Pemutusan hubungan kerja menjadi hak yang diberikan oleh pemerintah kepada pengusaha/majikan, namun tetap dalam batasan dan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perlindungan hukum juga diberikan dan diatur dalam UU Ketenagakerjaan tersebut untuk melindungan pekerja/buruh dari kesewenangan perusahaan dalam proses pemutusan hubungan kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang terhadap pekerja/buruh. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Bahan hukum yang digunakan berasal dari analisa Undang-Undang Ketenagakerjaan dan literatur lain yang mendukung penelitian. Teknik penelusuran menggunakan studi kepustakaan. Teknik analisa menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwasannya perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah melalui perundang-undangan dan pengusaha dilakukan melalui pemberian perlindungan hukum preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif dilakukan melalui pencegahan atas adanya pelanggaran hak pekerja/buruh dalam pemutusan hubungan kerja. Perlindungan hukum represif dilakukan apabila telah terjadi kesewenangan atas hak pekerja/buruh dan pemutusan hubungan kerja sepihak oleh pengusaha. Pertanggungjawaban ganti rugi wajib dipenuhi oleh pengusaha apabila telah melakukan PHK terhadap pekerja/buruhnya yakni berupa pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan penggantian hak-hak pekerja/buruh
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BURUH DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA SECARA SEPIHAK (TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN)","authors":"Dewa Sukma Kelana","doi":"10.59635/jihk.v9i2.207","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v9i2.207","url":null,"abstract":"Pemutusan hubungan kerja menjadi hak yang diberikan oleh pemerintah kepada pengusaha/majikan, namun tetap dalam batasan dan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perlindungan hukum juga diberikan dan diatur dalam UU Ketenagakerjaan tersebut untuk melindungan pekerja/buruh dari kesewenangan perusahaan dalam proses pemutusan hubungan kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang terhadap pekerja/buruh. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Bahan hukum yang digunakan berasal dari analisa Undang-Undang Ketenagakerjaan dan literatur lain yang mendukung penelitian. Teknik penelusuran menggunakan studi kepustakaan. Teknik analisa menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwasannya perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah melalui perundang-undangan dan pengusaha dilakukan melalui pemberian perlindungan hukum preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif dilakukan melalui pencegahan atas adanya pelanggaran hak pekerja/buruh dalam pemutusan hubungan kerja. Perlindungan hukum represif dilakukan apabila telah terjadi kesewenangan atas hak pekerja/buruh dan pemutusan hubungan kerja sepihak oleh pengusaha. Pertanggungjawaban ganti rugi wajib dipenuhi oleh pengusaha apabila telah melakukan PHK terhadap pekerja/buruhnya yakni berupa pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan penggantian hak-hak pekerja/buruh","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126512047","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Security disturbances are events that cause disruption of security stability in the community, both criminal and social problems, which are now familiar to some Indonesian people, so it is deemed necessary to adopt the concept of Community Policing (Community Policing) or commonly abbreviated as "Polmas". In order to create security in the community, the National Police are given the task according to the law so that the Police are able to create comfort and security in the community. The spearhead of the implementation of community policing is the Bhayangkara Supervisor of Community Security and Order (BHABINKAMTIBMAS) who is a Community Officer (Police Officer) who is a member of the National Police in charge of fostering Bhabinkamtibmas and is also a Polmas officer in the Village/Kelurahan. The main problem examined in this study is 1. How Bhabinkamtibmas in fostering security in the Matur community; 2. What is the impact of the presence of Bhayangkara, the builder of public security and order (Bhabinkamtibmas) of the National Police in handling minor crimes (Tipiring) in the jurisdiction of the Matur Police, Agam Regency. The research method used in this research is empirical juridical also known as field research. Data sources consist of primary data and secondary data. Data was collected by means of interviews and document studies. Then the data collected was analyzed qualitatively. The results of the study indicate that Bhabinkamtibmas has the main task of fostering security and order in the Matur community and the impact of the presence of Bhabinkamtibmas Polri in handling minor crimes at the Matur Police
