Pub Date : 2023-12-31DOI: 10.19087/jveteriner.2022.23.4.441
Fitri Ariyani, E. Handharyani, L. N. Sutardi
Luka merupakan terjadinya kerusakan jaringan kulit yang disebabkan oleh trauma fisik atau trauma mekanis. Secara alami, penyembuhan luka terjadi sesaat setelah terjadinya luka. Penyembuhan luka dibagi menjadi empat fase yaitu fase hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengobservasi penyembuhan luka yang diberi sediaan gel nanopartikel temu putih (Curcuma zedoaria) dengan melihat gambaran makroskopik dan mikroskopik. Pembuatan luka dilakukan pada 24 ekor tikus Sprague dawley dengan sayatan hingga lapisan dermis sepanjang ± 3 cm dan dijahit dengan jahitan sederhana (simple suture). Tikus dibagi menjadi empat kelompok yaitu kontrol positif (C1), kontrol negatif (C2), pemberian sediaan gel nanopartikel ekstrak temu putih 0,75% (K1) dan pemberian sediaan gel nanopartikel ekstrak temu putih 1,5% (K2). Pemberian sediaan gel dilakukan selama tujuh hari. Pengamatan makroskopik dilakukan pada hari ke-1, 3, 5, dan 7. Pembuatan preparat histopatologi dilakukan pada hari ke-8 dan dilakukan pewarnaan hematoksilin eosin (HE). Parameter pengamatan mikroskopik adalah keropeng, pembentukan epitel, dan neovaskularisasi. Hasil pengamatan makroskopik menunjukkan kelompok perlakuan memiliki penyembuhan luka yang lebih cepat dan tidak adanya respons rasa nyeri, sedangkan kelompok kontrol menunjukkan adanya respons rasa nyeri. Hasil evaluasi mikroskopis dengan pewarnaan HE menunjukkan masih adanya keropeng, perbaikan struktur kulit, dan infiltrasi sel radang yang lebih sedikit pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol. Secara keseluruhan, penyembuhan luka pada kelompok perlakuan nanopartikel ekstrak temu putih menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol.
{"title":"Wound Healing Using White Turmeric (Curcuma zedoaria) Extract Nanoparticles: Macroscopic and Microscopic Observation","authors":"Fitri Ariyani, E. Handharyani, L. N. Sutardi","doi":"10.19087/jveteriner.2022.23.4.441","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/jveteriner.2022.23.4.441","url":null,"abstract":"Luka merupakan terjadinya kerusakan jaringan kulit yang disebabkan oleh trauma fisik atau trauma mekanis. Secara alami, penyembuhan luka terjadi sesaat setelah terjadinya luka. Penyembuhan luka dibagi menjadi empat fase yaitu fase hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengobservasi penyembuhan luka yang diberi sediaan gel nanopartikel temu putih (Curcuma zedoaria) dengan melihat gambaran makroskopik dan mikroskopik. Pembuatan luka dilakukan pada 24 ekor tikus Sprague dawley dengan sayatan hingga lapisan dermis sepanjang ± 3 cm dan dijahit dengan jahitan sederhana (simple suture). Tikus dibagi menjadi empat kelompok yaitu kontrol positif (C1), kontrol negatif (C2), pemberian sediaan gel nanopartikel ekstrak temu putih 0,75% (K1) dan pemberian sediaan gel nanopartikel ekstrak temu putih 1,5% (K2). Pemberian sediaan gel dilakukan selama tujuh hari. Pengamatan makroskopik dilakukan pada hari ke-1, 3, 5, dan 7. Pembuatan preparat histopatologi dilakukan pada hari ke-8 dan dilakukan pewarnaan hematoksilin eosin (HE). Parameter pengamatan mikroskopik adalah keropeng, pembentukan epitel, dan neovaskularisasi. Hasil pengamatan makroskopik menunjukkan kelompok perlakuan memiliki penyembuhan luka yang lebih cepat dan tidak adanya respons rasa nyeri, sedangkan kelompok kontrol menunjukkan adanya respons rasa nyeri. Hasil evaluasi mikroskopis dengan pewarnaan HE menunjukkan masih adanya keropeng, perbaikan struktur kulit, dan infiltrasi sel radang yang lebih sedikit pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol. Secara keseluruhan, penyembuhan luka pada kelompok perlakuan nanopartikel ekstrak temu putih menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol.","PeriodicalId":17749,"journal":{"name":"Jurnal Veteriner","volume":" 644","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139136685","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-12-31DOI: 10.19087/jveteriner.2022.23.4.474
Fitria Senja Murtiningrum, S. Widodo, R. H. Soehartono, D. Rahmiati, Deni Noviana
Anjing kintamani adalah plasma nutfah asli Indonesia yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Anjing kintamani telah terdaftar secara resmi sebagai Indonesian native world dog oleh Fédération Cynologique Internationale (FCI) pada 20 Februari 2019 dengan nama ras Anjing Kintamani-Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi radiogram sendi siku pada anjing kintamani. Sampel yang digunakan adalah radiogram dari 34 ekor anjing kintamani berumur 12 sampai 24 bulan, yang terdiri dari 19 ekor anjing jantan dan 15 ekor anjing betina. Radiogram kaki depan diambil dengan dua posisi pengambilan, yaitu mediolateral flexion 15° dan cranicaudal pronation 15°. Radiogram diambil dengan digital dan computerized radiografi, kemudian dilakukan interpretasi dan analisis menggunakan software Digimizer. Interpretasi sendi siku anjing kintamani dilakukan secara deskriptif berdasarkan adanya lesi primer dan atau osteoarthrosis. Selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif mengenai struktur anatomi normal sendi siku anjing kintamani sesuai standar yang ditetapkan oleh FCI. Berdasarkan skor penilaian FCI untuk kaki depan, 33 ekor anjing kintamani dinilai normal (FCI grade 0). Hanya satu ekor anjing kintamani yang dinilai axmengalami elbow dysplasia ringan (FCI grade 1), yang ditunjukkan dengan adanya osteofit <2 mm. Pengetahuan lengkap mengenai interpretasi radiografi sendi siku sangat diperlukan dalam menentukan prognosis elbow dysplasia dalam rangka mendukung upaya pengembangbiakan anjing kintamani sebagai anjing asli pertama Indonesia yang diakui sebagai anjing ras dunia (the first Indonesian native world dog).
