Pub Date : 2024-02-25DOI: 10.19087/imv.2023.12.6.798
Azijul Gafar, I. G. Soma, Made Suma Antara
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi tungau Sarcoptes scabiei. Seekor kambing kacang ( Capra hircus ) berjenis kelamin jantan, berumur satu tahun, bobot badan sekitar 15 kg, warna rambut hitam kemerahan, tingkah laku suka menggaruk pada bagian telinga dan leher serta sering menggesekkan daerah yang gatal ke tiang kandang atau pohon-pohon di sekitar kandang. Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa kulit mengalami kelainan berupa kulit bersisik, keropeng akibat pengeringan cairan pustula, alopesia, hiperemi pada daerah permukaan tubuh, daerah kepala, muka, sekitar moncong, kuping, bagian leher, punggung dan kaki. Hasil pemeriksaan kerokan kulit superfisial ditemukan tungau yang diidentifikasi sebagai S. scabiei . Hasil pemeriksaan status praesens menunjukkan waktu pengisian kapiler (CRT) > 2 detik, sedangkan degup jantung, pulsus, respirasi, dan suhu dalam keadaan normal. Berdasarkan sinyalemen, anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium, kambing didiagnosis menderita penyakit scabies. Pengobatan dilakukan dengan menggunakan ivermectin 1% 0,2 mg/kg BB secara subkutan dengan dua kali pemberian dengan selang pemberian 14 hari. Diberikan pengobatan tradisional secara topikal dengan ekstrak minyak kelapa dan daun gamal dengan cara dioleskan pada kulit yang terinfeksi. Diberikan Biosan TP inj. 3 mL dengan dua kali pemberian pada interval 14 hari. Hasil terapi menunjukkan hasil yang baik dengan ditandai perubahan yang mengarah ke kesembuhan pada hari ke-7 pascaterapi.
{"title":"Laporan Kasus: Penanganan Scabies pada Kambing Kacang dengan Ivermectin dan Obat Oles Campuran Minyak Kelapa dengan Ekstrak Daun Gamal","authors":"Azijul Gafar, I. G. Soma, Made Suma Antara","doi":"10.19087/imv.2023.12.6.798","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2023.12.6.798","url":null,"abstract":"Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi tungau Sarcoptes scabiei. Seekor kambing kacang ( Capra hircus ) berjenis kelamin jantan, berumur satu tahun, bobot badan sekitar 15 kg, warna rambut hitam kemerahan, tingkah laku suka menggaruk pada bagian telinga dan leher serta sering menggesekkan daerah yang gatal ke tiang kandang atau pohon-pohon di sekitar kandang. Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa kulit mengalami kelainan berupa kulit bersisik, keropeng akibat pengeringan cairan pustula, alopesia, hiperemi pada daerah permukaan tubuh, daerah kepala, muka, sekitar moncong, kuping, bagian leher, punggung dan kaki. Hasil pemeriksaan kerokan kulit superfisial ditemukan tungau yang diidentifikasi sebagai S. scabiei . Hasil pemeriksaan status praesens menunjukkan waktu pengisian kapiler (CRT) > 2 detik, sedangkan degup jantung, pulsus, respirasi, dan suhu dalam keadaan normal. Berdasarkan sinyalemen, anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium, kambing didiagnosis menderita penyakit scabies. Pengobatan dilakukan dengan menggunakan ivermectin 1% 0,2 mg/kg BB secara subkutan dengan dua kali pemberian dengan selang pemberian 14 hari. Diberikan pengobatan tradisional secara topikal dengan ekstrak minyak kelapa dan daun gamal dengan cara dioleskan pada kulit yang terinfeksi. Diberikan Biosan TP inj. 3 mL dengan dua kali pemberian pada interval 14 hari. Hasil terapi menunjukkan hasil yang baik dengan ditandai perubahan yang mengarah ke kesembuhan pada hari ke-7 pascaterapi.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":"1 4","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-02-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140433077","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2024-02-25DOI: 10.19087/imv.2023.12.6.882
Firnanda Septianira, Syafiana Fairizca, Anak Agung Gede Putra, Richard Christian Daud, I. W. Batan
Kolik merupakan gejala kompleks yang ditunjukkan oleh hewan ketika terdapat nyeri organ pada perut dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit, kematian dini, dan menjadi masalah kesehatan nomor satu pada kuda. Hal ini karena akumulasi gas, pergeseran usus, massa pakan yang terkena dampak, parasit, dan juga beberapa faktor risiko (ras, usia, dan faktor manajemen) dapat meningkatkan terjadinya kolik. Gejala kolik pada kuda seperti, menoleh, menoleh ke arah panggul, mengais-ngais lantai, berkeringat, suhu tubuh meningkat, sering bangkit dan berbaring kembali, detak jantung dan laju pernapasan meningkat. Pemeriksaan klinis untuk kuda dengan gejala kolik berdasarkan pemeriksaan fisik, palpasi transrektal, dan temuan ultrasonografi. Dalam artikel ini disajikan 15 laporan kasus kuda yang mengalami kolik pada saluran pencernaan, dengan gejala rasa nyeri saat buang air besar, malas untuk beraktivitas, dehidrasi sedang, mukosa mulut kongesti, takikardia, takipnea, dan hipertermia. Dilakukan pemeriksaan penunjang terhadap kuda kolik seperti ultrasonografi transabdominal dan abdominosentesis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda klinis, dan pemeriksaan pemeriksaan. Abdominosintesis adalah proses memasukkan jarum ke dalam perut untuk melihat adanya cairan dan mendapatkan sampel untuk pengujian lebih lanjut. Abdominosentesis penting dalam evaluasi penyakit pada perut (penurunan bobot badan, kolik, efusi peritoneal, atau komplikasi pascaoperasi). Terapi dalam kasus kolik ini dapat berupa tindakan medis atau bedah tergantung pada situasi dan tingkat keparahan penyakit yang dialami oleh setiap pasien. Penanganan kolik kuda adalah dengan mengupayakan agar terjadi dekompresi lambung dan usus besar, obat analgesik, akupuntur, penanganan kolik karena impaksi dan dukungan terapi cairan serta tindakan pembedahan. Metode yang digunakan pada penulisan artikel ini adalah kajian literatur, dengan sumber yang dapat berasal dari buku, jurnal, dan artikel yang terkait dengan topik yang dibahas yaitu pemeriksaan klinik pada kuda penderita kolik gastrointestinal
