Alat bukti tertulis berupa akta otentik merupakan salah satu sarana yang dibutuhkan oleh semua orang untuk melindungi hak-haknya dalam berinteraksi dengan orang lain. Namun kenyataannya saat ini alat bukti tertulis berupa akta otentik di salahgunakan penggunaannya oleh sebagian orang untuk kepentingan sendiri sehingga dapat menimbulkan kerugian orang lain. Dalam upaya mengungkap tindak pidana pengunaan surat akta otentik palsu diperlukan peran Kepolisian dalam menegakkan hukum berupa tindakan refresif yaitu penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif sebagai metode utama dan pendekatan yuridis empiris sebagai metode pendukung. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, yang mengambarkan tentang pelaksanaan penyidikan tindak pidana penggunaan surat otentik palsu atau akta otentik palsu oleh Kepolisian Ditreskrimum Polda Banten. Selanjutnya sumber data yang digunakan yaitu data sekunder dan data primer, data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) Kebijakan pidana yang diterapkan oleh Penyidik Unit II Harda Bangtah Direskrimum Polda Banten terhadap pelaku tindak pidana penggunaan akta otentik palsu yaitu berdasarkan ketentuan yang berkenaan dengan Pemalsuan Surat, yang terdapat pada Bab XII tentang Pemalsuan Surat, Pasal 266 ayat (2) atau Pasal 264 ayat (2) atau Pasal 263 ayat (2) KUHP, alternatif ketiga Pasal dalam KUHP ini digunakan untuk menjerat pelakunya; 2) Pelaksanaan penyidikan tindak pidana penggunaan surat otentik palsu atau akta otentik palsu oleh Kepolisian Ditreskrimum Polda Banten dalam berkas perkara No : Bp/31/III/Res.1.9/2019 Ditreskrimum, dilakukan dengan mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kitab Undang–Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kata Kunci: Tindak Pidana, Akta, Otentik-Palsu
真实文件的书面证据工具是所有人在与他人互动中保护自己权利的必要手段之一。但事实上,现在有一种书面证据,它是真实的,被一些人为了自己的利益而使用它,这可能会对其他人造成伤害。为了揭露对这一案件进行调查和调查的犯罪行为,需要警方在执行一项法律方面发挥作用。本研究采用的方法是用规范法法作为主要方法,用经验法作为支持方法。本研究的性质是一种分析性描述性描述,描述了警察使用伪造的真伪信件或伪造的真伪证明的行为。从次要数据和主要数据中获取的数据进一步被定性分析。研究结果表明:1)政策实施的刑事调查单位II Harda Bangtah Direskrimum万丹警局对重罪罪犯使用真实的假即根据契约的条款与欺诈有关的案件信,对十二章所载的伪造信,266章(2)节第264(2)节或第263章第三节(2)替代刑法,刑法是用来诱捕干的;2)实施重罪调查警察使用假信真实或虚假的正宗契约万丹警局Ditreskrimum号案卷中:英国石油(Bp) / 31 / III / Res . 1 . 9/2019 Ditreskrimum 2号,指的是有关法律条款》2002年关于印度尼西亚共和国国家警察局和邀请邀请刑事法律节目(KUHAP)。关键词:重罪、行为、身份证明
{"title":"PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENGGUNAAN AKTA OTENTIK PALSU","authors":"Suandi Suandi, Sefa Martinesya, Dwi Aji","doi":"10.59635/jihk.v8i1.136","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i1.136","url":null,"abstract":"Alat bukti tertulis berupa akta otentik merupakan salah satu sarana yang dibutuhkan oleh semua orang untuk melindungi hak-haknya dalam berinteraksi dengan orang lain. Namun kenyataannya saat ini alat bukti tertulis berupa akta otentik di salahgunakan penggunaannya oleh sebagian orang untuk kepentingan sendiri sehingga dapat menimbulkan kerugian orang lain. Dalam upaya mengungkap tindak pidana pengunaan surat akta otentik palsu diperlukan peran Kepolisian dalam menegakkan hukum berupa tindakan refresif yaitu penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif sebagai metode utama dan pendekatan yuridis empiris sebagai metode pendukung. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, yang mengambarkan tentang pelaksanaan penyidikan tindak pidana penggunaan surat otentik palsu atau akta otentik palsu oleh Kepolisian Ditreskrimum Polda Banten. Selanjutnya sumber data yang digunakan yaitu data sekunder dan data primer, data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) Kebijakan pidana yang diterapkan oleh Penyidik Unit II Harda Bangtah Direskrimum Polda Banten terhadap pelaku tindak pidana penggunaan akta otentik palsu yaitu berdasarkan ketentuan yang berkenaan dengan Pemalsuan Surat, yang terdapat pada Bab XII tentang Pemalsuan Surat, Pasal 266 ayat (2) atau Pasal 264 ayat (2) atau Pasal 263 ayat (2) KUHP, alternatif ketiga Pasal dalam KUHP ini digunakan untuk menjerat pelakunya; 2) Pelaksanaan penyidikan tindak pidana penggunaan surat otentik palsu atau akta otentik palsu oleh Kepolisian Ditreskrimum Polda Banten dalam berkas perkara No : Bp/31/III/Res.1.9/2019 Ditreskrimum, dilakukan dengan mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kitab Undang–Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). \u0000Kata Kunci: Tindak