Pub Date : 2024-01-31DOI: 10.24815/s-jpu.v7i1.37178
Yana Humaira, Eka Dian Aprilia
Burnout merupakan kondisi yang dirasakan individu yang ditandai dengan kelelahan emosional, depersonalisasi, dan ketidakefektifan dalam bekerja sebagai respon terhadap stres pekerjaan. Workplace spirituality berkaitan dengan konstruk yang menunjukkan peningkatan kualitas kinerja, penemuan makna terhadap pekerjaan dengan membangun hubungan yang erat dengan rekan kerja. Burnout merupakan kondisi yang diduga dapat tertangani dengan pemenuhan terhadap adanya workplace spirituality. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat hubungan antara workplace spirituality dengan burnout pada anggota Brigade Mobil (Brimob) dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain korelasi. Sebanyak 258 anggota Brimob terlibat sebagai sampel penelitian ini yang dipilih dengan menggunakan cluster random sampling. Adapun pengumpulan data penelitian dengan menggunakan dua instrumen, yaitu workplace spirituality dan Maslach Burnout Inventory. Hasil analisa Spearman menunjukkan terdapat hubungan negatif antara workplace spirituality dengan burnout pada anggota Brigade Mobil (Brimob). Burnout is a condition felt by individuals characterised by emotional exhaustion, depersonalisation, and ineffectiveness at work in response to job stress. Workplace spirituality relates to constructs that demonstrate improved quality of performance, finding meaning to work by building close relationships with colleagues. Burnout is a condition that is thought to be manageable with the fulfilment of workplace spirituality. The purpose of this study was to examine the relationship between workplace spirituality and burnout among members of the Mobile Brigade (Brimob) using a quantitative approach with a correlational design. A total of 258 Brimob members, selected using random cluster sampling, were included as samples in this study. The research data were collected using two instruments: workplace spirituality and the Maslach Burnout Inventory. The results of the Spearman analysis showed a negative relationship between workplace spirituality and burnout among members of the Mobile Brigade (Brimob).
{"title":"Workplace Spirituality to Reduce Burnout in Members of The Regional Police Mobile Brigade","authors":"Yana Humaira, Eka Dian Aprilia","doi":"10.24815/s-jpu.v7i1.37178","DOIUrl":"https://doi.org/10.24815/s-jpu.v7i1.37178","url":null,"abstract":"Burnout merupakan kondisi yang dirasakan individu yang ditandai dengan kelelahan emosional, depersonalisasi, dan ketidakefektifan dalam bekerja sebagai respon terhadap stres pekerjaan. Workplace spirituality berkaitan dengan konstruk yang menunjukkan peningkatan kualitas kinerja, penemuan makna terhadap pekerjaan dengan membangun hubungan yang erat dengan rekan kerja. Burnout merupakan kondisi yang diduga dapat tertangani dengan pemenuhan terhadap adanya workplace spirituality. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat hubungan antara workplace spirituality dengan burnout pada anggota Brigade Mobil (Brimob) dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain korelasi. Sebanyak 258 anggota Brimob terlibat sebagai sampel penelitian ini yang dipilih dengan menggunakan cluster random sampling. Adapun pengumpulan data penelitian dengan menggunakan dua instrumen, yaitu workplace spirituality dan Maslach Burnout Inventory. Hasil analisa Spearman menunjukkan terdapat hubungan negatif antara workplace spirituality dengan burnout pada anggota Brigade Mobil (Brimob). Burnout is a condition felt by individuals characterised by emotional exhaustion, depersonalisation, and ineffectiveness at work in response to job stress. Workplace spirituality relates to constructs that demonstrate improved quality of performance, finding meaning to work by building close relationships with colleagues. Burnout is a condition that is thought to be manageable with the fulfilment of workplace spirituality. The purpose of this study was to examine the relationship between workplace spirituality and burnout among members of the Mobile Brigade (Brimob) using a quantitative approach with a correlational design. A total of 258 Brimob members, selected using random cluster sampling, were included as samples in this study. The research data were collected using two instruments: workplace spirituality and the Maslach Burnout Inventory. The results of the Spearman analysis showed a negative relationship between workplace spirituality and burnout among members of the Mobile Brigade (Brimob).","PeriodicalId":423369,"journal":{"name":"Seurune : Jurnal Psikologi Unsyiah","volume":"293 ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-01-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140475106","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2024-01-31DOI: 10.24815/s-jpu.v7i1.37176
Ulya Layyina, Zaujatul - Amna, Syarifah Faradina, D. Dahlia
