Pub Date : 2022-07-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.4.594
Cikal Farah Irian Jati Saweng, I. Suartha, Made Suma Antara
Virus parvo anjing atau Canine Parvovirus (CPV-2) merupakan salah satu agen penyakit yang disebabkan oleh virus. Infeksi virus ini dapat diderita oleh anak anjing yang tidak divaksin secara lengkap antara usia enam minggu hingga enam bulan. Anjing kasus merupakan anjing ras chihuahua berumur lima bulan, berjenis kelamin betina, dengan bobot badan 2 kg, diperiksa dengan keluhan muntah, diare berdarah, serta tidak mau makan dan minum. Pemeriksaan klinis menunjukkan membran mukosa pucat, mukosa hidung yang kering, turgor kulit lambat, dehidrasi, diare bercampur darah yang beraroma khas, muntah, dan terdengar suara borborigmi usus yang meningkat, serta ditemukannya infeksi caplak pada kulit. Hasil pemeriksaan hematologi menunjukan anjing kasus mengalami leukopenia. Hasil pemeriksaan test kit canine parvovirus (CPV) menunjukkan hasil positif dan didiagnosis terinfeksi canine parvovirus (CPV-2). Penanganan dilakukan dengan pengobatan secara suportif dan simptomatik. Pemberian terapi cairan diberikan secara intravena berupa ringer lactate dan untuk mencegah infeksi sekunder diberikan antibiotik cef otaxime (50 mg/kg IV, BID, selama lima hari). Terapi simptomatik diberikan obat antiemetik maropitant citrate (1 mg/kg SC, SID selama lima hari), sedangkan terapi suportif diberikan hematodin (0,2 mL/kg IV, SID, selama tiga hari), dan obat herbal Yunnan Baiyao (1 kapsul sehari, PO, selama lima hari) untuk meminimalisir peradangan dan pendarahan pada usus. Perawatan berlangsung selama tujuh hari dan anjing kasus menunjukkan proses kesembuhan dalam waktu empat hari. Anjing kasus kembali normal setelah hari ke lima.
{"title":"Laporan Kasus: Infeksi Canine Parvovirus pada Anjing Chihuahua yang Tidak Di-booster","authors":"Cikal Farah Irian Jati Saweng, I. Suartha, Made Suma Antara","doi":"10.19087/imv.2022.11.4.594","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.4.594","url":null,"abstract":"Virus parvo anjing atau Canine Parvovirus (CPV-2) merupakan salah satu agen penyakit yang disebabkan oleh virus. Infeksi virus ini dapat diderita oleh anak anjing yang tidak divaksin secara lengkap antara usia enam minggu hingga enam bulan. Anjing kasus merupakan anjing ras chihuahua berumur lima bulan, berjenis kelamin betina, dengan bobot badan 2 kg, diperiksa dengan keluhan muntah, diare berdarah, serta tidak mau makan dan minum. Pemeriksaan klinis menunjukkan membran mukosa pucat, mukosa hidung yang kering, turgor kulit lambat, dehidrasi, diare bercampur darah yang beraroma khas, muntah, dan terdengar suara borborigmi usus yang meningkat, serta ditemukannya infeksi caplak pada kulit. Hasil pemeriksaan hematologi menunjukan anjing kasus mengalami leukopenia. Hasil pemeriksaan test kit canine parvovirus (CPV) menunjukkan hasil positif dan didiagnosis terinfeksi canine parvovirus (CPV-2). Penanganan dilakukan dengan pengobatan secara suportif dan simptomatik. Pemberian terapi cairan diberikan secara intravena berupa ringer lactate dan untuk mencegah infeksi sekunder diberikan antibiotik cef otaxime (50 mg/kg IV, BID, selama lima hari). Terapi simptomatik diberikan obat antiemetik maropitant citrate (1 mg/kg SC, SID selama lima hari), sedangkan terapi suportif diberikan hematodin (0,2 mL/kg IV, SID, selama tiga hari), dan obat herbal Yunnan Baiyao (1 kapsul sehari, PO, selama lima hari) untuk meminimalisir peradangan dan pendarahan pada usus. Perawatan berlangsung selama tujuh hari dan anjing kasus menunjukkan proses kesembuhan dalam waktu empat hari. Anjing kasus kembali normal setelah hari ke lima.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44447088","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.4.606
Putu Risma Oktaviandari, Genta Dhamara Adam Putranto, I. G. A. G. P. Pemayun
Seekor anjing betina ras campuran berusia ±3 bulan dengan bobot badan 1,68 kg diketahui oleh pemilik menelan sebuah benda asing berupa kelereng pada saat bermain. Pemilik kemudian menunggu selama 24 jam agar benda asing tersebut keluar pada saat defekasi, namun setelah 24 jam anjing tersebut tidak defekasi sehingga benda asing masih ada di dalam sistem pencernaan. Pemeriksaan klinis menunjukkan kondisi anjing tersebut normal tanpa disertai gangguan pencernaan. Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan bahwa pasien mengalami anemia mikrositik normokromik. Pada pemeriksaan radiografi abdomen terkonfirmasi bahwa benda asing berbentuk bulat bersifat radiopaque masih bersarang pada bagian lambung. Pasien tersebut kemudian didiagnosa menelan benda asing (corpora alienum) pada organ lambung. Penanganan dilakukan dengan pembedahan laparo-gastrotomy untuk mengeluarkan benda asing tersebut secepatnya. Penutupan insisi pada bagian mukosa lambung dengan pola sederhana menerus menggunakan benang absorbable (Assucryl®, 3-0), dan serosa lambung dengan pola lambert menerus menggunakan benang absorbable (Assucryl®, 3-0). Daerah peritoneum dan linea alba dilakukan dengan pola sederhana terputus menggunakan benang absorbable (Assucryl®, 3-0). Pada daerah subkutan dijahit dengan pola simple interrupted menggunakan benang absorbable (One Med® Chromic Catgut, 3-0), sedangkan pada daerah kulit dijahit dengan pola simple interrupted menggunakan benang non-absorbable (One Med® Silk braided, 3-0). Terapi yang diberikan pascaoperasi adalah Penstrep-400® dengan dosis 20.000 IU dan dilanjutkan dengan pemberian amoksisilin sirup dengan dosis 20 mg/kg setiap 8 jam selama 5 hari secara oral, kemudian diberikan analgesik asam mefenamat dengan dosis 25 mg/kg setiap 12 jam secara oral selama 5 hari. Luka insisi kulit mengering dengan sempurna dan jahitan kulit dilepas pada hari kelima setelah operasi
{"title":"Laporan Kasus: Pengambilan Benda Asing Berupa Kelereng dari Dalam Lambung Anak Anjing Melalui Pembedahan Laparo-Gastrotomy","authors":"Putu Risma Oktaviandari, Genta Dhamara Adam Putranto, I. G. A. G. P. Pemayun","doi":"10.19087/imv.2022.11.4.606","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.4.606","url":null,"abstract":"Seekor anjing betina ras campuran berusia ±3 bulan dengan bobot badan 1,68 kg diketahui oleh pemilik menelan sebuah benda asing berupa kelereng pada saat bermain. Pemilik kemudian menunggu selama 24 jam agar benda asing tersebut keluar pada saat defekasi, namun setelah 24 jam anjing tersebut tidak defekasi sehingga benda asing masih ada di dalam sistem pencernaan. Pemeriksaan klinis menunjukkan kondisi anjing tersebut normal tanpa disertai gangguan pencernaan. Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan bahwa pasien mengalami anemia mikrositik normokromik. Pada pemeriksaan radiografi abdomen terkonfirmasi bahwa benda asing berbentuk bulat bersifat radiopaque masih bersarang pada bagian lambung. Pasien tersebut kemudian didiagnosa menelan benda asing (corpora alienum) pada organ lambung. Penanganan dilakukan dengan pembedahan laparo-gastrotomy untuk mengeluarkan benda asing tersebut secepatnya. Penutupan insisi pada bagian mukosa lambung dengan pola sederhana menerus menggunakan benang absorbable (Assucryl®, 3-0), dan serosa lambung dengan pola lambert menerus menggunakan benang absorbable (Assucryl®, 3-0). Daerah peritoneum dan linea alba dilakukan dengan pola sederhana terputus menggunakan benang absorbable (Assucryl®, 3-0). Pada daerah subkutan dijahit dengan pola simple interrupted menggunakan benang absorbable (One Med® Chromic Catgut, 3-0), sedangkan pada daerah kulit dijahit dengan pola simple interrupted menggunakan benang non-absorbable (One Med® Silk braided, 3-0). Terapi yang diberikan pascaoperasi adalah Penstrep-400® dengan dosis 20.000 IU dan dilanjutkan dengan pemberian amoksisilin sirup dengan dosis 20 mg/kg setiap 8 jam selama 5 hari secara oral, kemudian diberikan analgesik asam mefenamat dengan dosis 25 mg/kg setiap 12 jam secara oral selama 5 hari. Luka insisi kulit mengering dengan sempurna dan jahitan kulit dilepas pada hari kelima setelah operasi","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43784632","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.4.555
Dede Ayu Pratiwi, S. Widyastuti, I. Suartha
Anaplasmosis dan ehrlichiosis merupakan penyakit penting pada anjing yang disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler Gram negatif, ditularkan melalui vektor caplak famili Ixodidae. Tujuan penulisan kasus ini adalah untuk menentukan strategi pengendalian dan pengobatan yang tepat pada kasus anaplasmosis dan ehrlichiosis baik pada fase akut maupun fase kronis. Seekor anjing Pomeranian jantan diperiksa di Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan lemas, tidak nafsu makan sejak dua minggu, terdapat bintik-bintik merah di tubuh sejak lima hari. Hasil pemeriksaan klinis pada kulit ditemukan petekie pada bagian abdomen dan bagian belakang telinga dan pada mukosa mulut terjadi hemoragi. Pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan anjing kasus mengalami anemia normositik hiperkromik, trombositopenia, limfositosis dan granulositopenia. Pemeriksaan ulas darah ditemukan adanya inklusi intrasitoplasmik (morula). Pemeriksaan darah dengan test kit antigen menunjukkan hewan kasus positif terhadap Anaplasma spp. dan Ehrlichia canis, sehingga anjing kasus didiagnosis menderita anaplasmosis dan ehrlichiosis. Pengobatan dengan menggunakan imidocarb dipropionate (5 mg/kg BB; dosis diulangi setelah 14 hari), doksisiklin (10 mg/kg BB; q24 jam; selama 14 hari), suplementasi hematopoietik Sangobion® satu kapsul satu kali sehari dan injeksi intramuskuler tunggal pemelihara daya tahan tubuh Biodin® sebanyak 1,5 mL. Anjing tidak merespon pengobatan dengan baik karena berada dalam fase kronis. Anjing mengalami penurunan kondisi tubuh yang signifikan pada hari keempat dan dinyatakan mati pada hari kelima.
