Glibenklamid memiliki waktu paruh yang singkat, sehingga modifikasi pelepasan terkendali diperlukan dan dapat dicapai dengan mikrosfer. Kitosan sebagai polimer disambung silang dengan natrium tripolifosfat (NTPP), selanjutnya mikrosfer dibuat menggunakan metode spray drying. Laju alir yang rendah menghasilkan suhu outlet yang tinggi pada spray dryer sehingga variasinya dapat menghasilkan karakteristik mikrosfer yang berbeda. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh laju alir terhadap karakteristik fisiko kimia mikrosfer yang diperoleh. Variasi laju alirnya adalah 7,5 ml/menit untuk F1 dan 6,5 ml/menit untuk F2. Identifikasi gugus fungsi menunjukkan adanya semua puncak glibenklamid dan gugus spesifik yang membuktikan terjadinya sambung silang antara kitosan dengan NTPP. Hasil identifikasi titik lebur dan energi termal menunjukkan kitosan membentuk ikatan sambung silang dengan NTPP serta puncak glibenklamid tidak ditemukan karena glibenklamid terselubungi oleh kitosan-NTPP. Rata-rata ukuran partikel F1 adalah 5,00 µm sedangkan F2 adalah 4,02 µm. Morfologi bentuk permukaan keduanya menghasilkan permukaan partikel yang sferis tetapi pada F2 memiliki permukaan yang lebih halus. Efisiensi enkapsulasi dan perolehan kembali F2 lebih tinggi dari F1, sebaliknya indeks pengembangan dan kandungan lembab F1 lebih tinggi. Profil disolusi kedua sampel menunjukkan pelepasan yang bertahap dibandingkan dengan glibenklamid murni. Perbedaan laju alir menyebabkan perbedaan bermakna karakteristik fisikokimia mikrosfer sehingga menghasilkan perbedaan pelepasan glibenklamid.
{"title":"Pengaruh Laju Alir pada Proses Spray Drying terhadap Karakteristik Fisiko Kimia Mikrosfer Glibenklamid menggunakan Polimer Kitosan dan Penyambung Silang Natrium Tripolifosfat","authors":"Cynthia Marisca Muntu, Ilona Pricilya Tenderan","doi":"10.24123/mpi.v4i1.5045","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v4i1.5045","url":null,"abstract":"Glibenklamid memiliki waktu paruh yang singkat, sehingga modifikasi pelepasan terkendali diperlukan dan dapat dicapai dengan mikrosfer. Kitosan sebagai polimer disambung silang dengan natrium tripolifosfat (NTPP), selanjutnya mikrosfer dibuat menggunakan metode spray drying. Laju alir yang rendah menghasilkan suhu outlet yang tinggi pada spray dryer sehingga variasinya dapat menghasilkan karakteristik mikrosfer yang berbeda. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh laju alir terhadap karakteristik fisiko kimia mikrosfer yang diperoleh. Variasi laju alirnya adalah 7,5 ml/menit untuk F1 dan 6,5 ml/menit untuk F2. Identifikasi gugus fungsi menunjukkan adanya semua puncak glibenklamid dan gugus spesifik yang membuktikan terjadinya sambung silang antara kitosan dengan NTPP. Hasil identifikasi titik lebur dan energi termal menunjukkan kitosan membentuk ikatan sambung silang dengan NTPP serta puncak glibenklamid tidak ditemukan karena glibenklamid terselubungi oleh kitosan-NTPP. Rata-rata ukuran partikel F1 adalah 5,00 µm sedangkan F2 adalah 4,02 µm. Morfologi bentuk permukaan keduanya menghasilkan permukaan partikel yang sferis tetapi pada F2 memiliki permukaan yang lebih halus. Efisiensi enkapsulasi dan perolehan kembali F2 lebih tinggi dari F1, sebaliknya indeks pengembangan dan kandungan lembab F1 lebih tinggi. Profil disolusi kedua sampel menunjukkan pelepasan yang bertahap dibandingkan dengan glibenklamid murni. Perbedaan laju alir menyebabkan perbedaan bermakna karakteristik fisikokimia mikrosfer sehingga menghasilkan perbedaan pelepasan glibenklamid.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"98 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83606271","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ketidakpatuhan pengobatan Diabetes Melitus tipe 2 (DM tipe 2) menjadi masalah global sehingga membutuhkan penatalaksanaan yang komprehensif oleh tenaga kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan kajian pengetahuan, sikap, dan praktik apoteker di Puskesmas Kota Surabaya dalam penilaian kepatuhan pengobatan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan metode survei kuantitatif menggunakan desain cross sectional yang diikuti oleh 63 responden apoteker di Puskesmas Kota Surabaya. Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini telah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas, yaitu kuesioner pengetahuan, sikap, dan praktik apoteker dalam penilaian kepatuhan pasien DM tipe 2 yang terdiri dari 4 domain, yaitu faktor kondisi penyakit, obat, sistem kesehatan, dan pasien. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik demografi berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh perempuan sebanyak 52 (82,54%) apoteker. Kelompok usia terbanyak pada rentang 40-46 tahun sebanyak 52 (82,54%) apoteker. Penilaian kepatuhan pada faktor obat memiliki rata-rata paling rendah. Pengetahuan apoteker dalam penilaian kepatuhan pada sub domain faktor obat dengan jawaban benar sebanyak 93,65%, sikap setuju dan sangat setuju sebanyak 83,35%, dan praktik selalu dan sering sebanyak 66,65%. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan apoteker terbanyak berada pada kategori baik (100%), sikap apoteker terbanyak pada kategori baik (66,67%), dan praktik apoteker terbanyak pada kategori cukup (57,14%).
{"title":"Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Apoteker dalam Penilaian Kepatuhan Pasien Diabetes di Puskesmas Kota Surabaya","authors":"Khusnul Khotimah, Abd Rahem, Lisa Adhitama","doi":"10.24123/mpi.v4i1.5075","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v4i1.5075","url":null,"abstract":"Ketidakpatuhan pengobatan Diabetes Melitus tipe 2 (DM tipe 2) menjadi masalah global sehingga membutuhkan penatalaksanaan yang komprehensif oleh tenaga kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan kajian pengetahuan, sikap, dan praktik apoteker di Puskesmas Kota Surabaya dalam penilaian kepatuhan pengobatan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan metode survei kuantitatif menggunakan desain cross sectional yang diikuti oleh 63 responden apoteker di Puskesmas Kota Surabaya. Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini telah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas, yaitu kuesioner pengetahuan, sikap, dan praktik apoteker dalam penilaian kepatuhan pasien DM tipe 2 yang terdiri dari 4 domain, yaitu faktor kondisi penyakit, obat, sistem kesehatan, dan pasien. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik demografi berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh perempuan sebanyak 52 (82,54%) apoteker. Kelompok usia terbanyak pada rentang 40-46 tahun sebanyak 52 (82,54%) apoteker. Penilaian kepatuhan pada faktor obat memiliki rata-rata paling rendah. Pengetahuan apoteker dalam penilaian kepatuhan pada sub domain faktor obat dengan jawaban benar sebanyak 93,65%, sikap setuju dan sangat setuju sebanyak 83,35%, dan praktik selalu dan sering sebanyak 66,65%. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan apoteker terbanyak berada pada kategori baik (100%), sikap apoteker terbanyak pada kategori baik (66,67%), dan praktik apoteker terbanyak pada kategori cukup (57,14%).","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"62 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84820285","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Salah satu upaya pemanfaatan serbuk daun kelor sebagai sumber antioksidan adalah pengembangan sediaan chewable gummy. Chewable gummy daun kelor diformulasi untuk menutupi rasa dan bau serbuk daun kelor yang khas dan kurang disukai, sekaligus meningkatkan kemuda- han penggunaan sediaan. Pada penelitian ini dilakukan formulasi chewable gummy dengan dua jenis gelling agent yaitu konjak glukomanan (formula 1-3) dengan konsentrasi 0,25%; 0,50%; dan 0,75% serta kappa karagenan (formula 4-6) dengan konsentrasi 1%; 1,5%; dan 2%. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh jenis dan konsentrasi gelling agent konjak glukomanan dan kappa karagenan terhadap karakteristik fisik chewable gummy daun kelor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis gelling agent menghasilkan chewable gummy yang mudah hancur saat kontak dengan media aqueous (3,91-12,88 menit). Interaksi jenis gelling agent dan perbedaan konsentra-si berpengaruh signifikan terhadap swelling ratio, waktu hancur, persen sineresis, dan hardness chewable gummy (p<0,05). Sementara itu, parameter gumminess dan chewiness hanya dipengaruhi jenis gelling agent. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jenis dan konsentrasi gelling agent menyebabkan perbedaan karakteristik fisik sediaan chewable gummy daun kelor. Peningkatan konsentrasi gelling agent konjak glukomanan dan kappa karagenan menyebabkan waktu hancur sediaan menjadi lebih lama, sineresis sediaan menjadi lebih rendah, serta tekstur sediaan menjadi lebih kokoh dan kenyal. Konsentrasi konjak glukomanan yang direkomendasikan untuk pembuatan chewable gummy daun kelor adalah 0,75% (formula 3), sementara untuk kappa karagenan adalah 2,0% (formula 6).