Pengasuhan serta bimbingan secara khusus perlu diberikan kepada anak cerebral palsy agar mampu beraktivitas seperti anak normal lainnya. Keadaan tersebut mengakibatkan ibu mengalami kelelahan fisik dan emosional, sehingga ibu tidak mudah untuk menerima kenyataan bahwa anaknya mengalami cerebral palsy. Untuk dapat memiliki penerimaan diri terhadap anak cerebral palsy, maka ibu perlu berada pada kondisi mindfulness sehingga dapat membantu ibu untuk menerima secara utuh terhadap kondisi diri dan anaknya yang mengalami cerebral palsy. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan mindfulness dan penerimaan diri pada ibu yang memiliki anak cerebral palsy. Sebanyak 60 ibu yang memiliki anak cerebral palsy terlibat sebagai sampel penelitian yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling dan snowball sampling. Mindfulness diukur menggunakan adaptasi Mindfulness Attention and Awareness Scale (MAAS), sementara penerimaan diri diukur menggunakan Berger’s Self-Acceptance Scale. Analisis data dilakukan menggunakan pearson correlation, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara mindfulness dengan penerimaan diri (p= .00, r= .592) yang dapat diartikan bahwa semakin tinggi mindfulness pada ibu yang memiliki anak cerebral palsy, maka semakin tinggi pula penerimaan dirinya. Exceptional consideration and direction should be given to children with cerebral palsy so that they are able to do activities like other normal children. This situation causes the mother to experience physical and emotional tiredness, so she may not easily accept the fact that her child has Cerebral palsy. To be fully accepting of their children with cerebral palsy, mothers may need to engage in a condition of mindfulness that can help them to fully accept the condition of themselves and their children with cerebral palsy. This study aims to determine the relationship between mindfulness and self-acceptance in mothers who have a child with cerebral palsy. A total of 60 mothers who had children with cerebral palsy were involved as research samples selected using purposive sampling method. Mindfulness was measured using an adaptation of the Mindfulness Attention and Awareness Scale (MAAS), while self-acceptance was measured using Berger's Self-Acceptance Scale. Data analysis was conducted using Pearson correlation, which showed that there was a significant positive relationship between mindfulness and self-acceptance (p= .00, r= .592), which can be interpreted that the higher the mindfulness of mothers who have children with cerebral palsy, the higher the self-acceptance.
{"title":"Mindfulness dan Penerimaan Diri: Studi Pada Ibu Yang Memiliki Anak Cerebral Palsy","authors":"Ulya Layyina, Zaujatul - Amna, Syarifah Faradina, D. Dahlia","doi":"10.24815/s-jpu.v7i1.37176","DOIUrl":"https://doi.org/10.24815/s-jpu.v7i1.37176","url":null,"abstract":"Pengasuhan serta bimbingan secara khusus perlu diberikan kepada anak cerebral palsy agar mampu beraktivitas seperti anak normal lainnya. Keadaan tersebut mengakibatkan ibu mengalami kelelahan fisik dan emosional, sehingga ibu tidak mudah untuk menerima kenyataan bahwa anaknya mengalami cerebral palsy. Untuk dapat memiliki penerimaan diri terhadap anak cerebral palsy, maka ibu perlu berada pada kondisi mindfulness sehingga dapat membantu ibu untuk menerima secara utuh terhadap kondisi diri dan anaknya yang mengalami cerebral palsy. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan mindfulness dan penerimaan diri pada ibu yang memiliki anak cerebral palsy. Sebanyak 60 ibu yang memiliki anak cerebral palsy terlibat sebagai sampel penelitian yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling dan snowball sampling. Mindfulness diukur menggunakan adaptasi Mindfulness Attention and Awareness Scale (MAAS), sementara penerimaan diri diukur menggunakan Berger’s Self-Acceptance Scale. Analisis data dilakukan menggunakan pearson correlation, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara mindfulness dengan penerimaan diri (p= .00, r= .592) yang dapat diartikan bahwa semakin tinggi mindfulness pada ibu yang memiliki anak cerebral palsy, maka semakin tinggi pula penerimaan dirinya. Exceptional consideration and direction should be given to children with cerebral palsy so that they are able to do activities like other normal children. This situation causes the mother to experience physical and emotional tiredness, so she may not easily accept the fact that her child has Cerebral palsy. To be fully accepting of their children with cerebral palsy, mothers may need to engage in a condition of mindfulness that can help them to fully accept the condition of themselves and their children with cerebral palsy. This study aims to determine the relationship between mindfulness and self-acceptance in mothers who have a child with cerebral palsy. A total of 60 mothers who had children with cerebral palsy were involved as research samples selected using purposive sampling method. Mindfulness was measured using an adaptation of the Mindfulness Attention and Awareness Scale (MAAS), while self-acceptance was measured using Berger's Self-Acceptance Scale. Data analysis was conducted using Pearson correlation, which showed that there was a significant positive relationship between mindfulness and self-acceptance (p= .00, r= .592), which can be interpreted that the higher the mindfulness of mothers who have children with cerebral palsy, the higher the self-acceptance.","PeriodicalId":423369,"journal":{"name":"Seurune : Jurnal Psikologi Unsyiah","volume":"315 ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-01-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140473772","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2024-01-31DOI: 10.24815/s-jpu.v7i1.33916
