-undang tidak memenuhi syarat formil dan pemberlakuan undang-undangan dalam tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan. Kedepannya diharapkan pemerintah selaku lembaga pembentukan undang-undang harus sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan undang-undang yang baik, terutama asas keterbukaan dan memuat sesuai prosedural Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang telah di revisi menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"47 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115316410","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Notaris dalam menjalankan jabatannya berdasarkan pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi Akta, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012 memberikan dasar bahwa pasal 66 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D (1). Konsekuensi logis putusan ini yakni terbukanya argumentasi perihal konsep dan penerapan hukum hak ingkar dalam pelaksanaan jabatan Notaris. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan statute dan analytical jurisprudence. Analisis dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012 dan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004. Hasil analisis menemukan bahwa: Pertama, Pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012, maka Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 perihal hak ingkar, dapat dikecualikan jika berkaitan dengan due Process of law, akibat hukumnya adalah pemanggilan seorang Notaris tidak memerlukan lagi persetujuan Majelis Pengawas Daerah; Kedua, secara konseptual terdapat dua substansi utama yang menjadi argumentasi penting pasca- putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012, yaitu prinsip equal before the law akan sejalan dengan prinsip due process of law, dan perlakuan yang berbeda terhadap jabatan Notaris yang mengedepankan peran Majelis Pengawas Daerah harus dipahami dalam kerangka Kode Etik Notaris, bukan pada tataran fungsi peradilan.
{"title":"GAGASAN HAK INGKAR DALAM PELAKSANAAN JABATAN NOTARIS DI INDONESIA: STUDI ANALISIS DAMPAK PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 49/PUU.X/2012","authors":"Fitrah Fidhira, M. R. Bakry, Chandra Yusuf","doi":"10.33476/AJL.V12I1.1916","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V12I1.1916","url":null,"abstract":"Notaris dalam menjalankan jabatannya berdasarkan pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi Akta, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012 memberikan dasar bahwa pasal 66 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D (1). Konsekuensi logis putusan ini yakni terbukanya argumentasi perihal konsep dan penerapan hukum hak ingkar dalam pelaksanaan jabatan Notaris. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan statute dan analytical jurisprudence. Analisis dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012 dan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004. Hasil analisis menemukan bahwa: Pertama, Pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012, maka Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 perihal hak ingkar, dapat dikecualikan jika berkaitan dengan due Process of law, akibat hukumnya adalah pemanggilan seorang Notaris tidak memerlukan lagi persetujuan Majelis Pengawas Daerah; Kedua, secara konseptual terdapat dua substansi utama yang menjadi argumentasi penting pasca- putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU.X/2012, yaitu prinsip equal before the law akan sejalan dengan prinsip due process of law, dan perlakuan yang berbeda terhadap jabatan Notaris yang mengedepankan peran Majelis Pengawas Daerah harus dipahami dalam kerangka Kode Etik Notaris, bukan pada tataran fungsi peradilan.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123964975","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Daniel Surianto, Elbert Elbert, Gustianus Fernando
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sejumlah permasalahan salah satunya keterbatasan lahan tanah seperti sengketa tanah antar sesama penduduk dalam menguasai tanah. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut pemerintah mengeluarkan Permen ATR/BPN No.1 Tahun 2021 Tentang Sertipikat Elektronik. Akan tetapi timbul permasalahan yaitu perlindungan hukum bagi para pemegang E-Sertipikat Tanah. Sehingga dalam penelitian ini akan meninjau langsung dari sisi aspek hukum dan permasalahan sering terjadi serta solusi dari adanya permasalahan E-Sertipikat Tanah. Metode Penelitian yang digunakan Metode Yuridis Normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian yang didapatkan masih banyaknya peraturan perundang- undangan yang tidak sesuai dalam mendukung kebijakan sertipikat tanah elektronik dan banyaknya tantangan yang harus dibenahi pemerintah berkaitan dengan penerbitan sertipikat tanah elektronik. Dalam implementasi penerbitan sertipikat tanah elektronik dapat menimbulkan dampak yang baru seperti pembuktian di pengadilan dan ke auntentikan suatu akta jual-beli yang akan melahirkan penerbitan sertipikat tanah elektronik. Dalam mendukung program pemerintah dalam penerbitan sertipikat tanah elektronik ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah seperti mengandeng Pakar keilmuan Informasi Teknologi (IT) dan Ilmu Hukum supaya dapat bisa saling melengkapi dalam penerbitan sertipikat tanah elektronik dan pemerintah wajib melakukan sosialisasi, bimbingan teknis dan penyuluhan. Terkait aturan penerbitan sertipikat tanah elektronik dengan demikian masyarakat akan mendapat perlindungan hukum yang lebih kuat dan aman berkaitan dengan sertipikat tanah elektronik.
