Pub Date : 2022-04-28DOI: 10.14710/jnc.v11i2.33192
Savitri Intan Rachmasari, M. Mardiana
Latar belakang: Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun 2013 sampai dengan 2018 menunjukkan proporsi hipertensi di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu dari 25,8% menjadi 34,1%.Di Jawa Tengah, hipertensi menempati peringkat pertama dari seluruh Penyakit Tidak Menular yang dilaporkan, yaitu sebesar 68,6%. Kota Semarang tahun 2019 menunjukkan bahwa penyakit hipertensi menempati peringkat pertama untuk kasus Penyakit Tidak Menular di Puskesmas jumlah kasus sebanyak 232.180 kasus. Salah satu strategi penatalaksanaan penyakit hipertensi, yaitu dengan melakukan kegiatan konseling gizi dengan tujuan memperoleh pengetahuan yang baik. Media yang dipilih adalah booklet karena salah satu alat bantu yang tepat sesuai kebutuhan.Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling gizi dengan media booklet terhadap skor pengetahuan, sikap, asupan natrium, dan kalium pada pasien hipertensi.Metode: Jenis penelitian adalah quasi eksperimental design, dengan rancangan penelitian pretest-posttest with control group design. Subjek penelitian berjumlah 50 orang, terdiri atas 25 orang untuk kelompok kasus dan 25 orang untuk kelompok kontrol, yang dipilih dengan teknik random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, asupan natrium dan kalium. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner terstruktur, buku foto makanan, dan media booklet. Analisis data menggunakan Uji Wilcoxon dan Uji Mann-Whitney.Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan pada pengetahuan, sikap, asupan natrium dan kalium setelah diberikan konseling gizi dengan media booklet dengan nilai (p=0,015;p<0,05), (p=0,000;p<0,05), (p=0,10; p<0,05),dan (p=0,013; p<0,05).Simpulan: Konseling gizi dengan media booklet berpengaruh meningkatkan skor pengetahuan, sikap, asupan natrium dan kalium pada pasien hipertensi.
{"title":"PENGGUNAAN MEDIA BOOKLET DALAM KONSELING GIZI TERHADAP SKOR PENGETAHUAN, SIKAP, ASUPAN NATRIUM DAN KALIUM PADA PASIEN HIPERTENSI","authors":"Savitri Intan Rachmasari, M. Mardiana","doi":"10.14710/jnc.v11i2.33192","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jnc.v11i2.33192","url":null,"abstract":"Latar belakang: Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun 2013 sampai dengan 2018 menunjukkan proporsi hipertensi di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu dari 25,8% menjadi 34,1%.Di Jawa Tengah, hipertensi menempati peringkat pertama dari seluruh Penyakit Tidak Menular yang dilaporkan, yaitu sebesar 68,6%. Kota Semarang tahun 2019 menunjukkan bahwa penyakit hipertensi menempati peringkat pertama untuk kasus Penyakit Tidak Menular di Puskesmas jumlah kasus sebanyak 232.180 kasus. Salah satu strategi penatalaksanaan penyakit hipertensi, yaitu dengan melakukan kegiatan konseling gizi dengan tujuan memperoleh pengetahuan yang baik. Media yang dipilih adalah booklet karena salah satu alat bantu yang tepat sesuai kebutuhan.Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling gizi dengan media booklet terhadap skor pengetahuan, sikap, asupan natrium, dan kalium pada pasien hipertensi.Metode: Jenis penelitian adalah quasi eksperimental design, dengan rancangan penelitian pretest-posttest with control group design. Subjek penelitian berjumlah 50 orang, terdiri atas 25 orang untuk kelompok kasus dan 25 orang untuk kelompok kontrol, yang dipilih dengan teknik random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, asupan natrium dan kalium. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner terstruktur, buku foto makanan, dan media booklet. Analisis data menggunakan Uji Wilcoxon dan Uji Mann-Whitney.Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan pada pengetahuan, sikap, asupan natrium dan kalium setelah diberikan konseling gizi dengan media booklet dengan nilai (p=0,015;p<0,05), (p=0,000;p<0,05), (p=0,10; p<0,05),dan (p=0,013; p<0,05).Simpulan: Konseling gizi dengan media booklet berpengaruh meningkatkan skor pengetahuan, sikap, asupan natrium dan kalium pada pasien hipertensi.","PeriodicalId":16594,"journal":{"name":"Journal of Nutrition College","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78776004","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-28DOI: 10.14710/jnc.v11i2.33178
Vitria Melani, Putri Ronitawati, Prita Dhyani Swamilaksita, Laras Sitoayu, L. P. Dewanti, Fadilatunnisa Hayatunnufus
Latar belakang: Beberapa faktor yang memengaruhi produktivitas kerja guru yaitu makanan yang dikonsumsi dan status gizi. Konsumsi yang perlu diperhatikan adalah konsumsi makan siang dan jajanan.Tujuan: Menganalis hubungan konsumsi makan siang dan jajanan terhadap produktivitas kerja dan status gizi guruMetode: Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Oktober 2021 di SMK Pelita Ciampea Bogor. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan melibatkan 75 orang guru sebagai responden. Variabel yang diteliti meliputi karakteristik responden (usia, jenis kelamin, Pendidikan terakhir, dan lama bekerja), asupan makan siang dan jajanan, produktivitas kerja, dan status gizi guru. Analisis data menggunakan uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95%.Hasil: Rerata usia guru 40 tahun, sebagian besar berpendidikan sarjana, dan rata-rata lama bekerja selama 11 tahun. Sebagian besar guru belum memenuhi asupan makan siang dan jajanan sesuai kebutuhan yang dianjurkan. Sebagian besar guru memiliki produktivitas kerja yang sangat baik (86,7%). Sejumlah 48% guru mengalami gizi lebih, 46,7% gizi normal, dan 5,3% gizi kurang. Analisis korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi makan siang dengan produktivitas kerja dan status gizi (p>0,05) Pada asupan jajanan, hanya konsumsi karbohidrat jajanan yang memiliki korelasi signifikan dengan produktivitas kerja (r=-0,259; p=0,025).Simpulan: Konsumsi karbohidrat dari jajanan memiliki korelasi yang signifikan dengan produktivitas kerja guru. Semakin tinggi konsumsi karbohidrat dari jajanan, maka semakin rendah produktivitas kerja guru.