Pidana, Akta, Otentik-Palsu","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114441198","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Safeguards merupakan hak darurat suatu pemerintahan untuk membatasi impor apabila terjadi peningkatan impor yang menimbulkan cedera serius (serious injury) atau ancaman cedera serius (threat of serious injury) terhadap industri dalam negeri suatu negara. Tindakan safeguard dimaksudkan untuk menghindari keadaan dimana anggota WTO menghadapi suatu dilema antara membiarkan pasar dalam negeri yang sangat terganggu oleh barang impor atau menarik diri dari kesepakatan. Salah satu kasus yang menarik ialah Indonesia dengan China Taipei mengenai baja tertentu dan produk besi. China Taipei melaporkan Indonesia melanggar penerapan safeguard tetapi justru Panel memutuskan bahwa tindakan Indonesia melanggar klausal Most-Favored-Nation. China Taipei melakukan consultation requested pada tanggal 12 Februari 2015 di mana China Taipei menunjukan klaim bahwa tindakan safeguard Indonesia melanggar peraturan : (a) Art. XIX: 1 GATT 1944; (b) Art. 2.1, 3.1, 4.1(a). 4.1(b), 4.1(c), 4.2(a), 4.2(b), 4.2(c), 12.2,12.3 safeguards, yang mana menurut penelitian ini berdasarkan Artile 2.1 Safeguard Agreement mengenai cara pengidentifikasian penerapan safeguard yaitu dengan melihat peningkatan impor dibedakan dalam dua bentuk, yaitu secara absolut dan perbandingan secara relatif terhadap produksi dalam negeri atas barang serupa atau barang yang secara langsung tersaingi telah sesuai. Selain itu berdasarkan Article4.2 (a) Safeguard Agreement disebutkan faktor-faktor penting diberlakukannya safeguard yaitu, angka jumlah peningkatan impor barang yang bersangkutan yang dalam penyelidikan secara absolut dan relatif, pangsa pasar domestik yang dikuasai oleh barang impor yang meningkat tersebut, perubahan dalam tingkat penjualan, produksi, produktivitas, pemanfaatan kapasitas, keuntungan dan kerugian, dan kesempatan kerja
{"title":"PENERAPAN SAFEGUARDS DALAM IMPORTASI CERTAIN IRON OR STEEL PRODUCTS OLEH PEMERINTAH INDONESIA DITINJAU DARI AGREEMENT OF SAFEGUARD","authors":"Nada Amira","doi":"10.59635/jihk.v8i1.146","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i1.146","url":null,"abstract":"Safeguards merupakan hak darurat suatu pemerintahan untuk membatasi impor apabila terjadi peningkatan impor yang menimbulkan cedera serius (serious injury) atau ancaman cedera serius (threat of serious injury) terhadap industri dalam negeri suatu negara. Tindakan safeguard dimaksudkan untuk menghindari keadaan dimana anggota WTO menghadapi suatu dilema antara membiarkan pasar dalam negeri yang sangat terganggu oleh barang impor atau menarik diri dari kesepakatan. Salah satu kasus yang menarik ialah Indonesia dengan China Taipei mengenai baja tertentu dan produk besi. China Taipei melaporkan Indonesia melanggar penerapan safeguard tetapi justru Panel memutuskan bahwa tindakan Indonesia melanggar klausal Most-Favored-Nation. China Taipei melakukan consultation requested pada tanggal 12 Februari 2015 di mana China Taipei menunjukan klaim bahwa tindakan safeguard Indonesia melanggar peraturan : (a) Art. XIX: 1 GATT 1944; (b) Art. 2.1, 3.1, 4.1(a). 4.1(b), 4.1(c), 4.2(a), 4.2(b), 4.2(c), 12.2,12.3 safeguards, yang mana menurut penelitian ini berdasarkan Artile 2.1 Safeguard Agreement mengenai cara pengidentifikasian penerapan safeguard yaitu dengan melihat peningkatan impor dibedakan dalam dua bentuk, yaitu secara absolut dan perbandingan secara relatif terhadap produksi dalam negeri atas barang serupa atau barang yang secara langsung tersaingi telah sesuai. Selain itu berdasarkan Article4.2 (a) Safeguard Agreement disebutkan faktor-faktor penting diberlakukannya safeguard yaitu, angka jumlah peningkatan impor barang yang bersangkutan yang dalam penyelidikan secara absolut dan relatif, pangsa pasar domestik yang dikuasai oleh barang impor yang meningkat tersebut, perubahan dalam tingkat penjualan, produksi, produktivitas, pemanfaatan kapasitas, keuntungan dan kerugian, dan kesempatan kerja","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"28 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125421381","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Masalah administrasi kependudukan masih menjadi polemik bagi masyarakat, karena tidak sedikit masyarakat yang masih belum mengerti akan kegunaan pencatatan administrasi kependudukan dan perolehan aktanya yang seharusnya didapat. Maka dari itu penulisan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan dan manfaat akta catatan sipil dan akibat hukum bagi masyarakat yang tidak memiliki akta catatan sipil ditinjau menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan Jo. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk penelitian yuridis normatif. Jenis data yang digunakan meliputi data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa akta catatan sipil ini memliki peranan dan manfaat yang sangat penting diantaranya setiap peristiwa hukum yang terjadi harus dilaporkan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, dengan demikian kita akan mendapatkan sebuah akta catatan sipil, akta catatan sipil ini merupakan alat bukti otentik untuk menunjukkan identitas seseorang dan memberikan kepastian pada peristiwa yang telah terjadi, serta hak kita sebagai warga negara dilindungi dengan baik. Akibatnya jika tidak memiliki akta catatan sipil tidak akan mendapatkan hak-hak yang semestinya didapat, akan mendapatkan kesulitan dalam menentukan status hukum seseorang, tidak mendapatkan kepastian tentang peristiwa yang telah terjadi. Mengenai administrasi ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan. Setiap penduduk juga akan dikenai sanksi administratif berupa denda apabila melampaui batas waktu pelaporan peritiwa penting, hal ini diatur oleh Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan
{"title":"AKIBAT HUKUM BAGI MASYARAKAT YANG TIDAK MEMILIKI AKTA CATATAN SIPIL DI KABUPATEN LEBAK","authors":"Dika RATU MARFU'ATUN","doi":"10.59635/jihk.v8i1.141","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i1.141","url":null,"abstract":"Masalah administrasi kependudukan masih menjadi polemik bagi masyarakat, karena tidak sedikit masyarakat yang masih belum mengerti akan kegunaan pencatatan administrasi kependudukan dan perolehan aktanya yang seharusnya didapat. Maka dari itu penulisan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan dan manfaat akta catatan sipil dan akibat hukum bagi masyarakat yang tidak memiliki akta catatan sipil ditinjau menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan Jo. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. \u0000Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk penelitian yuridis normatif. Jenis data yang digunakan meliputi data sekunder. \u0000Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa akta catatan sipil ini memliki peranan dan manfaat yang sangat penting diantaranya setiap peristiwa hukum yang terjadi harus dilaporkan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, dengan demikian kita akan mendapatkan sebuah akta catatan sipil, akta catatan sipil ini merupakan alat bukti otentik untuk menunjukkan identitas seseorang dan memberikan kepastian pada peristiwa yang telah terjadi, serta hak kita sebagai warga negara dilindungi dengan baik. \u0000Akibatnya jika tidak memiliki akta catatan sipil tidak akan mendapatkan hak-hak yang semestinya didapat, akan mendapatkan kesulitan dalam menentukan status hukum seseorang, tidak mendapatkan kepastian tentang peristiwa yang telah terjadi. Mengenai administrasi ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan. Setiap penduduk juga akan dikenai sanksi administratif berupa denda apabila melampaui batas waktu pelaporan peritiwa penting, hal ini diatur oleh Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"130 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124773932","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Notaris dan PPAT bertujuan untuk membantu menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat terkait pembuatan akta autentik. Budaya Hukum Penerapan PSBB terhadap pelaksanaan jabatan Notaris dan PPAT berbeda beda setiap daerah dalam pengaturannya dikarenakan kurang familiarnya pembuat peraturan mengenai PSBB sehingga Kantor Notaris dan PPAT yang merupakan menjalankan sebagian tugas Negara dalam memberikan pelayanan publik mendapat pembatasan dan tidak dapat menjalankan tugasnya dalam melayani publik. Identifikasi masalah pertama Bagaimana Penerapan Budaya Hukum Pembatasan Sosial Berskala Besar terhadap pelaksanaan Jabatan Notaris, Kedua Bagaimana Keotentikan akta Notaris yang dibuat pada masa Penerapan Sosial Berskala Besar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu menelusuri, mengkaji dan meneliti bahan hukum sekunder dengan mempelajari dan mengkaji asas-asas hukum positif