Pub Date : 2020-09-27DOI: 10.32801/LAMLAJ.V5I2.152
Ifrani Ifrani
From the Global Intellectual Property Center (GIPC) survey, Indonesia still considered weak in protecting intellectual property. Then the political direction of law began to look at the concept of the omnibus law to promote the ease of doing business (EoDB). Therefore, the purpose of this study is to analyze first, the legal protection issues of famous brand holders in Act No. 20/2016 through political instruments and criminal law policies. Secondly, the concept of the omnibus law as ius constituendum of the Act Related to Indonesian Intellectual Property in the political perspective of criminal law. The normative method was chosen because of the object of the study on the principles of law, theories, and doctrines of jurisprudence. The results of this study show that although Indonesia's IPR index score increased in 2019, it's global ranking declined. This means that despite increases in scores, Indonesia's IPR enforcement tends to be stagnant when compared to other countries. The IPR-related Act can be combined into an omnibus law. The aim is to simplify the laws of Patents, Trademarks, Copyrights, Industrial Designs, Layout Designs of Integrated Circuits, and Communal Investment Credit which greatly affect the economy and investment in Indonesia.
{"title":"The Politics of Criminal Law in Trademarks and Future Concept of Omnibus Law for IPR","authors":"Ifrani Ifrani","doi":"10.32801/LAMLAJ.V5I2.152","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/LAMLAJ.V5I2.152","url":null,"abstract":"From the Global Intellectual Property Center (GIPC) survey, Indonesia still considered weak in protecting intellectual property. Then the political direction of law began to look at the concept of the omnibus law to promote the ease of doing business (EoDB). Therefore, the purpose of this study is to analyze first, the legal protection issues of famous brand holders in Act No. 20/2016 through political instruments and criminal law policies. Secondly, the concept of the omnibus law as ius constituendum of the Act Related to Indonesian Intellectual Property in the political perspective of criminal law. The normative method was chosen because of the object of the study on the principles of law, theories, and doctrines of jurisprudence. The results of this study show that although Indonesia's IPR index score increased in 2019, it's global ranking declined. This means that despite increases in scores, Indonesia's IPR enforcement tends to be stagnant when compared to other countries. The IPR-related Act can be combined into an omnibus law. The aim is to simplify the laws of Patents, Trademarks, Copyrights, Industrial Designs, Layout Designs of Integrated Circuits, and Communal Investment Credit which greatly affect the economy and investment in Indonesia.","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":"04 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"70170916","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-09-26DOI: 10.32801/LAMLAJ.V5I2.159
Yessy Cornesia Irianto, Nadia Imanda
Dalam hukum positif Indonesia terdapat ketentuan kewajiban produsen untuk mengelola dan mendaur ulang sampah dari produksinya. Dalam aturan tersebut terdapat kekosongan hukum karena tidak mengatur sanksi apabila produsen tidak menjalankan kewajibannya dalam mengelola sampah produksinya. Hal tersebut berimplikasi tidak ada landasan upaya pengawasan secara preventif dan represif terhadap pelaksanaan kewajiban produsen dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk mengkonstruksi aturan pengelolaan sampah dengan melegitimasi prinsip Good Corporate Governance (GCG) kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia terutama dalam pengelolaan sampah. Untuk menjawab permasalahan dalam tulisan ini, digunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa urgensi aturan penerapan sanksi adalah sebagai landasan pengawasan bagi penegak hukum untuk menindak produsen yang tidak menjalankan kewajiban mengelola sampahnya. Pengawasan melalui sanksi yang dilakukan ini agar ada penegakan hukum bagi produsen yang tidak menjalankan kewajiban pengelolaan sampah sehingga bisa jera untuk tidak melanggar peraturan kembali.
