Pub Date : 2015-09-01DOI: 10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2809
Devita Anggraeni, Dhirgo Adji, Retno Murwanti
Penelitian ini bertujuan mengetahui peran zink pada kesembuhan luka dalam kondisi berat badan berlebih. Dalam penelitian digunakan 20 ekor tikus Sprague Dawley jantan berumur tiga bulan (150-200 g). Tikus dibagi secara acak menjadi empat kelompok (A, B, C, dan D), masing-masing kelompok terdiri atas lima ekor. Kelompok A dan B diberi pakan normal, sedangkan kelompok C dan D diberi pakan lemak tinggi. Setelah dua bulan perlakuan pakan, seluruh tikus dioperasi untuk membuat luka irisan pada kulit, kemudian luka ditutup dengan jahitan. Luka jahitan pada kelompok A dan C diberi aplikasi topikal unguenta vaseline album (tanpa zink), sedangkan luka jahitan pada kelompok B dan D diberi aplikasi topikal unguenta zink 10% dengan bahan dasar vaselin album. Lima hari setelah operasi, seluruh tikus diambil darahnya untuk dianalisis terhadap jumlah leukosit total kemudian diikuti pengambilan jaringan kulit untuk pemeriksaan histopatologis dan penghitungan jumlah leukosit di jaringan. Hasil penelitian menunjukkan adanya interaksi yang signifikan antara pakan dan aplikasi topikal terhadap jumlah leukosit total dalam darah (P 0,05). Analisis histopatologis menunjukkan epidermis sudah tertutup pada seluruh tikus perlakuan, namun demikian sebagian tikus masih menunjukkan dermis yang terbuka, yaitu kelompok A sebanyak 60%, kelompok B sebanyak 60%, kelompok C sebanyak 60%, dan kelompok D sebanyak 40%. Dapat disimpulkan bahwa proses kesembuhan luka setelah pemberian topikal zink pada tikus yang diberi pakan lemak tinggi menunjukkan hasil yang baik, yaitu ditandai dengan penutupan lapisan epidermis dan dermis, serta menurunnya jumlah leukosit di jaringan.
{"title":"KESEMBUHAN LUKA SETELAH PEMBERIAN TOPIKAL ZINK PADA TIKUS DENGAN PAKAN LEMAK TINGGI","authors":"Devita Anggraeni, Dhirgo Adji, Retno Murwanti","doi":"10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2809","DOIUrl":"https://doi.org/10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2809","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan mengetahui peran zink pada kesembuhan luka dalam kondisi berat badan berlebih. Dalam penelitian digunakan 20 ekor tikus Sprague Dawley jantan berumur tiga bulan (150-200 g). Tikus dibagi secara acak menjadi empat kelompok (A, B, C, dan D), masing-masing kelompok terdiri atas lima ekor. Kelompok A dan B diberi pakan normal, sedangkan kelompok C dan D diberi pakan lemak tinggi. Setelah dua bulan perlakuan pakan, seluruh tikus dioperasi untuk membuat luka irisan pada kulit, kemudian luka ditutup dengan jahitan. Luka jahitan pada kelompok A dan C diberi aplikasi topikal unguenta vaseline album (tanpa zink), sedangkan luka jahitan pada kelompok B dan D diberi aplikasi topikal unguenta zink 10% dengan bahan dasar vaselin album. Lima hari setelah operasi, seluruh tikus diambil darahnya untuk dianalisis terhadap jumlah leukosit total kemudian diikuti pengambilan jaringan kulit untuk pemeriksaan histopatologis dan penghitungan jumlah leukosit di jaringan. Hasil penelitian menunjukkan adanya interaksi yang signifikan antara pakan dan aplikasi topikal terhadap jumlah leukosit total dalam darah (P 0,05). Analisis histopatologis menunjukkan epidermis sudah tertutup pada seluruh tikus perlakuan, namun demikian sebagian tikus masih menunjukkan dermis yang terbuka, yaitu kelompok A sebanyak 60%, kelompok B sebanyak 60%, kelompok C sebanyak 60%, dan kelompok D sebanyak 40%. Dapat disimpulkan bahwa proses kesembuhan luka setelah pemberian topikal zink pada tikus yang diberi pakan lemak tinggi menunjukkan hasil yang baik, yaitu ditandai dengan penutupan lapisan epidermis dan dermis, serta menurunnya jumlah leukosit di jaringan.","PeriodicalId":30999,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran Hewan","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67669376","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-09-01DOI: 10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2807
Akrom Akrom, Andi Widjaya, T. Armansyah
