Catarina Budyono, Ainun Fatiha DP, Baiq Aliza K.I, I Gede Prabananda A
Hepatocellular carcinoma (HCC) is a primary liver cancer that occurs due to the abnormal growth of hepatocytes. HCC is one of the cancers with the highest prevalence and incidence in the world. The main risk factors for HCC in Indonesia are chronic infection with hepatitis B virus, hepatitis C virus, and liver cirrhosis. The selection of the appropriate treatment modality for each patient is based on several patient-specific characteristics, such as tumor size, location, portal vein thrombosis, and liver function. Treatment options for unresectable hepatocellular carcinoma include intra-arterial therapy, multikinase inhibitors, and immunotherapy. Determining the stage is an important part of managing HCC because it can determine the treatment. One of the staging systems is the Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) which categorizes HCC into 5 stages. Clinical severity criteria with BCLC stage are often used because they have good validity in predicting the prognosis of HCC patients.
{"title":"Treatment options for unresectable hepatocellular carcinoma","authors":"Catarina Budyono, Ainun Fatiha DP, Baiq Aliza K.I, I Gede Prabananda A","doi":"10.29303/jku.v10i4.604","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i4.604","url":null,"abstract":"Hepatocellular carcinoma (HCC) is a primary liver cancer that occurs due to the abnormal growth of hepatocytes. HCC is one of the cancers with the highest prevalence and incidence in the world. The main risk factors for HCC in Indonesia are chronic infection with hepatitis B virus, hepatitis C virus, and liver cirrhosis. The selection of the appropriate treatment modality for each patient is based on several patient-specific characteristics, such as tumor size, location, portal vein thrombosis, and liver function. Treatment options for unresectable hepatocellular carcinoma include intra-arterial therapy, multikinase inhibitors, and immunotherapy. Determining the stage is an important part of managing HCC because it can determine the treatment. One of the staging systems is the Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) which categorizes HCC into 5 stages. Clinical severity criteria with BCLC stage are often used because they have good validity in predicting the prognosis of HCC patients.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"113 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129536553","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Astrositoma adalah tumor otak primer yang berasal dari sel astrosit. Studi dilakukan dengan metode telaah literatur ilmiah dari berbagai sumber seperti google search dan google scholar dengan kata kuci yang relevan seperti “prevalensi astrositoma di indonesia”, “kejadian astrositoma di indonesia”, “prevalence astrositoma in indonesia”, dan “epidemiology primery brain tumor in indonesia”. Setelah membaca judul dan abstrak artikel yang ditemukan, didapatkan sebanyak lima artikel penelitian yang sesuai dengan kriteria.. Dari studi literatur ini didapatkan sebanyak 269 kasus astrositoma di beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2007-2018. Di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2007–2009 astrositoma paling banyak ditemukan pada pasien usia 20–34 tahun. Tahun 2010–2012 astrositoma paling banyak ditemukan pada pasien usia 31–40 tahun. Dan pada tahun 2013-2016 astrositoma paling banyak ditemukan pada pasien usia 46 hingga 55 tahun. Sedangkan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo pada tahun 2016 astrositoma paling banyak ditemukan pada pasien berusia 20-29 tahun. Astrositoma di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2007-2009 paling banyak berlokasi di frontal, tahun 2010-2012 paling banyak berlokasi di hemisfer serebri, dan tahun 2013-2016 paling banyak berlokasi di serebelum. Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo astrositoma paling banyak berlokasi di frontotemporal. Di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung astrositoma lebih sering ditemukan pada laki–laki sedangkan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo astrositoma lebih banyak ditemukan pada pasien perempuan
{"title":"Karakteristik Astrositoma di Indonesia","authors":"A. Nr, Rohadi Muhammad Rosyidi, Marie Yuni Andari","doi":"10.29303/jku.v10i4.609","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i4.609","url":null,"abstract":"Astrositoma adalah tumor otak primer yang berasal dari sel astrosit. Studi dilakukan dengan metode telaah literatur ilmiah dari berbagai sumber seperti google search dan google scholar dengan kata kuci yang relevan seperti “prevalensi astrositoma di indonesia”, “kejadian astrositoma di indonesia”, “prevalence astrositoma in indonesia”, dan “epidemiology primery brain tumor in indonesia”. Setelah membaca judul dan abstrak artikel yang ditemukan, didapatkan sebanyak lima artikel penelitian yang sesuai dengan kriteria.. Dari studi literatur ini didapatkan sebanyak 269 kasus astrositoma di beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2007-2018. \u0000Di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2007–2009 astrositoma paling banyak ditemukan pada pasien usia 20–34 tahun. Tahun 2010–2012 astrositoma paling banyak ditemukan pada pasien usia 31–40 tahun. Dan pada tahun 2013-2016 astrositoma paling banyak ditemukan pada pasien usia 46 hingga 55 tahun. Sedangkan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo pada tahun 2016 astrositoma paling banyak ditemukan pada pasien berusia 20-29 tahun. \u0000Astrositoma di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2007-2009 paling banyak berlokasi di frontal, tahun 2010-2012 paling banyak berlokasi di hemisfer serebri, dan tahun 2013-2016 paling banyak berlokasi di serebelum. Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo astrositoma paling banyak berlokasi di frontotemporal. Di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung astrositoma lebih sering ditemukan pada laki–laki sedangkan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo astrositoma lebih banyak ditemukan pada pasien perempuan ","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"89 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122778686","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar belakang: Corona virus of Disease (COVID-19) merupakan penyakit respirasi akut yang disebabkan oleh COVID-19 yang menyerang orgam paru-paru.. Masyarakat menganggap bahwa jenazah pasien covid dapat menyebarkan virus. Namun sebenarnya penanganan yang baik oleh tenaga medis pada jenazah pasien COVID-19 tidak akan memberikan penularan. Hal ini yang perlu dipahamkan kepada masyarakat. Di sini peran mahasiswa kedokteran sangat penting untuk dapat menyampaikan hal yang benar. Metode : Penelitian dilakukan menggunakan total sampling. Instrumen penelitian berupa kuisioner yang terdiri dari 4 aspek pengetahuan dan 1 aspek sikap. Aspek pengetahuan yang ingin digali adalah pengetahuan tentang informed consent terkait penatalaksanaan jenaah covid-19 Hasil dan kesimpulan : Secara umum pengetahuan dan sikap mahasiswa kedokteran terhadap penatalaksanaan jenazah pasien COVID-19 pada kategori cukup dan baik dengan rata-rata 81,6% untuk pengetahuan dan 46,5 % untuk sikap.
{"title":"Tingkat Pengetahuan dan Sikap tentang Metode Penatalaksanaan Jenazah Pasien COVID-19 pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Mataram","authors":"I. Harahap, Arfi Syamsun, Lenny Herlina","doi":"10.29303/jku.v10i4.644","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i4.644","url":null,"abstract":"Latar belakang: Corona virus of Disease (COVID-19) merupakan penyakit respirasi akut yang disebabkan oleh COVID-19 yang menyerang orgam paru-paru.. Masyarakat menganggap bahwa jenazah pasien covid dapat menyebarkan virus. Namun sebenarnya penanganan yang baik oleh tenaga medis pada jenazah pasien COVID-19 tidak akan memberikan penularan. Hal ini yang perlu dipahamkan kepada masyarakat. Di sini peran mahasiswa kedokteran sangat penting untuk dapat menyampaikan hal yang benar. \u0000Metode : Penelitian dilakukan menggunakan total sampling. Instrumen penelitian berupa kuisioner yang terdiri dari 4 aspek pengetahuan dan 1 aspek sikap. Aspek pengetahuan yang ingin digali adalah pengetahuan tentang informed consent terkait penatalaksanaan jenaah covid-19 \u0000Hasil dan kesimpulan : Secara umum pengetahuan dan sikap mahasiswa kedokteran terhadap penatalaksanaan jenazah pasien COVID-19 pada kategori cukup dan baik dengan rata-rata 81,6% untuk pengetahuan dan 46,5 % untuk sikap.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"203 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131681384","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
COVID-19 merupakan masalah yang dihadapi tidak hanya di Indonesia tetapi juga seluruh dunia. Dengan meningkatnya angka infeksi COVID-19 di masyarakat akan mengubah pelayanan Rumah Sakit (RS), dimana akan menerapkan promosi kesehatan yang ketat di lingkungan RS. Selain itu, RS selama pandemi ini seharusnya bersiap dalam memenuhi ketersediaan obat dan alat kesehatan terutama alat pelindung diri (APD) yang akan dipakai oleh tenaga kesehatan. Semua bidang pelayanan di RS seharusnya bersiap menghadapi pandemi ini, tidak kecuali pada layanan kateterisasi jantung. Unit kateterisasi jantung pada awal pandemi tidak melakukan pelayanan untuk mencegah penyebaran Covid-19, akan tetapi selanjutnya dibuka pelayanan unit tersebut dengan beberapa persyaratan. Dengan dibukanya layanan pada unit kateterisasi jantung, dibutuhkan obat, alat kesehatan bahan habis pakai dan APD yang tepat selama pandemi ini. Manajemen logitik RS terutama instalasi farmasi RS (IFRS) berperan dalam pengelolaan dan penyediaan obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan di RS. Diperlukan metode tertentu dalam pengelolaan tersebut, salah satunya dengan metode konsumsi. Makalah ini akan memberikan gambaran umum pengelolaan obat menggunakan metode konsumsi di laboratorium kateterisasi RS selama pandemi.