{"title":"Laporan Kasus: Infeksi Anaplasmosis dan Ehrlichiosis yang Kambuh Bersifat Fatal pada Anjing Pomeranian","authors":"Dede Ayu Pratiwi, S. Widyastuti, I. Suartha","doi":"10.19087/imv.2022.11.4.555","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.4.555","url":null,"abstract":"Anaplasmosis dan ehrlichiosis merupakan penyakit penting pada anjing yang disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler Gram negatif, ditularkan melalui vektor caplak famili Ixodidae. Tujuan penulisan kasus ini adalah untuk menentukan strategi pengendalian dan pengobatan yang tepat pada kasus anaplasmosis dan ehrlichiosis baik pada fase akut maupun fase kronis. Seekor anjing Pomeranian jantan diperiksa di Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan lemas, tidak nafsu makan sejak dua minggu, terdapat bintik-bintik merah di tubuh sejak lima hari. Hasil pemeriksaan klinis pada kulit ditemukan petekie pada bagian abdomen dan bagian belakang telinga dan pada mukosa mulut terjadi hemoragi. Pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan anjing kasus mengalami anemia normositik hiperkromik, trombositopenia, limfositosis dan granulositopenia. Pemeriksaan ulas darah ditemukan adanya inklusi intrasitoplasmik (morula). Pemeriksaan darah dengan test kit antigen menunjukkan hewan kasus positif terhadap Anaplasma spp. dan Ehrlichia canis, sehingga anjing kasus didiagnosis menderita anaplasmosis dan ehrlichiosis. Pengobatan dengan menggunakan imidocarb dipropionate (5 mg/kg BB; dosis diulangi setelah 14 hari), doksisiklin (10 mg/kg BB; q24 jam; selama 14 hari), suplementasi hematopoietik Sangobion® satu kapsul satu kali sehari dan injeksi intramuskuler tunggal pemelihara daya tahan tubuh Biodin® sebanyak 1,5 mL. Anjing tidak merespon pengobatan dengan baik karena berada dalam fase kronis. Anjing mengalami penurunan kondisi tubuh yang signifikan pada hari keempat dan dinyatakan mati pada hari kelima.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43814291","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.4.566
Raden Roro Allamanda Ardia Wardana, S. Widyastuti, Made Suma Antara
Agen parasit darah yang umum ditemukan pada anjing yaitu Babesia sp. dan Ehrlichia sp. yang dapat menyebabkan kematian pada anjing. Seekor anjing lokal mempunyai keluhan penurunan nafsu makan, lesu, luka pada tubuh, alopesia, dan infeksi caplak Rhipicephalus sanguineus pada tubuh. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan anjing mengalami demam, turgor kulit melambat, Capillary Refil Time (CRT) melebihi dua detik, mukosa anjing pucat, dan adanya infeksi caplak R. sanguineus. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan hematologi rutin, apusan darah, dan serologi yaitu test kit antibodi. Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan anjing mengalami anemia mikrositik hiperkromik, limfositosis, dan trombositopenia. Hasil apusan darah ditemukan eritroparasit Babesia sp. dan intracytoplasmic (morula) Ehrlichia sp. pada sel darah putih anjing kasus. Hasil pemeriksaan serologi menggunakan test kit antibodi menunjukkan anjing kasus positif terhadap Babesia sp. dan Ehrlichia sp. Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, anjing kasus didiagnosis menderita babesiosis dan ehrlichiosis dengan prognosis fausta. Terapi yang diberikan yaitu injeksi ivermectin 0,3 mg/kg BB secara sub kutan. Terapi kausatif diberikan antibiotik doksisiklin kapsul (8 mg/kg BB, PO) satu kali sehari selama dua minggu. Terapi suportif diberikan satu tablet viamin B12 per hari selama lima hari. Setelah dua minggu pasca pengobatan anjing sudah kembali aktif dan nafsu makan anjing sudah normal kembali.