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh ekstrak etanol biji jintan hitam (EEBJH) terhadap aktivitas fagositosis dan sekresi reactive oxygen intermediates (ROI) makrofag peritoneal mencit Swiss yang diinfeksi Lysteria monocytogenes (L. monoytogenes). Dalam penelitian ini digunakan 72 ekor mencit jantan galur Swiss dengan berat antara 20-30 g. Mencit dibagi ke dalam enam kelompok, masing-masing terdiri atas 12 ekor. Kelompok 1 (kelompok kontrol negatif), diberi akuades secara per oral. Kelompok II (kelompok kontrol positif), hewan uji diberi imboost per oral. Kelompok III, IV, V, dan VI sebagai kelompok perlakuan, masing-masing diberi EEBJH dengan dosis 1, 5, 25, dan 125 mg/kg bobot badan/hari per oral selama 14 hari. Pada hari ke-15, semua mencit diinfeksi L. monocytogenes. Aktivitas fagositosis makrofag peritoneal diamati dengan metode lateks sedangkan aktivitas sekresi ROI diamati dengan metode nitro blue tetrazolium (NBT) reduction assay. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EEBJH meningkatkan aktivitas fagositosis dan sekresi ROI makrofag peritoneal yang diinfeksi L. monocytogenes. Angka kematian hewan uji pada kelompok perlakuan lebih rendah dari kelompok negatif. Aktivitas fagositosis dan sekresi ROI makrofag tertinggi terdapat pada hari ke-14. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa EEBJH memiliki efek meningkatkan aktivitas fagositosis dan sekresi ROI makrofag mencit Swiss yang diinfeksi L. monocytogenes. Kelompok perlakuan dengan dosis 5 mg/kg bobot badan EEBJH memiliki aktivitas fagositosis dan sekresi ROI tertinggi.
{"title":"EKSTRAK ETANOL BIJI JINTAN HITAM (Nigella sativa) MENINGKATKAN AKTIVITAS FAGOSITOSIS MAKROFAG MENCIT SWISS YANG DIINFEKSI Lysteria monocytogenes","authors":"Akrom Akrom, Andi Widjaya, T. Armansyah","doi":"10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2807","DOIUrl":"https://doi.org/10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2807","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh ekstrak etanol biji jintan hitam (EEBJH) terhadap aktivitas fagositosis dan sekresi reactive oxygen intermediates (ROI) makrofag peritoneal mencit Swiss yang diinfeksi Lysteria monocytogenes (L. monoytogenes). Dalam penelitian ini digunakan 72 ekor mencit jantan galur Swiss dengan berat antara 20-30 g. Mencit dibagi ke dalam enam kelompok, masing-masing terdiri atas 12 ekor. Kelompok 1 (kelompok kontrol negatif), diberi akuades secara per oral. Kelompok II (kelompok kontrol positif), hewan uji diberi imboost per oral. Kelompok III, IV, V, dan VI sebagai kelompok perlakuan, masing-masing diberi EEBJH dengan dosis 1, 5, 25, dan 125 mg/kg bobot badan/hari per oral selama 14 hari. Pada hari ke-15, semua mencit diinfeksi L. monocytogenes. Aktivitas fagositosis makrofag peritoneal diamati dengan metode lateks sedangkan aktivitas sekresi ROI diamati dengan metode nitro blue tetrazolium (NBT) reduction assay. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EEBJH meningkatkan aktivitas fagositosis dan sekresi ROI makrofag peritoneal yang diinfeksi L. monocytogenes. Angka kematian hewan uji pada kelompok perlakuan lebih rendah dari kelompok negatif. Aktivitas fagositosis dan sekresi ROI makrofag tertinggi terdapat pada hari ke-14. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa EEBJH memiliki efek meningkatkan aktivitas fagositosis dan sekresi ROI makrofag mencit Swiss yang diinfeksi L. monocytogenes. Kelompok perlakuan dengan dosis 5 mg/kg bobot badan EEBJH memiliki aktivitas fagositosis dan sekresi ROI tertinggi.","PeriodicalId":30999,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran Hewan","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67669077","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-09-01DOI: 10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2810
A. Febretrisiana, M. A. Setiadi, Ni Wayan Kurniani Karja
