Analisis teori behaviorisme jika ditinjau dengan aksiologi maka akan merefleksikan bidang filsafat dengan ilmu psikologi. Selain itu hal tersebut juga merefleksikan nilai-nilai danimplementasi behaviorisme agar tetap berdampak positif dan berguna bagi kehidupan manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai aksiologi yang ada pada aliran psikologi behaviorisme meliputi etika dan estetika. Adanya telaah aliran behaviorisme secara aksiologi tentunya akan berdampak positif terhadap pengetahuan nilai aksiologi aliran atau pendekatan behaviorisme sehingga dapat diketahui kebermanfaatan dan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi pustaka dengan teknik analisis isiyaitu dengan kajian dari isi buku, artikel atau jurnal kemudian dilanjutkan kategorisasi hasil kajian yang kemudian diakhiri dengan penyimpulan dan saran kajian. Hasil penelitian menunjukkan konsep etika yang ada pada aliran behaviorisme berkaitan dengan teori moral yang dikemukakan Immanuel Kant yaitu pada konsep kewajiban yang dikehendaki dan dilandasi tanggung jawab atau otonomi. Kemudian konsep estetika pada aliranbehaviorisme memenuhi konsep estetika Immanuel Kant, yaitu estetika secara subjektif dan objektif.
{"title":"Tinjauan Aksiologi Terhadap Aliran Psikologi Behaviorisme","authors":"Irpan Zuhri, Sumaryati Sumaryati","doi":"10.23887/jfi.v5i2.41392","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v5i2.41392","url":null,"abstract":"Analisis teori behaviorisme jika ditinjau dengan aksiologi maka akan merefleksikan bidang filsafat dengan ilmu psikologi. Selain itu hal tersebut juga merefleksikan nilai-nilai danimplementasi behaviorisme agar tetap berdampak positif dan berguna bagi kehidupan manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai aksiologi yang ada pada aliran psikologi behaviorisme meliputi etika dan estetika. Adanya telaah aliran behaviorisme secara aksiologi tentunya akan berdampak positif terhadap pengetahuan nilai aksiologi aliran atau pendekatan behaviorisme sehingga dapat diketahui kebermanfaatan dan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi pustaka dengan teknik analisis isiyaitu dengan kajian dari isi buku, artikel atau jurnal kemudian dilanjutkan kategorisasi hasil kajian yang kemudian diakhiri dengan penyimpulan dan saran kajian. Hasil penelitian menunjukkan konsep etika yang ada pada aliran behaviorisme berkaitan dengan teori moral yang dikemukakan Immanuel Kant yaitu pada konsep kewajiban yang dikehendaki dan dilandasi tanggung jawab atau otonomi. Kemudian konsep estetika pada aliranbehaviorisme memenuhi konsep estetika Immanuel Kant, yaitu estetika secara subjektif dan objektif.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"26 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126079658","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Filsafat nusantara hingga kini masih mencari wujud yang paling ideal. M. Nasroen, R. Parmono, dan Soenoto sebagai ‘pelopor’ filsafat Indonesia telah memberikan pemikiran yang baik bagiperkembangan filsafat nusantara di Indonesia. Walaupun pada perkembangannya filsafat Indonesia dan filsafat nusantara dianggap sama, tetapi kedua wacana tersebut masih belum bisadisepakati. Perkembangan filsafat nusantara melibatkan berbagai pemikiran-pemikiran. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk memberikan deskripsi perihal pemikiran para ‘pelopor’ filsafat Indonesia dengan harapan dapat melihat seberapa jauh perkembangan filsafat nusantara.Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode komparatif. Perbandingan dari ketiga tokoh didapati bahwa M. Nasroen, R. Parmono, dan Soenoto memiliki pemikiran masing-masing mengenai filsafat Indonesia yang belum menjawab batasan serta peluang pemikiran yang berkembang di luar garis geografis Indonesia. Ditemukan pula pemikiranketiganya berkaitan dengan filsafat sebagai proses atau produk dari sebuah kebudayaan. Melalui penelitian tersebut didapati bahwa pemikiran ketiga tokoh berpengaruh banyak terhadap konsepkonsep filsafat nusantara saat ini yang mengantarkan lebih dekat kepada bentuk ideal filsafat nusantara.