{"title":"Kajian Pustaka: Pemeriksaan Klinik yang Patut Dilakukan pada Kuda Penderita Kolik Gastrointestinal","authors":"Firnanda Septianira, Syafiana Fairizca, Anak Agung Gede Putra, Richard Christian Daud, I. W. Batan","doi":"10.19087/imv.2023.12.6.882","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2023.12.6.882","url":null,"abstract":"Kolik merupakan gejala kompleks yang ditunjukkan oleh hewan ketika terdapat nyeri organ pada perut dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit, kematian dini, dan menjadi masalah kesehatan nomor satu pada kuda. Hal ini karena akumulasi gas, pergeseran usus, massa pakan yang terkena dampak, parasit, dan juga beberapa faktor risiko (ras, usia, dan faktor manajemen) dapat meningkatkan terjadinya kolik. Gejala kolik pada kuda seperti, menoleh, menoleh ke arah panggul, mengais-ngais lantai, berkeringat, suhu tubuh meningkat, sering bangkit dan berbaring kembali, detak jantung dan laju pernapasan meningkat. Pemeriksaan klinis untuk kuda dengan gejala kolik berdasarkan pemeriksaan fisik, palpasi transrektal, dan temuan ultrasonografi. Dalam artikel ini disajikan 15 laporan kasus kuda yang mengalami kolik pada saluran pencernaan, dengan gejala rasa nyeri saat buang air besar, malas untuk beraktivitas, dehidrasi sedang, mukosa mulut kongesti, takikardia, takipnea, dan hipertermia. Dilakukan pemeriksaan penunjang terhadap kuda kolik seperti ultrasonografi transabdominal dan abdominosentesis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda klinis, dan pemeriksaan pemeriksaan. Abdominosintesis adalah proses memasukkan jarum ke dalam perut untuk melihat adanya cairan dan mendapatkan sampel untuk pengujian lebih lanjut. Abdominosentesis penting dalam evaluasi penyakit pada perut (penurunan bobot badan, kolik, efusi peritoneal, atau komplikasi pascaoperasi). Terapi dalam kasus kolik ini dapat berupa tindakan medis atau bedah tergantung pada situasi dan tingkat keparahan penyakit yang dialami oleh setiap pasien. Penanganan kolik kuda adalah dengan mengupayakan agar terjadi dekompresi lambung dan usus besar, obat analgesik, akupuntur, penanganan kolik karena impaksi dan dukungan terapi cairan serta tindakan pembedahan. Metode yang digunakan pada penulisan artikel ini adalah kajian literatur, dengan sumber yang dapat berasal dari buku, jurnal, dan artikel yang terkait dengan topik yang dibahas yaitu pemeriksaan klinik pada kuda penderita kolik gastrointestinal","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":"156 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-02-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140433145","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-30DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.498
Elisabeth Yulia Nugraha, Christiany Frinaldis Nomor, Beatus Gregorio Randiman Lagur, Fransiskus Apriano Man
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) disebabkan oleh Foot and Mouth Disease Virus (FMDV) yang berasal dari famili Picornaviridae dan genus Aphtovirus sp.. Penyakit PMK sangat menular pada hewan berkuku belah baik hewan ternak maupun hewan liar seperti sapi, kerbau, domba, kambing, babi, rusa, kijang, unta, dan gajah. Penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi. Nusa Tenggara Timur sebagai wilayah yang masih bebas PMK perlu mendapat perhatian lebih dalam upaya pencegahan penyakit PMK salah satunya dengan memerhatikan sistem biosekuritinya. Sanitasi dan disinfeksi merupakan salah satu kunci manajemen kesehatan ternak. Disinfektan yang digunakan masyarakat umumnya memiliki harga yang lumayan mahal dengan ekonomi masyarakat yang masih tergolong rendah. Tujuan dari penulisan artikel ini yakni untuk mendorong masyarakat menggunakan disinfektan yang ramah lingkungan menggunakan teknologi elektrolisis dalam upaya mendukung pencegahan PMK di Nusa Tenggara Timur. Penulisan artikel ilmiah ini menggunakan metode studi literatur yaitu mencari dan menghimpun berbagai referensi yang berkaitan dengan topik studi dalam kurung waktu 5 tahun terakhir. Studi kepustakaan difokuskan pada referensi mengenai PMK, status PMK di Indonesia, dampak sosial ekonomi PMK, struktur perekomonian di Nusa Tenggara Timur khususnya bidang peternakan, disinfektan dan metode elektrolisis, Sodium Hypochlorite (NaOCl), serta penggunaannya. Teknologi elektrolisis menghasilkan larutan yang mengandung NaOCl. Larutan NaOCl yang mengandung konsentrasi 1% sudah dapat dijadikan sebagai disinfektan. Kelebihan lain yang dimiliki oleh NaOCl adalah harganya yang murah, terjangkau, dan mudah digunakan oleh masyarakat umum. Berdasarkan hasil studi literatur dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknologi elektrolisis dalam pembuatan disinfektan ramah lingkungan dapat mendukung pencegahan PMK di Nusa Tenggara Timur.