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh suhu dan waktu penyimpanan ovarium terhadap tingkat fertilisasi oosit secara in vitro pada domba. Ovarium dibawa dari rumah potong hewan (RPH) dalam medium NaCl fisiologis pada suhu yang berbeda yaitu 27-28° C, 36-37° C, dan 4° C. Oosit kemudian dikoleksi dari setiap kelompok berdasarkan waktu penyimpanan yang berbeda yaitu 2-4, 5-7, dan 8-10 jam setelah domba dipotong. Oosit dikoleksi dan dimaturasi secara in vitro dalam inkubator 5% CO2, 38,5°C selama 28 jam. Oosit kemudian difertilisasi ke dalam drop spermatozoa selama 14 jam dalam inkubator CO2 5%, 38,5 C. Tingkat fertilisasi dievaluasi berdasarkan jumlah pronukleus yang terbentuk. Tingkat fertilisasi oosit yang dikoleksi dari ovarium yang disimpan pada suhu 27-28° C tidak berbeda dengan tingkat fertilisasi oosit yang disimpan pada suhu 36-37° C dan pada suhu 4° C, 2-4 jam setelah kematian hewan (masing-masing 53; 66,66; dan 63%) (P>0,05). Tingkat fertilisasi oosit mulai mengalami penurunan pada tiga kelompok perlakuan setelah ovarium disimpan selama 8-10 jam, tingkat fertilisasi oosit yang disimpan pada suhu 27-28° C; 36-37° C; dan suhu 4° C masing-masing berturut-turut sebesar 9,8; 22,22; dan 12,24%. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa penyimpanan ovarium pada suhu 27-28° C dan 36-37° C selama 5-7 jam dapat mempertahankan kompetensi oosit dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 4° C.
{"title":"TINGKAT FERTILISASI OOSIT DOMBA DARI OVARIUM YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN WAKTU YANG BERBEDA SECARA IN VITRO","authors":"A. Febretrisiana, M. A. Setiadi, Ni Wayan Kurniani Karja","doi":"10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2810","DOIUrl":"https://doi.org/10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2810","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh suhu dan waktu penyimpanan ovarium terhadap tingkat fertilisasi oosit secara in vitro pada domba. Ovarium dibawa dari rumah potong hewan (RPH) dalam medium NaCl fisiologis pada suhu yang berbeda yaitu 27-28° C, 36-37° C, dan 4° C. Oosit kemudian dikoleksi dari setiap kelompok berdasarkan waktu penyimpanan yang berbeda yaitu 2-4, 5-7, dan 8-10 jam setelah domba dipotong. Oosit dikoleksi dan dimaturasi secara in vitro dalam inkubator 5% CO2, 38,5°C selama 28 jam. Oosit kemudian difertilisasi ke dalam drop spermatozoa selama 14 jam dalam inkubator CO2 5%, 38,5 C. Tingkat fertilisasi dievaluasi berdasarkan jumlah pronukleus yang terbentuk. Tingkat fertilisasi oosit yang dikoleksi dari ovarium yang disimpan pada suhu 27-28° C tidak berbeda dengan tingkat fertilisasi oosit yang disimpan pada suhu 36-37° C dan pada suhu 4° C, 2-4 jam setelah kematian hewan (masing-masing 53; 66,66; dan 63%) (P>0,05). Tingkat fertilisasi oosit mulai mengalami penurunan pada tiga kelompok perlakuan setelah ovarium disimpan selama 8-10 jam, tingkat fertilisasi oosit yang disimpan pada suhu 27-28° C; 36-37° C; dan suhu 4° C masing-masing berturut-turut sebesar 9,8; 22,22; dan 12,24%. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa penyimpanan ovarium pada suhu 27-28° C dan 36-37° C selama 5-7 jam dapat mempertahankan kompetensi oosit dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 4° C.","PeriodicalId":30999,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran Hewan","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67669484","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-09-01DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v9i2.2824
Rismayani Saridewi, Denny Widya Lukman, M. Sudarwanto, U. Cahyaningsih
Tujuan dari penelitian adalah menetapkan daya tahan hidup takizoit Toxoplasma gondii galur RH dalam susu kambing setelah dipasteurisasi pada suhu tinggi dalam waktu singkat. Dalam penelitian ini digunakan metode in vivo dan mencit diinfeksi dengan takizoit Toxoplasma gondii galur RH secara intraperitoneal dengan konsentrasi 2,76x10 6 takizoit/ekor. Mencit dibagi atas tiga kelompok perlakuan, yaitu susu pasteurisasi dan takizoit yang dipanaskan pada suhu 72 °C selama 15 detik (P), susu pasteurisasi dan takizoit tanpa dipanaskan sebagai kontrol positif (KP), dan susu pasteurisasi tanpa takizoit sebagai kontrol negatif (KN). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan takizoit di dalam cairan peritoneal pada P dan KN. Takizoit Toxoplasma gondii galur RH ditemukan pada KP yang mempunyai jumlah konsentrasi hampir sama sebelum dan setelah infeksi.