{"title":"Formulasi Chewable Gummy Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan Gelling Agent Konjak Glukomanan dan Kappa Karagenan","authors":"Karina Citra Rani, Komang Wulan Cahya Ningrat, Shelly Melinda, Nikmatul Ikhrom Eka Jayani","doi":"10.24123/mpi.v4i1.5032","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v4i1.5032","url":null,"abstract":"Salah satu upaya pemanfaatan serbuk daun kelor sebagai sumber antioksidan adalah pengembangan sediaan chewable gummy. Chewable gummy daun kelor diformulasi untuk menutupi rasa dan bau serbuk daun kelor yang khas dan kurang disukai, sekaligus meningkatkan kemuda- han penggunaan sediaan. Pada penelitian ini dilakukan formulasi chewable gummy dengan dua jenis gelling agent yaitu konjak glukomanan (formula 1-3) dengan konsentrasi 0,25%; 0,50%; dan 0,75% serta kappa karagenan (formula 4-6) dengan konsentrasi 1%; 1,5%; dan 2%. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh jenis dan konsentrasi gelling agent konjak glukomanan dan kappa karagenan terhadap karakteristik fisik chewable gummy daun kelor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis gelling agent menghasilkan chewable gummy yang mudah hancur saat kontak dengan media aqueous (3,91-12,88 menit). Interaksi jenis gelling agent dan perbedaan konsentra-si berpengaruh signifikan terhadap swelling ratio, waktu hancur, persen sineresis, dan hardness chewable gummy (p<0,05). Sementara itu, parameter gumminess dan chewiness hanya dipengaruhi jenis gelling agent. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jenis dan konsentrasi gelling agent menyebabkan perbedaan karakteristik fisik sediaan chewable gummy daun kelor. Peningkatan konsentrasi gelling agent konjak glukomanan dan kappa karagenan menyebabkan waktu hancur sediaan menjadi lebih lama, sineresis sediaan menjadi lebih rendah, serta tekstur sediaan menjadi lebih kokoh dan kenyal. Konsentrasi konjak glukomanan yang direkomendasikan untuk pembuatan chewable gummy daun kelor adalah 0,75% (formula 3), sementara untuk kappa karagenan adalah 2,0% (formula 6).","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"16 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85816929","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Obesity has become increasingly prevalent worldwide each year. Several studies have proven that herbs are effective in preventing obesity. The research delved into the active compounds of Boesenbergia pandurata to reveal their mechanisms of action by utilizing bioinformatics approaches. The research methods included active compounds selection, QSAR analysis, networking analysis, molecular docking, and ADME prediction. The QSAR analysis predicted that the active compounds were correlated with some theoretical activities with more than 0.5 probability, namely vasoprotective, anti-hypercholesterolemic, anti-inflammatory, free radical scavenging, and as a lipid metabolism regulator and TNF expression inhibitor. Furthermore, the results of the networking analysis showed that five compounds (pinocembrin, cardamonin, flavokawain B, flavokawain C, and tectochrysin) had direct interactions with RPS6KB1. Pinocembrin exhibited the highest binding affinityof -7.26 kcal/mol, although not as strong as that of the control ligand (FS9). The ADME prediction indicated that the five compounds were non-toxic and had excellent absorption. It can be concluded that the active compounds of B. pandurata have the ability to improve metabolic syndrome, especially obesity, in silico through several mechanisms, such as suppression of pro-inflammatory cytokine, regulation of lipid metabolism, and those associated with antioxidants.