{"title":"Kajian Pustaka: Penggunaan Elektrolisis dalam Pembuatan Disinfektan untuk Pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku di Nusa Tenggara Timur","authors":"Elisabeth Yulia Nugraha, Christiany Frinaldis Nomor, Beatus Gregorio Randiman Lagur, Fransiskus Apriano Man","doi":"10.19087/imv.2023.12.3.498","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2023.12.3.498","url":null,"abstract":"Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) disebabkan oleh Foot and Mouth Disease Virus (FMDV) yang berasal dari famili Picornaviridae dan genus Aphtovirus sp.. Penyakit PMK sangat menular pada hewan berkuku belah baik hewan ternak maupun hewan liar seperti sapi, kerbau, domba, kambing, babi, rusa, kijang, unta, dan gajah. Penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi. Nusa Tenggara Timur sebagai wilayah yang masih bebas PMK perlu mendapat perhatian lebih dalam upaya pencegahan penyakit PMK salah satunya dengan memerhatikan sistem biosekuritinya. Sanitasi dan disinfeksi merupakan salah satu kunci manajemen kesehatan ternak. Disinfektan yang digunakan masyarakat umumnya memiliki harga yang lumayan mahal dengan ekonomi masyarakat yang masih tergolong rendah. Tujuan dari penulisan artikel ini yakni untuk mendorong masyarakat menggunakan disinfektan yang ramah lingkungan menggunakan teknologi elektrolisis dalam upaya mendukung pencegahan PMK di Nusa Tenggara Timur. Penulisan artikel ilmiah ini menggunakan metode studi literatur yaitu mencari dan menghimpun berbagai referensi yang berkaitan dengan topik studi dalam kurung waktu 5 tahun terakhir. Studi kepustakaan difokuskan pada referensi mengenai PMK, status PMK di Indonesia, dampak sosial ekonomi PMK, struktur perekomonian di Nusa Tenggara Timur khususnya bidang peternakan, disinfektan dan metode elektrolisis, Sodium Hypochlorite (NaOCl), serta penggunaannya. Teknologi elektrolisis menghasilkan larutan yang mengandung NaOCl. Larutan NaOCl yang mengandung konsentrasi 1% sudah dapat dijadikan sebagai disinfektan. Kelebihan lain yang dimiliki oleh NaOCl adalah harganya yang murah, terjangkau, dan mudah digunakan oleh masyarakat umum. Berdasarkan hasil studi literatur dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknologi elektrolisis dalam pembuatan disinfektan ramah lingkungan dapat mendukung pencegahan PMK di Nusa Tenggara Timur.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":"62 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139366618","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-31DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.351
Kevin Tri Tama, Al Afuw Niha Remontara, I. K. Y. Arta, Ni Luh Evy Dhayanti, Luh Komang Ayu Puteri Priharyanthi, I. Swacita
Kualitas daging adalah ukuran yang penting dalam halpalatabilitas dan penerimaan kepada konsumen.Kandungan gizi yang tinggi dalam daging merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganismesehingga menyebabkan daging mudah rusak dan busuk.Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kualitas daging dan produk olahan daging dengan menggunakan sampel yang didapat dari pasar tradisional di Kota Denpasar seperti Pasar Batu Kandik, Pasar Poh Gading, Pasar Badung,dan Pasar Kumbasari.Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Epidemiologi Veteriner, Fakultas KedokteranHewan, Universitas Udayana. Pengujiandilakukan secara subjektif dan objektif. Uji subjektif daging dan olahan daging meliputi warna, aroma, konsistensi,tekstur, tenunan pengikat,serta kepualaman.Uji objektif daging meliputiuji pH, daya ikat air, kadar air, dan cemaran mikrob. Pengujian daging dan olahan daging menunjukkan bahwa warna, aroma,dan konsistensi dalam beberapa sampel dikategorikannormal sesuai dengan jenis daging dan produk daging, kecualidaging ikan dari Pasar Batu Kandikyang konsistensinya berairdan memiliki aroma amis. Tenunan pengikat dan kepualaman daging sapi dan babi masing-masing memiliki mutu II dan 10%, sedangkan daging ayam dan ikan memiliki mutu I dan 0%. Pada uji objektif, kadar pHdaging dikategorikannormal berdasarkan jenisnya berkisar 5,4-6,4, sedangkan produk olahan daging seperti bakso berkisar 6-7 dan sosis 6-6,5;daya ikat airberkisar 64,43-83,75%; kadar airberkisar 71,7-81,9%,dan angka lempeng total bakteri(ALTB)196x103-440x103CFU/g. Namun,pertumbuhan Coliformmelebihibatas normaldengan nilai 68-222 CFU/g. Hasil dari pengujian tersebut menunjukkan produk olahan daging memiliki kualitas baik. Seluruh daging dari Pasar Poh Gading dan Pasar Batu Kandik memiliki nilai organoleptikyang baik, kecuali daging ikan dari Pasar Batu Kandik. Seluruh daging memiliki nilai cemaran Coliformdiatas batas normal kecuali daging ikan dari Pasar Poh Gading.