{"title":"Laporan Kasus: Babesiosis dan Ehrlichiosis pada Anjing Kacang Umur 11 Tahun yang Terinfeksi Caplak Rhipicephalus sanguineus","authors":"Raden Roro Allamanda Ardia Wardana, S. Widyastuti, Made Suma Antara","doi":"10.19087/imv.2022.11.4.566","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.4.566","url":null,"abstract":"Agen parasit darah yang umum ditemukan pada anjing yaitu Babesia sp. dan Ehrlichia sp. yang dapat menyebabkan kematian pada anjing. Seekor anjing lokal mempunyai keluhan penurunan nafsu makan, lesu, luka pada tubuh, alopesia, dan infeksi caplak Rhipicephalus sanguineus pada tubuh. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan anjing mengalami demam, turgor kulit melambat, Capillary Refil Time (CRT) melebihi dua detik, mukosa anjing pucat, dan adanya infeksi caplak R. sanguineus. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan hematologi rutin, apusan darah, dan serologi yaitu test kit antibodi. Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan anjing mengalami anemia mikrositik hiperkromik, limfositosis, dan trombositopenia. Hasil apusan darah ditemukan eritroparasit Babesia sp. dan intracytoplasmic (morula) Ehrlichia sp. pada sel darah putih anjing kasus. Hasil pemeriksaan serologi menggunakan test kit antibodi menunjukkan anjing kasus positif terhadap Babesia sp. dan Ehrlichia sp. Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, anjing kasus didiagnosis menderita babesiosis dan ehrlichiosis dengan prognosis fausta. Terapi yang diberikan yaitu injeksi ivermectin 0,3 mg/kg BB secara sub kutan. Terapi kausatif diberikan antibiotik doksisiklin kapsul (8 mg/kg BB, PO) satu kali sehari selama dua minggu. Terapi suportif diberikan satu tablet viamin B12 per hari selama lima hari. Setelah dua minggu pasca pengobatan anjing sudah kembali aktif dan nafsu makan anjing sudah normal kembali.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49625234","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.4.649
I. P. K. A. Pradnyandika, Raisis Farah Dzakiyyah Al Aliyya, Putu Ayu Dina, Ni Made Dhea Febrianty, Rr.Allamanda Ardia Wardana, Mahda Dwi Darmayanti, Ida Bagus Nararya Primastana, I. W. Batan
Infeksi radang hati menular pada anjing merupakan penyakit infeksi virus yang dapat menyebabkan terjadinya radang hati. Kejadian penyakit ini sangat menarik sebagai bahan kajian ilmiah sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca. Penyakit ini disebabkan oleh Canine adenovirus-1 (CAV-1). Adenovirus resistan terhadap kondisi lingkungan, mampu bertahan beberapa hari pada suhu ruang, dan dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu ≤ 4°C. Infeksi radang hati menular paling sering terjadi pada anjing yang berumur kurang dari satu tahun terutama pada anjing yang belum divaksinasi. Tanda-tanda klinis yang umum adalah demam, depresi, kehilangan nafsu makan, peningkatan degup jantung, hiperventilasi, batuk, muntah, diare, serta adanya tanda-tanda neurologis (ataksia, kejang, koma) tetapi lebih jarang terjadi. Dari delapan kasus yang dilaporkan, penyakit ini menyerang anjing yang berkelamin jantan dan betina. Pada pemeriksaan klinis kasus ke 1, 2 dan 3 menunjukkan gejala klinis yang hampir sama yaitu hewan mengalami demam, depresi, distensi abdomen, muntah, diare, dan edema subkutan, sedangkan pada kasus ke-4, 5 dan 6 hewan menujukkan adanya gejala gangguan neurologis yaitu ataksia. Simpulan dari penulisan ini ialah penyakit ini dapat terjadi baik pada anjing jantan dan betina. Pencegahan melalui vaksinasi sangat dianjurkan untuk mencegah penyebaran penyakit.
{"title":"Kajian Pustaka: Gambaran Klinis Infeksi Radang Hati Menular (Infectious Canine Hepatitis) pada Anjing","authors":"I. P. K. A. Pradnyandika, Raisis Farah Dzakiyyah Al Aliyya, Putu Ayu Dina, Ni Made Dhea Febrianty, Rr.Allamanda Ardia Wardana, Mahda Dwi Darmayanti, Ida Bagus Nararya Primastana, I. W. Batan","doi":"10.19087/imv.2022.11.4.649","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.4.649","url":null,"abstract":"Infeksi radang hati menular pada anjing merupakan penyakit infeksi virus yang dapat menyebabkan terjadinya radang hati. Kejadian penyakit ini sangat menarik sebagai bahan kajian ilmiah sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca. Penyakit ini disebabkan oleh Canine adenovirus-1 (CAV-1). Adenovirus resistan terhadap kondisi lingkungan, mampu bertahan beberapa hari pada suhu ruang, dan dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu ≤ 4°C. Infeksi radang hati menular paling sering terjadi pada anjing yang berumur kurang dari satu tahun terutama pada anjing yang belum divaksinasi. Tanda-tanda klinis yang umum adalah demam, depresi, kehilangan nafsu makan, peningkatan degup jantung, hiperventilasi, batuk, muntah, diare, serta adanya tanda-tanda neurologis (ataksia, kejang, koma) tetapi lebih jarang terjadi. Dari delapan kasus yang dilaporkan, penyakit ini menyerang anjing yang berkelamin jantan dan betina. Pada pemeriksaan klinis kasus ke 1, 2 dan 3 menunjukkan gejala klinis yang hampir sama yaitu hewan mengalami demam, depresi, distensi abdomen, muntah, diare, dan edema subkutan, sedangkan pada kasus ke-4, 5 dan 6 hewan menujukkan adanya gejala gangguan neurologis yaitu ataksia. Simpulan dari penulisan ini ialah penyakit ini dapat terjadi baik pada anjing jantan dan betina. Pencegahan melalui vaksinasi sangat dianjurkan untuk mencegah penyebaran penyakit.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41707417","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.4.579