{"title":"KONSUMSI MAKAN SIANG DAN JAJANAN KAITANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA DAN STATUS GIZI GURU","authors":"Vitria Melani, Putri Ronitawati, Prita Dhyani Swamilaksita, Laras Sitoayu, L. P. Dewanti, Fadilatunnisa Hayatunnufus","doi":"10.14710/jnc.v11i2.33178","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jnc.v11i2.33178","url":null,"abstract":"Latar belakang: Beberapa faktor yang memengaruhi produktivitas kerja guru yaitu makanan yang dikonsumsi dan status gizi. Konsumsi yang perlu diperhatikan adalah konsumsi makan siang dan jajanan.Tujuan: Menganalis hubungan konsumsi makan siang dan jajanan terhadap produktivitas kerja dan status gizi guruMetode: Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Oktober 2021 di SMK Pelita Ciampea Bogor. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan melibatkan 75 orang guru sebagai responden. Variabel yang diteliti meliputi karakteristik responden (usia, jenis kelamin, Pendidikan terakhir, dan lama bekerja), asupan makan siang dan jajanan, produktivitas kerja, dan status gizi guru. Analisis data menggunakan uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95%.Hasil: Rerata usia guru 40 tahun, sebagian besar berpendidikan sarjana, dan rata-rata lama bekerja selama 11 tahun. Sebagian besar guru belum memenuhi asupan makan siang dan jajanan sesuai kebutuhan yang dianjurkan. Sebagian besar guru memiliki produktivitas kerja yang sangat baik (86,7%). Sejumlah 48% guru mengalami gizi lebih, 46,7% gizi normal, dan 5,3% gizi kurang. Analisis korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi makan siang dengan produktivitas kerja dan status gizi (p>0,05) Pada asupan jajanan, hanya konsumsi karbohidrat jajanan yang memiliki korelasi signifikan dengan produktivitas kerja (r=-0,259; p=0,025).Simpulan: Konsumsi karbohidrat dari jajanan memiliki korelasi yang signifikan dengan produktivitas kerja guru. Semakin tinggi konsumsi karbohidrat dari jajanan, maka semakin rendah produktivitas kerja guru. ","PeriodicalId":16594,"journal":{"name":"Journal of Nutrition College","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"75459219","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar Belakang: Kekurangan Energi Kronik (KEK) yang diukur dengan Lingkar Lengan Atas (LiLA) merupakan salah satu keadaan malgizi yang terjadi pada wanita usia subur (WUS). Banyak faktor yang mempengaruhi kondisi ini, beberapa yang diteliti dalam penelitian ini yaitu tingkat pendidikan dan diare.Tujuan: Mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan diare terhadap lingkar lengan atas WUS 15-19 tahun di provinsi-provinsi kepulauan di Indonesia (NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara dan Kepulauan Riau).Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan 3.838 WUS 15-19 tahun. Analisis data sekunder dari Riskesdas 2018 kemudian diolah pada Juni 2021 oleh peneliti. Data dianalisa menggunakan uji Regresi Linier Berganda Variabel Dummy dan uji Logistik Regresi untuk melihat apakah tingkat pendidikan dan diare merupakan faktor yang mempengaruhi risiko KEK.Hasil: Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan LiLA (p=0,001) dan berisiko terjadinya KEK pada WUS. Wanita usia subur dengan pendidikan rendah (SD dan SMP) yang pernah menderita diare lebih berisiko KEK dari WUS dengan pendidikan lebih tinggi (SMA). Walaupun demikian, tidak ada hubungan antara diare dengan LiLA (p=0,846) dan tidak mempengaruhi risiko KEK pada WUS.. WUS dengan pendidikan rendah (SD dan SMP) yang pernah menderita diare memiliki ukuran LiLA lebih kecil dari WUS dengan pendidikan lebih tinggi (SMA).Simpulan : WUS dengan pendidikan rendah (SD dan SMP) yang pernah menderita diare cenderung lebih berisiko KEK
