Harta bersama adalah harta yang diperoleh suami dan istri selama dalam perkawinan, sehingga semua harta yang diperoleh tersebut akan menjadi milik bersama suami dan istri. Harta bersama apabila mau dialihkan atau dijual oleh suami maka harus mendapatkan persetujuan dari istri dan begitu pula sebaliknya. Harta yang diperoleh sebelum pernikahan disebut harta bawaan yang sifatnya melakat pada masing-masing yang membawanya. Penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat normatif dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Rumusan masalah adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap istri atas penjualan objek harta bersama oleh suami dengan penggunaan dokumen palsu dan bagaimana akibat hukum terhadap penjualan objek harta bersama oleh suami tanpa persetujuan istri dengan mempergunakan dokumen palsu. Perlindungan hukum preventif yaitu perlindungan hukum terhadap istri untuk mencegah terjadinya penjualan objek harta bersama oleh suami berupa sita marital dan perjanjian harta dan perlindungan hukum represif berupa tindakan yang dilakukan untuk memulihkan hak-hak istri apabila objek harta bersama tersebut sudah dijual, berupa letigas dan non litigasi. Akibat hukum atas penjualan objek harta bersama tanpa persetujuan istri dengan penggunaan dokumen palsu berimplikasi terhadap penjualan tersebut dapat dibatalkan atau dimintakan pembatalan dan batal demi hukum.
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ISTRI ATAS PENJUALAN OBJEK HARTA BERSAMA OLEH SUAMI DENGAN PENGGUNAAN DOKUMEN PALSU","authors":"Melpa Tambunan","doi":"10.59635/jihk.v9i1.185","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v9i1.185","url":null,"abstract":"Harta bersama adalah harta yang diperoleh suami dan istri selama dalam perkawinan, sehingga semua harta yang diperoleh tersebut akan menjadi milik bersama suami dan istri. Harta bersama apabila mau dialihkan atau dijual oleh suami maka harus mendapatkan persetujuan dari istri dan begitu pula sebaliknya. Harta yang diperoleh sebelum pernikahan disebut harta bawaan yang sifatnya melakat pada masing-masing yang membawanya. \u0000Penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat normatif dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Rumusan masalah adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap istri atas penjualan objek harta bersama oleh suami dengan penggunaan dokumen palsu dan bagaimana akibat hukum terhadap penjualan objek harta bersama oleh suami tanpa persetujuan istri dengan mempergunakan dokumen palsu. \u0000Perlindungan hukum preventif yaitu perlindungan hukum terhadap istri untuk mencegah terjadinya penjualan objek harta bersama oleh suami berupa sita marital dan perjanjian harta dan perlindungan hukum represif berupa tindakan yang dilakukan untuk memulihkan hak-hak istri apabila objek harta bersama tersebut sudah dijual, berupa letigas dan non litigasi. Akibat hukum atas penjualan objek harta bersama tanpa persetujuan istri dengan penggunaan dokumen palsu berimplikasi terhadap penjualan tersebut dapat dibatalkan atau dimintakan pembatalan dan batal demi hukum.","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117277020","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Disiplin merupakan ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh terhadap peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas dan wewenang yang diberikan kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugas di bidang penegakan hukum pada hakikatnya diperoleh secara atributif, yakni diatur dalam peraturan perundang-undangan, tidak dapat dihindari dari situasi dan kondisi pesatnya perkembangan informasi dan teknologi saat ini, masih ditemukan adanya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang sebenarnya mereka adalah pengayom bagi masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui secara yuridis tentang peraturan yang mengatur disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan memahami mekanisme penyelesaian pelanggaran disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitik melalui data primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) peraturan yang mengatur disiplin anggota Polri yaitu Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri dan Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2016 tentang penyelesaian pelanggaran disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; (2) mekanisme penyelesaian pelanggaran disiplin anggota polri diselenggarakan melalui tahap laporan atau pengaduan, pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan di depan sidang disiplin, penjatuhan hukuman, dan pencatatan dalam data personil perorangan. Dalam penjatuhan hukuman disiplin atasan yang berhak menghukum perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi ketika pelanggaran itu terjadi, pengulangan dan perilaku sehari-hari pelanggar disiplin, terwujudnya keadilan dan mampu menimbulkan efek jera, serta tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia
