Pub Date : 2015-12-14DOI: 10.21274/epis.2015.10.2.317-352
Mujamil Qomar
Sebenarnya pada level al-Qur'an maupun secara substantif, Islam itu di mana saja satu. Namun, ketika Islam berjumpa dengan budaya dan tradisi lokal, ekpresi Islam bisa bermacam-macam. Ekpresi Islam itu bisa diperhatikan dari peranan, corak, pendekatan dan kawasannya. Tulisan ini merekam hasil penelitian yang telah menjawab permasalahan ragam identitas Islam ditinjau dari segi kawasannya. Data-data jawaban itu dikumpulkan melalui metode dokumentasi dan dianalisis melalui metode content analysis. Hasilnya, identitas Islam dari perspektif kawasan yang dipublikasikan di Indonesia ini ada tujuh: Islam Nusantara, Islam Indonesia, Islam Jawa/Islam Kejawen, Islam Sasak, Islam Syariah dan Islam Adat Hatuhaha, Islam Bubuhan Kumai dan Islam Pesisir. Semua identitas Islam ini dipengaruhi budaya dan tradisi lokal. Hanya ada sedikit dari varian identitas itu yang agak menjaga jarak dengan budaya dan tradisi lokal tersebut, yaitu Waktu Lima pada Islam Sasak, Islam Syariah pada Hatuhaha dan Kelompok Nahu pada Islam Bubuhan Kumai. Actually, both in the Qur'an and substantive level, Islam is just one. However, when Islam met with local culture and tradition, Islamic expression can be diverse. It could be considered Islamic expression of its role, character, approach and region. This paper records the results of research that has addressed the problem variety of Islamic identity in terms of region. The data was collected through a method answer documentation and analyzed through content analysis. As a result, Islamic identity from the perspective of the region published in Indonesia there are seven: Archipelago Islam, Indonesian Islam, Javanese Islam, Islamic Sasak, Islamic Syariah and Islam Indigenous Hatuhaha, Kumai Bubuhan Islamic and Coastal Islam. All Islamic identity is influenced by culture and local traditions. Only a handful of variants that identity rather keep a distance with the local culture and tradition, Waktu Lima in Islamic Sasak, Islamic Syariah in Hatuhaha and Nahu Group in Kumai Bubuhan Islamic.
{"title":"RAGAM IDENTITAS ISLAM DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF KAWASAN","authors":"Mujamil Qomar","doi":"10.21274/epis.2015.10.2.317-352","DOIUrl":"https://doi.org/10.21274/epis.2015.10.2.317-352","url":null,"abstract":"Sebenarnya pada level al-Qur'an maupun secara substantif, Islam itu di mana saja satu. Namun, ketika Islam berjumpa dengan budaya dan tradisi lokal, ekpresi Islam bisa bermacam-macam. Ekpresi Islam itu bisa diperhatikan dari peranan, corak, pendekatan dan kawasannya. Tulisan ini merekam hasil penelitian yang telah menjawab permasalahan ragam identitas Islam ditinjau dari segi kawasannya. Data-data jawaban itu dikumpulkan melalui metode dokumentasi dan dianalisis melalui metode content analysis. Hasilnya, identitas Islam dari perspektif kawasan yang dipublikasikan di Indonesia ini ada tujuh: Islam Nusantara, Islam Indonesia, Islam Jawa/Islam Kejawen, Islam Sasak, Islam Syariah dan Islam Adat Hatuhaha, Islam Bubuhan Kumai dan Islam Pesisir. Semua identitas Islam ini dipengaruhi budaya dan tradisi lokal. Hanya ada sedikit dari varian identitas itu yang agak menjaga jarak dengan budaya dan tradisi lokal tersebut, yaitu Waktu Lima pada Islam Sasak, Islam Syariah pada Hatuhaha dan Kelompok Nahu pada Islam Bubuhan Kumai. Actually, both in the Qur'an and substantive level, Islam is just one. However, when Islam met with local culture and tradition, Islamic expression can be diverse. It could be considered Islamic expression of its role, character, approach and region. This paper records the results of research that has addressed the problem variety of Islamic identity in terms of region. The data was collected through a method answer documentation and analyzed through content analysis. As a result, Islamic identity from the perspective of the region published in Indonesia there are seven: Archipelago Islam, Indonesian Islam, Javanese Islam, Islamic Sasak, Islamic Syariah and Islam Indigenous Hatuhaha, Kumai Bubuhan Islamic and Coastal Islam. All Islamic identity is influenced by culture and local traditions. Only a handful of variants that identity rather keep a distance with the local culture and tradition, Waktu Lima in Islamic Sasak, Islamic Syariah in Hatuhaha and Nahu Group in Kumai Bubuhan Islamic.","PeriodicalId":31250,"journal":{"name":"Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman","volume":"10 1","pages":"317-352"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-12-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67937581","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-12-13DOI: 10.21274/EPIS.2015.10.2.291-316
M. Fata
Manifestasi budaya dalam pendidikan Islam merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari. Oleh karenanya harus disikapi dengan arif dan bijaksana. Sebab membangun intelektualisme budaya melalui nilai-nilai pendidikan Islam bisa menjadikan budaya menjadi lebih penuh makna. Pendidikan Islam yang berkembang seiring dengan perkembangan budaya perlu mendapatkan respon yang serius sebagai wujud adaptasi terhadap kemajuan zaman. Dinamika zaman yang demikian pesat jika tidak diimbangi justru akan menggerus semua yang ada. Misalnya, masih ada nilai-nilai pendidikan yang didasarkan hanya pada teks-teks Qur’an dan hadis semata tanpa dikontektualisasikan dengan realitas budaya. Berangkat dari itulah, artikel ini akan mengulas tentang bagaimana membangun intelektualisme budaya dalam pendidikan Islam tanpa harus menghapus nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Dengan harapan agar kebekukan dan kekakuan dalam dunia pendidikan Islam sedikit demi sedikit bisa segera sirna. Manifestation of culture in Islamic education is a reality that can’t be avoided. Therefore must be addressed with wise and prudent. Because building a culture of intellectualism through the values of Islamic education can make culture become more meaningful. Islamic education that has developed along with the development of culture needs to get a serious response as a form of adaptation to the progress of time. The dynamics of age so rapidly if not balanced it will erode all there. For example, there are still educational values that are based only on the texts of the Qur’an and hadith alone without contextualitation with cultural reality. Departing from that, this article will review how to build a culture of intellectualism in Islamic education without having to remove the noble values contained therein. With the expectation that kebekukan and stiffness in the world of Islam little by little education could soon disappear.
