Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kesadaran kemanusiaan manusia melalui filsafat moral dan urgensi filsafat moral dalam pendidikan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan metode analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif. Mekanisme penelitian dimulai dengan menyiapkan sumber data, pengumpulan data, tabulasi data penelitian dan analisis hasil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Filsafat moral selalu berkaitan dengan apa yang baik dan apa yang buruk, di mana apa yang baik selalu baik pada dirinya sendiri tanpa pembatasan. Moralitas didasarkan atas kehendak baik. Penilaian terhadap suatu tindakan moral itu harus didasarkan pada ukuran otonomi individu yang melaksanakan, tanpa mempertimbangkan konteks tindakan dan tujuannya. 2) Hakikat manusia sebagai makhluk pribadi dan sosial yang memiliki kesadaran untuk menentukan sendiri kualitas kehidupan berdasarkan atas kewajiban moral. Kewajiban moral dalam arti melaksanakan kebaikan dan menghindari kejahatan. 3) Moralitas harus dinyatakan dalam tindakan reformasi diri yang bertolak dari kesadaran akan kesalahan masa lalu untuk menata kehidupan yang berkualitas di masa kini dan masa depan. 4) Pendidikan harus dilaksanakan atas dasar kewajiban moral karena pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Di dalam pendidikan manusia harus bebas mengekspresikan segala potensi dalam dirinya serta bebas bersikap kritis dan kreatif terhadap permasalahan hidup yang dihadapinya.
{"title":"Peran Filsafat Moral dalam Memanusiakan Manusia dan Urgensinya dalam Pendidikan","authors":"Helfra Durasa","doi":"10.23887/jfi.v6i2.45635","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v6i2.45635","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kesadaran kemanusiaan manusia melalui filsafat moral dan urgensi filsafat moral dalam pendidikan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan metode analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif. Mekanisme penelitian dimulai dengan menyiapkan sumber data, pengumpulan data, tabulasi data penelitian dan analisis hasil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Filsafat moral selalu berkaitan dengan apa yang baik dan apa yang buruk, di mana apa yang baik selalu baik pada dirinya sendiri tanpa pembatasan. Moralitas didasarkan atas kehendak baik. Penilaian terhadap suatu tindakan moral itu harus didasarkan pada ukuran otonomi individu yang melaksanakan, tanpa mempertimbangkan konteks tindakan dan tujuannya. 2) Hakikat manusia sebagai makhluk pribadi dan sosial yang memiliki kesadaran untuk menentukan sendiri kualitas kehidupan berdasarkan atas kewajiban moral. Kewajiban moral dalam arti melaksanakan kebaikan dan menghindari kejahatan. 3) Moralitas harus dinyatakan dalam tindakan reformasi diri yang bertolak dari kesadaran akan kesalahan masa lalu untuk menata kehidupan yang berkualitas di masa kini dan masa depan. 4) Pendidikan harus dilaksanakan atas dasar kewajiban moral karena pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Di dalam pendidikan manusia harus bebas mengekspresikan segala potensi dalam dirinya serta bebas bersikap kritis dan kreatif terhadap permasalahan hidup yang dihadapinya.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"44 19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127391149","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sebagai gerakan pembebasan bagi kaum miskin, terpinggirkan, dan tertindas, Teologi Pembebasan lahir dan berkembang di Amerika Latin. Seruan untuk persamaan hak bagi orang-orang dari semua latar belakang, agama, etnis, dan warna kulit adalah ciri khas teologi pembebasan. Farid Esack, seorang pemikir Afrika Selatan, adalah salah seorang yang dengan antusias mengadvokasi pembebasan di kalangan Islam. Farid Esack berhasil mengubah sketsa ajaran Islam menjadi gerakan pembebasan yang berdampak signifikan bagi dunia Islam secara keseluruhan dengan berangkat dari pengalaman pribadi dan keluarganya di Afrika Selatan. Ia menegaskan bahwa semangat pembebasan bagi seluruh umat manusia dapat ditemukan dalam Alquran.
