Dua metode yang umum digunakan untuk mengukur kadar air dalam gas bumi di Indonesia adalah ASTM D1142 (Pengukuran Titik Embun) dan ASTM D5454 (Instrumen Kapasitif). Umumnya, hasil pengukuran, baik antara instrumen kapasitif yang berbeda atau dengan pengukuran titik embuh air menghasilkan nilai yang berbeda signifi kan dan menimbulkan kerugian berbagai pihak. Telah dilakukan pengujian untuk membandingkan hasil pengukuran instrumen kapasitif A, B1, dan B2 serta pengukur titik embun dengan mengukur gas standar pada rentang konsentrasi 5.5 - 125.5 lb/MMScf. Pengukuran menggunakan pengukur titik embun menunjukkan bias antara 2 lb/MMScf pada konsentrasi 5.5 lb/MMScf (akurasi 135%) hingga 3.3 lb/MMScf pada konsentrasi 125 lb/MMScf (akurasi 102.6%). Bias sebesar 10% atau lebih pada pengujian ini terjadi pada kadar air dibawah 22 lb/MMScf. Bias pada pengukuran metode ini disebabkan karena perhitungan konversi kadar air belum pembentukan hidrat pada suhu rendah dan tidak memperhitungkan pengaruh komposisi gas. Pengukuran instrumen kapasitif A menunjukkan hubungan linear dengan nilai koefi sien korelasi 0.997 dengan nilai slope 0.5299 dan akurasi 24-51%. Akurasi instrumen Kapasitif B1 berada pada rentang 25-51% dengan koefi sien korelasi kuadratik adalah 0.997. Koefi sien korelasi kuadratik kurva instrumen kapasitif B2 adalah 0.9995. Akurasi instrumen kapasitif B2 berada rentang 64-114%. Bias pada pengukuran instrumen kapasitif disebabkan karena kurva sinyal pembacaan yang tidak linear sepanjang rentang pembacaan dan drift yang terjadi pada sensor. Bias ini dapat diatasi dengan kalibrasi dan verifi kasi instrumen secara berkala.
{"title":"Perbandingan Metode Pengukuran Kadar Air dalam Gas Bumi dengan ASTM D1142 dan ASTM D5454","authors":"Eko Handoyo, E. Suhendi","doi":"10.29017/lpmgb.56.1.917","DOIUrl":"https://doi.org/10.29017/lpmgb.56.1.917","url":null,"abstract":"Dua metode yang umum digunakan untuk mengukur kadar air dalam gas bumi di Indonesia adalah ASTM D1142 (Pengukuran Titik Embun) dan ASTM D5454 (Instrumen Kapasitif). Umumnya, hasil pengukuran, baik antara instrumen kapasitif yang berbeda atau dengan pengukuran titik embuh air menghasilkan nilai yang berbeda signifi kan dan menimbulkan kerugian berbagai pihak. Telah dilakukan pengujian untuk membandingkan hasil pengukuran instrumen kapasitif A, B1, dan B2 serta pengukur titik embun dengan mengukur gas standar pada rentang konsentrasi 5.5 - 125.5 lb/MMScf. Pengukuran menggunakan pengukur titik embun menunjukkan bias antara 2 lb/MMScf pada konsentrasi 5.5 lb/MMScf (akurasi 135%) hingga 3.3 lb/MMScf pada konsentrasi 125 lb/MMScf (akurasi 102.6%). Bias sebesar 10% atau lebih pada pengujian ini terjadi pada kadar air dibawah 22 lb/MMScf. Bias pada pengukuran metode ini disebabkan karena perhitungan konversi kadar air belum pembentukan hidrat pada suhu rendah dan tidak memperhitungkan pengaruh komposisi gas. Pengukuran instrumen kapasitif A menunjukkan hubungan linear dengan nilai koefi sien korelasi 0.997 dengan nilai slope 0.5299 dan akurasi 24-51%. Akurasi instrumen Kapasitif B1 berada pada rentang 25-51% dengan koefi sien korelasi kuadratik adalah 0.997. Koefi sien korelasi kuadratik kurva instrumen kapasitif B2 adalah 0.9995. Akurasi instrumen kapasitif B2 berada rentang 64-114%. Bias pada pengukuran instrumen kapasitif disebabkan karena kurva sinyal pembacaan yang tidak linear sepanjang rentang pembacaan dan drift yang terjadi pada sensor. Bias ini dapat diatasi dengan kalibrasi dan verifi kasi instrumen secara berkala. ","PeriodicalId":281406,"journal":{"name":"Lembaran publikasi minyak dan gas bumi","volume":"54 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126205580","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pada beberapa reservoir, jumlah minyak yang tersisa pada produksi tahap primer relatif kecil dibandingkan dengan kandungan minyak awal dari reservoir tersebut, yaitu dengan tingkat perolehan tahap primer rata-rata 40 %. Hal ini nenunjukkan bahwa jumlah minyak yang tersisa masih cukup besar. Untuk mendapatkan minyak yang tersisa tersebut, dilakukan penginjeksian fluida (larutan surfaktan) yang diharapkan akan dapat mendesak minyak dan meningkatkan faktor perolehan minyak. Injeksi larutan surfaktan termasuk salah satu metode EOR (Enhanced Oil Recovery) yang berfungsi dan berperan menurunkan tegangan antarmuka minyak - surfaktan-air formasi, oleh sebab itu makalah ini difokuskan pada penggunaan alat: DSA PD-E700 (Pendant Drop Shape Analysis), untuk mengukur tegangan antarmuka dari campuran minyak - surfaktan air formasi pada berbagai kondisi temperatur dan tekanan.