{"title":"TINGKAT PENDIDIKAN, KEJADIAN DIARE DAN RISIKO KURANG ENERGI KRONIS PADA WANITA USIA SUBUR DI PROVINSI-PROVINSI KEPULAUAN DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2018)","authors":"Fikria Maharani Putri, Idrus Jus’at, Laras Sitoayu, Vitria Melani, Khairizka Citra Palupi","doi":"10.14710/jnc.v11i2.31901","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jnc.v11i2.31901","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Kekurangan Energi Kronik (KEK) yang diukur dengan Lingkar Lengan Atas (LiLA) merupakan salah satu keadaan malgizi yang terjadi pada wanita usia subur (WUS). Banyak faktor yang mempengaruhi kondisi ini, beberapa yang diteliti dalam penelitian ini yaitu tingkat pendidikan dan diare.Tujuan: Mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan diare terhadap lingkar lengan atas WUS 15-19 tahun di provinsi-provinsi kepulauan di Indonesia (NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara dan Kepulauan Riau).Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan 3.838 WUS 15-19 tahun. Analisis data sekunder dari Riskesdas 2018 kemudian diolah pada Juni 2021 oleh peneliti. Data dianalisa menggunakan uji Regresi Linier Berganda Variabel Dummy dan uji Logistik Regresi untuk melihat apakah tingkat pendidikan dan diare merupakan faktor yang mempengaruhi risiko KEK.Hasil: Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan LiLA (p=0,001) dan berisiko terjadinya KEK pada WUS. Wanita usia subur dengan pendidikan rendah (SD dan SMP) yang pernah menderita diare lebih berisiko KEK dari WUS dengan pendidikan lebih tinggi (SMA). Walaupun demikian, tidak ada hubungan antara diare dengan LiLA (p=0,846) dan tidak mempengaruhi risiko KEK pada WUS.. WUS dengan pendidikan rendah (SD dan SMP) yang pernah menderita diare memiliki ukuran LiLA lebih kecil dari WUS dengan pendidikan lebih tinggi (SMA).Simpulan : WUS dengan pendidikan rendah (SD dan SMP) yang pernah menderita diare cenderung lebih berisiko KEK","PeriodicalId":16594,"journal":{"name":"Journal of Nutrition College","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"75099329","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-28DOI: 10.14710/jnc.v11i2.33184
Dorothy Anita Putri Tarib Halawa, Toto Sudargo, Tri Siswati
Latar belakang: Konsumsi makanan dan aktivitas fisik merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi. Pemenuhan kebutuhan sarapan dapat mencegah terjadinya obesitas, sebaliknya makan malam yang terlambat cenderung meningkatkan risiko obesitas.Tujuan: Untuk mengetahui hubungan sarapan, aktivitas fisik dan makan malam dengan status gizi.Metode: Studi observasional dengan rancangan cross-sectional, pada bulan Januari-Februari 2017, di SMAN 11 Yogyakarta. Sampel sebanyak 121 orang, yang ditentukan dengan kriteria inklusi yaitu usia 15-18 tahun, tidak menjalani diet tertentu, tidak sedang puasa dan bersedia menjadi responden. Variabel bebas adalah sarapan, aktivitas fisik dan makan malam, masing-masing diukur dengan kuesioner kebiasaan sarapan selama 1 minggu, IPAQ (International Physical Activity Questionnaire) selama 1 minggu, food recall questionnaire 3 x 24 jam. Sarapan dikategorikan menjadi sering (≥ 4 hari) dan jarang (< 4 hari); aktivitas fisik dikategorikan menjadi kurang (≤1706 MET-menit/minggu) dan cukup (> 1706 MET-menit/minggu); makan malam dikategorikan menjadi lebih (> 25%) dan cukup (≥ 25%). Variabel terikat adalah status gizi yang dinilai dengan IMT/U. Data dianalisis dengan uji Chi-square.Hasil: Sebanyak 72,7% responden mempunyai status gizi normal, 78,5% mempunyai kebiasaan sarapan sering, 64,2% mempunyai jumlah asupan makan malam cukup, dan 50,4% mempunyai aktivitas fisik kurang. Hubungan antara sarapan, aktifitas fisik, dan makan malam dengan status gizi menunjukkan nilai p dan RP masing-masing (p=0,047, RP=2,1, CI 95% 1,0-4,1), (p=0,786, RP=0,9, CI 95% 0,4-1,8) dan (p=0,087, RP=0,5, CI 95% 0,2-1,1)Kesimpulan: Remaja yang jarang sarapan berisiko untuk menderita obesitas sebanyak 2,1 kali dibanding yang sering sarapan. Aktivitas fisik dan jumlah makan malam tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan status gizi.