{"title":"DAYA TAHAN HIDUP Toxoplasma gondii DALAM SUSU KAMBING SETELAH PASTEURISASI SUHU TINGGI WAKTU SINGKAT","authors":"Rismayani Saridewi, Denny Widya Lukman, M. Sudarwanto, U. Cahyaningsih","doi":"10.21157/j.ked.hewan.v9i2.2824","DOIUrl":"https://doi.org/10.21157/j.ked.hewan.v9i2.2824","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian adalah menetapkan daya tahan hidup takizoit Toxoplasma gondii galur RH dalam susu kambing setelah dipasteurisasi pada suhu tinggi dalam waktu singkat. Dalam penelitian ini digunakan metode in vivo dan mencit diinfeksi dengan takizoit Toxoplasma gondii galur RH secara intraperitoneal dengan konsentrasi 2,76x10 6 takizoit/ekor. Mencit dibagi atas tiga kelompok perlakuan, yaitu susu pasteurisasi dan takizoit yang dipanaskan pada suhu 72 °C selama 15 detik (P), susu pasteurisasi dan takizoit tanpa dipanaskan sebagai kontrol positif (KP), dan susu pasteurisasi tanpa takizoit sebagai kontrol negatif (KN). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan takizoit di dalam cairan peritoneal pada P dan KN. Takizoit Toxoplasma gondii galur RH ditemukan pada KP yang mempunyai jumlah konsentrasi hampir sama sebelum dan setelah infeksi.","PeriodicalId":30999,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran Hewan","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67669720","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-09-01DOI: 10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2837
L. Sjahfirdi, Nikki Aldi, H. Maheshwari, P. Astuti
Penelitian ini bertujuan mengetahui gugus fungsi penanda yang merepresentasikaan hormon metabolit E 1 C dan PdG serta bilangan gelombangnya pada urine yang didukung dengan pengamatan genitalia untuk memastikan pendeteksian masa subur pada lutung jawa (Trachypithecus auratus). Sampel urine dan pengamatan genitalia diperoleh dari 2 (dua) ekor lutung jawa betina di Pusat Primata Schmutzer, Kebun Binatang Ragunan, Jakarta. Sampel urin diambil setiap hari dan dilengkapi dengan pengamatan genitalia. Hasil menunjukkan bahwa gugus fungsi penanda yang merepresentasikan E 1 C dan PdG pada lutung jawa sama dengan yang teridentifikasi pada tikus namun dengan bilangan gelombang berbeda. Hormon metabolit E 1 C direpresentasikan melalui gugus fungsi alkil, aromatik, dan hidroksil pada bilangan gelombang 596 cm -1 , 698 cm -1 , 3599 cm -1 , dan PdG direpresentasikan melalui gugus fungsi alkil dan aldehid pada bilangan gelombang 1450 dan 1699 cm -1 . Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gugus fungsi penanda yang teridentifikasi oleh fourier transform infrared (FTIR) dapat berlaku secara universal, namun bilangan gelombang yang merepresentasikannya bersifat spesifik spesies.