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG E-SERTIPIKAT TANAH DALAM PERATURAN ATR/BPN NO.1 TAHUN 2021","authors":"Daniel Surianto, Elbert Elbert, Gustianus Fernando","doi":"10.33476/AJL.V12I1.1921","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V12I1.1921","url":null,"abstract":"Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sejumlah permasalahan salah satunya keterbatasan lahan tanah seperti sengketa tanah antar sesama penduduk dalam menguasai tanah. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut pemerintah mengeluarkan Permen ATR/BPN No.1 Tahun 2021 Tentang Sertipikat Elektronik. Akan tetapi timbul permasalahan yaitu perlindungan hukum bagi para pemegang E-Sertipikat Tanah. Sehingga dalam penelitian ini akan meninjau langsung dari sisi aspek hukum dan permasalahan sering terjadi serta solusi dari adanya permasalahan E-Sertipikat Tanah. Metode Penelitian yang digunakan Metode Yuridis Normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian yang didapatkan masih banyaknya peraturan perundang- undangan yang tidak sesuai dalam mendukung kebijakan sertipikat tanah elektronik dan banyaknya tantangan yang harus dibenahi pemerintah berkaitan dengan penerbitan sertipikat tanah elektronik. Dalam implementasi penerbitan sertipikat tanah elektronik dapat menimbulkan dampak yang baru seperti pembuktian di pengadilan dan ke auntentikan suatu akta jual-beli yang akan melahirkan penerbitan sertipikat tanah elektronik. Dalam mendukung program pemerintah dalam penerbitan sertipikat tanah elektronik ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah seperti mengandeng Pakar keilmuan Informasi Teknologi (IT) dan Ilmu Hukum supaya dapat bisa saling melengkapi dalam penerbitan sertipikat tanah elektronik dan pemerintah wajib melakukan sosialisasi, bimbingan teknis dan penyuluhan. Terkait aturan penerbitan sertipikat tanah elektronik dengan demikian masyarakat akan mendapat perlindungan hukum yang lebih kuat dan aman berkaitan dengan sertipikat tanah elektronik.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"73 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114991261","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Di era modern saat ini banyak orang yang memilih pindah ke perkotaan hal ini mengakibatkan semakin padatnya daerah perkotaan dan yang paling nyata terlihat yaitu di jalan raya Tidak bisa dipungkiri bahwa kemacetan pasti selalu ada khususnya di ibukota Jakarta selain kemacetan polusi udara juga merupakan dampak dari padatnya penduduk. Efek dari polusi udara sangatlah buruk bagi kesehatan polusi udara dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti gangguan pernapasan, jantung dan dapat menyebabkan kanker selain kesehatan polusi udara juga dapat menyebabkan pemanasan global.Salah satu penyebab utama polusi udara yang terjadi di Jakarta adalah dari kontribusi pembuangan gas emisi kendaraan bermotor hal ini dikarenakan banyak sekali masyarakat Indonesia terutama masyarakat di wilayah jakarta yang menggunakan kendaraan bermotor. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melihat permasalahan terkait buruknya kualitas udara di Jakarta karena itu dikeluarkan PERGUB NO 66 Tahun 2020 yang mengatur tentang uji emisi kendaraan bermotor. peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah tersebut merupakan langkah yang sangat tepat demi memperbaiki kualitas udara yang ada di Jakarta ini. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan uji emisi yang diatur di dalam PERGUB NO 66 Tahun 2020.