肉类的质量是衡量肉类适口性和消费者接受度的重要标准。 肉类中的高营养成分是微生物生长的绝佳媒介,导致肉类容易变质。本次评估旨在使用从登巴萨市传统市场(如峇都坎迪克市场、波加丁市场、巴东市场和昆巴萨里市场)获得的样品来确定肉类和肉类加工产品的质量。检测是在主观和客观两方面进行的。对肉类和加工肉类的主观检测包括色泽、香味、稠度、质地、粘合剂织构和饱满度。 对肉类的客观检测包括 pH 值、水结合力、水分含量和微生物污染。对肉类和肉制品的检测表明,根据肉类和肉制品的种类,一些样品的色泽、香味和稠度被归类为正常,但来自 Batu Kandik 市场的鱼肉除外,它的稠度呈水状,并带有腥味。牛肉和猪肉的粘合剂编织度和咀嚼度的质量分别为 II 级和 10%,而鸡肉和鱼肉的质量为 I 级和 0%。在客观测试中,根据肉类种类被归类为正常肉类的 pH 值介于 5.4-6.4 之间,而肉丸等加工肉类产品介于 6-7 之间,香肠介于 6-6.5 之间;水分结合力介于 64.43-83.75% 之间;水分含量介于 71.7-81.9% 之间,细菌平板总数(ALTB)为 196x103-440x103CFU/g。然而,大肠菌群的生长超出了正常范围,数值为 68-222 CFU/g。这些检测结果表明加工肉制品质量良好。除 Batu Kandik 市场的鱼肉外,Poh Gading 市场和 Batu Kandik 市场的所有肉类都具有良好的感官价值。除了来自 Poh Gading 市场的鱼肉外,所有肉类的大肠菌群污染值都超过了正常限值。
{"title":"Kualitas Daging dan Produk Olahan Daging yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar, Bali","authors":"Kevin Tri Tama, Al Afuw Niha Remontara, I. K. Y. Arta, Ni Luh Evy Dhayanti, Luh Komang Ayu Puteri Priharyanthi, I. Swacita","doi":"10.19087/imv.2023.12.3.351","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2023.12.3.351","url":null,"abstract":"Kualitas daging adalah ukuran yang penting dalam halpalatabilitas dan penerimaan kepada konsumen.Kandungan gizi yang tinggi dalam daging merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganismesehingga menyebabkan daging mudah rusak dan busuk.Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kualitas daging dan produk olahan daging dengan menggunakan sampel yang didapat dari pasar tradisional di Kota Denpasar seperti Pasar Batu Kandik, Pasar Poh Gading, Pasar Badung,dan Pasar Kumbasari.Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Epidemiologi Veteriner, Fakultas KedokteranHewan, Universitas Udayana. Pengujiandilakukan secara subjektif dan objektif. Uji subjektif daging dan olahan daging meliputi warna, aroma, konsistensi,tekstur, tenunan pengikat,serta kepualaman.Uji objektif daging meliputiuji pH, daya ikat air, kadar air, dan cemaran mikrob. Pengujian daging dan olahan daging menunjukkan bahwa warna, aroma,dan konsistensi dalam beberapa sampel dikategorikannormal sesuai dengan jenis daging dan produk daging, kecualidaging ikan dari Pasar Batu Kandikyang konsistensinya berairdan memiliki aroma amis. Tenunan pengikat dan kepualaman daging sapi dan babi masing-masing memiliki mutu II dan 10%, sedangkan daging ayam dan ikan memiliki mutu I dan 0%. Pada uji objektif, kadar pHdaging dikategorikannormal berdasarkan jenisnya berkisar 5,4-6,4, sedangkan produk olahan daging seperti bakso berkisar 6-7 dan sosis 6-6,5;daya ikat airberkisar 64,43-83,75%; kadar airberkisar 71,7-81,9%,dan angka lempeng total bakteri(ALTB)196x103-440x103CFU/g. Namun,pertumbuhan Coliformmelebihibatas normaldengan nilai 68-222 CFU/g. Hasil dari pengujian tersebut menunjukkan produk olahan daging memiliki kualitas baik. Seluruh daging dari Pasar Poh Gading dan Pasar Batu Kandik memiliki nilai organoleptikyang baik, kecuali daging ikan dari Pasar Batu Kandik. Seluruh daging memiliki nilai cemaran Coliformdiatas batas normal kecuali daging ikan dari Pasar Poh Gading.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":"46 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139372117","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-31DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.487
Luh Komang Ayu Puteri Priharyanthi, Kevin Tri Tama, Al Afuw Niha Remontara, Ni Luh Evy Dhayanti, I. K. Y. Arta, I. W. Batan
Diare merupakan salah satu gejala yang timbul dari biosekuriti yang buruk dan ditandai dengan peningkatan frekuensi defekasi yang dapat terjadi secara akut maupun kronis. Bakteri merupakan salah satu agen penyebab diare. Gejala klinis pada diare kuda sangat bervariasi dan harus dipantau secara ketat meliputi suhu rektal, degup jantung, laju pernapasan, tingkat hidrasi, warna dan kualitas membran mukosa, waktu pengisian kembali kapiler, nafsu makan, serta karakter dan frekuensi defekasi. Penulisan artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai kasus diare pada kuda yang disebabkan oleh agen bakteri. Kajian pustaka ini menyajikan enam laporan kasus diare bakteri pada kuda yang ditandai dengan tinja berwarna hijau berair, dehidrasi, suhu rektal hingga 39,4oC, takikardia, dan takipnea. Bakteri yang menyebabkan diare pada kuda adalah Salmonella spp., Clostridium difficile, Clostridium perfringens, Neorickettsia risticii, Brachyspira spp., dan Escherichia fergusonii. Pemeriksaan penunjang yang umum digunakan adalah pemeriksaan darah lengkap, biokimia darah, kultur bakteri, Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mendeteksi enterotoksin dan mendiagnosis enterekolitis terkait dengan enterotoksigenik. Penanganan awal kasus diare pada kuda adalah penggantian hilangnya cairan tubuh, pemulihan keseimbangan asam-basa dan elektrolit, serta menghambat sekresi cairan usus. Terapi kausatif dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai dengan jenis bakteri yang menginfeksi dan terapi cairan ringer laktat. Dalam kajian pustaka ini, antibiotik yang paling sering digunakan adalah metronidazole (28,5%), flunixin meglumine (19,0%), dan ceftiofur (14,2%). Diagnosis dan pengobatan dini diare pada kuda sangat penting untuk mencegah perkembangan endotoksemia.