{"title":"Konstruksi Hukum Penerapan Sanksi pada Aturan Kewajiban Pengelolaan Sampah oleh Produsen di Indonesia","authors":"Yessy Cornesia Irianto, Nadia Imanda","doi":"10.32801/LAMLAJ.V5I2.159","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/LAMLAJ.V5I2.159","url":null,"abstract":"Dalam hukum positif Indonesia terdapat ketentuan kewajiban produsen untuk mengelola dan mendaur ulang sampah dari produksinya. Dalam aturan tersebut terdapat kekosongan hukum karena tidak mengatur sanksi apabila produsen tidak menjalankan kewajibannya dalam mengelola sampah produksinya. Hal tersebut berimplikasi tidak ada landasan upaya pengawasan secara preventif dan represif terhadap pelaksanaan kewajiban produsen dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk mengkonstruksi aturan pengelolaan sampah dengan melegitimasi prinsip Good Corporate Governance (GCG) kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia terutama dalam pengelolaan sampah. Untuk menjawab permasalahan dalam tulisan ini, digunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa urgensi aturan penerapan sanksi adalah sebagai landasan pengawasan bagi penegak hukum untuk menindak produsen yang tidak menjalankan kewajiban mengelola sampahnya. Pengawasan melalui sanksi yang dilakukan ini agar ada penegakan hukum bagi produsen yang tidak menjalankan kewajiban pengelolaan sampah sehingga bisa jera untuk tidak melanggar peraturan kembali.","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":"5 1","pages":"135-148"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41690613","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-09-24DOI: 10.32801/LAMLAJ.V5I2.160
Luluk Nurmalita, I. Indrawati
Tax Amnesty merupakan program pemerintah Indonesia seharusnya tidak hanya dapat diikuti oleh warganya tetapi juga dapat diikuti oleh Warga Negara Asing (WNA). Demi mencapai tujuan program ini yaitu untuk meningkatkan pendapatan negara khususnya disektor pajak, pemerintah juga harus memaksimalkan kedudukan WNA sebagai wajib pajak. Penulisan ini bertujuan untuk memberikan analisa hukum terkait kedudukan WNA sebagai wajib pajak dan penerapan Tax Amnesty yang dapat dilaksanakan WNA baik sebagai wajib pajak individu maupun yang telah melakukan perkawinan campuran dengan Warga Negara Indonesia. (WNI). Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statutorye approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Berdasarkan analisa hukum pada penelitian ini, maka disimpulkan bahwa menurut asas-asas hukum pajak, WNA merupakan wajib pajak yang dapat mengikuti Tax Amnesty dan jika WNA yang menikah dengan WNI dan ingin mengikuti pengampunan pajak, maka pernikahannya harus memiliki perjanjian pisah harta.
{"title":"Tax Amnesty bagi Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia","authors":"Luluk Nurmalita, I. Indrawati","doi":"10.32801/LAMLAJ.V5I2.160","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/LAMLAJ.V5I2.160","url":null,"abstract":"Tax Amnesty merupakan program pemerintah Indonesia seharusnya tidak hanya dapat diikuti oleh warganya tetapi juga dapat diikuti oleh Warga Negara Asing (WNA). Demi mencapai tujuan program ini yaitu untuk meningkatkan pendapatan negara khususnya disektor pajak, pemerintah juga harus memaksimalkan kedudukan WNA sebagai wajib pajak. Penulisan ini bertujuan untuk memberikan analisa hukum terkait kedudukan WNA sebagai wajib pajak dan penerapan Tax Amnesty yang dapat dilaksanakan WNA baik sebagai wajib pajak individu maupun yang telah melakukan perkawinan campuran dengan Warga Negara Indonesia. (WNI). Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statutorye approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Berdasarkan analisa hukum pada penelitian ini, maka disimpulkan bahwa menurut asas-asas hukum pajak, WNA merupakan wajib pajak yang dapat mengikuti Tax Amnesty dan jika WNA yang menikah dengan WNI dan ingin mengikuti pengampunan pajak, maka pernikahannya harus memiliki perjanjian pisah harta.","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":"5 1","pages":"122-134"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"70170960","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-09-22DOI: 10.32801/LAMLAJ.V5I2.150
N. Nggilu