{"title":"Karakteristik Sendi Siku Anjing Kintamani Dengan Teknik Pencitraan Radiografi","authors":"Fitria Senja Murtiningrum, S. Widodo, R. H. Soehartono, D. Rahmiati, Deni Noviana","doi":"10.19087/jveteriner.2022.23.4.474","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/jveteriner.2022.23.4.474","url":null,"abstract":"Anjing kintamani adalah plasma nutfah asli Indonesia yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Anjing kintamani telah terdaftar secara resmi sebagai Indonesian native world dog oleh Fédération Cynologique Internationale (FCI) pada 20 Februari 2019 dengan nama ras Anjing Kintamani-Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi radiogram sendi siku pada anjing kintamani. Sampel yang digunakan adalah radiogram dari 34 ekor anjing kintamani berumur 12 sampai 24 bulan, yang terdiri dari 19 ekor anjing jantan dan 15 ekor anjing betina. Radiogram kaki depan diambil dengan dua posisi pengambilan, yaitu mediolateral flexion 15° dan cranicaudal pronation 15°. Radiogram diambil dengan digital dan computerized radiografi, kemudian dilakukan interpretasi dan analisis menggunakan software Digimizer. Interpretasi sendi siku anjing kintamani dilakukan secara deskriptif berdasarkan adanya lesi primer dan atau osteoarthrosis. Selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif mengenai struktur anatomi normal sendi siku anjing kintamani sesuai standar yang ditetapkan oleh FCI. Berdasarkan skor penilaian FCI untuk kaki depan, 33 ekor anjing kintamani dinilai normal (FCI grade 0). Hanya satu ekor anjing kintamani yang dinilai axmengalami elbow dysplasia ringan (FCI grade 1), yang ditunjukkan dengan adanya osteofit <2 mm. Pengetahuan lengkap mengenai interpretasi radiografi sendi siku sangat diperlukan dalam menentukan prognosis elbow dysplasia dalam rangka mendukung upaya pengembangbiakan anjing kintamani sebagai anjing asli pertama Indonesia yang diakui sebagai anjing ras dunia (the first Indonesian native world dog).","PeriodicalId":17749,"journal":{"name":"Jurnal Veteriner","volume":"69 4","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139130714","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-12-31DOI: 10.19087/jveteriner.2022.23.4.566
Arman Sayuti, Rian Ferdiyan, B. Panjaitan, Razali Daud, Christopher R. Stremme, R. Ridwan, Rossa Rika Wahyuni, Rika Marwati, Mirranda Fallatanza, Mulyadi Adam, Teguh Tr, Rosmaidar Rosmaidar, Hafizuddin Hafizuddin
Seekor gajah sumatra berumur sekitar delapan tahun, berjenis kelamin jantan didiagnosis mengalami luka akut accidental akibat jeratan kabel baja pada kaki depan kanan bagian distal (sendi radiokarpal). Kondisi umum fisiologis gajah masih dalam batas normal dan keadaan luka belum memperlihatkan tanda-tanda patologis yang parah sehingga prognosis mengarah ke fausta. Penanganan luka jeratan dilakukan dengan pendekatan konservatif sesuai prosedur. Perawatan satwa gajah dan monitoring kesembuhan dilaksanakan di Pusat Konservasi Gajah Saree, Aceh Besar. Pemeriksaan lanjutan berupa hematologi rutin dan kimia darah juga dilakukan karena penyembuhan luka melewati masa optimal. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah leukosit dan differensial leukosit cenderung meningkat, sedangkan jumlah platelet, eritrosit, hemoglobin, hematokrit, protein total, albumin, dan glukosa cenderung menurun dari rujukan normal. Hasil pemeriksaan penunjang tersebut kemudian diinterpretasikan sebagai dasar acuan pemulihan satwa yang lebih baik termasuk pemberian nutrisi lengkap pada satwa. Dapat disimpulkan bahwa luka jeratan kawat baja pada kaki dan cidera yang ditimbulkan dapat disembuhkan dengan melakukan perawatan luka dan perbaikan mutu pakan yang diberikan pada pasien gajah sumatra.