{"title":"Kajian Pustaka: Bakteri Penginfeksi yang Dapat Menimbulkan Diare pada Kuda","authors":"Luh Komang Ayu Puteri Priharyanthi, Kevin Tri Tama, Al Afuw Niha Remontara, Ni Luh Evy Dhayanti, I. K. Y. Arta, I. W. Batan","doi":"10.19087/imv.2023.12.3.487","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2023.12.3.487","url":null,"abstract":"Diare merupakan salah satu gejala yang timbul dari biosekuriti yang buruk dan ditandai dengan peningkatan frekuensi defekasi yang dapat terjadi secara akut maupun kronis. Bakteri merupakan salah satu agen penyebab diare. Gejala klinis pada diare kuda sangat bervariasi dan harus dipantau secara ketat meliputi suhu rektal, degup jantung, laju pernapasan, tingkat hidrasi, warna dan kualitas membran mukosa, waktu pengisian kembali kapiler, nafsu makan, serta karakter dan frekuensi defekasi. Penulisan artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai kasus diare pada kuda yang disebabkan oleh agen bakteri. Kajian pustaka ini menyajikan enam laporan kasus diare bakteri pada kuda yang ditandai dengan tinja berwarna hijau berair, dehidrasi, suhu rektal hingga 39,4oC, takikardia, dan takipnea. Bakteri yang menyebabkan diare pada kuda adalah Salmonella spp., Clostridium difficile, Clostridium perfringens, Neorickettsia risticii, Brachyspira spp., dan Escherichia fergusonii. Pemeriksaan penunjang yang umum digunakan adalah pemeriksaan darah lengkap, biokimia darah, kultur bakteri, Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mendeteksi enterotoksin dan mendiagnosis enterekolitis terkait dengan enterotoksigenik. Penanganan awal kasus diare pada kuda adalah penggantian hilangnya cairan tubuh, pemulihan keseimbangan asam-basa dan elektrolit, serta menghambat sekresi cairan usus. Terapi kausatif dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai dengan jenis bakteri yang menginfeksi dan terapi cairan ringer laktat. Dalam kajian pustaka ini, antibiotik yang paling sering digunakan adalah metronidazole (28,5%), flunixin meglumine (19,0%), dan ceftiofur (14,2%). Diagnosis dan pengobatan dini diare pada kuda sangat penting untuk mencegah perkembangan endotoksemia.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":"38 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139372237","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-31DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.364
Kadek Adya Arsa Wisana, S. Widyastuti, I. M. P. Erawan
Strongyloidiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing nematoda Strongyloides sp. Hewan kasus adalah kucing peliharaanberjenis kelamin betina, berumur tujuh bulan,dengan bobot badan 2,24 kg. Kucing kasus mengalami diare selama satu minggu setelah dua minggu dipelihara yang disertai dengan penurunan nafsu makan. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan gejala dehidrasi, lemas, mukosa mulut dan mata pucat, serta pembesaran pada abdomen.Pada pemeriksaan feses dengan metode natif ditemukan telur cacing Strongyloides sp..Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan kucing kasus mengalami leukositosis. Kucing kasus didiagnosis menderita Strongyloidiasis. Penanganan kucing kasus dilakukan dengan diberikanantiparasit ivermectin0,2mg/kg BB, terapi suportif dengancyanocobalamin250 mcg/ kg BBsecara intramuskuler dan diulang duahari sekali.Hasil pengobatan selama satu minggu menunjukkan perkembangan yangbaikditandai dengan kucing kasus sudah tidak mengalami diare, capillary refill time(CRT) kurang dari 2 detik, turgor kulit normal, mukosa mulut dan mata berwarna merah muda, serta abdomen kembali normal.Pemeriksaan feses kembali dilakukansetelah satu minggu pengobatan sebagai evaluasi. Pemeriksaan feses dilakukandengan metode natif dan tidak ditemukan telur cacing Strongyloides sp.Untuk mencegah terjadinya infeksi kembali disarankan untuk memberikan obat cacing secara berkala setiap tigabulan sekali.Perbaikan nutrisi perlu dilakukan dengan memberikan pakan yang baik serta lingkungan yang lebih nyaman.
{"title":"Laporan Kasus: Infeksi Cacing Strongyloides pada Kucing Peliharaan","authors":"Kadek Adya Arsa Wisana, S. Widyastuti, I. M. P. Erawan","doi":"10.19087/imv.2023.12.3.364","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2023.12.3.364","url":null,"abstract":"Strongyloidiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing nematoda Strongyloides sp. Hewan kasus adalah kucing peliharaanberjenis kelamin betina, berumur tujuh bulan,dengan bobot badan 2,24 kg. Kucing kasus mengalami diare selama satu minggu setelah dua minggu dipelihara yang disertai dengan penurunan nafsu makan. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan gejala dehidrasi, lemas, mukosa mulut dan mata pucat, serta pembesaran pada abdomen.Pada pemeriksaan feses dengan metode natif ditemukan telur cacing Strongyloides sp..Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan kucing kasus mengalami leukositosis. Kucing kasus didiagnosis menderita Strongyloidiasis. Penanganan kucing kasus dilakukan dengan diberikanantiparasit ivermectin0,2mg/kg BB, terapi suportif dengancyanocobalamin250 mcg/ kg BBsecara intramuskuler dan diulang duahari sekali.Hasil pengobatan selama satu minggu menunjukkan perkembangan yangbaikditandai dengan kucing kasus sudah tidak mengalami diare, capillary refill time(CRT) kurang dari 2 detik, turgor kulit normal, mukosa mulut dan mata berwarna merah muda, serta abdomen kembali normal.Pemeriksaan feses kembali dilakukansetelah satu minggu pengobatan sebagai evaluasi. Pemeriksaan feses dilakukandengan metode natif dan tidak ditemukan telur cacing Strongyloides sp.Untuk mencegah terjadinya infeksi kembali disarankan untuk memberikan obat cacing secara berkala setiap tigabulan sekali.Perbaikan nutrisi perlu dilakukan dengan memberikan pakan yang baik serta lingkungan yang lebih nyaman.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139372263","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-31DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.462
I. G. Susila, I. W. Batan, I. M. P. Erawan