Muhammad Al Jabbir Khatib, Irin Riamanda, M. Mirza, Khatijatusshalihah Khatijatusshalihah
Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan motivasi kerja generasi X dan generasi Y di Kantor Pusat PTPN I Langsa. Penelitian ini merupakan jenis penelitian komparatif (independent sample t-test) yang diteliti pada 97 sampel karyawan Kantor Pusat PTPN I Langsa. Sampel penelitian dipilih menggunakan metode simple random sampling. Data penelitian dikumpulkan menggunakan skala multidimensional work motivation scale yang disusun oleh Gagne dan Deci. Hasil penelitian menyatakan bahwa hipotesis ditolak, dengan nilai sig 0,657 0,05, yang artinya tidak terdapat perbedaan motivasi kerja generasi X dan generasi Y. Berdasarkan hasil juga diketahui bahwa baik generasi X dan generasi Y memiliki motivasi kerja dengan kategori rendah. Selain itu, hasil penelitian menemukan bahwa generasi X tidak termotivasi terhadap aspek intrinsic motivation dan generasi Y mempunyai nilai kategori sedang cukup tinggi terhadap aspek introjected regulation. Hal ini menggambarkan generasi X tidak bekerja untuk dirinya sendiri serta merasa pekerjaan tidak menarik serta memperoleh kepuasan kepada dirinya. Di sisi lain generasi Y merasa biasa saja apabila berhasil menyelesaikan pekerjaannya serta tidak merasa bersalah apabila gagal menyelesaikan pekerjaan tersebut. Penting bagi perusahaan dan peneliti selanjutnya untuk menggali faktor yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan (khususnya Gen X dan gen Y) yang bekerja dengan situasi dan tuntutan kerja yang jauh dari perkotaan. Further study was required to determine how Generation X and Generation Y differ in their motivation for their jobs at the PTPN I Langsa Head Office. Employers at the PTPN I Langsa Head Office include a sample of 97 people who was the subject of this comparative study (independent sample t-test). The research sample was chosen using a straightforward random sampling method. Research data was collected using the multidimensional work motivation scale compiled by Gagne and Deci. The hypothesis of this study was rejected: the value of sig (p) is 0.657 0.05, indicating that there was no significant difference in work motivation between Generation X and Generation Y. Based on the results, it was also known that both generation X and generation Y have low category work motivation. Apart from that, the research results found that generation This illustrates that generation On the other hand, generation Y feels normal if they successfully complete their work and do not feel guilty if they fail to complete the work. It is important for companies and future researchers to explore the factors that influence the work motivation of employees (especially Gen X and Gen Y) who work in work situations and demands that are far from urban areas.
本研究旨在探讨 PTPN I Langsa 总公司 X 世代和 Y 世代工作动机的差异。本研究是一项比较研究(独立样本 t 检验),研究对象是 PTPN I Langsa 总公司的 97 名员工。研究样本采用简单随机抽样法选出。研究数据采用加涅和德西编制的多维工作动机量表进行收集。结果表明,假设被否决,sig 值为 0.657 0.05,这意味着 X 世代和 Y 世代的工作动机没有差异。此外,研究结果还发现,X 代在内在动机方面没有工作动力,而 Y 代在外显调节方面的类别值中等偏高。这说明 X 代并不是为了自己而工作,他们觉得工作对自己来说没有意思,也不能满足自己。另一方面,Y 一代如果成功完成工作,就会觉得自己是正常的,如果没有完成工作,也不会感到内疚。对于企业和未来的研究人员来说,重要的是要探索影响远离城市地区的工作环境和要求的员工(尤其是 X 代和 Y 代)的工作动机的因素。需要进一步研究,以确定 X 世代和 Y 世代在 PTPN I Langsa 总公司的工作动机有何不同。PTPN I Langsa 总公司的雇主包括 97 个样本,他们是本次比较研究的对象(独立样本 t 检验)。研究样本采用直接随机抽样法选出。研究数据采用加涅和德西编制的多维工作动机量表进行收集。本研究的假设被否决:sig (p) 值为 0.657 0.05,表明 X 代和 Y 代在工作动机方面没有显著差异。此外,研究结果还发现,X 一代和 Y 一代的工作积极性都很低,这说明,X 一代和 Y 一代的工作积极性都很高,而 X 一代和 Y 一代的工作积极性都很低。对于企业和未来的研究人员来说,探索影响工作环境和需求远离城市地区的员工(尤其是 X 代和 Y 代)工作动机的因素非常重要。
