Pub Date : 2022-05-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.3.450
Putu Oky Astawibawa, Josephine Aurora Budi, Dewi Febriani, Ni Putu Dyah Giana Paramitha, Ni Kadek Intan Dwityanti Devi, Ade Hary Wiweka, I. W. Batan
Disfagia krikofaringadalah gangguan menelan yang jarang terjadi. Gejala yang tampak adalah usaha menelan berulang, tersedak, muntah, regurgitasi, dan aspirasi. Penyebab dari gangguan ini masih belum diketahui, dan dianggap sebagai kelainan neuromuskuler bawaan yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk mengangkut bolus faring yang didorong secara normal melalui sfingter esofagus bagian atas. Anjing yang terkena memiliki prehension makanan normal dan bagian bolus ke faring, tetapi tidak dapat mengendurkan otot esofagus bagian atas, terutama otot krikofaring.Akibatnya, makanan tetap berada di bagian ekor faring daripada masuk ke kerongkongandan mengakibatkan aspirasi atau regurgitasi trakea.Gangguan ini dibedakan menjadi cricopharyngeal achalasiaatau cricopharyngeal asynchrony. Diagnosis ditegakan berdasarkan riwayat klinis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan radiografi dan pemeriksaan fluoroskopi. Tanda klinis utama yang di amati pada pemeriksaan klinis, yaitu anjing susah menelan. Penanganan dapat dilakukan dengan tindakan bedah miotomi krikofaringatau miektomi tunggal maupun dikombinasikan dengan miotomi tirofaringataumiektomiunilateral dan bilateral.
{"title":"Kajian Pustaka: Disfagia Krikofaringealis pada Anjing","authors":"Putu Oky Astawibawa, Josephine Aurora Budi, Dewi Febriani, Ni Putu Dyah Giana Paramitha, Ni Kadek Intan Dwityanti Devi, Ade Hary Wiweka, I. W. Batan","doi":"10.19087/imv.2022.11.3.450","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.3.450","url":null,"abstract":"Disfagia krikofaringadalah gangguan menelan yang jarang terjadi. Gejala yang tampak adalah usaha menelan berulang, tersedak, muntah, regurgitasi, dan aspirasi. Penyebab dari gangguan ini masih belum diketahui, dan dianggap sebagai kelainan neuromuskuler bawaan yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk mengangkut bolus faring yang didorong secara normal melalui sfingter esofagus bagian atas. Anjing yang terkena memiliki prehension makanan normal dan bagian bolus ke faring, tetapi tidak dapat mengendurkan otot esofagus bagian atas, terutama otot krikofaring.Akibatnya, makanan tetap berada di bagian ekor faring daripada masuk ke kerongkongandan mengakibatkan aspirasi atau regurgitasi trakea.Gangguan ini dibedakan menjadi cricopharyngeal achalasiaatau cricopharyngeal asynchrony. Diagnosis ditegakan berdasarkan riwayat klinis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan radiografi dan pemeriksaan fluoroskopi. Tanda klinis utama yang di amati pada pemeriksaan klinis, yaitu anjing susah menelan. Penanganan dapat dilakukan dengan tindakan bedah miotomi krikofaringatau miektomi tunggal maupun dikombinasikan dengan miotomi tirofaringataumiektomiunilateral dan bilateral.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49618821","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-05-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.3.332
Zelia Ximenes, I. K. Suada, I. Sukada
Usaha peternakan babi telah menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat pedesaan.Limbah kotoran ternak babi dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Kontaminasi mikrobapada lingkungan ternak merupakan salahsatu ancaman bagi kesehatan dan kehidupan hewan yang paling besar selama periode pemeliharaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah Angka Lempeng Total Bakteri (ALTB) yang terdapat pada limbah babi di wilayah Kabupaten Badung. Penelitian ini merupakan penelitian observasional serta pemilihanlokasi peternakan dilakukansecara purposive sampling. Lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Badung terdiri atas Kecamatan Mengwi, Kecamatan Petang, Kecamatan Abiansemal dan Kecamatan Kuta Utara. Jumlah peternakan yang disampling di setiap kecamatan adalah tiga peternakan. Volume sampel yang diambil disetiap peternakan sebanyak 500 mL, kemudian dari tiga peternakan tersebut dilakukan komposit menjadi satu sampel. Metode yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri pencemar yaitu menggunakan metode tuang (pour platemethod).Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptifkualitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat Angka Lempeng Total Bakteri dalam limbah peternakan babi di Kabupaten Badung dengan jumlah bakteri pada peternakan babi di Kecamatan Mengwi sebesar 290 x 109CFU/mL, Kecamatan Petang 282 x 109CFU/mL, Kecamatan Abiansemal 245 x 109CFU/mLdan Kecamatan Kuta Utara 186 x 109CFU/mL. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwaair limbah peternakan babi di empat kecamatan di Kabupaten Badung mengandung bakteri pencemar dalam jumlah besar.