{"title":"Penanganan Luka Jeratan Kawat Baja Beserta Manajemen Perawatan Cedera pada Gajah Sumatra Liar Asal Bener Meriah, Aceh","authors":"Arman Sayuti, Rian Ferdiyan, B. Panjaitan, Razali Daud, Christopher R. Stremme, R. Ridwan, Rossa Rika Wahyuni, Rika Marwati, Mirranda Fallatanza, Mulyadi Adam, Teguh Tr, Rosmaidar Rosmaidar, Hafizuddin Hafizuddin","doi":"10.19087/jveteriner.2022.23.4.566","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/jveteriner.2022.23.4.566","url":null,"abstract":"Seekor gajah sumatra berumur sekitar delapan tahun, berjenis kelamin jantan didiagnosis mengalami luka akut accidental akibat jeratan kabel baja pada kaki depan kanan bagian distal (sendi radiokarpal). Kondisi umum fisiologis gajah masih dalam batas normal dan keadaan luka belum memperlihatkan tanda-tanda patologis yang parah sehingga prognosis mengarah ke fausta. Penanganan luka jeratan dilakukan dengan pendekatan konservatif sesuai prosedur. Perawatan satwa gajah dan monitoring kesembuhan dilaksanakan di Pusat Konservasi Gajah Saree, Aceh Besar. Pemeriksaan lanjutan berupa hematologi rutin dan kimia darah juga dilakukan karena penyembuhan luka melewati masa optimal. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah leukosit dan differensial leukosit cenderung meningkat, sedangkan jumlah platelet, eritrosit, hemoglobin, hematokrit, protein total, albumin, dan glukosa cenderung menurun dari rujukan normal. Hasil pemeriksaan penunjang tersebut kemudian diinterpretasikan sebagai dasar acuan pemulihan satwa yang lebih baik termasuk pemberian nutrisi lengkap pada satwa. Dapat disimpulkan bahwa luka jeratan kawat baja pada kaki dan cidera yang ditimbulkan dapat disembuhkan dengan melakukan perawatan luka dan perbaikan mutu pakan yang diberikan pada pasien gajah sumatra.","PeriodicalId":17749,"journal":{"name":"Jurnal Veteriner","volume":" 10","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139135552","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-12-31DOI: 10.19087/jveteriner.2022.23.4.558
Petrus Malo Bulu, Ewaldus Wera, Hendrina Lero Kaka
African Swine Fever (ASF) adalah penyakit pada babi semua umur yang disebabkan oleh virus dari famili virus Asfar, dan virus ini tergolong ke dalam kelompok patogen yang penting secara ekonomi. Penyakit ASF ini telah menyebabkan kematian babi di Provinsi Nusa Tenggara Timur termasuk di Kabupaten Kupang. Penyebaran penyakit ASF dapat terjadi apabila pengelola kesehatan hewan termasuk dalam wilayah yang buruk. Informasi mengenai manajemen kesehatan ternak babi di Kabupaten Kupang masih sangat minim. Maka Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor manajemen kesehatan yang berpotensi memengaruhi penyebaran penyakit ASF di Kabupaten Kupang. Penelitian ini dilakukan di dua kecamatan terpilih di Kabupaten Kupang yaitu Kecamatan Kupang Timur dan Kecamatan Amabi Oefeto. Pemilihan kecamatan ini berdasarkan hasil diskusi dengan Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Kupang, dan kedua kecamatan ini menjadi sentra produksi ternak babi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen kesehatan ternak babi di kecamatan terpilih Kabupaten Kupang masih sangat kurang, antara lain dalam pengendalian lalu lintas kendaraan dan orang, pengendalian penyakit, limbah ternak, sanitasi dan disinfeksi, pengendalian hama, lalu lintas babi, pemasaran babi, status kesehatan. dan ASF, sistem pembuangan bangkai babi, dan kontak antar babi.