{"title":"Hermeneutika Pembebasan Farid Esack","authors":"Asnawan, Oqik Suherlan","doi":"10.23887/jfi.v6i2.57647","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v6i2.57647","url":null,"abstract":"Sebagai gerakan pembebasan bagi kaum miskin, terpinggirkan, dan tertindas, Teologi Pembebasan lahir dan berkembang di Amerika Latin. Seruan untuk persamaan hak bagi orang-orang dari semua latar belakang, agama, etnis, dan warna kulit adalah ciri khas teologi pembebasan. Farid Esack, seorang pemikir Afrika Selatan, adalah salah seorang yang dengan antusias mengadvokasi pembebasan di kalangan Islam. Farid Esack berhasil mengubah sketsa ajaran Islam menjadi gerakan pembebasan yang berdampak signifikan bagi dunia Islam secara keseluruhan dengan berangkat dari pengalaman pribadi dan keluarganya di Afrika Selatan. Ia menegaskan bahwa semangat pembebasan bagi seluruh umat manusia dapat ditemukan dalam Alquran.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133132691","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Meneliti memang menjadi sebuah keharusan tersendiri dalam dunia ilmiah untuk itu penelitian tentang metode terutama metode penelitian filsafat. Selanjutnya, kekritisan penting dalam melihat metode pada konteks ini membuka kembali ketegasan pencarian kebenaran yang mendasar dan menyeluruh sesuai dengan konstelasi penelitian kefilsafatan. Pengambilan pokok soal dalam artikel ini merupakan sebuah penelitian tersendiri yang mencakup kelengkapan yang perlu dalam menentukan suatu bentuk ketelitian dalam penggunaan metode penelitian yang para peneliti angkat dalam kesempatan ini yaitu terkait dengan kritis konstruktif. Kritis konstruktif dimaksudkan untuk menelusuri keberlanjutan dalam kekritisan sehingga kekritisan tidak berhenti bekerja melainkan dapat melanjutkan diri ke dalam kerangka metodis yang memutuskan sebuah konstruksi kemetodean yang inklusif kritis adanya.
{"title":"Pengembangan Metode Penelitian Kefilsafatan Kritis Konstruktif","authors":"Ngurah Weda Sahadewa, Imam Wahyudi","doi":"10.23887/jfi.v6i2.58019","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v6i2.58019","url":null,"abstract":"Meneliti memang menjadi sebuah keharusan tersendiri dalam dunia ilmiah untuk itu penelitian tentang metode terutama metode penelitian filsafat. Selanjutnya, kekritisan penting dalam melihat metode pada konteks ini membuka kembali ketegasan pencarian kebenaran yang mendasar dan menyeluruh sesuai dengan konstelasi penelitian kefilsafatan. Pengambilan pokok soal dalam artikel ini merupakan sebuah penelitian tersendiri yang mencakup kelengkapan yang perlu dalam menentukan suatu bentuk ketelitian dalam penggunaan metode penelitian yang para peneliti angkat dalam kesempatan ini yaitu terkait dengan kritis konstruktif. Kritis konstruktif dimaksudkan untuk menelusuri keberlanjutan dalam kekritisan sehingga kekritisan tidak berhenti bekerja melainkan dapat melanjutkan diri ke dalam kerangka metodis yang memutuskan sebuah konstruksi kemetodean yang inklusif kritis adanya.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"33 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125870396","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Perkembangan ilmu pengetahuan terjadi di berbagai bidang pengetahuan ilmiah. Hal ini merupakan perwujudan dari dasar filsafat modern logosentris yang identik dengan kebenaran tunggal dan absolut. Salah satunya dapat dilihat pada bidang computer vision, khususnya optical character recognition pada topik handwriting recognition. Sistem pengenalan tulisan tangan (handwriting recognition) merupakan kemampuan komputer dalam menerjemahkan tulisan tangan menjadi bentuk digital. Pada bidang ini, terdapat metode yang dapat diterapkan untuk memungkinkan sistem mengenali tulisan tangan, yaitu pattern recognition. Banyak adaptasi penerapan metode yang telah digunakan seperti line segmentation, word separation, character segmentation, ekstraksi ciri, dan klasifikasi. Hal ini menggambarkan secara eksplisit perkembangan sains tidak terlepas dari kemajuan peradaban manusia dalam ilmu pengetahuan termasuk filsafat ilmu. Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan modern, peta sains mulai berkiblat pada positivisme. Artikel ini akan membahas perkembangan penelitian terkait tulisan tangan untuk subjek computer vision dilihat dari perkembangan keilmuan (discovery of science) dalam pandangan Thomas Kuhn dan Karl Popper.