{"title":"Metode Konsumsi dalam Pengelolaan Persediaan Obat, Alkes BHP dan APD di Laboratorium Kateterisasi RS selama Pandemi","authors":"Sidhi Laksono","doi":"10.29303/jku.v10i4.575","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i4.575","url":null,"abstract":"COVID-19 merupakan masalah yang dihadapi tidak hanya di Indonesia tetapi juga seluruh dunia. Dengan meningkatnya angka infeksi COVID-19 di masyarakat akan mengubah pelayanan Rumah Sakit (RS), dimana akan menerapkan promosi kesehatan yang ketat di lingkungan RS. Selain itu, RS selama pandemi ini seharusnya bersiap dalam memenuhi ketersediaan obat dan alat kesehatan terutama alat pelindung diri (APD) yang akan dipakai oleh tenaga kesehatan. Semua bidang pelayanan di RS seharusnya bersiap menghadapi pandemi ini, tidak kecuali pada layanan kateterisasi jantung. Unit kateterisasi jantung pada awal pandemi tidak melakukan pelayanan untuk mencegah penyebaran Covid-19, akan tetapi selanjutnya dibuka pelayanan unit tersebut dengan beberapa persyaratan. Dengan dibukanya layanan pada unit kateterisasi jantung, dibutuhkan obat, alat kesehatan bahan habis pakai dan APD yang tepat selama pandemi ini. Manajemen logitik RS terutama instalasi farmasi RS (IFRS) berperan dalam pengelolaan dan penyediaan obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan di RS. Diperlukan metode tertentu dalam pengelolaan tersebut, salah satunya dengan metode konsumsi. Makalah ini akan memberikan gambaran umum pengelolaan obat menggunakan metode konsumsi di laboratorium kateterisasi RS selama pandemi. ","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"77 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130300295","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) adalah virus corona yang baru muncul, sangat menular, dan bersifat patogen. Hingga saat ini belum ada terapi definitif untuk infeksi SARS-CoV2 yang dikenal dengan COVID-19. Terapi suportif yang dapat dilakukan adalah pemberian suplementasi vitamin dan mineral dengan konsumsi vitamin C, vitamin D, dan Zinc. Beberapa penelitian menunjukkan pemberian vitamin C secara oral dan intravena dapat mengurangi peningkatan risiko komplikasi, mengurangi tingkat keparahan, mengatasi gejala maupun meningkatkan prognosis pasien dengan COVID-19.Vitamin D diketahui memiliki efek positif terhadap sistem imun tubuh dengan cara meredam proses inflamasi berlebihan. Zinc berpotensi mengurangi risiko infeksi SARS-CoV-2 dan memperpendek durasi dan tingkat keparahan penyakit.