{"title":"MANIFESTASI BUDAYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM: Membangun Intelektualisme Budaya dengan Nilai-Nilai Pendidikan Islam","authors":"M. Fata","doi":"10.21274/EPIS.2015.10.2.291-316","DOIUrl":"https://doi.org/10.21274/EPIS.2015.10.2.291-316","url":null,"abstract":"Manifestasi budaya dalam pendidikan Islam merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari. Oleh karenanya harus disikapi dengan arif dan bijaksana. Sebab membangun intelektualisme budaya melalui nilai-nilai pendidikan Islam bisa menjadikan budaya menjadi lebih penuh makna. Pendidikan Islam yang berkembang seiring dengan perkembangan budaya perlu mendapatkan respon yang serius sebagai wujud adaptasi terhadap kemajuan zaman. Dinamika zaman yang demikian pesat jika tidak diimbangi justru akan menggerus semua yang ada. Misalnya, masih ada nilai-nilai pendidikan yang didasarkan hanya pada teks-teks Qur’an dan hadis semata tanpa dikontektualisasikan dengan realitas budaya. Berangkat dari itulah, artikel ini akan mengulas tentang bagaimana membangun intelektualisme budaya dalam pendidikan Islam tanpa harus menghapus nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Dengan harapan agar kebekukan dan kekakuan dalam dunia pendidikan Islam sedikit demi sedikit bisa segera sirna. Manifestation of culture in Islamic education is a reality that can’t be avoided. Therefore must be addressed with wise and prudent. Because building a culture of intellectualism through the values of Islamic education can make culture become more meaningful. Islamic education that has developed along with the development of culture needs to get a serious response as a form of adaptation to the progress of time. The dynamics of age so rapidly if not balanced it will erode all there. For example, there are still educational values that are based only on the texts of the Qur’an and hadith alone without contextualitation with cultural reality. Departing from that, this article will review how to build a culture of intellectualism in Islamic education without having to remove the noble values contained therein. With the expectation that kebekukan and stiffness in the world of Islam little by little education could soon disappear.","PeriodicalId":31250,"journal":{"name":"Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman","volume":"10 1","pages":"291-316"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-12-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67937569","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-12-11DOI: 10.21274/epis.2015.10.2.251-272
Achmad Ubaedillah
English Abstract: This paper will address a historiographical review on how non-Chinese scholars, mostly those Western specialists, describe minority Moslem of Hui in the scholarly narration of modern China. Four scholarly works on China Moslems are comparatively discussed. Although the Hui have formally been recognized as the minority group within the Han majority, Chinese historical materials on Hui are not significant. Recently, works on Hui either written by local or non-Chinese scholars remain artificial, but they are necessarily important to be explored. There has been dominantly known scholars consider two perspectives in dealing with Islam and Chineseness in China, the compatibility and incompatibility of Islam with the Chinese tradition and values, where both are respectively represented by the minority Hui and the majority Han. Finally, in term of understanding Chinese Moslem in modern China, the paper will urge the importance of deploying mixed perspectives and of making Chinese-centered perspective the matter of writting local history while incorporating the minority within the wider historical narration of the majority of Han and the Islamic world.Indonesian Abstract: Artikel ini akan menyajikan pembahasan historiografi tentang bagaimana ilmuwan non-Cina (maksudnya Barat) menjelaskan keberadaan kaum minoritas Muslim Cina (Hui) dalam penulisan sejarah Cina modern. Empat karya ilmuwan Barat tentang Muslim Cina tersebut akan dibandingkan. Sekalipun kelompok Hui Muslim secara formal telah diakui sebagai bagian dari mayoritas Han, narasi sejarah tentang Hui masih kalah banyak dibandingkan dengan kelompok mayoritas. Karya-karya yang ada saat ini tentang Hui baik ditulis oleh ahli asli Cina maupun asing masih belum memadai, tetapi penting untuk disajikan. Terdapat dua pendekatan di kalangan akademisi yang dominan digunakan, yakni kesesuaian dan ketidaksesuaian Islam dan tradisi Cina dalam menjelaskan keberadaan Islam dan Cina yang diwakili masing-masing oleh kelompok Hui dan kelompok Han. Setelah membandingkan keempat karya akademisi non-Cina atas Hui, akan ditutup dengan usulan pentingnya menggunakan berbagai pendekatan dalam memahami sejarah lokal Hui, yang sepatutnya peranan mereka harus lebih ditonjolkan dalam konteks keterkaitan antara minoritas dengan sejarah mayoritas dan dunia Islam.
摘要:本文将从史学的角度,回顾以西方学者为主的非中国学者在近代中国学术叙事中对回族穆斯林的描述。比较讨论了四部关于中国穆斯林的学术著作。虽然回族已被正式承认为汉族中的少数民族,但中国有关回族的史料并不多见。最近,本地或非中国学者写的关于回族的著作仍然是人为的,但它们必然是重要的,值得探索。众所周知,学者们在处理中国的伊斯兰教和中国性问题时主要考虑两种观点,即伊斯兰教与中国传统和价值观的兼容和不兼容,这两种观点分别由少数民族回族和多数民族汉族代表。最后,就理解现代中国的中国穆斯林而言,本文将敦促采用混合视角的重要性,并使以中国为中心的视角成为撰写当地历史的问题,同时将少数民族纳入汉族和伊斯兰世界的更广泛的历史叙述中。摘要:Artikel ini akan menyajikan pembahasan史学,tentenang bagaimana ilmuwan non- china (maksudnya Barat) menjelaskan keberadaan kaum少数民族穆斯林中国(回族)dalam penulisan sejarah中国现代。我的祖国,我的祖国,我的祖国。回族穆斯林secara正式telah diakui sebagai bagian dari mayoritas Han, narasi sejarah tentang回族masih kalah banyak dibandingkan dengan kelompok mayoritas。卡雅-卡雅杨ada saat ini tententenhui baik diululis olhli li - china maupun - masih - belum - memadai, teapi - penting untuk disajikan。Terdapat dua pendekatan di kalangan akademisi yang dominan digunakan, yakni kesesaian dan ketidaks susuan伊斯兰教dan tradisi中国dalam menjelaskan keberadan伊斯兰教dan中国diwakili masing-masing oleh kelompok Hui dan kelompok Han。塞特拉州成员为非华人回族,阿特拉州成员为非华人回族,阿特拉州成员为非华人回族,阿特拉州成员为当地回族,阿特拉州成员为当地回族,阿特拉州成员为少数民族成员,阿特拉州成员为伊斯兰。
{"title":"Islam and Chinesness a Closer Look at Minority Moslems in Modern China Historiography","authors":"Achmad Ubaedillah","doi":"10.21274/epis.2015.10.2.251-272","DOIUrl":"https://doi.org/10.21274/epis.2015.10.2.251-272","url":null,"abstract":"English Abstract: This paper will address a historiographical review on how non-Chinese scholars, mostly those Western specialists, describe minority Moslem of Hui in the scholarly narration of modern China. Four scholarly works on China Moslems are comparatively discussed. Although the Hui have formally been recognized as the minority group within the Han majority, Chinese historical materials on Hui are not significant. Recently, works on Hui either written by local or non-Chinese scholars remain artificial, but they are necessarily important to be explored. There has been dominantly known scholars consider two perspectives in dealing with Islam and Chineseness in China, the compatibility and incompatibility of Islam with the Chinese tradition and values, where both are respectively represented by the minority Hui and the majority Han. Finally, in term of understanding Chinese Moslem in modern China, the paper will urge the importance of deploying mixed perspectives and of making Chinese-centered perspective the matter of writting local history while incorporating the minority within the wider historical narration of the majority of Han and the Islamic world.Indonesian Abstract: Artikel ini akan menyajikan pembahasan historiografi tentang bagaimana ilmuwan non-Cina (maksudnya Barat) menjelaskan keberadaan kaum minoritas Muslim Cina (Hui) dalam penulisan sejarah Cina modern. Empat karya ilmuwan Barat tentang Muslim Cina tersebut