养猪业已成为农村人口的收入来源。如果处理不当,猪粪溢出会造成环境污染问题。饲养期间,牲畜环境中的微生物污染对动物健康和生命构成最大威胁。本研究的目的是计算开普敦地区猪粪便中的细菌总数。本研究是一项观察性研究,以有目的的抽样方式选择农场地点。云胶囊中的采样位置由征服威胁、晚间威胁、非天使威胁和北马威胁组成。每次灾难所覆盖的农场数量为三个。每个农场采集的样本量为500 mL,然后将三个农场组成一个样本。培养污染细菌的方法是平板法。研究表明,巴东开普省养猪场废弃物中的细菌总数为290 x 109CFU/mL,晚间密度为282 x 109CFU/mL,Abiansemal密度为245 x 109CFU/mL,北部污染密度为186 x 109CFU-mL。根据研究结果,可以得出结论,云岬四次灾害中养猪场的废水中含有大量污染物。
{"title":"Tingkat Pencemaran Berdasarkan Angka Lempeng Total Bakteri pada Limbah Peternakan Babi di Kabupaten Badung, Bali","authors":"Zelia Ximenes, I. K. Suada, I. Sukada","doi":"10.19087/imv.2022.11.3.332","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.3.332","url":null,"abstract":"Usaha peternakan babi telah menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat pedesaan.Limbah kotoran ternak babi dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Kontaminasi mikrobapada lingkungan ternak merupakan salahsatu ancaman bagi kesehatan dan kehidupan hewan yang paling besar selama periode pemeliharaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah Angka Lempeng Total Bakteri (ALTB) yang terdapat pada limbah babi di wilayah Kabupaten Badung. Penelitian ini merupakan penelitian observasional serta pemilihanlokasi peternakan dilakukansecara purposive sampling. Lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Badung terdiri atas Kecamatan Mengwi, Kecamatan Petang, Kecamatan Abiansemal dan Kecamatan Kuta Utara. Jumlah peternakan yang disampling di setiap kecamatan adalah tiga peternakan. Volume sampel yang diambil disetiap peternakan sebanyak 500 mL, kemudian dari tiga peternakan tersebut dilakukan komposit menjadi satu sampel. Metode yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri pencemar yaitu menggunakan metode tuang (pour platemethod).Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptifkualitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat Angka Lempeng Total Bakteri dalam limbah peternakan babi di Kabupaten Badung dengan jumlah bakteri pada peternakan babi di Kecamatan Mengwi sebesar 290 x 109CFU/mL, Kecamatan Petang 282 x 109CFU/mL, Kecamatan Abiansemal 245 x 109CFU/mLdan Kecamatan Kuta Utara 186 x 109CFU/mL. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwaair limbah peternakan babi di empat kecamatan di Kabupaten Badung mengandung bakteri pencemar dalam jumlah besar.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45767030","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-05-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.3.398
I. Putra, I. G. Soma, I. W. Batan
Seekor kucing ras himalaya bernama Lelyberumur empattahun dengan bobot 3,9 kg dibawa ke Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Udayana, dengan keluhan perut membesar, lemas, kucing tidak defekasi sejak dua hariterakhir,dan tanpa adanya leleran vagina. Pemeriksaan hematologi rutin menunjukankucing mengalamileukositosis, dan anemia normositik hipokromik. Pemeriksaan radiografi terlihat perbesaran uterus dengangambaran radiopaque pada semua bagian uterus. Berdasarkan hasil pemeriksaanmeliputianamnesis, gejala klinis,dan laboratoris kucing didiagnosis mengalami pyometra tertutup dengan prognosis fausta. Penanganan yang dilakukan denganovariohisterektomi. Pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis pascaoperasi terhadap uterus nampak terlihatpembesaran uterus terisi cairan keruh kental kemerahan. Mukosa endometrium mengalami hiperplasia hemoragi dengan sejumlah kecil kista. Histopatologi jaringan uterusmenunjukan hasil adanya kista pada mukosa endometrium, infiltrasi sel-sel neutrofil dan mukosa endometrium mengalami sedikit nekrosis. Pengobatan pascaoperasi dilakukan dengan antibiotik amoxicillinsirup dengan dosispemberian 1,5 mLper oral(PO) sebanyak duakali sehari selama tujuh hari, antiinflamasi dexamethasonedosis 0,25 mg/kgBBPO kali sehari selama lima haridan terapi suportif dengan vitamin Bkomplekssatu tabletPOsehari sebanyak tujuh hari. Kucing mengalami perbaikan secara klinis lima hari setelah operasi dan dinyatakan sembuh pada hari ketujuh setelah operasi.