{"title":"DAMPAK KEHADIRAN BHAYANGKARA PEMBINA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT(BHABINKAMTIBMAS) DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) DIWILAYAH HUKUM POLSEK MATUR KABUPATEN AGAM","authors":"Khairul Amri","doi":"10.59635/jihk.v10i1.204","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v10i1.204","url":null,"abstract":"Security disturbances are events that cause disruption of security stability in the community, both criminal and social problems, which are now familiar to some Indonesian people, so it is deemed necessary to adopt the concept of Community Policing (Community Policing) or commonly abbreviated as \"Polmas\". In order to create security in the community, the National Police are given the task according to the law so that the Police are able to create comfort and security in the community. The spearhead of the implementation of community policing is the Bhayangkara Supervisor of Community Security and Order (BHABINKAMTIBMAS) who is a Community Officer (Police Officer) who is a member of the National Police in charge of fostering Bhabinkamtibmas and is also a Polmas officer in the Village/Kelurahan. The main problem examined in this study is 1. How Bhabinkamtibmas in fostering security in the Matur community; 2. What is the impact of the presence of Bhayangkara, the builder of public security and order (Bhabinkamtibmas) of the National Police in handling minor crimes (Tipiring) in the jurisdiction of the Matur Police, Agam Regency. The research method used in this research is empirical juridical also known as field research. Data sources consist of primary data and secondary data. Data was collected by means of interviews and document studies. Then the data collected was analyzed qualitatively. The results of the study indicate that Bhabinkamtibmas has the main task of fostering security and order in the Matur community and the impact of the presence of Bhabinkamtibmas Polri in handling minor crimes at the Matur Police","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-08-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132634585","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Anak sebagai generasi muda yang potensial bagi kelanjutan hidup bangsa, dilindungi hak-haknya sesuai amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Anak harus dijamin untuk mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang layak serta dilindungi dari bentuk diskriminasi maupun eksploitasi. Fenomena maraknya pekerja anak dibawah umur mengharusnya Indonesia sebagai negara hukum beradaptasi pada kondisi tersebut, sehingga dibutuhkan satuan perangkat kebijakan agar kondisi ini berjalan dengan efektif dan sesuai dengan undang-undangan, untuk tujuan adanya jaminan dan kepastian hukum. Penelitian ini merupakan penelitian normative yuridis, dengan sumber bahan hukumnya berasal dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Teknik penelurusan bahan hukumnya menggunakan teknik studi literatur dan internet. Teknik analisa bahan hukum melalui metode interpretasi dengan menafsirkan keseluruhan bahan hukum yang ada. Teknik penyajian datanya menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 menjamin hak-hak anak sedemikian rupa dan menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang berada dalam usia dibawah 18 tahun. Dalam undang-undangan ketenagakerjaan disebutkan bahwa anak-anak yang diperbolehkan bekerja adalah pada usia 13-15 tahun dengan syarat-syarat tertentu. Tindakan eksploitasi anak dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun atau denda maksimal Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Adapun faktor-faktor penyebab pekerja anak dibawah umur adalah karena faktor ekonomi, sosial, budaya, politik, perubahan proses produksi, dan lemahnya pengawasan oleh Lembaga pemerintah bagi anak
{"title":"PENEGAKAN HUKUM TERHADAP MARAKNYA PEKERJA ANAK DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI UU NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK","authors":"Maya Sri Novita","doi":"10.59635/jihk.v9i1.177","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v9i1.177","url":null,"abstract":"Anak sebagai generasi muda yang potensial bagi kelanjutan hidup bangsa, dilindungi hak-haknya sesuai amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Anak harus dijamin untuk mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang layak serta dilindungi dari bentuk diskriminasi maupun eksploitasi. Fenomena maraknya pekerja anak dibawah umur mengharusnya Indonesia sebagai negara hukum beradaptasi pada kondisi tersebut, sehingga dibutuhkan satuan perangkat kebijakan agar kondisi ini berjalan dengan efektif dan sesuai dengan undang-undangan, untuk tujuan adanya jaminan dan kepastian hukum. Penelitian ini merupakan penelitian normative yuridis, dengan sumber bahan hukumnya berasal dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Teknik penelurusan bahan hukumnya menggunakan teknik studi literatur dan internet. Teknik analisa bahan hukum melalui metode interpretasi dengan menafsirkan keseluruhan bahan hukum yang ada. Teknik penyajian datanya menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 menjamin hak-hak anak sedemikian rupa dan menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang berada dalam usia dibawah 18 tahun. Dalam undang-undangan ketenagakerjaan disebutkan bahwa anak-anak yang diperbolehkan bekerja adalah pada usia 13-15 tahun dengan syarat-syarat tertentu. Tindakan eksploitasi anak dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun atau denda maksimal Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Adapun faktor-faktor penyebab pekerja anak dibawah umur adalah karena faktor ekonomi, sosial, budaya, politik, perubahan proses produksi, dan lemahnya pengawasan oleh Lembaga pemerintah bagi anak","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131637617","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Indonesia tengah memasuki situasi perkembangan sektor ekonomi yang cukup pesar, dan hal ini berpengaruh juga pada berkembangnya model pembiayaan atau permodalan bagi para penggiat ekonomi. Lembaya pembiayaan turut berkembang dan bermunculan seiring dengan kebutuhan pelaku usaha yang membutuhkan permodalan usaha dengan persyaratan yang lebih mudah. Kini, perusahaan permodalan mulai didominasi oleh Perusahaan Anjak Piutang (Factoring), yakni sektor perusahaan bidang permodalan dengan fokusnya pada permasalahan pengelolaan atau pengambilalihan utang-piutang. Perusahaan Anjak Piutang membantu masalah perusahaan yang mengalami kendala dalam utang-piutang dengan cara diambil alih piutangnya dalam jangka waktu tertentu. Namun dalam perjalanannya, belum ada undang-undang khusus yang mengatur perusahaan pada bidang ini. Dan dimungkinkan ada dalam beberapa undang-undang yang berkaitan. Tidak jauh berbeda dengan sistem perekonomian lain, kegiatan Anjak Piutang nyatanya juga rentan terhadap pelanggaran atau wanpretasi. Wanpretasi disebabkan oleh salah satu pihak yang melanggar perjanjian atau tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik sesuai denga nisi perjanjian. Apabila tengah menghadapi kondisi ini, maka para pihak dapat melaporkan kejadian tersebut melalui Pengadilan Negeri. Akan tetapi, sebelum diajukan perkaranya ke Pengadilan Negeri, pihak-pihak dalam perjanjian anjak piutang dapat melakukan alternatif penyelesaian sengketa melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau pendapat ahli (arbitrase).
{"title":"TINJAUAN YURIDIS KESEPAKATAN ANJAK PIUTANG (FACTORING) DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA","authors":"H. Herlina","doi":"10.59635/jihk.v9i1.180","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v9i1.180","url":null,"abstract":"Indonesia tengah memasuki situasi perkembangan sektor ekonomi yang cukup pesar, dan hal ini berpengaruh juga pada berkembangnya model pembiayaan atau permodalan bagi para penggiat ekonomi. Lembaya pembiayaan turut berkembang dan bermunculan seiring dengan kebutuhan pelaku usaha yang membutuhkan permodalan usaha dengan persyaratan yang lebih mudah. Kini, perusahaan permodalan mulai didominasi oleh Perusahaan Anjak Piutang (Factoring), yakni sektor perusahaan bidang permodalan dengan fokusnya pada permasalahan pengelolaan atau pengambilalihan utang-piutang. Perusahaan Anjak Piutang membantu masalah perusahaan yang mengalami kendala dalam utang-piutang dengan cara diambil alih piutangnya dalam jangka waktu tertentu. Namun dalam perjalanannya, belum ada undang-undang khusus yang mengatur perusahaan pada bidang ini. Dan dimungkinkan ada dalam beberapa undang-undang yang berkaitan. Tidak jauh berbeda dengan sistem perekonomian lain, kegiatan Anjak Piutang nyatanya juga rentan terhadap pelanggaran atau wanpretasi. Wanpretasi disebabkan oleh salah satu pihak yang melanggar perjanjian atau tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik sesuai denga nisi perjanjian. Apabila tengah menghadapi kondisi ini, maka para pihak dapat melaporkan kejadian tersebut melalui Pengadilan Negeri. Akan tetapi, sebelum diajukan perkaranya ke Pengadilan Negeri, pihak-pihak dalam perjanjian anjak piutang dapat melakukan alternatif penyelesaian sengketa melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau pendapat ahli (arbitrase).","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128839092","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Saat ini, sejak adanya pandemi yang dimulai dari awal tahun 2019 banyak sekali keadaan yang berubah termasuk dalam lingkungan pekerjaan. Situasi dan kondisi lingkungan pekerjaan tidak lagi sama. Perubahan ini membawa dampak yang tidak baik bagi pekerja di Indonesia. Banyak perusahaan yang merugi bahkan sampai tutup. Dampaknya adalah banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya akibat PHK. Para pekerja yang kehilangan pekerjaan dalam situasi kondisi yang sulit seperti ini, sangat perlu mendapatkan perlindungan hukum dari negara. Atas keadaan ini, bagaimana pemerintah mewujudkan perlindungannya bagi pekerja? Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penulis akan melakukan penelitian terhadap norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang -undangan, untuk melihat sejauh apa pemerintah melakukan perlindungan pada pakerja yang di PHK dalam masa pandemi saat ini.