{"title":"TINJAUAN YURIDIS MEKANISME PENYELESAIAN PELANGGARAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (STUDI TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA POLRI)","authors":"S. Satibi","doi":"10.59635/jihk.v8i2.157","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i2.157","url":null,"abstract":"Disiplin merupakan ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh terhadap peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas dan wewenang yang diberikan kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugas di bidang penegakan hukum pada hakikatnya diperoleh secara atributif, yakni diatur dalam peraturan perundang-undangan, tidak dapat dihindari dari situasi dan kondisi pesatnya perkembangan informasi dan teknologi saat ini, masih ditemukan adanya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang sebenarnya mereka adalah pengayom bagi masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui secara yuridis tentang peraturan yang mengatur disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan memahami mekanisme penyelesaian pelanggaran disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitik melalui data primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) peraturan yang mengatur disiplin anggota Polri yaitu Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri dan Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2016 tentang penyelesaian pelanggaran disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; (2) mekanisme penyelesaian pelanggaran disiplin anggota polri diselenggarakan melalui tahap laporan atau pengaduan, pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan di depan sidang disiplin, penjatuhan hukuman, dan pencatatan dalam data personil perorangan. Dalam penjatuhan hukuman disiplin atasan yang berhak menghukum perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi ketika pelanggaran itu terjadi, pengulangan dan perilaku sehari-hari pelanggar disiplin, terwujudnya keadilan dan mampu menimbulkan efek jera, serta tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123475081","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. Sering di koran atau media lainnya diberitakan terjadi tindak pidana perkosaan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi Bagaimanakah perlindungan hukum bagi wanita korban kejahatan kesusilaan menurut “Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban” dan Apakah Putusan Nomor 1205/PID.B/2012/PN.TNG sudah memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan kesusilaan. Maka, tujuan penelitian ini Untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam memberikan perlindungan hukum terhadap wanita korban kejahatan kesusilaan dan Untuk mengetahui apakah putusan tersebut sudah memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan kesusilaan. Manfaat Penelitian ini bersifat Teoritis yakni Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan gambaran mengenai peranan lembaga perlindungan saksi dan korban dalam memberikan perlindungan hukum bagi wanita korban kejahatan kesusilaan serta dapat menambah keilmuan hukum pidana khususnya tentang kejahatan seksual. Upaya yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam hal memberikan perlindungan, yakni: Memberikan layanan perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban dalam setiap tahap proses peradilan pidana, Memfasilitasi langkah-langkah pemulihan bagi korban tindak pidana, khususnya dalam pengajuan kompensasi atau restitusi, Melakukan kerjasama dengan instansi yang terkait dan berwenang dalam pelaksanaan perlindungan dan bantuan bagi saksi dan korban. Dalam Putusan Nomor 1205/Pid.B/2012/PN.TNG, belum memberikan efek jera terhadap pelaku, hukuman bagi pelaku kejahatan kesusilaan di Indonesia bilamana kejahatan tindak pidana pemerkosaaan dilakukan, maka pelaku di hukum 4 tahun, harusnya hukuman bagi pelaku kejahatan kesusilaan itu diperberat bahkan kalau bisa diberlakukannya hukuman seumur hidup atau hukuman mati untuk hukuman pidana maksimal, Harusnya di Indonesia, pelaku tindak pidana perkosaan dihukum seberat –beratnya kalau bisa hukuman mati supaya perbuatan biadab tersebut tidak merajalela di Indonesia