{"title":"Perbedaan Motivasi Kerja Generasi X dan Y di Kantor Pusat PTPN I Langsa","authors":"Muhammad Al Jabbir Khatib, Irin Riamanda, M. Mirza, Khatijatusshalihah Khatijatusshalihah","doi":"10.24815/s-jpu.v7i1.33916","DOIUrl":"https://doi.org/10.24815/s-jpu.v7i1.33916","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan motivasi kerja generasi X dan generasi Y di Kantor Pusat PTPN I Langsa. Penelitian ini merupakan jenis penelitian komparatif (independent sample t-test) yang diteliti pada 97 sampel karyawan Kantor Pusat PTPN I Langsa. Sampel penelitian dipilih menggunakan metode simple random sampling. Data penelitian dikumpulkan menggunakan skala multidimensional work motivation scale yang disusun oleh Gagne dan Deci. Hasil penelitian menyatakan bahwa hipotesis ditolak, dengan nilai sig 0,657 0,05, yang artinya tidak terdapat perbedaan motivasi kerja generasi X dan generasi Y. Berdasarkan hasil juga diketahui bahwa baik generasi X dan generasi Y memiliki motivasi kerja dengan kategori rendah. Selain itu, hasil penelitian menemukan bahwa generasi X tidak termotivasi terhadap aspek intrinsic motivation dan generasi Y mempunyai nilai kategori sedang cukup tinggi terhadap aspek introjected regulation. Hal ini menggambarkan generasi X tidak bekerja untuk dirinya sendiri serta merasa pekerjaan tidak menarik serta memperoleh kepuasan kepada dirinya. Di sisi lain generasi Y merasa biasa saja apabila berhasil menyelesaikan pekerjaannya serta tidak merasa bersalah apabila gagal menyelesaikan pekerjaan tersebut. Penting bagi perusahaan dan peneliti selanjutnya untuk menggali faktor yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan (khususnya Gen X dan gen Y) yang bekerja dengan situasi dan tuntutan kerja yang jauh dari perkotaan. Further study was required to determine how Generation X and Generation Y differ in their motivation for their jobs at the PTPN I Langsa Head Office. Employers at the PTPN I Langsa Head Office include a sample of 97 people who was the subject of this comparative study (independent sample t-test). The research sample was chosen using a straightforward random sampling method. Research data was collected using the multidimensional work motivation scale compiled by Gagne and Deci. The hypothesis of this study was rejected: the value of sig (p) is 0.657 0.05, indicating that there was no significant difference in work motivation between Generation X and Generation Y. Based on the results, it was also known that both generation X and generation Y have low category work motivation. Apart from that, the research results found that generation This illustrates that generation On the other hand, generation Y feels normal if they successfully complete their work and do not feel guilty if they fail to complete the work. It is important for companies and future researchers to explore the factors that influence the work motivation of employees (especially Gen X and Gen Y) who work in work situations and demands that are far from urban areas.","PeriodicalId":423369,"journal":{"name":"Seurune : Jurnal Psikologi Unsyiah","volume":"66 2","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-01-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140477402","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2024-01-31DOI: 10.24815/s-jpu.v7i1.36194
Audi Ahmad Rikardi
Keyakinan konspiratif memiliki dampak tertentu baik untuk individu maupun kelompok. Di negara Barat dan Timur, narasi konspiratif muncul dan individu dengan jumlah yang relatif tidak sedikit meyakini narasi konspiratif. Penelitian sebelumnya mengenai keyakinan konspiratif cukup banyak dilakukan di negara Barat, tetapi penelitian di Indonesia masih perlu ditingkatkan jumlahnya sehingga kajian yang lebih banyak menjadi penting. Penelitian ini bertujuan mengetahui peran dari faktor-faktor demografi (usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan) terhadap keyakinan konspirasi. Penelitian ini melibatkan 385 partisipan (Musia=21,57 tahun). Analisis data untuk menguji hipotesis menggunakan regresi linier berganda. Temuan dalam penelitian ini menghasilkan bahwa (1) faktor demografi secara simultan menjadi prediktor yang signifikan bagi keyakinan konspirasi di Indonesia (R²=4%, p0,05); (2) usia berperan menjelaskan keyakinan konspiratif secara signifikan (B=6.86, SE=3.77, t=3.79, p0,001); (3) jenis kelamin tidak berperan menjelaskan keyakinan konspiratif secara signifikan (B=-0.98, SE=1.63, t=-0.6, p=0,546); (4) tingkat pendidikan tidak berperan dalam menjelaskan keyakinan konspiratif secara signifikan (B=-0,03 ,SE=0,03, t=-1,05, p=0,295). Conspiracy beliefs have specific impacts on both individuals and groups. In Western and Eastern countries, conspiratorial narratives emerge, and numerous individuals believe in conspiracy narratives. Prior research to understand conspiracy beliefs has been conducted in Western countries, but research in Indonesia is still emerging. Thus, more studies are required to understand conspiracy beliefs in the Indonesian context. This study aims to determine the role of demographic factors (age, gender, and education level) on conspiracy beliefs. This study involved 385 participants (age = 21.57 years). Data analysis used multiple linear regression. The findings showed that (1) demographic factors are simultaneously significant predictors of conspiracy beliefs in Indonesia (R²=4%, p0.05); (2) age significantly predicts conspiracy beliefs (B=6.86, SE=3.77, t=3. 79, p0.001); (3) gender does not significantly predicts conspiracy beliefs (B=-0.98, SE=1.63, t=-0.6, p=0.546); (4) education level does not significantly predicts conspiracy beliefs (B=-0.03, SE=0.03, t=-1.05, p=0.295).