努桑特拉哲学至今仍在寻找最理想的形式。Nasroen, R. Parmono和Soenoto作为印尼哲学的“先驱”为群岛哲学的发展提供了良好的见解。尽管随着印尼哲学和努桑塔拉哲学的发展,这两个概念是一致的,但它们仍然是一致的。群岛哲学的发展涉及各种思想。因此,本研究试图描述印尼哲学“先驱”的想法,希望了解努桑塔拉哲学的发展。采用的方法是比较方法的定性研究。比较这三个角色,发现纳斯伦先生、R. Parmono和Soenoto先生对印尼哲学的看法,这些哲学没有回答印尼地理界限之外的思想发展可能性。这三种思想都与哲学有关,认为它是一种文化的过程或产物。通过这项研究,三位主要人物的思想对当前的努桑塔拉哲学概念的概念产生了深远的影响,这使它更接近努桑塔拉哲学的理想形式。
{"title":"Eksplorasi Pemikiran M. Nasroen, Soenoto, dan R. Parmono dalam Perkembangan Filsafat Nusantara","authors":"F. Alfariz, Rr. Yudiswara Ayu Permatasari","doi":"10.23887/jfi.v5i2.40458","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v5i2.40458","url":null,"abstract":"Filsafat nusantara hingga kini masih mencari wujud yang paling ideal. M. Nasroen, R. Parmono, dan Soenoto sebagai ‘pelopor’ filsafat Indonesia telah memberikan pemikiran yang baik bagiperkembangan filsafat nusantara di Indonesia. Walaupun pada perkembangannya filsafat Indonesia dan filsafat nusantara dianggap sama, tetapi kedua wacana tersebut masih belum bisadisepakati. Perkembangan filsafat nusantara melibatkan berbagai pemikiran-pemikiran. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk memberikan deskripsi perihal pemikiran para ‘pelopor’ filsafat Indonesia dengan harapan dapat melihat seberapa jauh perkembangan filsafat nusantara.Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode komparatif. Perbandingan dari ketiga tokoh didapati bahwa M. Nasroen, R. Parmono, dan Soenoto memiliki pemikiran masing-masing mengenai filsafat Indonesia yang belum menjawab batasan serta peluang pemikiran yang berkembang di luar garis geografis Indonesia. Ditemukan pula pemikiranketiganya berkaitan dengan filsafat sebagai proses atau produk dari sebuah kebudayaan. Melalui penelitian tersebut didapati bahwa pemikiran ketiga tokoh berpengaruh banyak terhadap konsepkonsep filsafat nusantara saat ini yang mengantarkan lebih dekat kepada bentuk ideal filsafat nusantara.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"538 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122881353","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dibutuhkan dalam pengembangan keterampilan abad ke-21 (21st Century Skill). Pendidikan sebagai salah satu usaha mencerdaskan kehidupan bangsa menempatkan kemampuan berpikir sebagai kompetensi penting. Tujuan dari sistem pendidikan adalah membentuk orang-orang terdidik yang mandiri dan dapat berpikir efektif serta kritis. Setiap individu membutuhkan keterampilan berpikir kritis agar berhasil memecahkan masalah dalam situasi sulit. Akar dari pemikiran kritis sama kunonya dengan dimulainya pemikiran-pemikiran filsafat. Sekitar 2500 tahun yang lalu, Sokrates menemukan metode penyelidikan pertanyaan. Konsep berpikir kritis kemudian mengalami perkembangan hingga pada zaman saat ini. Perkembangan konsep berpikir kritis dari sudut pandang filsafat menjadi penting dipelajari dengan tujuan agar mendapatkan pemahaman holistik mengenai kerangka berpikir kritis. Metode yang digunakan untuk menyusun artikel ini adalah studi kepustakaan. Beberapa definisi dari filsuf bersifat saling menguatkan maupun saling melengkapi. Konsep berpikir kritis dalam pandangan filsafat menekankan pada sifat, sikap dan kualitas berpikir kritis. Konsep berpikir kritis menekankan pada delapan hal yaitu: analisis, penalaran, inferensi, membandingkan, formulasi hipotesis, sintesis (membuat ide baru), pengujian dan kesimpulan komperhensif.