{"title":"Manajemen Kesehatan Ternak Babi yang Berdampak pada Penyebaran African Swine Fever di Kupang, Nusa Tenggara Timur.","authors":"Petrus Malo Bulu, Ewaldus Wera, Hendrina Lero Kaka","doi":"10.19087/jveteriner.2022.23.4.558","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/jveteriner.2022.23.4.558","url":null,"abstract":"African Swine Fever (ASF) adalah penyakit pada babi semua umur yang disebabkan oleh virus dari famili virus Asfar, dan virus ini tergolong ke dalam kelompok patogen yang penting secara ekonomi. Penyakit ASF ini telah menyebabkan kematian babi di Provinsi Nusa Tenggara Timur termasuk di Kabupaten Kupang. Penyebaran penyakit ASF dapat terjadi apabila pengelola kesehatan hewan termasuk dalam wilayah yang buruk. Informasi mengenai manajemen kesehatan ternak babi di Kabupaten Kupang masih sangat minim. Maka Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor manajemen kesehatan yang berpotensi memengaruhi penyebaran penyakit ASF di Kabupaten Kupang. Penelitian ini dilakukan di dua kecamatan terpilih di Kabupaten Kupang yaitu Kecamatan Kupang Timur dan Kecamatan Amabi Oefeto. Pemilihan kecamatan ini berdasarkan hasil diskusi dengan Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Kupang, dan kedua kecamatan ini menjadi sentra produksi ternak babi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen kesehatan ternak babi di kecamatan terpilih Kabupaten Kupang masih sangat kurang, antara lain dalam pengendalian lalu lintas kendaraan dan orang, pengendalian penyakit, limbah ternak, sanitasi dan disinfeksi, pengendalian hama, lalu lintas babi, pemasaran babi, status kesehatan. dan ASF, sistem pembuangan bangkai babi, dan kontak antar babi.","PeriodicalId":17749,"journal":{"name":"Jurnal Veteriner","volume":" 11","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139135978","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-12-31DOI: 10.19087/jveteriner.2022.23.4.498
N. K. Suwiti, I. Besung, S. Widyastuti
Telah dilakukan penelitian kejadian dermatitis pada anjing dan gambaran histopatologinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab dermatitis, dan mengetahui gambaran histopatologi kulit anjing yang menderita dermatitis, serta kejadiannya pada anjing betina dan jantan baik pada anjing lokal maupun ras yang dikandangkan atau tidak dikandangkan. Penelitian dilakukan selama 10 bulan, di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Udayana, dengan jumlah sampel 470 ekor anjing. Identifikasi penyebab dermatitis diambil dari kerokan kulit ditambahkan kalium hidroksida (KOH) 10% diamati dengan mikroskop cahaya perbesaran, sedangkan pemeriksaan histopatologi diambil biopsi kulit anjing dan dibuat sediaan histologi, dengan menggunakan metoda pewarnaan Haematoxilin Eosin. Pengamatan preparat dilakukan dengan mikroskop cahaya. Hasil penelitian menunjukkan, gambaran histopatologi kulit anjing yang menderita dermatitis ditemukan: infiltrasi sel-sel radang, hiperkeratosis, nekrosis, hiperplasia dan degenerasi hidrofik dan ditemukan segmen tungau Sarcoptes scabiei. Kuman penyebab dermatitis teridentifikasi: Aspergillus, Microsporum canis, M. gypseum, dan Trichophyton rubrum. Dermatitis lebih sering ditemukan pada anjing lokal (56%), anjing dewasa (68%) dan tidak dikandangkan (63%), sedangkan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kejadian dermatitis. Simpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran histopatologi dermatitis kulit anjing yang disebabkan oleh jamur maupun parasit adalah mirip.
{"title":"Dermatitis dan Gambaran Histopatologi Kulit Anjing yang Ditangani di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Univesitas Udayana","authors":"N. K. Suwiti, I. Besung, S. Widyastuti","doi":"10.19087/jveteriner.2022.23.4.498","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/jveteriner.2022.23.4.498","url":null,"abstract":"Telah dilakukan penelitian kejadian dermatitis pada anjing dan gambaran histopatologinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab dermatitis, dan mengetahui gambaran histopatologi kulit anjing yang menderita dermatitis, serta kejadiannya pada anjing betina dan jantan baik pada anjing lokal maupun ras yang dikandangkan atau tidak dikandangkan. Penelitian dilakukan selama 10 bulan, di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Udayana, dengan jumlah sampel 470 ekor anjing. Identifikasi penyebab dermatitis diambil dari kerokan kulit ditambahkan kalium hidroksida (KOH) 10% diamati dengan mikroskop cahaya perbesaran, sedangkan pemeriksaan histopatologi diambil biopsi kulit anjing dan dibuat sediaan histologi, dengan menggunakan metoda pewarnaan Haematoxilin Eosin. Pengamatan preparat dilakukan dengan mikroskop cahaya. Hasil penelitian menunjukkan, gambaran histopatologi kulit anjing yang menderita dermatitis ditemukan: infiltrasi sel-sel radang, hiperkeratosis, nekrosis, hiperplasia dan degenerasi hidrofik dan ditemukan segmen tungau Sarcoptes scabiei. Kuman penyebab dermatitis teridentifikasi: Aspergillus, Microsporum canis, M. gypseum, dan Trichophyton rubrum. Dermatitis lebih sering ditemukan pada anjing lokal (56%), anjing dewasa (68%) dan tidak dikandangkan (63%), sedangkan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kejadian dermatitis. Simpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran histopatologi dermatitis kulit anjing yang disebabkan oleh jamur maupun parasit adalah mirip.","PeriodicalId":17749,"journal":{"name":"Jurnal Veteriner","volume":"8 15","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139135750","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Antibiotic Growth Promoter (AGP) adalah antibiotik yang sering digunakan pada budidaya ternak untuk memacu pertumbuhan. Saat ini penggunaan AGP sudah dilarang di Indonesia (No.14/Permentan/PK.350/5/2017) karena adanya dampak negatif mengenai residu dan resistansi antibiotik. Pelarangan penggunaan AGP mendorong adanya inovasi untuk mencari alternatif pengganti AGP, salah satunya dengan pemanfaatan bahan alami. Indonesia mempunyai banyak bahan alami yang belum banyak diteliti sebagai alternatif pengganti AGP salah satunya daun pepaya, daun kemangi, rimpang temu ireng dan madu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun pepaya, daun kemangi, rimpang temu ireng dan berbagai macam madu terhadap pertumbuhan bakteri Serratia marcescens. Identifikasi ulang terhadap S. marcescens dilakukan dengan melihat morfologi koloni, morfologi sel dan uji biokimiawi. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan ekstrak aquades herbal serta madu dilakukan terhadap pertumbuhan S. Marcescens, diuji dengan metode difusi disc. Pengujian dilakukan sebanyak dua kali pengulangan. Hasil uji menunjukkan madu lanceng (Trigona bee) yang berasal dari Gunung Kidul, madu hitam lombok, madu putih lombok, madu sumba, ekstrak etanol dan ekstrak aquades daun papaya, daun kemangi serta rimpang temu ireng tidak efektif dalam menghambat pertumbuhan S. marcescens. Aktivitas antibakteri tertinggi dimiliki madu komersial (7,59±0,22 mm) kemudian diikuti madu yang berasal dari Sumba (6,69±0,21 mm). Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa madu komersial dan madu yang berasal dari Kupang dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. marcescens.