Koinfeksi skabiosis dan toksokariosis terjadi pada anak kucing.Skabiosis merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabieiatau Notoedres catipada kucing. Toksokariosis yang terjadi pada kucing disebabkan oleh infeksi cacing Toxocara cati. Cacing T. cati adalah cacingnematoda yang sering ditemukan pada usus kucing. Hewan kasus adalah kucing lokal betina, berumur 2,5 bulan dengan bobot badan0,73 kg. Kucing kasus mengalami perut membuncit (distensi abdomen), telinga teramati ada keropeng, kucing pasif, dan konsistensi fesesnya seperti pasta berwarna kuning kecoklatan. Pemeriksaan kerokan kulit (skin scraping)pada telinga yang mengalami keropeng menunjukkan adanya infeksi tungau S. scabiei.Pada pemeriksaan feses dengan metode natif ditemukan adanya telur cacing T. cati.Pemeriksaan penunjang berupa hematologi rutin menunjukkan hewan kasus mengalami leukositosis dengan peningkatan WBC 31,1 (5,5-19,5 x10^3/μL) dan anemia makrositik hipokromik ditandai dengan penurunan hemoglobin 8,3 (9,5-15,3 g/dL), penurunan MCHC 27,3 (13-21 g/dL), dan peningkatan MCV 54,2 (39-55 fL). Berdasarkan serangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan, hewan kasus didiagnosis menderita penyakit skabiosis dan toksokariosis. Terapi yang diberikan adalah pengobatan antelmintik menggunakanpyrantel pamoat dengan dosis 5 mg/kg BBsecara peroral (PO). Pengobatan suportif menggunakan vitamin B12 dan zat besi dengan dosis 1 tablet/ekor satu kali sehari secara peroral (PO) selama 10 hari. Kucing kasus dimandikan tiga hari sekali dengan menggunakan sabun belerang. Setelah 14 hari pengobatan kucing kasus dinyatakan sembuh secara klinis.
{"title":"Laporan Kasus: Penanganan Koinfeksi Skabiosis sertaToksokariosis dengan Sabun Belerang dan Pyrantel Pamoatpada Anak Kucing","authors":"I. G. Susila, I. W. Batan, I. M. P. Erawan","doi":"10.19087/imv.2023.12.3.462","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2023.12.3.462","url":null,"abstract":"Koinfeksi skabiosis dan toksokariosis terjadi pada anak kucing.Skabiosis merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabieiatau Notoedres catipada kucing. Toksokariosis yang terjadi pada kucing disebabkan oleh infeksi cacing Toxocara cati. Cacing T. cati adalah cacingnematoda yang sering ditemukan pada usus kucing. Hewan kasus adalah kucing lokal betina, berumur 2,5 bulan dengan bobot badan0,73 kg. Kucing kasus mengalami perut membuncit (distensi abdomen), telinga teramati ada keropeng, kucing pasif, dan konsistensi fesesnya seperti pasta berwarna kuning kecoklatan. Pemeriksaan kerokan kulit (skin scraping)pada telinga yang mengalami keropeng menunjukkan adanya infeksi tungau S. scabiei.Pada pemeriksaan feses dengan metode natif ditemukan adanya telur cacing T. cati.Pemeriksaan penunjang berupa hematologi rutin menunjukkan hewan kasus mengalami leukositosis dengan peningkatan WBC 31,1 (5,5-19,5 x10^3/μL) dan anemia makrositik hipokromik ditandai dengan penurunan hemoglobin 8,3 (9,5-15,3 g/dL), penurunan MCHC 27,3 (13-21 g/dL), dan peningkatan MCV 54,2 (39-55 fL). Berdasarkan serangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan, hewan kasus didiagnosis menderita penyakit skabiosis dan toksokariosis. Terapi yang diberikan adalah pengobatan antelmintik menggunakanpyrantel pamoat dengan dosis 5 mg/kg BBsecara peroral (PO). Pengobatan suportif menggunakan vitamin B12 dan zat besi dengan dosis 1 tablet/ekor satu kali sehari secara peroral (PO) selama 10 hari. Kucing kasus dimandikan tiga hari sekali dengan menggunakan sabun belerang. Setelah 14 hari pengobatan kucing kasus dinyatakan sembuh secara klinis.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":"52 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139372097","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-31DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.474
Gledys Coornelia, I. W. Batan, I. M. P. Erawan
Penyakit saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Disease (LUTD) pada anjing merupakan kejadian yang sering terjadi. Hewan kasus adalah seekor anjing ras basset hound betina, berumur sembilan tahun. Nafsu makan anjing kasus menurun (anoreksia), aktivitas berkurang (pasif), terjadi pembesaran abdomen (distensi abdomen), mengejan saat urinasi (stranguria), mengalami kencing berdarah (hematuria) sejak empat hari sebelumnya, dan tidak ada urinasi setelahnya (anuria). Pada pemeriksaan fisik menunjukkan anjing masih responsif, suhu tubuh anjing 39,5ºC, detak jantung 128 kali/menit, pulsus 128 kali/menit, frekuensi napas 32 kali/menit, memberan mukosa mulut berwarna merah muda, Capillary Refill Time (CRT) kurang dari dua detik, dan turgor kulit normal. Anjing kasus tampak lesu, terlihat membungkuk, adanya pembesaran pada abdomen dan saat dilakukan palpasi terasa kencang pada daerah vesika urinaria, anjing tidak merasakan nyeri. Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan terjadi leukositosis dengan hasil 22,9 10^3/?L (nilai rujukan 6-17) dan anemia normositik normokromik dengan nilai Red Blood Cell 4,27 10^6/?L (nilai rujukan 5,5-8,5), Hemoglobin 8,5 g/dl (nilai rujukan 11-19), MCH 19,9 Pg (nilai rujukan 20-25) pada anjing kasus. Pemeriksaan uji dipstik menunjukkan tingkat keasaman (pH) urin adalah 8, leukosit (-), protein (+++), darah/blood (+), dan berat jenis (1.040). Pada pemeriksaan sedimen urin ditemukan adanya kristal struvit. Hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG) menunjukkan adanya partikel–partikel benda asing yang diduga kalkuli pada vesika urinaria. Berdasarkan serangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan, hewan kasus didiagnosis menderita penyakit saluran kemih bagian bawah. Terapi yang diberikan adalah antibiotik (cefotaxime dengan dosis terapi 22 mg/kg bb, cefadroxil monohydrate dengan dosis terapi 22 mg/kg bb), pemberian antiradang (dexamethasone dengan dosis 0,25 mg/kg bb), dan pemberian obat herbal kejibeling. Anjing mengalami perbaikan kondisi setelah diberikan terapi selama tujuh hari ditandai dengan urinasi menjadi lancar tanpa hematuria dan tidak ada tanda-tanda nyeri pada saat urinasi.