{"title":"Laporan Kasus: Pyometra Tertutup pada Kucing Himalaya Umur Empat Tahun","authors":"I. Putra, I. G. Soma, I. W. Batan","doi":"10.19087/imv.2022.11.3.398","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.3.398","url":null,"abstract":"Seekor kucing ras himalaya bernama Lelyberumur empattahun dengan bobot 3,9 kg dibawa ke Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Udayana, dengan keluhan perut membesar, lemas, kucing tidak defekasi sejak dua hariterakhir,dan tanpa adanya leleran vagina. Pemeriksaan hematologi rutin menunjukankucing mengalamileukositosis, dan anemia normositik hipokromik. Pemeriksaan radiografi terlihat perbesaran uterus dengangambaran radiopaque pada semua bagian uterus. Berdasarkan hasil pemeriksaanmeliputianamnesis, gejala klinis,dan laboratoris kucing didiagnosis mengalami pyometra tertutup dengan prognosis fausta. Penanganan yang dilakukan denganovariohisterektomi. Pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis pascaoperasi terhadap uterus nampak terlihatpembesaran uterus terisi cairan keruh kental kemerahan. Mukosa endometrium mengalami hiperplasia hemoragi dengan sejumlah kecil kista. Histopatologi jaringan uterusmenunjukan hasil adanya kista pada mukosa endometrium, infiltrasi sel-sel neutrofil dan mukosa endometrium mengalami sedikit nekrosis. Pengobatan pascaoperasi dilakukan dengan antibiotik amoxicillinsirup dengan dosispemberian 1,5 mLper oral(PO) sebanyak duakali sehari selama tujuh hari, antiinflamasi dexamethasonedosis 0,25 mg/kgBBPO kali sehari selama lima haridan terapi suportif dengan vitamin Bkomplekssatu tabletPOsehari sebanyak tujuh hari. Kucing mengalami perbaikan secara klinis lima hari setelah operasi dan dinyatakan sembuh pada hari ketujuh setelah operasi.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49287646","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-05-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.3.343
Silvia Correia, Nyoman Adi Suratma, I. M. Oka
Koksidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa, filum apikomplexa, famili Eimeridae, genus Eimeria.Penyakit ini merupakan penyakit intestinal yang secara ekonomi banyak mendatangkan masalah dan kerugian pada peternakan ayam, Kerugian yang ditimbulkan dapat menghambat perkembangan peternakan ayam dan menurunkan produksi protein hewani.Faktor-faktor yang memengaruhikejadian Eimeria sppyaitu, manajemen pemeliharaan, kelembapan udara, besarnya dosis infeksi ookista, umur ayam, status gizi, stres, waktu terinfeksi dan derajat imunitas inang.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan prevalensi dan intensitas infeksi Eimeria spppada ayam petelur dan ayam pedaging yang dipelihara di Tembuku, Bangi.Objek penelitian yang digunakan adalah feses yang diambil secara langsung dari ayam petelur sebanyak 380 ekor dan pada ayam pedaging sebanyak 380 ekor,total sampel yang diambil pada penilitian ini adalah 760 sampel.Metode pemeriksaan yang digunakan adalah secara kualitatif dengan menggunakan metode apung dan secara kuantitatif dengan menggunakan metode McMaster. Hasil penelitian yang didapatkan bahwaprevalensi infeksi Eimeria spppada ayam petelur di Desa Undisan sebesar 13,4% sedangkan pada ayam pedaging di Desa Peninjoan sebesar 30,26%.Intensitas infeksi Eimeria spppada ayam petelur didapat dengan rata-rata 296 ± 305 ookista per gram (opg), sedangkan pada ayam pedaging didapatkan rata-rata 1.786 ± 6.511 ookista per gram (opg).Hasil analisis data menunjukan terdapat perbedaan yang sangat nyata antara jenis ayam dengan prevalensi dan intensitas infeksi Eimeria spppada ayam yang dipelihara di Tembuku, Bangli, Bali. Prevalensi dan intensitas infeksi Eimeria spppada ayam petelur lebih tinggi dibandikan dengan ayam petelur yang yang dipelihara di Tembuku, Bangli, Bali.
{"title":"Prevalensi dan Intensitas Infeksi Eimeria spp April-Mei 2021 pada Ayam Petelur Lebih Tinggi daripada Ayam Pedaging di Tembuku, Bangli, Bali","authors":"Silvia Correia, Nyoman Adi Suratma, I. M. Oka","doi":"10.19087/imv.2022.11.3.343","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.3.343","url":null,"abstract":"Koksidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa, filum apikomplexa, famili Eimeridae, genus Eimeria.Penyakit ini merupakan penyakit intestinal yang secara ekonomi banyak mendatangkan masalah dan kerugian pada peternakan ayam, Kerugian yang ditimbulkan dapat menghambat perkembangan peternakan ayam dan menurunkan produksi protein hewani.Faktor-faktor yang memengaruhikejadian Eimeria sppyaitu, manajemen pemeliharaan, kelembapan udara, besarnya dosis infeksi ookista, umur ayam, status gizi, stres, waktu terinfeksi dan derajat imunitas inang.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan prevalensi dan intensitas infeksi Eimeria spppada ayam petelur dan ayam pedaging yang dipelihara di Tembuku, Bangi.Objek penelitian yang digunakan adalah feses yang diambil secara langsung dari ayam petelur sebanyak 380 ekor dan pada ayam pedaging sebanyak 380 ekor,total sampel yang diambil pada penilitian ini adalah 760 sampel.Metode pemeriksaan yang digunakan adalah secara kualitatif dengan menggunakan metode apung dan secara kuantitatif dengan menggunakan metode McMaster. Hasil penelitian yang didapatkan bahwaprevalensi infeksi Eimeria spppada ayam petelur di Desa Undisan sebesar 13,4% sedangkan pada ayam pedaging di Desa Peninjoan sebesar 30,26%.Intensitas infeksi Eimeria spppada ayam petelur didapat dengan rata-rata 296 ± 305 ookista per gram (opg), sedangkan pada ayam pedaging didapatkan rata-rata 1.786 ± 6.511 ookista per gram (opg).Hasil analisis data menunjukan terdapat perbedaan yang sangat nyata antara jenis ayam dengan prevalensi dan intensitas infeksi Eimeria spppada ayam yang dipelihara di Tembuku, Bangli, Bali. Prevalensi dan intensitas infeksi Eimeria spppada ayam petelur lebih tinggi dibandikan dengan ayam petelur yang yang dipelihara di Tembuku, Bangli, Bali.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47223613","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-05-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.3.386