Politik hukum pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo sejak dibentuk tahun 2000, politik hukumnya masih bercita rasa pemidanaan, hal itu tercermin dari adanya pengaturan sanksi pidana yang bukan hanya melebihi dari ketentuan pembebanan sanksi pidana, melainkan juga kesalahan dalam merujuk ketentuan yang menentukan kualifikasi sebuah tindakan dibebankan sanksi pidana atau tidak. Tujuan penulisan ini adalah untuk menguraikan pengaturan sanksi pidana dalam Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan statuta dan konseptual. Hasilnya ditemukan bahwa adanya peraturan daerah yang merujuk bukan pada pasal yang memuat tentang perbuatan hukum, melainkan merujuk pada BAB yang di dalamnya terdapat pasal-pasal yang umum dan tidak memuat perbuatan hukum yang dapat dikualifikasi sebagai perbuatan pidana, itu tercermin dari peraturan daerah tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di samping itu, terdapat juga peraturan daerah yang pembebanan sanksi pidananya melebihi dari ketentuan pengaturan sanksi yang dapat diatur dalam peraturan daerah, dimana pembebanan sanksi pidana kurungan 3 (tiga) tahun dan denda Rp. 500.000.000, padahal ketentuan dalam undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dan Permendagri tentang pembentukan produk hukum daerah hanya membatasi pembebanan sanksi pidana maksimal 6 (enam) bulan kurungan, dan denda paling banyak Rp. 50.000.000.
{"title":"Tinjauan Yuridis Pengaturan Sanksi Pidana dalam Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo","authors":"N. Nggilu","doi":"10.32801/LAMLAJ.V5I2.150","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/LAMLAJ.V5I2.150","url":null,"abstract":"Politik hukum pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo sejak dibentuk tahun 2000, politik hukumnya masih bercita rasa pemidanaan, hal itu tercermin dari adanya pengaturan sanksi pidana yang bukan hanya melebihi dari ketentuan pembebanan sanksi pidana, melainkan juga kesalahan dalam merujuk ketentuan yang menentukan kualifikasi sebuah tindakan dibebankan sanksi pidana atau tidak. Tujuan penulisan ini adalah untuk menguraikan pengaturan sanksi pidana dalam Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan statuta dan konseptual. Hasilnya ditemukan bahwa adanya peraturan daerah yang merujuk bukan pada pasal yang memuat tentang perbuatan hukum, melainkan merujuk pada BAB yang di dalamnya terdapat pasal-pasal yang umum dan tidak memuat perbuatan hukum yang dapat dikualifikasi sebagai perbuatan pidana, itu tercermin dari peraturan daerah tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di samping itu, terdapat juga peraturan daerah yang pembebanan sanksi pidananya melebihi dari ketentuan pengaturan sanksi yang dapat diatur dalam peraturan daerah, dimana pembebanan sanksi pidana kurungan 3 (tiga) tahun dan denda Rp. 500.000.000, padahal ketentuan dalam undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dan Permendagri tentang pembentukan produk hukum daerah hanya membatasi pembebanan sanksi pidana maksimal 6 (enam) bulan kurungan, dan denda paling banyak Rp. 50.000.000.","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":"5 1","pages":"109-121"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42671534","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-03-31DOI: 10.32801/lamlaj.v5i1.118
Riskyanti Juniver Siburian
Marital Rape adalah pemaksaan hubungan seksual dalam rumah tangga, di mana antara pelaku dan korban terdapat ikatan perkawinan. Isu marital rape dianggap tabu sehingga muncul pro-kontra mengenai intervensi negara dalam mengkriminalisasi perbuatan sebagaimana dimaksud. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perkembangan unsur perkawinan sebagai bagian tindak pidana pemaksaan hubungan seksual (perkosaan) berdasarkan hukum pidana materiil di Indonesia serta untuk mengetahui dasar teoritis dan yuridis penerimaan kriminalisasi marital rape. Metode penelitian adalah yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan (1) Pada awalnya hukum pidana Indonesia tidak memaknai pemaksaan hubungan seksual pada korban dan pelaku yang memiliki ikatan perkawinan sebagai perkosaan (Pasal 284 KUHP). Muatan mengenai pemaksaan hubungan seksual dalam ranah perkawinan mulai diatur sebagai tindak pidana dalamPasal 46 jo. Pasal 8 huruf a UU-PKDRT dan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. (2) Penerimaan kriminalisasi marital rape diawali munculnya pemikiran feminist yang menggeser perspektif lama mengenai anggapan perempuan harus memenuhi “right to sex” suami akibat adanya contract of marriage, pandangan istri adalah “hak milik” (property) suami, serta perspektif critical feminism criminology yang menyebutkan wanita dalam ikatan perkawinan cenderung menjadi korban kejahatan. Negara perlu memberikan perlindungan melalui sanksi pidana karena pemaksaan hubungan seksual dalam bentuk apapun menyalahi hak asasi sebagaimana dimaksud Pasal 28G UUD RI 1945.