{"title":"Penggunaan Alat DSA PD - E700 (Pendant Drop Shape Analysis) untuk Mengukur Tegangan antarmuka dari Campuran Minyak - Surfaktan - Air Formasi pada Kondisi Temperatur dan Tekanan yang Berbeda","authors":"N. Nuraini","doi":"10.29017/lpmgb.39.2.737","DOIUrl":"https://doi.org/10.29017/lpmgb.39.2.737","url":null,"abstract":"Pada beberapa reservoir, jumlah minyak yang tersisa pada produksi tahap primer relatif kecil dibandingkan dengan kandungan minyak awal dari reservoir tersebut, yaitu dengan tingkat perolehan tahap primer rata-rata 40 %. Hal ini nenunjukkan bahwa jumlah minyak yang tersisa masih cukup besar. Untuk mendapatkan minyak yang tersisa tersebut, dilakukan penginjeksian fluida (larutan surfaktan) yang diharapkan akan dapat mendesak minyak dan meningkatkan faktor perolehan minyak. Injeksi larutan surfaktan termasuk salah satu metode EOR (Enhanced Oil Recovery) yang berfungsi dan berperan menurunkan tegangan antarmuka minyak - surfaktan-air formasi, oleh sebab itu makalah ini difokuskan pada penggunaan alat: DSA PD-E700 (Pendant Drop Shape Analysis), untuk mengukur tegangan antarmuka dari campuran minyak - surfaktan air formasi pada berbagai kondisi temperatur dan tekanan.","PeriodicalId":281406,"journal":{"name":"Lembaran publikasi minyak dan gas bumi","volume":"114 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123354018","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Proses MTG (Methanol to Gasoline) adalah salah satu contoh penerapan sifat selektif dari katalis terhadap produk reaksi. Proses ini merupakan bagian dari proses pengubahan gas bumi menjadi bahan bakar cair. Hidrokarbon yang dihasilkan dalam proses ini berupa senyawa aromatik dan alifatik, dan terutama sekali adalah senyawa dengan daerah titik didih bensin. Proses lain untuk mendapatkan bahan bakar dari gas bumi adalah melalui proses sintesis Fischer-Tropsch, yang sejarahnya lebih tua dari proses MTG, namun hingga dewasa ini proses Fischer-Tropsch masih mempunyai masalah dengan mahalnya biaya untuk memproduksi gas sintesis. Dalam perkembangan kedua proses di atas untuk mendapatkan bahan bakar dari gas bumi, alternatif mana pun yang dipilih peranan katalis merupakan bagian terpenting. Bahkan ada usaha dan menjadikan obyek utama penelitan untuk menggabungkan katalis zeolit dari mobil dan katalis Fischer-Tropsch. Konversi gas bumi menjadi bahan bakar cair bagi Indonesia akan sangat menarik karena kian banyak sumber-sumber gas bumi potensial yang jauh dari konsumen ditemukan. Tulisan ini merupakan hasil dari serangkaian penelitian untuk memperoleh bahan bakar cair dengan batasan meningkatkan kinerja katalis melalui proses dealuminasi-realuminasi, variasi temperatur dan laju alir umpan yang digunakan sebagai variabel dalam uji katalitik. Karakter katalis yang ditinjau antara lain adalah luas permukaan, volume pori, distribusi pori, nisbah Si/Al dan keasaman katalis.
{"title":"Peran Temperatur-Laju Alir Umpan pada Konversi Metanol Menggunakan Zeolit-TMA","authors":"Chairil Anwar","doi":"10.29017/lpmgb.38.3.761","DOIUrl":"https://doi.org/10.29017/lpmgb.38.3.761","url":null,"abstract":"Proses MTG (Methanol to Gasoline) adalah salah satu contoh penerapan sifat selektif dari katalis terhadap produk reaksi. Proses ini merupakan bagian dari proses pengubahan gas bumi menjadi bahan bakar cair. Hidrokarbon yang dihasilkan dalam proses ini berupa senyawa aromatik dan alifatik, dan terutama sekali adalah senyawa dengan daerah titik didih bensin. Proses lain untuk mendapatkan bahan bakar dari gas bumi adalah melalui proses sintesis Fischer-Tropsch, yang sejarahnya lebih tua dari proses MTG, namun hingga dewasa ini proses Fischer-Tropsch masih mempunyai masalah dengan mahalnya biaya untuk memproduksi gas sintesis. Dalam perkembangan kedua proses di atas untuk mendapatkan bahan bakar dari gas bumi, alternatif mana pun yang dipilih peranan katalis merupakan bagian terpenting. Bahkan ada usaha dan menjadikan obyek utama penelitan untuk menggabungkan katalis zeolit dari mobil dan katalis Fischer-Tropsch. Konversi gas bumi menjadi bahan bakar cair bagi Indonesia akan sangat menarik karena kian banyak sumber-sumber gas bumi potensial yang jauh dari konsumen ditemukan. Tulisan ini merupakan hasil dari serangkaian penelitian untuk memperoleh bahan bakar cair dengan batasan meningkatkan kinerja katalis melalui proses dealuminasi-realuminasi, variasi temperatur dan laju alir umpan yang digunakan sebagai variabel dalam uji katalitik. Karakter katalis yang ditinjau antara lain adalah luas permukaan, volume pori, distribusi pori, nisbah Si/Al dan keasaman katalis.","PeriodicalId":281406,"journal":{"name":"Lembaran publikasi minyak dan gas bumi","volume":"39 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131035779","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Djoko Sunarjanto, Adji Gatot Tjiptono, M. Husen, Nunuk Irawati
Komoditas migas, baik untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri maupun sebagai salah satu sumber penerimaan negara dalam rangka menjamin kelangsungan pembangunan nasional masih tetap memainkan peranan yang penting. Data APBN dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa penerimaan negara bukan pajak yang bersumber dari migas masih tetap menduduki peringkat pertama, disusul penerimaan yang dihasilkan oleh komoditas tambang lainnya. Cadangan minyak bumi Indonesia saat ini diperkirakan sebesar 10 miliar barel dengan laju produksi sebesar 1,2 juta barel perhari, diprediksikan akan habis dalam masa 19 (sembilan belas) tahun apabila tidak ditemukan cadangan minyak bumi baru. Untuk itu pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya energi dan mineral harus dilakukan secara cerdas dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan (Wimpy S. Tjetjep. 2004). Berkaitan pengelolaan sumber daya alam dengan memperhatikan lingkungan antara lain adanya perhatian pemerintah terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar daerah operasi kegiatan migas. Perkembangan penanganan dalam wadah PKBL, CSR dan pengalaman melakukan pengembangan wilayah (migas) selama ini pada tulisan ini dilakukan kajian komparatif kewilayahan Pengembangan Kota Migas Bojonegoro, dengan menggunakan teknologi Remote Sensing-Geographic Information System (RS-GIS). Memanfaatkan teknologi RS GIS untuk pengembangan wilayah teridentifikasi secara tegas semua kawasan yang dibatasi oleh batas administrasi kota maupun kabupaten.