akan dibandingkan. Sekalipun kelompok Hui Muslim secara formal telah diakui sebagai bagian dari mayoritas Han, narasi sejarah tentang Hui masih kalah banyak dibandingkan dengan kelompok mayoritas. Karya-karya yang ada saat ini tentang Hui baik ditulis oleh ahli asli Cina maupun asing masih belum memadai, tetapi penting untuk disajikan. Terdapat dua pendekatan di kalangan akademisi yang dominan digunakan, yakni kesesuaian dan ketidaksesuaian Islam dan tradisi Cina dalam menjelaskan keberadaan Islam dan Cina yang diwakili masing-masing oleh kelompok Hui dan kelompok Han. Setelah membandingkan keempat karya akademisi non-Cina atas Hui, akan ditutup dengan usulan pentingnya menggunakan berbagai pendekatan dalam memahami sejarah lokal Hui, yang sepatutnya peranan mereka harus lebih ditonjolkan dalam konteks keterkaitan antara minoritas dengan sejarah mayoritas dan dunia Islam.","PeriodicalId":31250,"journal":{"name":"Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman","volume":"10 1","pages":"251-272"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-12-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67937506","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-12-06DOI: 10.21274/EPIS.2015.10.2.405-434
Saiful Mustofa
Sejatinya, Islam Nusantara bukanlah sesuatu yang baru. Penebalan kata “Nusantara” yang dikawinkan dengan “Islam” bukan hanya menegaskan nama, melainkan juga karakter untuk menunjukkan corak atau warna dari sebuah entitas yang heterogen. Keragaman sebagai salah satu tipologi Islam Nusantara adalah buah dari pergumulan panjang antara agama dan budaya; antara teks dengan konteks yang saling melengkapi satu sama lain sehingga menelurkan Islam yang ramah, inklusif dan fleksibel. Berangkat dari pijakan epistemologis dan historis, artikel ini coba menyuguhkan diskursus lama yang kembali mencuat di seputaran pertengahan tahun 2015 seiring dengan dihelatnya Muktamar dua ormas besar: NU dan Muhammadiyah. Hadirnya artikel ini sebetulnya juga ingin menjawab kasak-kusuk yang menuding bahwa Islam Nusantara hanya identik dengan kaum Nahdliyin. Sehingga term Islam Nusantara tidak lain dianggap sebagai nama baru dariIslam tradisionalis. Essentially, Islam Nusantara isn’t a new phenomenon. Bolding of both “Nusantara” with “Islam” not only affirmation about name but also character to show type or colour from the heterogenous entity. Diversity as one of Islam Nusantara typology is the result of a long struggle between religionand culture; between text and context that complement each other so that Islam spawned a friendly, inclusive and flexible. Start from the historical and epistemological approach, this article try to presents a classical discourse the back sticking around mid-2015 in line with the holding of the congress two major organizations: NU and Muhammadiyah. Actually, the presence o fthis article is also want to answer the rumors that accuse Islam Nusantara only synonymous with the Nahdliyin. Thus, Islam Nusantara considered as the new name of traditionalism Islam.
{"title":"MENEGUHKAN ISLAM NUSANTARA UNTUK ISLAM BERKEMAJUAN: Melacak Akar Epistemologis dan Historis Islam (di) Nusantara","authors":"Saiful Mustofa","doi":"10.21274/EPIS.2015.10.2.405-434","DOIUrl":"https://doi.org/10.21274/EPIS.2015.10.2.405-434","url":null,"abstract":"Sejatinya, Islam Nusantara bukanlah sesuatu yang baru. Penebalan kata “Nusantara” yang dikawinkan dengan “Islam” bukan hanya menegaskan nama, melainkan juga karakter untuk menunjukkan corak atau warna dari sebuah entitas yang heterogen. Keragaman sebagai salah satu tipologi Islam Nusantara adalah buah dari pergumulan panjang antara agama dan budaya; antara teks dengan konteks yang saling melengkapi satu sama lain sehingga menelurkan Islam yang ramah, inklusif dan fleksibel. Berangkat dari pijakan epistemologis dan historis, artikel ini coba menyuguhkan diskursus lama yang kembali mencuat di seputaran pertengahan tahun 2015 seiring dengan dihelatnya Muktamar dua ormas besar: NU dan Muhammadiyah. Hadirnya artikel ini sebetulnya juga ingin menjawab kasak-kusuk yang menuding bahwa Islam Nusantara hanya identik dengan kaum Nahdliyin. Sehingga term Islam Nusantara tidak lain dianggap sebagai nama baru dariIslam tradisionalis. Essentially, Islam Nusantara isn’t a new phenomenon. Bolding of both “Nusantara” with “Islam” not only affirmation about name but also character to show type or colour from the heterogenous entity. Diversity as one of Islam Nusantara typology is the result of a long struggle between religionand culture; between text and context that complement each other so that Islam spawned a friendly, inclusive and flexible. Start from the historical and epistemological approach, this article try to presents a classical discourse the back sticking around mid-2015 in line with the holding of the congress two major organizations: NU and Muhammadiyah. Actually, the presence o fthis article is also want to answer the rumors that accuse Islam Nusantara only synonymous with the Nahdliyin. Thus, Islam Nusantara considered as the new name of traditionalism Islam.","PeriodicalId":31250,"journal":{"name":"Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman","volume":"10 1","pages":"405-434"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-12-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67937763","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-11-12DOI: 10.21274/EPIS.2015.10.2.273-290
M. Faiz
Artikel ini mengulas karakter pemikiran seorang tokoh Mesir kontemporer bernama Muhammad Sa’id al-’Asymāwī tentang seluk-beluk talak. Jika mengacu pada hukum Islam klasik dan pendapat para ahli, turunnya perceraian mutlak di tangan suami. Dengan perkembangan zaman dan pembaruan pemikiran hukum Islam, Muhammad Sa’id al-’Asymāwī mencoba untuk mendekonstruksi dan merekonstruksi hukum tentang perceraian dengan berbagai pendekatan, baik gender, asbab nuzul dan pendekatan lain dari dimensi sosial dan analogi liberal. Hal ini penting mengingat banyak pemikir Muslim modern yang merumuskan pembaruan pernikahan dalam hukum Islam dan juga tentang perceraian. Dengan tujuan untuk mencapai kesetaraan gender dalam pernikahan sesuai dengan perkembangan zaman, termasuk reinterpretasi teks al-Qur’an dan hadis hukum keluarga; baik tentang hadis pernikahan, perceraian dan sebagainya. Dengan memahami permasalahan di atas, sekiranya kajian ini dapat menambah khazanah pemikiran Islam pada isu-isu khilafiyyah yang muncul di masyarakat, khususnya di Indonesia. This paper examines the thoughts of a character of contemporary Egyptian named Muhammad Sa‘ ī d al-‘Asym ā w ī dropped right on the permissibility of divorce for a wife. If referring to classical Islamic law and the opinion of jurists, dropped right in the hands of an absolute divorce her husband. With the development of the times and the renewal of Islamic legal thought, Muhammad Sa‘ ī d al-‘Asym ā w ī trying to deconstruction and reconstructing the laws regarding divorce with a variety of approaches, both the gender approach and equalized spouses in a marriage, an approach by looking asbab-nuzul and other approaches and the social dimension of liberal analogies. This is important, because it has many modern Moslem thinkers who formulate the renewal of marriage in Islamic law and also about divorce, it is done to achieve gender equality in marriage in accordance with the times, including the reinterpretation of the text of Qur’an and hadith family law, whether it is a hadis about marriage, divorce and so on. By understanding the problems above, assuming this study can add to the treasures of Islamic thought on issues that arise in the community khilafiyyah, specially in Indonesia.