{"title":"Active compounds of fingerroot (Boesenbergia pandurata) for obesity treatment: in silico approaches","authors":"A. Yuniarto, A. Aji, A. Ramadhani, G. Permatasari","doi":"10.24123/mpi.v4i1.4807","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v4i1.4807","url":null,"abstract":"Obesity has become increasingly prevalent worldwide each year. Several studies have proven that herbs are effective in preventing obesity. The research delved into the active compounds of Boesenbergia pandurata to reveal their mechanisms of action by utilizing bioinformatics approaches. The research methods included active compounds selection, QSAR analysis, networking analysis, molecular docking, and ADME prediction. The QSAR analysis predicted that the active compounds were correlated with some theoretical activities with more than 0.5 probability, namely vasoprotective, anti-hypercholesterolemic, anti-inflammatory, free radical scavenging, and as a lipid metabolism regulator and TNF expression inhibitor. Furthermore, the results of the networking analysis showed that five compounds (pinocembrin, cardamonin, flavokawain B, flavokawain C, and tectochrysin) had direct interactions with RPS6KB1. Pinocembrin exhibited the highest binding affinityof -7.26 kcal/mol, although not as strong as that of the control ligand (FS9). The ADME prediction indicated that the five compounds were non-toxic and had excellent absorption. It can be concluded that the active compounds of B. pandurata have the ability to improve metabolic syndrome, especially obesity, in silico through several mechanisms, such as suppression of pro-inflammatory cytokine, regulation of lipid metabolism, and those associated with antioxidants.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90590620","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Justicia gendarussa Burm. f. (Gendarussa) leaves contain gendarusin A, which is a potential antifertility agent. Preclinical researches (in vitro, in vivo, and toxicity) and clinical trials have been carried out proving that Gendarussa leaves are safe to be used as a male contraceptive. Quality control of medicine must be carried out from the beginning when selecting crude drugs until the production process. Quality control of the crude drug is needed to maintain the quality, safety, and efficacy of its crude drug. That standardization has been done in Kediri, Mojokerto, and Ponorogo. The research output data used were specific and nonspecific parameters (macroscopic and microscopic assay, determination of ash content, compound levels, etc.). The quality of crude drugs is different in each region. Crude drug from Mojokerto is better than crude drug from Kediri and Ponorogo. This is influenced by environmental difference factors on how plants grow. This review describes the differences in the quality control results of crude drug of Gendarussa from several areas. Hence, in the future, the quality of this plant can be guaranteed to be used as a contraceptive drug.
{"title":"Mini Review: Quality Control Study of Crude Drug of Justicia gendarussa Burm. f. Leaves as Male Contraceptive","authors":"Rokhmatul Ummah, Bambang Prajoga Eko Wardoyo, Retno Widyowati","doi":"10.24123/mpi.v4i1.4838","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v4i1.4838","url":null,"abstract":"Justicia gendarussa Burm. f. (Gendarussa) leaves contain gendarusin A, which is a potential antifertility agent. Preclinical researches (in vitro, in vivo, and toxicity) and clinical trials have been carried out proving that Gendarussa leaves are safe to be used as a male contraceptive. Quality control of medicine must be carried out from the beginning when selecting crude drugs until the production process. Quality control of the crude drug is needed to maintain the quality, safety, and efficacy of its crude drug. That standardization has been done in Kediri, Mojokerto, and Ponorogo. The research output data used were specific and nonspecific parameters (macroscopic and microscopic assay, determination of ash content, compound levels, etc.). The quality of crude drugs is different in each region. Crude drug from Mojokerto is better than crude drug from Kediri and Ponorogo. This is influenced by environmental difference factors on how plants grow. This review describes the differences in the quality control results of crude drug of Gendarussa from several areas. Hence, in the future, the quality of this plant can be guaranteed to be used as a contraceptive drug.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"57 9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"77840295","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ni Luh Dewi Aryani, Luh Putu Indah Parnanda Dewi, Gusti Ayu Putu Wina Anandha Trisna
Antioksidan adalah salah satu bahan aktif yang dapat digunakan untuk memperlambat penuaan dini kulit. Pada penelitian ini, bahan aktif antioksidan yang digunakan adalah kombinasi glutation dan alfa arbutin. Glutation dan alfa arbutin dapat mengalami oksidasi, sehingga digunakan natrium metabisulfit sebagai bahan tambahan antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah memformulasi kombinasi glutation dan alfa arbutin dalam serum kosmetik menggunakan natrium metabisulfit pada konsentrasi 0,3% (formula 1) dan 0,5% (formula 2). Serum-serum tersebut dievaluasi karakteristik fisikokimianya yang meliputi organoleptik (warna, bentuk, bau), nilai pH, viskositas, dan sifat alir. Aktivitas antioksidan dievaluasi menggunakan metode peredaman 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH), dengan parameter inhibition concentration 50 (IC50). Evaluasi stabilitas fisikokimia dan aktivitas antioksidan dilakukan dengan menyimpan serum tersebut selama 30 hari pada suhu ruang. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik fisikokimia serum-serum tersebut sesuai untuk serum kosmetik dengan IC50 50-100 ppm. Karakteristik fisikokimia dan aktivitas antioksidannya tidak berbeda bermakna (p >0,05). Selama penyimpanan karakteristik fisikokimianya juga tidak berubah (p >0,05), kecuali viskositas (p <0,05), tetapi serum tetap berbentuk cair. Selain itu, IC50 serum meningkat (p <0,05), tetapi tetap memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Kesimpulannya adalah kombinasi glutation dan alfa arbutin dalam serum formula 1 dan 2 dapat diformulasikan dan efektif sebagai serum kosmetik antioksidan.