Faccettarial Cylon Marchel Marlissa, I. Suartha, S. Widyastuti
Feline panleukopenia virus (FPV) merupakan penyakit infeksius yang menyerang kucing baik diumur muda maupun dewasa. Seekor kucing kampung bernama Bumbi berumur tiga bulan berjenis kelamin betina dibawa ke Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Universitas Udayana. Menurut pemilik kucing kasus tidak mau makan dan minum selama sehari, muntah cacing setelah diberikan obat cacing pada hari yang sama, dan diare berwarna coklat dengan konsistensi semisolid. Pemeriksaan klinis menunjukkan kucing kasus lemas, dehidrasi, turgor kulit melambat, mukosa gusi pucat, cermin hidung yang kering, dan demam (39,6℃). Pemeriksaan laboratorium hematologi menunjukkan kucing kasus mengalami leukopenia, granulositopenia, dan anemia normositik hiperkromik. Pemeriksaan penunjang dengan tes kit FPV memperlihatkan hasil positif terhadap virus FPV. Kucing kasus diberikan pakan basah urgent care a/d Hill’s® Prescription Diet, terapi cairan menggunakan ringer laktat 30 mL/kgBB/hari secara intravena (IV), injeksi antibiotik Cefotaxime sodium (50 mg/kg BB, IV q12h) selama empat hari, injeksi antiemesis Ondansetron HCl (0,2 mg/kg BB, IV, q12h) selama dua hari, dan Raniditine HCl (2,5 mg/kg BB, IV q12h) selama empat hari. Terapi suportif diberikan injeksi vitamin C (30 mg/kg BB, IV, q12h) selama empat hari, vitamin B kompleks sebanyak 1 mL/ekor drop pada cairan infus, kaolin-pektin sirup (1 mL/kg BB, PO, q12h). Pengobatan rawat jalan diberikan Cefadroxil (22 mg/kg BB, PO, q24h) selama lima hari, multivitamin (vitamin A, vitamin D, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin B12, vitamin C, vitamin E, Mangan, Zinc, Fluor, dan Iodium) sebanyak 1 mL/hari selama tiga hari dan obat cacing pyrantel pamoat 20 mg/kg BB sebagai terapi kecacingan. Kucing kasus dirawat secara intensif dan memperlihatkan kemajuan mulai hari ketiga dan pulang pada hari keempat.
Feline panleukopenia病毒(FPV)是一种感染性疾病,影响年轻时和成年时的猫。一只名叫班比的母猫被送往乌达亚纳大学动物教育医院。根据猫的主人的说法,这只猫一天不吃不喝,一天吃完药后呕吐蠕虫,以及半固体持续的棕色腹泻。临床检查显示猫虚弱,脱水为例,turgor减速,牙龈黏膜苍白的皮肤,镜子的鼻子干燥,发烧(39,6℃)。血液学实验室的检查显示,猫患了白血病、粒细胞openia和染色体异常贫血。FPV测试对FPV病毒检测呈阳性。湿猫饲料案件给予希尔急症室a / d的窃®治疗饮食,每天用乳酸林格液30 mL / kgBB注射抗生素静脉注射(IV)而言,钠含量Cefotaxime BB(50毫克/公斤antiemesis IV q12h)四天,狂犬病疫苗Ondansetron HCl) BB (0.2 mg / kg, IV, q12h)这两天,BB Raniditine HCl) (2.5 mg / kg, IV q12h)四天。维生素C注射(30 mg/kg BB, IV, q12h) 4天,在输液、草本糖浆(1毫升/ 20毫升BB, PO, q12h)中加入维生素B复合物。门诊治疗给BB Cefadroxil(22毫克/公斤,阿宝q24h)五天,多种维生素(维生素A、维生素D、维生素B1、维生素B2、维生素B6、维生素B12、维生素C、维生素E、锰、锌、氟、Iodium)多达1毫升/天三天,虫药pyrantel pamoat 20毫克/公斤(BB作为kecacingan疗法。猫的病情得到了加强治疗,并在第三天取得了进展,第四天就回家了。
{"title":"Laporan Kasus: Penanganan Panleukopenia pada Kucing Kampung Usia Muda yang Belum Pernah Divaksinasi","authors":"Faccettarial Cylon Marchel Marlissa, I. Suartha, S. Widyastuti","doi":"10.19087/imv.2022.11.4.579","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.4.579","url":null,"abstract":"Feline panleukopenia virus (FPV) merupakan penyakit infeksius yang menyerang kucing baik diumur muda maupun dewasa. Seekor kucing kampung bernama Bumbi berumur tiga bulan berjenis kelamin betina dibawa ke Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Universitas Udayana. Menurut pemilik kucing kasus tidak mau makan dan minum selama sehari, muntah cacing setelah diberikan obat cacing pada hari yang sama, dan diare berwarna coklat dengan konsistensi semisolid. Pemeriksaan klinis menunjukkan kucing kasus lemas, dehidrasi, turgor kulit melambat, mukosa gusi pucat, cermin hidung yang kering, dan demam (39,6℃). Pemeriksaan laboratorium hematologi menunjukkan kucing kasus mengalami leukopenia, granulositopenia, dan anemia normositik hiperkromik. Pemeriksaan penunjang dengan tes kit FPV memperlihatkan hasil positif terhadap virus FPV. Kucing kasus diberikan pakan basah urgent care a/d Hill’s® Prescription Diet, terapi cairan menggunakan ringer laktat 30 mL/kgBB/hari secara intravena (IV), injeksi antibiotik Cefotaxime sodium (50 mg/kg BB, IV q12h) selama empat hari, injeksi antiemesis Ondansetron HCl (0,2 mg/kg BB, IV, q12h) selama dua hari, dan Raniditine HCl (2,5 mg/kg BB, IV q12h) selama empat hari. Terapi suportif diberikan injeksi vitamin C (30 mg/kg BB, IV, q12h) selama empat hari, vitamin B kompleks sebanyak 1 mL/ekor drop pada cairan infus, kaolin-pektin sirup (1 mL/kg BB, PO, q12h). Pengobatan rawat jalan diberikan Cefadroxil (22 mg/kg BB, PO, q24h) selama lima hari, multivitamin (vitamin A, vitamin D, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin B12, vitamin C, vitamin E, Mangan, Zinc, Fluor, dan Iodium) sebanyak 1 mL/hari selama tiga hari dan obat cacing pyrantel pamoat 20 mg/kg BB sebagai terapi kecacingan. Kucing kasus dirawat secara intensif dan memperlihatkan kemajuan mulai hari ketiga dan pulang pada hari keempat.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44887359","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.4.530