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA KORBAN KEJAHATAN KESUSILAAN MENURUT LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (Studi Kasus No:1205/PID.B/2012/PN.TNG).","authors":"Ayu Larasati","doi":"10.59635/jihk.v8i2.162","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i2.162","url":null,"abstract":"Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. Sering di koran atau media lainnya diberitakan terjadi tindak pidana perkosaan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi Bagaimanakah perlindungan hukum bagi wanita korban kejahatan kesusilaan menurut “Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban” dan Apakah Putusan Nomor 1205/PID.B/2012/PN.TNG sudah memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan kesusilaan. Maka, tujuan penelitian ini Untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam memberikan perlindungan hukum terhadap wanita korban kejahatan kesusilaan dan Untuk mengetahui apakah putusan tersebut sudah memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan kesusilaan. Manfaat Penelitian ini bersifat Teoritis yakni Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan gambaran mengenai peranan lembaga perlindungan saksi dan korban dalam memberikan perlindungan hukum bagi wanita korban kejahatan kesusilaan serta dapat menambah keilmuan hukum pidana khususnya tentang kejahatan seksual. Upaya yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam hal memberikan perlindungan, yakni: Memberikan layanan perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban dalam setiap tahap proses peradilan pidana, Memfasilitasi langkah-langkah pemulihan bagi korban tindak pidana, khususnya dalam pengajuan kompensasi atau restitusi, Melakukan kerjasama dengan instansi yang terkait dan berwenang dalam pelaksanaan perlindungan dan bantuan bagi saksi dan korban. Dalam Putusan Nomor 1205/Pid.B/2012/PN.TNG, belum memberikan efek jera terhadap pelaku, hukuman bagi pelaku kejahatan kesusilaan di Indonesia bilamana kejahatan tindak pidana pemerkosaaan dilakukan, maka pelaku di hukum 4 tahun, harusnya hukuman bagi pelaku kejahatan kesusilaan itu diperberat bahkan kalau bisa diberlakukannya hukuman seumur hidup atau hukuman mati untuk hukuman pidana maksimal, Harusnya di Indonesia, pelaku tindak pidana perkosaan dihukum seberat –beratnya kalau bisa hukuman mati supaya perbuatan biadab tersebut tidak merajalela di Indonesia","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"42 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124477064","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang “Penyertaan Tindak Pidana” menurut Hukum Pidana di Indonesia, dan juga untuk membuka wacana yang lebih dalam tentang “unsur penyertaan” dalam perkara Tindak Pidana Korupsi bagi pelajar, Penegak Hukum atau masyarakat biasa
{"title":"PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI","authors":"Fitriyanti' Fitriyanti'","doi":"10.59635/jihk.v8i2.165","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i2.165","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang “Penyertaan Tindak Pidana” menurut Hukum Pidana di Indonesia, dan juga untuk membuka wacana yang lebih dalam tentang “unsur penyertaan” dalam perkara Tindak Pidana Korupsi bagi pelajar, Penegak Hukum atau masyarakat biasa","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"168 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116396568","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Serang, sudah menerapkan perizinan melalui sistem Online Single Submission (OSS) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik. Sistem Perizinan OSS diberlakukan untuk mempercepat proses perizinan. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Bagaimana kualitas pelayanan perizinan pada lembaga Online Single Submission (OSS) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Serang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik dan Bagaimana Upaya Dalam Menghadapi Hambatan-hambatan Pelaksanaan Pelayanan Perizinan pada Lembaga Online Single Submission (OSS) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Serang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Metode yang digunakan adalah metode yuridis empiris atau yuridis sosiologis dengan jenis penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari data sekunder yang merupakan sumber data pokok dalam data penelitian dan data primer sebagai data penunjang berupa wawancara dengan Kepala Seksi Kerjasama dan Investasi Daerah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Serang dan dianalitis secara kualitatif normatif