抗生素生长促进剂(AGP)是一种抗生素,通常用于畜牧业以促进生长。目前,由于残留和抗生素耐药性的负面影响,印度尼西亚已禁止使用 AGP(No.14/Permentan/PK.350/5/2017)。禁止使用 AGP 鼓励创新,寻找 AGP 的替代品,其中之一就是使用天然成分。印度尼西亚有许多天然成分尚未作为 AGP 的替代品进行广泛研究,木瓜叶、罗勒叶、Temu ireng 根茎和蜂蜜就是其中之一。本研究的目的是确定木瓜叶提取物、罗勒叶、temu ireng 根茎和各种蜂蜜对 Serratia marcescens 细菌生长的影响。通过观察菌落形态、细胞形态和生化测试对 S. marcescens 进行重新鉴定。通过盘扩散法测试了乙醇提取物、草药蒸馏水提取物和蜂蜜对 S. marcescens 生长的抗菌活性。试验进行了两次。试验结果表明,来自 Gunung Kidul 的 lanceng 蜂蜜(Trigona 蜜蜂)、龙目岛黑蜂蜜、龙目岛白蜂蜜、Sumba 蜂蜜、木瓜叶、罗勒叶和 temu ireng 根茎的乙醇提取物和蒸馏水提取物都不能有效抑制 S. marcescens 的生长。抗菌活性最高的是商品蜂蜜(7.59 ± 0.22 mm),其次是松巴蜂蜜(6.69 ± 0.21 mm)。根据测试结果,可以得出结论:商品蜂蜜和古邦蜂蜜可以抑制 S. marcescens 细菌的生长。
{"title":"Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya, Daun Kemangi Serta Temu Ireng, dan Madu terhadap Bakteri Serratia marcescens","authors":"Yovita Devina, Vinsa Cantya Prakasita, Dwi Cahyo Budi Setiawan, A. Wahyuni","doi":"10.19087/jveteriner.2022.23.4.465","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/jveteriner.2022.23.4.465","url":null,"abstract":"Antibiotic Growth Promoter (AGP) adalah antibiotik yang sering digunakan pada budidaya ternak untuk memacu pertumbuhan. Saat ini penggunaan AGP sudah dilarang di Indonesia (No.14/Permentan/PK.350/5/2017) karena adanya dampak negatif mengenai residu dan resistansi antibiotik. Pelarangan penggunaan AGP mendorong adanya inovasi untuk mencari alternatif pengganti AGP, salah satunya dengan pemanfaatan bahan alami. Indonesia mempunyai banyak bahan alami yang belum banyak diteliti sebagai alternatif pengganti AGP salah satunya daun pepaya, daun kemangi, rimpang temu ireng dan madu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun pepaya, daun kemangi, rimpang temu ireng dan berbagai macam madu terhadap pertumbuhan bakteri Serratia marcescens. Identifikasi ulang terhadap S. marcescens dilakukan dengan melihat morfologi koloni, morfologi sel dan uji biokimiawi. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan ekstrak aquades herbal serta madu dilakukan terhadap pertumbuhan S. Marcescens, diuji dengan metode difusi disc. Pengujian dilakukan sebanyak dua kali pengulangan. Hasil uji menunjukkan madu lanceng (Trigona bee) yang berasal dari Gunung Kidul, madu hitam lombok, madu putih lombok, madu sumba, ekstrak etanol dan ekstrak aquades daun papaya, daun kemangi serta rimpang temu ireng tidak efektif dalam menghambat pertumbuhan S. marcescens. Aktivitas antibakteri tertinggi dimiliki madu komersial (7,59±0,22 mm) kemudian diikuti madu yang berasal dari Sumba (6,69±0,21 mm). Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa madu komersial dan madu yang berasal dari Kupang dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. marcescens.","PeriodicalId":17749,"journal":{"name":"Jurnal Veteriner","volume":" 657","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139136674","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-30DOI: 10.19087/jveteriner.2023.24.2.172
Maria Haryulin Astuti, Ardi Sandriya, Paulini Paulini, Putri Sriwulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan peternak dan penerapan biosekuriti pada peternakan babi terhadap persentase mortalitas akibat virus African swine fever (ASF) di Kota Palangka Raya. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah survei dan observasi. Responden berjumlah 30 orang yang mempunyai peternakan babi di Kota Palangka Raya. Wawancara dilakukan dengan para peternak yang telah dipilih sebagai sampel, untuk memperoleh informasi dan penjelasan langsung mengenai tingkat pengetahuan biosekuriti. Tingkat penerapan biosekuriti diperoleh dengan cara observasi langsung di kandang babi. Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh nyata (p<0,05) pada parameter pendidikan terhadap pengetahuan biosekuriti, namun tidak ada pengaruh yang nyata (p>0,05) pada parameter usia dan jenis pekerjaan utama terhadap pengetahuan biosekuriti peternak. Peternak dikelompokkan dalam tiga katagori pengetahuan yaitu buruk (33,3%), sedang (26,7%), dan baik (40%). Tingkat penerapan biosekuriti peternak dibagi menjadi tiga yaitu buruk ada lima (16,6%), sedang 17 (56,7%) dan baik delapan (26,7%). Analisis dilanjutkan untuk melihat pengaruh pengetahuan dan penerapan sekuriti terhadap tingkat mortalitas babi yang disebabkan oleh ASF. Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh yang nyata antara pengetahuan dan penerapan biosekuriti (p<0,05) terhadap tingkat mortalitas babi yang disebabkan oleh ASF. Disimpulkan bahwa peternak babi di Kota Palangka Raya secara umum belum memiliki tingkat pengetahuan dan penerapan biosekuriti yang baik, sehingga perlu adanya peningkatan biosekuriti untuk menanggulangi ASF.