{"title":"Formulasi dan Aktivitas Antioksidan Kombinasi Glutation dan Alfa Arbutin dalam Serum Kosmetik","authors":"Ni Luh Dewi Aryani, Luh Putu Indah Parnanda Dewi, Gusti Ayu Putu Wina Anandha Trisna","doi":"10.24123/mpi.v4i1.5066","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v4i1.5066","url":null,"abstract":"Antioksidan adalah salah satu bahan aktif yang dapat digunakan untuk memperlambat penuaan dini kulit. Pada penelitian ini, bahan aktif antioksidan yang digunakan adalah kombinasi glutation dan alfa arbutin. Glutation dan alfa arbutin dapat mengalami oksidasi, sehingga digunakan natrium metabisulfit sebagai bahan tambahan antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah memformulasi kombinasi glutation dan alfa arbutin dalam serum kosmetik menggunakan natrium metabisulfit pada konsentrasi 0,3% (formula 1) dan 0,5% (formula 2). Serum-serum tersebut dievaluasi karakteristik fisikokimianya yang meliputi organoleptik (warna, bentuk, bau), nilai pH, viskositas, dan sifat alir. Aktivitas antioksidan dievaluasi menggunakan metode peredaman 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH), dengan parameter inhibition concentration 50 (IC50). Evaluasi stabilitas fisikokimia dan aktivitas antioksidan dilakukan dengan menyimpan serum tersebut selama 30 hari pada suhu ruang. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik fisikokimia serum-serum tersebut sesuai untuk serum kosmetik dengan IC50 50-100 ppm. Karakteristik fisikokimia dan aktivitas antioksidannya tidak berbeda bermakna (p >0,05). Selama penyimpanan karakteristik fisikokimianya juga tidak berubah (p >0,05), kecuali viskositas (p <0,05), tetapi serum tetap berbentuk cair. Selain itu, IC50 serum meningkat (p <0,05), tetapi tetap memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Kesimpulannya adalah kombinasi glutation dan alfa arbutin dalam serum formula 1 dan 2 dapat diformulasikan dan efektif sebagai serum kosmetik antioksidan.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"82 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86900571","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Yeslia Naomi Castoeri, Ernest Suryadjaya, Mariana Wahjudi
Air rebusan daun sirih (Piper betle L.), disebut juga air sirih, telah lama digunakan masyarakat di Indonesia. Pemakaian air sirih secara terus-menerus menimbulkan kekhawatiran pada muculnya bakteri yang resisten, seperti pada kasus paparan bakteri dengan minyak pinus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi terjadinya perubahan kepekaan sel Escherichia coli setelah dipaparkan air sirih dengan kadar yang umum digunakan oleh masyarakat (5% b/v). Metode yang digunakan adalah dengan pemaparan sel E. coli dengan air sirih 5% b/v, mulai dari generasi 0 hingga generasi ke-130. Uji konfirmasi ada tidaknya perubahan kepekaan sel terhadap air sirih dilakukan dengan penentuan kadar hambat minimum dan hambatan pertumbuhan sel dengan metode difusi agar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sel pada generasi ke-0, 10, 40, 110, dan 130 tidak terhambat pertumbuhannya oleh air sirih walaupun densitas sel setelah terpapar air sirih dari generasi ke-0 hingga ke-130 cenderung mengalami penurunan. Zona hambatan pertumbuhan sel dari semua generasi terhadap antibiotik imipenem, ceftazidime, ciprofloxacin dan ampicilin juga tidak berbeda signifikan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sel E. coli yang terpapar air sirih pada kadar pemakaian masyarakat tidak berubah kepekaannya terhadap air sirih dan beberapa antibiotika uji.