Lilik Dwi Mariyana, Dzikri Nurma'rifah Takariyanti, I. M. P. Erawan, I. Suartha
Cystolithiasis merupakan adanya urolith atau kalkuli di dalam kantung kemih. Cystolithiasis terjadi pada 0,4-2% dari populasi anjing. Seekor anjing peranakan Corgy betina berusia tujuh tahun, bobot badan 13,8 kg diperiksa di Healthy Pet Veterinary Clinic, dengan keluhan urin disertai darah (hematuria) namun tidak intens selama dua minggu. Pada pemeriksaan sistem urogenital menunjukkan adanya distensi abdomen dan ketika dipalpasi anjing menunjukkan respons nyeri pada bagian abdomen. Pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan adanya urolith seperti butiran pasir dan penebalan dinding kantung kemih. Pada pemeriksaan penunjang hematologi rutin menunjukkan hasil leukositosis, limfositosis, anemia normositik normokromik dan penurunan hematrokit. Pemeriksaan mikroskopis sedimentasi urin mengkonfirmasi adanya kristal struvit. Anjing didiagnosis menderita cystolithiasis akibat struvit. Anjing kasus diterapi dengan antibiotik Ciprofloxacin HCL 10 mg/kg BB, q24h selama tujuh hari, anti radang Meloxicam 0,2 mg/kg BB, q24h selama tujuh hari, dan kapsul kejibeling satu kapsul, q24h selama tujuh hari. Setelah pengobatan selama tujuh hari, kondisi anjing mulai membaik, saat urinasi tidak adanya indikasi rasa nyeri dan tidak adanya hematuria.
{"title":"Laporan Kasus: Batu Kantung Kemih (Cystolithiasis) yang Menimbulkan Kencing Berdarah pada Anjing Peranakan Corgy Betina Dewasa","authors":"Lilik Dwi Mariyana, Dzikri Nurma'rifah Takariyanti, I. M. P. Erawan, I. Suartha","doi":"10.19087/imv.2022.11.4.530","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.4.530","url":null,"abstract":"Cystolithiasis merupakan adanya urolith atau kalkuli di dalam kantung kemih. Cystolithiasis terjadi pada 0,4-2% dari populasi anjing. Seekor anjing peranakan Corgy betina berusia tujuh tahun, bobot badan 13,8 kg diperiksa di Healthy Pet Veterinary Clinic, dengan keluhan urin disertai darah (hematuria) namun tidak intens selama dua minggu. Pada pemeriksaan sistem urogenital menunjukkan adanya distensi abdomen dan ketika dipalpasi anjing menunjukkan respons nyeri pada bagian abdomen. Pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan adanya urolith seperti butiran pasir dan penebalan dinding kantung kemih. Pada pemeriksaan penunjang hematologi rutin menunjukkan hasil leukositosis, limfositosis, anemia normositik normokromik dan penurunan hematrokit. Pemeriksaan mikroskopis sedimentasi urin mengkonfirmasi adanya kristal struvit. Anjing didiagnosis menderita cystolithiasis akibat struvit. Anjing kasus diterapi dengan antibiotik Ciprofloxacin HCL 10 mg/kg BB, q24h selama tujuh hari, anti radang Meloxicam 0,2 mg/kg BB, q24h selama tujuh hari, dan kapsul kejibeling satu kapsul, q24h selama tujuh hari. Setelah pengobatan selama tujuh hari, kondisi anjing mulai membaik, saat urinasi tidak adanya indikasi rasa nyeri dan tidak adanya hematuria.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44587866","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.4.519
I. P. K. A. Pradnyandika, I. G. Soma, I. N. Suartha
Infeksi bakteri Ehrlichia canis yang bereplikasi pada sel monosit disebut juga Canine Monocytic Ehrlichiosis (CME). Seekor anjing betina peranakan akita dibawa ke Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan penurunan nafsu makan dan minum disertai dengan konsistensi feses yang lembek. Hasil pemeriksaan klinis menemukan adanya bekas feses berwarna hitam pada rambut di sekitar anus, rambut terlihat kusam, napas cepat dan dangkal serta pulsus anteri femoralis teraba lemah. Pemeriksaan feses menunjukkan hasil negatif untuk telur cacing dan protozoa. Pemeriksaan hematologi menunjukkan anjing mengalami anemia mikrositik hiperkromik, leukositosis dengan limfositosis dan granulositopenia, serta trombositopenia. Pemeriksaan apusan darah dan test kit antibodi terhadap Ehrlichia canis menunjukkan hasil positif. Berdasarkan hal tersebut, anjing didiagnosis mengalami CME. Hewan diterapi dengan antibiotik doksisiklin (10 mg/kg BB, PO setiap 24 jam), antiradang prednison (0,5 mg/kg BB, PO setiap 24 jam) dan hematopoietik Sangobion (satu kapsul per hari). Terapi tersebut diberikan selama 14 hari. Terapi menunjukkan hasil yang baik dari segi nafsu makan dan minum yang normal, aktif, serta konsistensi dan warna feses yang normal.