{"title":"Analisis Penerapan Biosekuriti Peternakan Babi Terhadap Virus African Swine Fever di Kota Palangka Raya","authors":"Maria Haryulin Astuti, Ardi Sandriya, Paulini Paulini, Putri Sriwulan","doi":"10.19087/jveteriner.2023.24.2.172","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/jveteriner.2023.24.2.172","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan peternak dan penerapan biosekuriti pada peternakan babi terhadap persentase mortalitas akibat virus African swine fever (ASF) di Kota Palangka Raya. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah survei dan observasi. Responden berjumlah 30 orang yang mempunyai peternakan babi di Kota Palangka Raya. Wawancara dilakukan dengan para peternak yang telah dipilih sebagai sampel, untuk memperoleh informasi dan penjelasan langsung mengenai tingkat pengetahuan biosekuriti. Tingkat penerapan biosekuriti diperoleh dengan cara observasi langsung di kandang babi. Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh nyata (p<0,05) pada parameter pendidikan terhadap pengetahuan biosekuriti, namun tidak ada pengaruh yang nyata (p>0,05) pada parameter usia dan jenis pekerjaan utama terhadap pengetahuan biosekuriti peternak. Peternak dikelompokkan dalam tiga katagori pengetahuan yaitu buruk (33,3%), sedang (26,7%), dan baik (40%). Tingkat penerapan biosekuriti peternak dibagi menjadi tiga yaitu buruk ada lima (16,6%), sedang 17 (56,7%) dan baik delapan (26,7%). Analisis dilanjutkan untuk melihat pengaruh pengetahuan dan penerapan sekuriti terhadap tingkat mortalitas babi yang disebabkan oleh ASF. Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh yang nyata antara pengetahuan dan penerapan biosekuriti (p<0,05) terhadap tingkat mortalitas babi yang disebabkan oleh ASF. Disimpulkan bahwa peternak babi di Kota Palangka Raya secara umum belum memiliki tingkat pengetahuan dan penerapan biosekuriti yang baik, sehingga perlu adanya peningkatan biosekuriti untuk menanggulangi ASF.","PeriodicalId":17749,"journal":{"name":"Jurnal Veteriner","volume":"15 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139366463","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Daging ayam merupakan salah satu produk asal ternak yang memiliki angka konsumsi cukup tinggi, karena mudah diperoleh, pertumbuhannya cepat, dan harganya lebih terjangkau dibandingkan dengan produk asal ternak besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian simplisia kombinasi daun bangun-bangun dan jahe putih (DBJP) terhadap performa ayam pedaging, terutama dalam hal kesehatan dan keamanannya. Sebanyak 60 ekor ayam pedaging day old chick strain Cobb dibagi menjadi empat kelompok perlakuan dengan 15 ulangan. Ayam percobaan diberi DBJP secara oral dengan dosis 0 (kontrol) dan dosis perlakuan dengan rasio DBJP 1:1 (62,5, 125,187,5) mg/100 mL air minum. Pemberian simplisia DBJP dilakukan selama 28 hari melalui air minum yang dimulai pada hari ke-8 sampai dengan hari ke-35. Variabel penelitian yang diukur terdiri atas kesehatan (eritrogram, leukogram, rasio H/L), fungsi hati (SGPT, SGOT), dan fungsi ginjal (ureum, kreatinin). Pemberian simplisia DBJP pada semua dosis tidak menyebabkan perubahan pada profil darah, fungsi hati, dan fungsi ginjal. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberian simplisia DBJP dengan rasio 1:1 melalui air minum dapat meningkatkan kesehatan dan aman digunakan pada ayam pedaging.