{"title":"KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA LEMBAGA ONLINE SINGLE SUBMISSION (OSS) DI DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KOTA SERANG BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2018 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA TERINTEGRASI SECARA EL","authors":"Rila Kusumaningsih, Fatimah Azzahra","doi":"10.59635/jihk.v8i2.158","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i2.158","url":null,"abstract":"Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Serang, sudah menerapkan perizinan melalui sistem Online Single Submission (OSS) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik. Sistem Perizinan OSS diberlakukan untuk mempercepat proses perizinan. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Bagaimana kualitas pelayanan perizinan pada lembaga Online Single Submission (OSS) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Serang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik dan Bagaimana Upaya Dalam Menghadapi Hambatan-hambatan Pelaksanaan Pelayanan Perizinan pada Lembaga Online Single Submission (OSS) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Serang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Metode yang digunakan adalah metode yuridis empiris atau yuridis sosiologis dengan jenis penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari data sekunder yang merupakan sumber data pokok dalam data penelitian dan data primer sebagai data penunjang berupa wawancara dengan Kepala Seksi Kerjasama dan Investasi Daerah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Serang dan dianalitis secara kualitatif normatif","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"373 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122770974","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sering ditemukan di lingkungan masyarakat dimana masyarakat tidak mau melakukan laporan terkait masalah hukum yang sedang menimpa dirinya. Salah satu masalah yang sering ditemukan pada masyarakat adalah permasalahan sertifikat ganda. Masalah ini merupakan permasalahan pertanahan yang kompleks. Dapat disimpulkan bahwa sertifikat ganda merupakan adanya dua sertifikat atau lebih yang tumpang tindih pada sebidang tanah. Masih banyak ditemui kasus-kasus persengketaan tanah terkait sertifikat ganda ini, contoh sengketa tanah yang sering terjadi salah satunya adalah masalah sertifikat overlapping. Penelitian ini menggunakan metode hukum yuridis normatif dan empiris. Data penelitian ini merupakan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan, pembeli yang sertifikatnya overlapping berhak untuk menerima perlindungan hukum dalam bentuk definitif dan represif, hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menyelesaikan sengketa yang sudah terjadi. Ketentuan dalam upaya hukum dalam sengketa pertanahan di Kantor Pertanahan Kota Semarang terhadap konsumen oleh pengembangan yang sertifikatnya overlaping tidaklah mudah untuk proses penyelesaiannya. Agar diharapkan memperoleh kepastian hukum pada perlindungan hukum represif dilakukan upaya untuk menyelesaikan sengketa yang sudah terjadi
{"title":"PENANGANAN SENGKETA PERKARA BIDANG PERTANAHAN DI TINJAU DARI PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA NOMOR 3 TAHUN 1999 (Studi Kasus Putusan Nomor 74/Pdt.g/2019/PN.Tng)","authors":"Bahori Bahori, A. Abdullah, J. Sutrisno","doi":"10.59635/jihk.v8i2.163","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i2.163","url":null,"abstract":"Sering ditemukan di lingkungan masyarakat dimana masyarakat tidak mau melakukan laporan terkait masalah hukum yang sedang menimpa dirinya. Salah satu masalah yang sering ditemukan pada masyarakat adalah permasalahan sertifikat ganda. Masalah ini merupakan permasalahan pertanahan yang kompleks. Dapat disimpulkan bahwa sertifikat ganda merupakan adanya dua sertifikat atau lebih yang tumpang tindih pada sebidang tanah. Masih banyak ditemui kasus-kasus persengketaan tanah terkait sertifikat ganda ini, contoh sengketa tanah yang sering terjadi salah satunya adalah masalah sertifikat overlapping. Penelitian ini menggunakan metode hukum yuridis normatif dan empiris. Data penelitian ini merupakan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan, pembeli yang sertifikatnya overlapping berhak untuk menerima perlindungan hukum dalam bentuk definitif dan represif, hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menyelesaikan sengketa yang sudah terjadi. Ketentuan dalam upaya hukum dalam sengketa pertanahan di Kantor Pertanahan Kota Semarang terhadap konsumen oleh pengembangan yang sertifikatnya overlaping tidaklah mudah untuk proses penyelesaiannya. Agar diharapkan memperoleh kepastian hukum pada perlindungan hukum represif dilakukan upaya untuk menyelesaikan sengketa yang sudah terjadi","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"39 