{"title":"Menggeser Paradigma Kontra terhadap Kriminalisasi Pemerkosaan dalam Rumah Tangga","authors":"Riskyanti Juniver Siburian","doi":"10.32801/lamlaj.v5i1.118","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/lamlaj.v5i1.118","url":null,"abstract":"Marital Rape adalah pemaksaan hubungan seksual dalam rumah tangga, di mana antara pelaku dan korban terdapat ikatan perkawinan. Isu marital rape dianggap tabu sehingga muncul pro-kontra mengenai intervensi negara dalam mengkriminalisasi perbuatan sebagaimana dimaksud. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perkembangan unsur perkawinan sebagai bagian tindak pidana pemaksaan hubungan seksual (perkosaan) berdasarkan hukum pidana materiil di Indonesia serta untuk mengetahui dasar teoritis dan yuridis penerimaan kriminalisasi marital rape. Metode penelitian adalah yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan (1) Pada awalnya hukum pidana Indonesia tidak memaknai pemaksaan hubungan seksual pada korban dan pelaku yang memiliki ikatan perkawinan sebagai perkosaan (Pasal 284 KUHP). Muatan mengenai pemaksaan hubungan seksual dalam ranah perkawinan mulai diatur sebagai tindak pidana dalamPasal 46 jo. Pasal 8 huruf a UU-PKDRT dan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. (2) Penerimaan kriminalisasi marital rape diawali munculnya pemikiran feminist yang menggeser perspektif lama mengenai anggapan perempuan harus memenuhi “right to sex” suami akibat adanya contract of marriage, pandangan istri adalah “hak milik” (property) suami, serta perspektif critical feminism criminology yang menyebutkan wanita dalam ikatan perkawinan cenderung menjadi korban kejahatan. Negara perlu memberikan perlindungan melalui sanksi pidana karena pemaksaan hubungan seksual dalam bentuk apapun menyalahi hak asasi sebagaimana dimaksud Pasal 28G UUD RI 1945.","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":"5 1","pages":"58-74"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42119394","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-03-31DOI: 10.32801/lamlaj.v5i1.171
S. Sudjito
Program Rusunawa Mahasiswa merupakan upaya pemerintah mewujudkan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan di perguruan tinggi. Diharapkan dengan adanya Rusunawa Mahasiswa, biaya sewanya lebih murah dibanding harga sewa kos-kosan. Diharapkan pula, pihak kampus sebagai pengelola Rusunawa Mahasiswa bisa memprioritaskan mahasiswa kurang mampu dari luar kota yang memiliki prestasi akademik b a g u s , sehingga mereka terbantu dari aspek ekonomi. Sampai saat ini masih ada kesenjangan antara target dan realisasinya pembangunan Rusunawa Mahasiswa. Kesenjangan dapat terjadi karena berbagai faktor, antara lain berupa inkonsistensi regulasi maupun inkonsistensi implementasi. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis-normatif. Penelitian ini dilakukan dengan meneliti bahan pustaka dan perundang-undangan yang relevan dan terkait dengan substansi penelitian. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa: 1. Ada inkonsistensi regulasi berupa kekurangan peraturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri; 2. Ada inkonsistensi implementasi disebabkan lemahnya pengawasan, kurang profesionalitas pelaksanaan dan penegakan regulasi.