{"title":"Tinjauan Pustaka: Pengaruh Vitamin C, Vitamin D, dan Zinc Terhadap COVID-19","authors":"Eva Hiikmatul Damayanti, Catarina Budyono","doi":"10.29303/jku.v10i4.597","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i4.597","url":null,"abstract":"Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) adalah virus corona yang baru muncul, sangat menular, dan bersifat patogen. Hingga saat ini belum ada terapi definitif untuk infeksi SARS-CoV2 yang dikenal dengan COVID-19. Terapi suportif yang dapat dilakukan adalah pemberian suplementasi vitamin dan mineral dengan konsumsi vitamin C, vitamin D, dan Zinc. Beberapa penelitian menunjukkan pemberian vitamin C secara oral dan intravena dapat mengurangi peningkatan risiko komplikasi, mengurangi tingkat keparahan, mengatasi gejala maupun meningkatkan prognosis pasien dengan COVID-19.Vitamin D diketahui memiliki efek positif terhadap sistem imun tubuh dengan cara meredam proses inflamasi berlebihan. Zinc berpotensi mengurangi risiko infeksi SARS-CoV-2 dan memperpendek durasi dan tingkat keparahan penyakit.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122310259","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Daun tekelan mengandung senyawa fenolik yang mendukung khasiatnya dalam penyembuhan luka. Potensi daun tekelan sebagai penyembuh luka perlu didukung melalui formulasi sediaan salep untuk memudahkan dalam penggunaan. Pemilihan basis salep akan berpengaruh terhadap efektivitas salep. Parameter yang penting dalam pemilihan basis salep adalah sifat fisik dan stabilitas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui stabilitas salep ekstrak daun tekelan pada variasi jenis basis.Salep ekstrak etanol daun tekelan dengan 4 jenis basis, yaitu basis hidrokarbon (F1), basis serap (F2), basis mudah dicuci (F3), dan basis larut air (F4) diuji stabilitasnya menggunakan metode mekanik dan freeze-thaw cycle. Uji stabilitas mekanik dilakukan dengan sentrifugasi sampel pada kecepatan 3750 rpm selama 30 menit, sedangkan uji freeze-thaw cycle dilakukan selama 12 hari (6 siklus). Sifat fisik salep yang meliputi organoleptis, pH, daya sebar, dan daya lekat sebelum dan sesudah freeze-thaw cycle dibandingkan dengan menggunakan uji beda. Hasil uji mekanik menunjukkan bahwa tidak terjadi pemisahan pada keempat jenis basis. Uji stabilitas dengan freeze-thaw cycle menunjukkan bahwa homogenitas dan organoleptis F1 dan F2 mengalami perubahan, sedangkan tidak berubah pada F3 dan F4. Nilai daya sebar pada semua formula tidak berbeda signifikan sebelum dan sesudah freeze-thaw cycle, sedangkan nilai daya lekat yang stabil hanya terjadi pada F4 (p-value=0,523). Formula F4 yang merupakan salep ekstrak daun tekelan dengan basis larut air memiliki stabilitas yang paling baik di antara basis yang lainnya.
{"title":"PHYSICAL STABILITY STUDY OF OINTMENT FROM LEAF EXTRACT OF TEKELAN (Chromolaena odorata L.) ON VARIOUS TYPES OF BASES","authors":"Susanti, Wahida Hajrin, Nisa Isneni Hanifa","doi":"10.29303/jku.v10i4.592","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i4.592","url":null,"abstract":"Daun tekelan mengandung senyawa fenolik yang mendukung khasiatnya dalam penyembuhan luka. Potensi daun tekelan sebagai penyembuh luka perlu didukung melalui formulasi sediaan salep untuk memudahkan dalam penggunaan. Pemilihan basis salep akan berpengaruh terhadap efektivitas salep. Parameter yang penting dalam pemilihan basis salep adalah sifat fisik dan stabilitas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui stabilitas salep ekstrak daun tekelan pada variasi jenis basis.Salep ekstrak etanol daun tekelan dengan 4 jenis basis, yaitu basis hidrokarbon (F1), basis serap (F2), basis mudah dicuci (F3), dan basis larut air (F4) diuji stabilitasnya menggunakan metode mekanik dan freeze-thaw cycle. Uji stabilitas mekanik dilakukan dengan sentrifugasi sampel pada kecepatan 3750 rpm selama 30 menit, sedangkan uji freeze-thaw cycle dilakukan selama 12 hari (6 siklus). Sifat fisik salep yang meliputi organoleptis, pH, daya sebar, dan daya lekat sebelum dan sesudah freeze-thaw cycle dibandingkan dengan menggunakan uji beda. Hasil uji mekanik menunjukkan bahwa tidak terjadi pemisahan pada keempat jenis basis. Uji stabilitas dengan freeze-thaw cycle menunjukkan bahwa homogenitas dan organoleptis F1 dan F2 mengalami perubahan, sedangkan tidak berubah pada F3 dan F4. Nilai daya sebar pada semua formula tidak berbeda signifikan sebelum dan sesudah freeze-thaw cycle, sedangkan nilai daya lekat yang stabil hanya terjadi pada F4 (p-value=0,523). Formula F4 yang merupakan salep ekstrak daun tekelan dengan basis larut air memiliki stabilitas yang paling baik di antara basis yang lainnya.