{"title":"Kajian Kemampuan Berpikir Kritis (Critical Thinking Skill) Dari Sudut Pandang Filsafat","authors":"Adhitya Rahardhian","doi":"10.23887/jfi.v5i2.42092","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v5i2.42092","url":null,"abstract":"Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dibutuhkan dalam pengembangan keterampilan abad ke-21 (21st Century Skill). Pendidikan sebagai salah satu usaha mencerdaskan kehidupan bangsa menempatkan kemampuan berpikir sebagai kompetensi penting. Tujuan dari sistem pendidikan adalah membentuk orang-orang terdidik yang mandiri dan dapat berpikir efektif serta kritis. Setiap individu membutuhkan keterampilan berpikir kritis agar berhasil memecahkan masalah dalam situasi sulit. Akar dari pemikiran kritis sama kunonya dengan dimulainya pemikiran-pemikiran filsafat. Sekitar 2500 tahun yang lalu, Sokrates menemukan metode penyelidikan pertanyaan. Konsep berpikir kritis kemudian mengalami perkembangan hingga pada zaman saat ini. Perkembangan konsep berpikir kritis dari sudut pandang filsafat menjadi penting dipelajari dengan tujuan agar mendapatkan pemahaman holistik mengenai kerangka berpikir kritis. Metode yang digunakan untuk menyusun artikel ini adalah studi kepustakaan. Beberapa definisi dari filsuf bersifat saling menguatkan maupun saling melengkapi. Konsep berpikir kritis dalam pandangan filsafat menekankan pada sifat, sikap dan kualitas berpikir kritis. Konsep berpikir kritis menekankan pada delapan hal yaitu: analisis, penalaran, inferensi, membandingkan, formulasi hipotesis, sintesis (membuat ide baru), pengujian dan kesimpulan komperhensif.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121545180","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pembelajaran abad 21 menekankan pada empat aspek, salah satu diantaranya adalah berpikir kritis. Dari perspektif filosofis, berpikir kritis adalah penilaian yang bertujuan untuk mengatur diri sendiri yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, serta penjelasan tentang pertimbangan bukti, konseptual, metodologis, kriteriologis, atau kontekstual yang menjadi dasarpertimbangan. Berpikir kritis memiliki sejarah yang panjang yang dimulai dari pemikiran dan pengajaran Socrates dan berkembang secara pesat pada abad pertengahan, zaman renaisans dengan berbagai teori dan perdebatan yang terus berkembang sampai saat ini. Artikel ini menyajikan tentang pandangan ontologi, epistemologi dan aksiologi dari berpikir kritis melalui studi kepustakaan (library research) yang diperoleh dari analisis dan sintesis artikel ilmiah dalam bidang sains. Pandangan ontologi terhadap berpikir kritis dalam sains difokuskan pada pengembangan kemampuan untuk menganalisis wacana secara kritis untuk mengembangkan suatu tindakan. Dalam pandangan epistemologi, berpikir kritis sebagai alat untuk meningkatkan pemahaman atau sebagai alat untuk menentukan kebenaran atau ketidakbenaran berdasarkan pandangan para ilmuwan atau akademisi. Sedangkan dalam pandangan aksiologi terhadap berpikir kritis dapat dilihat dari kebermanfaatannya dalam sains. Dari ketiga pandangan di atas, dapat ditemukan area yang berbeda dalam berpikir kritis dalam sains.