天然气大宗商品,无论是满足国内能源需求还是作为国家可接受资源,以确保国家发展继续发挥重要作用。APBN数据年复一年地显示,出于migas而不是税收的国家收入仍然保持在首位,其次是其他矿山商品收入。据估计,目前印尼石油储量约为100亿桶,每天生产120万桶,如果没有新的石油储备,预计将在19年(19年)内耗尽。要实现能源和矿物资源的利用和管理,就必须巧妙地观察环境的可再生性(Wimpy S. Tjetjep. 2004)。关于自然资源管理,政府关心的是环境,包括政府对社区的关注,以及天然气运作地区的环境。在这篇文章中,PKBL、CSR和区域开发经验的进展对migas Bojonegoro镇发展进行了比较级审查,使用先进的地理信息系统(RS-GIS)。利用RS GIS技术为该地区的发展明确地确定了所有受市政和地区限制的地区。
{"title":"Pengembangan Kota Migas Bojonegoro Berbasis Kemitraan dan Lingkungan suatu Tinjauan Aplikasi Teknologi Remote Sensing Geographic Information System (RS-GIS) untuk Kajian Kewilayahan","authors":"Djoko Sunarjanto, Adji Gatot Tjiptono, M. Husen, Nunuk Irawati","doi":"10.29017/lpmgb.38.2.753","DOIUrl":"https://doi.org/10.29017/lpmgb.38.2.753","url":null,"abstract":"Komoditas migas, baik untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri maupun sebagai salah satu sumber penerimaan negara dalam rangka menjamin kelangsungan pembangunan nasional masih tetap memainkan peranan yang penting. Data APBN dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa penerimaan negara bukan pajak yang bersumber dari migas masih tetap menduduki peringkat pertama, disusul penerimaan yang dihasilkan oleh komoditas tambang lainnya. Cadangan minyak bumi Indonesia saat ini diperkirakan sebesar 10 miliar barel dengan laju produksi sebesar 1,2 juta barel perhari, diprediksikan akan habis dalam masa 19 (sembilan belas) tahun apabila tidak ditemukan cadangan minyak bumi baru. Untuk itu pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya energi dan mineral harus dilakukan secara cerdas dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan (Wimpy S. Tjetjep. 2004). Berkaitan pengelolaan sumber daya alam dengan memperhatikan lingkungan antara lain adanya perhatian pemerintah terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar daerah operasi kegiatan migas. Perkembangan penanganan dalam wadah PKBL, CSR dan pengalaman melakukan pengembangan wilayah (migas) selama ini pada tulisan ini dilakukan kajian komparatif kewilayahan Pengembangan Kota Migas Bojonegoro, dengan menggunakan teknologi Remote Sensing-Geographic Information System (RS-GIS). Memanfaatkan teknologi RS GIS untuk pengembangan wilayah teridentifikasi secara tegas semua kawasan yang dibatasi oleh batas administrasi kota maupun kabupaten.","PeriodicalId":281406,"journal":{"name":"Lembaran publikasi minyak dan gas bumi","volume":"45 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121497525","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
A. Nasution, Olberin Sidjabat, Morina Morina, Herizal Herizal
Dalam proses industrialisasi yang berwawasan lingkungan bahan bakar minyak haruslah memenuhi persyaratan ramah lingkungan yang kian meningkat ketat. Masalahnya, kualitas dan jumlah produksi minyak bumi cendrung menurun sedangkan kebutuhan dan persyaratan bahan bakar minyak (bensin dan so- lar) ramah lingkungan semangkin meningkat . Bahan bensin harus berangka oktana tinggi dengan pembatasan kadar hidrokarbon tak jenuh dan juga kadar sulfurnya. Persyaratan bahan bahan solar adalah antara lain berangka setana tinggi dan kadar hidrokarbon tak jenuh dan sulfur rendah. Pembatasan kadar hidrokarbon tersebut dan sulfur dapat menurunkan emisi gas buangnya (Tabel 1) 821 Pembuatan bahan bakar bensin dan solar ramah lingkungan tersebut memerlukan komponen- komponen bensin dan solar bermutu tinggi dengan bantuan proses-proses katalitik. PERTAMINA mengelola berbagai jenis minyak bumi sebesar 1063 MBCD pada 7 unit yang mengoperasikan 24 unit proses katalitik (Tabel 2). Produk kilang PERTAMINA meliputi bahan bakar (LPG, bensin avgas, avtur, kerosin dan solar), bahan dasar pelumas, bahan baku petrokimia (paraxylene, purified terphthalic acid (PTA), propylene) dan polypropylene 415) Pada umumnya proses-proses katalik tersebut adalah proses-proses yang cukup pelik dan rumit ditinjau baik dari segi fundamental/teori maupun dari segi operasionalnya. Pemahaman tingkah laku proses- proses katalik secara lebih terarah dan kontinu adalah salah satu usaha untuk meningkatkan unjuk kerja proses katalik tersebut. Unjuk kerja proses-proses katalik dan konfigurasi kilang minyak PERTAMINA untuk pembuatan bahan bakar bensin dan solar ramah lingkungan, karakteristik komponen bahan bakar dan komposisinya dalam pembuatan bahan bakar ramah lingkungan dan berbagai spesifikasinya serta partisipasi Puslitbangtek Migas "LEMIGAS" pada operasi dan pengembangan kilang minyak pertamina dan beberapa penelitian katalis/proses katalitik disajikan dalam makalah ini.