{"title":"APLIKASI FOURIER TRANSFORM INFRARED (FTIR) DAN PENGAMATAN PEMBENGKAKAN GENITAL PADA SPESIES PRIMATA, LUTUNG JAWA (Trachypithecus auratus) UNTUK MENDETEKSI MASA SUBUR","authors":"L. Sjahfirdi, Nikki Aldi, H. Maheshwari, P. Astuti","doi":"10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2837","DOIUrl":"https://doi.org/10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2837","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan mengetahui gugus fungsi penanda yang merepresentasikaan hormon metabolit E 1 C dan PdG serta bilangan gelombangnya pada urine yang didukung dengan pengamatan genitalia untuk memastikan pendeteksian masa subur pada lutung jawa (Trachypithecus auratus). Sampel urine dan pengamatan genitalia diperoleh dari 2 (dua) ekor lutung jawa betina di Pusat Primata Schmutzer, Kebun Binatang Ragunan, Jakarta. Sampel urin diambil setiap hari dan dilengkapi dengan pengamatan genitalia. Hasil menunjukkan bahwa gugus fungsi penanda yang merepresentasikan E 1 C dan PdG pada lutung jawa sama dengan yang teridentifikasi pada tikus namun dengan bilangan gelombang berbeda. Hormon metabolit E 1 C direpresentasikan melalui gugus fungsi alkil, aromatik, dan hidroksil pada bilangan gelombang 596 cm -1 , 698 cm -1 , 3599 cm -1 , dan PdG direpresentasikan melalui gugus fungsi alkil dan aldehid pada bilangan gelombang 1450 dan 1699 cm -1 . Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gugus fungsi penanda yang teridentifikasi oleh fourier transform infrared (FTIR) dapat berlaku secara universal, namun bilangan gelombang yang merepresentasikannya bersifat spesifik spesies.","PeriodicalId":30999,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran Hewan","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67669882","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-09-01DOI: 10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2833
Hazar Sukareksi, N. N
Penelitian ini bertujuan mempelajari deformasi sendi tarsus yang mengalami tarsitis kronis. Penelitian ini dilakukan dengan mengamati perubahan ukuran sendi tarsus pada preparat kaki belakang kuda delman dan deformasi skelet sendi tarsus pada kuda delman. Dari hasil penelitian ditemukan adanya pembesaran di bagian medial tarsus kuda dan pembesaran pada lingkar tarsus kuda 3-7 cm dari bentuk normal dengan rata-rata lingkar tarsus kuda delman 23,18 cm dan rata-rata lingkar tarsus pada kuda yang mengalami tarsitis 27,83 cm. Kelainan berupa perlekatan tulang (ankylosis) dan pertumbuhan tulang baru (exostosis) pada permukaan tulang-tulang sendi tarsus kuda. Pada gambaran radiografi ditemukan adanya penyempitan ruang sendi, kerusakan permukaan tulang dan pertumbuhan tulang baru yang abnormal. Deformasi yang terjadi pada sendi tarsus preparat kaki belakang kuda delman diduga disebabkan oleh aktivitas yang berat semasa hidupnya.
{"title":"DEFORMASI SENDI TARSUS PADA PREPARAT KAKI BELAKANG KUDA DELMAN","authors":"Hazar Sukareksi, N. N","doi":"10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2833","DOIUrl":"https://doi.org/10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2833","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan mempelajari deformasi sendi tarsus yang mengalami tarsitis kronis. Penelitian ini dilakukan dengan mengamati perubahan ukuran sendi tarsus pada preparat kaki belakang kuda delman dan deformasi skelet sendi tarsus pada kuda delman. Dari hasil penelitian ditemukan adanya pembesaran di bagian medial tarsus kuda dan pembesaran pada lingkar tarsus kuda 3-7 cm dari bentuk normal dengan rata-rata lingkar tarsus kuda delman 23,18 cm dan rata-rata lingkar tarsus pada kuda yang mengalami tarsitis 27,83 cm. Kelainan berupa perlekatan tulang (ankylosis) dan pertumbuhan tulang baru (exostosis) pada permukaan tulang-tulang sendi tarsus kuda. Pada gambaran radiografi ditemukan adanya penyempitan ruang sendi, kerusakan permukaan tulang dan pertumbuhan tulang baru yang abnormal. Deformasi yang terjadi pada sendi tarsus preparat kaki belakang kuda delman diduga disebabkan oleh aktivitas yang berat semasa hidupnya.","PeriodicalId":30999,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran Hewan","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67669958","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-09-01DOI: 10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2835
S. Nasution, A. Setiyono, E. Handharyani
Penelitian ini bertujuan mendeteksi keberadaan antigen Coxiella burnetii sebagai penyebab Q fever pada organ sapi yang dikumpulkan di rumah potong hewan (RPH) Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Pada penelitian ini telah dikumpulkan organ limpa, paru-paru, dan hati dari 162 ekor sapi. Sampel organ tersebut kemudian diperiksa secara imunohistokimia dengan metode streptavidin peroksidase untuk melihat keberadaan antigen Coxiella burnetii menggunakan antibodi poliklonal terhadap Coxiella burnetii. Hasil pemeriksaan imunohistokimia menunjukkan 62/162 (38,3%) sampel sapi imunoreaktif terhadap Coxiella burnetii. Berdasarkan asal pengambilan sampelnya, sebanyak 40/101 (39,6%) sampel sapi yang berasal dari RPH Kota Medan dan 22/61 (36,1%) sampel sapi yang berasal dari RPH di Kabupaten Deli Serdang menunjukkan hasil imunoreaktif. Dilihat dari jenis organnya, dari 162 sampel sapi, antigen Coxiella burnetii dapat dideteksi pada 61 (37,7%) organ limpa, 12 (7,4%) organ paru-paru dan 2 (1,2%) organ hati. Hasil ini menunjukkan telah adanya infeksi Coxiella burnetii pada sapi di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.