{"title":"Air Daun Sirih (Piper betle L.) Tidak Berpotensi Memicu Resistensi Sel Escherichia coli pada Dosis Pemakaian Secara Traditional","authors":"Yeslia Naomi Castoeri, Ernest Suryadjaya, Mariana Wahjudi","doi":"10.24123/mpi.v4i1.4706","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v4i1.4706","url":null,"abstract":"Air rebusan daun sirih (Piper betle L.), disebut juga air sirih, telah lama digunakan masyarakat di Indonesia. Pemakaian air sirih secara terus-menerus menimbulkan kekhawatiran pada muculnya bakteri yang resisten, seperti pada kasus paparan bakteri dengan minyak pinus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi terjadinya perubahan kepekaan sel Escherichia coli setelah dipaparkan air sirih dengan kadar yang umum digunakan oleh masyarakat (5% b/v). Metode yang digunakan adalah dengan pemaparan sel E. coli dengan air sirih 5% b/v, mulai dari generasi 0 hingga generasi ke-130. Uji konfirmasi ada tidaknya perubahan kepekaan sel terhadap air sirih dilakukan dengan penentuan kadar hambat minimum dan hambatan pertumbuhan sel dengan metode difusi agar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sel pada generasi ke-0, 10, 40, 110, dan 130 tidak terhambat pertumbuhannya oleh air sirih walaupun densitas sel setelah terpapar air sirih dari generasi ke-0 hingga ke-130 cenderung mengalami penurunan. Zona hambatan pertumbuhan sel dari semua generasi terhadap antibiotik imipenem, ceftazidime, ciprofloxacin dan ampicilin juga tidak berbeda signifikan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sel E. coli yang terpapar air sirih pada kadar pemakaian masyarakat tidak berubah kepekaannya terhadap air sirih dan beberapa antibiotika uji.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"4 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76136486","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Obat generik memiliki efektivitas serta hasil klinis yang sama dengan obat bermerek. Akan tetapi peredaran obat generik di Indonesia relatif rendah. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap obat generik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat serta hubungan antara karakteristik dengan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap obat generik. Penelitian menggunakan desain cross sectional study dengan sampel berjumlah 385 responden yang terdaftar sebagai masyarakat Purwokerto Utara. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner tingkat pengetahuan dan sikap. Analisis data menggunakan chi-square. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap obat generik sebagian besar kurang (56,4%). Sebanyak 75,8% responden memiliki sikap positif terhadap obat generik. Terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin (p=0,025), pendidikan (p=0,018) dengan tingkat pengetahuan terhadap obat generik, namun pada aspek usia (p=0,765) dan pekerjaan (p=0,121) tidak terdapat hubungan signifikan. Tidak terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin (p=0,365), usia (p=0,403), pendidikan (p=0,149), dan pekerjaan (p=0,159) dengan sikap masyarakat terhadap obat generik. Dapat disimpulkan sebagian besar masyarakat Purwokerto Utara memiliki pengetahuan kurang, namun bersikap positif terhadap obat generik. Karakteristik yang memiliki hubungan dengan tingkat pengetahuan yaitu jenis kelamin dan pendidikan. Tidak ada karakteristik yang memiliki hubungan dengan sikap masyarakat terhadap obat generik. Diperlukan peran tenaga kesehatan untuk edukasi dan promosi mengenai obat generik untuk meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap obat generik