Putu Oka Widyaningsih, I. Suartha, I. W. Batan
Ancylostomiosis adalah penyakit parasit yang menyebar luas pada anjing yang disebabkan oleh cacing Ancylostoma spp.Parasit ini umumnya terdapat padausus halus anjing. Seekor anjing pomeranianbetinaberumur tujuhbulan memilikikeluhan adanya diare berdarah, muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan aktivitas fisik. Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan kondisi anjing lemas, membran mukosa dan konjungtiva mata pucat, pemeriksaan turgorkulit lambatserta waktu pengisian kapiler (capillary refill time)yang bertambahlama.Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan anemia mikrositik hipokromik, trombositopenia dan granulositosis. Hasil pemeriksaanmikroskopis feses secara natif menunjukkan adanya telur cacing Ancylostoma sppdiidentifikasi dengan bentuk lonjong, bercangkang tipis dengan empatmorula. Berdasarkan pemeriksaan tersebut,anjing kasus didiagnosismengalami ancylostomiosis.Terapi yangdiberikan yaitu antelmintikdengan pyrantel pamoate5 mg/kg BBq24 jamselamatigahari berturut-turut peroral (PO) dan diulangi pada hari ke-7 dan hari ke-10. Injeksi antibiotikcefotaxime20 mg/kgBBq12 jamsecara intravena(IV)selamatujuhhari. Injeksi metronidazole10 mg/kgBBq12 jam selama tujuh harisecara IV. Terapi simptomatis dengan pemberian antiemetik yaitu ondansetron 0,5 mg/kg BBq12 jamselama limaharisecara IV. Pemberian kaolin pektin sebagai gastrointestinal protectant2,5mLq12 jam selama limahariPO.Pemberian terapi cairan dengan ringer laktat30 mL/kg/jamsecara IVuntuk mengganti kekurangan cairan akibat muntah dan diare. Pada hari ke-5 pengobatan anjing kasus menunjukkan perbaikan kondisi berupa perubahan tingkah laku menjadi lebih aktif dan peningkatan nafsu makan.
{"title":"Laporan Kasus: Penanganan Ancylostomiosis pada Anjing Pomeranian Betina Berumur Tujuh Bulan","authors":"Putu Oka Widyaningsih, I. Suartha, I. W. Batan","doi":"10.19087/imv.2022.11.3.386","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.3.386","url":null,"abstract":"Ancylostomiosis adalah penyakit parasit yang menyebar luas pada anjing yang disebabkan oleh cacing Ancylostoma spp.Parasit ini umumnya terdapat padausus halus anjing. Seekor anjing pomeranianbetinaberumur tujuhbulan memilikikeluhan adanya diare berdarah, muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan aktivitas fisik. Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan kondisi anjing lemas, membran mukosa dan konjungtiva mata pucat, pemeriksaan turgorkulit lambatserta waktu pengisian kapiler (capillary refill time)yang bertambahlama.Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan anemia mikrositik hipokromik, trombositopenia dan granulositosis. Hasil pemeriksaanmikroskopis feses secara natif menunjukkan adanya telur cacing Ancylostoma sppdiidentifikasi dengan bentuk lonjong, bercangkang tipis dengan empatmorula. Berdasarkan pemeriksaan tersebut,anjing kasus didiagnosismengalami ancylostomiosis.Terapi yangdiberikan yaitu antelmintikdengan pyrantel pamoate5 mg/kg BBq24 jamselamatigahari berturut-turut peroral (PO) dan diulangi pada hari ke-7 dan hari ke-10. Injeksi antibiotikcefotaxime20 mg/kgBBq12 jamsecara intravena(IV)selamatujuhhari. Injeksi metronidazole10 mg/kgBBq12 jam selama tujuh harisecara IV. Terapi simptomatis dengan pemberian antiemetik yaitu ondansetron 0,5 mg/kg BBq12 jamselama limaharisecara IV. Pemberian kaolin pektin sebagai gastrointestinal protectant2,5mLq12 jam selama limahariPO.Pemberian terapi cairan dengan ringer laktat30 mL/kg/jamsecara IVuntuk mengganti kekurangan cairan akibat muntah dan diare. Pada hari ke-5 pengobatan anjing kasus menunjukkan perbaikan kondisi berupa perubahan tingkah laku menjadi lebih aktif dan peningkatan nafsu makan.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45046126","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-05-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.3.437
Anak Agung Gede Fandhiananta Widyanjaya, Fransiska Gratia Sonita Marson, I. Putra, I. G. A. G. P. Pemayun
Hematoma merupakan suatu ekstravasasi darah, sehingga membuat darah keluar dari pembuluh darah, sebagai akibat hemorrhagi.Darah terakumulasi di jaringansubkutan, subserosa, intermuskuler, atau intramuskuler akibat lesi pada pembuluh darah.Hematoma subkutan dapat terjadi akibat pembuluh subkutan yang terpotong karena adanya ketegangan pada jaringan sekitarnya sehingga menyebabkan penumpukan darah pada jaringan lemak.Anjing kampungbernama Belu, umur tujuh tahun, jenis kelamin jantan, dengan bobot badan 14,2 kg, pada anjing kasusditemukan ada benjolan pada daerahperinealkiri dengan diameter 6 cm. Pada pemeriksaan x-ray, terlihat adanya benjolan dengan opasitas radiopaquedengan margin reguler pada daerah perinealkiri di sebelah caudal Os ischium.Didiagnosis sebagai hematomasubkutandidaerah perineal kiri,tindakan pembedahan diawali dengan pemberiananestesi dengan premedikasi atropine sulfate(0,025 mg/kgBB)secara subkutan. Kemudian, anestesi dengan kombinasi xylazine(2 mg/kgBB) dan ketamine(15 mg/kgBB) secara intramuskuler. Kulit disiapkan secara aseptik,kemudian insisidaerahhematoma, gumpalan fibrin dikeluarkan dengan menekanbenjolan hematomadan dilakukan flushing dengan NaCl fisiologis. Pascaoperasi hewan diberikan terapi antibiotik cefotaxime(30 mg/kgBB)secara intravena, dilanjutkan dengan pemberian cefiximeoral (10 mg/kgBB) dan meloxicamoral(0,2 mg/kgBB)selama limahari.Berdasarkan hasil pengamatan luka, hingga hari ketujuh luka masih kemerahan. Namun kebengkakan sudah mulai mengecil.Proses penyembuhan luka terlihat baik setelah hari ketujuh, tidak ditemukan adanya infeksi pada daerah luka.