{"title":"Uji Kombinasi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Jahe Putih (Zingiber officinale) terhadap Kesehatan dan Keamanan Ayam Pedaging","authors":"Andriyanto Andriyanto, Rindy Fazni Nengsih, H. Putra, Silmy Kamila Widyanti, Leliana Nugrahaning Widi, Aulia Andi Mustika, Lina Noviyanti Sutardi, W. Manalu","doi":"10.19087/jveteriner.2023.24.2.164","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/jveteriner.2023.24.2.164","url":null,"abstract":"Daging ayam merupakan salah satu produk asal ternak yang memiliki angka konsumsi cukup tinggi, karena mudah diperoleh, pertumbuhannya cepat, dan harganya lebih terjangkau dibandingkan dengan produk asal ternak besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian simplisia kombinasi daun bangun-bangun dan jahe putih (DBJP) terhadap performa ayam pedaging, terutama dalam hal kesehatan dan keamanannya. Sebanyak 60 ekor ayam pedaging day old chick strain Cobb dibagi menjadi empat kelompok perlakuan dengan 15 ulangan. Ayam percobaan diberi DBJP secara oral dengan dosis 0 (kontrol) dan dosis perlakuan dengan rasio DBJP 1:1 (62,5, 125,187,5) mg/100 mL air minum. Pemberian simplisia DBJP dilakukan selama 28 hari melalui air minum yang dimulai pada hari ke-8 sampai dengan hari ke-35. Variabel penelitian yang diukur terdiri atas kesehatan (eritrogram, leukogram, rasio H/L), fungsi hati (SGPT, SGOT), dan fungsi ginjal (ureum, kreatinin). Pemberian simplisia DBJP pada semua dosis tidak menyebabkan perubahan pada profil darah, fungsi hati, dan fungsi ginjal. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberian simplisia DBJP dengan rasio 1:1 melalui air minum dapat meningkatkan kesehatan dan aman digunakan pada ayam pedaging.","PeriodicalId":17749,"journal":{"name":"Jurnal Veteriner","volume":"10 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139367553","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-30DOI: 10.19087/jveteriner.2023.24.2.156
Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang berperan sebagai vektor virus penyebab penyakit demam berdarah dengue. Upaya pengendalian nyamuk telah dikembangkan, seperti penggunaan larvasida sintetis. Namun, upaya tersebut menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Larvasida alami perlu dikembangkan karena bersifat ramah lingkungan. Tumbuhan pulutan (Urena lobata L.) salah satu tumbuhan yang berpotensi sebagai larvasida alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun pulutan terhadap mortalitas dan gambaran morfologi larva nyamuk A. aegypti. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pelarut yang digunakan dalam pembuatan ekstrak adalah etanol 96%. Ekstrak kasar daun pulutan konsentrasi 0%; 0,1%; 0,5%; 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; 3%; dan 3,5% diujikan pada 20 larva nyamuk A. aegypti instar 3. Parameter penelitian yang diamati adalah jumlah mortalitas larva dan gambaran kerusakan morfologi larva. Hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan yang nyata antara kontrol dengan semua perlakuan dalam hal mortalitas. Hasil uji Post-hoc Mann-Whitneymenunjukkan terdapat perbedaan nyata antara kelompok kontrol, konsentrasi 0,1% dan 0,5% (p<0,05), sementara sisanya mengalami mortalitas 100% (p>0,05). Simpulannya adalah ekstrak daun pulutan (U. lobata L.) pada konsentrasi 0,1%; 0,5% dan 1-3,5% menyebabkan mortalitas larva nymuk A. aegypti sebesar 10%, 55% dan 100%. Karakter morfologi larva A. aegypti yang ditemukan adalah perubahan pada warna tubuh, leher larva bertambah panjang, kerusakan pada antena, menyempitnya saluran pencernaan, melebarnya segmen anal, rambut seta dibagian thoraks, abdomen dan segmen anal tidak beraturan, serta kerontokan rambut seta pada segmen 4 hingga 7.