{"title":"Berpikir Kritis Dalam Filsafat Ilmu: Kajian Dalam Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi","authors":"S. Unwakoly","doi":"10.23887/jfi.v5i2.42561","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v5i2.42561","url":null,"abstract":"Pembelajaran abad 21 menekankan pada empat aspek, salah satu diantaranya adalah berpikir kritis. Dari perspektif filosofis, berpikir kritis adalah penilaian yang bertujuan untuk mengatur diri sendiri yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, serta penjelasan tentang pertimbangan bukti, konseptual, metodologis, kriteriologis, atau kontekstual yang menjadi dasarpertimbangan. Berpikir kritis memiliki sejarah yang panjang yang dimulai dari pemikiran dan pengajaran Socrates dan berkembang secara pesat pada abad pertengahan, zaman renaisans dengan berbagai teori dan perdebatan yang terus berkembang sampai saat ini. Artikel ini menyajikan tentang pandangan ontologi, epistemologi dan aksiologi dari berpikir kritis melalui studi kepustakaan (library research) yang diperoleh dari analisis dan sintesis artikel ilmiah dalam bidang sains. Pandangan ontologi terhadap berpikir kritis dalam sains difokuskan pada pengembangan kemampuan untuk menganalisis wacana secara kritis untuk mengembangkan suatu tindakan. Dalam pandangan epistemologi, berpikir kritis sebagai alat untuk meningkatkan pemahaman atau sebagai alat untuk menentukan kebenaran atau ketidakbenaran berdasarkan pandangan para ilmuwan atau akademisi. Sedangkan dalam pandangan aksiologi terhadap berpikir kritis dapat dilihat dari kebermanfaatannya dalam sains. Dari ketiga pandangan di atas, dapat ditemukan area yang berbeda dalam berpikir kritis dalam sains.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126801509","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Evolusi terjadi karena adanya proses perubahan spesies yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu dimana proses tersebut bertujuan agar spesies dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan perubahan tersebut akan diwariskan lagi kepada keturunannya. Teori evolusi dalam Ilmu Biologi menemui titik terang Ketika diterbitkannya buku yang ditulis Charles Darwin (On the Origin of Species by Means of natural Selection) pada tahun 1859 yang menyajikan kasus-kasus evolusi dan mampu menghubungkan berbagai kumpulan fakta yang sebelumnya membingungkan. Tahun 1930, ilmuwan mengkombinasikan seleksi alam Darwin dengan teori hereditas mendelian dan membentuk sintesis evolusi modern “Neo-Darwinism”. Teori Neo Darwinism menyatakan evolusi didasarkan pada mutase gen yang bekerjasama pada tingkat jaringan protein dan merubah fenotip dari makhluk hidup. Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan para saintifik untuk melakukan rekayasa genetic dan proses rekayasa genetic berlandaskan pada teori Evolusi Darwin. Tujuan dari penulisan ini adalah melakukan kajian filsafat (Epistemologi, Ontologi dan aksiologi) dari Evolusi Darwin dalam kemajuan teknologi. Artikel ini disusun menggunakan pendekatan studi kepustakaan (library research) dan kajian ulas balik (review). kajian epistemology rekayasa genetic menjelaskan bagaimana teknik rekayasa genetika diperoleh dan bagaimana perkembangan teknik rekayasa genetika. Kajian Ontologi berbicara tentang apahakikat rekayasa genetika juga membahas tentang struktur keilmuan dari rekayasa genetika. Sedangkan kajian Aksiologi membicarakan tentang manfaat dan kerugian yang ditimbulkan oleh rekayasa genetika
进化的发生是因为物种变化的过程发生在一个特定的时间内,在这个过程中,物种能够适应环境,这种变化将被传给后代。1859年,查尔斯·达尔文(Charles Darwin)的《物种起源》(On the Species by nature ' s lect)一书问世,该书提出了进化案例,能够将先前令人困惑的事实联系起来。1930年,科学家将达尔文的自然选择与门帝理论结合起来,形成了现代进化“新达尔文主义”的合成。新达尔文主义理论认为,进化是基于蛋白质组织水平的合作基因突变,改变了生物的表型。目前的技术发展使科学家能够根据达尔文的进化论进行基因工程和基因工程过程。这篇文章的目的是研究达尔文进化论在技术进步中的哲学(认识论、本体论和行动学)。这篇文章是根据图书馆研究和反覆审查的方法编写的。基因工程认识论研究解释了基因工程技术是如何获得的,以及基因工程技术是如何发展的。本体学研究谈到了基因工程的本质,也讨论了基因工程的科学结构。而aksilogy研究涉及基因工程的好处和不利影响