背景:食物的摄入和体育活动是影响营养状况的直接因素。多吃早餐可以防止肥胖,而迟吃的晚餐则会增加肥胖的风险。目的:了解早餐、体育活动和营养状况的晚餐之间的关系。方法:2017年1月至2月,《日惹》第11章的交叉设计观察研究。根据15-18岁的包容标准,共有121个样本,他们没有饮食,没有禁食,愿意作为受访者。自由变量是早餐、身体活动和晚餐,每一种都是用一周的早餐习惯问卷、IPAQ(国际物理活动问题)、一周的食物回忆问题3×24小时来衡量的。早餐分为经常(≥4天)和罕见(< 4天);体育活动分为没有足够(1706≤MET-menit /周)和(1706 > MET-menit /周);晚餐分为足够(> 25%)和(≥25%)。绑定变量是由IMT/U判断的营养状态。数据是通过chi square测试分析的。结果:72.7%的受访者有正常的营养状况,78.5%有规律的早餐习惯,64.2%的人有足够的晚餐摄入量,50%的人缺乏体育活动。之间的关系和地位、身体活动和晚餐吃早餐营养指出彼此的p值和RP (p = 0.047 RP = 2.1, 95% CI 1,0-4,1), (p = 0.786, RP = 0.9, 95% CI 0,4-1,8(3)和(p = 0.087, RP = 0.5, 95% CI 0,2-1,1)结论:肥胖的青少年很少冒险早餐比经常吃早餐的2.1次。身体活动和晚餐数量与营养状况没有意义。
{"title":"MAKAN PAGI, AKTIVITAS FISIK, DAN MAKAN MALAM BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA","authors":"Dorothy Anita Putri Tarib Halawa, Toto Sudargo, Tri Siswati","doi":"10.14710/jnc.v11i2.33184","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jnc.v11i2.33184","url":null,"abstract":"Latar belakang: Konsumsi makanan dan aktivitas fisik merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi. Pemenuhan kebutuhan sarapan dapat mencegah terjadinya obesitas, sebaliknya makan malam yang terlambat cenderung meningkatkan risiko obesitas.Tujuan: Untuk mengetahui hubungan sarapan, aktivitas fisik dan makan malam dengan status gizi.Metode: Studi observasional dengan rancangan cross-sectional, pada bulan Januari-Februari 2017, di SMAN 11 Yogyakarta. Sampel sebanyak 121 orang, yang ditentukan dengan kriteria inklusi yaitu usia 15-18 tahun, tidak menjalani diet tertentu, tidak sedang puasa dan bersedia menjadi responden. Variabel bebas adalah sarapan, aktivitas fisik dan makan malam, masing-masing diukur dengan kuesioner kebiasaan sarapan selama 1 minggu, IPAQ (International Physical Activity Questionnaire) selama 1 minggu, food recall questionnaire 3 x 24 jam. Sarapan dikategorikan menjadi sering (≥ 4 hari) dan jarang (< 4 hari); aktivitas fisik dikategorikan menjadi kurang (≤1706 MET-menit/minggu) dan cukup (> 1706 MET-menit/minggu); makan malam dikategorikan menjadi lebih (> 25%) dan cukup (≥ 25%). Variabel terikat adalah status gizi yang dinilai dengan IMT/U. Data dianalisis dengan uji Chi-square.Hasil: Sebanyak 72,7% responden mempunyai status gizi normal, 78,5% mempunyai kebiasaan sarapan sering, 64,2% mempunyai jumlah asupan makan malam cukup, dan 50,4% mempunyai aktivitas fisik kurang. Hubungan antara sarapan, aktifitas fisik, dan makan malam dengan status gizi menunjukkan nilai p dan RP masing-masing (p=0,047, RP=2,1, CI 95% 1,0-4,1), (p=0,786, RP=0,9, CI 95% 0,4-1,8) dan (p=0,087, RP=0,5, CI 95% 0,2-1,1)Kesimpulan: Remaja yang jarang sarapan berisiko untuk menderita obesitas sebanyak 2,1 kali dibanding yang sering sarapan. Aktivitas fisik dan jumlah makan malam tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan status gizi.","PeriodicalId":16594,"journal":{"name":"Journal of Nutrition College","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74062739","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-28DOI: 10.14710/jnc.v11i2.33126
Astrid Wahyu Prihashinta, Dittasari Putriana
Latar belakang: Prevalensi gastritis di Jawa Tengah tahun 2014 sebesar 79,6%. Gastritis sering menyerang usia produktif (15-64 tahun), termasuk mahasiswa. Aktivitas dan jadwal perkuliahan yang cukup padat dapat meningkatkan risiko gastritis yang dipengaruhi oleh asupan dan pola makan mahasiswa, seperti asupan vitamin D dan frekuensi makan yang kurang.Tujuan: Menganalisis hubungan asupan vitamin D dan frekuensi makan dengan keluhan gejala gastritis pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)..Metode: Penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional, melibatkan 50 subjek berusia 21-23 tahun dari FH UMS. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling. Pengambilan data asupan vitamin D menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) selama tiga bulan terakhir, data frekuensi makan dan keluhan gejala gastritis diambil menggunakan kuesioner frekuensi makan dan keluhan gejala gastritis, pengisian dilakukan secara online dengan mengirimkan link googleform melalui whatsapp group. Analisis data menggunakan Pearson Product Moment dengan p < 0,05.Hasil: Lebih dari setengah subjek memiliki asupan vitamin D yang kurang (64%), dan keluhan gejala gastritis yang rutin (58%). Sebanyak 40% subjek memiliki frekuensi makan yang kurang baik. Terdapat hubungan antara asupan vitamin D (p<0,001, r= -0,651) dan frekuensi makan (p<0,001, r= -0,743) dengan keluhan gejala gastritis pada mahasiswa FH UMS.Simpulan: Terdapat hubungan antara asupan vitamin D dan frekuensi makan dengan keluhan gejala gastritis pada mahasiswa FH UMS. Diharapkan mahasiswa dapat menjaga frekuensi makan minimal 3x sehari, serta mencukupi kebutuhan vitamin D agar terhindar dari keluhan gejala gastritis.