{"title":"Peranan Proses Katalitik dalam Pembuatan Bahan Bakar Minyak Ramah Lingkungan","authors":"A. Nasution, Olberin Sidjabat, Morina Morina, Herizal Herizal","doi":"10.29017/lpmgb.39.3.740","DOIUrl":"https://doi.org/10.29017/lpmgb.39.3.740","url":null,"abstract":"Dalam proses industrialisasi yang berwawasan lingkungan bahan bakar minyak haruslah memenuhi persyaratan ramah lingkungan yang kian meningkat ketat. Masalahnya, kualitas dan jumlah produksi minyak bumi cendrung menurun sedangkan kebutuhan dan persyaratan bahan bakar minyak (bensin dan so- lar) ramah lingkungan semangkin meningkat . Bahan bensin harus berangka oktana tinggi dengan pembatasan kadar hidrokarbon tak jenuh dan juga kadar sulfurnya. Persyaratan bahan bahan solar adalah antara lain berangka setana tinggi dan kadar hidrokarbon tak jenuh dan sulfur rendah. Pembatasan kadar hidrokarbon tersebut dan sulfur dapat menurunkan emisi gas buangnya (Tabel 1) 821 Pembuatan bahan bakar bensin dan solar ramah lingkungan tersebut memerlukan komponen- komponen bensin dan solar bermutu tinggi dengan bantuan proses-proses katalitik. PERTAMINA mengelola berbagai jenis minyak bumi sebesar 1063 MBCD pada 7 unit yang mengoperasikan 24 unit proses katalitik (Tabel 2). Produk kilang PERTAMINA meliputi bahan bakar (LPG, bensin avgas, avtur, kerosin dan solar), bahan dasar pelumas, bahan baku petrokimia (paraxylene, purified terphthalic acid (PTA), propylene) dan polypropylene 415) Pada umumnya proses-proses katalik tersebut adalah proses-proses yang cukup pelik dan rumit ditinjau baik dari segi fundamental/teori maupun dari segi operasionalnya. Pemahaman tingkah laku proses- proses katalik secara lebih terarah dan kontinu adalah salah satu usaha untuk meningkatkan unjuk kerja proses katalik tersebut. Unjuk kerja proses-proses katalik dan konfigurasi kilang minyak PERTAMINA untuk pembuatan bahan bakar bensin dan solar ramah lingkungan, karakteristik komponen bahan bakar dan komposisinya dalam pembuatan bahan bakar ramah lingkungan dan berbagai spesifikasinya serta partisipasi Puslitbangtek Migas \"LEMIGAS\" pada operasi dan pengembangan kilang minyak pertamina dan beberapa penelitian katalis/proses katalitik disajikan dalam makalah ini.","PeriodicalId":281406,"journal":{"name":"Lembaran publikasi minyak dan gas bumi","volume":"124 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131482215","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sebagai negara kepulauan, sampai saat ini Indo- nesia belum mempunyai spesifikasi khusus untuk bahan bakar perkapalan (marine fuel). Kapal-kapal niaga, kargo dan tanker yang berlayar di perairan In- donesia umumnya menggunakan bahan bakar minyak diesel (IDO), minyak bakar (FO), dan minyak solar (HSD), sedangkan kapal-kapal kecil, ferry dan nelayan menggunakan minyak solar sebagai bahan bakar. Kebutuhan BBM untuk mesin diesel nasional pada tahun 2004 masing-masing diperkirakan sebagai berikut: HSD 24,6 juta KL, IDO 1,2 juta KL, dan FO sebesar 6,8 juta KL. Penggunaan minyak diesel di Indonesia sangat beragam, baik untuk mesin diesel industri, pembakaran langsung melalui burner di dapur industri, pembangkit listrik, maupun mesin diesel perkapalan. Sedangkan dalam spesifikasi BBM nasional hanya ada satu grade minyak diesel, sehingga konsumen harus menyesuaikan kebutuhan bahan bakarnya dengan bahan bakar yang tersedia di pasaran, walaupun mungkin terdapat kekurangan dalam efisiensi dan kinerja mesinnya. Dalam memasuki era globalisasi, dan diberlakukannya UU Migas No. 22 Tahun 2001 serta terbukanya sektor hilir migas, di mana selain PERTAMINA pihak swasta nasional dan asing dapat memasarkan BBM di dalam negeri, maka kebutuhan bahan bakar diesel perkapalan (marine fuel) akan dipasok pihak swasta melalui impor dari luar negeri. Mengingat makin banyaknya permintaan marine fuel dari kapal-kapal nasional maupun asing yang singgah dan mengisi bahan bakarnya di pelabuhan Indone- sia, maka di pandang perlu menyediakan bahan bakar perkapalan yang memenuhi persyaratan spesifikasi marine fuel internasional Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah perlu meninjau kembali spesifikasi minyak diesel In- donesia, kemungkinan pengembangannya sesuai spesifikasi di dunia internasional, termasuk penyediaan spesifikasi khusus untuk marine fuel, dengan tetap memperhatikan kemampuan kilang dalam negeri untuk penyediaannya serta memenuhi persyaratan lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi "LEMIGAS" sebagai pusat litbang, berfungsi memberi masukan bagi kebijakan Pemerintah di bidang migas termasuk dalam penetapan spesifikasi BBM nasional, sehingga spesifikasi yang ditetapkan telah melalui pengkajian teknologi sebelum diterapkan secara nasional. Makalah ini merupakan suatu kajian awal pengembangan spesifikasi marine fuel Indonesia, yang membahas beberapa spesifikasi marine fuel internasional sebagai acuan, kemampuan kilang dalam negeri untuk penyediaannya, dan memenuhi persyaratan lingkungan, sebagai masukan bagi kebijakan pemerintah dalam menetapkan spesifikasi BBM nasional khususnya spesifikasi marine fuel Indonesia.