{"title":"Laporan Kasus : Penyakit Saluran Kemih Bagian Bawah Disertai Kristal Struvit pada Urin Anjing Basset Hound Betina","authors":"Gledys Coornelia, I. W. Batan, I. M. P. Erawan","doi":"10.19087/imv.2023.12.3.474","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2023.12.3.474","url":null,"abstract":"Penyakit saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Disease (LUTD) pada anjing merupakan kejadian yang sering terjadi. Hewan kasus adalah seekor anjing ras basset hound betina, berumur sembilan tahun. Nafsu makan anjing kasus menurun (anoreksia), aktivitas berkurang (pasif), terjadi pembesaran abdomen (distensi abdomen), mengejan saat urinasi (stranguria), mengalami kencing berdarah (hematuria) sejak empat hari sebelumnya, dan tidak ada urinasi setelahnya (anuria). Pada pemeriksaan fisik menunjukkan anjing masih responsif, suhu tubuh anjing 39,5ºC, detak jantung 128 kali/menit, pulsus 128 kali/menit, frekuensi napas 32 kali/menit, memberan mukosa mulut berwarna merah muda, Capillary Refill Time (CRT) kurang dari dua detik, dan turgor kulit normal. Anjing kasus tampak lesu, terlihat membungkuk, adanya pembesaran pada abdomen dan saat dilakukan palpasi terasa kencang pada daerah vesika urinaria, anjing tidak merasakan nyeri. Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan terjadi leukositosis dengan hasil 22,9 10^3/?L (nilai rujukan 6-17) dan anemia normositik normokromik dengan nilai Red Blood Cell 4,27 10^6/?L (nilai rujukan 5,5-8,5), Hemoglobin 8,5 g/dl (nilai rujukan 11-19), MCH 19,9 Pg (nilai rujukan 20-25) pada anjing kasus. Pemeriksaan uji dipstik menunjukkan tingkat keasaman (pH) urin adalah 8, leukosit (-), protein (+++), darah/blood (+), dan berat jenis (1.040). Pada pemeriksaan sedimen urin ditemukan adanya kristal struvit. Hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG) menunjukkan adanya partikel–partikel benda asing yang diduga kalkuli pada vesika urinaria. Berdasarkan serangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan, hewan kasus didiagnosis menderita penyakit saluran kemih bagian bawah. Terapi yang diberikan adalah antibiotik (cefotaxime dengan dosis terapi 22 mg/kg bb, cefadroxil monohydrate dengan dosis terapi 22 mg/kg bb), pemberian antiradang (dexamethasone dengan dosis 0,25 mg/kg bb), dan pemberian obat herbal kejibeling. Anjing mengalami perbaikan kondisi setelah diberikan terapi selama tujuh hari ditandai dengan urinasi menjadi lancar tanpa hematuria dan tidak ada tanda-tanda nyeri pada saat urinasi.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":"58 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139372168","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-31DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.400
Putu Tessa Hariys Septianda Teja, Putu Devi Devi Jayanti, M. S. Anthara
Seekor anjing kacang berumur 11 bulan, berjenis kelamin betina dengan gejala klinis pruritus dan tanda klinis alopesia dan krusta pada tepi mata, mulut, telinga, kaki depan, kaki belakang, dan abdomen serta eritema pada bagian abdomen, kaki depan, dan kaki belakang serta eritema pada bagian abdomen, kaki depan, dan kaki belakang. Pada pemeriksaan kerokan kulit hingga berdarah atau deep skin scraping dan tape smear, ditemukan tungau Demodex sp. Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan anjing kasus mengalami anemia mikrositik hipokromik dan limfositosis. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, anjing kasus didiagnosis menderita demodekosis general. Pengobatan dilakukan dengan pemberian antiparasit yang megandung ivermectin dengan dosis 0,3 mg/kg BB subkutan, antihistamin yang mengandung diphenhydramine HCl dengan dosis 0,1 mg/kg BB intramuskuler dengan interval pengulangan sekali dalam seminggu selama dua minggu, dan dilanjutkan dengan pemberian antihistamin yang mengandung chlorpheniramine meleate dengan dosis 3 mg/kg BB secara peroral sekali sehari selama 10 hari dan fish oil dengan dosis 500 mg/hari peroral sekali sehari selama 30 hari, serta anjing dimandikan dengan sabun yang mengandung sulfur sekali dalam seminggu. Setelah 14 hari pengobatan, anjing kasus menunjukan perubahan kondisi berupa berkurangnya derajat pruritus, eritema dan krusta yang perlahan menghilang serta rambut yang mulai tumbuh.