{"title":"Laporan Kasus: Keberhasilan Penanganan Hematoma Subkutan di Daerah Perineum Kiri pada Anjing Kampung","authors":"Anak Agung Gede Fandhiananta Widyanjaya, Fransiska Gratia Sonita Marson, I. Putra, I. G. A. G. P. Pemayun","doi":"10.19087/imv.2022.11.3.437","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.3.437","url":null,"abstract":"Hematoma merupakan suatu ekstravasasi darah, sehingga membuat darah keluar dari pembuluh darah, sebagai akibat hemorrhagi.Darah terakumulasi di jaringansubkutan, subserosa, intermuskuler, atau intramuskuler akibat lesi pada pembuluh darah.Hematoma subkutan dapat terjadi akibat pembuluh subkutan yang terpotong karena adanya ketegangan pada jaringan sekitarnya sehingga menyebabkan penumpukan darah pada jaringan lemak.Anjing kampungbernama Belu, umur tujuh tahun, jenis kelamin jantan, dengan bobot badan 14,2 kg, pada anjing kasusditemukan ada benjolan pada daerahperinealkiri dengan diameter 6 cm. Pada pemeriksaan x-ray, terlihat adanya benjolan dengan opasitas radiopaquedengan margin reguler pada daerah perinealkiri di sebelah caudal Os ischium.Didiagnosis sebagai hematomasubkutandidaerah perineal kiri,tindakan pembedahan diawali dengan pemberiananestesi dengan premedikasi atropine sulfate(0,025 mg/kgBB)secara subkutan. Kemudian, anestesi dengan kombinasi xylazine(2 mg/kgBB) dan ketamine(15 mg/kgBB) secara intramuskuler. Kulit disiapkan secara aseptik,kemudian insisidaerahhematoma, gumpalan fibrin dikeluarkan dengan menekanbenjolan hematomadan dilakukan flushing dengan NaCl fisiologis. Pascaoperasi hewan diberikan terapi antibiotik cefotaxime(30 mg/kgBB)secara intravena, dilanjutkan dengan pemberian cefiximeoral (10 mg/kgBB) dan meloxicamoral(0,2 mg/kgBB)selama limahari.Berdasarkan hasil pengamatan luka, hingga hari ketujuh luka masih kemerahan. Namun kebengkakan sudah mulai mengecil.Proses penyembuhan luka terlihat baik setelah hari ketujuh, tidak ditemukan adanya infeksi pada daerah luka.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42181468","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-03-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.2.147
An’nisafitri Lutviana, Anak Agung Ayu Mirah Adi, Ida Bagus Gde Winaya
Fibrosarkoma merupakan salah satu kanker yang berasal dari jaringan ikat fibrosa dan umumnya tumbuh pada jaringan lunak bagian dalam atau subkutan. Kanker saat ini merupakan penyebab utama kematian pada manusia di seluruh dunia karena kurangnya modalitas terapi yang efisien. Pendekatan terapi untuk kanker saat ini banyak diteliti salah satunya yaitu viroterapi menggunakan virus onkolitik. Virus onkolitik yang digunakan salah satunya adalah virus penyakit tetelo atau Newcastle Disease (ND). Virus ND digunakan sebagai viroterapi kanker berdasarkan replikasi selektif pada sel tumor dan segi keamanannya, potensi virus onkolitik, serta dapat menstimulasi sistem imun. Untuk mengetahui pengaruh terapi virus ND terhadap gambaran histopatologi limpa tikus, dilakukan penelitian dengan menggunakan sembilan ekor tikus galur Sprague Dawley yang terdiri dari tiga ekor tikus tanpa fibrosarkoma dan enam ekor tikus dengan fibrosarkoma yang diinduksi dengan benzo(a)piren. Pemberian benzo(a)piren 0,3 mg/0,1 mL dalam oleum olivarum diinjeksikan secara subkutan. Tumor muncul lima bulan pasca-injeksi. Dari sembilan ekor tikus tersebut dikelompokkan menjadi tiga perlakuan yaitu perlakuan kontrol (P0) yang tidak diberi perlakuan, perlakuan P1A yaitu perlakuan pada tikus dengan fibrosarkoma yang diinjeksi phosphate buffer saline 0,1 mL sebanyak empat kali dalam empat hari berturut-turut, dan perlakuan P1B yaitu perlakuan pada tikus dengan fibrosarkoma yang diterapi menggunakan virus ND patotipe velogenik. Tikus dinekropsi setelah dua minggu pasca-perlakuan. Organ limpa yang telah diambil, diproses di Laboratorium Patologi Balai Besar Veteriner Denpasar untuk dibuat preparat histopatologi. Hasil pemeriksaan histopatologi memperlihatkan tidak terjadinya proliferasi limfosit pulpa putih pada perlakuan kontrol (P0), sedangkan pada kelompok perlakuan P1A dan P1B terjadi proliferasi limfosit pada pulpa putih. Pada ketiga perlakuan tidak terjadi adanya perubahan histopatologis yang spesifik pada limpa seperti tidak adanya deplesi, nekrosis, dan hemoragi. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa viroterapi dengan virus ND isolat Tabanan-1/ARP/2017 tidak memengaruhi gambaran histopatologi jaringan limpa dan aman digunakan sebagai agen viroterapi kanker.