{"title":"Analisis Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Obat Generik di Wilayah Purwokerto Utara","authors":"Kartikaningrum, Hening Pratiwi, Ika Mustikaningtias","doi":"10.24123/mpi.v4i1.4901","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v4i1.4901","url":null,"abstract":"Obat generik memiliki efektivitas serta hasil klinis yang sama dengan obat bermerek. Akan tetapi peredaran obat generik di Indonesia relatif rendah. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap obat generik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat serta hubungan antara karakteristik dengan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap obat generik. Penelitian menggunakan desain cross sectional study dengan sampel berjumlah 385 responden yang terdaftar sebagai masyarakat Purwokerto Utara. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner tingkat pengetahuan dan sikap. Analisis data menggunakan chi-square. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap obat generik sebagian besar kurang (56,4%). Sebanyak 75,8% responden memiliki sikap positif terhadap obat generik. Terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin (p=0,025), pendidikan (p=0,018) dengan tingkat pengetahuan terhadap obat generik, namun pada aspek usia (p=0,765) dan pekerjaan (p=0,121) tidak terdapat hubungan signifikan. Tidak terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin (p=0,365), usia (p=0,403), pendidikan (p=0,149), dan pekerjaan (p=0,159) dengan sikap masyarakat terhadap obat generik. Dapat disimpulkan sebagian besar masyarakat Purwokerto Utara memiliki pengetahuan kurang, namun bersikap positif terhadap obat generik. Karakteristik yang memiliki hubungan dengan tingkat pengetahuan yaitu jenis kelamin dan pendidikan. Tidak ada karakteristik yang memiliki hubungan dengan sikap masyarakat terhadap obat generik. Diperlukan peran tenaga kesehatan untuk edukasi dan promosi mengenai obat generik untuk meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap obat generik","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"36 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74737627","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Benedicta Ratih Kusumastuti, Tjandra Pantjajani, Prita Ayu Kusumawardhany, L. Widjaja, Hazrul Iswadi, Ardhia Deasy Rosita Dewi
Preferensi konsumen terhadap sebuah produk perlu diperhatikan khususnya untuk produk yang masih jarang beredar di masyarakat seperti kefir air (water kefir). Pada penelitian ini, pembuatan water kefirmenggunakan bahan dasar berupa serbuk ashitaba (Angelica keiskei). Tanaman ashitaba banyak dibudidayakan di Indonesia namun sedikit pemanfaatannya. Ashitaba memiliki banyak manfaat seperti antihipertensi, antistroke, dan kaya akan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penting penentu preferensi konsumen terhadap water kefir teh ashitaba menggunakan kuesioner daring dengan metode Principal Component Analysis (PCA) serta mengetahui pengaruh dari variasi konsentrasi serbuk ashitaba dan lama perebusan terhadap aktivitas antioksidan water kefir teh ashitaba. Hasil analisis dengan metode PCA didapatkan beberapa faktor, dari faktor yang terpenting hingga faktor yang dianggap kurang penting bagi konsumen dalam membuat keputusan untuk membeli water kefir teh ashitaba. Faktor-faktor tersebut adalah aktivitas antioksidan, kandungan vitamin C, dan total bakteri asam laktat dengan skor berturut-turut 0,854; 0,816; dan 0,778. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi serbuk teh ashitaba (5 dan 10%) dan lama perebusan (2, 5, dan 8 menit) terhadap aktivitas antioksidan dari water kefir teh ashitaba. Hasil uji aktivitas antioksidan yang didapat dari nilai inhibisi terhadap DPPH yaitu sebesar 55,57±0,56% didapat dari konsentrasi serbuk teh ashitaba 10% b/v dan lama perebusan 8 menit.