yang berasal dari data kepustakaan dan perbandingan hokum. Kesimpulan dari penelitian ini antara lain Budaya Hukum Penerapan PSBB terhadap pelaksanaan jabatan Notaris berbeda beda setiap daerah dalam pengaturannya dikarenakan kurang familiarnya pembuat peraturan mengenai PSBB sehingga Kantor Notaris dan PPAT yang merupakan menjalankan sebagian tugas Negara dalam memberikan pelayanan publik mendapat pembatasan dan tidak dapat menjalankan tugasnya dalam melayani publik. Keotentikan akta Notaris dimasa PSBB, apabila dibuat mengikuti aturan Perundang – undangan tetap berlaku sebagai akta otentik, akan tetapi karena adanya PSBB Pengurus INI mengeluarkan beberapa maklumat agar Notaris dapat menjadwal ulang penandatangan akta dengan para penghadap atau klien
{"title":"PERPESKTIF BUDAYA HUKUM PENERAPAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR TERHADAP PELAKSANAAN JABATAN NOTARIS DAN PPAT","authors":"Basyarudin Basyarudin","doi":"10.59635/jihk.v8i1.140","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i1.140","url":null,"abstract":"Notaris dan PPAT bertujuan untuk membantu menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat terkait pembuatan akta autentik. Budaya Hukum Penerapan PSBB terhadap pelaksanaan jabatan Notaris dan PPAT berbeda beda setiap daerah dalam pengaturannya dikarenakan kurang familiarnya pembuat peraturan mengenai PSBB sehingga Kantor Notaris dan PPAT yang merupakan menjalankan sebagian tugas Negara dalam memberikan pelayanan publik mendapat pembatasan dan tidak dapat menjalankan tugasnya dalam melayani publik. Identifikasi masalah pertama Bagaimana Penerapan Budaya Hukum Pembatasan Sosial Berskala Besar terhadap pelaksanaan Jabatan Notaris, Kedua Bagaimana Keotentikan akta Notaris yang dibuat pada masa Penerapan Sosial Berskala Besar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu menelusuri, mengkaji dan meneliti bahan hukum sekunder dengan mempelajari dan mengkaji asas-asas hukum positif yang berasal dari data kepustakaan dan perbandingan hokum. Kesimpulan dari penelitian ini antara lain Budaya Hukum Penerapan PSBB terhadap pelaksanaan jabatan Notaris berbeda beda setiap daerah dalam pengaturannya dikarenakan kurang familiarnya pembuat peraturan mengenai PSBB sehingga Kantor Notaris dan PPAT yang merupakan menjalankan sebagian tugas Negara dalam memberikan pelayanan publik mendapat pembatasan dan tidak dapat menjalankan tugasnya dalam melayani publik. Keotentikan akta Notaris dimasa PSBB, apabila dibuat mengikuti aturan Perundang – undangan tetap berlaku sebagai akta otentik, akan tetapi karena adanya PSBB Pengurus INI mengeluarkan beberapa maklumat agar Notaris dapat menjadwal ulang penandatangan akta dengan para penghadap atau klien","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"366 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122769537","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUU fishing) adalah suatu kegiatan perikanan yang dilakukan secara tidak sah, kegiatan yang tidak diatur oleh peraturan yang ada, atau aktivitasnya tidak dilaporkan kepala suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang telah tersedia. Dengan maraknya kegiatan IUU Fishing yang terjadi di perairan Indonesia tentu akan mengganggu kelestarian laut Indonesia. Hal itu juga akan berdampak pada keamanan laut. Hal tersebut memberikan pengaruh pada ekosistem terumbu karang, kesehatan manusia dan spesies ikan lainnya. Selain itu, IUU Fishing juga menimbulkan kerugian bagi Indonesia. Operasi IUU fishing sangat sering terjadi secara transnasional dan terjadi secara massif dan juga memiliki hubungan yang sangat kuat dengan kejahatan terorganisasi. Artikel ini membahas pengaturan terkait IUU Fishing menurut hukum nasional Indonesia dan hukum internasional serta menelaah urgensi dan sinergi pemerintah dalam penanggulangan IUU Fishing sebagai kejahatan transnasional. Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan yang menelusuri instrumen hukum nasional dan internasional yang relevan yang dianalisis dengan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IUU Fishing sudah diatur secara tegas baik dalam hukum nasional maupun hukum internasional, Oleh karenanya, urgensi dan sinergi pemerintah dalam penanggulangan IUU Fishing harus harus kuat dilakukan melalui kerjasama internasional