{"title":"Studi Pengenalan Pola untuk Tulisan Tangan dalam Pandangan Teori Kuhn & Popper","authors":"Reza Budiawan, Arief Ichwan, Rinaldi Munir, Dimitri Mahayana","doi":"10.23887/jfi.v6i2.41740","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v6i2.41740","url":null,"abstract":"Perkembangan ilmu pengetahuan terjadi di berbagai bidang pengetahuan ilmiah. Hal ini merupakan perwujudan dari dasar filsafat modern logosentris yang identik dengan kebenaran tunggal dan absolut. Salah satunya dapat dilihat pada bidang computer vision, khususnya optical character recognition pada topik handwriting recognition. Sistem pengenalan tulisan tangan (handwriting recognition) merupakan kemampuan komputer dalam menerjemahkan tulisan tangan menjadi bentuk digital. Pada bidang ini, terdapat metode yang dapat diterapkan untuk memungkinkan sistem mengenali tulisan tangan, yaitu pattern recognition. Banyak adaptasi penerapan metode yang telah digunakan seperti line segmentation, word separation, character segmentation, ekstraksi ciri, dan klasifikasi. Hal ini menggambarkan secara eksplisit perkembangan sains tidak terlepas dari kemajuan peradaban manusia dalam ilmu pengetahuan termasuk filsafat ilmu. Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan modern, peta sains mulai berkiblat pada positivisme. Artikel ini akan membahas perkembangan penelitian terkait tulisan tangan untuk subjek computer vision dilihat dari perkembangan keilmuan (discovery of science) dalam pandangan Thomas Kuhn dan Karl Popper.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"31 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115365554","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Mekanika Newtonian telah memotivasi berbagai ide dan penerapan sains khususnya tentang gaya, massa, gerak, dan energi pada fenomena gerak benda dan penyebabnya. Hukum Newton tentang gerak selama ini diakui sebagai salah satu pengetahuan ilmiah yang empirik dan kokoh menjelaskan berbagai fenomena alam khususnya tentang gerak. Namun demikian, perlu dilakukan kajian terkait signifikansi filosofis teori mekanika Newtonian. Artikel ini bertujuan menganalisis konsep mekanika Newtonian dalam filsafat ilmu dan signifikansinya (aspek ontologi, epistemologi dan aksiologinya). Artikel ini disusun melalui studi literatur dengan metode critical literature review menggunakan lima tahapan, yaitu menentukan topik, menentukan kriteria inklusi dan eksklusi, melakukan pencarian literatur, mengevaluasi literatur yang ditemukan, dan menulis laporan hasil studi. Berdasarkan hasil analisis literatur, disimpulkan bahwa sejarah perkembangan teori Mekanika Newtonian merupakan bagian dari perkembangan mekanika klasik hingga mekanika modern. Teori Mekanika Newtonian atau juga dikenal sebagai Hukum Newton tentang gerak diperkenalkan dan berkembang pada era Periode Awal Sains (1550–1800 M). Mekanika Newtonian dalam tinjauan ontologi merupakan pemikiran yang panjang mengenai konsep gerak benda dan membahas mengenai gaya yang bekerja pada benda. Secara epistemologis, teori Mekanika Newtonian tidak semata-mata bersumber dari gagasan Isaac Newton, melainkan merupakan hasil usaha kolektif sekelompok ilmuwan yang mengkaji dan mendalami fenomena gerak alam. Dari perspektif aksiologis, Mekanika Newton menawarkan berbagai keuntungan praktis dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki arti penting, khususnya dalam bidang pendidikan fisika, khususnya mekanika. Ini melampaui sekadar eksplorasi fakta, prinsip, atau hukum karena mencakup nilai-nilai moral yang dapat ditanamkan kepada peserta didik sebagai alternatif pendekatan pendidikan karakter.