{"title":"DETEKSI IMUNOHISTOKIMIA ANTIGEN Coxiella burnetii SEBAGAI PENYEBAB Q FEVER PADA SAPI","authors":"S. Nasution, A. Setiyono, E. Handharyani","doi":"10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2835","DOIUrl":"https://doi.org/10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2835","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan mendeteksi keberadaan antigen Coxiella burnetii sebagai penyebab Q fever pada organ sapi yang dikumpulkan di rumah potong hewan (RPH) Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Pada penelitian ini telah dikumpulkan organ limpa, paru-paru, dan hati dari 162 ekor sapi. Sampel organ tersebut kemudian diperiksa secara imunohistokimia dengan metode streptavidin peroksidase untuk melihat keberadaan antigen Coxiella burnetii menggunakan antibodi poliklonal terhadap Coxiella burnetii. Hasil pemeriksaan imunohistokimia menunjukkan 62/162 (38,3%) sampel sapi imunoreaktif terhadap Coxiella burnetii. Berdasarkan asal pengambilan sampelnya, sebanyak 40/101 (39,6%) sampel sapi yang berasal dari RPH Kota Medan dan 22/61 (36,1%) sampel sapi yang berasal dari RPH di Kabupaten Deli Serdang menunjukkan hasil imunoreaktif. Dilihat dari jenis organnya, dari 162 sampel sapi, antigen Coxiella burnetii dapat dideteksi pada 61 (37,7%) organ limpa, 12 (7,4%) organ paru-paru dan 2 (1,2%) organ hati. Hasil ini menunjukkan telah adanya infeksi Coxiella burnetii pada sapi di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.","PeriodicalId":30999,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran Hewan","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67669643","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-09-01DOI: 10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2838
M. F. Ulum, Nur Fitri Utami, N. Utami, Deni Noviana
Penelitian ini bertujuan mencitrakan jantung domba jawa ekor tipis (DET) secara ekokardiografi. Domba ekor tipis jantan sebanyak lima ekor dengan berat 14-16 kg berumur 10-12 bulan digunakan dalam penelitian ini. Domba dipegang dan dibaringkan pada meja khusus tanpa sedasi ataupun pembiusan. Organ jantung domba dicitrakan menggunakan ultrasonografi brightness-mode (B-mode). Transduser cembung dengan frekuensi 2,5-4 MHz digunakan untuk mencitrakan jantung pada posisi right parasternal (RPS) view dan left parasternal (LPS) view dengan posisi long axis (LAx) dan short axis (SAx). Hasil pencitraan ekokardiografi menunjukkan bahwa bagian-bagian dari organ jantung yang tersusun atas cairan terkesan anechoic, sedangkan bagian yang tersusun atas jaringan lunak terkesan hypoechoic dengan derajat ekogenisitas yang bervariasi. Bagian-bagian struktur jantung dapat dibedakan menurut ruang jantung atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri dan ventrikel kiri. Bagian-bagian jantung yang dapat dicitrakan seperti septa jantung, otot papilaris, katup jantung semilunaris, katup jantung mitralis, katup jantung trikuspidalis, pembuluh darah vena paru-paru dan aorta. Ekokardiografi B-mode pada organ jantung domba jawa ekor tipis dapat mencitrakan dengan baik struktur ruang, otot, katup dan pembuluh darah besar dengan derajat ekogenisitas yang bervariasi.