{"title":"Faktor-Faktor Demografi dalam Keyakinan Konspiratif di Indonesia","authors":"Audi Ahmad Rikardi","doi":"10.24815/s-jpu.v7i1.36194","DOIUrl":"https://doi.org/10.24815/s-jpu.v7i1.36194","url":null,"abstract":"Keyakinan konspiratif memiliki dampak tertentu baik untuk individu maupun kelompok. Di negara Barat dan Timur, narasi konspiratif muncul dan individu dengan jumlah yang relatif tidak sedikit meyakini narasi konspiratif. Penelitian sebelumnya mengenai keyakinan konspiratif cukup banyak dilakukan di negara Barat, tetapi penelitian di Indonesia masih perlu ditingkatkan jumlahnya sehingga kajian yang lebih banyak menjadi penting. Penelitian ini bertujuan mengetahui peran dari faktor-faktor demografi (usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan) terhadap keyakinan konspirasi. Penelitian ini melibatkan 385 partisipan (Musia=21,57 tahun). Analisis data untuk menguji hipotesis menggunakan regresi linier berganda. Temuan dalam penelitian ini menghasilkan bahwa (1) faktor demografi secara simultan menjadi prediktor yang signifikan bagi keyakinan konspirasi di Indonesia (R²=4%, p0,05); (2) usia berperan menjelaskan keyakinan konspiratif secara signifikan (B=6.86, SE=3.77, t=3.79, p0,001); (3) jenis kelamin tidak berperan menjelaskan keyakinan konspiratif secara signifikan (B=-0.98, SE=1.63, t=-0.6, p=0,546); (4) tingkat pendidikan tidak berperan dalam menjelaskan keyakinan konspiratif secara signifikan (B=-0,03 ,SE=0,03, t=-1,05, p=0,295). Conspiracy beliefs have specific impacts on both individuals and groups. In Western and Eastern countries, conspiratorial narratives emerge, and numerous individuals believe in conspiracy narratives. Prior research to understand conspiracy beliefs has been conducted in Western countries, but research in Indonesia is still emerging. Thus, more studies are required to understand conspiracy beliefs in the Indonesian context. This study aims to determine the role of demographic factors (age, gender, and education level) on conspiracy beliefs. This study involved 385 participants (age = 21.57 years). Data analysis used multiple linear regression. The findings showed that (1) demographic factors are simultaneously significant predictors of conspiracy beliefs in Indonesia (R²=4%, p0.05); (2) age significantly predicts conspiracy beliefs (B=6.86, SE=3.77, t=3. 79, p0.001); (3) gender does not significantly predicts conspiracy beliefs (B=-0.98, SE=1.63, t=-0.6, p=0.546); (4) education level does not significantly predicts conspiracy beliefs (B=-0.03, SE=0.03, t=-1.05, p=0.295).","PeriodicalId":423369,"journal":{"name":"Seurune : Jurnal Psikologi Unsyiah","volume":"5 3","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-01-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140477160","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2024-01-31DOI: 10.24815/s-jpu.v7i1.37025
Febryliana Dewi Wahyuningrat, Tatik Meiyuntariningsih, Hetti Sari Ramadhani
Terdapat banyak wanita dewasa awal yang memilih untuk mempertahankan hubungannya bahkan setelah kekerasan terjadi. Sikap individu yang bertahan dalam hubungan penuh kekerasan disebut stockholm syndrome. Kondisi tersebut tidak terjadi begitu saja pada korban kekerasan, terdapat faktor penyebab dan pola attachment yang mendukung pada diri individu. Individu secure attachment mampu membangun skema positif pada dirinya dan orang lain sehingga akan terhindar dari kecenderungan bertahan dalam hubungan penuh kekerasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara secure attachment dengan kecenderungan stockholm syndrome pada wanita korban kekerasan dalam pacaran. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dan didapatkan 94 partisipan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri oleh peneliti antara lain skala stockholm syndrome berdasarkan teori Graham, skala secure attachment berdasarkan teori Collins dan Feeney serta skala kekerasan dalam pacaran berdasarkan teori Murray. Analisis data menggunakan teknik korelasi non parametrik spearman rho, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara secure attachment dengan kecenderungan stockholm syndrome (r=-0,271; p=0,008) yang diartikan bahwa semakin tinggi secure attachment pada wanita korban kekerasan dalam pacaran, maka semakin rendah kecenderungan stockholm syndrome. There are many early adult women who choose to maintain their relationships even after violence has occurred. The attitude of individuals who survive in violent relationships is called stockholm syndrome. This condition does not just happen to victims of violence, there are causal factors and supportive attachment patterns in individuals. Secure attachment individuals can build positive schemas for themselves and others so that they will avoid the tendency to stay in violent relationships. This study aims to determine the relationship between secure attachment and the tendency of stockholm syndrome in female victims of dating violence. The sampling technique in this study used purposive sampling technique and obtained 94 participants. Data collection in this study used measuring tools made by the researcher including the stockholm syndrome scale based on Graham's theory, the secure attachment scale based on Collins and Feeney's theory and the dating violence scale based on Murray's theory. Data analysis using the spearman rho non-parametric correlation technique, which shows that there is a highly significant negative relationship between secure attachment and the tendency of stockholm syndrome (r=-0.271; p=0.008) which means that the higher the secure attachment in female victims of dating violence, the lower the tendency of stockholm syndrome.