{"title":"URGENSI SINERGI PEMBERANTASAN ILLEGAL, UNREPORTED AND UNREGULATED (IUU) FISHING SEBAGAI KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI PERAIRAN INDONESIA","authors":"Bellita TRI AYU DERIA","doi":"10.59635/jihk.v8i1.143","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i1.143","url":null,"abstract":"Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUU fishing) adalah suatu kegiatan perikanan yang dilakukan secara tidak sah, kegiatan yang tidak diatur oleh peraturan yang ada, atau aktivitasnya tidak dilaporkan kepala suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang telah tersedia. Dengan maraknya kegiatan IUU Fishing yang terjadi di perairan Indonesia tentu akan mengganggu kelestarian laut Indonesia. Hal itu juga akan berdampak pada keamanan laut. Hal tersebut memberikan pengaruh pada ekosistem terumbu karang, kesehatan manusia dan spesies ikan lainnya. Selain itu, IUU Fishing juga menimbulkan kerugian bagi Indonesia. Operasi IUU fishing sangat sering terjadi secara transnasional dan terjadi secara massif dan juga memiliki hubungan yang sangat kuat dengan kejahatan terorganisasi. Artikel ini membahas pengaturan terkait IUU Fishing menurut hukum nasional Indonesia dan hukum internasional serta menelaah urgensi dan sinergi pemerintah dalam penanggulangan IUU Fishing sebagai kejahatan transnasional. Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan yang menelusuri instrumen hukum nasional dan internasional yang relevan yang dianalisis dengan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IUU Fishing sudah diatur secara tegas baik dalam hukum nasional maupun hukum internasional, Oleh karenanya, urgensi dan sinergi pemerintah dalam penanggulangan IUU Fishing harus harus kuat dilakukan melalui kerjasama internasional","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"27 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126560731","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana asumsi dasar pengaturan poligami dan pandangan-pandangan tentang konsep dari pelaksanaan perkawinan poligami. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan memaparkan kajian dan analisa terhadap hukum poligami, nilai falsafah perkawinan poligami, hikmah poligami, dampak poligami terhadap para istri, dampak poligami bagi anak, kodrat manusia, pandangan Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang poligami serta stigma poligami dan kesetaraan jender. Hasil dari pernikahan bagi umat manusia adalah suatu yang sangat sakral dan mempunyai tujuan yang sakral pula, dan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan oleh syariat agama. Perkawinan sebagai Homo Homini Socius perkawinan secara filosofis merupakan salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan masyarakat yang sempurna. Perkawinan bukan saja hanya sebagai satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara yang satu dengan yang lainnya. Poligami adalah suatu bentuk perkawinan dimana seorang pria dalam waktu yang sama mempunyai istri lebih dari seorang wanita. Konsep perkawinan poligami merupakan pengecualian dari konsep perkawinan Monogami. Tradisi perkawinan poligami telah ada jauh sebelum Islam datang,, terutama dilakukan dikalangan raja-raja, Yang dalam pandangan rakyatnya dianggap sebagai simbol ketuhanan oleh karena itu mereka dipandang suci
{"title":"DITINJAU DARI SUDUT FILSAFAT TERHADAP PRO DAN KONTRA PENGATURAN TENTANG POLIGAMI","authors":"Endi Suhadi","doi":"10.59635/jihk.v8i1.145","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i1.145","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana asumsi dasar pengaturan poligami dan pandangan-pandangan tentang konsep dari pelaksanaan perkawinan poligami. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan memaparkan kajian dan analisa terhadap hukum poligami, nilai falsafah perkawinan poligami, hikmah poligami, dampak poligami terhadap para istri, dampak poligami bagi anak, kodrat manusia, pandangan Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang poligami serta stigma poligami dan kesetaraan jender. Hasil dari pernikahan bagi umat manusia adalah suatu yang sangat sakral dan mempunyai tujuan yang sakral pula, dan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan oleh syariat agama. Perkawinan sebagai Homo Homini Socius perkawinan secara filosofis merupakan salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan masyarakat yang sempurna. Perkawinan bukan saja hanya sebagai satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara yang