{"title":"ASUPAN VITAMIN D, FREKUENSI MAKAN DAN KELUHAN GEJALA GASTRITIS PADA MAHASISWA","authors":"Astrid Wahyu Prihashinta, Dittasari Putriana","doi":"10.14710/jnc.v11i2.33126","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jnc.v11i2.33126","url":null,"abstract":"Latar belakang: Prevalensi gastritis di Jawa Tengah tahun 2014 sebesar 79,6%. Gastritis sering menyerang usia produktif (15-64 tahun), termasuk mahasiswa. Aktivitas dan jadwal perkuliahan yang cukup padat dapat meningkatkan risiko gastritis yang dipengaruhi oleh asupan dan pola makan mahasiswa, seperti asupan vitamin D dan frekuensi makan yang kurang.Tujuan: Menganalisis hubungan asupan vitamin D dan frekuensi makan dengan keluhan gejala gastritis pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)..Metode: Penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional, melibatkan 50 subjek berusia 21-23 tahun dari FH UMS. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling. Pengambilan data asupan vitamin D menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) selama tiga bulan terakhir, data frekuensi makan dan keluhan gejala gastritis diambil menggunakan kuesioner frekuensi makan dan keluhan gejala gastritis, pengisian dilakukan secara online dengan mengirimkan link googleform melalui whatsapp group. Analisis data menggunakan Pearson Product Moment dengan p < 0,05.Hasil: Lebih dari setengah subjek memiliki asupan vitamin D yang kurang (64%), dan keluhan gejala gastritis yang rutin (58%). Sebanyak 40% subjek memiliki frekuensi makan yang kurang baik. Terdapat hubungan antara asupan vitamin D (p<0,001, r= -0,651) dan frekuensi makan (p<0,001, r= -0,743) dengan keluhan gejala gastritis pada mahasiswa FH UMS.Simpulan: Terdapat hubungan antara asupan vitamin D dan frekuensi makan dengan keluhan gejala gastritis pada mahasiswa FH UMS. Diharapkan mahasiswa dapat menjaga frekuensi makan minimal 3x sehari, serta mencukupi kebutuhan vitamin D agar terhindar dari keluhan gejala gastritis.","PeriodicalId":16594,"journal":{"name":"Journal of Nutrition College","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"88339765","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-28DOI: 10.14710/jnc.v11i2.32197
Ika Nanda Ayuningtyas, A. F. A. Tsani, Aryu Candra, Fillah Fithra Dieny
heme. Ketersediaan sumber zat besi yang terbatas menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi anemia pada santriwati di pondok pesantren.Tujuan: Mengetahui perbedaan asupan zat besi hem dan non hem, vitamin B12 dan folat, serta asupan enhancer dan inhibitor zat besi berdasarkan status anemia pada santriwati.Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan 58 santriwati berusia 15-19 tahun yang dipilih dengan metode purposive sampling. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu anemia dan non anemia. Data Penilaian asupan zat besi, hem, dan non hem menggunakan kuesioner IRONIC FFQ sedangkan asupan vitamin B12, folat, enhancer (protein, vitamin C, zinc) dan inhibitor (fitat, tanin, kalsium) menggunakan kuesioner SQFFQ. Pengukuran kadar Hb dengan metode cyanmethemoglobin. Analisis bivariat menggunakan uji Independent T-test dan Mann Whitney.Hasil: Sembilan puluh satu koma empat persen asupan zat besi subjek tergolong kurang. Asupan zat besi pada kelompok non anemia lebih besar dari kelompok anemia. Pada kelompok anemia rerata asupan hem sebesar 0,4 mg dan asupan non hem sebesar 5,58 mg. Sedangkan pada kelompok non anemia, rerata asupan hem sebesar 0,94 mg dan asupan non hem sebesar 9,04 mg. Terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan zat besi total (p<0,001), besi hem (p<0,001) , besi non hem (p<0,001), serta asupan zinc, protein, vitamin B12 dan kalsium (p<0,05) berdasarkan status anemia.Simpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan zat besi hem, besi non hem, vitamin B12, protein, zinc dan kalsium berdasarkan status anemia.
{"title":"ANALISIS ASUPAN ZAT BESI HEME DAN NON HEME, VITAMIN B12 DAN FOLAT SERTA ASUPAN ENHANCER DAN INHIBITOR ZAT BESI BERDASARKAN STATUS ANEMIA PADA SANTRIWATI","authors":"Ika Nanda Ayuningtyas, A. F. A. Tsani, Aryu Candra, Fillah Fithra Dieny","doi":"10.14710/jnc.v11i2.32197","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jnc.v11i2.32197","url":null,"abstract":"heme. Ketersediaan sumber zat besi yang terbatas menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi anemia pada santriwati di pondok pesantren.Tujuan: Mengetahui perbedaan asupan zat besi hem dan non hem, vitamin B12 dan folat, serta asupan enhancer dan inhibitor zat besi berdasarkan status anemia pada santriwati.Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan 58 santriwati berusia 15-19 tahun yang dipilih dengan metode purposive sampling. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu anemia dan non anemia. Data Penilaian asupan zat besi, hem, dan non hem menggunakan kuesioner IRONIC FFQ sedangkan asupan vitamin B12, folat, enhancer (protein, vitamin C, zinc) dan inhibitor (fitat, tanin, kalsium) menggunakan kuesioner SQFFQ. Pengukuran kadar Hb dengan metode cyanmethemoglobin. Analisis bivariat menggunakan uji Independent T-test dan Mann Whitney.Hasil: Sembilan puluh satu koma empat persen asupan zat besi subjek tergolong kurang. Asupan zat besi pada kelompok non anemia lebih besar dari kelompok anemia. Pada kelompok anemia rerata asupan hem sebesar 0,4 mg dan asupan non hem sebesar 5,58 mg. Sedangkan pada kelompok non anemia, rerata asupan hem sebesar 0,94 mg dan asupan non hem sebesar 9,04 mg. Terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan zat besi total (p<0,001), besi hem (p<0,001) , besi non hem (p<0,001), serta asupan zinc, protein, vitamin B12 dan kalsium (p<0,05) berdasarkan status anemia.Simpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan zat besi hem, besi non hem, vitamin B12, protein, zinc dan kalsium berdasarkan status anemia.","PeriodicalId":16594,"journal":{"name":"Journal of Nutrition College","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74188449","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-28DOI: 10.14710/jnc.v11i2.33158
Michdarul Mizwar, D. Astiti, A. S. Aji, T. Siswati
Background: The prevalence of obesity has increased worldwide. Indonesia has also experienced a similar rising trend in obesity, especially in adolescents. The current phenomena is shifting mode of transportation from active to passive.Objective: The objective of the study was to determine the correlation between transportation mode and obesity in high school adolescents in Yogyakarta, Indonesia.Methods: A cross-sectional study was created and a total of 238 adolescent girls in class XI from all high schools/equivalents in Bantul, Yogyakarta Province, Indonesia was recruited. Data were collected in February-May 2017. Data characteristics, duration and mode of transportation were collected using a structured questionnaire. In addition, body mass index measured to determine obesity. A logistic regression analysis was performed using SPSS version 20.0.Results: Subjects who used passive transportation mode had a risk of having obesity (OR 5.63, 95% CI: 1.71-8.52). Furthermore, passive transport duration >15 minutes increased the risk of obesity (OR 2.51, 95% CI: 1.07-5.99), while active transport >15 minutes was a protective factor (OR: 0.21 95% CI: 0.19-0.89).Conclusions: There were correlation between the type and duration of the transportation mode used with obesity in adolescent girls.