{"title":"Laporan Kasus: Infeksi Berulang Ehrlichia canis pada Monosit Anjing Peranakan Akita di Denpasar, Bali","authors":"I. P. K. A. Pradnyandika, I. G. Soma, I. N. Suartha","doi":"10.19087/imv.2022.11.4.519","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.4.519","url":null,"abstract":"Infeksi bakteri Ehrlichia canis yang bereplikasi pada sel monosit disebut juga Canine Monocytic Ehrlichiosis (CME). Seekor anjing betina peranakan akita dibawa ke Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan penurunan nafsu makan dan minum disertai dengan konsistensi feses yang lembek. Hasil pemeriksaan klinis menemukan adanya bekas feses berwarna hitam pada rambut di sekitar anus, rambut terlihat kusam, napas cepat dan dangkal serta pulsus anteri femoralis teraba lemah. Pemeriksaan feses menunjukkan hasil negatif untuk telur cacing dan protozoa. Pemeriksaan hematologi menunjukkan anjing mengalami anemia mikrositik hiperkromik, leukositosis dengan limfositosis dan granulositopenia, serta trombositopenia. Pemeriksaan apusan darah dan test kit antibodi terhadap Ehrlichia canis menunjukkan hasil positif. Berdasarkan hal tersebut, anjing didiagnosis mengalami CME. Hewan diterapi dengan antibiotik doksisiklin (10 mg/kg BB, PO setiap 24 jam), antiradang prednison (0,5 mg/kg BB, PO setiap 24 jam) dan hematopoietik Sangobion (satu kapsul per hari). Terapi tersebut diberikan selama 14 hari. Terapi menunjukkan hasil yang baik dari segi nafsu makan dan minum yang normal, aktif, serta konsistensi dan warna feses yang normal.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42353247","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.4.635
Monica Lewinsky, S. Widyastuti, Made Suma Antara
Cystitis merupakan peradangan pada kandung kemih yang sering terjadi pada hewan peliharaan sebagai bagian dari infeksi pada saluran kemih. Urolithiasis adalah penyakit yang disebabkan adanya urolit, kalkuli, kristal ataupun sedimen yang berlebihan dalam saluran urinaria. Seekor kucing Persia jantan bernama Apollo, berumur ± 2 tahun dengan bobot badan 4 kg mengalami keluhan tidak mau makan, lemas, kesulitan urinasi yang sudah berlangsung tiga hari, menunjukkan respon sakit saat ingin urinasi, stranguria, dan hematuria. Pada pemeriksaan fisik terlihat adanya distensi abdomen yang saat dipalpasi abdomen terasa nyeri dan pembesaran pada vesika urinaria. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium, yaitu hematologi dan kimia dar ah, pemeriksaan ultrasonografi (USG), urinalisis, dan sedimentasi urin secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan bahwa kucing mengalami leukositosis, neutrofilia, dan trombositopenia. Pada pemeriksaan USG terlihat adanya penebalan pada dinding vesika urinaria dan massa hiperechoic. Hasil urinalisis menunjukkan adanya kenaikan leukosit, adanya darah, kreatinin, dan protein, dan pada pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya kristal struvit. Kucing didiagnosis mengalami cystitis dengan prognosis fausta. Adapun terapi yang diberikan berupa terapi cairan, pemasangan kateter, dan pemberiaan obat oral yang berupa antibiotik cefadroxil dengan dosis 22 mg/kg BB, sekali sehari, cystaid® sekali sehari satu tablet, rowatinex dua kali satu kapsul sehari selama empat minggu. Kucing kasus menunjukkan hasil yang baik setelah dilakukan pengobatan selama tujuh hari. Urinasi mulai lancar, tidak ada indikasi hematuria, oliguria, dan stranguria.