{"title":"Kecenderungan Stockholm Syndrome Ditinjau dari Secure Attachment Pada Wanita Korban Kekerasan dalam Pacaran","authors":"Febryliana Dewi Wahyuningrat, Tatik Meiyuntariningsih, Hetti Sari Ramadhani","doi":"10.24815/s-jpu.v7i1.37025","DOIUrl":"https://doi.org/10.24815/s-jpu.v7i1.37025","url":null,"abstract":"Terdapat banyak wanita dewasa awal yang memilih untuk mempertahankan hubungannya bahkan setelah kekerasan terjadi. Sikap individu yang bertahan dalam hubungan penuh kekerasan disebut stockholm syndrome. Kondisi tersebut tidak terjadi begitu saja pada korban kekerasan, terdapat faktor penyebab dan pola attachment yang mendukung pada diri individu. Individu secure attachment mampu membangun skema positif pada dirinya dan orang lain sehingga akan terhindar dari kecenderungan bertahan dalam hubungan penuh kekerasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara secure attachment dengan kecenderungan stockholm syndrome pada wanita korban kekerasan dalam pacaran. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dan didapatkan 94 partisipan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri oleh peneliti antara lain skala stockholm syndrome berdasarkan teori Graham, skala secure attachment berdasarkan teori Collins dan Feeney serta skala kekerasan dalam pacaran berdasarkan teori Murray. Analisis data menggunakan teknik korelasi non parametrik spearman rho, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara secure attachment dengan kecenderungan stockholm syndrome (r=-0,271; p=0,008) yang diartikan bahwa semakin tinggi secure attachment pada wanita korban kekerasan dalam pacaran, maka semakin rendah kecenderungan stockholm syndrome. There are many early adult women who choose to maintain their relationships even after violence has occurred. The attitude of individuals who survive in violent relationships is called stockholm syndrome. This condition does not just happen to victims of violence, there are causal factors and supportive attachment patterns in individuals. Secure attachment individuals can build positive schemas for themselves and others so that they will avoid the tendency to stay in violent relationships. This study aims to determine the relationship between secure attachment and the tendency of stockholm syndrome in female victims of dating violence. The sampling technique in this study used purposive sampling technique and obtained 94 participants. Data collection in this study used measuring tools made by the researcher including the stockholm syndrome scale based on Graham's theory, the secure attachment scale based on Collins and Feeney's theory and the dating violence scale based on Murray's theory. Data analysis using the spearman rho non-parametric correlation technique, which shows that there is a highly significant negative relationship between secure attachment and the tendency of stockholm syndrome (r=-0.271; p=0.008) which means that the higher the secure attachment in female victims of dating violence, the lower the tendency of stockholm syndrome.","PeriodicalId":423369,"journal":{"name":"Seurune : Jurnal Psikologi Unsyiah","volume":"41 ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-01-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140474789","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-07-31DOI: 10.24815/s-jpu.v6i2.28709
Rizka Tyara, M. Mirza, Risana Rachmatan, Eka Dian Aprilia
Kemampuan memutuskan untuk menikah disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah proses spiritual dan religiusitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan pengambilan keputusan menikah pada mahasiswi di Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasi. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswi perguruan tinggi yang ada di Kota Banda Aceh sebanyak 60 orang yang dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengambilan data religiusitas menggunakan Muslim Daily Religiosity Assesment Scale (α = 0.806) dan data pengambilan keputusan menikah menggunakan Skala Pengambilan Keputusan Menikah (α = 0.892) yang disusun oleh peneliti. Analisis data menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment menunjukkan nilai signifikansi (p) = 0,007 (p 0,05, r = 0,346). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara religiusitas dengan pengambilan keputusan menikah. Artinya semakin tinggi nilai religiusitasnya maka mahasiswi semakin mampu mengambil keputusan menikah saat kuliah. Individu yang memiliki nilai religiusitas tinggi akan selektif dalam mengambil sebuah keputusan dan tidak bertentangan dengan ajaran agamanya.
{"title":"Religiusitas dan Pengambilan Keputusan Menikah Pada Mahasiswi","authors":"Rizka Tyara, M. Mirza, Risana Rachmatan, Eka Dian Aprilia","doi":"10.24815/s-jpu.v6i2.28709","DOIUrl":"https://doi.org/10.24815/s-jpu.v6i2.28709","url":null,"abstract":"Kemampuan memutuskan untuk menikah disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah proses spiritual dan religiusitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan pengambilan keputusan menikah pada mahasiswi di Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasi. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswi perguruan tinggi yang ada di Kota Banda Aceh sebanyak 60 orang yang dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengambilan data religiusitas menggunakan Muslim Daily Religiosity Assesment Scale (α = 0.806) dan data pengambilan keputusan menikah menggunakan Skala Pengambilan Keputusan Menikah (α = 0.892) yang disusun oleh peneliti. Analisis data menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment menunjukkan nilai signifikansi (p) = 0,007 (p 0,05, r = 0,346). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara religiusitas dengan pengambilan keputusan menikah. Artinya semakin tinggi nilai religiusitasnya maka mahasiswi semakin mampu mengambil keputusan menikah saat kuliah. Individu yang memiliki nilai religiusitas tinggi akan selektif dalam mengambil sebuah keputusan dan tidak bertentangan dengan ajaran agamanya.","PeriodicalId":423369,"journal":{"name":"Seurune : Jurnal Psikologi Unsyiah","volume":"38 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132539857","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-07-31DOI: 10.24815/s-jpu.v6i2.33282
Maisarah Maisarah, Maya Khairani
Arguing that maintaining a separate relationship at a distance is closer, the consequences of excessive use of smartphones can actually reduce physical closeness by making people who are physically close to further. Loneliness is the subjective psychological discomfort people experience when their network of social relationships is significantly deficient in either quality or quantity. The objective of the present study was to investigate the relationship between smartphone addiction and loneliness among young adults. The population in this study were young adults of Aceh. These samples included 400 young adults in Aceh. The sampling technique used was unrestricted self-selected surveys. Data collection tools used are Smartphone Addiction Scale and University of California Los Angeles (UCLA) Loneliness Scale Version 3. The reliability of the scale of smartphone addiction and loneliness in this study .912 and .888. The analysis used in the parametric method was product-moment correlation analysis. The result showed there was a positive and significant correlation between smartphone addiction and loneliness (r = .432, p.05).