这篇文章回顾了人物的思想性格当代埃及穆罕默德·Sa 'id al -‘Asymāwī塔拉克的错综复杂的事。根据经典的伊斯兰法律和专家的意见,完全离婚是由丈夫决定的。随着时代发展和更新伊斯兰法律的想法,穆罕默德Sa 'id al -‘Asymāwī试图解构和重建关于离婚的法律方法、性别好asbab nuzul自由派和社会维度的另一种方法类比。这一点很重要,因为许多现代穆斯林思想家制定了伊斯兰法中婚姻的更新和离婚法。为实现婚姻中的性别平等,随着时代的发展,包括古兰经文本的改写和家庭法圣旨;无论是关于婚姻仪式、离婚等等。如果了解上述问题,希望这项研究能将伊斯兰教的思想添加到社区中出现的哈里发国问题上,尤其是在印度尼西亚。思想》这篇文章examines a character of叫穆罕默德的当代埃及Sa ' dīal -‘Asymāwī最好coming right on the permissibility离婚率for a的妻子。如果提到经典的伊斯兰法律和陪审团意见,就直接落入她丈夫最严重的困境。开发《泰晤士报》和《伊斯兰法律思想,更新”穆罕默德Sa ' dīal -‘Asymāwī试图deconstruction和reconstructing法律关于离婚率With a综艺《性别驶近,两者的进近和equalized spouses in a marriage, an接近的地方看起来asbab-nuzul偏自由派社交维度》和其他驶近analogies。这是如此重要,因为它有许多现代Moslem thinkers谁formulate《婚姻在伊斯兰法律和更新”也做关于离婚率,是为性别平等权利in marriage in accordance with时报,短信reinterpretation》在内的《'an hadith家庭法律著作百科全书》,不管它是一个关于婚姻的圣训,离婚率and so on。了解了以上问题,假设这个研究可以把它加到伊斯兰思想的宝藏上,尤其是在印尼的哈里发国。
{"title":"PEMBACAAN BARU KONSEP TALAK: Studi Pemikiran Muhammad Sa‘id Al-‘Asymāwī","authors":"M. Faiz","doi":"10.21274/EPIS.2015.10.2.273-290","DOIUrl":"https://doi.org/10.21274/EPIS.2015.10.2.273-290","url":null,"abstract":"Artikel ini mengulas karakter pemikiran seorang tokoh Mesir kontemporer bernama Muhammad Sa’id al-’Asymāwī tentang seluk-beluk talak. Jika mengacu pada hukum Islam klasik dan pendapat para ahli, turunnya perceraian mutlak di tangan suami. Dengan perkembangan zaman dan pembaruan pemikiran hukum Islam, Muhammad Sa’id al-’Asymāwī mencoba untuk mendekonstruksi dan merekonstruksi hukum tentang perceraian dengan berbagai pendekatan, baik gender, asbab nuzul dan pendekatan lain dari dimensi sosial dan analogi liberal. Hal ini penting mengingat banyak pemikir Muslim modern yang merumuskan pembaruan pernikahan dalam hukum Islam dan juga tentang perceraian. Dengan tujuan untuk mencapai kesetaraan gender dalam pernikahan sesuai dengan perkembangan zaman, termasuk reinterpretasi teks al-Qur’an dan hadis hukum keluarga; baik tentang hadis pernikahan, perceraian dan sebagainya. Dengan memahami permasalahan di atas, sekiranya kajian ini dapat menambah khazanah pemikiran Islam pada isu-isu khilafiyyah yang muncul di masyarakat, khususnya di Indonesia. This paper examines the thoughts of a character of contemporary Egyptian named Muhammad Sa‘ ī d al-‘Asym ā w ī dropped right on the permissibility of divorce for a wife. If referring to classical Islamic law and the opinion of jurists, dropped right in the hands of an absolute divorce her husband. With the development of the times and the renewal of Islamic legal thought, Muhammad Sa‘ ī d al-‘Asym ā w ī trying to deconstruction and reconstructing the laws regarding divorce with a variety of approaches, both the gender approach and equalized spouses in a marriage, an approach by looking asbab-nuzul and other approaches and the social dimension of liberal analogies. This is important, because it has many modern Moslem thinkers who formulate the renewal of marriage in Islamic law and also about divorce, it is done to achieve gender equality in marriage in accordance with the times, including the reinterpretation of the text of Qur’an and hadith family law, whether it is a hadis about marriage, divorce and so on. By understanding the problems above, assuming this study can add to the treasures of Islamic thought on issues that arise in the community khilafiyyah, specially in Indonesia.","PeriodicalId":31250,"journal":{"name":"Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman","volume":"10 1","pages":"273-290"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-11-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67937749","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-06-19DOI: 10.21274/EPIS.2015.10.1.227-250
M. Najib
Tulisan ini membahas perihal hak kebebasan beragama dan berkeyakinan GKJW Jemaat Mojowarno Jombang. Mojowarno pada mulanya adalah desa Kristen dan tidak mengizinkan umat non-Kristiani tinggal dan menetap di desa itu. Desa ini pula pernah menjadi pusat penyebaran Kristen Protestan di Jawa Timur. Pertumbuhan penduduk memaksa Mojowarno menjadi desa yang terbuka bagi pemeluk agama lain. Berdasarkan statistik tahun 2011, pemeluk agama Kristen Protestan di Jombang hanya sekitar 1,2%, termasuk GKJW Jemaat Mojowarno. Sebagai kelompok minoritas, Jemaat GKJW Mojowarno mempunyai kerentanan atas tindakan intoleransi dan pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Sekalipun berada di tengah-tengah mayoritas Islam, hak kebebasan beragama dan berkeyakinan GKJW Jemaat Mojowarno tetap terpelihara dan terjamin. Komitmen individu atau kelompok yang mendorong sikap dan perilaku mereka dalam mewujudkan kehidupan bersama secara harmonis dan rukun dalam masyarakat Mojowarno. Mereka larut dalam kehidupan sosial, tetapi tidak hanyut dalam agama dan keyakinan yang berbeda. This paper discusses about the right to freedom of religion and belief GKJW Church Mojowarno Jombang. Mojowarno in the beginning was a Christian village, and do not allow non-Christians to stay and settle in the village. The village was also to be center of the spread of Protestant Christians in East Java. Population growth forced the village Mojowarno be open to other faiths. Based on the statistics of 2011, Protestant faiths in Jombang only about 1.2%, including GKJW Mojowarno Church. As a minority group, the Church has a vulnerability GKJW Mojowarno on acts of intolerance and violations of the right to freedom of religion and belief. Even being in the middle of the Moslem majority, the right to freedom of religion and belief GKJW Mojowarno congregation to be maintained and guaranteed. The commitment of individual or groups that encourage their attitudes and behavior in realizing life together in harmony and harmonious society Mojowarno. They dissolve in social life, but it does not drift in different religion and belief.