{"title":"Studi Pengembangan Spesifikasi Marine Fuel Indonesia","authors":"Rasdinal Ibrahim, Pallawagau La Puppung","doi":"10.29017/lpmgb.39.3.738","DOIUrl":"https://doi.org/10.29017/lpmgb.39.3.738","url":null,"abstract":"Sebagai negara kepulauan, sampai saat ini Indo- nesia belum mempunyai spesifikasi khusus untuk bahan bakar perkapalan (marine fuel). Kapal-kapal niaga, kargo dan tanker yang berlayar di perairan In- donesia umumnya menggunakan bahan bakar minyak diesel (IDO), minyak bakar (FO), dan minyak solar (HSD), sedangkan kapal-kapal kecil, ferry dan nelayan menggunakan minyak solar sebagai bahan bakar. Kebutuhan BBM untuk mesin diesel nasional pada tahun 2004 masing-masing diperkirakan sebagai berikut: HSD 24,6 juta KL, IDO 1,2 juta KL, dan FO sebesar 6,8 juta KL. Penggunaan minyak diesel di Indonesia sangat beragam, baik untuk mesin diesel industri, pembakaran langsung melalui burner di dapur industri, pembangkit listrik, maupun mesin diesel perkapalan. Sedangkan dalam spesifikasi BBM nasional hanya ada satu grade minyak diesel, sehingga konsumen harus menyesuaikan kebutuhan bahan bakarnya dengan bahan bakar yang tersedia di pasaran, walaupun mungkin terdapat kekurangan dalam efisiensi dan kinerja mesinnya. Dalam memasuki era globalisasi, dan diberlakukannya UU Migas No. 22 Tahun 2001 serta terbukanya sektor hilir migas, di mana selain PERTAMINA pihak swasta nasional dan asing dapat memasarkan BBM di dalam negeri, maka kebutuhan bahan bakar diesel perkapalan (marine fuel) akan dipasok pihak swasta melalui impor dari luar negeri. Mengingat makin banyaknya permintaan marine fuel dari kapal-kapal nasional maupun asing yang singgah dan mengisi bahan bakarnya di pelabuhan Indone- sia, maka di pandang perlu menyediakan bahan bakar perkapalan yang memenuhi persyaratan spesifikasi marine fuel internasional Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah perlu meninjau kembali spesifikasi minyak diesel In- donesia, kemungkinan pengembangannya sesuai spesifikasi di dunia internasional, termasuk penyediaan spesifikasi khusus untuk marine fuel, dengan tetap memperhatikan kemampuan kilang dalam negeri untuk penyediaannya serta memenuhi persyaratan lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi \"LEMIGAS\" sebagai pusat litbang, berfungsi memberi masukan bagi kebijakan Pemerintah di bidang migas termasuk dalam penetapan spesifikasi BBM nasional, sehingga spesifikasi yang ditetapkan telah melalui pengkajian teknologi sebelum diterapkan secara nasional. Makalah ini merupakan suatu kajian awal pengembangan spesifikasi marine fuel Indonesia, yang membahas beberapa spesifikasi marine fuel internasional sebagai acuan, kemampuan kilang dalam negeri untuk penyediaannya, dan memenuhi persyaratan lingkungan, sebagai masukan bagi kebijakan pemerintah dalam menetapkan spesifikasi BBM nasional khususnya spesifikasi marine fuel Indonesia.","PeriodicalId":281406,"journal":{"name":"Lembaran publikasi minyak dan gas bumi","volume":"23 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122134732","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Meningkatkan kebutuhan akan bahan bakar bensin ramah lingkungan dan hidrokarbon aromatik untuk bahan baku industri untuk meningkatkan jumlah kedua jenis produk tersebut. Proses reformasi nafta dengan katalis bifungsional dapat menghasilkan komponen bensin bermutu tinggi dan hidrokarbon aromatik rendah (benzene, toulena,dan silena). Umpan nafta mengandung kotoran-kotoran molekul non-hidrokarbon senyawa organik sulfur, nitrogen, oksigen dan juga organik logam, sehingga umpan nafta tersebut perlu dimurnikan lebih dulu pada proses hidromurnian. Katalis reformer bifungsional mempunyai inti aktif logam (mono dan bi-metal) dan inti aktif asam (Al2 O3 C1). Kotoran non-hidrokarbon umpan nafta dapat menurunkan aktivitas katalis reformer bi-fungsional. Untuk meneliti masalah keracunan inti aktif logam katalis reformer bifungsional, telah dilakukan sutu penelitian tentang pengaruh senyawa tiofen, normal butyl amine, etanol dan tetra etil plumbum pada katalis reformer mono dan bi-metal dengan memakai Catatest Unit.