{"title":"Pembangunan Rumah Susun Sewa Mahasiswa Kajian tentang Inkonsistensi Regulasi dan Implementasi","authors":"S. Sudjito","doi":"10.32801/lamlaj.v5i1.171","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/lamlaj.v5i1.171","url":null,"abstract":"Program Rusunawa Mahasiswa merupakan upaya pemerintah mewujudkan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan di perguruan tinggi. Diharapkan dengan adanya Rusunawa Mahasiswa, biaya sewanya lebih murah dibanding harga sewa kos-kosan. Diharapkan pula, pihak kampus sebagai pengelola Rusunawa Mahasiswa bisa memprioritaskan mahasiswa kurang mampu dari luar kota yang memiliki prestasi akademik b a g u s , sehingga mereka terbantu dari aspek ekonomi. Sampai saat ini masih ada kesenjangan antara target dan realisasinya pembangunan Rusunawa Mahasiswa. Kesenjangan dapat terjadi karena berbagai faktor, antara lain berupa inkonsistensi regulasi maupun inkonsistensi implementasi. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis-normatif. Penelitian ini dilakukan dengan meneliti bahan pustaka dan perundang-undangan yang relevan dan terkait dengan substansi penelitian. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa: 1. Ada inkonsistensi regulasi berupa kekurangan peraturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri; 2. Ada inkonsistensi implementasi disebabkan lemahnya pengawasan, kurang profesionalitas pelaksanaan dan penegakan regulasi.","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":"5 1","pages":"87-99"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48256436","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-03-31DOI: 10.32801/lamlaj.v5i1.140
Hagi Hutomo Mukti
Sharia banking is developed in response to economic and cultural groups that are used to accommodate those who want the services to be carried out with Islamic sharia principles and morals. The development of Sharia banks in Indonesia and Malaysia needs to be studied more deeply because Malaysia first established Sharia banks in 1983 through Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) while the first sharia bank in Indonesia, which named Bank Muamalat, was burned in 1991, which determines the direction of the progress of sharia banks in Indonesia with the provisions of Law Number 10 of 1998 concerning Banking. Determine the amount of assets from banks that have a ratio of 1: 10 with Malaysia considering the assets of sharia banks in Indonesia amounted to US $ 35.62 billion while Malaysia reached US $ 423.2 billion. This study focuses on the factors and effects of legal products from the two countries in order to get more comprehensive study and know the relation between the legal products with sharia banking development in Indonesia and Malaysia
{"title":"Development of Indonesian Sharia Banks with Malaysia Comparation Method (Study of History, Products and Legal Assets)","authors":"Hagi Hutomo Mukti","doi":"10.32801/lamlaj.v5i1.140","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/lamlaj.v5i1.140","url":null,"abstract":"Sharia banking is developed in response to economic and cultural groups that are used to accommodate those who want the services to be carried out with Islamic sharia principles and morals. The development of Sharia banks in Indonesia and Malaysia needs to be studied more deeply because Malaysia first established Sharia banks in 1983 through Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) while the first sharia bank in Indonesia, which named Bank Muamalat, was burned in 1991, which determines the direction of the progress of sharia banks in Indonesia with the provisions of Law Number 10 of 1998 concerning Banking. Determine the amount of assets from banks that have a ratio of 1: 10 with Malaysia considering the assets of sharia banks in Indonesia amounted to US $ 35.62 billion while Malaysia reached US $ 423.2 billion. This study focuses on the factors and effects of legal products from the two countries in order to get more comprehensive study and know the relation between the legal products with sharia banking development in Indonesia and Malaysia","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":"5 1","pages":"75-86"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42443327","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-03-31DOI: 10.32801/lamlaj.v5i1.146
Junaidi Arif
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran lembaga pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dalam rangka optimalisasi sistem peradilan pidana disektor kehutanan di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal, penelitian ini didukung oleh bahan-bahan hukum berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conseptual approach), dan pendekatan sejarah (historical approach), sedangkan analisis penelitian dengan cara penafsiran asas-asas hukum, dengan kerangka berfikir deduktif-induktif sebagai suatu penjelasan dan interpretasi logis dan sistematis. Hasil penelitian ini menunjukkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013, mengamanatkan pembentukan Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, lembaga tersebut berkedudukan di bawah Presiden, unsur-unsur kelembagaan adalah Kementerian Kehutanan, Polri, Kejaksaan dan Unsur lain yang terkait. Struktur kelembagaan dipimpin oleh seorang Kepala dibantu beberapa Deputi diantaranya, deputi bidang pencegahan, penindakan, hukum dan kerjasama serta deputi pengawasan internal dan pengaduan masyarakat. Lembaga ini memiliki kewenangan tugas dan fungsi untuk melakukan pencegahan dan penindakan perusakan hutan yang dilakukan melalui proses hukum penyidikan, penuntutan sampai dengan proses pemeriksaan di persidangan. Selain kewenangan tersebut Lembaga ini juga memiliki fungsi koordinasi dan supervisi penangan perkara tindak pidana kehutanan.