{"title":"TRANSPORTATION MODE CHOICE AND OBESITY: A CROSS-SECTIONAL STUDY AT SENIOR HIGH SCHOOL FEMALE STUDENT IN YOGYAKARTA, INDONESIA","authors":"Michdarul Mizwar, D. Astiti, A. S. Aji, T. Siswati","doi":"10.14710/jnc.v11i2.33158","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jnc.v11i2.33158","url":null,"abstract":"Background: The prevalence of obesity has increased worldwide. Indonesia has also experienced a similar rising trend in obesity, especially in adolescents. The current phenomena is shifting mode of transportation from active to passive.Objective: The objective of the study was to determine the correlation between transportation mode and obesity in high school adolescents in Yogyakarta, Indonesia.Methods: A cross-sectional study was created and a total of 238 adolescent girls in class XI from all high schools/equivalents in Bantul, Yogyakarta Province, Indonesia was recruited. Data were collected in February-May 2017. Data characteristics, duration and mode of transportation were collected using a structured questionnaire. In addition, body mass index measured to determine obesity. A logistic regression analysis was performed using SPSS version 20.0.Results: Subjects who used passive transportation mode had a risk of having obesity (OR 5.63, 95% CI: 1.71-8.52). Furthermore, passive transport duration >15 minutes increased the risk of obesity (OR 2.51, 95% CI: 1.07-5.99), while active transport >15 minutes was a protective factor (OR: 0.21 95% CI: 0.19-0.89).Conclusions: There were correlation between the type and duration of the transportation mode used with obesity in adolescent girls.","PeriodicalId":16594,"journal":{"name":"Journal of Nutrition College","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76160588","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-28DOI: 10.14710/jnc.v11i2.31767
Liesty Kurnia Ratri, Chatarina Devi Aristi Nugraha, N. Rahma, Diana Nur Afifah
Latar belakang: Tangkai terong (Solanum melongena) merupakan limbah dan biasanya dibuang karena tidak dapat dimanfaatkan kembali. Namun, berdasarkan beberapa penelitian melaporkan bahwa tangkai terong memiliki kandungan antioksidan dalam bentuk senyawa fenolik yang paling tinggi jika dibandingkan dengan bagian terong lainnya.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa bioaktif ekstrak tangkai terong dan efektivitasnya melalui uji fenolik, flavonoid, IC50, dan uji in vitro daya hambat denaturasi protein.Metode: Tangkai terong diperoleh dari kecamatan Bandungan, kabupaten Semarang. Penelitian ini dilakukan secara in vitro. Ekstraksi tangkai terong dilakukan menggunakan metode maserasi dengan pelarut etil asetat. Pengujian total fenolik menggunakan metode Folin-Ciocalteau, total flavonoid diuji menggunakan standar quersetin dan rutin, pengujian IC50 menggunakan DPPH, dan daya hambat denaturasi protein dilakukan menggunakan albumin sebagai kontrol dan natrium diklofenak sebagai kontrol positif.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa total fenolik ekstrak tangkai terong sebesar 190,47 mgGAE/g yang tergolong tinggi, total flavonoid berdasarkan standar quersetin dan rutin sebesar 62,38 mgQE/g dan 427,61 mgRE/g yang tergolong tinggi, uji IC50 ekstrak tangkai terong menunjukan nilai 255 ppm dan dikategorikan aktivitas antioksidannya sangat lemah, dan berdasarkan uji daya hambat denaturasi protein pada menit ke-30, persen denaturasi ekstrak tangkai terong, natrium diklofenak, dan albumin sebesar 14,70%, 1,30%, dan 25,84%.Simpulan: Ekstrak tangkai terong tinggi akan kandungan fenolik dan flavonoid tetapi aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC50 tergolong sangat lemah. Ekstrak tangkai terong memiliki daya hambat denaturasi protein yang cukup baik. Penguji efektivitas tangkai terong secara in vivo sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