{"title":"Deaktivasi Katalis oleh Kotoron Umpan Nafta Proses Reformasi","authors":"A. Nasution, E. Jasjfi, E. Legowo","doi":"10.29017/lpmgb.38.3.758","DOIUrl":"https://doi.org/10.29017/lpmgb.38.3.758","url":null,"abstract":"Meningkatkan kebutuhan akan bahan bakar bensin ramah lingkungan dan hidrokarbon aromatik untuk bahan baku industri untuk meningkatkan jumlah kedua jenis produk tersebut. Proses reformasi nafta dengan katalis bifungsional dapat menghasilkan komponen bensin bermutu tinggi dan hidrokarbon aromatik rendah (benzene, toulena,dan silena). Umpan nafta mengandung kotoran-kotoran molekul non-hidrokarbon senyawa organik sulfur, nitrogen, oksigen dan juga organik logam, sehingga umpan nafta tersebut perlu dimurnikan lebih dulu pada proses hidromurnian. Katalis reformer bifungsional mempunyai inti aktif logam (mono dan bi-metal) dan inti aktif asam (Al2 O3 C1). Kotoran non-hidrokarbon umpan nafta dapat menurunkan aktivitas katalis reformer bi-fungsional. Untuk meneliti masalah keracunan inti aktif logam katalis reformer bifungsional, telah dilakukan sutu penelitian tentang pengaruh senyawa tiofen, normal butyl amine, etanol dan tetra etil plumbum pada katalis reformer mono dan bi-metal dengan memakai Catatest Unit.","PeriodicalId":281406,"journal":{"name":"Lembaran publikasi minyak dan gas bumi","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131579091","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Singkapan sedimen umur Paleogen yang terdapat di Indonesia Barat sangat terbatas jumlahnya. Hal ini terutama disebabkan oleh aktivitas tektonik yang intensif yang berlangsung bersamaan dan sesudah umur Paleogen, yang mengakibatkan formasi umur ini tertimbun jauh di bawah permukaan. Sedangkan sedimen Paleogen yang didapat dari pemboran eksplorasi sulit diperoleh karena bersifat rahasia. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau penelitian palinologi terhadap sedimen umur ini masih terbatas jumlahnya. Meskipun demikian, gambaran umum palinologi umur Paleogen sedikit banyak sudah terungkap. Sebagai buktinya beberapa peneliti telah menyusun zonasi polen untuk umur Paleogen seperti Morley (1991) dan Rahardjo dkk. (1994). Penelitian paling lengkap terhadap sedimen Paleogen tertua dilakukan oleh Muller (1968) terhadap Formasi Kayan (dulu bernama Plateau Sandstone) berumur Paleosen- Eosen Awal yang tersingkap di Sarawak. Keragaman polen dari formasi ini rendah dibandingkan dengan keragaman polen masa kini yang ada di Dataran Sunda dan umumnya tidak mempunyai kesamaan dengan spesies modern. Di antara sedimen Paleogen yang paling kaya dengan kandungan palinomorf adalah Formasi Nanggulan berumur Eosen Tengah-Akhir yang tersingkap di desa Nanggulan, D. I. Yogyakarta. Beberapa penelitian dilakukan pada formasi ini antara lain oleh Barton (1988), Morley dan Harley (1995), dan Lelono (2000). Keragaman dan kelimpahan polen pada Formasi Nanggulan sangat tinggi terutama pada sedimen umur Eosen Tengah menunjukkan kondisi iklim basah tropis yang memungkinkan terbentuknya hutan tropis yang lebat. Selain itu, penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan kehadiran palinomorf yang berasal dari India. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi migrasi tumbuhan dari India ke wilayah Asia Tenggara karena menyatunya kedua daerah tersebut akibat tumbukan antara Lempeng India dan Lempeng Asia yang diperkirakan berlangsung pada Eosen Tengah (Hall, 1998). Pada Oligosen Awal proses rifting dan subsid- ence (yang sudah dimulai pada Eosen Akhir) terus berlanjut yang ditandai dengan pembentukan pull-apart basin di beberapa daerah seperti Laut Cina Selatan, Sumatra dan Laut Jawa Barat Utara (Morley, 2000). Pada fase awal pembentukan pull-apart basin ditandai oleh terbentuknya endapan danau atau darat lainnya yang dibuktikan dengan dominasi alga air tawar Pediastrum spp. seperti ditemukan pada Cekungan Jawa Barat Utara. Mendekati umur Oligosen Akhir proses penurunan cekungan (subsidence) berlangsung sangat intensif pada area yang luas. Proses ini ditambah dengan kenaikan muka laut menyebabkan penyusutan daratan akibat penggenangan air laut, sehingga sedimentasi umumnya terjadi di lingkungan transisi sampai laut dangkal. Hal ini ditandai oleh kehadiran beragam palinomorf air payau (mangrove dan back- mangrove) pada penampang sumur umur Oligosen Akhir seperti dijumpai di Cekungan Jawa Barat Utara dan Jawa Timur Utara. Secara umum, keragaman dan kelimpahan palinomorf umur Oligosen jauh re