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127763589","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Miranda Rules merupakan salah satu instrument penting dalam peradilan pidana yang mengatur tentang hak-hak tersangka selama proses pemeriksaan (penyelidikan dan penyidikan). Hak-hak tersebut berupa hak untuk diam dalam pemeriksaan dan hak untuk didampingi penasihat hukum selama proses pemeriksaan dan persidangan, apabila ia tidak dapat mendatangkan kuasa hukum, maka menjadi kewajiban bagi instansi terkait untuk mendatangkannya. Tulisan ini berusaha untuk menjawab dua pertanyaan besar terkait Miranda Rule, yakni bagaimana konsepi Miranda Rules dalam mewujudkan proses peradilan yang tetap memberikan perlindungan hak bagi tersangka? serta bagaimana Miranda Rules diimplementasikan dalam tataran praktis?. Tulisan ini menghasilkan dua pembahasa utama : Pertama, Miranda Rule merupakan poin penting dalam peradilan pidana karena menyangkut hak-hak yang dimiliki oleh tersangka selama proses pemeriksaan. Sebagai salah satu negara hukum di dunia, Indonesia secara konsekuen menegakkan Miranda Rule ditandai dengan diadopsinya konsep Miranda Rule kedalam berbagai macam peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan peradilan. Kedua, meskipun Miranda Rule memberi peran besar dalam penegakan hukum, namun pada praktinya masih banyak dijumpai kasus-kasus pelanggaran terhadap Miranda Rule. Pelanggaran terhadap penegakan Miranda Rule membawa akibat hukum berupa tidak absahnya dakwaan yang ditujukan kepada tersangka, karena dakwaan tersebut didasarkan pada penyidikan dan pernyataan yang tidak sah sehingga batal demi hukum. Melihat urgensi Miranda Rule dalam sistem peradilan, maka kedepan diperlukan upaya wajib patuh terhadap penegakan hukum yang ditujukan tidak hanya kepada masyarakat, melainkan juga kepada struktur hukum sebagai anak panah dalam penegakan hukum
{"title":"KEDUDUKAN MIRANDA RULES DAN PENEGAKAN HUKUMNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA","authors":"Dwi Seno Wijanarko","doi":"10.59635/jihk.v8i2.160","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i2.160","url":null,"abstract":"Miranda Rules merupakan salah satu instrument penting dalam peradilan pidana yang mengatur tentang hak-hak tersangka selama proses pemeriksaan (penyelidikan dan penyidikan). Hak-hak tersebut berupa hak untuk diam dalam pemeriksaan dan hak untuk didampingi penasihat hukum selama proses pemeriksaan dan persidangan, apabila ia tidak dapat mendatangkan kuasa hukum, maka menjadi kewajiban bagi instansi terkait untuk mendatangkannya. Tulisan ini berusaha untuk menjawab dua pertanyaan besar terkait Miranda Rule, yakni bagaimana konsepi Miranda Rules dalam mewujudkan proses peradilan yang tetap memberikan perlindungan hak bagi tersangka? serta bagaimana Miranda Rules diimplementasikan dalam tataran praktis?. Tulisan ini menghasilkan dua pembahasa utama : Pertama, Miranda Rule merupakan poin penting dalam peradilan pidana karena menyangkut hak-hak yang dimiliki oleh tersangka selama proses pemeriksaan. Sebagai salah satu negara hukum di dunia, Indonesia secara konsekuen menegakkan Miranda Rule ditandai dengan diadopsinya konsep Miranda Rule kedalam berbagai macam peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan peradilan. Kedua, meskipun Miranda Rule memberi peran besar dalam penegakan hukum, namun pada praktinya masih banyak dijumpai kasus-kasus pelanggaran terhadap Miranda Rule. Pelanggaran terhadap penegakan Miranda Rule membawa akibat hukum berupa tidak absahnya dakwaan yang ditujukan kepada tersangka, karena dakwaan tersebut didasarkan pada penyidikan dan pernyataan yang tidak sah sehingga batal demi hukum. Melihat urgensi Miranda Rule dalam sistem peradilan, maka kedepan diperlukan upaya wajib patuh terhadap penegakan hukum yang ditujukan tidak hanya kepada masyarakat, melainkan juga kepada struktur hukum sebagai anak panah dalam penegakan hukum","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124381780","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pasca Amandemen terhadap Pasal 18 UUD 1945, terjadilah konsepsi baru terhadap pemerintahan daerah. Sebagai konsekuensinya memunculkan implikasi terhadap pola koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk antara Gubernur dengan Bupati/Walikota. Hal-hal tersebut di atas, menjadi dasar untuk melakukan penelitian yang berfokus pada identifikasi masalah yakni: bagaimana pola hubungan koordinasi Gubernur dengan Bupati dan Walikota dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Pemerintah menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah? Serta bagaimana konsep koordinasi Gubernur dengan Bupati dan Walikota yang dapat membentuk sinergitas penyelenggaraan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar 1945? Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif. Bahan-bahan dan data hukum primer, sekunder dan tersier dikumpulkan dengan cara studi pustaka dan studi lapangan, untuk selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yuridis kualitatif. Adapun kesimpulan yang didapatkan adalah: (1) Pola hubungan koodinasi Gubernur dengan Bupati/Walikota menurut UUNo. 23 Tahun 2014 adalah pola koordinasi desentralisasi, pola koordinasi dekonsentrasi dan pola koordinasi tugas pembantuan. Ketiganya dilakukan dalam kerangka negara kesatuan, semangat sinergi dan kerjasama, penggunaan kewenangan dilakukan secara arif serta kejelasan sanksi administrasi. (2) Sedangkan konsep koordinasi Gubernur dengan Bupati dan Walikota yang dapat membentuk sinergitas menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen adalah pola koordinasi desentralisasi, pola koordinas idekonsentrasi, pola koordinasi medebewind, serta pola koordinasi kultural. Keempat pola dijalankan dengan memperhatikan hal-hal: 1)memenuhi tiga prinsip utama; 2) pembagian daerah menjadi dua tingkat daerah dengan hierarki-vertikal yang jelas, serta kewenangan ditentukan secara tegas; 3) hubungan antara Pusat dan Provinsi serta antara provinsi dan kabupaten/kota bersifat hierarkis-vertikal namun dijiwai semangat kerjasama dan kemitraan
{"title":"POLA KOORDINASI GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT DENGAN BUPATI / WALIKOTA DALAM PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945","authors":"H. Yulianto","doi":"10.59635/jihk.v8i2.161","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i2.161","url":null,"abstract":"Pasca Amandemen terhadap Pasal 18 UUD 1945, terjadilah konsepsi baru terhadap pemerintahan daerah. Sebagai konsekuensinya memunculkan implikasi terhadap pola koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk antara Gubernur dengan Bupati/Walikota. Hal-hal tersebut di atas, menjadi dasar untuk melakukan penelitian yang berfokus pada identifikasi masalah yakni: bagaimana pola hubungan koordinasi Gubernur dengan Bupati dan Walikota dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Pemerintah menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah? Serta bagaimana konsep koordinasi Gubernur dengan Bupati dan Walikota yang dapat membentuk sinergitas penyelenggaraan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar 1945? Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif. Bahan-bahan dan data hukum primer, sekunder dan tersier dikumpulkan dengan cara studi pustaka dan studi lapangan, untuk selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yuridis kualitatif. Adapun kesimpulan yang didapatkan adalah: (1) Pola hubungan koodinasi Gubernur dengan Bupati/Walikota menurut UUNo. 23 Tahun 2014 adalah pola koordinasi desentralisasi, pola koordinasi dekonsentrasi dan pola koordinasi tugas pembantuan. Ketiganya dilakukan dalam kerangka negara kesatuan, semangat sinergi dan kerjasama, penggunaan kewenangan dilakukan secara arif serta kejelasan sanksi administrasi. (2) Sedangkan konsep koordinasi Gubernur dengan Bupati dan Walikota yang dapat membentuk sinergitas menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen adalah pola koordinasi desentralisasi, pola koordinas idekonsentrasi, pola koordinasi medebewind, serta pola koordinasi kultural. Keempat pola dijalankan dengan memperhatikan hal-hal: 1)memenuhi tiga prinsip utama; 2) pembagian daerah menjadi dua tingkat daerah dengan hierarki-vertikal yang jelas, serta kewenangan ditentukan secara tegas; 3) hubungan antara Pusat dan Provinsi serta antara provinsi dan kabupaten/kota bersifat hierarkis-vertikal namun dijiwai semangat kerjasama dan kemitraan","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127324298","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Mengangkat anak merupakan suatu perbuatan hukum, oleh kerena itu perbuatan tersebut mempunyai akibat hukum. Salah satu akibat hukum dari peristiwa pengangkatan anak adalah mengenai status anak angkat tersebut sebagai ahli waris orang tua angkatnya. Status demikian inilah yang sering menimbulkan permasalahan di dalam keluarga. Persoalan yang sering muncul dalam peristiwa gugat menggugat itu biasanya mengenai sah atau tidaknya pengangkatan anak tersebut, serta kedudukan anak angkat itu sebagai ahli waris dari orang tua angkatnya. Menurut hukum perdata dalam Staatsblad 1917 No. 129, adanya pengangkatan anak mengakibatkan status anak tersebut seolah-olah dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat. Jadi status anak angkat itu sama dengan anak sah dan di dalam hukum waris ia disebut juga sebagai ahli waris. Dalam hal kewarisan anak angkat dalam Kompilasi Hukum Islam adalah tidak melepas nasab (kerabat) dari orang tua kandungnya, maka anak angkat tidak mewaris dari orang tua angkatnya dan sebaliknya, tetapi anak angkat mendapatkan wasiat wajibah yaitu wasiat yang pelaksanaannya tidak dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemauan atau kehendak si yang meninggal dunia. Besarnya tidak boleh lebih dari 1/3 bagian dari harta warisan orang tua angkatnya sesuai dengan Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI)