{"title":"Mekanika Newtonian dan Signifikansi Filosofisnya","authors":"M. Taufiq, I. Kaniawati","doi":"10.23887/jfi.v6i2.53649","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v6i2.53649","url":null,"abstract":"Mekanika Newtonian telah memotivasi berbagai ide dan penerapan sains khususnya tentang gaya, massa, gerak, dan energi pada fenomena gerak benda dan penyebabnya. Hukum Newton tentang gerak selama ini diakui sebagai salah satu pengetahuan ilmiah yang empirik dan kokoh menjelaskan berbagai fenomena alam khususnya tentang gerak. Namun demikian, perlu dilakukan kajian terkait signifikansi filosofis teori mekanika Newtonian. Artikel ini bertujuan menganalisis konsep mekanika Newtonian dalam filsafat ilmu dan signifikansinya (aspek ontologi, epistemologi dan aksiologinya). Artikel ini disusun melalui studi literatur dengan metode critical literature review menggunakan lima tahapan, yaitu menentukan topik, menentukan kriteria inklusi dan eksklusi, melakukan pencarian literatur, mengevaluasi literatur yang ditemukan, dan menulis laporan hasil studi. Berdasarkan hasil analisis literatur, disimpulkan bahwa sejarah perkembangan teori Mekanika Newtonian merupakan bagian dari perkembangan mekanika klasik hingga mekanika modern. Teori Mekanika Newtonian atau juga dikenal sebagai Hukum Newton tentang gerak diperkenalkan dan berkembang pada era Periode Awal Sains (1550–1800 M). Mekanika Newtonian dalam tinjauan ontologi merupakan pemikiran yang panjang mengenai konsep gerak benda dan membahas mengenai gaya yang bekerja pada benda. Secara epistemologis, teori Mekanika Newtonian tidak semata-mata bersumber dari gagasan Isaac Newton, melainkan merupakan hasil usaha kolektif sekelompok ilmuwan yang mengkaji dan mendalami fenomena gerak alam. Dari perspektif aksiologis, Mekanika Newton menawarkan berbagai keuntungan praktis dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki arti penting, khususnya dalam bidang pendidikan fisika, khususnya mekanika. Ini melampaui sekadar eksplorasi fakta, prinsip, atau hukum karena mencakup nilai-nilai moral yang dapat ditanamkan kepada peserta didik sebagai alternatif pendekatan pendidikan karakter.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"97 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128942994","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
AbstrakPragmatisme merupakan salah satu bagian dari ilmu filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran dapat diterima bila mampu memberikan manfaat secara praktis dalam kehidupan manusia. Manfaat praktis dapat diperoleh bila terdapat kemudahan dalam penggunaannya. Seiring dengan perkembangan teknologi sekarang ini memasuki revolusi industry 4.0 dimana teknologi bersanding dengan data digital berlajan sangat cepat sehingga memberikan efisiensi dan efektivitas dalam berbagai kehidupan manusia. Implikasi pragmatisme dalam kehidupan manusia masa kini adalah dengan menciptakan berbagai perlatan yang mempermudah dan mempercepat pekerjaan manusia. Selain itu implikasi pragmatisme yang lain adalah dengan adanya bisnis secara online yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat dengan didukung perkembangan teknologi komunikasi sehingga memudahkan aktivitas jual beli secara praktis.Kata kunci: Prakmatisme, praktis, revolusi industry 4.0, bisnis online
{"title":"IMPLIKASI PRAGMATISME DALAM KEHIDUPAN MANUSIA MASA KINI: STUDI LITERATUR","authors":"Joko Setyono","doi":"10.23887/jfi.v6i2.41126","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v6i2.41126","url":null,"abstract":"AbstrakPragmatisme merupakan salah satu bagian dari ilmu filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran dapat diterima bila mampu memberikan manfaat secara praktis dalam kehidupan manusia. Manfaat praktis dapat diperoleh bila terdapat kemudahan dalam penggunaannya. Seiring dengan perkembangan teknologi sekarang ini memasuki revolusi industry 4.0 dimana teknologi bersanding dengan data digital berlajan sangat cepat sehingga memberikan efisiensi dan efektivitas dalam berbagai kehidupan manusia. Implikasi pragmatisme dalam kehidupan manusia masa kini adalah dengan menciptakan berbagai perlatan yang mempermudah dan mempercepat pekerjaan manusia. Selain itu implikasi pragmatisme yang lain adalah