{"title":"Penelitian Palinologi pada Sedimen Paleogen di Kawasan Indonesia Bagian Barat","authors":"Eko Budi Lelono","doi":"10.29017/lpmgb.39.2.734","DOIUrl":"https://doi.org/10.29017/lpmgb.39.2.734","url":null,"abstract":"Singkapan sedimen umur Paleogen yang terdapat di Indonesia Barat sangat terbatas jumlahnya. Hal ini terutama disebabkan oleh aktivitas tektonik yang intensif yang berlangsung bersamaan dan sesudah umur Paleogen, yang mengakibatkan formasi umur ini tertimbun jauh di bawah permukaan. Sedangkan sedimen Paleogen yang didapat dari pemboran eksplorasi sulit diperoleh karena bersifat rahasia. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau penelitian palinologi terhadap sedimen umur ini masih terbatas jumlahnya. Meskipun demikian, gambaran umum palinologi umur Paleogen sedikit banyak sudah terungkap. Sebagai buktinya beberapa peneliti telah menyusun zonasi polen untuk umur Paleogen seperti Morley (1991) dan Rahardjo dkk. (1994). Penelitian paling lengkap terhadap sedimen Paleogen tertua dilakukan oleh Muller (1968) terhadap Formasi Kayan (dulu bernama Plateau Sandstone) berumur Paleosen- Eosen Awal yang tersingkap di Sarawak. Keragaman polen dari formasi ini rendah dibandingkan dengan keragaman polen masa kini yang ada di Dataran Sunda dan umumnya tidak mempunyai kesamaan dengan spesies modern. Di antara sedimen Paleogen yang paling kaya dengan kandungan palinomorf adalah Formasi Nanggulan berumur Eosen Tengah-Akhir yang tersingkap di desa Nanggulan, D. I. Yogyakarta. Beberapa penelitian dilakukan pada formasi ini antara lain oleh Barton (1988), Morley dan Harley (1995), dan Lelono (2000). Keragaman dan kelimpahan polen pada Formasi Nanggulan sangat tinggi terutama pada sedimen umur Eosen Tengah menunjukkan kondisi iklim basah tropis yang memungkinkan terbentuknya hutan tropis yang lebat. Selain itu, penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan kehadiran palinomorf yang berasal dari India. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi migrasi tumbuhan dari India ke wilayah Asia Tenggara karena menyatunya kedua daerah tersebut akibat tumbukan antara Lempeng India dan Lempeng Asia yang diperkirakan berlangsung pada Eosen Tengah (Hall, 1998). Pada Oligosen Awal proses rifting dan subsid- ence (yang sudah dimulai pada Eosen Akhir) terus berlanjut yang ditandai dengan pembentukan pull-apart basin di beberapa daerah seperti Laut Cina Selatan, Sumatra dan Laut Jawa Barat Utara (Morley, 2000). Pada fase awal pembentukan pull-apart basin ditandai oleh terbentuknya endapan danau atau darat lainnya yang dibuktikan dengan dominasi alga air tawar Pediastrum spp. seperti ditemukan pada Cekungan Jawa Barat Utara. Mendekati umur Oligosen Akhir proses penurunan cekungan (subsidence) berlangsung sangat intensif pada area yang luas. Proses ini ditambah dengan kenaikan muka laut menyebabkan penyusutan daratan akibat penggenangan air laut, sehingga sedimentasi umumnya terjadi di lingkungan transisi sampai laut dangkal. Hal ini ditandai oleh kehadiran beragam palinomorf air payau (mangrove dan back- mangrove) pada penampang sumur umur Oligosen Akhir seperti dijumpai di Cekungan Jawa Barat Utara dan Jawa Timur Utara. Secara umum, keragaman dan kelimpahan palinomorf umur Oligosen jauh re","PeriodicalId":281406,"journal":{"name":"Lembaran publikasi minyak dan gas bumi","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120833521","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Untuk kesekian kali, kawasan Teluk menjadi ajang pertempuran. Dua kali sudah Irak mengalami invasi. Invasi pertama oleh pemimpin Amerika pada tahun 1991 dan setengah tahun yang lalu dilakukan lagi oleh Amerika Serikat lagi plus Inggris dan lain-lain, invasi kali ini Amerika dipimpin oleh Bush yunior. Invasi juga pernah dilakukan oleh Irak (ke Kuwait) dalam Perang Teluk II. AS Bush Pimpinan yang dibantu para sekutunya, kemudian menyerang Irak habis-habisan yang diikuti oleh embargo ekspor minyak Irak. Jauh sebelumnya, mesin-mesin dan amunisi perang juga sudah berlangsung bertahun-tahun karena perang Iran Irak melelahkan itu. Invasi AS dan Inggris ke Irak dalam perang Teluk II dibantu 27 sekutunya; kali ini dimulai pada akhir Februari 2003 dan berakhir relatif singkat yakni sampai 20 Maret 2003 (sekitar 3 minggu).