{"title":"Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dalam Dimensi Sistem Peradilan Pidana Disektor Kehutanan","authors":"Junaidi Arif","doi":"10.32801/lamlaj.v5i1.146","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/lamlaj.v5i1.146","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran lembaga pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dalam rangka optimalisasi sistem peradilan pidana disektor kehutanan di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal, penelitian ini didukung oleh bahan-bahan hukum berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conseptual approach), dan pendekatan sejarah (historical approach), sedangkan analisis penelitian dengan cara penafsiran asas-asas hukum, dengan kerangka berfikir deduktif-induktif sebagai suatu penjelasan dan interpretasi logis dan sistematis. Hasil penelitian ini menunjukkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013, mengamanatkan pembentukan Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, lembaga tersebut berkedudukan di bawah Presiden, unsur-unsur kelembagaan adalah Kementerian Kehutanan, Polri, Kejaksaan dan Unsur lain yang terkait. Struktur kelembagaan dipimpin oleh seorang Kepala dibantu beberapa Deputi diantaranya, deputi bidang pencegahan, penindakan, hukum dan kerjasama serta deputi pengawasan internal dan pengaduan masyarakat. Lembaga ini memiliki kewenangan tugas dan fungsi untuk melakukan pencegahan dan penindakan perusakan hutan yang dilakukan melalui proses hukum penyidikan, penuntutan sampai dengan proses pemeriksaan di persidangan. Selain kewenangan tersebut Lembaga ini juga memiliki fungsi koordinasi dan supervisi penangan perkara tindak pidana kehutanan.","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":"5 1","pages":"58"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44908444","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-03-31DOI: 10.32801/lamlaj.v5i1.196
Muhammad Erham Amin, Noor Hafidah
Registration of Fiduciary Security since the issuance of Government Regulation No. 21 of 2015 concerning FIDUCIA GUARANTEE REGISTRATION PROCEDURES AND COST OF MAKING FIDUSIA ASSETS are an obligation and obligation as a condition of a fiduciary agreement and as a form of implementation of the principle of publicity. In the online Fiduciary registration procedure, there are stages of searching data (or the term in practice is “buying data”) which is charged a fee of fifty thousand rupiahs (IDR 50,000.00). If the user chooses the searching data option, a number of data related to debtor collateral will appear, such as the form of collateral, who is the creditor, and data on the value of the guarantee. It becomes a question when debtor collateral data is linked with the bank as the creditor. Is collateral data that can be accessed by users consisting of Notary, Corporate (consisting of banks and non-banks), and Retail (consisting of individuals and business entities) part of bank confidentiality? Debtor data in the bank secrecy provisions contained in the Banking Law can only be disclosed to certain parties for certain reasons as well. Therefore it is necessary to study the debtor collateral data in relation to the provisions of banking secrecy and protection of banks because this pertains to banks as creditors
{"title":"Perlindungan Hukum Data Agunan Debitur dalam Perspektif Kerahasiaan Perbankan","authors":"Muhammad Erham Amin, Noor Hafidah","doi":"10.32801/lamlaj.v5i1.196","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/lamlaj.v5i1.196","url":null,"abstract":"Registration of Fiduciary Security since the issuance of Government Regulation No. 21 of 2015 concerning FIDUCIA GUARANTEE REGISTRATION PROCEDURES AND COST OF MAKING FIDUSIA ASSETS are an obligation and obligation as a condition of a fiduciary agreement and as a form of implementation of the principle of publicity. In the online Fiduciary registration procedure, there are stages of searching data (or the term in practice is “buying data”) which is charged