{"title":"MINORITAS YANG TERLINDUNGI: Tantangan dan Kontinuitas GKJW Jemaat Mojowarno di Kota Santri Jombang","authors":"M. Najib","doi":"10.21274/EPIS.2015.10.1.227-250","DOIUrl":"https://doi.org/10.21274/EPIS.2015.10.1.227-250","url":null,"abstract":"Tulisan ini membahas perihal hak kebebasan beragama dan berkeyakinan GKJW Jemaat Mojowarno Jombang. Mojowarno pada mulanya adalah desa Kristen dan tidak mengizinkan umat non-Kristiani tinggal dan menetap di desa itu. Desa ini pula pernah menjadi pusat penyebaran Kristen Protestan di Jawa Timur. Pertumbuhan penduduk memaksa Mojowarno menjadi desa yang terbuka bagi pemeluk agama lain. Berdasarkan statistik tahun 2011, pemeluk agama Kristen Protestan di Jombang hanya sekitar 1,2%, termasuk GKJW Jemaat Mojowarno. Sebagai kelompok minoritas, Jemaat GKJW Mojowarno mempunyai kerentanan atas tindakan intoleransi dan pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Sekalipun berada di tengah-tengah mayoritas Islam, hak kebebasan beragama dan berkeyakinan GKJW Jemaat Mojowarno tetap terpelihara dan terjamin. Komitmen individu atau kelompok yang mendorong sikap dan perilaku mereka dalam mewujudkan kehidupan bersama secara harmonis dan rukun dalam masyarakat Mojowarno. Mereka larut dalam kehidupan sosial, tetapi tidak hanyut dalam agama dan keyakinan yang berbeda. This paper discusses about the right to freedom of religion and belief GKJW Church Mojowarno Jombang. Mojowarno in the beginning was a Christian village, and do not allow non-Christians to stay and settle in the village. The village was also to be center of the spread of Protestant Christians in East Java. Population growth forced the village Mojowarno be open to other faiths. Based on the statistics of 2011, Protestant faiths in Jombang only about 1.2%, including GKJW Mojowarno Church. As a minority group, the Church has a vulnerability GKJW Mojowarno on acts of intolerance and violations of the right to freedom of religion and belief. Even being in the middle of the Moslem majority, the right to freedom of religion and belief GKJW Mojowarno congregation to be maintained and guaranteed. The commitment of individual or groups that encourage their attitudes and behavior in realizing life together in harmony and harmonious society Mojowarno. They dissolve in social life, but it does not drift in different religion and belief.","PeriodicalId":31250,"journal":{"name":"Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman","volume":"10 1","pages":"227-250"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-06-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67937341","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-06-18DOI: 10.21274/EPIS.2015.10.1.199-226
M. Maftukhin
Tulisan ini membahas tentang strategi ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di Indonesia. Topik ini penting dibahas sebagai kerangka untuk membangun kemajuan di Indonesia. Aspek penting yang tidak bisa diabaikan untuk proses ini adalah etika. Etika penting sebagai landasan untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan peradaban secara lebih baik. Data dalam tulisan ini berasal dari telaah literatur pemikiran yang disusun sesuai dengan metode ilmiah. Penelitian ini menemukan bahwa ada tiga kata yang sering dipakai secara bergantian yaitu ilmuwan, intelektual dan cendekiawan. Seorang ilmuwan penting menjadikan etika dalam seluruh aktivitas keilmuwannya sehingga ilmu yang dikembangkannya bermanfaat untuk kemanusiaan. Strategi yang bisa ditempuh untuk pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia adalah membentuk masyarakat ilmiah, pengembangannya memperhatikan karakter bangsa Indonesia, memperhatikan relasi antarilmu tanpa mengorbankan otonomi antara masing-masing disiplin ilmu dan memperhatikan dimensi religius bangsa Indonesia. Tulisan ini diharapkan memberikan kontribusi dalam menyusun kerangka teori dan strategi praktis dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. This paper discusses about strategies scientist in developing science in Indonesia. This topic important to discussed as a framework to build on the progress in Indonesia. An important aspect that can’t be ignored for this process is ethics. Ethics is important as a foundation for creating knowledge and better civilization. This article data taken from the literature review prepared in accordance with the thought that the scientific method. This study found that there are three words that are often used interchangeably, namely scientists, intellectuals and scholars. Making ethics an important scientist in all scientific activities so that science is useful for the development of humanity. The strategies that can be applied to the development of science in Indonesia is establish the scientific community, development attention to the character of the Indonesian nation, pay attention to the relation between science without compromising the autonomy of the individual disciplines and pay attention to the religious dimension of the Indonesian nation. This paper is expected to contribute in developing a theoretical framework and practical strategies in the development of science in Indonesia.