{"title":"Laporan Kasus: Penanganan Demodekosis General pada Anjing Kacang Betina di Bali","authors":"Putu Tessa Hariys Septianda Teja, Putu Devi Devi Jayanti, M. S. Anthara","doi":"10.19087/imv.2023.12.3.400","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2023.12.3.400","url":null,"abstract":"Seekor anjing kacang berumur 11 bulan, berjenis kelamin betina dengan gejala klinis pruritus dan tanda klinis alopesia dan krusta pada tepi mata, mulut, telinga, kaki depan, kaki belakang, dan abdomen serta eritema pada bagian abdomen, kaki depan, dan kaki belakang serta eritema pada bagian abdomen, kaki depan, dan kaki belakang. Pada pemeriksaan kerokan kulit hingga berdarah atau deep skin scraping dan tape smear, ditemukan tungau Demodex sp. Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan anjing kasus mengalami anemia mikrositik hipokromik dan limfositosis. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, anjing kasus didiagnosis menderita demodekosis general. Pengobatan dilakukan dengan pemberian antiparasit yang megandung ivermectin dengan dosis 0,3 mg/kg BB subkutan, antihistamin yang mengandung diphenhydramine HCl dengan dosis 0,1 mg/kg BB intramuskuler dengan interval pengulangan sekali dalam seminggu selama dua minggu, dan dilanjutkan dengan pemberian antihistamin yang mengandung chlorpheniramine meleate dengan dosis 3 mg/kg BB secara peroral sekali sehari selama 10 hari dan fish oil dengan dosis 500 mg/hari peroral sekali sehari selama 30 hari, serta anjing dimandikan dengan sabun yang mengandung sulfur sekali dalam seminggu. Setelah 14 hari pengobatan, anjing kasus menunjukan perubahan kondisi berupa berkurangnya derajat pruritus, eritema dan krusta yang perlahan menghilang serta rambut yang mulai tumbuh.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":"166 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139372346","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-31DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.439
N. Pusparini, I. G. Soma, I. W. Batan
Demodekosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau dari genus Demodex.Tungau Demodex merupakan flora normal yang hidup di dalam folikel rambut dan kelenjar sebaseus. Penyakit ini terjadi secara alamidalam dua bentuk,yaitu lokal dan general.Anjing kasusyang berumur tiga bulan mengalami gejala klinis pruritus. Adanya jumlah tungau Demodexyang banyak pada tubuh menyebabkan terjadinya peradangan pada bagian kulit yang disertai dengan adanya gejala pruritus. Pemeriksaan klinis ditemukannyalesi alopesia dan papula pada wajah dan dada. Hasil pemeriksaan hematologi anjing kasus, menunjukkan bahwa anjing mengalami anemia makrositik hipokromik dan trombositopeniadengan penurunan jumlah sel darah merah (4,52x10^12/L; nilai referensi, 5,50-8,50x10^12/L), kenaikan jumlah MCV (76,6 fL; nilai referensi, 62,0-72,0fL), penurunan jumlah MCHC (274 g/L; nilai referensi, 300-380 g/L), dan penurunan platelet (49x10^9/L; nilai referensi 117-460x10^9/L). Hasil pemeriksaan deep skin scrapingditemukan adanya tungau Demodex sp. sehingga anjing kasus didiagnosisdemodekosis. Anjing kasus diberikan terapi kausatif berupa ivermectin dengan dosisanjuran 0,4mg/kg BBsecara subkutan dengan interval pengulangandua minggu sekali selama satu bulan,terapi simtomatisdiberikan difenhidramin HCl dengan dosis 1mg/kg BBsecara subkutan dengan interval pengulangan sekali semingguselama satu bulan, danterapi suportif berupa fish oildiberikan satukapsul/hariselama satu bulan. Anjing kasus juga dimandikan dengan shampoo benzoil peroksidadengan interval pengulangan sekali semingguselama satu bulan. Setelah dua minggu terapi, anjing kasussudah dinyatakan membaik.
{"title":"Laporan Kasus: Penanganan Demodekosis General pada Anjing Peranakan Tekel dengan Terapi Suportif Omega-3","authors":"N. Pusparini, I. G. Soma, I. W. Batan","doi":"10.19087/imv.2023.12.3.439","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2023.12.3.439","url":null,"abstract":"Demodekosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau dari genus Demodex.Tungau Demodex merupakan flora normal yang hidup di dalam folikel rambut dan kelenjar sebaseus. Penyakit ini terjadi secara alamidalam dua bentuk,yaitu lokal dan general.Anjing kasusyang berumur tiga bulan mengalami gejala klinis pruritus. Adanya jumlah tungau Demodexyang banyak pada tubuh menyebabkan terjadinya peradangan pada bagian kulit yang disertai dengan adanya gejala pruritus. Pemeriksaan klinis ditemukannyalesi alopesia dan papula pada wajah dan dada. Hasil pemeriksaan hematologi anjing kasus, menunjukkan bahwa anjing mengalami anemia makrositik hipokromik dan trombositopeniadengan penurunan jumlah sel darah merah (4,52x10^12/L; nilai referensi, 5,50-8,50x10^12/L), kenaikan jumlah MCV (76,6 fL; nilai referensi, 62,0-72,0fL), penurunan jumlah MCHC (274 g/L; nilai referensi, 300-380 g/L), dan penurunan platelet (49x10^9/L; nilai referensi 117-460x10^9/L). Hasil pemeriksaan deep skin scrapingditemukan adanya tungau Demodex sp. sehingga anjing kasus didiagnosisdemodekosis. Anjing kasus diberikan terapi kausatif berupa ivermectin dengan dosisanjuran 0,4mg/kg BBsecara subkutan dengan interval pengulangandua minggu sekali selama satu bulan,terapi simtomatisdiberikan difenhidramin HCl dengan dosis 1mg/kg BBsecara subkutan dengan interval pengulangan sekali semingguselama satu bulan, danterapi suportif berupa fish oildiberikan satukapsul/hariselama satu bulan. Anjing kasus juga dimandikan dengan shampoo benzoil peroksidadengan interval pengulangan sekali semingguselama satu bulan. Setelah dua minggu terapi, anjing kasussudah dinyatakan membaik.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":"68 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139372091","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}