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"390 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116649074","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar Belakang: Situasi pandemi Corona Virus Disease-19 (COVID-19) telah menjadi tantangan dalam manajemen penyakit bagi pasien diabetes mellitus (DM) sehingga meningkatkan risiko komplikasi, termasuk ketoasidosis diabetik (KAD). Kasus KAD telah dilaporkan meningkat selama pandemi dan dapat tercetuskan oleh COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien KAD sebelum dan saat pandemi di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Metode: Penelitian ini menggunakan desain deskriptif observasional dan pengambilan sampel dengan metode sampel total. Variabel yang diteliti mencakup demografi, klinis, hasil laboratorium, serta jenis infeksi. Hasil: 59 pasien masuk dalam kriteria (17 selama pandemi dan 42 sebelum pandemi). Usia dewasa (58,82% & 71,43%), perempuan (64,7% & 66,67), dan DM tipe 2 (58,82% & 71,43%) mendominasi di kedua kelompok. Selama pandemi, kasus KAD berat relatif tinggi (82,35% vs 76,19%). Mortalitas relatif menurun (23,52% vs 45,23%), tetapi masih lebih tinggi dibanding studi lainnya. Kadar glukosa darah, HbA1c, HCO3-, pCO2, dan leukosit relatif tinggi sebelum pandemi. Meski begitu, kami menemukan kadar pH, ketonuria, ureum, dan kreatinin yang lebih tinggi selama pandemi. Di antara kedua kelompok, hampir seluruh pasien memiliki riwayat infeksi yang mencetuskan KAD (94,11% & 92,85%) dengan sepsis sebagai jenis infeksi terbanyak. Tetapi, kami tidak menemukan infeksi Severe Acute Respiratory Syndrome-Corona Virus-2 (SARS-CoV-2) mencetuskan KAD pada studi ini. Kesimpulan: Pandemi COVID-19 memberikan dampak pada klinis serta luaran pasien KAD.
{"title":"Karakteristik Pasien Ketoasidosis Diabetik Sebelum dan Saat Pandemi COVID-19 di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda","authors":"Muhammad Wiryansyah, Yuliana Rahmah Retnaningrum","doi":"10.29303/jku.v10i3.554","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i3.554","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Situasi pandemi Corona Virus Disease-19 (COVID-19) telah menjadi tantangan dalam manajemen penyakit bagi pasien diabetes mellitus (DM) sehingga meningkatkan risiko komplikasi, termasuk ketoasidosis diabetik (KAD). Kasus KAD telah dilaporkan meningkat selama pandemi dan dapat tercetuskan oleh COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien KAD sebelum dan saat pandemi di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda \u0000Metode: Penelitian ini menggunakan desain deskriptif observasional dan pengambilan sampel dengan metode sampel total. Variabel yang diteliti mencakup demografi, klinis, hasil laboratorium, serta jenis infeksi. \u0000Hasil: 59 pasien masuk dalam kriteria (17 selama pandemi dan 42 sebelum pandemi). Usia dewasa (58,82% & 71,43%), perempuan (64,7% & 66,67), dan DM tipe 2 (58,82% & 71,43%) mendominasi di kedua kelompok. Selama pandemi, kasus KAD berat relatif tinggi (82,35% vs 76,19%). Mortalitas relatif menurun (23,52% vs 45,23%), tetapi masih lebih tinggi dibanding studi lainnya. Kadar glukosa darah, HbA1c, HCO3-, pCO2, dan leukosit relatif tinggi sebelum pandemi. Meski begitu, kami menemukan kadar pH, ketonuria, ureum, dan kreatinin yang lebih tinggi selama pandemi. Di antara kedua kelompok, hampir seluruh pasien memiliki riwayat infeksi yang mencetuskan KAD (94,11% & 92,85%) dengan sepsis sebagai jenis infeksi terbanyak. Tetapi, kami tidak menemukan infeksi Severe Acute Respiratory Syndrome-Corona Virus-2 (SARS-CoV-2) mencetuskan KAD pada studi ini. \u0000Kesimpulan: Pandemi COVID-19 memberikan dampak pada klinis serta luaran pasien KAD.