这篇文章讨论了印尼科学家在发展科学方面的战略。这个重要的话题作为建设印尼进步的框架被讨论。在这个过程中不能忽视的一个重要方面是道德。道德是更好地创造科学和文明的基础。这篇文章中的数据来自研究科学方法的思想文献。这项研究发现,科学家、知识分子和学者经常交替使用三个词。一位重要的科学家使他的整个科学活动具有伦理道德,使他的科学受益于人类。在印度尼西亚发展科学的可行战略是建立一个科学社会,它的发展关注印度尼西亚人的性格,关心你的学术关系,而不牺牲每个学科之间的自主权和宗教层面。这篇文章预计将有助于建立印度尼西亚科学发展的实用理论和战略框架。这篇关于印尼开发科学的战略科学家的文章。这是一个重要的话题,用框架来支撑印尼的进步。一个重要的方面,不能忽视这种程序的ethics。伦理对于建立知识和更好的文明的基础来说是至关重要的。这篇文章的文章来自于对一种科学方法的科学评论。这项研究发现,有三个词是他们经常使用的:交换生、科学家、知识分子和学者。创造科学是一个重要的科学科学家,在所有科学活动中,所以科学对人类的发展是有用的。策略的可以应用到《scientific development of science)在印尼是建立社区,发展关注印尼to The character of The nation),和继承关系》科学之间没有个人自主性》compromising disciplines和宗教维度》和继承到印尼nation)。这篇论文预计将致力于在印度尼西亚发展科学的过程中发展一种理论框架和实践策略。
{"title":"Ilmuwan, Etika Dan Strategi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Di Indonesia","authors":"M. Maftukhin","doi":"10.21274/EPIS.2015.10.1.199-226","DOIUrl":"https://doi.org/10.21274/EPIS.2015.10.1.199-226","url":null,"abstract":"Tulisan ini membahas tentang strategi ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di Indonesia. Topik ini penting dibahas sebagai kerangka untuk membangun kemajuan di Indonesia. Aspek penting yang tidak bisa diabaikan untuk proses ini adalah etika. Etika penting sebagai landasan untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan peradaban secara lebih baik. Data dalam tulisan ini berasal dari telaah literatur pemikiran yang disusun sesuai dengan metode ilmiah. Penelitian ini menemukan bahwa ada tiga kata yang sering dipakai secara bergantian yaitu ilmuwan, intelektual dan cendekiawan. Seorang ilmuwan penting menjadikan etika dalam seluruh aktivitas keilmuwannya sehingga ilmu yang dikembangkannya bermanfaat untuk kemanusiaan. Strategi yang bisa ditempuh untuk pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia adalah membentuk masyarakat ilmiah, pengembangannya memperhatikan karakter bangsa Indonesia, memperhatikan relasi antarilmu tanpa mengorbankan otonomi antara masing-masing disiplin ilmu dan memperhatikan dimensi religius bangsa Indonesia. Tulisan ini diharapkan memberikan kontribusi dalam menyusun kerangka teori dan strategi praktis dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. This paper discusses about strategies scientist in developing science in Indonesia. This topic important to discussed as a framework to build on the progress in Indonesia. An important aspect that can’t be ignored for this process is ethics. Ethics is important as a foundation for creating knowledge and better civilization. This article data taken from the literature review prepared in accordance with the thought that the scientific method. This study found that there are three words that are often used interchangeably, namely scientists, intellectuals and scholars. Making ethics an important scientist in all scientific activities so that science is useful for the development of humanity. The strategies that can be applied to the development of science in Indonesia is establish the scientific community, development attention to the character of the Indonesian nation, pay attention to the relation between science without compromising the autonomy of the individual disciplines and pay attention to the religious dimension of the Indonesian nation. This paper is expected to contribute in developing a theoretical framework and practical strategies in the development of science in Indonesia.","PeriodicalId":31250,"journal":{"name":"Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman","volume":"10 1","pages":"199-226"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-06-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67937288","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-06-17DOI: 10.21274/EPIS.2015.10.1.175-198
A. Shofwan
Ada beragam cara untuk membentuk karakter anak didik di sekolah atau madrasah, salah satunya melalui Pendidikan Agama Islam (PAI). Tulisan ini bertujuan menganalisis sebuah pandangan, proses dan hasil dari character building melalui PAI di MI Miftahul Huda 01, Papungan, Kanigoro, Blitar. Pembentukan karakter melalui PAI yang didasarkan pada beberapa dalil agama Islam, seperti firman, “La Qod Kana lakum fi Rasulillahi Uswatun Hasanah; Sungguh ada bagi kalian teladan yang baik pada diri Rasulullah” (al-Ahzab: 21) dan “Innama Bu'istu Li Utammima Makarima'l- Akhlaq; Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad a al-Bayhaqi) dirasakan mampu menjadikan anak didiknya menjadi manusia berkarakter. Pembentukan karakter melalui PAI di MI Miftahul Huda 01 dalam proses dan hasilnya: pertama, dapat membentuk anak didik bersikap inklusif, demokratis dan toleran. Kedua, memengaruhi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Ketiga, terintegrasi dengan mata pelajaran lain. There are many method to make the character of students in a school, one of them is through Islamic Education (PAI). This paper aims to analyze a view, process and outcome of character building through PAI in MI Miftahul Huda 01, Papungan, Kanigoro, Blitar. The formation of character through PAI is based on several arguments of the religion of Islam, as the word; ”La qod Kana lakum fi Rasulillahi Uswatun Hasanah; It's there for you a good example in the Prophet himself ” (al-Ahzab: 21) and ”Innama Bu'istu Li Utammima Makarima ‘l-Akhlaq; I was sent only to enhance the morals” (HR. Ahmad and al-Bayhaqi) felt able to make their students into human character. The formation of character through the PAI in MI Miftahul Huda 01 in the process and outcome: firstly, can form a protege being inclusive, democratic, and tolerant. Secondly, affect the intellectual, emotional intelligence and spiritual intelligence. Thirdly, integrated with other subjects.
在学校或伊斯兰学校塑造学生形象的方法有很多种,其中一种是通过伊斯兰教教育(PAI)。这篇文章的目的是通过01年的MI mif知Huda da的PAI来分析性格建筑的观点、过程和结果。在一些伊斯兰教的基础上,如“La Qod Kana fi rasulilum lahi Uswatun Hasanah;你们真是神的使者。我只是被派来完善道德的。艾哈迈德·a·巴哈吉奇(Ahmad a al-Bayhaqi)觉得他的门生很有个性。在这个过程和结果中,白塑造了性格:首先,它可以形成包容、民主和宽容的学习者。第二,影响智力、情感和精神智力。第三,与其他学科融合。在一所学校里,学生的性格有很多种,其中一种是伊斯兰教育。这篇论文是分析的视图,处理角色建设的过程和结果查派事件的形成是基于伊斯兰宗教的一些论点,如道:[多斯拉克语]你要自我反省我只被派来维持道德。艾哈迈德和al-Bayhaqi)我觉得可以把他们的研究变成人类角色。在处理过程和结果方面,角色的形成与结果是一致的:首先,可以形成一种抗议形式,包括抗议、民主和容忍。间接的,深刻的智慧,情感智慧和精神智慧。第三,与其他主题融合。