satu dengan yang lainnya. Poligami adalah suatu bentuk perkawinan dimana seorang pria dalam waktu yang sama mempunyai istri lebih dari seorang wanita. Konsep perkawinan poligami merupakan pengecualian dari konsep perkawinan Monogami. Tradisi perkawinan poligami telah ada jauh sebelum Islam datang,, terutama dilakukan dikalangan raja-raja, Yang dalam pandangan rakyatnya dianggap sebagai simbol ketuhanan oleh karena itu mereka dipandang suci","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"99 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117219358","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pembangunan hukum terus dilakukan untuk menyempurnakan sistem yang sudah ada. Dari masa prakemerdekaan hingga saat ini terus dilakukan pembangunan hukum tersebut. Namun disetiap masa selalu terdapat permasalahan yang harus diselesaikan. Selain itu, permasalahan yang timbul tersebut seringkali menyisakan karakter yang tidak baik dalam pembangunan hukum dimasa selanjutnya. Salah satu contohnya adalah hukum dibentuk hanya untuk melanggengkan kekuasaan politik dan untuk dapat memberikan keuntungan kepada individu/kelompok tertentu saja. Sejatinya masyarakat menginginkan hukum bersifat responsif dan melindungi diri pribadinya. Diperlukan penataan yang sungguh-sungguh demi menciptakan hal tersebut. Penataan dan perbaikan ini meliputi ketiga sub sistem hukum yang ada. Pembentukan hukum tidak hanya untuk beberapa individu atau golongan saja. Kemudian penegakkan hukum harus dilakukan dengan mengakui setiap orang memiliki kesamaan kedudukan dihadapan hukum. Dan menciptakan budaya hukum masyarakat yang baik. Sehingga pada akhirnya tertib hukum akan terlaksana dan akan memberikan keadilan serta kemanfaatan yang luas
{"title":"POLITIK REFORMASI HUKUM: PEMBENTUKAN SISTEM HUKUM NASIONAL YANG DIHARAPKAN","authors":"Diya Ul Akmal","doi":"10.59635/jihk.v8i1.138","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i1.138","url":null,"abstract":"Pembangunan hukum terus dilakukan untuk menyempurnakan sistem yang sudah ada. Dari masa prakemerdekaan hingga saat ini terus dilakukan pembangunan hukum tersebut. Namun disetiap masa selalu terdapat permasalahan yang harus diselesaikan. Selain itu, permasalahan yang timbul tersebut seringkali menyisakan karakter yang tidak baik dalam pembangunan hukum dimasa selanjutnya. Salah satu contohnya adalah hukum dibentuk hanya untuk melanggengkan kekuasaan politik dan untuk dapat memberikan keuntungan kepada individu/kelompok tertentu saja. Sejatinya masyarakat menginginkan hukum bersifat responsif dan melindungi diri pribadinya. Diperlukan penataan yang sungguh-sungguh demi menciptakan hal tersebut. Penataan dan perbaikan ini meliputi ketiga sub sistem hukum yang ada. Pembentukan hukum tidak hanya untuk beberapa individu atau golongan saja. Kemudian penegakkan hukum harus dilakukan dengan mengakui setiap orang memiliki kesamaan kedudukan dihadapan hukum. Dan menciptakan budaya hukum masyarakat yang baik. Sehingga pada akhirnya tertib hukum akan terlaksana dan akan memberikan keadilan serta kemanfaatan yang luas","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115398000","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Reformasi tahun 1998 melahirkan perubahan mendasar yang sebagiannya dituangkan dalam konstitusi sebagai fondasi dalam mentransformasi perubahan yang diinginkan, diantara hak-hak mendasar kemanusiaan adalah hak asasi manusia untuk dapat berkamunikasi dan memperoleh informasi, perubahan tersebut melahirkan Lembaga Komisi Informasi sebagai pelaksana Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kewenangan menyelesaikan sengketa informasi menempatkan lembaga ini sebagai lembaga peradilan khusus, sementara itu sebagai lembaga pengadilan khusus menurut UUD 1945 maupun peraturan delegasinya yaitu Kekuasaan Kehakiman Jo. Undang-Undang tentang Mahkamah Agung menyatakan bahwa Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang, bahwa Komisi Informasi sebagai lembaga pengadilan khusus tidak dibentuk seperti amanat undang-undang tersebut menarik minat penulis untuk menyusun tulisan hukum ini dengan permasalahan berikut: Bagaimana kedudukan Komisi Informasi Publik sebagai Lembaga Negara bantu / Auxiliary State ? dan Bagaimana kewenangan Komisi Informasi Publik dihubungkan dengan Sistem Peradilan di Indonesia ? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif melalui penelitian pustaka, data yang digunakan data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Untuk analisis data dilakukan dengan metode yuridis normatif. Dari hasil penelitian dapat diperoleh bahwa Komisi Informasi sebagai lembaga negara bantu tidak tepat dikatakan sebagai lembaga peradilan khusus walaupun diberikan kewenangan dalam bidang penyelesaian sengketa yang merupakan ciri khas lembaga peradilan kecuali diberikan perubahan regulasinya, demikian juga kewenangan yang diberikan oleh legislatif dalam bidang penyelesaian sengketa adalah tidak tepat ketika dihubungkan dengan kewenangan sistem peradilan yang menimbulkan ketidak pastian hukum