dengan adanya bisnis secara online yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat dengan didukung perkembangan teknologi komunikasi sehingga memudahkan aktivitas jual beli secara praktis.Kata kunci: Prakmatisme, praktis, revolusi industry 4.0, bisnis online","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129743738","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Filsafat bahasa mengandung upaya untuk menganalisis unsur-unsur umum dalam bahasa sepertui makna, acuan (referensi) kebenaran, verifikasi, tindak tutur dan ketidaknalaran. Saat menyusun dan mengembangkan kurikulum untuk belajar bahasa Indonesia, penting untuk mengingat prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, kepraktisan, dan efektivitas. Penting juga untuk memperhatikan tujuan, isi, pengalaman belajar, dan penilaian. Artikel ini berbicara tentang urgensi filosofi bahasa dalam kaitannya dengan penciptaan kurikulum Indonesia berbasis pendidikan berbasis hasil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan betapa pentingnya filsafat bahasa dalam pembuatan kurikulum bahasa. Kajian ini menggunakan metode yang disebut “literature review” yang mengumpulkan informasi dari sumber pustaka. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh gambaran bagaimana pengaruhnya terhadap perencanaan dan pengembangan kurikulum pendidikan berbasis hasil (OBE) Indonesia di perguruan tinggi, tidak hanya dalam hal penetapan tujuan tetapi juga dalam hal keterampilan bahasa dan konten untuk belajar bahasa Indonesia.
{"title":"Urgensi Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Bahasa Berbasis Outcome Based Education","authors":"Dina Handayani, Zaim","doi":"10.23887/jfi.v6i2.56834","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v6i2.56834","url":null,"abstract":"Filsafat bahasa mengandung upaya untuk menganalisis unsur-unsur umum dalam bahasa sepertui makna, acuan (referensi) kebenaran, verifikasi, tindak tutur dan ketidaknalaran. Saat menyusun dan mengembangkan kurikulum untuk belajar bahasa Indonesia, penting untuk mengingat prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, kepraktisan, dan efektivitas. Penting juga untuk memperhatikan tujuan, isi, pengalaman belajar, dan penilaian. Artikel ini berbicara tentang urgensi filosofi bahasa dalam kaitannya dengan penciptaan kurikulum Indonesia berbasis pendidikan berbasis hasil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan betapa pentingnya filsafat bahasa dalam pembuatan kurikulum bahasa. Kajian ini menggunakan metode yang disebut “literature review” yang mengumpulkan informasi dari sumber pustaka. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh gambaran bagaimana pengaruhnya terhadap perencanaan dan pengembangan kurikulum pendidikan berbasis hasil (OBE) Indonesia di perguruan tinggi, tidak hanya dalam hal penetapan tujuan tetapi juga dalam hal keterampilan bahasa dan konten untuk belajar bahasa Indonesia.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123602502","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Agama adalah fitrah bagi setiap umat manusia, dengan begitu kajian tentang agama selalu eksis sepanjang zaman. Agama telah menjadi sentral objek penelitian oleh para sarjana baik di dunia Timur atau Barat. Salah satu ilmuan Barat yang mengkaji agama adalah Max Weber, kajian agamanya sangat erat dengan tindakan sosial yang ada di masyarakat. Kendati setiap tindakan sosial, kelompok, memiliki makna subyektifitas baik secara individu atau kelompok. Teori tindakan sosial dibagi menjadi empat bagian diantara: Pertama, tindakan afektif, kedua, tindakan tradisional, Ketiga, tindakan rasional instrumental, Keempat rasional nilai. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengkaji pandangan Max Weber tentang peran sosial dari agama. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif sebanyak teks dengan sumber data penelitian dari studi pustaka baik berupa buku maupun laporan penelitian. Bagi Max Weber, agama adalah kepercayaan pada kekuatan sakral. Lebih dari kepercayaan, masing-masing agama seperti Islam, Kristen, Budha dan Yudaisme memiliki kebiasaan sosial yang berbeda satu sama lain. Lebih jauh lagi, agama berkaitan erat dengan sesuatu yang supranatural dan universal yang diakui semua umat manusia.