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA YANG DI PHK DALAM MASA PANDEMI COVID-19","authors":"Lizy Marchelina Butarbutar","doi":"10.59635/jihk.v9i1.179","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v9i1.179","url":null,"abstract":"Saat ini, sejak adanya pandemi yang dimulai dari awal tahun 2019 banyak sekali keadaan yang berubah termasuk dalam lingkungan pekerjaan. Situasi dan kondisi lingkungan pekerjaan tidak lagi sama. Perubahan ini membawa dampak yang tidak baik bagi pekerja di Indonesia. Banyak perusahaan yang merugi bahkan sampai tutup. Dampaknya adalah banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya akibat PHK. Para pekerja yang kehilangan pekerjaan dalam situasi kondisi yang sulit seperti ini, sangat perlu mendapatkan perlindungan hukum dari negara. Atas keadaan ini, bagaimana pemerintah mewujudkan perlindungannya bagi pekerja? Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penulis akan melakukan penelitian terhadap norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang -undangan, untuk melihat sejauh apa pemerintah melakukan perlindungan pada pakerja yang di PHK dalam masa pandemi saat ini.","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130852874","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ada hubungan yang mempunyai akibat hukum dan ada hubungan yang tidak mempunyai akibat hukum, hubungan yang mempunyai akibat hukum menimbulkan hak dan kewajiban, hal ini membuat hukum berkembang pesat begitu pula dengan hukum perjanjian. Pada perkembangannya, hukum yang ada ini dibarengi dengan kemajuan pembaruan dibidang hukum dan perundangan. Interaksi dari masyarakat yang semakin universal seringkali membawa benturan hukum dalam teori dan praktek pelaksanaannya, akibat lain dari interaksi ini adalah munculnya berbagai ragam bentuk perjanjian. Adapun uraian dalam jurnal ini mengangkat permasalahan yang masih belum terjawab menyangkut adanya Akta Perjanjian Hak Tanggungan (APHT) yang kemudian timbul atau diikuti dengan adanya Pengakuan Utang dengan jaminan hak atas tanah yang disertai kuasa menjual. Penelitian ini tergolong jenis penelitian normatif yaitu penelitian terhadap ketentuan yang berkaitan dengan kuasa menjual atas jaminan hak atas tanah yang berdasarkan pada Akta Pengakuan Utang melalui pendekatan deskriptis analitis yuridis. Hasil dari penelitian ini adalah Akta Pengakuan Utang dengan jaminan hak atas tanah yang diikuti dengan surat kuasa menjual pada dasarnya tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
{"title":"ANALISIS HUKUM TENTANG AKTA PENGAKUAN UTANG YANG DIIKUTI KUASA MENJUAL DENGAN JAMINAN HAK ATAS TANAH (Studi Kasus Putusan Kasasi Nomor: 1011/K/Pdt/2014)","authors":"Chairul Aman","doi":"10.59635/jihk.v9i1.176","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v9i1.176","url":null,"abstract":"Ada hubungan yang mempunyai akibat hukum dan ada hubungan yang tidak mempunyai akibat hukum, hubungan yang mempunyai akibat hukum menimbulkan hak dan kewajiban, hal ini membuat hukum berkembang pesat begitu pula dengan hukum perjanjian. Pada