{"title":"BRIGHTNESS-MODE EKOKARDIOGRAFI DOMBA JAWA JANTAN EKOR TIPIS","authors":"M. F. Ulum, Nur Fitri Utami, N. Utami, Deni Noviana","doi":"10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2838","DOIUrl":"https://doi.org/10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2838","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan mencitrakan jantung domba jawa ekor tipis (DET) secara ekokardiografi. Domba ekor tipis jantan sebanyak lima ekor dengan berat 14-16 kg berumur 10-12 bulan digunakan dalam penelitian ini. Domba dipegang dan dibaringkan pada meja khusus tanpa sedasi ataupun pembiusan. Organ jantung domba dicitrakan menggunakan ultrasonografi brightness-mode (B-mode). Transduser cembung dengan frekuensi 2,5-4 MHz digunakan untuk mencitrakan jantung pada posisi right parasternal (RPS) view dan left parasternal (LPS) view dengan posisi long axis (LAx) dan short axis (SAx). Hasil pencitraan ekokardiografi menunjukkan bahwa bagian-bagian dari organ jantung yang tersusun atas cairan terkesan anechoic, sedangkan bagian yang tersusun atas jaringan lunak terkesan hypoechoic dengan derajat ekogenisitas yang bervariasi. Bagian-bagian struktur jantung dapat dibedakan menurut ruang jantung atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri dan ventrikel kiri. Bagian-bagian jantung yang dapat dicitrakan seperti septa jantung, otot papilaris, katup jantung semilunaris, katup jantung mitralis, katup jantung trikuspidalis, pembuluh darah vena paru-paru dan aorta. Ekokardiografi B-mode pada organ jantung domba jawa ekor tipis dapat mencitrakan dengan baik struktur ruang, otot, katup dan pembuluh darah besar dengan derajat ekogenisitas yang bervariasi.","PeriodicalId":30999,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran Hewan","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67670057","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-09-01DOI: 10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2821
Hermilinda Parera, Agung Budiyanto
Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat maturasi oosit sapi Simmental Peranakan Ongole (SimPO) dan Limousin Peranakan Ongole (LimPO) secara in vitro. Oosit dari Ovarium sapi yang berasal dari rumah potong hewan (RPH), dikelompokkan berdasarkan jenis sapi PO (kontrol), SimPO dan LimPO. Oosit diaspirasi dari ovarium dengan syringe 5 ml dan jarum 18 G. Oosit dengan kualitas A dan B yang digunakan dalam penelitian ini. Oosit dikultur dalam media maturasi TCM 199 100 µl drop dan dilapisi minyak mineral, diinkubasi pada suhu 38,5° C, CO2 5% dan kelembaban 95% selama 24 jam. Tingkat maturasi in vitro ditentukan dengan pewarnaan aceto orcein 1% untuk melihat tahapan maturasi dengan adanya perubahan konfigurasi kromosom dan membran inti berupa germinal vesicle, germinal vesicle breakdown, metafase I, anafase/telofase I, dan metafase II. Hasil penelitian menunjukkan tingkat maturasi in vitro oosit yang mencapai metafase II dari oosit sapi PO lebih tinggi secara signifikan dibandingkan sapi SimPO dan LimPO.