{"title":"CHARACTER BUILDING MELALUI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM: Studi Kasus di MI Miftahul Huda Papungan 01 Blitar","authors":"A. Shofwan","doi":"10.21274/EPIS.2015.10.1.175-198","DOIUrl":"https://doi.org/10.21274/EPIS.2015.10.1.175-198","url":null,"abstract":"Ada beragam cara untuk membentuk karakter anak didik di sekolah atau madrasah, salah satunya melalui Pendidikan Agama Islam (PAI). Tulisan ini bertujuan menganalisis sebuah pandangan, proses dan hasil dari character building melalui PAI di MI Miftahul Huda 01, Papungan, Kanigoro, Blitar. Pembentukan karakter melalui PAI yang didasarkan pada beberapa dalil agama Islam, seperti firman, “La Qod Kana lakum fi Rasulillahi Uswatun Hasanah; Sungguh ada bagi kalian teladan yang baik pada diri Rasulullah” (al-Ahzab: 21) dan “Innama Bu'istu Li Utammima Makarima'l- Akhlaq; Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad a al-Bayhaqi) dirasakan mampu menjadikan anak didiknya menjadi manusia berkarakter. Pembentukan karakter melalui PAI di MI Miftahul Huda 01 dalam proses dan hasilnya: pertama, dapat membentuk anak didik bersikap inklusif, demokratis dan toleran. Kedua, memengaruhi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Ketiga, terintegrasi dengan mata pelajaran lain. There are many method to make the character of students in a school, one of them is through Islamic Education (PAI). This paper aims to analyze a view, process and outcome of character building through PAI in MI Miftahul Huda 01, Papungan, Kanigoro, Blitar. The formation of character through PAI is based on several arguments of the religion of Islam, as the word; ”La qod Kana lakum fi Rasulillahi Uswatun Hasanah; It's there for you a good example in the Prophet himself ” (al-Ahzab: 21) and ”Innama Bu'istu Li Utammima Makarima ‘l-Akhlaq; I was sent only to enhance the morals” (HR. Ahmad and al-Bayhaqi) felt able to make their students into human character. The formation of character through the PAI in MI Miftahul Huda 01 in the process and outcome: firstly, can form a protege being inclusive, democratic, and tolerant. Secondly, affect the intellectual, emotional intelligence and spiritual intelligence. Thirdly, integrated with other subjects.","PeriodicalId":31250,"journal":{"name":"Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman","volume":"10 1","pages":"175-198"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-06-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67937878","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-06-16DOI: 10.21274/EPIS.2015.10.1.151-174
Hayat dan Indriyati
Kehidupan masyarakat sudah masuk dalam situasi yang mengkhawatirkan. Kriminalisasi, kejahatan, pertikaian, kesenjangan dan berbagai aspek kehidupan gelap (kemaksiatan) sudah merajalela. Baik di pedesaan, terutama di kehidupan perkotaan. Keberadaan ini ditentukan oleh masyarakat itu sendiri yang dibangun melalui individu masing-masing, terutama pola asuh hidup keluarga. Remaja masa kini menjadi penentu utama dalam regenerasi pola hidup masyarakat. Pemuda menjadi penentu masa depan bangsa dan masyarakat, remaja menjadi tumpuan utama dalam kehidupan bermasyarakat. Masa muda adalah masa dimana harapan bangsa, negara dan agama dipangkuannya. Menjadi masalah, ketika pola hidup remaja tidak sesuai dengan tuntutan adat, etika, estetika maupun karakter yang bersifat baik karena hal itu akan berdampak terhadap lingkungan sekitar. Hal ini tidak terlepas dari pola asuh di dalam kehidupan keluarga. Anak sebagai aset penting dan berharga dalam keluarga, menjadi tumpuan utama dalam kebahagiaan keluarganya. Pola asuh yang salah terhadap anak, akan berdampak kepada mental dan karakter anak ketika sudah remaja kelak. Mindset dan paradigma pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak, akan membentuk pola hidup, mental dan karakternya. Untuk mencegah “kebrutalan” masa remaja dan mencegah menularnya “penyakit” mentalitas yang cenderung negatif maka dibutuhkan sebuah revolusi mental dalam pola asuh anak dalam kehidupan keluarga, yaitu dengan melakukan reaktualisasi pendidikan Islam sebagai pembentukan karakter. Society life has been in a situation that is worrying. Criminalization, crime, conflict, inequality, and the various aspects of disobedience have been rampant. Both in the countryside, especially in urban life. This existence is determined by the community itself, which was built by the individual, especially family life parenting. Teens today be a major determinant in the regeneration of the life style of the people. Youth determine the future of the nation and society, teenagers become the main focus of public life, youth is the period in which the hope of the nation, the state, and religion. Becomes a problem, when the pattern of teenage life with the demands of custom, ethics, aesthetics and character that is good, because it will have an impact on the surrounding environment. It is not independent of parenting in family life. Children as an important and valuable asset in the family became the main focus in the happiness of his family. Wrong up bringing of children, will have an impact on children's mental and character as a teenager later. Mindset and paradigms of education provided to children's parents will form a pattern of life, mental and character. To prevent the ”brutality” of adolescence and prevent the spread of the ”disease” mentality that tends to negative, then it takes a mental revolution in parenting a child in family life, by doing education renewal of Islam as the character buliding.
{"title":"Reaktualisasi Pendidikan Islam Dalam Pengembangan Pola Asuh Anak Sebagai Konsep Revolusi Mental","authors":"Hayat dan Indriyati","doi":"10.21274/EPIS.2015.10.1.151-174","DOIUrl":"https://doi.org/10.21274/EPIS.2015.10.1.151-174","url":null,"abstract":"Kehidupan masyarakat sudah masuk dalam situasi yang mengkhawatirkan. Kriminalisasi, kejahatan, pertikaian, kesenjangan dan berbagai aspek kehidupan gelap (kemaksiatan) sudah merajalela. Baik di pedesaan, terutama di kehidupan perkotaan. Keberadaan ini ditentukan oleh masyarakat itu sendiri yang dibangun melalui individu masing-masing, terutama pola asuh hidup keluarga. Remaja masa kini menjadi penentu utama dalam regenerasi pola hidup masyarakat. Pemuda menjadi penentu masa depan bangsa dan masyarakat, remaja menjadi tumpuan utama dalam kehidupan bermasyarakat. Masa muda adalah masa dimana harapan bangsa, negara dan agama dipangkuannya. Menjadi masalah, ketika pola hidup remaja tidak sesuai dengan tuntutan adat, etika, estetika maupun karakter yang bersifat baik karena hal itu akan berdampak terhadap lingkungan sekitar. Hal ini tidak terlepas dari pola asuh di dalam kehidupan keluarga. Anak sebagai aset penting dan berharga dalam keluarga, menjadi tumpuan utama dalam kebahagiaan keluarganya. Pola asuh yang salah terhadap anak, akan berdampak kepada mental dan karakter anak ketika sudah remaja kelak. Mindset dan paradigma pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak, akan membentuk pola hidup, mental dan karakternya. Untuk mencegah “kebrutalan” masa remaja dan mencegah menularnya “penyakit” mentalitas yang cenderung negatif maka dibutuhkan sebuah revolusi mental dalam pola asuh anak dalam kehidupan keluarga, yaitu dengan melakukan reaktualisasi pendidikan Islam sebagai pembentukan karakter. Society life has been in a situation that is worrying. Criminalization, crime, conflict, inequality, and the various aspects of disobedience have been rampant. Both in the countryside, especially in urban life. This existence is determined by the community itself, which was built by the individual, especially family life parenting. Teens today be a major determinant in the regeneration of the life style of the people. Youth determine the future of the nation and society, teenagers become the main focus of public life, youth is the period in which the hope of the nation, the state, and religion. Becomes a problem, when the pattern of teenage life with the demands of custom, ethics, aesthetics and character that is good, because it will have an impact on the surrounding environment. It is not independent of parenting in family life. Children as an important and valuable asset in the family became the main focus in the happiness of his family. Wrong up bringing of children, will have an impact on children's mental and character as a teenager later. Mindset and paradigms of education provided to children's parents will form a pattern of life, mental and character. To prevent the ”brutality” of adolescence and prevent the spread of the ”disease” mentality that tends to negative, then it takes a mental revolution in parenting a child in family life, by doing education renewal of Islam as the character buliding.","PeriodicalId":31250,"journal":{"name":"Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman","volume":"10 1","pages":"151-174"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-06-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67937797","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2015-06-15DOI: 10.21274/EPIS.2015.10.1.123-150