{"title":"How Excessive Use of Smartphone Are Becoming Loneliness In Young Adult","authors":"Maisarah Maisarah, Maya Khairani","doi":"10.24815/s-jpu.v6i2.33282","DOIUrl":"https://doi.org/10.24815/s-jpu.v6i2.33282","url":null,"abstract":"Arguing that maintaining a separate relationship at a distance is closer, the consequences of excessive use of smartphones can actually reduce physical closeness by making people who are physically close to further. Loneliness is the subjective psychological discomfort people experience when their network of social relationships is significantly deficient in either quality or quantity. The objective of the present study was to investigate the relationship between smartphone addiction and loneliness among young adults. The population in this study were young adults of Aceh. These samples included 400 young adults in Aceh. The sampling technique used was unrestricted self-selected surveys. Data collection tools used are Smartphone Addiction Scale and University of California Los Angeles (UCLA) Loneliness Scale Version 3. The reliability of the scale of smartphone addiction and loneliness in this study .912 and .888. The analysis used in the parametric method was product-moment correlation analysis. The result showed there was a positive and significant correlation between smartphone addiction and loneliness (r = .432, p.05).","PeriodicalId":423369,"journal":{"name":"Seurune : Jurnal Psikologi Unsyiah","volume":"22 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115489053","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-07-31DOI: 10.24815/s-jpu.v6i2.33284
Nurul Alifah Jovita, Irin Riamanda, Risana Rachmatan, M. Mirza
Dosen selaku tenaga pendidik profesional dituntut untuk senantiasa melakukan pengembangan karier secara terus-menerus hingga mendapat jabatan tertinggi sesuai dengan komitmennya. Oleh karena itu komitmen karier pada dosen memiliki makna sebagai keteguhan atau ketekunan dosen dalam menjalankan kariernya selama bekerja. Perguruan tinggi akan lebih maju jika seluruh dosennya memiliki komitmen karier yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan komitmen karier dosen ditinjau dari jenis kelamin. Populasi dalam penelitian ini yaitu dosen di Universitas X. Sampel dipilih dengan teknik purposif dan diperoleh sebanyak 222 orang dosen (111 laki-laki dan 111 perempuan) yang terlibat dalam penelitian ini. Data penelitian dikumpulkan menggunakan skala The Commitment Career Measure (CCM) yang disusun oleh Carson dan Bedeian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat komitmen karier pada dosen di Universitas X mayoritas termasuk pada kategori tinggi. Sementara analisis data menggunakan uji-t menunjukkan nilai signifikansi (p)=0,395 (p0.05). Berdasarkan skor tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan komitmen karier dosen Universitas X ditinjau dari jenis kelamin. Penyebab tidak ditemukan adanya perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor motivasi yang berlaku sama baik pada laki-laki maupun perempuan, serta kebijakan netral dalam suatu lembaga pendidikan yang tidak dapat ditentukan berdasarkan jenis kelamin.
{"title":"Perbedaan Komitmen Karier Dosen Ditinjau Dari Jenis Kelamin","authors":"Nurul Alifah Jovita, Irin Riamanda, Risana Rachmatan, M. Mirza","doi":"10.24815/s-jpu.v6i2.33284","DOIUrl":"https://doi.org/10.24815/s-jpu.v6i2.33284","url":null,"abstract":"Dosen selaku tenaga pendidik profesional dituntut untuk senantiasa melakukan pengembangan karier secara terus-menerus hingga mendapat jabatan tertinggi sesuai dengan komitmennya. Oleh karena itu komitmen karier pada dosen memiliki makna sebagai keteguhan atau ketekunan dosen dalam menjalankan kariernya selama bekerja. Perguruan tinggi akan lebih maju jika seluruh dosennya memiliki komitmen karier yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan komitmen karier dosen ditinjau dari jenis kelamin. Populasi dalam penelitian ini yaitu dosen di Universitas X. Sampel dipilih dengan teknik purposif dan diperoleh sebanyak 222 orang dosen (111 laki-laki dan 111 perempuan) yang terlibat dalam penelitian ini. Data penelitian dikumpulkan menggunakan skala The Commitment Career Measure (CCM) yang disusun oleh Carson dan Bedeian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat komitmen karier pada dosen di Universitas X mayoritas termasuk pada kategori tinggi. Sementara analisis data menggunakan uji-t menunjukkan nilai signifikansi (p)=0,395 (p0.05). Berdasarkan skor tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan komitmen karier dosen Universitas X ditinjau dari jenis kelamin. Penyebab tidak ditemukan adanya perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor motivasi yang berlaku sama baik pada laki-laki maupun perempuan, serta kebijakan netral dalam suatu lembaga pendidikan yang tidak dapat ditentukan berdasarkan jenis kelamin.","PeriodicalId":423369,"journal":{"name":"Seurune : Jurnal Psikologi Unsyiah","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122683937","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-07-31DOI: 10.24815/s-jpu.v6i2.32163