{"title":"POTENSI TANGKAI TERONG (Solanum melongena) SEBAGAI IMMUNE BOOSTER","authors":"Liesty Kurnia Ratri, Chatarina Devi Aristi Nugraha, N. Rahma, Diana Nur Afifah","doi":"10.14710/jnc.v11i2.31767","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jnc.v11i2.31767","url":null,"abstract":"Latar belakang: Tangkai terong (Solanum melongena) merupakan limbah dan biasanya dibuang karena tidak dapat dimanfaatkan kembali. Namun, berdasarkan beberapa penelitian melaporkan bahwa tangkai terong memiliki kandungan antioksidan dalam bentuk senyawa fenolik yang paling tinggi jika dibandingkan dengan bagian terong lainnya.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa bioaktif ekstrak tangkai terong dan efektivitasnya melalui uji fenolik, flavonoid, IC50, dan uji in vitro daya hambat denaturasi protein.Metode: Tangkai terong diperoleh dari kecamatan Bandungan, kabupaten Semarang. Penelitian ini dilakukan secara in vitro. Ekstraksi tangkai terong dilakukan menggunakan metode maserasi dengan pelarut etil asetat. Pengujian total fenolik menggunakan metode Folin-Ciocalteau, total flavonoid diuji menggunakan standar quersetin dan rutin, pengujian IC50 menggunakan DPPH, dan daya hambat denaturasi protein dilakukan menggunakan albumin sebagai kontrol dan natrium diklofenak sebagai kontrol positif.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa total fenolik ekstrak tangkai terong sebesar 190,47 mgGAE/g yang tergolong tinggi, total flavonoid berdasarkan standar quersetin dan rutin sebesar 62,38 mgQE/g dan 427,61 mgRE/g yang tergolong tinggi, uji IC50 ekstrak tangkai terong menunjukan nilai 255 ppm dan dikategorikan aktivitas antioksidannya sangat lemah, dan berdasarkan uji daya hambat denaturasi protein pada menit ke-30, persen denaturasi ekstrak tangkai terong, natrium diklofenak, dan albumin sebesar 14,70%, 1,30%, dan 25,84%.Simpulan: Ekstrak tangkai terong tinggi akan kandungan fenolik dan flavonoid tetapi aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC50 tergolong sangat lemah. Ekstrak tangkai terong memiliki daya hambat denaturasi protein yang cukup baik. Penguji efektivitas tangkai terong secara in vivo sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.","PeriodicalId":16594,"journal":{"name":"Journal of Nutrition College","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"81401083","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-01-31DOI: 10.14710/jnc.v11i1.31960
Hesti Permata Sari, Imelda Natalia, Afina Rachma Sulistyaning, F. Farida
ABSTRAK Latar Belakang: Stunting merupakan terhambatnya tumbuh kembang yang ditandai nilai Z-score indeks PB/U atau TB/U <-2SD. Stunting menjadi masalah utama di Indonesia dengan persentase balita stunting di tahun 2018 mencapai 30%. Banyumas merupakan kabupaten kedua dengan prevalensi balita stunting terbanyak di Jawa Tengah. Stunting disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya asupan protein hewani, higiene sanitasi rumah yang buruk, dan pola asuh yang kurang tepat.Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan keragaman asupan protein hewani, pola asuh makan, dan higiene sanitasi rumah terhadap kejadian stunting anak balita.Metode: Rancangan penelitian berupa observasi analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sampel berjumlah 61 anak balita, ditentukan menggunakan simple random sampling pada balita berusia 12-59 bulan di Desa Karanglewas, Kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah. Pengambilan data menggunakan kuesioner FFQ, CFQ, dan observasi rumah sehat. Data dianalisis menggunakan Pearson Product Moment, kemudian dilanjutkan dengan uji regresi linier berganda.Hasil : Keragaman asupan protein hewani pada responden tidak berbeda jauh (50,8% rendah dan 49,2% tinggi). Sebagian besar responden mendapatkan pola asuh makan tepat (98,4%), tetapi higiene sanitasi rumah masih rendah (70,5%). Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan keragaman asupan protein hewani terhadap kejadian stunting pada anak balita (p=0,024, r=0,289). Namun tidak terdapat hubungan pola asuh makan (p=0,327) dan higiene sanitasi rumah (p=0,103) terhadap kejadian stunting pada anak balita. Uji multivariat menunjukkan keragaman asupan protein hewani dan higiene sanitasi rumah secara bersama-sama mempengaruhi kejadian stunting (p=0,038, r2=0,102).Simpulan: Terdapat hubungan keragaman asupan protein hewani terhadap kejadian stunting. Keragaman asupan protein hewani dan higinene sanitasi rumah mempengaruhi kejadian stunting apabila terjadi bersama-sama.