M. K. Shalha
Berbicara tentang seks, sama halnya berbicara tentang kehidupan sehingga seks merupakan sesuatu yang urgen sekaligus sensasi. Adanya potensi dan kecenderungan seksual dalam setiap diri manusia sejak masa anak-anak adalah fitrah, dan menyia-nyiakan fitrah sama halnya menyia-nyiakan amanah Tuhan. Islam sebagai agama yang sangat memperhatikan terhadap aspek manusiawi, mengakomodir potensi ini dengan memberikan tuntunan yang seharusnya dibuat pedoman oleh manusia sebagai makhluk yang paling mulia, agar tidak melakukan penyimpangan seksual dalam kehidupannya yang akan mengancam eksistensi dirinya sebagai manusia. Tuntunan agama tentang seks akan dapat diimplementasikan secara baik melalui pendidikan. Dari sinilah pendidikan seks perlu mendapat perhatian sejak dini. ‘Abd Alla>h Na>s}ih} ‘Ulwa>n menyajikan konsep jitu tentang esensi pendidikan seks untuk anak serta sistematika materinya sebagai upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual sejak ia mulai mengerti tentang perkara-perkara yang berkenaan dengan naluri seksual dan perkawinan. Sehingga setelah ia tumbuh menjadi pemuda dapat memahami perkara-perkara kehidupan, mengetahui apa yang dihalalkan dan apa yang diharamkan, dan mampu menerapkan tingkah laku islami sebagai akhlak hidupnya, serta menutup segala kemungkinan yang mengarah pada hubungan seksual terlarang. Talking about sex, as well as talk about life so that sex is something that is urgent at the same sensation. Their potency and sexual inclination in every human being since childhood is the nature, and the wasting of nature as well as wasting the mandate of God. Islam as a religion that is very attentive to the human aspect, to accommodate this potential by providing guidance that should be made guidelines by humans as the most noble creature, in order not to commit sexual perversion in his life that would threaten the existence of himself as a man. Religious guidance about sex will be implemented either through education. From this, sex education need attention early on. ‘Abd Alla>h Na>s}ih} ‘Ulwa>n presents the concept of telling about the essence of sex education for children as well as a systematic teaching material, awareness, and information about sexual problems since he began to understand about the cases that regard with marriage and sexual instincts. So when he grows into a young man can understand the judge actions of life, to know what is permitted and what is forbidden, and being able to apply Islamic behavior as moral life, as well as closing all possibilities that lead to illicit sexual relations
说到性,就像说到生活一样,性既是一种刺激,也是一种刺激。从幼年以来,每个人的性潜能和倾向都是菲特拉,浪费菲特拉就像浪费主的自由一样。伊斯兰教是一种非常注重人性的宗教,它满足了这一潜力,它的指导应该是人类作为最高尚的存在所应该指导的,即不让性扭曲威胁到他作为人类的存在。宗教对性的指导将通过教育得到很好的实施。这就是性教育应该尽早得到关注的地方。“Abd Alla>h Na>s’Ulwa>n提供了一个有效的概念,关于儿童性教育的本质和系统性的材料,作为一种教育、复苏和启迪性问题的努力,因为他开始理解性和婚姻本能。这样,在他长大成人后,他就能明白生活的事物,知道什么是被祝福的,什么是被谴责的,能够将伊斯兰行为作为他生命的道德准则,并排除一切导致不正当关系的可能性。说到性,就像谈论生活一样,所以性是一种既刺激又刺激的东西。自从童年以来,每一个人的潜力和性都是自然的,而自然的浪费就像浪费上帝的使命一样。美国伊斯兰宗教就是非常attentive human aspect, to accommodate》这个潜在的由提供指导那应该让美国及by humans《秩序最高贵的生物,不是为了他生命中的性commit perversion这一点会威胁美国自己一个人之存在。宗教指导关于性的指导将通过教育同时实施。从这里开始,性教育需要早期的关注。自从他开始了解婚姻与性本能所要求的cases以来,他就一直在讨论儿童性教育的概念。所以当他长大后,他就能理解生活的法官,知道什么是允许的,什么是禁止的,能够引进道德生活,就像关闭导致更多性关系的所有可能性一样
{"title":"KONSEPSI PENDIDIKAN SEKS UNTUK ANAK DALAM PANDANGAN ‘ABD ALLAH NASIH ‘ULWAN","authors":"M. K. Shalha","doi":"10.21274/EPIS.2015.10.1.123-150","DOIUrl":"https://doi.org/10.21274/EPIS.2015.10.1.123-150","url":null,"abstract":"Berbicara tentang seks, sama halnya berbicara tentang kehidupan sehingga seks merupakan sesuatu yang urgen sekaligus sensasi. Adanya potensi dan kecenderungan seksual dalam setiap diri manusia sejak masa anak-anak adalah fitrah, dan menyia-nyiakan fitrah sama halnya menyia-nyiakan amanah Tuhan. Islam sebagai agama yang sangat memperhatikan terhadap aspek manusiawi, mengakomodir potensi ini dengan memberikan tuntunan yang seharusnya dibuat pedoman oleh manusia sebagai makhluk yang paling mulia, agar tidak melakukan penyimpangan seksual dalam kehidupannya yang akan mengancam eksistensi dirinya sebagai manusia. Tuntunan agama tentang seks akan dapat diimplementasikan secara baik melalui pendidikan. Dari sinilah pendidikan seks perlu mendapat perhatian sejak dini. ‘Abd Alla>h Na>s}ih} ‘Ulwa>n menyajikan konsep jitu tentang esensi pendidikan seks untuk anak serta sistematika materinya sebagai upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual sejak ia mulai mengerti tentang perkara-perkara yang berkenaan dengan naluri seksual dan perkawinan. Sehingga setelah ia tumbuh menjadi pemuda dapat memahami perkara-perkara kehidupan, mengetahui apa yang dihalalkan dan apa yang diharamkan, dan mampu menerapkan tingkah laku islami sebagai akhlak hidupnya, serta menutup segala kemungkinan yang mengarah pada hubungan seksual terlarang. Talking about sex, as well as talk about life so that sex is something that is urgent at the same sensation. Their potency and sexual inclination in every human being since childhood is the nature, and the wasting of nature as well as wasting the mandate of God. Islam as a religion that is very attentive to the human aspect, to accommodate this potential by providing guidance that should be made guidelines by humans as the most noble creature, in order not to commit sexual perversion in his life that would threaten the existence of himself as a man. Religious guidance about sex will be implemented either through education. From this, sex education need attention early on. ‘Abd Alla>h Na>s}ih} ‘Ulwa>n presents the concept of telling about the essence of sex education for children as well as a systematic teaching material, awareness, and information about sexual problems since he began to understand about the cases that regard with marriage and sexual instincts. So when he grows into a young man can understand the judge actions of life, to know what is permitted and what is forbidden, and being able to apply Islamic behavior as moral life, as well as closing all possibilities that lead to illicit sexual relations","PeriodicalId":31250,"journal":{"name":"Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman","volume":"10 1","pages":"123-150"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-06-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"67937616","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}