perkembangannya, hukum yang ada ini dibarengi dengan kemajuan pembaruan dibidang hukum dan perundangan. Interaksi dari masyarakat yang semakin universal seringkali membawa benturan hukum dalam teori dan praktek pelaksanaannya, akibat lain dari interaksi ini adalah munculnya berbagai ragam bentuk perjanjian. Adapun uraian dalam jurnal ini mengangkat permasalahan yang masih belum terjawab menyangkut adanya Akta Perjanjian Hak Tanggungan (APHT) yang kemudian timbul atau diikuti dengan adanya Pengakuan Utang dengan jaminan hak atas tanah yang disertai kuasa menjual. Penelitian ini tergolong jenis penelitian normatif yaitu penelitian terhadap ketentuan yang berkaitan dengan kuasa menjual atas jaminan hak atas tanah yang berdasarkan pada Akta Pengakuan Utang melalui pendekatan deskriptis analitis yuridis. Hasil dari penelitian ini adalah Akta Pengakuan Utang dengan jaminan hak atas tanah yang diikuti dengan surat kuasa menjual pada dasarnya tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"61 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114827339","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Transportasi Laut menjadi salah satu pilihan transportasi masyarakat Indonesia, khususnya pada kebutuhan transportasi antar pulau, sebab angkutan laut banyak tersedia di pelabuhan-pelabuhan Indonesia, harga ekonomis, serta fasilitas yang cukup memadai. Namun, kondisi ini oleh oknum pengusaha angkutan laut tertentu justru dijadikan sebagai salah satu cara mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kapal dan penumpang. Pada beberapa kasus kecelakaan kapal, investigasi KNKT menemukan pelanggaran yang disebabkan oleh human error, seperti perawatan kapal yang buruk, fasilitas keselamatan yang kurang memadai, dan kapal beroperasi tanpa adanya Surat Perijinan Berlayar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh pejabat Negara dalam sektor Perhubungan Laut dengan meloloskan pelayaran kapal tanpa perijinan dan tanpa pengecekan ketat pada kondisi kapal, mesin, muatan, dan manifes penumpang, sehingga banyak pelanggaran angkutan kapal lolos dari pengawasan sehingga menyebabkan kecelakaan kapal. Hasil penelitian menunjukkan bahwasannya terdapat tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat Perhubungan Laut dengan melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 dan Pasal 3 tentang Merugikan Keuangan Negara dan Penyalahgunaan Kewenangan serta Pasal 5 tentang Suap Menyuap. Dalam perkara terpisah, syahbandar atau pengusaha angkutan laut juga dapat dikenakan pemidanaan apabila terbukti melakukan kelalaian atau kesalahan berupa kurangnya tindakan pada perawatan kapal, penyediaan fasilitas keselamatan kapal, dan kondisi kelaikan kapal sebelum berlayar menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Namun sayangnya, angkutan laut di Indonesia sangat kurang mendapatkan perhatian dan pengawasan sehingga banyak terjadi pelanggaran yang lepas dari kendali pemerintah pusat menyebabkan pelanggaran oleh syahbandar atau nahkoda atau pengusaha angkutan laut lepas dari bentuk tindakan pemidanaan.