{"title":"Ekstrak Daun Pulutan (Urena lobata L.) dalam Memengaruhi Mortalitas dan Morfologi Larva Nyamuk Aedes aegypti Linn.","authors":"","doi":"10.19087/jveteriner.2023.24.2.156","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/jveteriner.2023.24.2.156","url":null,"abstract":"Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang berperan sebagai vektor virus penyebab penyakit demam berdarah dengue. Upaya pengendalian nyamuk telah dikembangkan, seperti penggunaan larvasida sintetis. Namun, upaya tersebut menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Larvasida alami perlu dikembangkan karena bersifat ramah lingkungan. Tumbuhan pulutan (Urena lobata L.) salah satu tumbuhan yang berpotensi sebagai larvasida alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun pulutan terhadap mortalitas dan gambaran morfologi larva nyamuk A. aegypti. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pelarut yang digunakan dalam pembuatan ekstrak adalah etanol 96%. Ekstrak kasar daun pulutan konsentrasi 0%; 0,1%; 0,5%; 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; 3%; dan 3,5% diujikan pada 20 larva nyamuk A. aegypti instar 3. Parameter penelitian yang diamati adalah jumlah mortalitas larva dan gambaran kerusakan morfologi larva. Hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan yang nyata antara kontrol dengan semua perlakuan dalam hal mortalitas. Hasil uji Post-hoc Mann-Whitneymenunjukkan terdapat perbedaan nyata antara kelompok kontrol, konsentrasi 0,1% dan 0,5% (p<0,05), sementara sisanya mengalami mortalitas 100% (p>0,05). Simpulannya adalah ekstrak daun pulutan (U. lobata L.) pada konsentrasi 0,1%; 0,5% dan 1-3,5% menyebabkan mortalitas larva nymuk A. aegypti sebesar 10%, 55% dan 100%. Karakter morfologi larva A. aegypti yang ditemukan adalah perubahan pada warna tubuh, leher larva bertambah panjang, kerusakan pada antena, menyempitnya saluran pencernaan, melebarnya segmen anal, rambut seta dibagian thoraks, abdomen dan segmen anal tidak beraturan, serta kerontokan rambut seta pada segmen 4 hingga 7.","PeriodicalId":17749,"journal":{"name":"Jurnal Veteriner","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139366881","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-30DOI: 10.19087/jveteriner.2023.24.2.254
I. Permana, Umi Reston, Ni Nyoman Widiasih, Makrina Weni Misa, I. W. Batan
Kasus kematian massal burung gereja di Indonesia telah dilaporkan terjadi di beberapa daerah dalam beberapa tahun terakhir, yaitu di Gianyar (Bali), Sukabumi, dan Cirebon. Penyebab pasti dari kematian burung gereja yang terjadi di Indonesia hingga saat ini belum dapat diungkapkan. Dikarenakan kasus kematian massal burung gereja di Indonesia belum begitu banyak dilaporkan dan dibahas, sehingga parameter yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan agen dari kejadian kematian massal burung gereja di Indonesia dalam artikel ini hanya dari gejala klinis serta keadaan cuaca pada saat terjadinya kejadian kematian massal Kasus kematian massal burung gereja di Indonesia telah dilaporkan terjadi di beberapa daerah dalam beberapa tahun terakhir, yaitu di Gianyar (Bali), Sukabumi, dan Cirebon. Penyebab pasti dari kematian burung gereja yang terjadi di Indonesia hingga saat ini belum dapat diungkapkan. Dikarenakan kasus kematian massal burung gereja di Indonesia belum begitu banyak dilaporkan dan dibahas, sehingga parameter yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan agen dari kejadian kematian massal burung gereja di Indonesia dalam artikel ini hanya dari gejala klinis serta keadaan cuaca pada saat terjadinya kejadian kematian massa.
{"title":"Kajian Pustaka: Kematian Massal pada Burung Gereja (Passer montanus) Akibat Infeksi Salmonella typhimurium","authors":"I. Permana, Umi Reston, Ni Nyoman Widiasih, Makrina Weni Misa, I. W. Batan","doi":"10.19087/jveteriner.2023.24.2.254","DOIUrl":"https://doi.org/10.19087/jveteriner.2023.24.2.254","url":null,"abstract":"Kasus kematian massal burung gereja di Indonesia telah dilaporkan terjadi di beberapa daerah dalam beberapa tahun terakhir, yaitu di Gianyar (Bali), Sukabumi, dan Cirebon. Penyebab pasti dari kematian burung gereja yang terjadi di Indonesia hingga saat ini belum dapat diungkapkan. Dikarenakan kasus kematian massal burung gereja di Indonesia belum begitu banyak dilaporkan dan dibahas, sehingga parameter yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan agen dari kejadian kematian massal burung gereja di Indonesia dalam artikel ini hanya dari gejala klinis serta keadaan cuaca pada saat terjadinya kejadian kematian massal Kasus kematian massal burung gereja di Indonesia telah dilaporkan terjadi di beberapa daerah dalam beberapa tahun terakhir, yaitu di Gianyar (Bali), Sukabumi, dan Cirebon. Penyebab pasti dari kematian burung gereja yang terjadi di Indonesia hingga saat ini belum dapat diungkapkan. Dikarenakan kasus kematian massal burung gereja di Indonesia belum begitu banyak dilaporkan dan dibahas, sehingga parameter yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan agen dari kejadian kematian massal burung gereja di Indonesia dalam artikel ini hanya dari gejala klinis serta keadaan cuaca pada saat terjadinya kejadian kematian massa.","PeriodicalId":17749,"journal":{"name":"Jurnal Veteriner","volume":"196 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139367021","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}