{"title":"Laporan Kasus: Cystitis pada Kucing Persia Jantan","authors":"Monica Lewinsky, S. Widyastuti, Made Suma Antara","doi":"10.19087/imv.2022.11.4.635","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.4.635","url":null,"abstract":"Cystitis merupakan peradangan pada kandung kemih yang sering terjadi pada hewan peliharaan sebagai bagian dari infeksi pada saluran kemih. Urolithiasis adalah penyakit yang disebabkan adanya urolit, kalkuli, kristal ataupun sedimen yang berlebihan dalam saluran urinaria. Seekor kucing Persia jantan bernama Apollo, berumur ± 2 tahun dengan bobot badan 4 kg mengalami keluhan tidak mau makan, lemas, kesulitan urinasi yang sudah berlangsung tiga hari, menunjukkan respon sakit saat ingin urinasi, stranguria, dan hematuria. Pada pemeriksaan fisik terlihat adanya distensi abdomen yang saat dipalpasi abdomen terasa nyeri dan pembesaran pada vesika urinaria. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium, yaitu hematologi dan kimia dar ah, pemeriksaan ultrasonografi (USG), urinalisis, dan sedimentasi urin secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan bahwa kucing mengalami leukositosis, neutrofilia, dan trombositopenia. Pada pemeriksaan USG terlihat adanya penebalan pada dinding vesika urinaria dan massa hiperechoic. Hasil urinalisis menunjukkan adanya kenaikan leukosit, adanya darah, kreatinin, dan protein, dan pada pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya kristal struvit. Kucing didiagnosis mengalami cystitis dengan prognosis fausta. Adapun terapi yang diberikan berupa terapi cairan, pemasangan kateter, dan pemberiaan obat oral yang berupa antibiotik cefadroxil dengan dosis 22 mg/kg BB, sekali sehari, cystaid® sekali sehari satu tablet, rowatinex dua kali satu kapsul sehari selama empat minggu. Kucing kasus menunjukkan hasil yang baik setelah dilakukan pengobatan selama tujuh hari. Urinasi mulai lancar, tidak ada indikasi hematuria, oliguria, dan stranguria.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41682776","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.4.665
Putu Risma Oktaviandari, Fuady Muslih, Inggrid Madani, Genta Dhamara Adam Putranto, Ni Ketut Suastini, Cikal Farah Irian Jati Saweng, I. W. Batan
Esofagus merupakan saluran yang berfungsi sebagai penghubung rongga mulut dan lambung. Esofagus terdiri dari tiga bagian berdasarkan anatomi yakni esofagus bagian servikalis, thorakalis, dan abdominalis . Striktur esofagus merupakan suatu kondisi penyempitan pada lumen esofagus yang menyebabkan terganggunya sistem pencernaan. Berdasarkan penyebabnya, striktur esofagus dapat dibedakan karena adanya massa intraluminal dan ekstraluminal. Dalam sebagian besar laporan mengenai striktur esofagus, kejadian ini paling sering terjadi sebagai akibat adanya komplikasi setelah anestesi umum. Tanda klinis utama dari striktur esofagus adalah regurgitasi yang terjadi segera setelah makan dan produksi air liur yang berlebihan. Penanganan striktur esofagus intraluminal dapat dilakukan dengan jalan pemasangan balloon dilatation yang dibantu dengan evaluasi menggunakan endoskopi maupun flouroskopi. Penanganan striktur esofagus ekstraluminal dilakukan melalui terapi pemberian obat-obatan, jika massa yang menyebabkan striktur pada esofagus belum teridentifikasi dengan jelas, karena pembedahan memiliki risiko yang tinggi. Tindakan pembedahan dapat dilakukan apabila massa telah teridentifikasi melalui pemeriksaan computed tomography (CT). Identifikasi secara histopatologi terhadap jenis massa dilakukan setelah massa penyebab striktur esofagus berhasil diangkat melalui proses pembedahan. Penulisan kajian pustaka ini bertujuan untuk merangkum segala hal yang berhubungan dengan striktur esofagus pada kucing, mulai dari etiologi, tanda klinis, patogenesis, metode diagnosis, penentuan prognosis, dan pertimbangan pemilihan penanganan yang dapat dilakukan.
{"title":"Kajian Pustaka: Penyempitan Kerongkongan atau Striktur Esofagus pada Kucing","authors":"Putu Risma Oktaviandari, Fuady Muslih, Inggrid Madani, Genta Dhamara Adam Putranto, Ni Ketut Suastini, Cikal Farah Irian Jati Saweng, I. W. Batan","doi":"10.19087/imv.2022.11.4.665","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.4.665","url":null,"abstract":"Esofagus merupakan saluran yang berfungsi sebagai penghubung rongga mulut dan lambung. Esofagus terdiri dari tiga bagian berdasarkan anatomi yakni esofagus bagian servikalis, thorakalis, dan abdominalis . Striktur esofagus merupakan suatu kondisi penyempitan pada lumen esofagus yang menyebabkan terganggunya sistem pencernaan. Berdasarkan penyebabnya, striktur esofagus dapat dibedakan karena adanya massa intraluminal dan ekstraluminal. Dalam sebagian besar laporan mengenai striktur esofagus, kejadian ini paling sering terjadi sebagai akibat adanya komplikasi setelah anestesi umum. Tanda klinis utama dari striktur esofagus adalah regurgitasi yang terjadi segera setelah makan dan produksi air liur yang berlebihan. Penanganan striktur esofagus intraluminal dapat dilakukan dengan jalan pemasangan balloon dilatation yang dibantu dengan evaluasi menggunakan endoskopi maupun flouroskopi. Penanganan striktur esofagus ekstraluminal dilakukan melalui terapi pemberian obat-obatan, jika massa yang menyebabkan striktur pada esofagus belum teridentifikasi dengan jelas, karena pembedahan memiliki risiko yang tinggi. Tindakan pembedahan dapat dilakukan apabila massa telah teridentifikasi melalui pemeriksaan computed tomography (CT). Identifikasi secara histopatologi terhadap jenis massa dilakukan setelah massa penyebab striktur esofagus berhasil diangkat melalui proses pembedahan. Penulisan kajian pustaka ini bertujuan untuk merangkum segala hal yang berhubungan dengan striktur esofagus pada kucing, mulai dari etiologi, tanda klinis, patogenesis, metode diagnosis, penentuan prognosis, dan pertimbangan pemilihan penanganan yang dapat dilakukan.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":"55 11","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41266325","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}