{"title":"TINGKAT MATURASI IN VITRO PADA OOSIT SAPI SILANGAN SIMMENTAL PERANAKAN ONGOLE DAN LIMOUSIN PERANAKAN ONGOLE","authors":"Hermilinda Parera, Agung Budiyanto","doi":"10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2821","DOIUrl":"https://doi.org/10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2821","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat maturasi oosit sapi Simmental Peranakan Ongole (SimPO) dan Limousin Peranakan Ongole (LimPO) secara in vitro. Oosit dari Ovarium sapi yang berasal dari rumah potong hewan (RPH), dikelompokkan berdasarkan jenis sapi PO (kontrol), SimPO dan LimPO. Oosit diaspirasi dari ovarium dengan syringe 5 ml dan jarum 18 G. Oosit dengan kualitas A dan B yang digunakan dalam penelitian ini. Oosit dikultur dalam media maturasi TCM 199 100 µl drop dan dilapisi minyak mineral, diinkubasi pada suhu 38,5° C, CO2 5% dan kelembaban 95% selama 24 jam. Tingkat maturasi in vitro ditentukan dengan pewarnaan aceto orcein 1% untuk melihat tahapan maturasi dengan adanya perubahan konfigurasi kromosom dan membran inti berupa germinal vesicle, germinal vesicle breakdown, metafase I, anafase/telofase I, dan metafase II. Hasil penelitian menunjukkan tingkat maturasi in vitro oosit yang mencapai metafase II dari oosit sapi PO lebih tinggi secara signifikan dibandingkan sapi SimPO dan LimPO.","PeriodicalId":30999,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran Hewan","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67669606","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-09-01DOI: 10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2840
Joshua Liem Tiong Gie, Yatri Drastini
Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi Eschericia coli (E. coli) O157:H7 pada susu dan lingkungan peternakan sapi perah. Sampel berjumlah 77 yang terdiri atas 27 sampel susu dan 50 sampel lingkungan. Sampel susu berasal dari ambing sapi (14), milk can peternak (6), milk can tempat penampungan susu (4), dan cooling unit di koperasi (3). Sampel lingkungan berupa feses (14), air sumber dan air tandon (12), pakan (6), serta swab tangan sebelum dan sesudah pemberian minyak pelicin (17), dan tanah (1). Isolasi E. coli dari sampel menggunakan media pemerkaya kaldu brilliant green lactose bile Broth (BGLB), media selektif agar eosin methylene blue (EMB), dan agar sorbitol MacConkey (SMAC). Koloni bakteri yang tidak memfermentasi sorbitol pada SMAC (colorless) diidentifikasi dengan uji aglutinasi lateks O157 dan antisera H7. Identifikasi bakteri dari sampel susu menunjukkan 7,41% (2/27) sampel teridentifikasi E. coli O157. Susu tersebut berasal dari ambing sapi dan milk can peternak. Bakteri E. coli O157 yang teridentifikasi dari sampel lingkungan (sampel pakan) sebanyak 2% (1/50). Hasil uji aglutinasi antisera terhadap tiga sampel positif O157 menunjukkan bahwa ketiganya tidak memiliki antigen H7 dan disimpulkan bahwa tidak ada sampel susu dan lingkungan yang tercemar E. coli O157:H7.
{"title":"IDENTIFIKASI Escherichia coli O157:H7 PADA SUSU SAPI PERAH DAN LINGKUNGAN PETERNAKAN","authors":"Joshua Liem Tiong Gie, Yatri Drastini","doi":"10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2840","DOIUrl":"https://doi.org/10.21157/J.KED.HEWAN.V9I2.2840","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi Eschericia coli (E. coli) O157:H7 pada susu dan lingkungan peternakan sapi perah. Sampel berjumlah 77 yang terdiri atas 27 sampel susu dan 50 sampel lingkungan. Sampel susu berasal dari ambing sapi (14), milk can peternak (6), milk can tempat penampungan susu (4), dan cooling unit di koperasi (3). Sampel lingkungan berupa feses (14), air sumber dan air tandon (12), pakan (6), serta swab tangan sebelum dan sesudah pemberian minyak pelicin (17), dan tanah (1). Isolasi E. coli dari sampel menggunakan media pemerkaya kaldu brilliant green lactose bile Broth (BGLB), media selektif agar eosin methylene blue (EMB), dan agar sorbitol MacConkey (SMAC). Koloni bakteri yang tidak memfermentasi sorbitol pada SMAC (colorless) diidentifikasi dengan uji aglutinasi lateks O157 dan antisera H7. Identifikasi bakteri dari sampel susu menunjukkan 7,41% (2/27) sampel teridentifikasi E. coli O157. Susu tersebut berasal dari ambing sapi dan milk can peternak. Bakteri E. coli O157 yang teridentifikasi dari sampel lingkungan (sampel pakan) sebanyak 2% (1/50). Hasil uji aglutinasi antisera terhadap tiga sampel positif O157 menunjukkan bahwa ketiganya tidak memiliki antigen H7 dan disimpulkan bahwa tidak ada sampel susu dan lingkungan yang tercemar E. coli O157:H7.","PeriodicalId":30999,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran Hewan","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67670350","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}