{"title":"The Social Role of Religion Max Weber's Perspective of Thought and the Relevance of Societal Progress","authors":"Agustina Rusmini","doi":"10.23887/jfi.v6i2.57930","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v6i2.57930","url":null,"abstract":"Agama adalah fitrah bagi setiap umat manusia, dengan begitu kajian tentang agama selalu eksis sepanjang zaman. Agama telah menjadi sentral objek penelitian oleh para sarjana baik di dunia Timur atau Barat. Salah satu ilmuan Barat yang mengkaji agama adalah Max Weber, kajian agamanya sangat erat dengan tindakan sosial yang ada di masyarakat. Kendati setiap tindakan sosial, kelompok, memiliki makna subyektifitas baik secara individu atau kelompok. Teori tindakan sosial dibagi menjadi empat bagian diantara: Pertama, tindakan afektif, kedua, tindakan tradisional, Ketiga, tindakan rasional instrumental, Keempat rasional nilai. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengkaji pandangan Max Weber tentang peran sosial dari agama. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif sebanyak teks dengan sumber data penelitian dari studi pustaka baik berupa buku maupun laporan penelitian. Bagi Max Weber, agama adalah kepercayaan pada kekuatan sakral. Lebih dari kepercayaan, masing-masing agama seperti Islam, Kristen, Budha dan Yudaisme memiliki kebiasaan sosial yang berbeda satu sama lain. Lebih jauh lagi, agama berkaitan erat dengan sesuatu yang supranatural dan universal yang diakui semua umat manusia.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128496356","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Gregorius Loudowick Lengga Wangge, Robertus Wijanarko
Tulisan ini bertujuan untuk menggali pemikiran Language Games Ludwig Wittgenstein yang sekiranya sesuai untuk merawat dunia politik Indonesia. Pada era post-truth ini, Indonesia sebagai bangsa yang plural sedang diterjang fenomena politik identitas dengan mengusung isu keagamaan. Kebenaran tidak lagi mudah untuk dikenali secara objektif karena adanya unsur politik kepentingan berkedok identitas, dengan dalihnya yang melibatkan aspek emosional publik. Alhasil kebenaran objektif menjadi tersamarkan oleh nuansa emosional keagamaan yang terbentuk. Dalam menganalisis fenomena tersebut, kami menggunakan metode pembacaan kritis atas fenomena politik identitas keagamaan di Indonesia dalam perspektif pemikiran Wittgenstein. Melalui perspektif Language Games Ludwig Wittgenstein, kami hendak menyadarkan kembali jati diri pluriformitas Bangsa Indonesia dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika. Melalui pemikiran Wittgenstein, penulis hendak menganalisis kemajemukan bangsa Indonesia sebagai suatu fakta objektif yang menggambarkan realitas bangsa Indonesia sesungguhnya. Realitas pluriformitas tersebut adalah realitas yang tidak terbantahkan dan menyadarkan setiap rakyatnya akan adanya otonomi, adanya language games masing-masing yang tidak dapat dicampuradukkan. Maka dari itu, untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan perlu idealisasi ke arah kesatuan yang saling menghargai. Hal itu terangkum dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
{"title":"Politik Identitas Era Post-Truth di Indonesia dalam Perspektif Language Games Ludwig Wittgenstein","authors":"Gregorius Loudowick Lengga Wangge, Robertus Wijanarko","doi":"10.23887/jfi.v6i2.53628","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v6i2.53628","url":null,"abstract":"Tulisan ini bertujuan untuk menggali pemikiran Language Games Ludwig Wittgenstein yang sekiranya sesuai untuk merawat dunia politik Indonesia. Pada era post-truth ini, Indonesia sebagai bangsa yang plural sedang diterjang fenomena politik identitas dengan mengusung isu keagamaan. Kebenaran tidak lagi mudah untuk dikenali secara objektif karena adanya unsur politik