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114820123","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Infeksi SARS-CoV-2 dapat menyebabkan disregulasi respons imunitas tubuh yang menimbulkan sekresi sitokin proinflamasi yang berlebihan, menyebabkan kondisi yang disebut sebagai badai sitokin. Badai sitokin ini memiliki peran penting dalam progresi penyakit COVID-19 karena dapat menyebabkan disfungsi multi organ, gangguan koagulasi, dan kematian. Sitokin proinflamasi yang paling banyak mengalami peningkatan selama badai sitokin pada pasien COVID-19 adalah IL-6. Dari pengetahuan ini, peneliti mulai mencari tahu kemungkinan digunakannya terapi inhibisi IL-6 sebagai bagian dari tata laksana COVID-19. Tiga macam terapi inhibisi IL-6 yang sedang diteliti adalah inhibitor reseptor IL-6, antagonis IL-6, dan inhibitor JAK. Ketiga agen terapi inhibisi IL-6 ini terbukti dapat memperbaiki klinis dan mengurangi mortalitas pasien COVID-19 dengan gejala berat. Akan tetapi, pemberian terapi inhibisi IL-6 masih belum memberikan hasil yang konsisten pada pasien COVID-19 yang disertai dengan gejala kritis sehingga pemberian pada kelompok ini harus lebih hati-hati. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas dan keamanan terapi ini harus tetap dilakukan.
{"title":"INTERLEUKIN-6 DAN POTENSI TERAPI INHIBISI INTERLEUKIN-6 DALAM TATA LAKSANA COVID-19","authors":"Fariz Nurwidya, Itsna Arifatuz Zulfiyah, Moulid Hidayat","doi":"10.29303/jku.v10i3.595","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i3.595","url":null,"abstract":"Infeksi SARS-CoV-2 dapat menyebabkan disregulasi respons imunitas tubuh yang menimbulkan sekresi sitokin proinflamasi yang berlebihan, menyebabkan kondisi yang disebut sebagai badai sitokin. Badai sitokin ini memiliki peran penting dalam progresi penyakit COVID-19 karena dapat menyebabkan disfungsi multi organ, gangguan koagulasi, dan kematian. Sitokin proinflamasi yang paling banyak mengalami peningkatan selama badai sitokin pada pasien COVID-19 adalah IL-6. Dari pengetahuan ini, peneliti mulai mencari tahu kemungkinan digunakannya terapi inhibisi IL-6 sebagai bagian dari tata laksana COVID-19. Tiga macam terapi inhibisi IL-6 yang sedang diteliti adalah inhibitor reseptor IL-6, antagonis IL-6, dan inhibitor JAK. Ketiga agen terapi inhibisi IL-6 ini terbukti dapat memperbaiki klinis dan mengurangi mortalitas pasien COVID-19 dengan gejala berat. Akan tetapi, pemberian terapi inhibisi IL-6 masih belum memberikan hasil yang konsisten pada pasien COVID-19 yang disertai dengan gejala kritis sehingga pemberian pada kelompok ini harus lebih hati-hati. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas dan keamanan terapi ini harus tetap dilakukan.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130111947","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar belakang: Retinopati diabetik (RD) merupakan penyebab kebutaan terbanyak pada pasien dengan diabetes mellitus (DM) di seluruh dunia. Prevalensi retinopati diabetik di Asia berkisar antara 10-43.1%. Indonesia diperkirakan berada dalam kisaran prevalensi tersebut walaupun belum ada data prevalensi secara nasional. Masih minimnya usaha deteksi dini RD sebagai bagian dari pencegahan kebutaan memberikan peluang makin tingginya angka kebutaan akibat RD di masa datang. Tujuan: untuk mengetahui prevalensi RD di kalangan penderita DM di komunitas Prolanis di kota Mataram. Metode: studi potong lintang deskriptif yang meliputi pemeriksaan visus dengan koreksi terbaik, tekanan bola mata, segmen anterior, funduskopi dan foto fundus. Diagnosis retinopati diabetik ditentukan berdasarkan kriteria ETDR yang terdiri dari non proliverative diabetic retinopathy (NPDR) dan proliverative diabetic retinopathy (PDR). Pemeriksaan fundus dilakukan oleh seorang dokter spesialis mata dan dilakukan foto fundus dengan atau tanpa pupil dilatasi di sebuah klinik mata di Mataram. Hasil: sebanyak 68 pasien dengan DM menjalani pemeriksaan dan didapatkan 19 kasus RD (28.36%). Karakteristik pasien dengan retinopati diabetik pada penelitian ini sebagian besar adalah perempuan, berusia 40-75 tahun, telah menderita DM selama lebih dari 10 tahun, tidak mengeluhkan gangguan penglihatan, tajam penglihatan dengan koreksi terbaik lebih baik dari 0.3 dan memiliki asuransi kesehatan. Simpulan: prevalensi RD pada komunitas Prolanis dengan diabetes melitus di kota Mataram sebanyak 28.36%.