{"title":"Kemajuan Teknologi Rekayasa Genetika Ditinjau dari Filsafat Evolusi Darwin","authors":"Geterudis Kerans","doi":"10.23887/jfi.v5i2.42174","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v5i2.42174","url":null,"abstract":"Evolusi terjadi karena adanya proses perubahan spesies yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu dimana proses tersebut bertujuan agar spesies dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan perubahan tersebut akan diwariskan lagi kepada keturunannya. Teori evolusi dalam Ilmu Biologi menemui titik terang Ketika diterbitkannya buku yang ditulis Charles Darwin (On the Origin of Species by Means of natural Selection) pada tahun 1859 yang menyajikan kasus-kasus evolusi dan mampu menghubungkan berbagai kumpulan fakta yang sebelumnya membingungkan. Tahun 1930, ilmuwan mengkombinasikan seleksi alam Darwin dengan teori hereditas mendelian dan membentuk sintesis evolusi modern “Neo-Darwinism”. Teori Neo Darwinism menyatakan evolusi didasarkan pada mutase gen yang bekerjasama pada tingkat jaringan protein dan merubah fenotip dari makhluk hidup. Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan para saintifik untuk melakukan rekayasa genetic dan proses rekayasa genetic berlandaskan pada teori Evolusi Darwin. Tujuan dari penulisan ini adalah melakukan kajian filsafat (Epistemologi, Ontologi dan aksiologi) dari Evolusi Darwin dalam kemajuan teknologi. Artikel ini disusun menggunakan pendekatan studi kepustakaan (library research) dan kajian ulas balik (review). kajian epistemology rekayasa genetic menjelaskan bagaimana teknik rekayasa genetika diperoleh dan bagaimana perkembangan teknik rekayasa genetika. Kajian Ontologi berbicara tentang apahakikat rekayasa genetika juga membahas tentang struktur keilmuan dari rekayasa genetika. Sedangkan kajian Aksiologi membicarakan tentang manfaat dan kerugian yang ditimbulkan oleh rekayasa genetika","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"55 11","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114110749","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
I. Gunawan, M. Mustopa, Fuad Nawawi, Hanung Sito Rohmawati
Dengan befikir filsafat, kita dapat mengatasi kerumitan hidup. Hal ini dapat terjadi karena dengan memahami apa itu filsafat, maka kita dapat menggunakannya atau menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak mengarah kepada jalur yang tidak pernah diharapkan sebelumnya. Beragam permasalahan bisa selesai dengan sendirinya, jika setiap orang Indonesia mau berfilsafat, yakni menjadikan filsafat sebagai jalan hidup, terlepas dari profesi sehari-hari mereka. Pengetahuan itu digunakan untuk menyempurnakan kehidupannya, termasuk dalam hal ini karakter kinerjanya. Sebab konsekuensi dari pandangan filsafat itu sangat penting dan menentukan sikap orang terhadap dirinya sendiri, terhadap orang lain, dunia, dan Tuhannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana filsafat moral dapat diaplikasikan dalam membentuk karakter kinerja di masyarakat usia produktif. Hasil dari penelitian adalah gejala-gejala kelemahkarsaan seorang individu dapat diminimalisir bahkan dihilangkan apabila seorang individu dapat memposisikan diri sebagai filsuf moral yang mampu menemukan jawaban-jawaban atas nilai keyakinan bagi karakter diri maupun kehidupannya. Pola semacam ini akan sangat berguna bagi kualitas kehidupan seorang individu di masa yang sedang dijalani maupun di masa depan, hal tersebut dikarenakan konstruksi berpikir filsafat dapat meredam gejolak-gejolak negatif di tengah-tengah kehidupan yang selalu bergerak dinamis dan fluktuatif.
{"title":"Kontribusi Filsafat Moral dalam Meningkatkan Karakter Kinerja pada Masyarakat Produktif","authors":"I. Gunawan, M. Mustopa, Fuad Nawawi, Hanung Sito Rohmawati","doi":"10.23887/jfi.v5i1.42290","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v5i1.42290","url":null,"abstract":"Dengan befikir filsafat, kita dapat mengatasi kerumitan hidup. Hal ini dapat terjadi karena dengan memahami apa itu filsafat, maka kita dapat menggunakannya atau menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak mengarah kepada jalur yang tidak pernah diharapkan sebelumnya. Beragam permasalahan bisa selesai dengan sendirinya, jika setiap orang Indonesia mau berfilsafat, yakni menjadikan filsafat sebagai jalan hidup, terlepas dari profesi sehari-hari mereka. Pengetahuan itu digunakan untuk menyempurnakan kehidupannya, termasuk dalam hal ini karakter kinerjanya. Sebab konsekuensi dari pandangan filsafat itu sangat penting dan menentukan sikap orang terhadap dirinya sendiri, terhadap orang lain, dunia, dan Tuhannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana filsafat moral dapat diaplikasikan dalam membentuk karakter kinerja di masyarakat usia produktif. Hasil dari penelitian adalah gejala-gejala kelemahkarsaan seorang individu dapat diminimalisir bahkan dihilangkan apabila seorang individu dapat memposisikan diri sebagai filsuf moral yang mampu menemukan jawaban-jawaban atas nilai keyakinan bagi karakter diri maupun kehidupannya. Pola semacam ini akan sangat berguna bagi kualitas kehidupan seorang individu di masa yang sedang dijalani maupun di masa depan, hal tersebut dikarenakan konstruksi berpikir filsafat dapat meredam gejolak-gejolak negatif di tengah-tengah kehidupan yang selalu bergerak dinamis dan fluktuatif.