{"title":"TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP TRANSPORTASI LAUT","authors":"Tedy Subrata","doi":"10.59635/jihk.v9i1.188","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v9i1.188","url":null,"abstract":"Transportasi Laut menjadi salah satu pilihan transportasi masyarakat Indonesia, khususnya pada kebutuhan transportasi antar pulau, sebab angkutan laut banyak tersedia di pelabuhan-pelabuhan Indonesia, harga ekonomis, serta fasilitas yang cukup memadai. Namun, kondisi ini oleh oknum pengusaha angkutan laut tertentu justru dijadikan sebagai salah satu cara mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kapal dan penumpang. Pada beberapa kasus kecelakaan kapal, investigasi KNKT menemukan pelanggaran yang disebabkan oleh human error, seperti perawatan kapal yang buruk, fasilitas keselamatan yang kurang memadai, dan kapal beroperasi tanpa adanya Surat Perijinan Berlayar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh pejabat Negara dalam sektor Perhubungan Laut dengan meloloskan pelayaran kapal tanpa perijinan dan tanpa pengecekan ketat pada kondisi kapal, mesin, muatan, dan manifes penumpang, sehingga banyak pelanggaran angkutan kapal lolos dari pengawasan sehingga menyebabkan kecelakaan kapal. Hasil penelitian menunjukkan bahwasannya terdapat tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat Perhubungan Laut dengan melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 dan Pasal 3 tentang Merugikan Keuangan Negara dan Penyalahgunaan Kewenangan serta Pasal 5 tentang Suap Menyuap. Dalam perkara terpisah, syahbandar atau pengusaha angkutan laut juga dapat dikenakan pemidanaan apabila terbukti melakukan kelalaian atau kesalahan berupa kurangnya tindakan pada perawatan kapal, penyediaan fasilitas keselamatan kapal, dan kondisi kelaikan kapal sebelum berlayar menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Namun sayangnya, angkutan laut di Indonesia sangat kurang mendapatkan perhatian dan pengawasan sehingga banyak terjadi pelanggaran yang lepas dari kendali pemerintah pusat menyebabkan pelanggaran oleh syahbandar atau nahkoda atau pengusaha angkutan laut lepas dari bentuk tindakan pemidanaan. \u0000 ","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"64 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127625907","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dalam lingkup fungsi Satpol PP dan sebagai tugas wewenangnya untuk pemelihara ketentraman masyarakat dan ketertiban umum pada dasarnya memiliki cukup yang luas, apalagi dalam menjalankan penegakan peraturan pelanggaran disiplin protokol kesehatan Covid-19 ini, sehingga Satpol Pamong Praja dituntut melaksanakan tugas- tugasnya yang sebagai lembaga dalam pemerintahan untuk menjalankan kebijakan penegakkan disiplin protokol kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2020 tentang penanggulangan penyakit di Kabupaten Semarang, untuk mengetahui hambatan dan solusi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Hasil penelitian ini adalah Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2020 tentang penanggulangan penyakit di Kabupaten Semarang yaitu menyelenggarakan dalam mengantisipasi penularan virus Covid-19 di tengah-tengah masyarakat yang mana kami melakuakan tindakan- tindakan pada masyarakat yang dengan cara kegiatan antara lain : Deteksi Dini patuh disiplin protokol kesehatan, Patroli Yustisi, Pengamanan dan pengawalan dan Sosialisasi Protokol Kesehatan Covid-19. Hambatannya adalah : faktor internal diantaranya kekurangan jumlah personil Satpol PP di Kabupaten Semarang, dan faktor External adalah kurangnya pengetahuan kesadaran masyarakat dan tidak patuh dengan dampak dari virus Covid-19 dan ancaman sanksi para pelanggaram disiplin protokol kesehatan. Solusinya adalah diberlakukannya sanksi denda administrasi bagi pelanggar yang tidak taat Protokol kesehatan yaitu sanksi administratif berupa sanksi sosial sesuai dengan kearifan lokal sepanjang tidak berpotensi untuk menimbulkan penularan; dan/atau denda administrative berupa teguran lisan dan/atau tertulis, penghentian sementara kegiatan, penutupan kegiatan dan/atau denda administratif.
{"title":"PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENEGAKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2020 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT (STUDI KASUS WABAH COVID-19 DI KABUPATEN SEMARANG)","authors":"Irfan Rizky Hutomo, Tina Fitriyani","doi":"10.59635/jihk.v9i1.184","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v9i1.184","url":null,"abstract":"Dalam lingkup fungsi Satpol PP dan sebagai tugas wewenangnya untuk pemelihara ketentraman masyarakat dan ketertiban umum pada dasarnya memiliki cukup yang luas, apalagi dalam menjalankan penegakan peraturan pelanggaran disiplin protokol kesehatan Covid-19 ini, sehingga Satpol Pamong Praja dituntut melaksanakan tugas- tugasnya yang sebagai lembaga dalam pemerintahan untuk menjalankan kebijakan penegakkan disiplin protokol kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2020 tentang penanggulangan penyakit