{"title":"HUBUNGAN KERAGAMAN ASUPAN PROTEIN HEWANI, POLA ASUH MAKAN, DAN HIGIENE SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN STUNTING","authors":"Hesti Permata Sari, Imelda Natalia, Afina Rachma Sulistyaning, F. Farida","doi":"10.14710/jnc.v11i1.31960","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jnc.v11i1.31960","url":null,"abstract":"ABSTRAK Latar Belakang: Stunting merupakan terhambatnya tumbuh kembang yang ditandai nilai Z-score indeks PB/U atau TB/U <-2SD. Stunting menjadi masalah utama di Indonesia dengan persentase balita stunting di tahun 2018 mencapai 30%. Banyumas merupakan kabupaten kedua dengan prevalensi balita stunting terbanyak di Jawa Tengah. Stunting disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya asupan protein hewani, higiene sanitasi rumah yang buruk, dan pola asuh yang kurang tepat.Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan keragaman asupan protein hewani, pola asuh makan, dan higiene sanitasi rumah terhadap kejadian stunting anak balita.Metode: Rancangan penelitian berupa observasi analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sampel berjumlah 61 anak balita, ditentukan menggunakan simple random sampling pada balita berusia 12-59 bulan di Desa Karanglewas, Kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah. Pengambilan data menggunakan kuesioner FFQ, CFQ, dan observasi rumah sehat. Data dianalisis menggunakan Pearson Product Moment, kemudian dilanjutkan dengan uji regresi linier berganda.Hasil : Keragaman asupan protein hewani pada responden tidak berbeda jauh (50,8% rendah dan 49,2% tinggi). Sebagian besar responden mendapatkan pola asuh makan tepat (98,4%), tetapi higiene sanitasi rumah masih rendah (70,5%). Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan keragaman asupan protein hewani terhadap kejadian stunting pada anak balita (p=0,024, r=0,289). Namun tidak terdapat hubungan pola asuh makan (p=0,327) dan higiene sanitasi rumah (p=0,103) terhadap kejadian stunting pada anak balita. Uji multivariat menunjukkan keragaman asupan protein hewani dan higiene sanitasi rumah secara bersama-sama mempengaruhi kejadian stunting (p=0,038, r2=0,102).Simpulan: Terdapat hubungan keragaman asupan protein hewani terhadap kejadian stunting. Keragaman asupan protein hewani dan higinene sanitasi rumah mempengaruhi kejadian stunting apabila terjadi bersama-sama.","PeriodicalId":16594,"journal":{"name":"Journal of Nutrition College","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"79290999","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-01-31DOI: 10.14710/jnc.v11i1.32573
Edwin Agung Prayoga, Arwinda Nugraheni, Enny Probosari, A. Syauqy
Latar Belakang: Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskuler dan menjadi salah satu beban kesehatan global yang paling penting. Kurma Ajwa memiliki kandungan flavonoid yang diketahui memiliki efek menurunkan tekanan darah. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian kurma Ajwa terhadap tekanan darah dengan mengetahui perbedaan penurunan tekanan darah setelah pemberian kurma Ajwa antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.Metode: Desain penelitian ini menggunakan Randomized Controlled Trial (RCT) dua kelompok dengan teknik systematic random sampling. Sebanyak 40 subjek berusia >60 tahun ikut dalam penelitian ini. Subjek secara acak dibagi menjadi dua kelompok: kelompok perlakuan yang menerima intervensi kurma Ajwa (20 sampel) dan yang lainnya adalah kelompok kontrol (20 sampel). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pengukuran tekanan darah, dan pengukuran antropometri. Tekanan darah diukur sebelum, selama dan sesudah pemberian kurma Ajwa 100 g / hari selama 6 minggu. Data dianalisis dengan independent t test, uji Mann-Whitney, Wilcoxon, dan ANCOVA.Hasil: Terdapat perbedaan penurunan tekanan darah sistolik (p < 0,001) dan diastolik (p < 0,001) setelah pemberian kurma Ajwa antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol . Tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok perlakuan rata-rata turun sebesar 14 mmHg dan 8,5 mmHg. Tidak ada variabel perancu yang berpengaruh signifikan terhadap penurunan tekanan darah dalam penelitian ini.Simpulan: Pemberian kurma Ajwa 100 g / hari selama 6 minggu berpengaruh signifikan terhadap penurunan tekanan darah pada lansia.
{"title":"PENGARUH PEMBERIAN KURMA AJWA (PHOENIX DACTYLIFERA) TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA","authors":"Edwin Agung Prayoga, Arwinda Nugraheni, Enny Probosari, A. Syauqy","doi":"10.14710/jnc.v11i1.32573","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jnc.v11i1.32573","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskuler dan menjadi salah satu beban kesehatan global yang paling penting. Kurma Ajwa memiliki kandungan flavonoid yang diketahui memiliki efek menurunkan tekanan darah. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian kurma Ajwa terhadap tekanan darah dengan mengetahui perbedaan penurunan tekanan darah setelah pemberian kurma Ajwa antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.Metode: Desain penelitian ini menggunakan Randomized Controlled Trial (RCT) dua kelompok dengan teknik systematic random sampling. Sebanyak 40 subjek berusia >60 tahun ikut dalam penelitian ini. Subjek secara acak dibagi menjadi dua kelompok: kelompok perlakuan yang menerima intervensi kurma Ajwa (20 sampel) dan yang lainnya adalah kelompok kontrol (20 sampel). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pengukuran tekanan darah, dan pengukuran antropometri. Tekanan darah diukur sebelum, selama dan sesudah pemberian kurma Ajwa 100 g / hari selama 6 minggu. Data dianalisis dengan independent t test, uji Mann-Whitney, Wilcoxon, dan ANCOVA.Hasil: Terdapat perbedaan penurunan tekanan darah sistolik (p < 0,001) dan diastolik (p < 0,001) setelah pemberian kurma Ajwa antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol . Tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok perlakuan rata-rata turun sebesar 14 mmHg dan 8,5 mmHg. Tidak ada variabel perancu yang berpengaruh signifikan terhadap penurunan tekanan darah dalam penelitian ini.Simpulan: Pemberian kurma Ajwa 100 g / hari selama 6 minggu berpengaruh signifikan terhadap penurunan tekanan darah pada lansia.","PeriodicalId":16594,"journal":{"name":"Journal of Nutrition College","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"91382388","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}