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"45 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124011679","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan populisme berwajah politik identitas keagamaan di Indonesia. Adapun metode yang digunakan dalam tulisan ini ialah pembacaan kritis atas fenomena politik identitas keagamaan di Indonesia dalam kaca mata populisme. Penggunaan metode ini mengantar pada suatu temuan penting mengenai adanya kesamaan antara populisme dengan politik identitas berwajah agama yang terjadi di Indonesia. Kesamaan ini membuat politik identitas keagamaan lolos kategori populisme. Artinya politik identitas keagamaan menjadi salah satu wajah populisme. Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab munculnya populisme di Indonesia, yakni tingginya angka korupsi, ada dua berakarnya keinginan membentuk negara berasas agama, dan menguatnya peran agama dalam penyelenggaraan negara, dalam keseluruhan corak hidup berbangsa dan bernegara. Upaya mengatasi populisme berwajah politik identitas keagamaan ini dapat dituangkan dengan melakukan beberapa langkah berikut, yaitu menerapkan suatu penyelenggaraan negara yang transparan dan responsif, memaksimalkan pendidikan kewarganegaraan, dan mengoptimalkan peranan media.
{"title":"Populisme Berwajah Politik Identitas Keagamaan di Indonesia","authors":"H. Herianto, Robertus Wijanarko","doi":"10.23887/jfi.v5i1.39581","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v5i1.39581","url":null,"abstract":"Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan populisme berwajah politik identitas keagamaan di Indonesia. Adapun metode yang digunakan dalam tulisan ini ialah pembacaan kritis atas fenomena politik identitas keagamaan di Indonesia dalam kaca mata populisme. Penggunaan metode ini mengantar pada suatu temuan penting mengenai adanya kesamaan antara populisme dengan politik identitas berwajah agama yang terjadi di Indonesia. Kesamaan ini membuat politik identitas keagamaan lolos kategori populisme. Artinya politik identitas keagamaan menjadi salah satu wajah populisme. Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab munculnya populisme di Indonesia, yakni tingginya angka korupsi, ada dua berakarnya keinginan membentuk negara berasas agama, dan menguatnya peran agama dalam penyelenggaraan negara, dalam keseluruhan corak hidup berbangsa dan bernegara. Upaya mengatasi populisme berwajah politik identitas keagamaan ini dapat dituangkan dengan melakukan beberapa langkah berikut, yaitu menerapkan suatu penyelenggaraan negara yang transparan dan responsif, memaksimalkan pendidikan kewarganegaraan, dan mengoptimalkan peranan media.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"115 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116445364","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Topik tentang plastik tampak sederhana karena sudah sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari namun seringkali diabaikan. Plastik telah membawa banyak manfaat bagi manusia, namun tidak sedikit juga memberikan dampak negatif bagi keberlangsungan lingkungan. Baru-baru ini plastik telah mendapatkan perhatian karena alasan negatif, seperti keberadaannya yang berlangsung lama baik di lingkungan maupun tubuh manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu konsep berkelanjutan yang mampu menjadi dasar untuk menanggulangi dampak negatif yang terjadi akibat isu penggunaan plastik tersebut. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menganalisis sumber atau data dari buku teks, jurnal ilmiah, dokumen, media massa, dan bahan ajar yang berhubungan dengan Filsafat Ilmu. Metode analisis yang digunakan ialah interpretasi dan analisis wacana kritis. Artikel ini mengkaji mendeskripsikan dilema penggunaan plastik ditinjau dari aspek etika dalam perspektif aksiologi. serta peran sustainable development dalam menanggulangi dampak penggunaan plastik bagi keberlangsungan masa depan.