di Kabupaten Semarang, untuk mengetahui hambatan dan solusi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Hasil penelitian ini adalah Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2020 tentang penanggulangan penyakit di Kabupaten Semarang yaitu menyelenggarakan dalam mengantisipasi penularan virus Covid-19 di tengah-tengah masyarakat yang mana kami melakuakan tindakan- tindakan pada masyarakat yang dengan cara kegiatan antara lain : Deteksi Dini patuh disiplin protokol kesehatan, Patroli Yustisi, Pengamanan dan pengawalan dan Sosialisasi Protokol Kesehatan Covid-19. Hambatannya adalah : faktor internal diantaranya kekurangan jumlah personil Satpol PP di Kabupaten Semarang, dan faktor External adalah kurangnya pengetahuan kesadaran masyarakat dan tidak patuh dengan dampak dari virus Covid-19 dan ancaman sanksi para pelanggaram disiplin protokol kesehatan. Solusinya adalah diberlakukannya sanksi denda administrasi bagi pelanggar yang tidak taat Protokol kesehatan yaitu sanksi administratif berupa sanksi sosial sesuai dengan kearifan lokal sepanjang tidak berpotensi untuk menimbulkan penularan; dan/atau denda administrative berupa teguran lisan dan/atau tertulis, penghentian sementara kegiatan, penutupan kegiatan dan/atau denda administratif.","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117039759","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menjadi pijakan hukum utama bagi para pelaku perseroan dalam menjalankan operasional bisnisnya. Direksi sebagai organ penting dalam roda perekonomian dan operasional perseroan. Dalam operasionalnya, Perseroan juga dapat mengalami pailit karena faktor-faktor tertentu penyebab pailit, dan Undang-Undang dengan tegas mengatur mengenai perlindungan hukum bagi direksi apabila perusahaan pailit dengan tujuan direksi sebagai penggerak perseroan mendapatkan jaminan hukum yang seadil-adilnya atas kelalaian atau kesalahan yang terjadi sehingga perseroan mengalami kepailitan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum bagi direksi perusahaan pailit perspektif Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pendekatan penelitian menggunakan metode kualitatif. Sumber bahan hukum primer menggunakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sumber bahan hukum sekunder sebagai penunjang analisa penelitian menggunakan sumber-sumber berupa jurnal, artikel, buku, dan literatur-literatur lain yang relevan. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan studi literatur. Analisanya menggunakan metode interpretasi serta penyajian datanya menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwasannya perlindungan hukum bagi direksi perusahaan pailit tercantum dalam Pasal 97 UUPT menyatakan bahwasannya direksi yang telah melaksanakan tanggungjawabnya dengan itikad baik, maka tidak dapat dikenakan tanggungjawab penggantian kerugian kepada kreditur. Majelis Hakim Pengadilan yang berwenang menyatakan pailitnya sebuah perseroan harus dapat memeriksa dengan baik direksi yang terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian sehingga menyebabkan kepailitan perusahaan, kemudian dihukum sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dan tidak membebankan tanggungjawab penggantian kerugian kepada direksi yang tidak turut melakukan kesalahan atau kelalaian, dan telah terbukti melaksanakan tanggungjawab direksi dengan itikad baik
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DIREKSI PERUSAHAAN PAILIT YANG PENGELOLAANNYA DIJALANKAN DENGAN ITIKAD BAIK MENURUT UNDANG-UNDANG RI NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS","authors":"Rasman Habeahan","doi":"10.59635/jihk.v9i1.183","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v9i1.183","url":null,"abstract":"Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menjadi pijakan hukum utama bagi para pelaku perseroan dalam menjalankan operasional bisnisnya. Direksi sebagai organ penting dalam roda perekonomian dan operasional perseroan. Dalam operasionalnya, Perseroan juga dapat mengalami pailit karena faktor-faktor tertentu penyebab pailit, dan Undang-Undang dengan tegas mengatur mengenai perlindungan hukum bagi direksi apabila perusahaan pailit dengan tujuan direksi sebagai penggerak perseroan mendapatkan jaminan hukum yang seadil-adilnya atas kelalaian atau kesalahan yang terjadi sehingga perseroan mengalami kepailitan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum bagi direksi perusahaan pailit perspektif Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pendekatan penelitian menggunakan metode kualitatif. Sumber bahan hukum primer menggunakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sumber bahan hukum sekunder sebagai penunjang analisa penelitian menggunakan sumber-sumber berupa jurnal, artikel, buku, dan literatur-literatur lain yang relevan. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan studi literatur. Analisanya menggunakan metode interpretasi serta penyajian datanya menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwasannya perlindungan hukum bagi direksi perusahaan pailit tercantum dalam Pasal 97 UUPT menyatakan bahwasannya direksi yang telah melaksanakan tanggungjawabnya dengan itikad baik, maka tidak dapat dikenakan tanggungjawab penggantian kerugian kepada kreditur. Majelis Hakim Pengadilan yang berwenang menyatakan pailitnya sebuah perseroan harus dapat memeriksa dengan baik direksi yang terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian sehingga menyebabkan kepailitan perusahaan, kemudian dihukum sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dan tidak membebankan tanggungjawab penggantian kerugian kepada direksi yang tidak turut melakukan kesalahan atau kelalaian, dan telah terbukti melaksanakan tanggungjawab direksi dengan itikad baik","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124017550","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Untuk kepentingan meningkatkan pembangungan nasional dan ekonomi, Indonesia membutuhkan berbagai macam dukungan dari segala aspek. Salah satunya adalah keberadaan investor asing. Namun sejauh ini, Indonesia dinilai belum mendukung secara penuh keberadaan investor asing sehingga banyak terjadi kendala investasi yang belum dibenahi secara komperehensif. Untuk memenuhi kepentingan tersebut, maka pemerintah Indonesia merumuskan kebijakan mengenai penanaman modal dan perlindungan hukum yang diberikan kepada investor asing melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum serta implikasi adanya kegiatan investasi asing di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative. Sumber bahan hukum primernya adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Sumber bahan hukum sekundernya menggunakan literatur yang relevan. Teknik pengumpulan data menggunakan metode studi Pustaka. Teknik analisa data menggunakan teknik analisa deduktif. Teknik penyajian datanya menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwasannya perlindungan hukum bagi penanaman modal asing (PMA) di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah pemberlakukan asas persamaan bagi investor asing maupun luar negri. Perlindungan hukum juga diberikan untuk tindakan nasionalisasi, pengambilalihan kepemilikan, pengalihan asset, transfer, dan repatriasi. Investasi asing memiliki peranan penting bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pembangunan nasional. Investasi asing juga turut mendukung Indonesia dalam menghadapi persaingan perdagangan yang ketat dalam perdagangan internasional, mentransfer pengetahuan serta teknologi industri dan pembangunan, serta meningkatkan devisa negara. Maka untuk menunjang hal itu, investor asing membutuhkan adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum untuk menjamin kegiatan investasi asing di Indonesia.
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR ASING MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL","authors":"Iman Ali rahman, Dewa Sukma Kelana","doi":"10.59635/jihk.v9i1.187","DOIUrl":"https://doi.org/10.59635/jihk.v9i1.187","url":null,"abstract":"Untuk kepentingan meningkatkan pembangungan nasional dan ekonomi, Indonesia membutuhkan berbagai macam dukungan dari segala aspek. Salah satunya adalah keberadaan investor asing. Namun sejauh ini, Indonesia dinilai belum mendukung secara penuh keberadaan investor asing sehingga banyak terjadi kendala investasi yang belum dibenahi secara komperehensif. Untuk memenuhi kepentingan tersebut, maka pemerintah Indonesia merumuskan kebijakan mengenai penanaman modal dan perlindungan hukum yang diberikan kepada investor asing melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum serta implikasi adanya kegiatan investasi asing di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative. Sumber bahan hukum primernya adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Sumber bahan hukum sekundernya menggunakan literatur yang relevan. Teknik pengumpulan data menggunakan metode studi Pustaka. Teknik analisa data menggunakan teknik analisa deduktif. Teknik penyajian datanya menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwasannya perlindungan hukum bagi penanaman modal asing (PMA) di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah pemberlakukan asas persamaan bagi investor asing maupun luar negri. Perlindungan hukum juga diberikan untuk tindakan nasionalisasi, pengambilalihan kepemilikan, pengalihan asset, transfer, dan repatriasi. Investasi asing memiliki peranan penting bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pembangunan nasional. Investasi asing juga turut mendukung Indonesia dalam menghadapi persaingan perdagangan yang ketat dalam perdagangan internasional, mentransfer pengetahuan serta teknologi industri dan pembangunan, serta meningkatkan devisa negara. Maka untuk menunjang hal itu, investor asing membutuhkan adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum untuk menjamin kegiatan investasi asing di Indonesia.","PeriodicalId":296072,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan","volume":"137 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116067220","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}