a fee of fifty thousand rupiahs (IDR 50,000.00). If the user chooses the searching data option, a number of data related to debtor collateral will appear, such as the form of collateral, who is the creditor, and data on the value of the guarantee. It becomes a question when debtor collateral data is linked with the bank as the creditor. Is collateral data that can be accessed by users consisting of Notary, Corporate (consisting of banks and non-banks), and Retail (consisting of individuals and business entities) part of bank confidentiality? Debtor data in the bank secrecy provisions contained in the Banking Law can only be disclosed to certain parties for certain reasons as well. Therefore it is necessary to study the debtor collateral data in relation to the provisions of banking secrecy and protection of banks because this pertains to banks as creditors","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":"5 1","pages":"100-108"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41897311","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-03-30DOI: 10.32801/lamlaj.v5i1.142
Rani Apriani, Rahmi Zubaedah, Abdul Atsar
Pelaku usaha dalam memproduksi pangan harus memenuhi standar keamanan dan mutu pangan. Akan tetapi persaingan usaha yang cukup ketat diantara para pelaku usaha membuat para pelaku usaha berbuat perbuatan yang tidak wajar dalam memproduksi pangan yaitu banyak beredar pangan yang tidak layak konsumsi serta tidak memiliki izin edar yang dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen yang mengkonsumsninya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tanggung jawab pelaku usaha yang memproduksi pangan yang tidak memenuhi standar kemanan dan mutu pangan kepada konsumen bedasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Pangan. Metode yang digunakan yaitu secara yuridis normatif karena menggunakan data primer sebagai sumber utama sedangkan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis dengan menggambarkan pelaksanaan dan permasalahan seputar tanggung jawab pelaku usaha. Tanggung jawab pelaku usaha yang memroduksi pangan yang tidak memenuhi standar kemanan dan mutu pangan harus memberikan ganti rugi dari konsekuensi atas perbuatannya, bedasarkan Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Pasal 94 Ayat (1) Undang-Undang Pangan.
{"title":"Tanggung Jawab Pelaku Usaha atas Produksi Pangan yang tidak memenuhi Syarat Keamanan dan Mutu Pangan yang tidak Memiliki Izin Edar","authors":"Rani Apriani, Rahmi Zubaedah, Abdul Atsar","doi":"10.32801/lamlaj.v5i1.142","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/lamlaj.v5i1.142","url":null,"abstract":"Pelaku usaha dalam memproduksi pangan harus memenuhi standar keamanan dan mutu pangan. Akan tetapi persaingan usaha yang cukup ketat diantara para pelaku usaha membuat para pelaku usaha berbuat perbuatan yang tidak wajar dalam memproduksi pangan yaitu banyak beredar pangan yang tidak layak konsumsi serta tidak memiliki izin edar yang dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen yang mengkonsumsninya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tanggung jawab pelaku usaha yang memproduksi pangan yang tidak memenuhi standar kemanan dan mutu pangan kepada konsumen bedasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Pangan. Metode yang digunakan yaitu secara yuridis normatif karena menggunakan data primer sebagai sumber utama sedangkan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis dengan menggambarkan pelaksanaan dan permasalahan seputar tanggung jawab pelaku usaha. Tanggung jawab pelaku usaha yang memroduksi pangan yang tidak memenuhi standar kemanan dan mutu pangan harus memberikan ganti rugi dari konsekuensi atas perbuatannya, bedasarkan Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Pasal 94 Ayat (1) Undang-Undang Pangan.","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":"5 1","pages":"42-57"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41412087","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}