{"title":"TINJAUAN HUKUM TERHADAP KEDUDUKAN KOMISI INFORMASI PUBLIK DIHUBUNGKAN DENGAN SISTEM PERADILAN DI INDONESIA","authors":"Syamsudin Syamsudin","doi":"10.59635/jihk.v8i1.144","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v8i1.144","url":null,"abstract":"Reformasi tahun 1998 melahirkan perubahan mendasar yang sebagiannya dituangkan dalam konstitusi sebagai fondasi dalam mentransformasi perubahan yang diinginkan, diantara hak-hak mendasar kemanusiaan adalah hak asasi manusia untuk dapat berkamunikasi dan memperoleh informasi, perubahan tersebut melahirkan Lembaga Komisi Informasi sebagai pelaksana Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kewenangan menyelesaikan sengketa informasi menempatkan lembaga ini sebagai lembaga peradilan khusus, sementara itu sebagai lembaga pengadilan khusus menurut UUD 1945 maupun peraturan delegasinya yaitu Kekuasaan Kehakiman Jo. Undang-Undang tentang Mahkamah Agung menyatakan bahwa Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang, bahwa Komisi Informasi sebagai lembaga pengadilan khusus tidak dibentuk seperti amanat undang-undang tersebut menarik minat penulis untuk menyusun tulisan hukum ini dengan permasalahan berikut: Bagaimana kedudukan Komisi Informasi Publik sebagai Lembaga Negara bantu / Auxiliary State ? dan Bagaimana kewenangan Komisi Informasi Publik dihubungkan dengan Sistem Peradilan di Indonesia ? \u0000Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif melalui penelitian pustaka, data yang digunakan data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Untuk analisis data dilakukan dengan metode yuridis normatif. Dari hasil penelitian dapat diperoleh bahwa Komisi Informasi sebagai lembaga negara bantu tidak tepat dikatakan sebagai lembaga peradilan khusus walaupun diberikan kewenangan dalam bidang penyelesaian sengketa yang merupakan ciri khas lembaga peradilan kecuali diberikan perubahan regulasinya, demikian juga kewenangan yang diberikan oleh legislatif dalam bidang penyelesaian sengketa adalah tidak tepat ketika dihubungkan dengan kewenangan sistem peradilan yang menimbulkan ketidak pastian hukum","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124576356","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kepastian hukum merek terkenal terdaftar terhadap sengketa gugatan pembatalan merek. Kepastian hukum dalam HKI salah satunya meliputi kepastian hukum bagi pemegang merek terkenal yang telah terdaftar. Pelanggaran merek terkenal terdaftar sudah seringkali terjadi di Indonesia sehingga perlindungan hukum terhadap pemilik merek terkenal sering terabaikan. Dari latar belakang tersebut, peumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini ialah bagaimana merek terkenal terdaftar selalu terjadi sengketa pembatalan merek di Indonesia dan bagaimana kepastian hukum merek terkenal terdafar menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahpenelitian hukum normatif yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder yaitu Putusan Nomor 29 Pk/Pdt.Sus-Hki/2016, Putusan Nomor 55 K/Pdt.Sus-Hki/2015 dan Putusan Nomor 49 Pk/Pdt.Sus-Hki/2015. Hasil penelitian menunjukkan jika terdapat persamaanantara merek BMW Bayerische Motoren Werke Aktiengesellschaft dengan merek BMW (Body Man Wear), MCCULLOCH dengan merek McCulloch dan merek GS YUASA CORPORATION dengan GS GARUDA SAKTI. Dari putusan MA yang diteliti pada penelitian ini diketahui bahwa merek-merek tersebut sama-sama memiliki persamaan pada pokoknya dimana hal tersebutakan meminbulkan kebingungan di khalayak ramai bahwa para pemilik merek tersebut memiliki hubungan hukum atau keterkaitan usaha padahal pada kenyataannya tidak. Oleh karena itu, Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi pemilik merek terkenaldari tindakan peniruan dari pesaing usahanya.