{"title":"Perang Teluk III : Dimensi Politik dan Bisnis","authors":"Setyo Soedradjat","doi":"10.29017/lpmgb.38.1.747","DOIUrl":"https://doi.org/10.29017/lpmgb.38.1.747","url":null,"abstract":"Untuk kesekian kali, kawasan Teluk menjadi ajang pertempuran. Dua kali sudah Irak mengalami invasi. Invasi pertama oleh pemimpin Amerika pada tahun 1991 dan setengah tahun yang lalu dilakukan lagi oleh Amerika Serikat lagi plus Inggris dan lain-lain, invasi kali ini Amerika dipimpin oleh Bush yunior. Invasi juga pernah dilakukan oleh Irak (ke Kuwait) dalam Perang Teluk II. AS Bush Pimpinan yang dibantu para sekutunya, kemudian menyerang Irak habis-habisan yang diikuti oleh embargo ekspor minyak Irak. Jauh sebelumnya, mesin-mesin dan amunisi perang juga sudah berlangsung bertahun-tahun karena perang Iran Irak melelahkan itu. Invasi AS dan Inggris ke Irak dalam perang Teluk II dibantu 27 sekutunya; kali ini dimulai pada akhir Februari 2003 dan berakhir relatif singkat yakni sampai 20 Maret 2003 (sekitar 3 minggu). ","PeriodicalId":281406,"journal":{"name":"Lembaran publikasi minyak dan gas bumi","volume":"43 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132235200","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Singkapan sedimen umur Paleogen yang terdapat di Indonesia Barat sangat terbatas jumlahnya. Hal ini terutama disebabkan oleh aktivitas tektonik yang intensif yang berlangsung bersamaan dan sesudah umur Paleogen, yang mengakibatkan formasi umur ini tertimbun jauh di bawah permukaan. Sedangkan sedimen Paleogen yang didapat dari pemboran eksplorasi sulit diperoleh karena bersifat rahasia. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau penelitian palinologi terhadap sedimen umur ini masih terbatas jumlahnya. Meskipun demikian, gambaran umum palinologi umur Paleogen sedikit banyak sudah terungkap. Sebagai buktinya beberapa peneliti telah menyusun zonasi polen untuk umur Paleogen seperti Morley (1991) dan Rahardjo dkk. (1994). Penelitian paling lengkap terhadap sedimen Paleogen tertua dilakukan oleh Muller (1968) terhadap Formasi Kayan (dulu bernama Plateau Sandstone) berumur Paleosen- Eosen Awal yang tersingkap di Sarawak. Keragaman polen dari formasi ini rendah dibandingkan dengan keragaman polen masa kini yang ada di Dataran Sunda dan umumnya tidak mempunyai kesamaan dengan spesies modern. Di antara sedimen Paleogen yang paling kaya dengan kandungan palinomorf adalah Formasi Nanggulan berumur Eosen Tengah-Akhir yang tersingkap di desa Nanggulan, D. I. Yogyakarta. Beberapa penelitian dilakukan pada formasi ini antara lain oleh Barton (1988), Morley dan Harley (1995), dan Lelono (2000). Keragaman dan kelimpahan polen pada Formasi Nanggulan sangat tinggi terutama pada sedimen umur Eosen Tengah menunjukkan kondisi iklim basah tropis yang memungkinkan terbentuknya hutan tropis yang lebat. Selain itu, penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan kehadiran palinomorf yang berasal dari India. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi migrasi tumbuhan dari India ke wilayah Asia Tenggara karena menyatunya kedua daerah tersebut
{"title":"Pengaruh pH, Temperatur dan Waktu Kontak terhadap Efisiensi Pencegahan Kerak Barium Sulfat dengan Menggunakan Inhibitor DETPMP","authors":"Tjuwati Makmur","doi":"10.29017/lpmgb.39.2.733","DOIUrl":"https://doi.org/10.29017/lpmgb.39.2.733","url":null,"abstract":"Singkapan sedimen umur Paleogen yang terdapat di Indonesia Barat sangat terbatas jumlahnya. Hal ini terutama disebabkan oleh aktivitas tektonik yang intensif yang berlangsung bersamaan dan sesudah umur Paleogen, yang mengakibatkan formasi umur ini tertimbun jauh di bawah permukaan. Sedangkan sedimen Paleogen yang didapat dari pemboran eksplorasi sulit diperoleh karena bersifat rahasia. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau penelitian palinologi terhadap sedimen umur ini masih terbatas jumlahnya. Meskipun demikian, gambaran umum palinologi umur Paleogen sedikit banyak sudah terungkap. Sebagai buktinya beberapa peneliti telah menyusun zonasi polen untuk umur Paleogen seperti Morley (1991) dan Rahardjo dkk. (1994). Penelitian paling lengkap terhadap sedimen Paleogen tertua dilakukan oleh Muller (1968) terhadap Formasi Kayan (dulu bernama Plateau Sandstone) berumur Paleosen- Eosen Awal yang tersingkap di Sarawak. Keragaman polen dari formasi ini rendah dibandingkan dengan keragaman polen masa kini yang ada di Dataran Sunda dan umumnya tidak mempunyai kesamaan dengan spesies modern. Di antara sedimen Paleogen yang paling kaya dengan kandungan palinomorf adalah Formasi Nanggulan berumur Eosen Tengah-Akhir yang tersingkap di desa Nanggulan, D. I. Yogyakarta. Beberapa penelitian dilakukan pada formasi ini antara lain oleh Barton (1988), Morley dan Harley (1995), dan Lelono (2000). Keragaman dan kelimpahan polen pada Formasi Nanggulan sangat tinggi terutama pada sedimen umur Eosen Tengah menunjukkan kondisi iklim basah tropis yang memungkinkan terbentuknya hutan tropis yang lebat. Selain itu, penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan kehadiran palinomorf yang berasal dari India. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi migrasi tumbuhan dari India ke wilayah Asia Tenggara karena menyatunya kedua daerah tersebut","PeriodicalId":281406,"journal":{"name":"Lembaran publikasi minyak dan gas bumi","volume":"295 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126824517","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}