{"title":"KEDUDUKAN HUKUM ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM KEWARISAN","authors":"Mahmurodhi Mahmurodhi","doi":"10.59635/jihk.v8i2.156","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i2.156","url":null,"abstract":"Mengangkat anak merupakan suatu perbuatan hukum, oleh kerena itu perbuatan tersebut mempunyai akibat hukum. Salah satu akibat hukum dari peristiwa pengangkatan anak adalah mengenai status anak angkat tersebut sebagai ahli waris orang tua angkatnya. Status demikian inilah yang sering menimbulkan permasalahan di dalam keluarga. Persoalan yang sering muncul dalam peristiwa gugat menggugat itu biasanya mengenai sah atau tidaknya pengangkatan anak tersebut, serta kedudukan anak angkat itu sebagai ahli waris dari orang tua angkatnya. Menurut hukum perdata dalam Staatsblad 1917 No. 129, adanya pengangkatan anak mengakibatkan status anak tersebut seolah-olah dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat. Jadi status anak angkat itu sama dengan anak sah dan di dalam hukum waris ia disebut juga sebagai ahli waris. Dalam hal kewarisan anak angkat dalam Kompilasi Hukum Islam adalah tidak melepas nasab (kerabat) dari orang tua kandungnya, maka anak angkat tidak mewaris dari orang tua angkatnya dan sebaliknya, tetapi anak angkat mendapatkan wasiat wajibah yaitu wasiat yang pelaksanaannya tidak dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemauan atau kehendak si yang meninggal dunia. Besarnya tidak boleh lebih dari 1/3 bagian dari harta warisan orang tua angkatnya sesuai dengan Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI)","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"40 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133415783","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pernikahan adalah perilaku mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang baik. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tanaman tumbuhan dan hewan. Dalam kehidupan manusia di dunia manapun, pernikahan merupakan salah satu dimensi kehidupan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu pernikahan merupakan ikatan lahir batin dalam membina kehidupan keluarga. Sejatinya, pernikahan terjadi atas dasar saling cinta antara laki-laki dan perempuan. Namun, bagaimana ternyata pernikahan tersebut hanyalah sebuah “pernikahan boneka”, yang bertujuan komersial? Dimana pernikahan tersebut ditujukan untuk semata mata untuk mendapatkan keuntungan dengan cara perdagangan atau dikenal dengan istilah”trafficking”. Fenomena semacam ini, membuat penulis merasa tertarik, karena itulah Penulis membuat makalah dalam jurnal ini dengan judul Tinjauan Yuridis Penanganan Kasus Perdagangan Orang (Human Trafficking) berkedok “pernikahan boneka.”
{"title":"TINJAUAN YURIDIS PENANGANAN KASUS PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) BERKEDOK “PERNIKAHAN BONEKA”","authors":"Fitriyanti","doi":"10.46306/RJ.V1I2.15","DOIUrl":"https://doi.org/10.46306/RJ.V1I2.15","url":null,"abstract":"Pernikahan adalah perilaku mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang baik. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tanaman tumbuhan dan hewan. Dalam kehidupan manusia di dunia manapun, pernikahan merupakan salah satu dimensi kehidupan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu pernikahan merupakan ikatan lahir batin dalam membina kehidupan keluarga. Sejatinya, pernikahan terjadi atas dasar saling cinta antara laki-laki dan perempuan. Namun, bagaimana ternyata pernikahan tersebut hanyalah sebuah “pernikahan boneka”, yang bertujuan komersial? Dimana pernikahan tersebut ditujukan untuk semata mata untuk mendapatkan keuntungan dengan cara perdagangan atau dikenal dengan istilah”trafficking”. Fenomena semacam ini, membuat penulis merasa tertarik, karena itulah Penulis membuat makalah dalam jurnal ini dengan judul Tinjauan Yuridis Penanganan Kasus Perdagangan Orang (Human Trafficking) berkedok “pernikahan boneka.”","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"189 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121730650","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}