{"title":"EFEKTIVITAS PELAKSANAAN KEBIJAKAN BERDASARKAN PERGUB NO 66 TAHUN 2020 TENTANG UJI EMISI KENDARAAN BERMOTOR DI JAKARTA","authors":"Elizabeth Michelle, Melvin Jusuf, Jenni Julian","doi":"10.33476/AJL.V12I1.1920","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V12I1.1920","url":null,"abstract":"Di era modern saat ini banyak orang yang memilih pindah ke perkotaan hal ini mengakibatkan semakin padatnya daerah perkotaan dan yang paling nyata terlihat yaitu di jalan raya Tidak bisa dipungkiri bahwa kemacetan pasti selalu ada khususnya di ibukota Jakarta selain kemacetan polusi udara juga merupakan dampak dari padatnya penduduk. Efek dari polusi udara sangatlah buruk bagi kesehatan polusi udara dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti gangguan pernapasan, jantung dan dapat menyebabkan kanker selain kesehatan polusi udara juga dapat menyebabkan pemanasan global.Salah satu penyebab utama polusi udara yang terjadi di Jakarta adalah dari kontribusi pembuangan gas emisi kendaraan bermotor hal ini dikarenakan banyak sekali masyarakat Indonesia terutama masyarakat di wilayah jakarta yang menggunakan kendaraan bermotor. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melihat permasalahan terkait buruknya kualitas udara di Jakarta karena itu dikeluarkan PERGUB NO 66 Tahun 2020 yang mengatur tentang uji emisi kendaraan bermotor. peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah tersebut merupakan langkah yang sangat tepat demi memperbaiki kualitas udara yang ada di Jakarta ini. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan uji emisi yang diatur di dalam PERGUB NO 66 Tahun 2020.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"115 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131220110","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Artikel ini membahas kedudukan peraturan daerah dan peran kepala daerah pencegahan penyebaran covid-19. Pemerintahan daerah, khususnya provinsi menjadi jantung pertahanan guna pencegahan keluar masuk orang dengan kebikajan yang dimilikinya. Fenomena covid-19 mendorong kepala daerah mengeluarkan kebijakan guna keselamatan warganya. Penulis menggunakan metode penelitian normatif yuridis, dengan pendekatan kulitatif untuk menganalisis permasalahan tersebut. Hasil dari penelitian diantaranya peraturan daerah berkedudukan sebagai payung hukum dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19. Atribusi menjadi dasar kewenangan bagi pemerintah daerah membentuk kebijakan pada daerah otomom. Peran pemerintah daerah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan, dimana pemerintah daerah ini sebagai pemerintahan konkuren yang melaksanakan Sebagian tugas pemerintah pusat pada daerahnya. Usaha pemerintah daerah untuk membantu program pemenrintahan umum, yang menjadi tugas pemerintah nasional dalam rangka kesetabilan nasional, sangat terlihat dalam usaha pencegahan penyebaran covid-19 ini.
{"title":"DASAR PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DAN PERAN KEPALA DAERAH TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENYEBARAN COVID-19","authors":"Abdul Rohman","doi":"10.33476/ajl.v11i2.1651","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/ajl.v11i2.1651","url":null,"abstract":"Artikel ini membahas kedudukan peraturan daerah dan peran kepala daerah pencegahan penyebaran covid-19. Pemerintahan daerah, khususnya provinsi menjadi jantung pertahanan guna pencegahan keluar masuk orang dengan kebikajan yang dimilikinya. Fenomena covid-19 mendorong kepala daerah mengeluarkan kebijakan guna keselamatan warganya. Penulis menggunakan metode penelitian normatif yuridis, dengan pendekatan kulitatif untuk menganalisis permasalahan tersebut. Hasil dari penelitian diantaranya peraturan daerah berkedudukan sebagai payung hukum dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19. Atribusi menjadi dasar kewenangan bagi pemerintah daerah membentuk kebijakan pada daerah otomom. Peran pemerintah daerah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan, dimana pemerintah daerah ini sebagai pemerintahan konkuren yang melaksanakan Sebagian tugas pemerintah pusat pada daerahnya. Usaha pemerintah daerah untuk membantu program pemenrintahan umum, yang menjadi tugas pemerintah nasional dalam rangka kesetabilan nasional, sangat terlihat dalam usaha pencegahan penyebaran covid-19 ini.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"69 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124224101","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Limbah Non B3 sebagai Bahan Baku Industri dapat diimpor apabila: tidak berasal dari kegiatan landfill, bukan sampah dan tidak tercampur sampah, tidak terkontaminasi B3 dan Limbah B3, dan homogen. Penelitian hukum normatif. Bagaimana Regulasi dan Mekanisme Impor Limbah Non-Bahan Berbahaya Dan Beracun Dalam Rangka Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan Menteri Perdagangan No 84 Tahun 2019, limbah non B3 dapat diimpor untuk bahan baku industri. Untuk mendapatkan Persetujuan Impor (PI), perusahaan harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Direktur Jenderal Perdagangan.
{"title":"REGULASI DAN MEKANISME IMPOR LIMBAH NON-BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DALAM RANGKA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP","authors":"Liza Evita, Ridarson Galingging","doi":"10.33476/ajl.v11i2.1649","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/ajl.v11i2.1649","url":null,"abstract":"Limbah Non B3 sebagai Bahan Baku Industri dapat diimpor apabila: tidak berasal dari kegiatan landfill, bukan sampah dan tidak tercampur sampah, tidak terkontaminasi B3 dan Limbah B3, dan homogen. Penelitian hukum normatif. Bagaimana Regulasi dan Mekanisme Impor Limbah Non-Bahan Berbahaya Dan Beracun Dalam Rangka Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan Menteri Perdagangan No 84 Tahun 2019, limbah non B3 dapat diimpor untuk bahan baku industri. Untuk mendapatkan Persetujuan Impor (PI), perusahaan harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Direktur Jenderal Perdagangan.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"67 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129316245","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}