kepentingan berkedok identitas, dengan dalihnya yang melibatkan aspek emosional publik. Alhasil kebenaran objektif menjadi tersamarkan oleh nuansa emosional keagamaan yang terbentuk. Dalam menganalisis fenomena tersebut, kami menggunakan metode pembacaan kritis atas fenomena politik identitas keagamaan di Indonesia dalam perspektif pemikiran Wittgenstein. Melalui perspektif Language Games Ludwig Wittgenstein, kami hendak menyadarkan kembali jati diri pluriformitas Bangsa Indonesia dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika. Melalui pemikiran Wittgenstein, penulis hendak menganalisis kemajemukan bangsa Indonesia sebagai suatu fakta objektif yang menggambarkan realitas bangsa Indonesia sesungguhnya. Realitas pluriformitas tersebut adalah realitas yang tidak terbantahkan dan menyadarkan setiap rakyatnya akan adanya otonomi, adanya language games masing-masing yang tidak dapat dicampuradukkan. Maka dari itu, untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan perlu idealisasi ke arah kesatuan yang saling menghargai. Hal itu terangkum dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"75 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128227249","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Plato was the first philosopher who discussed love philosophically. The discussion can be found in his work entitled Symposium. Through text analysis of Symposium, the perspective of Plato about love and the position of love in philosophical discourse can be concluded. For Plato, ultimate love does not have a relation to the body anymore. Plato believed that love is hierarchical, and it ascends from the lower level to the higher level as illustrates in Scala Amoris. The ultimate love is about a mental state which aims to gain absolute beauty and it is the highest level of love. However, in romantic relationships, love is not only about the mental state but also physical contact because romantic love relates to sexual things such as sexual intimacy. And according to Plato, love that still has attachment to the body is the lowest level of love. Thus, Plato's perspective about romantic love cannot be said as positive because romantic love strongly relates to the body. Plato believed that the highest level of love has left body behind, and it only focuses on mental aspiration.
{"title":"The Perspective of Plato Concerning the Position of Love in Philosophy Analysis of The Symposiu","authors":"M. Syaebani, U. Yuwono, E. Ekosiwi","doi":"10.23887/jfi.v6i2.53706","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v6i2.53706","url":null,"abstract":"Plato was the first philosopher who discussed love philosophically. The discussion can be found in his work entitled Symposium. Through text analysis of Symposium, the perspective of Plato about love and the position of love in philosophical discourse can be concluded. For Plato, ultimate love does not have a relation to the body anymore. Plato believed that love is hierarchical, and it ascends from the lower level to the higher level as illustrates in Scala Amoris. The ultimate love is about a mental state which aims to gain absolute beauty and it is the highest level of love. However, in romantic relationships, love is not only about the mental state but also physical contact because romantic love relates to sexual things such as sexual intimacy. And according to Plato, love that still has attachment to the body is the lowest level of love. Thus, Plato's perspective about romantic love cannot be said as positive because romantic love strongly relates to the body. Plato believed that the highest level of love has left body behind, and it only focuses on mental aspiration.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131995773","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}