Guinea Utami, N. Sari, D. Dahlia, Kartika Sari
Perundungan sering terjadi di sekolah dan berdampak negatif bagi kesehatan mental korban yang dapat berisiko pada perilaku self-injury behavior (perilaku merusak diri). Self-injury behavior erat kaitannya dengan relasi remaja dengan orang tuanya yang disebut sebagai kelekatan orang tua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kelekatan orang tua dengan self-injury behavior pada korban perundungan di SMA. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik purpossive sampling, dan melibatkan 86 remaja dengan rentang usia 15-18 tahun. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan alat ukur adaptasi Inventory of Parent and Peer Attachment-Revised (IPPA-R) dengan α=0,947 untuk IPPA-R ayah, α=0,938 untuk IPPA-R ibu dan Self Harm Inventory (SHI) (α=,864). Analisis data menggunakan Spearman-Brown Formula dengan nilai koefisien korelasi kelekatan ayah dan self-injury behavior sebesar r=-0,535 (p=0,000) dan nilai koefisien korelasi kelekatan ibu dan self-injury behavior sebesar r=-0,523 (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kelekatan ayah dan kelekatan ibu dengan self-injury behavior. Artinya semakin tinggi kelekatan orang tua (ayah dan ibu) maka semakin rendah self-injury behavior pada remaja SMA korban perundungan.
{"title":"Self-Injury Behavior Pada Remaja Korban Perundungan dan Kaitannya dengan Kelekatan Orang Tua","authors":"Guinea Utami, N. Sari, D. Dahlia, Kartika Sari","doi":"10.24815/s-jpu.v6i2.32163","DOIUrl":"https://doi.org/10.24815/s-jpu.v6i2.32163","url":null,"abstract":"Perundungan sering terjadi di sekolah dan berdampak negatif bagi kesehatan mental korban yang dapat berisiko pada perilaku self-injury behavior (perilaku merusak diri). Self-injury behavior erat kaitannya dengan relasi remaja dengan orang tuanya yang disebut sebagai kelekatan orang tua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kelekatan orang tua dengan self-injury behavior pada korban perundungan di SMA. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik purpossive sampling, dan melibatkan 86 remaja dengan rentang usia 15-18 tahun. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan alat ukur adaptasi Inventory of Parent and Peer Attachment-Revised (IPPA-R) dengan α=0,947 untuk IPPA-R ayah, α=0,938 untuk IPPA-R ibu dan Self Harm Inventory (SHI) (α=,864). Analisis data menggunakan Spearman-Brown Formula dengan nilai koefisien korelasi kelekatan ayah dan self-injury behavior sebesar r=-0,535 (p=0,000) dan nilai koefisien korelasi kelekatan ibu dan self-injury behavior sebesar r=-0,523 (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kelekatan ayah dan kelekatan ibu dengan self-injury behavior. Artinya semakin tinggi kelekatan orang tua (ayah dan ibu) maka semakin rendah self-injury behavior pada remaja SMA korban perundungan.","PeriodicalId":423369,"journal":{"name":"Seurune : Jurnal Psikologi Unsyiah","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130530199","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-07-31DOI: 10.24815/s-jpu.v6i2.33283
Rineza Risky, Eka Srimulyani, M. Mawarpury
This study was designed to examine the Islamic point of view and the role of Islam, particularly the disaster resilience, within the tsunami survivors in Aceh. This qualitative research involved 30 respondents who were the tsunami survivors from Aceh Jaya, Great Aceh and Banda Aceh. The data collection was accomplished by conducting interview and documentation. Those exposed that Islam played a vital role in forming their resilience since the victims believed that, in the view of Islamic perspective, the calamity and natural disaster occurred were the tests for their faith on Islam. This belief, which was based on their devotion to Allah, the Almighty, grew a well-formed resilience among the survivors.
{"title":"An Islamic Perspective of Psychological Resilience: Case Study of The Tsunami Survivors in Aceh","authors":"Rineza Risky, Eka Srimulyani, M. Mawarpury","doi":"10.24815/s-jpu.v6i2.33283","DOIUrl":"https://doi.org/10.24815/s-jpu.v6i2.33283","url":null,"abstract":"This study was designed to examine the Islamic point of view and the role of Islam, particularly the disaster resilience, within the tsunami survivors in Aceh. This qualitative research involved 30 respondents who were the tsunami survivors from Aceh Jaya, Great Aceh and Banda Aceh. The data collection was accomplished by conducting interview and documentation. Those exposed that Islam played a vital role in forming their resilience since the victims believed that, in the view of Islamic perspective, the calamity and natural disaster occurred were the tests for their faith on Islam. This belief, which was based on their devotion to Allah, the Almighty, grew a well-formed resilience among the survivors.","PeriodicalId":423369,"journal":{"name":"Seurune : Jurnal Psikologi Unsyiah","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116466614","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}