{"title":"Viroterapi Virus Penyakit Tetelo pada Tikus Penderita Fibrosarkoma Tidak Berpengaruh terhadap Histopatologi Limpa","authors":"An’nisafitri Lutviana, Anak Agung Ayu Mirah Adi, Ida Bagus Gde Winaya","doi":"10.19087/imv.2022.11.2.147","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.2.147","url":null,"abstract":"Fibrosarkoma merupakan salah satu kanker yang berasal dari jaringan ikat fibrosa dan umumnya tumbuh pada jaringan lunak bagian dalam atau subkutan. Kanker saat ini merupakan penyebab utama kematian pada manusia di seluruh dunia karena kurangnya modalitas terapi yang efisien. Pendekatan terapi untuk kanker saat ini banyak diteliti salah satunya yaitu viroterapi menggunakan virus onkolitik. Virus onkolitik yang digunakan salah satunya adalah virus penyakit tetelo atau Newcastle Disease (ND). Virus ND digunakan sebagai viroterapi kanker berdasarkan replikasi selektif pada sel tumor dan segi keamanannya, potensi virus onkolitik, serta dapat menstimulasi sistem imun. Untuk mengetahui pengaruh terapi virus ND terhadap gambaran histopatologi limpa tikus, dilakukan penelitian dengan menggunakan sembilan ekor tikus galur Sprague Dawley yang terdiri dari tiga ekor tikus tanpa fibrosarkoma dan enam ekor tikus dengan fibrosarkoma yang diinduksi dengan benzo(a)piren. Pemberian benzo(a)piren 0,3 mg/0,1 mL dalam oleum olivarum diinjeksikan secara subkutan. Tumor muncul lima bulan pasca-injeksi. Dari sembilan ekor tikus tersebut dikelompokkan menjadi tiga perlakuan yaitu perlakuan kontrol (P0) yang tidak diberi perlakuan, perlakuan P1A yaitu perlakuan pada tikus dengan fibrosarkoma yang diinjeksi phosphate buffer saline 0,1 mL sebanyak empat kali dalam empat hari berturut-turut, dan perlakuan P1B yaitu perlakuan pada tikus dengan fibrosarkoma yang diterapi menggunakan virus ND patotipe velogenik. Tikus dinekropsi setelah dua minggu pasca-perlakuan. Organ limpa yang telah diambil, diproses di Laboratorium Patologi Balai Besar Veteriner Denpasar untuk dibuat preparat histopatologi. Hasil pemeriksaan histopatologi memperlihatkan tidak terjadinya proliferasi limfosit pulpa putih pada perlakuan kontrol (P0), sedangkan pada kelompok perlakuan P1A dan P1B terjadi proliferasi limfosit pada pulpa putih. Pada ketiga perlakuan tidak terjadi adanya perubahan histopatologis yang spesifik pada limpa seperti tidak adanya deplesi, nekrosis, dan hemoragi. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa viroterapi dengan virus ND isolat Tabanan-1/ARP/2017 tidak memengaruhi gambaran histopatologi jaringan limpa dan aman digunakan sebagai agen viroterapi kanker.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47141378","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-03-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.2.159
Andi Dewi Wulandari, I. Suardana, N. Suarsana
Bakso merupakan produk olahan daging asal hewan yang sering ditemui di kalangan masyarakat karena rasanya yang enak, relatif murah, mudah disajikan, dan mudah ditemui. Pada tahap produksi, bakso seringkali ditambahkan bahan pengawet dengan maksud untuk memperpanjang masa simpan produk dalam 12-24 jam. Salah satu masalah yang dihadapi pedagang bakso yaitu produk bakso harus habis terjual sebelum mengalami pembusukan sehingga beberapa oknum ditemui mengawetkan produk dagangnya menggunakan bahan berbahaya seperti formalin dan boraks. Penggunaan formalin dan boraks dengan dosis terkecil pada makanan telah dilarang di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 33 tahun 2012, termasuk pada produk bakso. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman penjual bakso sekaligus mendeteksi secara kualitatif adanya senyawa formalin dan boraks yang dijual di sekitar pasar tradisional di Kota Denpasar. Sampel yang diidentifikasi diambil dari sembilan pedagang menetap, lima pedagang kaki lima, dan enam pedagang keliling selama tiga minggu berturut-turut. Tingkat pemahaman penjual diambil berdasarkan sejumlah pertanyaan kuisioner. Pemeriksaan kualitatif senyawa formalin dilakukan menggunakan reagen NaOH, natrium nitroprusida, dan fenylhidrazin, sedangkan, pemeriksaan kualitatif senyawa boraks dilakukan menggunakan uji kertas kurkumin. Hasil studi menunjukkan persepsi pedagang terhadap penggunaan bahan pengawet berbahaya dinilai sudah baik. Hasil analisis kualitatif terhadap formalin dan boraks pada bakso menunjukkan hasil negatif di semua sampel, dari minggu pertama hingga ketiga.