针对该品牌取消诉讼的问题,注册名牌法律的确定性。其中一个HKI的法律确定性包括已经注册的著名品牌所有者的法律确定性。臭名昭著的品牌侵权在印尼屡见不鲜,以至于对知名品牌所有者的法律保护往往被忽视。从这一研究的背景来看,在这项研究中发现的问题在于,在印尼,名牌注册问题总是如何发生的,以及根据2016年关于品牌和地理指标法第20条,知名品牌的法律确定性如何被列入名单。本研究采用的研究方法是规范法律研究,即使用次要数据的研究,即第29号Pk/Pdt裁决。Sus-Hki/2016,判决55 K/Pdt。2015年和判决49号Pk/Pdt. su - hki /2015。研究表明,宝马Bayerische Motoren werft与宝马品牌MCCULLOCH与MCCULLOCH品牌以及g YUASA公司与SAKTI uda品牌之间的相似之处。这项研究中所研究的MA判决表明,这些品牌在本质上是一致的,因为公开表示,这些品牌的所有者拥有法律或商业关系,而实际上没有。因此,2016年的品牌和地理指标法案预计将为其著名的品牌所有者对其商业竞争对手的模仿行为提供法律保证。
{"title":"ANALISIS KEPASTIAN HUKUM MEREK TERKENAL TERDAFTAR TERHADAP SENGKETA GUGATAN PEMBATALAN MEREK","authors":"Fitri Ida Laela","doi":"10.59635/jihk.v7i2.38","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v7i2.38","url":null,"abstract":"Kepastian hukum merek terkenal terdaftar terhadap sengketa gugatan pembatalan merek. Kepastian hukum dalam HKI salah satunya meliputi kepastian hukum bagi pemegang merek terkenal yang telah terdaftar. Pelanggaran merek terkenal terdaftar sudah seringkali terjadi di Indonesia sehingga perlindungan hukum terhadap pemilik merek terkenal sering terabaikan. Dari latar belakang tersebut, peumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini ialah bagaimana merek terkenal terdaftar selalu terjadi sengketa pembatalan merek di Indonesia dan bagaimana kepastian hukum merek terkenal terdafar menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahpenelitian hukum normatif yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder yaitu Putusan Nomor 29 Pk/Pdt.Sus-Hki/2016, Putusan Nomor 55 K/Pdt.Sus-Hki/2015 dan Putusan Nomor 49 Pk/Pdt.Sus-Hki/2015. Hasil penelitian menunjukkan jika terdapat persamaanantara merek BMW Bayerische Motoren Werke Aktiengesellschaft dengan merek BMW (Body Man Wear), MCCULLOCH dengan merek McCulloch dan merek GS YUASA CORPORATION dengan GS GARUDA SAKTI. Dari putusan MA yang diteliti pada penelitian ini diketahui bahwa merek-merek tersebut sama-sama memiliki persamaan pada pokoknya dimana hal tersebutakan meminbulkan kebingungan di khalayak ramai bahwa para pemilik merek tersebut memiliki hubungan hukum atau keterkaitan usaha padahal pada kenyataannya tidak. Oleh karena itu, Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi pemilik merek terkenaldari tindakan peniruan dari pesaing usahanya.","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124744140","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRAK Undang-Undang Hak Tanggungan dalam Substansi Pasal 6 menunjukkan hak yang dipunyai pemegang Hak Tanggungan untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri apabila debitur cidera janji. Kemudian Pasal 7 UU Hak Tanggungan menunjukkan jaminan kepentingan pemegang Hak Tanggungan, walaupun obyek Hak Tanggungan sudah berpindah tangan menjadi milik pihak lain, kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya untuk mengeksekusi. Metode pendekatan yang dipakai atau digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu mengetahui bahwa dalam penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka yang merupakan data sekunder yang disebut juga penelitian hukum kepustakaan dan praktek lapangan. Secara dedukatif di mulai dengan menganalisa pasal-pasal di dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang mengatur hal-hal yang menjadi permasalahan di atas untuk menganalisanya dengan Teori Kepastian Hukum oleh Gustav Radcbruch. Dari uraian serta metode pendekatan penulis mendapatkan gambaran Kepastian hukum pelaksanaan jual beli tanah yang dilakukan pihak ketiga terhadap tanah yang telah dibebani hak tanggungan adalah tidak adanya kepastian hukum, hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 7 yang dalam penjelasan dikatakan bahwa sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan.
{"title":"PELAKSANAAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN PIHAK KETIGA TERHADAP TANAH YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN","authors":"Basyarudin Basyarudin","doi":"10.59635/jihk.v6i2.60","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v6i2.60","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Undang-Undang Hak Tanggungan dalam Substansi Pasal 6 menunjukkan hak yang dipunyai pemegang Hak Tanggungan untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri apabila debitur cidera janji. Kemudian Pasal 7 UU Hak Tanggungan menunjukkan jaminan kepentingan pemegang Hak Tanggungan, walaupun obyek Hak Tanggungan sudah berpindah tangan menjadi milik pihak lain, kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya untuk mengeksekusi. Metode pendekatan yang dipakai atau digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu mengetahui bahwa dalam penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka yang merupakan data sekunder yang disebut juga penelitian hukum kepustakaan dan praktek lapangan. Secara dedukatif di mulai dengan menganalisa pasal-pasal di dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang mengatur hal-hal yang menjadi permasalahan di atas untuk menganalisanya dengan Teori Kepastian Hukum oleh Gustav Radcbruch. Dari uraian serta metode pendekatan penulis mendapatkan gambaran Kepastian hukum pelaksanaan jual beli tanah yang dilakukan pihak ketiga terhadap tanah yang telah dibebani hak tanggungan adalah tidak adanya kepastian hukum, hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 7 yang dalam penjelasan dikatakan bahwa sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan.","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"48 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123821784","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}