{"title":"Dilema Penggunaan Plastik: Kebutuhan dan Keberlanjutan Lingkungan (Tinjauan Aspek Etika dalam Perspektif Aksiologi)","authors":"Fitriah Khoirunnisa, Asep Kadarohman","doi":"10.23887/jfi.v5i1.41855","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v5i1.41855","url":null,"abstract":"Topik tentang plastik tampak sederhana karena sudah sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari namun seringkali diabaikan. Plastik telah membawa banyak manfaat bagi manusia, namun tidak sedikit juga memberikan dampak negatif bagi keberlangsungan lingkungan. Baru-baru ini plastik telah mendapatkan perhatian karena alasan negatif, seperti keberadaannya yang berlangsung lama baik di lingkungan maupun tubuh manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu konsep berkelanjutan yang mampu menjadi dasar untuk menanggulangi dampak negatif yang terjadi akibat isu penggunaan plastik tersebut. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menganalisis sumber atau data dari buku teks, jurnal ilmiah, dokumen, media massa, dan bahan ajar yang berhubungan dengan Filsafat Ilmu. Metode analisis yang digunakan ialah interpretasi dan analisis wacana kritis. Artikel ini mengkaji mendeskripsikan dilema penggunaan plastik ditinjau dari aspek etika dalam perspektif aksiologi. serta peran sustainable development dalam menanggulangi dampak penggunaan plastik bagi keberlangsungan masa depan.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"120 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121396063","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kata semua atau semesta sebagai konsep paling universal menjadi kajian dari berbagai keilmuan, tidak terkecuali keilmuan matematika dan filsafat. Permasalahan konsep segala sesuatu tidak hanya sekedar bagaimana memenuhi kelengkapan, melainkan apa yang akan terjadi apabila konsep tersebut berada pada kondisi lengkap. Pada bidang matematika, suatu himpunan yang dikatakan lengkap bertentangan dengan beberapa paradox. Adapun pada bidang filsafat masih jarang adanya penelitian berkaitan dengan Being sebagai konsep, sehingga perlu adanya penelitian lanjut untuk mengenalisis konsep ini menggunakan sudut pandang yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode komparatif untuk melakukan analisis dua arah, sehingga kedua keilmuan dapat berperan sebagai objek material, maupun objek formal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa problem rekursivitas pada konsep segala sesuatu menjadi inti pokok dari himpunan universal. Pemisahan antara Pure Being dan Determinate Being merupakan salah satu bentuk penyelesaian solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Di sisi lain, analisis matematis atas konsep Being menemukan adanya celah dari pembagian Being menjadi tiga bagian, sehingga memungkinkan adanya himpunan yang berada di luar konsep Being. Adapun permasalahan kemudian dapat diselesaikan dengan metode simbolisasi yang memungkinkan adanya kelompok Being baru yang hanya akan berada ketika dilakukan simbolisasi. Penelitian ini juga memiliki relevansi dengan beberapa produk pemikiran dan kebudayaan modern yang telah ada, terutama berkaitan dengan konsep hyperreality.
{"title":"Studi Komparatif Pendekatan Matematika dan Filsafat dalam Menganalisis Permasalahan Konsep “Segala Sesuatu”","authors":"Rilliandi Arindra Putawa","doi":"10.23887/jfi.v5i1.39727","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v5i1.39727","url":null,"abstract":"Kata semua atau semesta sebagai konsep paling universal menjadi kajian dari berbagai keilmuan, tidak terkecuali keilmuan matematika dan filsafat. Permasalahan konsep segala sesuatu tidak hanya sekedar bagaimana memenuhi kelengkapan, melainkan apa yang akan terjadi apabila konsep tersebut berada pada kondisi lengkap. Pada bidang matematika, suatu himpunan yang dikatakan lengkap bertentangan dengan beberapa paradox. Adapun pada bidang filsafat masih jarang adanya penelitian berkaitan dengan Being sebagai konsep, sehingga perlu adanya penelitian lanjut untuk mengenalisis konsep ini menggunakan sudut pandang yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode komparatif untuk melakukan analisis dua arah, sehingga kedua keilmuan dapat berperan sebagai objek material, maupun objek formal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa problem rekursivitas pada konsep segala sesuatu menjadi inti pokok dari himpunan