{"title":"Tingkat Pemahaman Pedagang Bakso Kota Denpasar terhadap Bahan Pengawet Formalin dan Boraks serta Kandungannya dalam Bakso","authors":"Andi Dewi Wulandari, I. Suardana, N. Suarsana","doi":"10.19087/imv.2022.11.2.159","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.2.159","url":null,"abstract":"Bakso merupakan produk olahan daging asal hewan yang sering ditemui di kalangan masyarakat karena rasanya yang enak, relatif murah, mudah disajikan, dan mudah ditemui. Pada tahap produksi, bakso seringkali ditambahkan bahan pengawet dengan maksud untuk memperpanjang masa simpan produk dalam 12-24 jam. Salah satu masalah yang dihadapi pedagang bakso yaitu produk bakso harus habis terjual sebelum mengalami pembusukan sehingga beberapa oknum ditemui mengawetkan produk dagangnya menggunakan bahan berbahaya seperti formalin dan boraks. Penggunaan formalin dan boraks dengan dosis terkecil pada makanan telah dilarang di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 33 tahun 2012, termasuk pada produk bakso. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman penjual bakso sekaligus mendeteksi secara kualitatif adanya senyawa formalin dan boraks yang dijual di sekitar pasar tradisional di Kota Denpasar. Sampel yang diidentifikasi diambil dari sembilan pedagang menetap, lima pedagang kaki lima, dan enam pedagang keliling selama tiga minggu berturut-turut. Tingkat pemahaman penjual diambil berdasarkan sejumlah pertanyaan kuisioner. Pemeriksaan kualitatif senyawa formalin dilakukan menggunakan reagen NaOH, natrium nitroprusida, dan fenylhidrazin, sedangkan, pemeriksaan kualitatif senyawa boraks dilakukan menggunakan uji kertas kurkumin. Hasil studi menunjukkan persepsi pedagang terhadap penggunaan bahan pengawet berbahaya dinilai sudah baik. Hasil analisis kualitatif terhadap formalin dan boraks pada bakso menunjukkan hasil negatif di semua sampel, dari minggu pertama hingga ketiga.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46837670","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-03-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.2.168
Martina Tiodora Sitohang, L. M. Sudimartini, A. Kendran, I. Suartha
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh madu trigona pada anjing penderita dermatitis yang diukur berdasarkan atas jumlah total dan diferensial leukosit. Objek yang digunakan adalah 14 ekor anjing penderita dermatitis yang dibagi menjadi tiga kelompok. Dua ekor anjing tanpa perlakuan sebagai kelompok I. Enam ekor anjing diberikan madu trigona segar 5 mL sebagai kelompok II dan enam ekor anjing lainnya diberikan madu kapsul 0,1 mg (1 kali sehari) per oral selama 35 hari sebagai kelompok III. Pemeriksaan total dan diferensial leukosit menggunakan mesin Auto Hematology Analyzer dan metode hapusan darah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total leukosit pada minggu ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5 secara berturut-turut adalah 31,15x103/µL, 11,25 x103/µL, 15,75x103/µL, 12,5x103/µL, 11,85x103/µL, 8,39x103/µL (K.I); 15,76x103/µL, 19,41x103/µL, 16,41x103/µL, 19,58x103/µL, 15,93x103/µL (K.II); 15,68x103/µL, 31,10x103/µL, 19,68x103/µL, 10,31x103/µL, 14,91x103/µL, 15,4x103/µL (K.III). Hasil diferensial leukosit monosit adalah 8%, 9,5%, 11%, 7,5%, 6,5%, 7,01% (K.I); 9,16%, 8,33%, 6%, 6,33%, 6,83%, 8,5% (K.II); 4,5%, 7%, 9,16%, 5,69%, 5,29%, 6,12% (K.III). Nilai eosinofil 3,5%, 8%, 13%, 10,5%, 6,5%, 9,23% (K.I); 5,33%, 11,83%, 11,16%, 12,6%, 9,1%, 11,6% (K.II); 4,5%, 4,5%, 7,83%, 7,7%, 8,8%, 15,94% (K.III). Nilai Limfosit 14%, 15%, 18%, 19%, 29%, 33,4% (K.I); 12,66%, 11,83%, 9,5%, 14,33%, 19,33%, 26,8% (K.II); 11,83%, 7,33%, 12,1%, 13,55%, 12,97%, 32,5% (K.III). Nilai neutrofil 74,6%, 68%, 58%, 60,5%, 58%, 48,1% (K.I); 72,83%, 68%, 72,5%, 65,83%, 64,6%, 53% (K.II); 79,16%, 81,16%, 70,83%, 71,2%, 71,5%, 43,9% (K.III). Hasil sidik ragam madu trigona segar dan kapsul yang diberikan kepada anjing penderita dermatitis tidak berpengaruh nyata terhadap total dan diferensial leukosit.