{"title":"Prevalensi Retinopati Diabetik pada Penderita Diabetes Mellitus pada Komunitas Prolanis di Kota Mataram tahun 2018","authors":"M. Nasrul","doi":"10.29303/jku.v10i3.552","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i3.552","url":null,"abstract":"Latar belakang: Retinopati diabetik (RD) merupakan penyebab kebutaan terbanyak pada pasien dengan diabetes mellitus (DM) di seluruh dunia. Prevalensi retinopati diabetik di Asia berkisar antara 10-43.1%. Indonesia diperkirakan berada dalam kisaran prevalensi tersebut walaupun belum ada data prevalensi secara nasional. Masih minimnya usaha deteksi dini RD sebagai bagian dari pencegahan kebutaan memberikan peluang makin tingginya angka kebutaan akibat RD di masa datang. \u0000 \u0000Tujuan: untuk mengetahui prevalensi RD di kalangan penderita DM di komunitas Prolanis di kota Mataram. \u0000 \u0000Metode: studi potong lintang deskriptif yang meliputi pemeriksaan visus dengan koreksi terbaik, tekanan bola mata, segmen anterior, funduskopi dan foto fundus. Diagnosis retinopati diabetik ditentukan berdasarkan kriteria ETDR yang terdiri dari non proliverative diabetic retinopathy (NPDR) dan proliverative diabetic retinopathy (PDR). Pemeriksaan fundus dilakukan oleh seorang dokter spesialis mata dan dilakukan foto fundus dengan atau tanpa pupil dilatasi di sebuah klinik mata di Mataram. \u0000 \u0000Hasil: sebanyak 68 pasien dengan DM menjalani pemeriksaan dan didapatkan 19 kasus RD (28.36%). Karakteristik pasien dengan retinopati diabetik pada penelitian ini sebagian besar adalah perempuan, berusia 40-75 tahun, telah menderita DM selama lebih dari 10 tahun, tidak mengeluhkan gangguan penglihatan, tajam penglihatan dengan koreksi terbaik lebih baik dari 0.3 dan memiliki asuransi kesehatan. \u0000 \u0000Simpulan: prevalensi RD pada komunitas Prolanis dengan diabetes melitus di kota Mataram sebanyak 28.36%.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122353365","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Cisternografi radionuklida merupakan salah satu modalitas Kedokteran Nuklir untuk melihat dinamika cairan serebrospinal. Pemeriksaan ini dilakukan apabila diketahui adanya kontraindikasi untuk pemeriksaan menggunakan modalitas lain, juga dilakukan bila didapatkan hasil yang inconclusive dari pemeriksaan dengan modalitas lainnya. Bagaimana pemeriksaan tersebut dilakukan, prosedur dan beberapa contoh aplikasinya dalam kasus klinis akan disampaikan dalam tulisan ini.
{"title":"Cisternografi Radionuklida","authors":"Endah Indriani Wahyono","doi":"10.29303/jku.v10i3.572","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/jku.v10i3.572","url":null,"abstract":"Cisternografi radionuklida merupakan salah satu modalitas Kedokteran Nuklir untuk melihat dinamika cairan serebrospinal. Pemeriksaan ini dilakukan apabila diketahui adanya kontraindikasi untuk pemeriksaan menggunakan modalitas lain, juga dilakukan bila didapatkan hasil yang inconclusive dari pemeriksaan dengan modalitas lainnya. Bagaimana pemeriksaan tersebut dilakukan, prosedur dan beberapa contoh aplikasinya dalam kasus klinis akan disampaikan dalam tulisan ini.","PeriodicalId":135675,"journal":{"name":"Unram Medical Journal","volume":"68 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133182120","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}