universal. Pemisahan antara Pure Being dan Determinate Being merupakan salah satu bentuk penyelesaian solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Di sisi lain, analisis matematis atas konsep Being menemukan adanya celah dari pembagian Being menjadi tiga bagian, sehingga memungkinkan adanya himpunan yang berada di luar konsep Being. Adapun permasalahan kemudian dapat diselesaikan dengan metode simbolisasi yang memungkinkan adanya kelompok Being baru yang hanya akan berada ketika dilakukan simbolisasi. Penelitian ini juga memiliki relevansi dengan beberapa produk pemikiran dan kebudayaan modern yang telah ada, terutama berkaitan dengan konsep hyperreality.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"67 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114147018","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pemuda sebagai agen perubahan dan aktor masa depan memilik andil untuk menuntaskan konflik yang terjadi baik secara subversif maupun persuasif melalui kajian keagamaan. Kondisi sosial masyarakat sangat menuntut peran serta dan andil dari pemuda sehingga keberadaan pemuda menjadi penentu perubahan sosial yang lebih progresif menuju ke arah perubahan kehidupan yang lebih baik. Dengan perkembangan zaman yang sangat cepat banyak masalah yang dihadapi pemuda sebagai agen perubahan, banyak peran pemuda yang terhambat karena berkembangnya zaman dan teknologi, keadan ini memaksa pemuda berubah mulai dari sikap, gaya hidup sampai hubungan sosial. Penelitian ini merupakan kajian teori konseptual dan menelaah hasil pemikiran Muhammad Iqbal yang dikenal sebagai salah satu pembaharu pendidikan islam, dengan menggunakan metode kualitatif diskriptif terhadap hasil karya Muhammad Iqbal tentang rekonstruksi pendidikan islam. “Dari penelitian ini disimpulkan bahwa bahwa intelektualisme Islam pada waktu itu dapat dikatakan nyaris berhenti, karena Umat Islam telah berhenti mengambil inspirasi dari Al-Quran. Diagnosis yang ditawarkan Iqbal untuk menyembuhkan persoalan ini adalah dengan jalan menumbuhkan kembali semangat intelektualisme melalui tiga sumber, yaitu serapan indrawi, rasio, dan intuisi. Apabila Umat Islam mampu melakukan berpikir semacam ini, revolusi pengetahuan dalam dunia Islam akan terjadi secara mengagumkan dan persoalan- persoalan yang timbul dari dampak westernisasi dan dekansi moral remaja yang terjadi bisa atasi.
{"title":"Rekonstruksi Pemikiran Agama Dalam Mencegah Kemunduran Moralitas Pemuda (Telaah Pemikiran Sir Muhammad Iqbal)","authors":"Khairul Walid, Mohamad Salik","doi":"10.23887/jfi.v5i1.36375","DOIUrl":"https://doi.org/10.23887/jfi.v5i1.36375","url":null,"abstract":"Pemuda sebagai agen perubahan dan aktor masa depan memilik andil untuk menuntaskan konflik yang terjadi baik secara subversif maupun persuasif melalui kajian keagamaan. Kondisi sosial masyarakat sangat menuntut peran serta dan andil dari pemuda sehingga keberadaan pemuda menjadi penentu perubahan sosial yang lebih progresif menuju ke arah perubahan kehidupan yang lebih baik. Dengan perkembangan zaman yang sangat cepat banyak masalah yang dihadapi pemuda sebagai agen perubahan, banyak peran pemuda yang terhambat karena berkembangnya zaman dan teknologi, keadan ini memaksa pemuda berubah mulai dari sikap, gaya hidup sampai hubungan sosial. Penelitian ini merupakan kajian teori konseptual dan menelaah hasil pemikiran Muhammad Iqbal yang dikenal sebagai salah satu pembaharu pendidikan islam, dengan menggunakan metode kualitatif diskriptif terhadap hasil karya Muhammad Iqbal tentang rekonstruksi pendidikan islam. “Dari penelitian ini disimpulkan bahwa bahwa intelektualisme Islam pada waktu itu dapat dikatakan nyaris berhenti, karena Umat Islam telah berhenti mengambil inspirasi dari Al-Quran. Diagnosis yang ditawarkan Iqbal untuk menyembuhkan persoalan ini adalah dengan jalan menumbuhkan kembali semangat intelektualisme melalui tiga sumber, yaitu serapan indrawi, rasio, dan intuisi. Apabila Umat Islam mampu melakukan berpikir semacam ini, revolusi pengetahuan dalam dunia Islam akan terjadi secara mengagumkan dan persoalan- persoalan yang timbul dari dampak westernisasi dan dekansi moral remaja yang terjadi bisa atasi.","PeriodicalId":344212,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat Indonesia","volume":"598 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123148661","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}