{"title":"Total dan Diferensial Sel Darah Putih Anjing Penderita Dermatitis Setelah Pemberian Madu Trigona Selama 35 Hari","authors":"Martina Tiodora Sitohang, L. M. Sudimartini, A. Kendran, I. Suartha","doi":"10.19087/imv.2022.11.2.168","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.2.168","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh madu trigona pada anjing penderita dermatitis yang diukur berdasarkan atas jumlah total dan diferensial leukosit. Objek yang digunakan adalah 14 ekor anjing penderita dermatitis yang dibagi menjadi tiga kelompok. Dua ekor anjing tanpa perlakuan sebagai kelompok I. Enam ekor anjing diberikan madu trigona segar 5 mL sebagai kelompok II dan enam ekor anjing lainnya diberikan madu kapsul 0,1 mg (1 kali sehari) per oral selama 35 hari sebagai kelompok III. Pemeriksaan total dan diferensial leukosit menggunakan mesin Auto Hematology Analyzer dan metode hapusan darah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total leukosit pada minggu ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5 secara berturut-turut adalah 31,15x103/µL, 11,25 x103/µL, 15,75x103/µL, 12,5x103/µL, 11,85x103/µL, 8,39x103/µL (K.I); 15,76x103/µL, 19,41x103/µL, 16,41x103/µL, 19,58x103/µL, 15,93x103/µL (K.II); 15,68x103/µL, 31,10x103/µL, 19,68x103/µL, 10,31x103/µL, 14,91x103/µL, 15,4x103/µL (K.III). Hasil diferensial leukosit monosit adalah 8%, 9,5%, 11%, 7,5%, 6,5%, 7,01% (K.I); 9,16%, 8,33%, 6%, 6,33%, 6,83%, 8,5% (K.II); 4,5%, 7%, 9,16%, 5,69%, 5,29%, 6,12% (K.III). Nilai eosinofil 3,5%, 8%, 13%, 10,5%, 6,5%, 9,23% (K.I); 5,33%, 11,83%, 11,16%, 12,6%, 9,1%, 11,6% (K.II); 4,5%, 4,5%, 7,83%, 7,7%, 8,8%, 15,94% (K.III). Nilai Limfosit 14%, 15%, 18%, 19%, 29%, 33,4% (K.I); 12,66%, 11,83%, 9,5%, 14,33%, 19,33%, 26,8% (K.II); 11,83%, 7,33%, 12,1%, 13,55%, 12,97%, 32,5% (K.III). Nilai neutrofil 74,6%, 68%, 58%, 60,5%, 58%, 48,1% (K.I); 72,83%, 68%, 72,5%, 65,83%, 64,6%, 53% (K.II); 79,16%, 81,16%, 70,83%, 71,2%, 71,5%, 43,9% (K.III). Hasil sidik ragam madu trigona segar dan kapsul yang diberikan kepada anjing penderita dermatitis tidak berpengaruh nyata terhadap total dan diferensial leukosit.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46087227","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-03-31DOI: 10.19087/imv.2022.11.2.187
Febyana Sidabutar, I. K. Ardana, I. K. Suada
Penggunaan asam organik sebagai pengganti antibiotik sangat efektif. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek pemberian kombinasi asam organik dan anorganik terhadap total eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit broiler. Perlakuan yang diberikan adalah P0 adalah broiler yang mendapat pakan tanpa kombinasi asam organik dan anorganik, P1 adalah broiler yang diberi pakan ditambah asam organik dan anorganik 1 g/kg pakan, P2 adalah broiler yang diberi pakan ditambah asam organik dan anorganik 2 g/kg pakan dan P3 adalah broiler yang diberi pakan ditambah asam organik dan anorganik 3 g/kg pakan. Hasil pengamatan dianalisis menggunakan hematology analyser, pemeriksaan sampel dilakukan di Balai Besar Veteriner Denpasar. Sampel yang digunakan adalah sampel darah dari 24 ekor broiler yang diberi perlakuan berbeda. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji sidik ragam. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa penambahan kombinasi asam organik dan anorganik asam organik dan anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap total eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai packed cell volume atau hematokrit (P>0,05). Dapat disimpulkan bahwa pemberian asam organik dan anorganik tidak memengaruhi (mempertahankan) total eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai packed cell volume broiler. Dapat disimpulkan bahwa pemberian tidak memengaruhi (mempertahankan) total eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai packed cell volume broiler.
{"title":"Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin, dan Nilai Packed Cell Volume Broiler Setelah Penambahan Acidifier Asam Organik dan Anorganik dalam Pakan","authors":"Febyana Sidabutar, I. K. Ardana, I. K. Suada","doi":"10.19087/imv.2022.11.2.187","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/imv.2022.11.2.187","url":null,"abstract":"Penggunaan asam organik sebagai pengganti antibiotik sangat efektif. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek pemberian kombinasi asam organik dan anorganik terhadap total eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit broiler. Perlakuan yang diberikan adalah P0 adalah broiler yang mendapat pakan tanpa kombinasi asam organik dan anorganik, P1 adalah broiler yang diberi pakan ditambah asam organik dan anorganik 1 g/kg pakan, P2 adalah broiler yang diberi pakan ditambah asam organik dan anorganik 2 g/kg pakan dan P3 adalah broiler yang diberi pakan ditambah asam organik dan anorganik 3 g/kg pakan. Hasil pengamatan dianalisis menggunakan hematology analyser, pemeriksaan sampel dilakukan di Balai Besar Veteriner Denpasar. Sampel yang digunakan adalah sampel darah dari 24 ekor broiler yang diberi perlakuan berbeda. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji sidik ragam. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa penambahan kombinasi asam organik dan anorganik asam organik dan anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap total eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai packed cell volume atau hematokrit (P>0,05). Dapat disimpulkan bahwa pemberian asam organik dan anorganik tidak memengaruhi (mempertahankan) total eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai packed cell volume broiler. Dapat disimpulkan bahwa pemberian tidak memengaruhi (mempertahankan) total eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai packed cell volume broiler.","PeriodicalId":13461,"journal":{"name":"Indonesia Medicus Veterinus","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42831653","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}