{"title":"Faktor Penting Preferensi Konsumen Pada Water Kefir Teh Ashitaba","authors":"Benedicta Ratih Kusumastuti, Tjandra Pantjajani, Prita Ayu Kusumawardhany, L. Widjaja, Hazrul Iswadi, Ardhia Deasy Rosita Dewi","doi":"10.24123/mpi.v4i1.4902","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v4i1.4902","url":null,"abstract":"Preferensi konsumen terhadap sebuah produk perlu diperhatikan khususnya untuk produk yang masih jarang beredar di masyarakat seperti kefir air (water kefir). Pada penelitian ini, pembuatan water kefirmenggunakan bahan dasar berupa serbuk ashitaba (Angelica keiskei). Tanaman ashitaba banyak dibudidayakan di Indonesia namun sedikit pemanfaatannya. Ashitaba memiliki banyak manfaat seperti antihipertensi, antistroke, dan kaya akan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penting penentu preferensi konsumen terhadap water kefir teh ashitaba menggunakan kuesioner daring dengan metode Principal Component Analysis (PCA) serta mengetahui pengaruh dari variasi konsentrasi serbuk ashitaba dan lama perebusan terhadap aktivitas antioksidan water kefir teh ashitaba. Hasil analisis dengan metode PCA didapatkan beberapa faktor, dari faktor yang terpenting hingga faktor yang dianggap kurang penting bagi konsumen dalam membuat keputusan untuk membeli water kefir teh ashitaba. Faktor-faktor tersebut adalah aktivitas antioksidan, kandungan vitamin C, dan total bakteri asam laktat dengan skor berturut-turut 0,854; 0,816; dan 0,778. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi serbuk teh ashitaba (5 dan 10%) dan lama perebusan (2, 5, dan 8 menit) terhadap aktivitas antioksidan dari water kefir teh ashitaba. Hasil uji aktivitas antioksidan yang didapat dari nilai inhibisi terhadap DPPH yaitu sebesar 55,57±0,56% didapat dari konsentrasi serbuk teh ashitaba 10% b/v dan lama perebusan 8 menit.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"32 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84399980","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
A. Irawati, Fauna Herawati, Heru Wiyono, Rika Yulia
Praktik kolaborasi antar profesi kesehatan (interprofessional collaborative practice, IPC) dari berbagai latar belakang profesi yang berbeda menggunakan clinical pathway (CP) atau alur klinis disepakati oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) sangat diperlukan untuk memberikan kualitas pelayanan yang terbaik. Penerapan CP penggunaan antibiotik pada pasien bedah dapat menjadi model, mengingat penggunaan antibiotik profilaksis bedah yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko terjadinya Infeksi Luka Operasi (ILO) dan resistensi obat. Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui persepsi tenaga kesehatan dalam praktik kolaborasi interprofesional manajemen perawatan pasien bedah ortopedi sebelum dan sesudah intervensi CP terintegrasi, dan profil penggunaan antibiotik. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuasi (quasi-experiment) dengan rancangan one group pretest-posttest design menggunakan kuesioner Collaborative Practice Assessment Tool (CPAT). Lima puluh dua kuesioner diberikan kepada semua tenaga kesehatan (dokter, perawat, dan apoteker) yang berinteraksi dalam pengisian CP (tidak ada data gugur). Nilai persepsi tenaga kesehatan tentang praktik kolaborasi sesudah intervensi (212,17) lebih tinggi daripada sebelum intervensi (173,63); sedangkan nilai DDD/100 bed-days pre-intervensi lebih rendah daripada pos-intervensi. Namun kedua perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik.
{"title":"Optimalisasi Clinical Pathway “Penggunaan Antibiotik” dalam Praktik Kolaborasi Interprofesional Manajemen Perawatan Pasien Bedah Ortopedi di Surabaya","authors":"A. Irawati, Fauna Herawati, Heru Wiyono, Rika Yulia","doi":"10.24123/mpi.v4i1.4559","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v4i1.4559","url":null,"abstract":"Praktik kolaborasi antar profesi kesehatan (interprofessional collaborative practice, IPC) dari berbagai latar belakang profesi yang berbeda menggunakan clinical pathway (CP) atau alur klinis disepakati oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) sangat diperlukan untuk memberikan kualitas pelayanan yang terbaik. Penerapan CP penggunaan antibiotik pada pasien bedah dapat menjadi model, mengingat penggunaan antibiotik profilaksis bedah yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko terjadinya Infeksi Luka Operasi (ILO) dan resistensi obat. Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui persepsi tenaga kesehatan dalam praktik kolaborasi interprofesional manajemen perawatan pasien bedah ortopedi sebelum dan sesudah intervensi CP terintegrasi, dan profil penggunaan antibiotik. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuasi (quasi-experiment) dengan rancangan one group pretest-posttest design menggunakan kuesioner Collaborative Practice Assessment Tool (CPAT). Lima puluh dua kuesioner diberikan kepada semua tenaga kesehatan (dokter, perawat, dan apoteker) yang berinteraksi dalam pengisian CP (tidak ada data gugur). Nilai persepsi tenaga kesehatan tentang praktik kolaborasi sesudah intervensi (212,17) lebih tinggi daripada sebelum intervensi (173,63); sedangkan nilai DDD/100 bed-days pre-intervensi lebih rendah daripada pos-intervensi. Namun kedua perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"71 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85743816","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}